REFERAT BATUK 2.docx

59
REFERAT Batuk PEMBIMBING: Dr. Abdul Rohman, Sp.P Disusun oleh : Meiria Sari 030.11.186 UNIVERSITAS TRISAKTI FAKULTAS KEDOKTERAN

Transcript of REFERAT BATUK 2.docx

Page 1: REFERAT BATUK 2.docx

REFERAT

Batuk

PEMBIMBING:

Dr. Abdul Rohman, Sp.P

Disusun oleh :

Meiria Sari

030.11.186

UNIVERSITAS TRISAKTI

FAKULTAS KEDOKTERAN

RSAL MINTOHARDJO

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

Periode 10 Agustus 2015 – 17 Oktober 2015

Page 2: REFERAT BATUK 2.docx

LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul :

Batuk

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan

Kepanitraan Klinik Imlu Penyakit Dalam RSAL Mintohardjo

periode 10 Agustus 2015 – 17 Oktober 2015

Disusun oleh :

Meiria Sari

030.11.186

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Abdul Rohman Sp. P selaku

dokter pembimbing Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSAL

Mintohardjo

Jakarta, 13 September 2015

Mengetahui

dr. Abdul Rohman Sp. P

ii

Page 3: REFERAT BATUK 2.docx

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga referat ini dapat

diselesaikan tepat waktu. Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Trisakti di RSAL Mintohardjo dengan judul “Batuk”.

Besar harapan penyusun bahwa referat ini dapat berguna bagi semua

kalangan pada umumnya dan praktisi medis. Dalam kesempatan ini penyusun

hendak mengucapkan terima kasih kepada : dr. Abdul Rohman Sp. P selaku

pembimbing Penyakit Dalam di RSAL Mintohardjo dan semua pihak yang telah

ikut memberikan dukungan dan bantuan sehingga referat ini dapat diselesaikan.

Penyusun menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun kearah

penyempurnaan, sehingga akan menjadi bahan kajian selanjutnya demi

pembelajaran untuk referat ini.

Apabila dalam referat ini terdapat kesalahan dan hal yang kurang berkenan,

tanpa bermaksud menyinggung, penyusun mengucapkan maaf dengan segenap

kerendahan hati. Akhir kata selamat membaca dan semoga memberi manfaat.

Jakarta, September 2015

Meiria Sari

iii

Page 4: REFERAT BATUK 2.docx

DAFTAR ISI

HALAMAN

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii

DAFTAR ISI..................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 2

2.1 Definisi Batuk ........................................................................ 2

2.2 Klasifikasi Batuk.................................................................... 2

a. Berdasarkan Waktu.................................................... 2

b. Berdasarkan Produktifitas.......................................... 3

2.3 Etiologi Batuk......................................................................... 3

2.3.1 Batuk......................................................................... 4

2.3.2 Batuk Berdarah......................................................... 4

2.4 Mekanisme Batuk................................................................... 5

2.4.1 Mekanisme Batuk Darah.......................................... 8

2.5 Diagnosis batuk darah............................................................. 10

2.6 Tatalaksana Batuk................................................................... 13

2.6.1 Batuk ...................................................................... 13

2.6.2 Batuk Darah............................................................. 20

2.7 Komplikasi Batuk Darah........................................................ 24

2.8 Prognosis Batuk Darah .......................................................... 24

BAB III KESIMPULAN ........................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 27

iv

Page 5: REFERAT BATUK 2.docx

Bab I

Pendahuluan

Batuk merupakan sebuah gejala penyakit yang paling umum. Satu dari

sepuluh pasien yang berkunjung ke praktek dokter setiap tahunnya memiliki

keluhan utama batuk. Batuk merupakan refleks fisiologis kompleks yang

melindungi paru dari trauma mekanik, kimia dan suhu dengan cara ekspirasi yang

keras. Batuk juga merupakan mekanisme pertahanan paru yang alamiah untuk

menjaga agar jalan nafas tetap bersih dan terbuka1.

Batuk dapat menyebabkan perasaan tidak nyaman, gangguan tidur,

mempengaruhi aktivitas sehari-hari dan menurunkan kualitas hidup. Batuk dapat

juga menimbulkan berbagai macam komplikasi seperti pneumotoraks,

pneumomediastinum, sakit kepala, pingsan, herniasi diskus, hernia inguinalis,

patah tulang iga, perdarahan subkonjungtiva, dan inkontinensia urin.

Pada keluhan batuk yang disertai darah merupakan salah satu gejala yang

paling penting pada penyakit paru. Oleh karena batuk darah mempunyai potensi

untuk terjadi kegawatan akibat perdarahan yang terjadi, bila tidak segera ditangani

secara tepat dan intensif, batuk darah yang masif akan menyebabkan angka

kematian yang tinggi.

Pada umumnnya, pasien dengan batuk darah telah mempunyai penyakit

yang mendasari dengan gejala lain sebelumnya, seperti batuk atau sesak. Tetapi

gejala ini tidak sampai mendorong pasien untuk datang berobat. Hingga muncul

gejala batuk darah, yang merupakan keadaan yang menakutkan bagi pasien dan

keluarga, hingga akan mendorong pasien untuk datang berobat.

Batuk darah ini harus segera ditangani dan dicari penyakit yang

mendasarinya dengan cepat dan tepat. Penegakan diagnosis dapat dilakukan

dengan anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.

1

Page 6: REFERAT BATUK 2.docx

Bab II

Tinjauan Pustaka

2.1. Definisi Batuk

Batuk dalam bahasa latin disebut tussis yang berarti refleks yang terjadi

secara tiba-tiba dan sering berulang-ulang yang bertujuan untuk membersihkan

saluran pernapasan dari lendir besar, iritasi, partikel asing dan mikroba. Batuk

merupakan refleks fisiologis kompleks yang melindungi paru dari trauma

mekanik, melindungi sistem respirasi dengan membersihkan saluran nafas baik

volunter ataupun involunter.1 Batuk menjadi tidak fisiologis bila dirasakan sebagai

gangguan. Batuk semacam itu sering kali merupakan suatu tanda penyakit di

dalam atau di luar paru dan gejala dini suatu penyakit.

Batuk merupakan gejala klinis dari gangguan pada saluran pernapasan.

Batuk bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan manifestasi dari

penyakit yang menyerang saluran pernapasan mulai dari infeksi, alergi, inflamasi,

bahkan keganasan.

2.2 Klasifikasi Batuk

2.2.1 Berdasarkan Waktu

a Akut 2,3

Fase awal dan mudah untuk disembuhkan. Jangka waktunya kurang dari 3

minggu dan terjadi karena iritasi, bakteri, virus, penyempitan saluran napas atas:

- ISPA(common cold, sinusitis,dll)

- Pneumonia

- Emboli paru

- Gagal jantung kongestif

- Eksaserbasi COPD

- Eksaserbasi

bronkiektasis

- Rinitis alergi

- Sindrom aspirasi, dll

b Subakut2,3

Fase peralihan dari akut menjadi kronis. Dikategorikan subakut bila batuk

sudah 3-8 minggu. Terjadi karena gangguan pada epitel.

2

Page 7: REFERAT BATUK 2.docx

- Gelaja post-infeksi

- Peradangan saluran napas persisten

- Post nasal drip (infeksi virus, bakteri, pertusis, Chlamydia spp), dll

c Kronis2,3

Batuk yang sulit untuk disembuhkan dikarenakan penyempitan saluran

nafas atas dan terjadi lebih dari 8 minggu. Batuk kronis biasanya adalah tanda

adanya penyakit lain yang lebih berat

- Asma bronkial

- GERD

- Eosinofilik bronkitis

- Bronkitis kronis

- ACE-inhibitor

- Sarcoidosis

- Chronic interstitial pneumonia

- kanker paru, dll

2.2.2 Berdasarkan Produktifitas

a Batuk Berdahak4

Jumlah dahak yang dihasilkan sangat banyak, sehingga menyumbat

saluran pernapasan. Normalnya, orang dewasa menghasilkan mukus sekitar 100ml

dalam saluran nafas setiap hari. Mukus ini diangkut menuju faring dengan

gerakkan pembersihan normal silia yang melapisi saluran pernapasan. Bila

terbentuk mukus yang berlebihan, proses normal pembersihan mungkin tidak

efektif lagi, sehingga akhirnya mukus tertimbun. Lalu membran mukosa akan

terangsang, dan mukus dibatukkan keluar sebagai sputum.

Kondisi sputum bermacam-macam yaitu:

1. Purulen yaitu kondisi sputum dalam keadaan kental dan lengket.

2. Mukopurulen yaitu kondisi sputum dalam keadaan kental, berwarna

kuning kehijauan.

3. Mukoid yaitu kondisi sputum dalam keadaan berlendir dan kental.

4. Hemoptisis yaitu kondisi sputum dalam keadaan bercampur darah.

5. Saliva yaitu Air liur.

Warna sputum juga merupakan hal penting untuk dinilai, klasifikasi warna

sputum dan kemungkinan penyebabnya menurut Price Wilson:

3

Page 8: REFERAT BATUK 2.docx

1. Sputum yang dihasilkan sewaktu membersihkan tenggorokan

kemungkinan berasal dari sinus atau saluran hidung bukan berasal dari

saluran napas bagian bawah.

2. Sputum banyak sekali dan purulen kemungkinan proses supuratif

3. Sputum yg terbentuk perlahan dan terus meningkat kemungkinan tanda

bronkitis /bronkhiektasis

4. Sputum kekuning-kuningan kemungkinan proses infeksi

5. Sputum hijau kemungkinan proses penimbunan nanah, warna hijau ini

dikarenakan adanya verdoperoksidase, sputum hijau ini sering

ditemukan pada penderita bronkhiektasis karena penimbunan sputum

dalam bronkus yang melebar dan terinfeksi

6. Sputum merah muda dan berbusa kemungkinan tanda edema paru akut.

7. Sputum berlendir, lekat, abu-abu/putih kemungkinan tanda bronkitis

kronik

8. Sputum berbau busuk kemungkinan tanda abses paru/bronkhiektasis

9. Berdarah atau hemoptisis sering ditemukan pada Tuberculosis.

10. Berwarna-biasanya disebabkan oleh pneumokokus bakteri (dalam

pneumonia).

11. Bernanah mengandung nanah, warna dapat memberikan petunjuk untuk

pengobatan yang efektif pada pasien bronkitis kronis.

12. Warna (mukopurulen) berwarna kuning-kehijauan menunjukkan bahwa

pengobatan dengan antibiotik dapat mengurangi gejala.

13. Warna hijau disebabkan oleh Neutrofil myeloperoxidase

14. Berlendir putih susu atau buram sering berarti bahwa antibiotik tidak

akan efektif dalam mengobati gejala. Informasi ini dapat berhubungan

dengan adanya infeksi bakteri atau virus meskipun penelitian saat ini

tidak mendukung generalisasi itu.

15. Berbusa putih-mungkin berasal dari obstruksi atau bahkan edema.

b Batuk Kering

Batuk tanpa ada sputum yang dikeluarkan, tenggorokan terasa gatal,

sehingga merangsang timbulnya batuk. Batuk ini mengganggu dan bila batuk

4

Page 9: REFERAT BATUK 2.docx

terlalu keras mungkin dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah mata

tenggorokan.

c Batuk Darah

Batuk darah adalah ekspektorasi darah atau dahak yang mengandung

bercak darah dan berasal dari saluran pernafasan bawah. Sinonimnya adalah

hemaptoe atau hemoptisis.5 Berdasarkan jumlah darah yang keluar dibagi menjadi:

a. Bercak (streaking) : <15-20 ml/24 jam, darah bercampur dengan

sputum (bronkitis)

b. Hemaptosis : 20–600 ml/24 jam, berdarah pada pembuluh darah

yang lebih besar, contohnya seperti: kanker, pneumonia, TB, Emboli paru.

c. Hemaptosis massif : >600 ml/24 jam, pada kanker paru, kanker pada

TB, bronkietaksis.

d. Pseudohemoptis : batuk darah dari stuktur sel napas bagian

atas (diatas laring) / di saluran cernaatas / ini dapat berupa perdarahan

buatan (factitious)

Batuk darah merupakan kegawatan paru yang paling sering terjadi diantara

betuk klinis lainnya. Tingkat kegawatannya ditentukan 3 faktor yaitu:

1. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah di dalam saluran

pernapasan.

2. Jumlah darh yang dikeluarkan selama hemoptisi dapat menimbulkan

renjatan hipovolemik.

3. Adanya pneumonia aspirasi, yaitu suatu infeksi yang terjadi beberapa

jam/hari setelah perdarahan. Keadaan ini merupakan keadaan gawat,

karena baik bagian jalan napas maupun fungsionil paru tidak dapat

berfungsi sebagaimana mestinya akibat terjadinya obstruksi total.6

2.3 Etiologi Batuk

2.3.1 Batuk

Refleks batuk dapat ditimbulkan oleh:7

Rangsangan mekanis (benda asing, debu, tumor, GERD)

Rangsangan kimiawi (gas, obat, dan bau-bauan)

5

Page 10: REFERAT BATUK 2.docx

Adanya peradangan / infeksi (pnemonia,bronkitis akut, sinusitis)

Reaksi alergi (asma)

Iritan :

• Rokok

• Asap

• SO2

• Gas di tempat kerja

Mekanik :

• Retensi sekret bronkopulmoner

• Benda asing dalam saluran nafas

• Postnasal drip

• Aspirasi

Penyakit paru obstruktif :

• Bronkitis kronis

• Asma

• Emfisema

• Fibrosis kistik

• Bronkiektasis

Penyakit paru restriktif :

• Pnemokoniosis

• Penyakit kolagen

• Penyakit

granulomatosa

Infeksi :

• Laringitis akut

• Bronkitis akut

• Pneumonia

• Pleuritis

• Perikarditis

Tumor :

• Tumor laring

• Tumor paru

Psikogenik

Tabel 1. Etiologi Batuk

2.3.2 Etiologi Batuk Darah

Batuk darah lebih sering merupakan tanda dari penyakit yang mendasari

sehingga etiologinya harus dicari melalui pemeriksaan yang seksama.7 Penyebab

hemoptisis secara umum dapat dibagi menjadi empat, yaitu infeksi, neoplasma,

kelainan kardiovaskular dan hal lain-lain yang jarang kejadiannya. Infeksi adalah

penyebab tersering hemoptisis, tuberkulosis adalah infeksi yang menonjol.8,9

6

Page 11: REFERAT BATUK 2.docx

Tabel 2. Etiologi Batuk Darah

2.4 Mekanisme Batuk

Refleks batuk terdiri dari 5 komponen utama yaitu reseptor batuk, serabut

saraf aferen, pusat batuk, susunan saraf eferen, dan efektor. Batuk dimulai dari

suatu rangsangan pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut saraf non

mielin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang

terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus, dan

di pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus

yang kecil, dan sejumlah besar reseptor di dapat di laring, trakea, karina dan

daerah percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di saluran telinga,

lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial, dan diafragma.10

Serabut aferen terpenting ada pada cabang nervus vagus yang mengalirkan

rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung, dan juga telinga melalui

cabang n. Arnold dari n. Vagus. N. Trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus

paranasalis, N. Glossopharingeal, menyalurkan rangsang dari faring dan n.

Phrenikus menyalurkan rangsang dari perikardium dan diafragma.9

7

Page 12: REFERAT BATUK 2.docx

Oleh serabut aferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk yang terletak di

medula, di dekat pusat pernafasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh

serabut-serabut aferen n. Vagus, n. Phrenicus, n. Intercostalis dan lumbar, n.

Trigeminus, n. Facialis, n. Hipoglosus, dan lain-lain menuju ke efektor. Efektor

ini berdiri dari otot-otot laring, trakea, bronkus, diafragma,otot-otot interkostal,

dan lain-lain. Di daerah efektor ini mekanisme batuk kemudian terjadi.10

Gambar 1. Reseptor batuk.

Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi empat fase yaitu :11

1. Fase iritasi

Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus

besar, atau serat afferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat

menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila reseptor batuk di lapisan faring dan

esofagus, rongga pleura dan saluran telinga luar dirangsang.

2. Fase inspirasi

Katup glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi otot abduktor

kartilago aritenoidea.Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga udara

dengan cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru. Hal ini disertai

8

Page 13: REFERAT BATUK 2.docx

terfiksirnya iga bawah akibat kontraksi otot toraks, perut dan diafragma, sehingga

dimensi lateral dada membesar mengakibatkan peningkatan volume paru.

Masuknya udara ke dalam paru dengan jumlah banyak memberikan

keuntungan yaitu akan memperkuat fase ekspirasi sehingga lebih cepat dan kuat

serta memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga menghasilkan mekanisme

pembersihan yang potensial.

3. Fase kompresi

Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adduktor

kartilago aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik.Pada fase ini tekanan intra-

toraks meninggi sampai 300 cmH2O agar terjadi batuk yang efektif. Tekanan

pleura tetap meninggi selama 0,5 detik setelah glotis terbuka .Batuk dapat terjadi

tanpa penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi mampu meningkatkan tekanan

intratoraks walaupun glotis tetap terbuka.

4. Fase ekspirasi/ekspulsi

Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot

ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan

kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran benda-benda asing dan bahan-

bahan lain. Gerakan glotis, otot-otot pernafasan dan cabang-cabang bronkus

merupakan hal yang penting dalam fase mekanisme batuk dan disinilah terjadi

fase batuk yang sebenarnya.Suara batuk sangat bervariasi akibat getaran sekret

yang ada dalam saluran nafas atau getaran pita suara12.

9

Page 14: REFERAT BATUK 2.docx

Gambar 2. Fase batuk2.4.1 Mekanisme Batuk Darah

Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan

hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperan untuk

memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis

dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas. Terdapatnya aneurisma

Rasmussen pada kaverna tuberkulosis yang merupakan asal dari perdarahan pada

hemoptoe masih diragukan. Teori terjadinya perdarahan akibat pecahnya

aneurisma dari Ramussen ini telah lama dianut, akan tetapi beberapa laporan

autopsi membuktikan bahwa terdapatnya hipervaskularisasi bronkus yang

merupakan percabangan dari arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari

perdarahan pada hemoptisis. Sekitar 90% perdarahan sumbernya berasal dari

arteri bronkial dan kolateralnya yaitu arteri dan vena aksiler dan interkostal.

Sisanya 10% berasal dari arteri, vena, dan kapiler pulmonal13.

Perdarahan mungkin diakibatkan oleh kelainan pembuluh darah,

trombosit, ataupun sistem pembekuan darah. Bila gejala perdarahan merupakan

kelainan bawaan, hampir selalu penyebabnya adalah salah satu dari ketiga faktor

di atas kecuali Von Willebrand. Sedangkan pada kelainan perdarahan yang

didapat, penyebabnya mungkin bersifat multiple. Oleh karena itu penyaringan

hemostasis harus meliputi pemeriksaan vaskuler, trombosit, dan koagulasi.

Mekanisma terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut :

a. Radang mukosa

Pada trakeobronkitis akut atau kronis,infeksi mukosa yang kaya pembuluh

darah menjadi rapuh dan sembab, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah

cukup untuk menimbulkan batuk darah. Terjadinya anastomose antara pembuluh

darah bronchial dan pulmo dan pulmonal dan juga terjadi aneurisma, bila pecah

terjadi perdarahan. Pecahnya pembuluh darah dari jaringan granulasi pada dinding

bronkus yang mengalami ektasis.

b. Infark paru

Biasanya disebabkan oleh emboli paru, terjadi penutupan arteri, maka

terjadi anastomose. Selain itu terjadi refleks spasme dari vena di daerah tersebut,

10

Page 15: REFERAT BATUK 2.docx

akibatnya terjadi daerah nekrosis dimana butir-butir darah masuk ke alveoli dan

terjadi batuk darah.

c. Batuk keras

Sifat khasnya bahwa darah terletak di permukaan sputum, jadi tidak

bercampur di dalamnya. Batuk kerasa berulang merobek mukosa bronkus,

bronkolit yang ada saat batuk menggeser lumen, kelenjar getah bening yang

mengapur, waktu batuk terjadi erosi pada bronkus yang berdekatan.

d. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler

Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminar seperti

pada dekompensasi cordis kiri akut dan mitral stenosis. Bila batuk darah ringan,

perdarahan terjadi secara perdiapedesis, karena tekanan dalam vena pulmonalis

tinggi menyebabkan ruptur vena pulmonalis atau distensi kapiler sehingga butiran

darah merah masuk ke alveoli.

e. Kelainan membran alveolokapiler

Kelainan pada membrane basalis alveol kapiler akibat adanya reaksi

antibody glomeruler basemen ( anti GBM Ab) kolagen tipe IV pada paru sehingga

membuat hilangnya kutuhan membrana basalis epitelial-endotelial dan

memudahkan masuknya sel darah merah dan netrofil masuk ke dalam alveoli,

seperti pada Goodpasture’s syndrome

f. Perdarahan kavitas tuberkulosa

Pada tuberkulosis, hemoptisis dapat disebabkan oleh kavitas aktif

berdinding tebal yang sukar menutup atau oleh proses inflamasi tuberkulosis di

jaringan paru maka pembuluh darah dinding tersebut mudah pecah akibat trauma

saat batuk.

g. Invasi tumor ganas

Terjadi karena erosi permukaan tumor dalam lumen bronkus atau berasal

dari jaringan tumor yang mengalami nekrosis, pecahnya pembuluh darah kecil

pada area tumor atau invasi tumor ke pembuluh darah pulmoner.

h. Cedera dada

Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami

transudasi ke dalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah.

11

Page 16: REFERAT BATUK 2.docx

2.5 Diagnosis Batuk Darah

Hal utama yang penting adalah memastikan apakah darah benar-benar

bukan dari muntahan dan tidak berlangsung saat perdarahan hidung. Hemoptisis

sering mudah dilacak dari riwayat. Dapat ditemukan bahwa pada hematemesis

darah berwarna kecoklatan atau kehitaman dan sifatnya asam. Darah dari

epistaksis dapat tertelan kembali melalui faring dan terbatukkan yang disadari

penderita serta adanya darah yang memancar dari hidung14.

Kesulitan dalam menegakkan diagnosis ini adalah karena hemoptisis selain

terjadi vasokonstriksi perifer, juga terjadi mobilisasi dari depot darah, sehingga

kadar Hb tidak selalu memberikan gambaran besarnya perdarahan yang terjadi.

Kriteria dari jumlah darah yang dikeluarkan selama hemoptisis juga mempunyai

kelemahan oleh karena:15,16

o Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan sputum dan kadang

dengan cairan lambung, sehingga sukar untuk menentukan jumlah darah

yang hilang sesungguhnya.

o Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan bersama-sama dengan tinja,

sehingga tidak ikut terhitung.

o Sebagian dari darah masuk ke dalam paru akibat aspirasi.

Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu

dilakukan urutan-urutan dari anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik

maupun penunjang sehingga penanganannya dapat disesuaikan.

a. Anamnesis

Untuk mendapatkan riwayat penyakit yang lengkap sebaiknya diusahakan

untuk mendapatkan data-data :

Jumlah dan warna darah

Lamanya perdarahan

Batuknya produktif atau tidak

Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan

Sakit dada, substernal atau pleuritik

Hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik, posisi

badan dan batuk

12

Page 17: REFERAT BATUK 2.docx

Wheezing, untuk menilai besarnya obstruksi

Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu17.

Perdarahan di tempat lain serempak dengan batuk darah

Perokok berat dan telah berlangsung lama

Sakit pada tungkai atau adanya pembengkakan serta sakit dada

Hematuria yang disertai dengan batuk darah18.

Untuk membedakan antara batuk darah dengan muntah darah dapat digunakan

petunjuk sebagai berikut18

Keadaan Hemoptoe Hematemesis

1.Prodromal Rasa tidak enak di

tenggorokan, ingin batuk

Mual, stomach

distress

2.Onset Darah dibatukkan, dapat

disertai batuk

Darah dimuntahkan

dapat disertai batuk

3.Penampilan Darah Berbuih Tidak berbuih

4.Warna Merah segar Merah tua

5.Isi Lekosit, mikroorganisme,

makrofag, hemosiderin

Sisa makanan

6.Reaksi Alkalis (pH tinggi) Asam (pH rendah)

7.Riwayat Penyakit

Dahulu

Menderita kelainan paru Gangguan lambung,

kelainan hepar

8.Anemi Kadang-kadang Selalu

9.Tinja Warna tinja normal

Guaiac test (-)

Tinja bisa berwarna

hitam, Guaiac test (-)

b. Pemeriksaan fisik15

Pada pemeriksaan fisik dicari gejala atau tanda lain di luar paru yang dapat

mendasari terjadinya batuk darah, antara lain : jari tabuh, bising sistolik dan

opening snap, pembesaran kelenjar limfe, ulserasi septum nasalis, teleangiektasi12.

o Panas merupakan tanda adanya peradangan

o Auskultasi :menonjolkan lokasi, rongki menetap, wheezing lokal,

kemungkinan penyumbatan oleh : tumor atau bekuan darah.

o Friction rub pada emboli paru atau infark

13

Page 18: REFERAT BATUK 2.docx

o Clubbing finger pada keganasan intratorakal dan supurasi intratorakal

(abses paru atau bronkiektasis)

c. Pemeriksaan penunjang

Foto toraks dalam posisi AP dan lateral hendaklah dibuat pada setiap

penderita hemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan

tempat perdarahannya.16 Salah satu komponen penting dalam

pemeriksaan untuk mengetahui penyebab pendarahan terutama

kelainan parenkim paru, misalnya kavitas, tumor, infiltrat, dan

atelektasis. Namun, gambaran foto bisa tampak normal.

Pemeriksaan dahak baik secara bakteriologi maupun sitologi (bahan

dapat diambil dari dahak dengan pemeriksaan bronkoskopi atau dahak

langsung). Pemeriksaan sputum untuk pemeriksaan bakteri pewarnaan

gram, basil tahan asam (BTA). Pemeriksaan sitologi bila penderita

berusia >40 tahun dan perokok. Biakan kuman juga dapat dilakukan

terutama untuk BTA dan jamur.

Laboratorium

o Darah tepi lengkap

- Peningkatan Hb dan Ht, kehilangan darah akut.

- Leukositosis, infeksi.

- Trombositopenia, koagulopati.

- Trombositosis, kanker paru.

o CT dan BT; PT dan APTT jika dicurigai adanya koagulopati atau

pasien menerima warfarin/heparin.

o Analisis gas darah arterial harus diukur jika pasien sesak yang

jelas dan sianosis.

Pemeriksaan bronkoskopi, sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan

berhenti, karena dengan demikian sumber perdarahan dapat diketahui.

Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah :

a.Bila radiologi tidak didapatkan kelainan

b. Batuk darah yang berulang – ulang

c.Batuk darah massif, sebagai tindakan terapeutik19

14

Page 19: REFERAT BATUK 2.docx

2.6 Tatalaksana

2.6.1 Batuk

Penatalaksanaan batuk yang paling baik yang paling baik adalah

pemberian obat spesifik terhadap etiologinya. Tiga bentuk penatalaksanaan batuk

adalah :

1. Tanpa pemberian obat

Penderita-penderita dengan batuk tanpa gangguan yang disebabkan

oleh penyakit akut dan sembuh sendiri biasanya tidak perlu obat.19 Cukup

dengan sering minum air putih untuk membantu mengencerkan dahak,

mengurangi iritasi, dan rasa gatal. Menghindari paparan debu, minuman

atau makan yang merangsang tenggorokan, dan udara malam yang dingin.

2. Pengobatan Spesifik

Apabila penyebab batuk diketahui maka pengobatan harus ditujukan

terhadap penyebab tersebut. Dengan evaluasi diagnosis yang terpadu, pada

hampir semua penderita dapat diketahui penyebab batuk kroniknya.19

Pengobatan spesifik batuk tergantung dari etiologi atau mekanismenya.

o Asma diobati dengan bronkodilator atau kortikosteroid

o Post nasal drip karena sinusitis diobati dengan antibiotik, obat semprot

hidung dan kombinasi antihistamin-dekongestan, post nasal drip

karena alergi atau rinitis non alergi ditanggulagi dengan menghindari

lingkungan yang mempunyai faktor pencetus dan kombinasi

antihistamin-dekongestan.19

o Refluks gastroesofageal diatasi dengan meninggikan kepala,

modifikasi diet, dengan proton pump inhibitor, dimana dapat

menghambat produksi asam dan memungkinkan jaringan esophageal

untuk sembuh.

o Batuk pada bronkitis kronis diobati dengan menghentikan merokok.

o Antibiotik diberikan pada pneumonia

o Sarkoidosis diobati dengan kortikosteroid

o Batuk pada gagal jantung kongestif dengan digoksin dan furosemid.19

15

Page 20: REFERAT BATUK 2.docx

Pengobatan spesifik juga dapat berupa tindakan bedah seperti reseksi

paru pada kanker paru, polipektomi, menghilangkan rambut dari saluran

telinga luar.19

3. Pengobatan Simptomatik

Pengobatan simptomatik diberikan apabila penyebab batuk yang pasti

tidak diketahui, sehingga pengobatan spesifik tidak dapat diberikan dan

batuk tidak berfungsi baik dan komplikasinya membahayakan penderita.19

Obat yang digunakan untuk pengobatan simptomatik ada dua jenis yaitu

antitusif dan mukokinesis :

a. Antitusif 19

Antitusif adalah obat yang menekan refleks batuk, digunakan pada gangguan

saluran nafas yang tidak produktif dan batuk akibat teriritasi. Secara umum

berdasarkan tempat kerja obat antitusif dibagi atas antitusif yang bekerja di perifer

dan antitusif yang berkerja di sentral. Antitusif yang bekerja di sentral dibagi atas

golongan narkotik dan non-narkotik.

Antitusif yang bekerja di perifer

Obat golongan ini menekan batuk dengan mengurangi iritasi lokal di saluran

nafas, yaitu pada reseptor iritan perifer dengan cara anastesi langsung atau secara

tidak langsung mempengaruhi lendir saluran nafas.

Obat-obat anestesi

Obat anestesi lokal seperti benzokain, benzilalkohol, fenol dan garam

fenol digunakan dalam pembuatan lozenges . Obat ini mengurangi batuk akibat

rangsang reseptor iritan di faring, tetapi hanya sedikit manfaatnya untuk

mengatasi batuk akibat kelainan salauran nafas bawah.

Obat anestesi yang diberikan secara topikal seperti tetrakain, kokain dan

lidokain sangat bermanfaat dalam menghambat batuk akibat prosedur

pemeriksaan bronkoskopi. Beberapa hal harus diperhatikan dalam pemakaian

obat anestesi topikal yaitu :

1. Resiko aspirasi beberapa jam sesudah pemakaian obat

2. Diketahui kemungkinan reaksi alergi terhadap obat anestesi.

3. Peningkatan tekanan jalan nafas sesudah inhalasi zat anestesi

16

Page 21: REFERAT BATUK 2.docx

4. Resiko terjadinya efek toksis sistemik termasuk aritmia dan kejang

terutama pada penderita penyakit hati dan jantung.

Demulcent

Obat ini bekerja melapisi mukosa faring dan mencegah kekeringan

selaput lendir. Obat ini digunakan sebagai pelarut antitusif lain atau sebagai

lozenges yang mengandung madu, akasia, gliserin dan anggur. Secara objektif

tidak ada data yang menunjukkan obat ini mempunyai efek antitusif yang

bermakna, tetapi karena aman dan memberikan perbaikan subjektif obat ini

banyak dipakai.

Antitusif yang bekerja sentral.19

Obat ini berkerja menekan batuk dengan meninggikan ambang rangsangan

yang dibutuhkan untuk merangsang pusat batuk dibagi atas golongan narkotik dan

non-narkotik.

Golongan narkotik

Opiat dan derivatnya mempunyai berbagai macam efek farmakologi

sehingga digunakan sebagai analgesik, antitusif, sedatif, menghilangkan

sesak karena gagal jantung dan anti diare. Diantara alkaloid ini morfin dan

kodein sering digunakan. Efek samping obat ini adalah penekanan pusat

nafas, konstipasi, kadang-kadang mual dan muntah, serta efek adiksi. Opiat

dapat menyebabkan terjadinya brokospasme karena pelepasan histamin.

Tetapi efek ini jarang terlihat pada dosis terapi untuk antitusif.

Kodein merupakan antitusif narkotik yang paling efektif dan salah satu

obat yang paling sering diresepkan. Pada orang dewasa dosis tunggal 20-60

mg atau 40-160 mg per hari biasanya efektif. Kodein ditolerir dengan baik

dan sedikit sekali menimbulkan ketergantungan. Disamping itu obat ini

sangat sedikit sekali menyebabkan penekanan pusat nafas dan pembersihan

mukosiliar.

Antitusif Non-Narkotik

Dekstrometorfan

Obat ini tidak mempunyai efek analgesik dan ketergantungan. Obat ini

17

Page 22: REFERAT BATUK 2.docx

efektif bila diberikan dengan dosis 30 mg setiap 4-8 jam, dosis dewasa 10-

20mg setiap 4 jam. Anak-anak umur 6-11 tahun 5-10mg. Sedangkan anak

umur 2-6 tahun dosisnya 2,5 – 5 mg setiap 4 jam.

Butamirat sitrat

Obat ini bekerja pada sentral dan perifer. Pada sentral obat ini

menekan pusat refleks dan di perifer melalui aktifitas bronkospasmolitik

dan aksi antiinflamasi. Obat ini ditoleransi dengan baik oleh penderita dan

tidak menimbulkan efek samping konstipasi, mual, muntah dan penekanan

susunan saraf pusat. Butamirat sitrat mempunyai keunggulan lain yaitu da-

pat digunakan dalam jangka panjang tanpa efek samping dan memperbaiki

fungsi paru yaitu meningkatkan kapasitas vital dan aman digunakan pada

anak. Dosis dewasa adalah 3x15 ml dan untuk anak-anak umur 6-8 tahun

2x10 ml sedangkan anak berumur lebih dari 9 tahun dosisnya 2x15 ml.

Difenhidramin

Obat ini tergolong obat antihistamin, mempunyai manfaat mengurangi

batuk kronik pada bronkitis. Efek samping yang dapat ditimbulkan ialah

mengantuk, kekeringan mulut dan hidung, kadang-kadang menimbulkan

perangsangan susunan saraf pusat. Obat ini mempunyai efek antikolinergik

karena itu harus digunakan secara hati-hati pada penderita glaukoma,

retensi urin dan gangguan fungsi paru. Dosis yang dianjurkan sebagai obat

batuk ialah 25 mg setiap 4 jam, tidak melebihi 100 mg/ hari untuk dewasa.

Dosis untuk anak berumur 6-12 tahun ialah 12,5 mg setiap 4 jam dan tidak

melebihi 50 mg/ hari. Sendangkan untuk anak 2-5 tahun ialah 6,25 mg

setiap 4 jam dan tidak melebihi 25 mg / hari

b. Mukokinesis 16

Retensi cairan yang patologis di jalan nafas disebut mukostasis. Obat-obat

yang digunakan untuk mengatasi keadaan itu disebut mukokinesis. Obat

mukokinesis dikelompokkan atas beberapa golongan :

Diluent ( cairan )

Air adalah diluent yang pertama berguna untuk mengencerkan cairan

sputum. Cairan elektrolit : larutan garam faal merupakan larutan yang paling

18

Page 23: REFERAT BATUK 2.docx

sesuai untuk nebulisasi dan cairan lavage, larutan garam hipotonik

digunakan pada pasien yang memerlukan diet garam

Surfaktan

Obat ini bekerja pada permukaan mukus dan menurunkan daya lengket

mukus pada epitel. Biasanya obat ini dipakai sebagai inhalasi, untuk itu perlu

dilarutkan dalam air atau larutan elektrolit lain. Sulit dibuktikan obat ini

lebih baik daripada air atau larutan elektrolit saja pada terapi inhalasi.

Mukolitik

Obat ini memecah rantai molekul mukoprotein sehinggaa menurunkan

viskositas mukus. Termasuk dalam golongan ini antara lain ialah golongan

thiol dan enzim proteolitik.

Golongan Thiol

Obat ini memecah rantai disulfida mukoprotein, dengan akibat

lisisnya mukus. Salah satu obat yang termasuk golongan ini adalah

asetilsistein. Asetilsistein adalah derivat H-Asetil dari asam amino L-

sistein, digunakan dalam bentuk larutan atau aerosol. Pemberian langsung

ke dalam saluran napas melalui kateter atau bronkoskop memberikan efek

segera, yaitu meningkatkan jumlah sekret bronkus secara nyata. Efek

samping berupa stomatitis, mual, muntah, pusing, demam, dan menggigil

jarang ditemukan.

Dosis yang efektif ialah 200 mg, 2-3 kali per oral. Pemberian secara

inhalasi dosisnya adalah 1-10 ml larutan 20% atau 2-20 ml larutan 10%

setiap 2-6 jam. Pemberian langsung ke dalam saluran napas menggunakan

larutan 10-20% sebanyak 1-2 ml setiap jam. Bila diberikan sebagai

aerosol harus dicampur dengan bronkodilator oleh karena mempunyai

efek bronkokonstriksi. Obat ini selain diberikan secara inhalasi dan oral,

juga dapat diberikan secara intravena. Pemberian aerosol sangat efektif

dalam mengencerkan mukus.

Enzim Proteolitik

Enzim protease seperti tripsin, kimotripsin, streptokinase,

deoksiribonuklease dan streptodornase dapat menurunkan viskositas

19

Page 24: REFERAT BATUK 2.docx

mukus. Enzim ini lebih efektif diberikan pada penderita dengan sputum

yang purulen.sebagai terapi inhalasi. Tripsin dan kimotripsin mempunyai

efek samping iritasi tenggorokan dan mata, batuk, suara serak, batuk

darah, bronkospasme, reaksi alergi umum, dan metaplasia bronkus.

Deoksiribonuklease efek sampingnya lebih kecil, tetapi efektifitasnya tidak

melebihi asetilsistein.

Bronkomukotropik

Obat golongan ini bekerja langsung merangsang kelenjar bronkus. Zat

ini menginduksi pengeluaran seromusin sehingga meningkatkan

mukokinesis. Umumnya obat-obat inhalalasi yang mengencerkan mukus

termasuk dalam golongan ini. Biasanya obat ini mempunyai aroma.

Contoh obat ini adalah mentol, minyak kamper, balsem dan minyak kayu

putih. Vicks vapo Rub® mengandung berbagai minyak yang mudah

menguap, adalah bronkomukotropik yang paling populer.

Bronkorrheik

Iritasi permukaan saluran napas menyebabkan pengeluaran cairan.

Saluran napas bereaksi terhadap zat iritasi yang toksik, pada keadaan berat

dapat terjadi edema paru. Iritasi yang lebih ringan dapat berfungsi sebagai

pengobatan, yaitu merangsang pengeluaran cairan sehingga memperbaiki

mukokinesis. Contoh obatnya adalah larutan garam hipertonik.

Ekspektoran

Obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran

pernapasan. Ekspetoran bekerja dengan cara merangsang selaput lendir

lambung dan selanjutnya secara refleks memicu pengeluaran lendir saluran

napas atas sehingga menurunkan tingkat kekentalan dan mempermudah

pengeluaran dahak. Hal ini dilakukan dengan beberapa cara, yaitu melalui :

- Refleks vagal gaster

- Stimulasi topikal dengan inhalasi zat

- Perangsangan vagal kelenjar mukosa bronkus

- Perangsangan medula

Refleks vagal gaster adalah pendekatan yang paling sering dilakukan

20

Page 25: REFERAT BATUK 2.docx

untuk merangsang pengeluaran cairan bronkus. Mekanisme ini memakai sirkuit

refleks dengan reseptor vagal gaster sebagai afferen dan persarafan vagal kelenjar

mukosa bronkus sebagai efferen.Termasuk ke dalam ekspektoran dengan

mekanisme ini adalah :

Amonium klorida

Kalium yodida, obat ini adalah ekspektoran yang sangat tua dan telah di-

gunakan pada asma dan bronkitis kronik. Selain sebagi ekspektoran obat

ini mempunyai efek menurunkan elastisitas mukus dan secara tidak lang-

sung menurunkan viskositas mukus. Mempunyai efek samping angio-

derma, serum sickness, urtikaria, purpura trombotik trombositopenik dan

periarteritis yang fatal. Merupakan kontraindikasi pada wanita hamil, masa

laktasi dan pubertas. Dosis yang dianjurkan pada orang dewasa 300 - 650

mg, 3-4 kali sehari dan 60-250 mg, 4 kali sehari untuk anak-anak.

Guaifenesin ( gliseril guaiakolat ), selain berfungsi sebagai ekspektoran

obat ini juga memperbaiki pembersihan mukosilia. Obat ini jarang menun-

jukkan efek samping. Pada dosis besar dapat terjadi mual, muntah dan pus-

ing. Dosis untuk dewasa biasanya adalah 200-400 mg setiap 4 jam dan

tidak melebihi 2-4 gram per hari. Anak-anak 6-11 tahun, 100-200 mg se-

tiap 4 jam dan tidak melebihi 1-2 gram per hari, sedangkan untuk anak 2-5

tahun, 50-100 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 600 mg sehari

Mukoregulator

Obat ini merupakan mukokinetik yang bekerja pada kelenjar mukus yang

mengubah campuran mukoprotein sehingga sekret menjadi lebih encer, obat

yang termasuk golongan ini adalah bromheksin dan S-karboksi metil sistein.

- Bromheksin

Bromheksin adalah komponen alkaloid dari vasisin dan ambroksol

adalah metaboliknya. Obat ini meningkatkan jumlah sputum dan

menurunkan viskositasnya. Juga ia merangsang produksi surfaktan dan

mungkin bermanfaat pada sindrom gawat napas neonatus. Kedua obat ini

ditoleransi dengan baik, tetapi dapat menyebabkan rasa tidak enak di

epigastrium dan mual. Harus hati-hati pada penderita tukak lambung.

21

Page 26: REFERAT BATUK 2.docx

Dosis bromheksin biasanya 8-16 mg 3 kali sehari, sedangkan ambroksol

45-60 mg sehari.

- S-karboksi metil sistein

Obat ini adalah derivat sistein yang lain, juga bermanfaat

menurunkan viskositas mukus. Dosis obat ini biasanya 750 mg 3 kali

sehari. Obat ini memberikan efek setelah diberikan 10-14 hari.

Mediator Otonom

Stimulator yang palin poten untuk sekresi saluran napas adalah

obat-obat kolinergik seperti asetilkolin dan metakolin. Kenyataannya obat

ini sangat kuat sehingga menimbulkan banyak efek samping antara lain

bronkospasme. Obat-obat simpatomimetik juga bisa merangsang pengelu-

aran sekret. Obat beta 2 agonis juga menyebabkan bronkodilatasi dan

merangsang pergerakan silia. Oleh karena itu menfaat ini dalam mekanisme

pengeluaran sekret tidak diketahui dengan jelas.

2.6.2 Batuk Darah

Pada umumnya hemoptisis ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan

biasanya berhenti sendiri. Yang perlu mendapat perhatian yaitu hemoptisis yang

masif. Tujuan pokok terapi ialah17,19 :

a. Mencegah tersumbatnya saluran napas oleh darah yang beku

b. Mencegah kemungkinan penyebaran infeksi

c. Menghentikan perdarahan

Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah memberikan suport

kardiopulmoner dan mengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia yang

merupakan penyebab utama kematian pada para pasien dengan hemoptisis masif20.

Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah :

a. Terapi konservatif21

- Menenangkan penderita dan memberitahu penderita agar jangan takut-

takut untuk membatukkan darahnya.

- Pasien diminta berbaring pada posisi bagian paru yang sakit atau

sedikit trendelenberg, terutama bila reflek batuk tidak adekuat untuk

22

Page 27: REFERAT BATUK 2.docx

mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat21

- Jaga agar jalan napas tetap terbuka, bila terdapat tanda sumbatan jalan

napas perlu dilakukan suction atau bila diperlukan pemasangan pipa

endotrakeal. Pemberian oksigen hanya berarti bila jalan napas bebas

sumbatan.

- Pemasangan IV line IVFD untuk pengganti cairan maupun untuk jalur

pemberian obat

- Pemberian obat hemostasis, belum jelas manfaatnya pada batuk darah

jika tidak disertai kelainan faal hemostatik.

o Tranexamic Acid

Cara kerjanya pertama dengan aktifitas antiplasminik, menghambat

aktifitas dari aktifaktor plasminogen dan plasmin. Aktifitas anti

plasminik telah dibuktikan dengan berbagai percobaan “ in vitro”

penemuan aktifitas plasmin dalam darah dan aktifitas plasma

setempat, setelah diberikan pada tubuh manusia. Kedua dengan

aktifitas hemostatis mencegah degradasi fibrin, pemecahan trombosit,

peningkatan kerapuan vaskuler dan pemecahan faktor koagulasi. Efek

ini terlihat secara klinis dengan berkurangnya waktu pendarahan dan

lama pendarahan.

o Asam Aminokaproat

Asam aminokaproat merupakan penghambat aktivator plasminogen

dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan mengahancurkan

fibrinogen atau fibrin dan faktor pembekuan darah lain. Oleh karena

itu, asam aminokaproat dapat mengatasi pendarahan berat akibat

fibrinologis yang berlebihan. Dugaan adanya fibrinologis yang

berlebihan dapat disasarkan atas hasil tes laboratorium berupa waktu

thrombin dan protrombin yang memanjang, hipofibrinogenemia atau

kadar plasmanogen yang menurun.

Asam aminokaproat digunakan untuk mengatasi hematuria yang

bearasal dari kandung kemih. Prostate atau uretra pada penderita yang

mengalami rostatektomi transurethral atau suprapublik, asam

23

Page 28: REFERAT BATUK 2.docx

aminokoprat mengurangi hematuria pasca bedah secara bermakna.

Akan tetapi, penggunaan harus dibatasi pada penderita dengan

pendarahan berat yang penyebab pendarahannya tidak dapat

diperbaiki. Asam aminokoprat juga dapat digunakan sebagai

antidotum untuk melawan efek trombolitik streptokinase dan

urokinase yang merupakan aktivator plasminogen.

o Vitamin K

Pada orang normal Vit K tidak mempunyaik aktifitas

farmakodinamik.Vit K dapat meningkatkan biosintesis beberapa

faktor pembekuan darah.

- Obat-obat dengan efek sedasi ringan dapat diberikan bila penderita

gelisah. Obat-obat penekan batuk hanya diberikan bila terdapat batuk

yang berlebihan dan merangsang timbulnya perdarahan lebih banyak.

- Transfusi darah diberikan bila hematokrit turun dibawah nilai 25-30%

atau hemoglobin dibawah 10gr% saat perdarahan masih berlansung.

Tindakan selanjutnya bila mungkin adalah menentukan asal

perdarahan dengan bronkoskopi23. Lalu menemukan penyebab dan

mengobatinya, misal aspirasi darah dengan bronkoskopi dan

pemberian adrenalin pada sumber perdarahan.

b. Terapi pembedahan24

Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan bila

sumber perdarahan telah diketahu dengan pasti, fungsi paru adekuat, dan tidak ada

kontraindikasi bedah. Tindakan operasi ini dilakukan atas pertimbangan22:

- Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien.

- Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka kematian

pada perdarahan yang masif menurun dari 70% menjadi 18% dengan

tindakan operasi.

- Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya hemoptoe

yang berulang dapat dicegah.

Busron (1978) menggunakan pula indikasi pembedahan sebagai berikut22:

24

Page 29: REFERAT BATUK 2.docx

- Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam dan

dalam pengamatannya perdarahan tidak berhenti25.

- Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan

tetapi lebih dari 250 cc / 24 jam jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%,

sedangkan batuk darahnya masih terus berlangsung.

- Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam

dantetapi lebih dari 250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%,

tetapi selama pengamatan 48 jam yang disertai dengan perawatan

konservatif batuk darah tersebut tidak berhenti.

Tindakan bedah meliputi:

1. Reseksi paru, ditujukan untuk membuang sisa-sisa kerusakan akibat

penyakit dasarnya.

o Pneumonektomi : reseksi satu paru seluruhnya

o Bilobektomi : reseksi dua lobus

o Lobektomi : reseksi satu lobus

o Wedgeresection : reseksi sebagian kecil jaringan paru

o Enukleasi : bila kelainan patologis kecil dan jinak

o Segmentektomi : reseksi segmen bronkopulmonal

2. Terapi kolaps (pneumoperitoneum, pneumotoraks artifisial,

torakoplasti, frenikolisis), bertujuan untuk mengistirahatkan bagian

paru yang sakit dengan cara membuat kolaps jaringan paru yang sakit

tersebut.22 Pendapat ini benar untuk kelainan kavitas, tetapi banyak

ditinggalkan karena komplikasinya.

o Pneumothoraks artifisial yaitu dengan memasukkan udara ke rongga

pleura kemudian secara bertahap ditambahkan udara sehingga

tercapai kolaps pada jaringan paru yang sakit. Bila paru kolaps

maka bagian tersebut dapat diistirahatkan sehingga mempercepat

proses penyembuhan.

o Pneumoperitoneum yaitu tindakan memasukkan udara ke rongga

peritoneum dengan tujuan menaikkn diafragma agar terjadi kolaps

25

Page 30: REFERAT BATUK 2.docx

pada jaringan paru dengan harapan lesi di apikal menyembuh.

o Paralisis nervus frenikus yaitu dengan cara anastesi lokal nervus

frenikus dibebaskan dari perlekatannya di muskulus scalenus

anterior, kemudian saraf dirusak sehingga timbul paralisis

diafragma. Akibatnya akan terjadi elevasi diafragma dan diharapkan

apeks paru dapat diistirahatkan sehingga terjadi penyembuhan.

o Torakoplasti yaitu suatu bentuk operasi dimana kolaps paru terjadi

dengan cara menghilangkan supporting framework-nya, misalnya

dengan membuang tulang iga dari dinding dada. Hal ini dilakukan

setelah lobektomi/pneumonektomi dengan tujuan meminimalisasi

kemungkinan terjadinya distensi berlebihan parenkim paru yang

tersisa, dan menggurangi resiko terbentuknya fistula bronkopleural

dan empiema. Tetapi sekarang jarang dilakukan kecuali bila

direncanakan reseksi lebih dari 1 lobus.

3. Lain-lain (embolisasi artifisial atau Bronchial Artery Embolization)

adalah penyuntikan gel foam atau polivinil alkohol melalui kateterisasi

pada arteri bronkialis. Metode ini berhasil menghentikan pendarahan

95%, maka tindakan pembedahan mulai ditinggalkan.

Berikut adalah diagram penatalaksanaan pasien dengan batuk darah26

26

Page 31: REFERAT BATUK 2.docx

2.7 Komplikasi Batuk Darah

Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptoe, yaitu diten-

tukan oleh tiga faktor22,27 :

i. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran

pernapasan.

ii. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptoe dapat menim-

bulkan renjatan hipovolemik.

iii. Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke

dalam jaringan paru yang sehat bersama inspirasi.

2.8 Prognosis Batuk Darah

Pada hemoptoe idiopatik prognosisnya baik kecuali bila penderita

mengalami hemoptoe yang rekuren. Sedangkan pada hemoptoe sekunder ada

beberapa faktor yang menentukan prognosis22,28 :

a. Tingkatan hemoptoe : hemoptoe yang terjadi pertama kali mempun-

yai prognosis yang lebih baik.

b. Macam penyakit dasar yang menyebabkan hemoptoe.

c. Cepatnya kita bertindak, misalnya bronkoskopi yang segera di-

lakukan untuk menghisap darah yang beku di bronkus dapat menye-

lamatkan penderita

Menurut Crocco (1968), pasien dengan batuk darah masif (600 ml) dalam

waktu :

- Kurang dari 4 jam mempunyai mortality rate 71%

- 4-16 jam mempunyai mortalty rate 22%

- 16-48 jam mempunyai mortality rate 5%

27

Page 32: REFERAT BATUK 2.docx

Bab III

Kesimpulan

Batuk merupakan refleks fisiologis kompleks yang melindungi paru dari

trauma mekanik, kimia dan suhu dengan cara ekspirasi yang keras. Batuk juga

merupakan mekanisme pertahanan paru yang alamiah untuk menjaga agar jalan

nafas tetap bersih dan terbuka dengan cara mencegah masuknya benda asing ke

saluran nafas dan mengeluarkan benda asing atau sekret yang abnormal dari

dalam saluran nafas.

Batuk dapat menyebabkan perasaan tidak nyaman, gangguan tidur,

mempengaruhi aktivitas sehari-hari dan menurunkan kualitas hidup. Terutama

batuk yang disertai darah merupakan salah satu gejala yang penting pada penyakit

paru. Oleh karena batuk darah mempunyai potensi untuk terjadi kegawatan akibat

perdarahan yang terjadi, bila tidak segera ditangani secara tepat dan intensif, batuk

darah yang masif akan menyebabkan angka kematian yang tinggi.

Batuk darah ini harus segera ditangani dan dicari penyakit yang

mendasarinya dengan cepat dan tepat. Penegakan diagnosis dapat dilakukan

dengan anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.

Pengobatan simptomatik diberikan apabila penyebab batuk tidak dapat

ditentukan dengan tepat, bila batuk tidak berfungsi dengan baik atau sangat

mengganggu serta dikhawatirkan akan menimbulkan komplikasi.

28

Page 33: REFERAT BATUK 2.docx

Daftar Pustaka

1. Chung K F, Pavord ID (April 2008). Prevalence, pathogenesis, and causes of

chronic cough. Lancet 371 (9621): 1364–74.

2. Fauci AS, Braundwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL,

Loscalzo J, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th ed. New

York: McGraw-Hill Medical;2008

3. Goldman L, Schafer AI, eds. Cecil Medicine. 24th ed. Philadelphia, Pa:

Saunders Elsevier; 2011

4. Guyton AC, Hall JE. 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11 th ed.

Jakarta:ECG.

5. Afief, Nirwan. 2009 Kegawatdaruratan Paru. Jakarta: Departemen

Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UI.

6. Pitoyo CW. 2011. Hemoptisis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II,

edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitas Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

7. Tabrani, Rab. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta:TIM.

8. Moxham. Symptoms And Sign in Respiratory Disease. Medicine Internat. Par

East Ed. 1991. 4(14) : 3644 – 3649

9. Yusuf I. Manifestasi Klinis Penyakit Paru. Dalam Ilmu Penyakit Dalam.

Soeparman. Waspadji, editor. BP-FKUI Jakarta. 1987. p. 688

10. Alsagaff,Hood dkk. Buku Ajar Ilmu penyakit Paru . GRAMIK FK UNAIR.

2004 : 59-73

11. Aditama T Y. Patofisiologi Batuk. Bagian Pulmonologi FK UI, Unit Paru RS

Persahabatan, Jakarta. 1993; h: 5 – 7.

12. McCool F D. Global Physiology and Pathophysiology of Cough. CHEST

January 2006 vol. 129 no. 1 suppl 48S-53S

13. Culotta R, Taylor D. Diseases of the pleura. In: Ali J, Summer WR, Levitzky

MG, eds Pulmonary Pathophysiology 2nd ed. Newyork: Lange Medical

Books/McGrawhill; 2005; 194-212.

29

Page 34: REFERAT BATUK 2.docx

14. Crofton SJ. Douglas A.Respiratory Diseasses. 3rded. Balckwell Scientific

Publications. Oxford. 1983. P.770 – 771

15. Ward JPT, Ward J, Leach RM, Wiener CM. Tuberkulosis Paru, Sistem

Pernapasan at a Glance. Jakarta:Erlangga;2008 hal 80-1.

16. Snell, SS. Thoraks dalam Buku Anatomi Klinik. Jakarta: EGC;2009 hal94-5

17. Amirana, et al. An Aggressive Surgical approach to Significant hemoptysis in

Patients with Pulmonary Tuberculosis Am Rev Respir Dis. 1968. (97) : 187 –

192

18. Soeroso HL. Susilo H. Parhussip RS. Sumari. Usman.Hemoptisis Masif.

Cermin Dunia Kedokteran. 1992. (80) : 90 – 94

19. American Thoracic society. The Management of hemoptysis. A Statement by

the committee on Therapy, Am rev Respir Dis. 1996. (93) : 471 – 474

20. Yunus F, Penatalaksanaan Batuk Dalam Praktek Sehari-hari, dalam Cermin

Dunia Kedokteran no 84, Jakarta. 1993; h: 13-18.

21. Woodley M. Whelan A. Pedoman Pengobatan. (Manual of Medical

Therapeutics). Andi offset. Yogyakarta. 1995. p. 326 – 327

22. Rab T. Prinsip Gawat Paru. ed.2. EGC. Jakarta. 1996. p. 185 – 201

23. Purwandianto A. Sampurna B. Kedaruratan Medik. ed. 3. Bina Rupa Aksara.

Jakarta. p.19 – 20

24. Woodley M. Whelan A.Pedoman Pengobatan. (Manual of Medical

Therapeutics). Andi offset. Yogyakarta. 1995. p. 326 – 327

25. Hariadi,Slamet dkk. Dasar-dasar Diagnostik Fisik Paru. Departemen Ilmu

Penyakit Paru Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 2008 : 7-8

26. Bidwell, Jacob. Hemoptysis : diagnosis and treatment . Available at :

http://www.aafp.org/afp/2005/1001/p1253.html

27. Kritek PA, Fanta CH. Cough and Hemoptysis. In: Harrison¹s Principles of

Internal Medicine, 18Ed. Fauci, AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL,

Longo J, Jameson L, Loscalzo J. McGraw-Hill; 2012 hal 282-6

28. Sluiter HJ, Leerboek Long Ziekten. Van Gorkom, Assen/Maastricht. 1985

30