Referat Batuk Kronis
-
Upload
genni-surhan -
Category
Documents
-
view
51 -
download
2
Transcript of Referat Batuk Kronis
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
Batuk kronis
Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian akhir
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu THT
Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor
Disusun oleh:
Genni Putrianti
030.07.097
Jakarta, Maret 2014
Menyetujui,
Dokter pembimbing
Dr. Tienneke Saboe , Sp.THT
P a g e 1 | 33
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat-Nya sehingga
penyusunan referat ini dapat berjalan dengan lancar dari awal hingga akhir. Adapun tujuan
penulisan referat yang berjudul Batuk Kronis ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan
klinik ilmu penyakit THT di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor yang dilaksanakan pada
periode 17 Februari 2014 – 22 Maret 2014.
Selama kepaniteraan klinik ilmu THT yang berlangsung selama 5 minggu dan selama
proses penyusunan referat ini, penulis telah mendapatkan banyak ilmu dan pelajaran berharga
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Tienneke
Saboe, Sp.THT selaku dokter pembimbing atas segala bimbingan, arahan, dukungan, tenaga
dan waktu yang telah diberikan selama ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
seluruh pihak yang juga telah banyak membantu dan mendukung penulis, yang tidak dapat
disebutkan satu per satu.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih atas kesediaannya untuk membaca
referat ini. Semoga dapat memberikan wawasan baru dan bermanfaat bagi kita semua.
Jakarta, Maret 2014
Penulis
P a g e 2 | 33
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ 1
KATA PENGANTAR.................................................................................... 2
DAFTAR ISI................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 4
BAB II ANATOMI SALURAN NAPAS ATAS............................................ 5-11
Hidung ................................................................................................ 5-8
Faring .................................................................................................. 8-10
Laring .................................................................................................. 10-11
BAB III TINJAUAN PUSTAKA BATUK KRONIS..................................... 12
Definisi................................................................................................ 12
Epidemiologi....................................................................................... 12
Mekanisme terjadinya batuk............................................................... 13
Etiologi dan patofisiologi .................................................................. 15
GERD...................................................................................... 15
Post nasal drip......................................................................... 17
Faringitis ................................................................................ 17-18
Sinusitis .................................................................................. 19
Gejala klinis ........................................................................................ 19
Faktor resiko ....................................................................................... 19
Diagnosis ............................................................................................. 20
Penatalaksanaan ................................................................................... 21
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 31
BAB IP a g e 3 | 33
PENDAHULUAN
Batuk merupakan upaya pertahanan paru terhadap berbagai rangsangan yang ada. Batuk
merupakan refleks fisiologis kompleks yang melindungi paru dari trauma mekanik, kimia dan
suhu. Batuk juga merupakan mekanisme pertahanan paru yang alamiah untuk menjaga agar
jalan nafas tetap bersih dan terbuka dengan jalan mencegah masuknya benda asing ke saluran
nafas dan mengeluarkan benda asing atau sekret yang abnormal dari dalam saluran nafas.1
Batuk menjadi tidak fisiologis bila dirasakan sebagai gangguan. Batuk semacam itu sering
kali merupakan tanda suatu penyakit di dalam atau diluar paru dan kadang-kadang
merupakan gejala dini suatu penyakit. Batuk mungkin sangat berarti pada penularan penyakit
melalui udara (air borne infection). Batuk merupakan salah satu gejala penyakit saluran nafas
disamping sesak, mengi, dan sakit dada. Sering kali batuk merupakan masalah yang dihadapi
para dokter dalam pekerjaannya sehari-hari. Penyebabnya amat beragam dan pengenalan
patofisiologi batuk akan sangat membantu dalam menegak kandiagnosis dan penanggulangan
penderita batuk. 1
BAB II
P a g e 4 | 33
ANATOMI SALURAN NAPAS ATAS
1. Hidung
Di dalam hidung (nasus) terdapat organum olfactorium perifer. Fungsi hidung dan cavitasnasi berhubungan
dengan:
a. Fungsi penghidu
b. Pernafasan
c. Penyaringan debu
Gambar 1. Anatomi saluran napas
d. Pelembapan udara pernapasan
e. Penampungan sekret dari sinus paranasales dan ductus nasolacrimalis
Bentuk luar hidung sangat bervariasi dalam hal ukuran dan bentuk, terutama karena
perbedaan pada tulang rawan hidung. Punggung hidung yang meluas dari akar hidung di wajah ke
puncaknya (ujung hidung).
P a g e 5 | 33
Hidung meliputi bagian eksternal yang menonjol dari wajah dan bagian internal berupa
rongga hidung sebagai alat penyalur udara. Hidung bagian luar tertutup oleh kulit dan disupport oleh
sepasang tulang hidung. Rongga hidung terdiri atas :
Vestibulum yang dilapisi oleh sel submukosa sebagai proteksi
Dalam rongga hidung terdapat rambut yang berperan sebagai penapis udara
Struktur konka yang berfungsi sebagai proteksi terhadap udara luar karena strukturnya yang berlapis
Sel silia yang berperan untuk mlemparkan benda asing ke luar dalam usaha untuk membersihkan
jalan napas.
Gambar 2. Anatomi Hidung
Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan
kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum. Masing-masing rongga hidung dibagi menjadi 3
saluran oleh penonjolan turbinasi atau konka dari dinding lateral. Rongga hidung dilapisi dengan membran
mukosa yang sangat banyak mengandung vaskularyang disebut mukosa hidung.. Lendir di sekresi secara
terus-menerus oleh sel-sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke
nasofaring oleh gerakan silia.
P a g e 6 | 33
Gambar 3. Anatomi Hidung
Rongga hidung dimulai dari Vestibulum, yakni pada bagian anterior ke bagian posterior yang
berbatasan dengan nasofaring. Rongga hidung terbagi atas 2 bagian, yakni secara longitudinal oleh septum
hidung dan secara transversal oleh konka superior, medialis, dan inferior.
Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru. Jalan napas ini
berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirupkan ke
dalam paru-paru. Hidung bertanggung jawab terhadap olfaktori atau penghidu karena reseptor olfaksi terletak
dalam mukosa hidung. Fungsi ini berkurang sejalan dengan pertambahan usia.
Batas- batas cavitas nasi
Atap cavitas nasi berbentuk lengkung dan sempit, kecuali pada ujungnya di sebelah posterior; di sini
dapat dibedakan tiga bagian (frontonasal, etmoideal, dan sfenoideal) yang dinamakan sesuai dengan
nama tulang-tulang pembatasnya.
Dasar cavitas nasi yang lebih luas dari pada atapnya, dibentuk oleh processus palatinum maxillae
dan lamina horizontalis ossis palatina.
Dinding medial cavitas nasi dibentuk oleh septum nasi
P a g e 7 | 33
Dinding lateral cavitas nasi berwujud tidak rata karena adanya tiga tonjolan yang berbentuk seperti
gulungan, yakni concha nasalis.
Vaskularisasi dan Persarafan
Pendarahan dinding medial dan lateral cavitas nasi terjadi melalui cabang arteria sphenopalatina,
arteria ethmoidalis anterior dan arteria ethmoidalis posterior, arteri palatina mayor, arteri labialis superior, dan
rami lateralis arteria facialis. Plexus venosus menyalurkan darah kembali ke dalam vena sphenopalatina, vena
facialis, dan vena ophtalmica.
Persarafan bagian dua pertiga inferior membran mukosa hidung terutama terjadi melalui nervus
nasopalatinus, cabang nervus cranialis V. 2. Bagian anterior dipersarafi oleh nervusethmoidalis anteior,
cabang nervus nasociliaris yang merupakan cabang nervus cranialis V. 1 Dinding lateral cavitas nasi
memperoleh persarafan melalui rami nasales maxilaris (nervuscranialis V.2), nervus palatinus major, dan
nervus ethmoidalis anterior.
Fungsi Rongga Hidung
Terdapat 3 fungsi Rongga Hidung, antara lain :
a. Dalam hal pernafasan, udara yang diinspirasi melalui rongga hidung akan menjalani tigsproses yaitu
penyaringan (filtrasi), penghangatan, dan pelembaban. Penyaringan dilakukanoleh membran mukosa
pada rongga hidung yang sangat kaya akan pembuluh darah danglandula serosa yang mensekresikan
mukus cair untuk membersihkan udara sebelum masuk ke Oropharynx. Penghangatan dilakukan
oleh jaringan pembuluh darah yang sangat kaya pada ephitel nasal dan menutupi area yang sangat
luas dari rongga hidung. Dan pelembabandilakukan oleh concha, yaitu suatu area penonjolan tulang
yang dilapisi oleh mukosa.
b. Epithellium olfactory pada bagian meial rongga hidung memiliki fungsi dalam penerimaan sensasi
bau.
c. Rongga hidung juga berhubungan dengan pembentukkan suara-suara fenotik dimana iaberfungsi
sebagai ruang resonansi.
2. Faring
Faring merupakan saluran yang memiliki panjang kurang lebih 13 cm yang menghubungkan nasal
dan rongga mulut kepada larynx pada dasar tengkorak. Faring meluas dari dasar cranium sampai tepi bawah
cartilago cricoidea di sebelah anterior dan sampai tepi bawahvertebra cervicalis VI di sebelah posterior. Bagian P a g e 8 | 33
faring yang terlebar (kira-kira 5 cm) terdapat setinggi os hyoideum dan bagian paling sempit (kira-kira 1,5 cm)
pada ujung bawahnya, yakni pada peralihan ke esofagus.
Dinding faring terutama dibentuk oleh dua lapis otot-otot faring. Lapisan otot sirkular disebelah luar
terdiri dari tiga otot konstriktor. Lapisan otot internal yang terutama teratur longitudinal, terdiri dari muskulus
palatopharyngeus, musculus stylopharingeus, dan musculus salphingopharingeus. Otot-otot ini mengangkat
faring dan laring sewaktu menelan dan berbicara.
Bagian dalam Faring dan Fungsinya
nasofaring ada saluran penghubung antara nasopharinx dengan telinga bagian tengah,
yaitu Tuba Eustachius dan Tuba Auditory
ada Phariyngeal tonsil (adenoids), terletak pada bagian posterio rnasopharinx,
merupakan bagian dari jaringan Lymphatic pada permukaan posterior lidah
Mempunyai fungsi respiratorik
orofaring Merupakan bagian tengah faring antara palatum lunak dan tulang hyoid.
Refleks menelan berawal dari orofaring menimbulkan duap erubahan,
makanan terdorong masuk ke saluran pencernaan (oesephagus) dan secara
simultan katup menutup laring untuk mencegah makanan masuk ke dalam
saluran pernapasan(Seeley,2004).
Mempunyai fungsi pencernaan makanan
laringofaring Merupakan posisi terendah dari faring. Pada bagian bawahnya, sistem respirasi
menjadi terpisah dari sistem digestil. Makanan masuk ke bagian belakang,
oesephagus dan udara masuk ke arah depan masuk ke laring
Vaskularisasi
Arteria tonsillaris, cabang arteria facialis melintas lewat musculus constrictor pharyngsuperior dan
masuk ke kutub bawah tonsil. Tonsila palatina juga menerima ranting-ranting arterial dari arteria palatina
ascendens, arteria lingualis, arteria palatina descendens, dan arteri apharyngea ascendens.
Persyarafan
P a g e 9 | 33
Ketiga muskulus konstriktor faring dipersyarafi oleh plexus pharyngealis (nervus glossopharyngeus)
yang terletak pada dinding lateral faring, terutama pada muskulus konstriktor faringealis medius. Susunan
secara bertumpang tindih muskulus konstriktor menyisakan empat celah pada otot-otot tersebut untuk struktur
yang memasuki faring.
3. Laring
Gambar 4. Laring
Laring tersusun atas 9 Cartilago ( 6 Cartilago kecil dan 3 Cartilago besar ). Terbesaradalah Cartilago thyroid
yang berbentuk seperti kapal, bagian depannya mengalami penonjolan membentuk “adam’s apple”, dan
di dalam cartilago ini ada pita suara. Sedikit di bawah cartilago thyroid terdapat cartilago cricoid.
Laring menghubungkan Laringopharynx dengan trachea,terletak pada garis tengah anterior dari leher pada
vertebrata cervical 4 sampai 6..
Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga melindungi
jalan napas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk. Laring seringdisebut sebagai kotak
suara dan terdiri atas:
Epiglotis daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan
Glotis ostium antara pita suara dalam laring
Kartilago Thyroid kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini
P a g e 10 | 33
membentuk jakun ( Adam’s Apple )
Kartilago Krikoid satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring (terletak di bawah
kartilago thyroid)
Kartilago Aritenoid Digunakan dalam gerakan pita suaraa dengan kartilago thyroid
Pita suara Ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan
bunyi suara, pita suara melekat pada lumen laring
Ada 2 fungsi lebih penting selain sebagai produksi suara, yaitu :
a. Laring sebagai katup, menutup selama menelan untuk mencegah aspirasi cairan atau benda padat
masuk ke dalam tracheobroncial
b. Laring sebagai katup selama batuk
BAB III
P a g e 11 | 33
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Batuk dalam bahasa latin disebut tussis adalah refleks yang dapat terjadi secaratiba-
tiba dan sering berulang-ulang yang bertujuan untuk membantu membersihkansaluran
pernapasan dari lendir besar, iritasi, partikel asing dan mikroba. Batuk dapat terjadi secara
disengaja maupun tanpa disengaja.2
Batuk kronik adalah batuk yang tidak menghilang selama 8 minggu atau lebih.
Batuk kronik sendiri bukanlah penyakit, tetapi batuk kronik adalah suatu gejala dari
penyakit± penyakit lain. Batuk kronik dapat menyebabkan badan menjadi lemah, dapat
merusak kualitas tidur dan membuat perasaan menjadi marah dan juga frustasi. Batuk
kronik adalah keluhan utama yang sering membawa seseorang ke tenaga kesehatan. 3
Terkadang sulit untuk menentukan masalah yang memicu terjadinya batuk kronik
pada pasien, tetapi yang tersering adalah batuk kronik dikarenakan post nasal drip, asma dan
refluks asam yang merupakan gejala khas dari gastroesophageal reflux disease (GERD),
Batuk kronik biasanya menghilang sesudah faktor pemicu dapat dihilangkan. 3
B. Epidemiologi
Penelitian epidemiologi telah menunjukkan bahwa batuk kronik banyak berhubungan
dengan kebiasaan merokok. 25% dari mereka yang merokok 1/2 bungkus/hari akan
mengalami batuk-batuk, sementara dari penderita yang merokok 1 bungkus per hari akan
ditemukan kira-kira 50% yang batuk kronik. Sebagian besar dari perokok berat yang
merokok 2 bungkus/hari akan mengeluh batuk-batuk kronik. Penelitian berskala besar di AS
juga menemukan bahwa 22% non perokok juga menderita batuk yang antara lain disebabkan
oleh penyakit kronik, polusi udara dan lain-lain. 4
Penelitian menunjukkan bahwa pada penderita batuk kronik didapat 628 sampai 761
kali batuk/hari. Penderita TB paru jumlah batuknya sekitar 327 kali/hari dan penderita
influenza bahkan sampai 154.4 kali/hari. 5
P a g e 12 | 33
C. Mekanisme Terjadinya Batuk
Batuk dimulai dari suatu rangsangan pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut
saraf non mielin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks.Yang
terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus, dandi pleura.
Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan
sejumlah besar reseptor di dapat di laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus.
Reseptor bahkan juga ditemui di saluran telinga, lambung, hilus,sinus paranasalis,
perikardial, dan diafragma. 2
Serabut afferen terpenting ada pada cabang nervus vagus yang mengalirkan rangsang
darilaring, trakea, bronkus, pleura, lambung, dan juga rangsangan dari telinga melalui
cabangArnold dari nervus vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari
sinus paranasalis, nervus glosofaringeus, menyalurkan rangsang dari faring dan nervus
frenikus menyalurkan rangsang dari perikardium dan diafragma. 3
Oleh serabut afferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk yang terletak di medula, di
dekat pusat pernafasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh serabut-serabut afferen
nervus vagus, nervus frenikus, nervus interkostalis dan lumbar, nervus trigeminus, nervus
fasialis, nervus hipoglosus, dan lain-lain menuju ke efektor. Efektor ini berdiri dari otot-otot
laring, trakea, bronkus, diafragma,otot-otot interkostal, dan lain-lain. Di daerah efektor ini
mekanisme batuk kemudian terjadi. 3
Gambar 1. Reseptor batuk
Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi empat fase yaitu : 2
1. Fase iritasi
P a g e 13 | 33
Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus besar,
atauserat afferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat menimbulkan
batuk.Batuk juga timbul bila reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga
pleuradan saluran telinga luar dirangsang.
2. Fase inspirasi
Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi otot
abduktor kartilago aritenoidea. Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga
udara dengancepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru. Hal ini disertai
terfiksirnya iga bawah akibat kontraksi otot toraks, perut dan diafragma, sehingga
dimensi lateral dada membesar mengakibatkan peningkatan volume paru. Masuknya
udara ke dalam paru dengan jumlah banyak memberikan keuntungan yaitu akan
memperkuat fase ekspirasi sehingga lebih cepat dan kuat serta memperkecil rongga
udara yang tertutupsehingga menghasilkan mekanisme pembersihan yang potensial.
Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200
sampai 3500 ml di ataskapasitas residu fungsional. Penelitian lain menyebutkan
jumlah udara yang dihisap berkisar antara 50% dari tidal volume sampai 50% dari
kapasitas vital. Ada duamanfaat utama dihisapnya sejumlah besar volume ini.
Pertama, volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat
menghasilkan ekspirasi yanglebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang
besar akan memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan
lebih mudah.
3. Fase kompresi
Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adduktor kartilago
aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik.Pada fase ini tekanan intratoraks meninggi
sampai 300 cmH2O agar terjadi batuk yang efektif. Tekanan pleura tetap meninggi
selama 0,5 detik setelah glotis terbuka .Batuk dapat terjadi tanpa penutup anglotis
karena otot-otot ekspirasi mampu meningkatkan tekanan intratoraks walaupun glotis
tetap terbuka.
4. Fase ekspirasi/ekspulsi
P a g e 14 | 33
Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot ekspirasi,
sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan kecepatan
yangtinggi disertai dengan pengeluaran benda-benda asing dan bahan-bahan lain.
Gerakan glotis, otot-otot pernafasan dan cabang-cabang bronkus merupakan hal yang
penting dalam fase mekanisme batuk dan disinilah terjadi fase batuk yang sebenarnya.
Gambar 2. Fase batuk
suara batuk sangat bervariasi akibat getaran sekret yang ada dalam saluran nafas atau
getaran pita suara.
D. Etiologi
Batuk kronik bukan suatu penyakit yang terdiri sendiri, melainkan merupakan gejala
pada berbagai penyakit baik respiratorik maupun non-respiratorik. 6
Beberapa penyebab-penyebab umum dari batuk kronis termasuk asma, allergic
rhinitis, persoalan-persoalan sinus (contohnya infeksi sinus), dan pengaliran balik ke
esophagus (esophageal reflux) dari isi-isi lambung. Pada kejadian-kejadian yang jarang,
batuk kronis mungkin adalah akibat dari penghisapan dari benda-benda asing kedalam
paru- paru (biasanya pada anak-anak). Adalah sangat penting untuk memperoleh x-ray
dada jika batuk kronis hadir. 6
Berikut adalah beberapa penyebab dari batuk kronis:
1. Gastroesophageal reflux disease (GERD)
a. Definisi
Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal reflux disease / GERD)
P a g e 15 | 33
adalah suatu keadaan psikologis sebagai akibat refluks kandungan lambung kedalam
esophagus, dengan berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esophagus, faring,
laring dan saluran napas. Telah diketahui bahwa refluks kandungan lambung ke
esofagus dapat menimbulkan berbagai gejala di esofagus maupun ekstra-esofagus,
dapat menyebabkan komplikasi yang berat seperti struktur, Barret’s esofagus bahkan
adenokarsinoma di kardia dan esofagus.9
b. Manifestasi klinis
Gejala klinis yang khas dari GERD adalah nyeri / rasa tidak enak di epigastrium atau
retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa terbakar
(heartburn), kadang-kadang bercampur dengan gejala-gejala disfagia (kesulitan
menelan makanan), mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah.GERD dapat juga
menimbulkan manifestasi gejala ekstra esophageal yang atipik dan sangat bervariasi
mulai dari nyeri dada non-kardiak (non-cardiac chest pain/ NCCP), suara serak,
laryngitis, batuk karena aspirasi sampai timbulnya bronkiektasis atau asma. 9
Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan, sangat jarang terjadi episode akut
atau keadaan yang bersifat mengancam nyawa. Oleh karena itu, umumnya pasien
dengan GERD memerlukan penatalaksanaan secara medic. 9
P a g e 16 | 33
Gambar 4.
Gastroesophageal reflux disease (GERD)
2. Postnasal drip
Postnasal drip syndrome adalah salah satu penyebab batuk kronik yang paling sering
dan disebabkan oleh berbagai kondisi termasuk rhinitis vasomotor, rhinitis
alergi, polip hidung dan sinusitis kronik. Setiap hari, hidung, sinus dan tenggorokan
memproduksi mucus untuk membersihkan dan melembabkan saluran hidung. Pada
keadaan normal biasanya cairan tersebut tertelan tanpa disadari, tetapi bila jumlahnya
semakin banyak dibandingkan biasanya seperti pada keadaan alergi, demam, atau
sinusitis, cairan mucus ini dapat dirasakan mengalir dibelakang tenggorokan. Mucus
yang berlebihan disebut juga postnasal drip, yang bisa menyebabkan iritasi dan
inflamasi yang memicu reflex batuk. Jika postnasal drip ini bersifat kronik,
maka batuk juga akan menjadi kronik.10
P a g e 17 | 33
Gambar 5. Anatomi postnasal drip
3. Faringitis
Faringitis ( pharyngitis) adalah suatu penyakit peradangan yang menyerang tenggorok
atau faring yang disebabkan oleh bakteri atau virus tertentu. Kadang juga disebut
sebagai radang tenggorok.
Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara langsung
menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman
menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid
superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian edema dan sekresi
yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan kemudian
cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi,
pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna
kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak
bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletak
lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak. Virus-virus seperti Rhinovirus
dan Coronavirus dapat menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat
sekresi nasal. Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal
dan pelepasan extracellular toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan yang hebat karena fragmen M protein dari Group A streptococcus
memiliki struktur yang sama dengan sarkolema pada myocard dan dihubungkan
dengan demam rheumatic dan kerusakan katub jantung. Selain itu juga dapat
P a g e 18 | 33
menyebabkan akut glomerulonefritis karena fungsi glomerulus terganggu akibat
terbentuknya kompleks antigen-antibodi.
Baik pada infeksi virus maupun bakteri, gejalanya sama yaitu nyeri tenggorokan dan
nyeri menelan. Selaput lendir yang melapisi faring mengalami peradangan erat
atau ringan dan tertutup oleh selaput yang berwarna keputihan atau
mengeluarkan nanah. Gejala lainnya adalah:
1. Demam
2. Pembesaran kelenjar getah bening di leher
3. Peningkatan jumlah sel darah putih.
Gejala tersebut bisa ditemukan pada infeksi karena virus maupun bakteri, tetapi lebih
merupakan gejala khas untuk infeksi karena bakteri. Kenali gejala umum radang
tenggorokan akibat infeksi virus sebagai berikut:
1. Rasa pedih atau gatal dan kering.
2. Batuk dan bersin.
3. Sedikit demam atau tanpa demam.
4. Suara serak atau parau.
5. Hidung meler dan adanya cairan di belakang hidung
4. Sinusitis kronis
Perdefinisi, sinusitis kronik berlangsung selama beberapa bulan atau tahun. Pada
sinusitis akut, perubahan patoloik membran mukosa berupa infiltrat
polimormonuklear, kongesti vascular dan deskuamasi epitel permukaan, yang
semuanya reversible. Gambaran patologik sinusitis kronik adalah kompleks dan
ireversibel. Mukosa umumnya menebal, membentuk lipatan-lipatan atau pseudopolip
epitel permukaan tampak mengalami deskuamasi, regenerasi, metaplasia, atau epitel
biasa dalam jumlah yang bervariasi pada suatu irisan histologis yang sama.
Pembentukan mikroabses, dan jaringan granulasi bersama-sama dengan pembentukan
jaringan parut. Secara menyeluruh, terdapat infiltrasi sel bundar dan polimorfonuklear
dalam lapisan submukosa. 5
P a g e 19 | 33
Pada sinusitis kronik, faktor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang
ada lebih condong ke arah bakteri negatif dan anaerob. Keluhan sinusitis kronik tidak
khas sehingga sulit didiagnosis. kadang-kadang hanya 1 atau 2 dari gejala dibawah ini
yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok,
gangguan telinga akibat sumbatan kronik tuba eustachius, gangguan ke paru seperti
bronkitis (sino-bronkitis), bronkiektasis dan yang penting adalah serangan asma yang
meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan dapat menyebabkan
gastroenteritis.4
E. Gejala klinis
Batuk kronik dapat memperlihatkan tanda dan gejala seperti:
1. Pilek atau hidung mampet
2. Sensasi cairan yang mengalir ke bawah di belakang tenggorokan
3. Wheezing atau mengi dan sesak napas
4. Rasa terbakar atau rasa asam di dalam mulut
5. Pada kasus yang jarang, dapat terjadi batuk darah. 14
F. Faktor resiko
Semua orang dapat mengalami batu kronik, tapi ada faktor-faktor tertentu yang
menyebabkan seseorang lebih rentan terkena batuk kronik:
1. Merokok, seseorang perokok aktif atau mantan perokok memiliki factor resiko
untuk menderita batuk kronik. Seseorang yang terpajan asap rokok secara terus menerus juga
bias menyebabkan batuk dan kerusakan paru.
2. Jenis kelamin, karena wanita memiliki refleks batuk yang lebih sensitif, dan lebih mungkin
menjadi batuk kronis.15
G. Diagnosis
Anamnesa memegang peranan sebesar 80% dalam menegakkan diagnosa penyebab
batuk yang menetap. Dalam anamnesa tentang batuk yang merupakan keluhan utama
P a g e 20 | 33
penderita perlu ditanyakan mengenai lamanya batuk, frekuensi serangan, waktu-waktu
serangan, factor pencetus, apakah dimulai dengan bersin atau tidak, dan sebagainya. 16
Karena penyebab batuk kronik seperti postnasal drip, faringitis, sinusitis dan GERD
sangat umum, maka pengobatan lebih dikedepankan daripada tes dan dapat dilihat respon
dari pengobatan tersebut. Jika dengan pengobatan batuk kronik menghilang maka diagnosis
dapat ditegakkan.16
Terapinya meliputi:
1. Antihistamin dan decongestan untuk postnasal drip. 17
2. Inhalers atau nasal sprays untuk asma. 18
3. Medikasi penurunan asam untuk GERD. 16
Jika dengan pengobatan ini gagal, maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti:
1. Tes pencitraana.
a. Foto Rontgen thoraks, meskipun Rontgen thoraks tidak bisa
menunjukkan penyebab batuk seperti postnasal drip, asma atau GERD, tetapi
mungkin dapat digunakan untuk melihat kanker paru dan penyakit paru-paru
lainnya.
b. CT scanc.
H. Penatalaksanaan
Pengobatan batuk kronik dengan penyebab yang telah diketahui biasanya dapat
dengan mudah terobati. Tetapi disaat penyebab tidak diketahui, pengobatan menjadi lebih
rumit. 16
Penatalaksanaan batuk yang paling baik yang paling baik adalah pemberian obat
spesifik terhadap etiologinya. Tiga bentuk penatalaksanaan batuk adalah :
1. Tanpa pemberian obat
P a g e 21 | 33
Penderita-penderita dengan batuk tanpa gangguan yang disebabkan oleh penyakit akut
dan sembuh sendiri biasanya tidak perlu obat. 16
2. Pengobatan Spesifik
Apabila penyebab batuk diketahui maka pengobatan harus ditujukan
terhadap penyebab tersebut. Dengan evaluasi diagnosis yang terpadu, pada hampir
semua penderita dapat diketahui penyebab batuk kroniknya. 16
Pengobatan spesifik batuk tergantung dari etiologi atau mekanismenya. Post nasal
drip karena sinusitis diobati dengan antibiotik, obat semprot hidung dan kombinasi
antihistamin-dekongestan, postnasal drip karena alergi atau rinitis non alergi ditanggulagi
dengan menghindari lingkungan yang mempunyai faktor pencetus dan kombinasi
antihistamin-dekongestan. Belakangan, antihistamin sedatif lebih efektif dalam pengobatan
batuk dibandingkan dengan obat generasi baru yang tidak membuat ngantuk. 16
Refluks gastroesofageal diatasi dengan meninggikan kepala, modifikasi diet,
dengan proton pump inhibitor, dimana dapat menghambat produksi asam dan
memungkinkan jaringan esophageal untuk sembuh. Obat proton pump inhibitor meliputi:
Esomeprazole (Nexium)
Lansoprazole (Prevacid)
Omeprazole (Prilosec)
Pantoprazole (Protonix)
Rabeprazole (Aciphex)
Pengobatan spesifik juga dapat berupa tindakan bedah seperti reseksi paru pada
kanker paru, polipektomi, menghilangkan rambut dari saluran telinga luar. 16
3. Pengobatan Simptomatik
Pengobatan simptomatik diberikan apabila penyebab batuk yang pasti tidak diketahui,
sehingga pengobatan spesifik tidak dapat diberikan dan batuk tidak berfungsi baik dan
komplikasinya membahayakan penderita. 16
P a g e 22 | 33
Obat yang digunakan untuk pengobatan simptomatik ada dua jenis yaitu antitusif, dan
mukokinesis :
A. Antitusif. 16
Antitusif adalah obat yang menekan refleks batuk, digunakan pada gangguan saluran
nafas yang tidak produktif dan batuk akibat teriritasi.
Secara umum berdasarkan tempat kerja obat antitusif dibagi atas antitusif
yang bekerja di perifer dan antitusif yang berkerja di sentral. Antitusif yang bekerja
disentral dibagi atas golongan narkotik dan non-narkotik.
Antitusif yang bekerja di perifer
Obat golongan ini menekan batuk dengan mengurangi iritasi lokal di salurannafas,
yaitu pada reseptor iritan perifer dengan cara anastesi langsung atausecara tidak
langsung mempengaruhi lendir saluran nafas.
Obat-obat anestesi. Obat anestesi lokal seperti benzokain, benzilalkohol,
fenol dan garamfenol digunakan dalam pembuatan lozenges . Obat ini
mengurangi batuk akibat rangsang reseptor iritan di faring, tetapi hanya
sedikit manfaatnya untuk mengatasi batuk akibat kelainan salauran nafas
bawah.
Obat anestesi yang diberikan secara topikal seperti tetrakain, kokain
danlidokain sangat bermanfaat dalam menghambat batuk akibat
prosedur pemeriksaan bronkoskopi. Beberapa hal harus diperhatikan
dalam pemakaian obat anestesi topikal yaitu :
i. Resiko aspirasi beberapa jam sesudah pemakaian obat
ii. Diketahui kemungkinan reaksi alergi terhadap obat anestesi.
iii. Peningkatan tekanan jalan nafas sesudah inhalasi zat anestesi
iv. Resiko terjadinya efek toksis sistemik termasuk aritmia dan
kejangterutama pada penderita penyakit hati dan jantung.
Demulcent
Obat ini bekerja melapisi mukosa faring dan mencegah kekeringan selaput
lendir. Obat ini digunakan sebagai pelarut antitusif lain atausebagai
lozenges yang mengandung madu, akasia, gliserin dan anggur.Secara
objektif tidak ada data yang menunjukkan obat ini mempunyai efek
antitusif yang bermakna, tetapi karena aman dan memberikan perbaikan
subjektif obat ini banyak dipakai.P a g e 23 | 33
Antitusif yang bekerja sentral.16
Obat ini berkerja menekan batuk dengan meninggikan ambang rangsangan
yang dibutuhkan untuk merangsang pusat batuk dibagi atas golongan narkotik dan
non- narkotik.
Golongan narkotik
Opiat dan derivatnya mempunyai berbagai macam efek
farmakologisehingga digunakan sebagai analgesik, antitusif, sedatif,
menghilangkan sesak karena gagal jantung dan anti diare. Diantara
alkaloid ini morfindan kodein sering digunakan. Efek samping obat ini
adalah penekanan pusat nafas, konstipasi, kadang-kadang mual dan
muntah, serta efek adiksi. Opiat dapat menyebabkan terjadinya
brokospasme karena pelepasan histamin. Tetapi efek ini jarang terlihat
pada dosis terapi untuk antitusif..
Kodein merupakan antitusif narkotik yang paling efektif dan salah
satuobat yang paling sering diresepkan. Pada orang dewasa dosis tunggal
20-60 mg atau 40-160 mg per hari biasanya efektif. Kodein ditolerir
dengan baik dan sedikit sekali menimbulkan ketergantungan. Disamping
itu obatini sangat sedikit sekali menyebabkan penekanan pusat nafas
dan pembersihan mukosiliar.
Antitusif Non-Narkotik
Dekstrometorfan
Obat ini tidak mempunyai efek analgesik dan ketergantungan.
Obatini efektif bila diberikan dengan dosis 30 mg setiap 4-8 jam,
dosisdewasa 10-20mg setiap 4 jam. Anak-anak umur 6-11 tahun 5-
10mg.Sedangkan anak umur 2-6 tahun dosisnya 2,5 ± 5 mg setiap
4 jam.
Butamirat sitrat
Obat ini bekerja pada sentral dan perifer. Pada sentral obat inimenekan
pusat refleks dan di perifer melalui aktifitas bronkospasmolitik dan aksi
antiinflamasi. Obat ini ditoleransidengan baik oleh penderita dan tidak
menimbulkan efek sampingkonstipasi, mual, muntah dan penekanan
susunan saraf pusat.Butamirat sitrat mempunyai keunggulan lain yaitu
dapat digunakandalam jangka panjang tanpa efek samping dan
memperbaiki fungsi paru yaitu meningkatkan kapasitas vital dan aman P a g e 24 | 33
digunakan padaanak. Dosis dewasa adalah 3x15 ml dan untuk anak-anak
umur 6-8tahun 2x10 ml sedangkan anak berumur lebih dari 9 tahun
dosisnya2x15 ml.
Difenhidramin
Obat ini tergolong obat antihistamin, mempunyai manfaatmengurangi
batuk kronik pada bronkitis. Efek samping yang dapatditimbulkan ialah
mengantuk, kekeringan mulut dan hidung, kadang-kadang menimbulkan
perangsangan susunan saraf pusat. Obat inimempunyai efek antikolinergik
karena itu harus digunakan secarahati-hati pada penderita glaukoma,
retensi urin dan gangguan fungsi paru. Dosis yang dianjurkan sebagai obat
batuk ialah 25 mg setiap 4 jam, tidak melebihi 100 mg/ hari untuk dewasa.
Dosis untuk anak berumur 6-12 tahun ialah 12,5 mg setiap 4 jam dan
tidak melebihi 50mg/ hari. Sendangkan untuk anak 2-5 tahun ialah 6,25
mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 25 mg / hari
B. Mukokinesis. 16
Retensi cairan yang patologis di jalan nafas disebut mukostasis. Obat-obat yang
digunakan untuk mengatasi keadaan itu disebut mukokinesis. Obat mukokinesis
dikelompokkan atas beberapa golongan :
- Diluent (cairan)
Air adalah diluent yang pertama berguna untuk mengencerkan cairan
sputum. Cairan elektrolit : larutan garam faal merupakan larutan yang
paling sesuai untuk nebulisasi dan cairan lavage , larutan garam
hipotonik digunakan pada pasien yang memerlukan diet garam
- Surfaktan
Obat ini bekerja pada permukaan mukus dan menurunkan daya lengket
mukus pada epitel. Biasanya obat ini dipakai sebagai inhalasi, untuk itu
perludilarutkan dalam air atau larutan elektrolit lain. Sulit dibuktikan
obat ini lebih baik daripada air atau larutan elektrolit saja pada
terapi inhalasi.
- Mukolitik
Obat ini memecah rantai molekul mukoprotein sehinggaa
menurunkanviskositas mukus. Termasuk dalam golongan ini antara
lain ialah golonganthiol dan enzim proteolitik.P a g e 25 | 33
Golongan Thiol
Obat ini memecah rantai disulfida mukoprotein, dengan akibat
lisisnyamukus. Salah satu obat yang termasuk golongan ini adalah
asetilsistein.
Asetilsistein
Asetilsistein adalah derivat H-Asetil dari asam amino L-
sistein,digunakan dalam bentuk larutan atau aerosol. Pemberian
langsung kedalam saluran napas melalui kateter atau bronkoskop
memberikanefek segera, yaitu meningkatkan jumlah sekret bronkus
secara nyata.Efek samping berupa stomatitis, mual, muntah,
pusing, demam, danmenggigil jarang ditemukan.
Dosis yang efektif ialah 200 mg, 2-3 kali per oral. Pemberian
secara inhalasi dosisnya adalah 1-10 ml larutan 20% atau 2-20
ml larutan10% setiap 2-6 jam. Pemberian langsung ke dalam saluran
napasmenggunakan larutan 10-20% sebanyak 1-2 ml setiap jam. Bila
diberikan sebagai aerosol harus dicampur dengan bronkodilator
olehkarena mempunyai efek bronkokonstriksi.
Obat ini selain diberikan secara inhalasi dan oral, juga dapatdiberikan
secara intravena. Pemberian aerosol sangat efektif dalam
mengencerkan mukus.
Di samping bersifat mukolitik, N-Asetilsistein juga mempunyaifungsi
antioksidan. N-Asetilsistein merupakan sumber glutation,yaitu sumber
yang bersifat antioksidan. Pemberian N-Asetilsisteindapat mencegah
kerusakan saluran napas yang disebabkan olehoksidan. Pada perokok
kerusakan saluran napas terjadi karena zat-zatoksidan dalam asap
rokok mempengaruhi keseimbangan oksidan danantioksidan. Dengan
demikian pemberian N-Asetilsistein pada perokok dapat mencegah
kerusakan parenkim paru terhadap efek oksidan dalam asap rokok,
sehingga mencegah terjadinya emfisem.
Penelitian pada penderita penyakit saluran pernapasan akut dankronik
menunjukkan bahwa N-Asetilsistein efektif dalam mengatasi batuk,
sesak napas dan pengeluaran dahak. Perbaikan klinik pengobatan
dengan N-Asetilsistein lebih baik bila dibandingkan dengan
bromheksin.P a g e 26 | 33
Enzim Proteolitik
Enzim protease seperti tripsin, kimotripsin,
streptokinase,deoksiribonuklease dan streptodornase dapat
menurunkan viskositasmukus. Enzim ini lebih efektif diberikan
pada penderita dengan sputumyang purulen. Diberikan sebagai
terapi inhalasi. Tripsin dan kimotripsinmempunyai efek
samping iritasi tenggorokan dan mata, batuk, suaraserak, batuk
darah, bronkospasme, reaksi alergi umum, dan
metaplasia bronkus. Deoksiribonuklease efek sampingnya lebih
kecil, tetapiefektifitasnya tidak melebihi asetilsistein.
- Bronkomukotropik
Obat golongan ini bekerja langsung merangsang kelenjar bronkus. Zat ini
menginduksi pengeluaran seromusin sehingga meningkatkan
mukokinesis.Umumnya obat-obat inhalalasi yang mengencerkan mukus
termasuk dalamgolongan ini. Biasanya obat ini mempunyai aroma. Contoh
obat ini adalah mentol, minyak kamper, balsem dan minyak kayu putih.Vicks vapo
Rub mengandung berbagai minyak yang mudah menguap,
adalah bronkomukotropik yang paling populer.
- Bronkorrheik Iritasi permukaan saluran napas menyebabkan pengeluaran
cairan. Salurannapas bereaksi terhadap zat-zat iritasi yang toksik, pada
keadaan berat dapatterjadi edema paru. Iritasi yang lebih ringan dapat berfungsi
sebagai pengobatan, yaitu merangsang pengeluaran cairan sehingga
memperbaikimukokinesis. Contoh obat golongan ini adalah larutan garam
hipertonik.
- Ekspektoran
Ekspektoran adalah obat yang meningkatkan jumlah cairan dan
merangsang pengeluaran sekret dari saluran napas. Hal ini dilakukan dengan
beberapacara, yaitu melalui :
- Refleks vagal gaster
- Stimulasi topikal dengan inhalasi zat
- Perangsangan vagal kelenjar mukosa bronkus
- Perangsangan medulla
Refleks vagal gaster adalah pendekatan yang paling sering dilakukan
untuk merangsang pengeluaran cairan bronkus. Mekanisme ini memakai P a g e 27 | 33
sirkuitrefleks dengan reseptor vagal gaster sebagai afferen dan persarafan
vagalkelenjar mukosa bronkus sebagai efferen.
Termasuk ke dalam ekspektoran dengan mekanisme ini adalah :
- Amonium klorida
- Kalium yodida, obat ini adalah ekspektoran yang sangat tua dan telahdigunakan pada
asma dan bronkitis kronik. Selain sebagi ekspektoranobat ini mempunyai efek
menurunkan elastisitas mukus dan secara tidak langsung menurunkan viskositas
mukus. Mempunyai efek sampingangioderma, serum sickness, urtikaria, purpura
trombotik trombositopenik dan periarteritis yang fatal. Merupakan
kontraindikasi pada wanita hamil, masa laktasi dan pubertas. Dosis yang
dianjurkan pada orang dewasa 300 - 650 mg, 3-4 kali sehari dan 60-250 mg, 4
kalisehari untuk anak-anak.
- Guaifenesin ( gliseril guaiakolat), selain berfungsi sebagai ekspektoranobat ini juga
memperbaiki pembersihan mukosilia. Obat ini jarangmenunjukkan efek samping.
Pada dosis besar dapat terjadi mual, muntahdan pusing. Dosis untuk dewasa biasanya
adalah 200-400 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 2-4 gram per hari. Anak-anak 6-
11 tahun, 100-200 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 1-2 gram per hari,
sedangkanuntuk anak 2-5 tahun, 50-100 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 600
mgsehari.
- Sitrat ( Natrium sitrat)
- Ipekak
- Mukoregulator
Obat ini merupakan mukokinetik yang bekerja pada kelenjar mukus yangmengubah
campuran mukoprotein sehingga sekret menjadi lebih encer, obatyang termasuk
golongan ini adalah bromheksin dan S-karboksi metil sistein.
- Bromheksin
Bromheksin adalah komponen alkaloid dari vasisin dan ambroksol
adalahmetaboliknya. Obat ini meningkatkan jumlah sputum dan
menurunkanviskositasnya. Juga ia merangsang produksi surfaktan dan
mungkin bermanfaat pada sindrom gawat napas neonatus. Kedua obat
iniditoleransi dengan baik, tetapi dapat menyebabkan rasa tidak enak
diepigastrium dan mual. Harus hati-hati pada penderita tukak lambung.Dosis
bromheksin biasanya 8-16 mg 3 kali sehari, sedangkan ambroksol45-60 mg
sehari.P a g e 28 | 33
- S-karboksi metil sistein
Obat ini adalah derivat sistein yang lain, juga bermanfaat
menurunkanviskositas mukus. Dosis obat ini biasanya 750 mg 3 kali
sehari. Obat inimemberikan efek setelah diberikan 10-14 hari.
- Mediator OtonomStimulator yang palin poten untuk sekresi saluran napas adalah
obat-obatkolinergik seperti asetilkolin dan metakolin. Kenyataannya obat ini
sangatkuat sehingga menimbulkan banyak efek samping antara lain
bronkospasme.Obat-obat simpatomimetik juga bisa merangsang pengeluaran sekret.
Obat Beta 2 agonis juga menyebabkan bronkodilatasi dan merangsang
pergerakansilia. Oleh karena itu menfaat ini dalam mekanisme pengeluaran sekret
tidak diketahui dengan jelas.
P a g e 29 | 33
Lampiran
Gambar 9. Algoritma penatalaksanaan batuk kronik
P a g e 30 | 33
BAB IV
KESIMPULAN
Meskipun batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk mengeluarkan sekret
dan benda asing dari saluran napas, tetapi bila gejala ini berlangsung lama dan terus menerus,
akan sangat menggagu bahkan dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Untuk itu perlu
ditanggulangi dengan baik. Batuk kronik adalah batuk yang tidak menghilang selama 8
minggu atau lebih. Batuk kronik sendiri bukanlah penyakit, tetapi batuk kronik adalah suatu
gejala dari penyakit- penyakit lain. Penyebab batuk kronik seperti postnasal drip, sinusitis,
faringitis, dan GERD sangat umum, maka pengobatan lebih dikedepankan dari pada tes dan
dapat dilihat respon dari pengobatan tersebut. Jika dengan pengobatan batuk kronik
menghilang maka diagnosis dapat ditegakkan. Penatalaksanaan batuk yang paling baik adalah
dengan menghilangkan faktor penyebabnya yaitu dengan mengatasi berbagai macam
gangguan atau penyakityang merangsang reseptor batuk. Batuk kronik pada perokok paling
baik ditanggulangi dengan menghentikan kebiasaan merokok. Pengobatan simptomatik
diberikan apabila penyebab batuk tidak dapat ditentukan dengan tepat, bila batuk tidak
berfungsi dengan baik atau sangat mengganggu serta dikhawatirkan akan menimbulkan
komplikasi. N-Asetilsistein adalah mukolitik yang sangat efektif untuk mengencerkan
sputum. Mempunyai manfaat pada penyakit saluran napas akut dan kronik. Obat ini
mempunyai efek lain, yaitu antioksidan, sehingga bermanfaat mencegah kerusakan paru oleh
oksidan dalam asap rokok.
P a g e 31 | 33
DAFTAR PUSTAKA
1. Blumenthal M N. Kelainan Alergi pada Pasien THT. Dalam Effendi H, Santoso K,
editor. Buku Ajar Penyakit THT Boies Edisi VI.Jakarta: EGC. 1997: 196 - 8.
2. Aditama T Y. Patofisiologi Batuk. Bagian Pulmonologi FK UI, Unit Paru RS
Persahabatan, Jakarta. 1993; h: 5 - 7.
3. Chung KF, Pavord ID (April 2008). Prevalence, pathogenesis, and causes of chronic
cough. Lancet 371 (9621) : 1364-74.
4. McCool F E Global Physiology and Pathophysiology of Cough. CHEST
January2006 vol. 129 no. 1 suppl 48S-53S
5. Smucny J, Cough, Hueston W J, in 20 Common Problems Respiratory Disorders
McGraw-Hill Companies, United States. 2002; page: 3-20.
6. Priyanti ZS , Patofisiologi Batuk dan Oksidan Antioksidan, dalam Cermin Dunia
Kedokteran no.84, Jakarta. 1993; h: 8-12.
7. Medicinenet. Chronic Cough. Diunduh 27 September 2010 dari
http://www.medicinenet.com/chronic_cough/page3.htm
8. Makmun D. Penyakit Refluks Gastroesofageal. Dalam Sudoyo A, Sotiyohadi B,
AlwiI,et al, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta:
PusatPenerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006: 317 - 21.
9. Anonymous. Chronic Cough. Diunduh 27 September 2010 dari
http://www.nlhep.org/books/pul_Pre/chronic-cough.html
10. http://www.clinic-clinic.com/prblm/smptm/ChronicCough.gif
11. Yunus F, Penatalaksanaan Batuk Dalam Praktek Sehari-hari, dalam Cermin
DuniaKedokteran no 84, Jakarta. 1993; h: 13-18.
12. 27 September 2010 dari Direktorat Bina. Farmasi Komunitas Dan
Klinik Depkes
RI:http://125.160.76.194/bidang/yanmed/farmasi/Pharmaceutical/ASMA.pdf
13. http://www.health.com/health/static/hw/media/medical/hw/n1820.jpg
14. http://blog.itechtalk.com/wp-content/2009/12/gerd.jpg
15. http://www.health.com/health/static/hw/media/medical/hw/n1820.jpg
P a g e 32 | 33
P a g e 33 | 33