referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

download referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

of 48

Transcript of referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    1/48

    REFERAT

    PENATALAKSANAAN KEJANG PADA ANAK

    Pembimbing :

    Dr. H. Harmon Mawardi, SpA

    Disusun Oleh :

    Marissa Anggraeni

    030.08.155

    KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

    PERIODE 26 AGUSTUS2 NOVEMBER 2013

    RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

    JAKARTA

    2013

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    2/48

    i

    KATA PENGANTAR

    Dengan rahmat Allah SWT, saya dapat menyelesaikan penyusunan referat saya yang

    berjudul Penatalaksanaan Kejang Pada Anak. Referat ini disusun untuk memenuhi tugas

    Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Budhi Asih, periode 26 Agustus 2

    November 2013.

    Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada dokter pembimbing saya Dr. H.

    Harmon Mawarni, SpA dan seluruh pihak yang telah membantu saya dalam penyusunan

    referat ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

    Demikianlah kata pengantar dari saya, sebelumnya saya mohon maaf sebesar -

    besarnya jikalau masih banyak kekurangan dan kesalahan pada referat ini. Oleh karena itu,

    saran dan kritik yang membangun saya untuk perbaikan referat ini.

    Jakarta, Oktober 2013

    Penulis

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    3/48

    ii

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR......................................................................................................... i

    BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................... 1

    BAB II KEJANG

    II.1 Definisi.............................................................................................................. 2

    II.2 Epidemiologi..................................................................................................... 3

    II.3 Etiologi............................................................................................................... 3

    II.4 Klasifikasi........................................................................................................... 5

    II.5 Patofisiologi ....................................................................................................... 8

    II.6 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................15

    II.7 Komplikasi........................................................................................................ 18

    II.8 Prognosis.......................................................................................................... 18

    BAB III TATALAKSANA KEJANG

    III.1 Terapi Kejang.....................................................................................................20

    II.2 Terapi Epilepsi.................................................................................................. 27

    II.3 Terapi status epileptikus................................................................................... 38

    BAB IV DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 44

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    4/48

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Kejang merupakan gangguan neurologis yang lazim pada kelompok umur pediatri dan

    terjadi dengan frekuensi 4-6 kasus/ 1000 anak.1Adanya gangguan kejang tidak merupakan

    diagnosis tetapi gejala gangguan sistem saraf sentral (SSS).1

    Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat

    darurat. Hampir 5% anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami sekali

    kejang selama hidupnya2. Kejang penting sebagai suatu tanda adanya gangguan neurologis .

    Keadaan tersebut merupakan keadaan darurat. Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti

    sendiri dan sedikit memerlukan pengobatan lanjutan, atau merupakan gejala awal dari

    penyakit berat, atau cenderung menjadi status epileptikus.2

    Status epilepticus (SE) didefinisikan sebagai kejang yang berlangsung lebih dari 30

    menit. Kejadian tahunan SE pada anak-anak di negara maju adalah sekitar 20 per 100.000

    penduduk. 3Status epileptikus dapat menyebabkan menghasilkan defisit kognisi dan

    bahasa.Menurut sebuah studi pada anak-anak 1-42 bulan usia-27 dengan tanpa demam , 27

    dengan kejang demam persisten (PFS), dan 17 kontrol yang sehat . Pada awal studiperkembangan saraf yang dilakukan dalam waktu 6 minggu setelah kejang, anak-anak dengan

    CSE nonfebrile memiliki prognosis lebih buruk dibandingkan dengan PFS, yang juga lebih

    buruk daripada kontrol.4

    Komplikasi status epileptikus yang sering meliputi aspirasi, injuri otak anoksik,

    ketidakstabilan jantung, disfungsi metabolik dan otonom, serta kerusakan neuron langsung.

    Meskipun klinis pada status epileptikus terutama ditentukan oleh etiologi yang mendasari

    kejang, namun aktivitas kejang yang persisten/menetap dikaitkan dengan yang buruk.5

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    5/48

    2

    BAB II

    KEJANG

    II. 1 Definisi

    Kejang didefinisikan sebagai suatu gangguan fungsi otak yang involunter yang

    dimanifestasikan sebagai penurunan atau kehilangan kesadaran, aktivitas motorik yang

    abnormal, perilaku yang abnormal, gangguan sensorik, atau kelainan otonom .1

    Kejang adalah suatu kejadian paroksismal yang disebabkan oleh lepas muatan

    hipersinkron abnormal dari suatu kumpulan neuron SSP. Manifestasi kejang adalah

    kombinasi beragam dari perubahan tingkat kesadaran serta gangguan fungsi motorik,

    sensorik, atau autonom, bergantung pada lokasi neuro-neuron fokus kejang. 6

    Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu

    rectal lebih dari 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menurut Consensus

    Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau

    anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan sampai 5 tahun,berhubungan dengan demam tetapi

    tadak terbukti adanya infeksi intracranial atau penyebab tertentu. Berdasarkan Kesepakatan

    UKK Neurologi IDAI - Saraf Anak PERDOSSI 2004, kejang demam adalah bangkitankejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal >38C) yang disebabkan oleh

    suatu proses ekstrakranial. Menurut International League Against Epilepsy 1993, kejang yang

    berhubungan dengan demam tanpa adanya infeksi intrakranial atau gangguan keseimbangan

    elektrolit yang akut pada anak umur >1 bulan yg belum pernah menderita kejang tanpa

    demam. Sedangkan menurut A Consensus development conference on Febrile Seizure th

    1980 kejang demam adalah kejang yang didahului atau bersamaan dengan panas, suhu tubuh

    >38.5C (rektal), tanpa adanya bukti infeksi intrakranial. Biasanya terjadi pada anak berumur

    3 bulan-5 tahun. Menurut National Institute of Health (NIH) kejang demam adalah kejadian

    kejang pada bayi atau anak yang terjadi antara usia 3 bulan hingga 5 tahun, berhubungan

    dengan demam dan tidak didapatkan bukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab kejang

    lain yang sudah diketahui (IDAI, 2004; Waruiru & Appleton, 2004). 1,27

    Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh adanya bangkitan

    (seizure) yang terjadi secara berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara

    intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan pada neuron-neuron secara paroksismal yang disebabkan oleh beberapa etiologi, namun tidak disebabkan

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    6/48

    3

    oleh kelainan metabolik. Terjadi paling tidak, 2 kali kejang tanpa provokasi dengan jarak

    waktu antara 2 kejang, kurang dari 24 jam dengan pola yang sama.9

    Status epileptikus, didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih

    rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang

    yang berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika

    seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali selama lima

    menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus.1

    II. 2 Epidemiologi

    Sebanyak 2-5 % anak- anak yang berumur antara 6 bulan sampai 5 tahun pernah

    mengalami kejang yang disertai demam. Kira-kira dari tiap 25 orang anak, setidaknya satu

    kali akan mengalami kejang demam dan 1-3 dari anak-anak ini akan mengalami kejang

    demam tambahan. Beberapa anak mengalami lebih dari 3 kali kejang selama hidupnya.

    Makin tua umur anak saat kejang pertama timbul, makin kecil kemungkinan terjadinya

    kejang tambahan1, 2, 7

    Epilepsi adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kecenderungan untuk mengalami

    kejang berulang. 2% dari penduduk dewasa pernah mengalami kejang. Sepertiga darikelompok tersebut mengalami epilepsi.Status epilepticus (SE) didefinisikan sebagai kejang

    yang berlangsung lebih dari 30 menit. Kejadian tahunan SE kejang pada anak-anak di negara

    maju adalah sekitar 20 per 100.000 penduduk. Dari anak umur 1 tahun yang didiagnosis

    dengan epilepsi , 70 % datang dengan SE sebagai manifestasi awal penyakit mereka . Pada

    anak-anak dengan epilepsi , 20 % memiliki riwayat SE dalam waktu 5 tahun setelah

    diagnosis. Dari anak-anak dengan kejang demam , 5 % terjadi status epileptikus .3,8

    II. 3 Etiologi

    Etiologi kejang menurut usia:1,2,7,8,9,11

    1. Neonatus : Infeksi, perdarahan intrakranial, malformasi otak, asfiksia neonatorum,

    hiperbilirubinemia, meabolik ( hipoglikemia dan defisiensi piridoksin), prematuritas.

    2.Bayi dan Anak : Kejang demam, epilepsi, infeksi, idiopatik, gangguan elektrolit

    (hiponatremia, hipernatremia dan hipokalsemia), keracunan teofilin,alkohol,kokain,

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    7/48

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    8/48

    5

    kemungkinan anaknya epilepsi menjadi 20%-30%. Penyakit otak yang berjalan secara

    progresif seperti tumor otak (jarang) dan Trauma kepala

    5. Usia tua/lanjut : Stroke, penyakit Alzeimer, Trauma

    II. 4 Klasifikasi1,2,6

    Diagnosis kejang ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan penunjang,

    sangat penting membedakan apakah serangan yang terjadi adalah kejang atau serangan yang

    menyerupai kejang. Serangan menyerupai kejang misalnya pada : Vertigo Paroksismal

    Benigna (VPB), ketakutan malam hari (night Terror), serangan menahan nafas ( Breath-

    holdng spell), Sinkop, Narkolepsi dan Katapleksi, Sindroma serangan marah, dll.1

    Perbedaan diantara keduanya adalah :

    Setelah diyakini bahwa serangan ini adalah kejang, selanjutnya perlu ditentukan jenis

    kejang. Saat ini klasifikasi kejang

    yang umum digunakan adalah

    berdasarkan Klasifikasi International

    League Against Epilepsy of Epileptic

    seizure [ILAE] 19811,13

    1. Bangkitan Parsial

    Bangkitan parsial diklasifikasikan

    menjadi 3 yakni,

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    9/48

    6

    A. Parsial Sederhana (kesadaran tetap baik)

    1. Dengan gejala motorik

    2. Dengan gejala somatosensorik atau sensorik khusus

    3. Dengan gejala autonom

    4. Dengan gejala psikis

    B. Parsial Kompleks (kesadaran menurun)

    1. Berasal sebagai parsial sederhana dan berkembang menjadi penurunan kesadaran

    2. Dengan penurunan kesadaran sejak awitan

    C. Parsial yang menjadi umum sekunder

    1. Parsial sederhana yang menjadi umum tonik-konik

    2. Parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik

    3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks dan menjadi umum tonik-konik

    2. Bangkitan Umum

    A. Absence / lena / petit mal

    Bangkitan ini ditandai dengan gangguan kesadaran mendadak (absence) dalam

    beberapa detik (sekitar 5-10 detik) dimana motorik terhenti dan penderita diam tanpa reaksi.

    Seragan ini biasanya timbul pada anak-anak yang berusia antara 4 sampai 8 tahun. Pada

    waktu kesadaran hilang, tonus otot skeletal tidak hilang sehingga penderita tidak jatuh. Saat

    serangan mata penderita akan memandang jauh ke depan atau mata berputar ke atas dan

    tangan melepaskan benda yang sedang dipegangnya. Pasca serangan, penderita akan sadar

    kembali dan biasanya lupa akan peristiwa yang baru dialaminya. Pada pemeriksaan EEG

    akan menunjukan gambaran yang khas yakni spike wave yang berfrekuensi 3 siklus per

    detik yang bangkit secara menyeluruh.

    B. Klonik

    Kejang klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan

    multifokal yang berpindah-pindah. Kejang klonik fokal berlangsung 13 detik, terlokalisasi

    , tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang

    ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup

    bulan atau oleh ensefalopati metabolik.

    C. Tonik

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    10/48

    7

    Berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan

    ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi

    lengan bawah dengan bentuk dekortikasi.

    D. Tonik-klonik /Grand mal

    Secara tiba-tiba penderita akan jatuh disertai dengan teriakan, pernafasan terhenti

    sejenak kemudian diikuti oleh kekakuan tubuh. Setelah itu muncul gerakan kejang tonik-

    klonik (gerakan tonik yag disertai dengan relaksaki). Pada saat serangan, penderita tidak

    sadar, bisa menggigit lidah atau bibirnya sendiri, dan bisa sampai mengompol. Pasca

    serangan, penderita akan sadar secara perlahan dan merasakan tubuhnya terasa lemas dan

    biasanya akan tertidur setelahnya.

    E. Mioklonik

    Bangkitan mioklonik muncul akibat adanya gerakan involunter sekelompok otot

    skelet yang muncul secara tiba-tiba dan biasanya hanya berlangsung sejenak. Gambaran

    klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak

    yang berulang dan terjadinya cepat.

    F. Atonik

    Bangkitan ini jarang terjadi. Biasanya penderita akan kehilangan kekuatan otot dan

    terjatuh secara tiba-tiba.

    3. Tak Tergolongkan

    4. Status Epileptikus

    Pembagian Kejang demam

    1.Kejang demam sederhana(simple febrile seizure).

    Berlangsung singkat (< 15 menit) dan umumnya akan berhenti sendiri.

    Kejang berbentuk umum (bangkitan kejang tonik dan atau klonik), tanpa gerakan fokal.

    Kejang hanya sekali / tidak berulang dalam 24 jam.

    Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam.

    2. Kejang demam kompleks(Complex febrile seizure)

    Berlangsung lama (> 15 menit).

    Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial.

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    11/48

    8

    Kejang berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

    Gejala otak berdasarkan sisi yang terkena , yaitu :

    Sisi otak yg terkena Gejala

    Lobus frontalis Kedutan pada otot tertentu

    Lobus oksipitalis Halusinasi kilauan cahaya

    Lobus parietalis Mati rasa atau kesemutan di bagian tubuh tertentu

    Lobus temporalis Halusinasi gambaran dan perilaku repetitif yang kompleks

    misalnya berjalan berputar-putar

    Lobus temporalis anterior Gerakan mengunyah, gerakan bibir menciumLobus temporalis anterior sebelah

    dalam

    Halusinasi bau, baik yg menyenangkan maupun yg tidak

    menyenangkan

    II. 5 Patofisologi

    1.Patofisiologi kejang demam 1,2,7,8,10,11

    Meskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui, beberapa faktor

    fisiologis dianggap bertanggung jawab atas berkembangnya suatu kejang

    Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang

    didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk proses metabolisme otak yang terpenting adalah

    glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan

    fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi

    otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2dan air.

    Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipid

    dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    12/48

    9

    dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan

    elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya kosentrasi K+ dalam sel neuron tinggi

    dan konsentrasi Na+menjadi rendah sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya.

    Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan

    potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan

    potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat

    pada permukaan sel.

    Keseimbangan petensial membran ini dapat diubah oleh adanya:

    1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari

    sekitarnya.

    3. Perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.Pada keadaan demam, kenaikan 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal

    10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh

    tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam waktu

    yang singkat dapat terjadi difusi ion kalium listrik. Pada seorang anak berusia 3 tahun,

    sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan orang dewasa yang hanya

    15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu, dapat terjadi perubahan keseimbangan dari

    membran sel neuron, dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion K maupun Na melalui

    membran. Perpindahan ini mengakibatkan lepas muatan listrik yang besar, sehingga meluas

    ke membran sel lain melalui neurotransmitter.

    Neurotransmiter merupakan zat kimia yang disintesis dalam neuron dan disimpan

    dalam gelembung sinaptik pada ujung akson. Zat kimia ini dilepaskan dari akson terminalmelalui eksositosis dan juga direabsorpsi untuk daur ulang. Neurotransmiter merupakan cara

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    13/48

    10

    komunikasi antar neuron. Neuron menyalurkan sinyal-sinyal saraf ke seluruh tuuh,

    menggunakan hantaran listrik dalam neuron dan hantaran kimia di antara neuron.secara

    anatomis neuron tidak bersambung satu sama lainnya. Tempat tempat dimana neuron

    mengadakan kontak dengan dengan neuron lain atau dengan organ organ efektor disebut

    sinaps. Sinaps merupakan satu-satunya tempat dimana suatu impuls dapat lewat dari suatu

    neuron ke neuron lainnya atau efektor. Ruang antara satu neuron dan neuron berikutnya (

    atau organ efektor ) dikenal dengan nama celah sinaptik (synaptic cleft). Neuron yang

    menghantarkan impuls saraf menuju ke sinaps disebut neuron prasinaptik. Neuron yang

    membawa impuls dari sinaps disebut neuron postsinaptik.

    Lepasan muatan listrik ini akibat demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh

    sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut

    neurotransmitter dan hingga terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang

    berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang

    pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang

    sudah dapat terjadi pada suhu 38oC, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi,

    kejang baru dapat terjadi pada suhu 40oC atau lebih

    Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya. Tetapi

    pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnoe sehingga kebutuhan

    oksigen untuk otak meningkat dan menyebabkan terjadinya kerusakan sel neuron otak yang

    berdampak pada terjadinya kelainan neurologis.

    Pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya

    kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet sedangkan otot pernafasan tidak

    efisien sehingga tidak sempat bernafas yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea,

    hipoglikemia, laktat asidosis disebabkan metabolisme anaerob, hipotensi artenal disertai

    denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh yang semakin meningkat oleh karena

    meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat.

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    14/48

    11

    Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga

    meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul oedem otak yang mengakibatkan kerusakan sel

    neuron. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering

    terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga di dalam penanggulangannya perlu

    diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita menjadi kejang. Terulangnya kejang demam

    lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang yang rendah, sehingga dalam

    penanggulangannya perlu diperhatikan pada suhu berapa penderita kejang

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    15/48

    12

    1.Patofisiologi Epilepsi

    Hipotesis secara seluler dan molekuler yang banyak dianut sekarang adalah :

    Membran neuron dalam keadaan normal mudah dilalui oleh ion kalium dan ion

    klorida, tetapi sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan ion kalsium. Dengan demikian

    konsentrasi yang tinggi ion kalium dalam sel ( intraseluler ), dan konsentrasi ion natrium dan

    kalsium ekstraseluler tinggi. Sesuai dengan teori dari Dean (Sodium pump), sel hidup

    mendorong ion natrium keluar sel, bila natrium ini memasuki sel, keadaan ini sama halnya

    dengan ion kalsium. Bangkitan epilepsi karena transmisi impuls yang berlebihan di dalam

    otak yang tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadi sinkronisasi dari impuls.

    Sinkronisasi ini dapat terjadi pada sekelompok atau seluruh neuron di otak secara

    serentak, secara teori sinkronisasi ini dapat terjadi.

    1. Fungsi jaringan neuron penghambat (GABA dan Glisin ) kurang optimal hingga terjadi

    pelepasan impuls epileptik secara berlebihan.

    2. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron eksitatorik ( Glutamat dan Aspartat ) berlebihan

    hingga terjadi pelepasan impuls epileptik berlebihan juga.

    Fungsi neuron penghambat bisa kurang optimal antara lain bila konsentrasi GABA

    (Gamma Aminobutyric Acid ) tidak normal. Pada otak manusia yang menderita epilepsi

    ternyata kandungan GABA rendah. Hambatan oleh GABA dalam bentuk inhibisi potensial

    postsinaptik ( IPSPs = inhibitorypost synaptic potentials) adalah lewat reseptor GABA.

    Suatu hipotesis mengatakan bahwa aktifitas epilepticdisebabkan oleh hilang atau kurangnya

    inhibisi oleh GABA, zat yang merupakan neurotransmiter inhibitorik utama pada otak.

    Ternyata pada GABA ini sama sekali tidak sesederhana seperti yang disangka semula. Riset

    membuktikan bahwa perubahan pada salah satu komponennya bias menghasilkan inhibisi tak

    lengkap yang akan menambah rangsangan

    Sinkronisasi dapat terjadi pada sekelompok kecil neuron saja, sekelompok besar atau

    seluruh neuron otak secara serentak. Lokasi yang berbeda dari kelompok neuron ini

    menimbulkan manifestasi yang berbeda dari serangan epileptik. Secara teoritis ada 2

    penyebabnya yaitu fungsi neuron penghambat kurang optimal ( GABA ) sehingga terjadi

    pelepasan impuls epileptik secara berlebihan, sementara itu fungsi jaringan neuron eksitatorik

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    16/48

    13

    ( Glutamat ) berlebihan. Berbagai macam penyakit dapat menyebabkan terjadinya perubahan

    keseimbangan antara neuron inhibitor dan eksitator, misalnya kelainan herediter, kongenital,

    hipoksia, infeksi, tumor, vaskuler, obat atau toksin. Kelainan tersebut dapat mengakibatkan

    rusaknya faktor inhibisi dan atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah

    timbul epilepsi bila ada rangsangan yang memadai.

    Daerah yang rentan terhadap kerusakan bila ada abnormalitas otak antara lain di

    hipokampus. Oleh karena setiap serangan kejang selalu menyebabkan kenaikan eksitabilitas

    neuron, maka serangan kejang cenderung berulang dan selanjutnya menimbulkan kerusakan

    yang lebih luas. Pada pemeriksaan jaringan otak penderita epilepsi yang mati selalu

    didapatkan kerusakan di daerah hipokampus. Oleh karena itu tidak mengherankan bila lebih

    dari 50% epilepsi parsial, fokus asalnya berada di lobus temporalis dimana terdapat

    hipokampus dan merupakan tempat asal epilepsi dapatan. Pada bayi dan anak-anak, sel

    neuron masih imatur sehingga mudah terkena efek traumatik, gangguan metabolik, gangguan

    sirkulasi, infeksi dan sebagainya. Efek ini dapat berupa kemusnahan neuron-neuron serta sel-

    sel glia atau kerusakan pada neuron atau glia, yang pada gilirannya dapat membuat neuron

    glia atau lingkungan neuronal epileptogenik. Kerusakan otak akibat trauma, infeksi,

    gangguan metabolisme dan sebagainya, semuanya dapat mengembangkan epilepsi. Akan

    tetapi anak tanpa brain damage dapat juga menjadi epilepsi, dalam hal ini faktor genetik

    dianggap penyebabnya, khususnya grand mal dan petit mal serta benign centrotemporal

    epilepsy.Walaupun demikian proses yang mendasari serangan epilepsi idiopatik, melalui

    mekanisme yang sama

    Fase status epileptikus

    Secara klinis dan berdasarkan EEG, status epileptikus dibagi menjadi lima fase. Pada SE

    konvulsivus manifestasi klinis dapat diikuti perkembangannya melalui stadium-stadium

    sebagai berikut:

    1. Pre-status, adalah suatu fase sebelum status yang ditandai dengan meningkatnyaserangan-serangan kejang sebelum menjadi status. Penanganan yang tepat pada fase

    ini dapat mencegah terjadinya SE.

    2. Early status, yaitu 30 menit pertama, di mana aktivitas serangan konvulsif terus-menerus bersamaan dengan aktivitas serangan kejang elektrografik. Gangguan

    metabolik akibat status epileptikus merupakan mekanisme homeostasis.

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    17/48

    14

    3. Established status, yang berlangsung dari 30-60 menit, yang mana pada awalnyamekanisme homeostasis gagal melakukan kompensasi dan terjadilah perubahan-

    perubahan dan gangguan sistemik pada fungsi vital tubuh.

    4. Refracter status jika kejang berlangsung lebih dari 60 menit, meskipun telahmendapatkan terapi adekuat dengan obat-obatan antikonvulsan lini pertama.

    5. Substle status/super refrakter status, akan muncul jika serangan terus berlangsungselama berjam-jam, ditandai dengan aktivitas motorik berkurang secara bertahap,

    penderita koma dengan aktivitas motorik menjadi terbatas, dapat berupa gerakan-

    gerakan halus (twitching) sekitar mata dan mulut. Perubahan ini bersamaan dengan

    perubahan-perubahan gambaran EEG menjadi flat di antara letupan-letupan

    epileptiform (burt-supression pattern).

    Kerusakan dan kematian syaraf tidak seragam pada status epileptikus, tetapi maksimal

    pada lima area dari otak (lapisan ketiga, kelima, dan keenam dari korteks serebri, serebellum,

    hipokampus, nukleus thalamikus dan amigdala). Hipokampus mungkin paling sensitif akibat

    efek dari status epileptikus, dengan kehilangan syaraf maksimal dalam zona Summer. 31,32

    Mekanisme yang tetap dari kerusakan atau kehilangan syaraf begitu kompleks dan

    melibatkan penurunan inhibisi aktivitas syaraf melalui reseptor GABA dan meningkatkan

    pelepasan dari glutamat dan merangsang reseptor glutamat dengan masuknya ion Natrium

    dan Kalsium dan kerusakan sel yang diperantarai kalsium

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    18/48

    15

    II. 6 Pemeriksaan Penunjang1,

    Untuk dapat mendiagnosis seseorang menderita epilepsi dapat dilakukan melalui

    anamnesis dan pemeriksaan klinis dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis. Namundemikian, bila secara kebetulan melihat serangan yang sedang berlangsung maka epilepsi

    (klinis) sudah dapat ditegakkan. Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan antara lain :

    1.Laboratorium

    Pemeriksaan laboratorium pada anak kejang ditujukan selain untuk mencari etiologi

    kejang juga untuk mencari komplikasi akibat kejang yang lama. Jenis pemeriksan

    laboratorium disesuaikan dengan kebutuhan. Pemeriksaan yang dianjurkan pada kejang

    yang pertama adalah kadar glukosa darah, elektrolit, Calsium, Magnesium hitung jenis

    dan prorombin time. Pada kejang demam beberapa peneliti menemukan kadar yang

    normal terhadap pemeriksaan diatas, oleh karenanya tidak diindikasikan pada kejang

    demam, kecuali bila didapatkan kelainan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Bila

    dicurigai adanya meningitis bakterialis dilakukan pemeriksaan kultur darah, dan kultur

    cairan cerebrospinalis.

    2. Pungsi lumbalPemeriksaan cairan cerebrospinalis dilakukan untik menyingkirkan kemungkinan

    meningitis, terutama pada pasien dengan kejang demam yang pertama. Selain itu pungsi

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    19/48

    16

    lumbal dapat dipertimbangkan pada pasien dengan kejang disertai penurunan status

    kesadaran, kaku kuduk, perdarahan kulit, gejala infeksi, paresis, peningkatan sel darah

    putih, atau tidak adanya faktor pencetus yang jelas. Pada bayi kecil sering manifestasi

    meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang

    dari 12 bulan, dianjurkan pada pasien berumur 12- 18 bulan dan dipertimbangkan pada

    anak berumur diatas 18 bulan.

    3. ElektroensefalografiPemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan

    pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis

    epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi

    struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan

    kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan

    abnormal. EEG normal tidak mengesampingkan diagnosis epilepsi, karena perekaman

    antar-kejang normal pada sekitar 40% penderita.

    1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak.

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    20/48

    17

    2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding seharusnya misal

    gelombang delta.

    3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya gelombang

    tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara

    paroksimal. Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas, misalnya

    infantilespasmemempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran EEG

    nya gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsi mioklonik mempunyai

    gambaran EEG gelombang paku / tajam / lambat dan paku majemuk yang timbul secara

    serentak (sinkron).

    b. Rekaman video EEG

    Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang

    mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber serangan.

    Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta

    memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang

    mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui secara pasti,

    serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial

    dengan prosedur ini sangat diperlukan pada persiapan operasi. Memonitor EEG lama dengan

    rekaman video aliran pendek dicadangkan pada penderita yang terkomplikasi dengan kejang

    lama dan tidak responsif. Monitor EEG ini memberikan metode yang tidak terhingga nilainya

    untuk perekaman kejadian kejang yang jarang diperoleh selama pemeriksaan EEG rutin.

    Saat ini EEG tidak diindikasikan untuk anak-anak dengan kejang demam demam

    sederhana, karena hasil studi menunjukan bahwa mayoritas dari anak- anak dengan kejang

    demam sederhana mempunyai gambaran EEG yang normal. Akan tetapi EEG yang

    dikerjakan 1 minggu setelah kejang demam dapat abnormal, biasanya berupa perlambatan di

    bagian posterior. Kira- kira 30% penderita yang mengalami perlambatan di posterior akan

    menghilang 7-10 hari kemudian. Menurut American Academy of Pediatric EEG tidak

    dianjurkan pada penderita kejang demam sederhana maupun kompleks.

    4. NeuroimagingPemeriksaan ini meliputi CT Scan dan MRI. Kedua pemeriksaan ini diindikasikan

    pada pasien yang dicurigai terdapat lesi intrakranial berdasarkan adanya riwayat

    pemeriksaan neurologis yang abnormal. MRI dapat dipertimbangkan pada anak dengan

    kejang yang sulit diatasi, epolepsi lobus temporalis, perkembangan terlambat tanpa

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    21/48

    18

    adanya kelainan pada kelainan pada CT Scan dan bila terdapat lesi ekuivokal pada CT

    Scan.

    II. 7 Komplikasi1,2,8,12

    Komplikasi Kejang Demam

    Komplikasi dari kejang demam adalah :

    Kejang demam berulang trauma akibat jatuh atau terbentur objek sekitar lidah tergigit pneumonia aspirasi Kerusakan sel otak Epilepsi Penurunan IQ Kelumpuhan Status epileptikus

    Komplikasi Epilepsi

    Otak : Peningkatan Tekanan Intra Kranial, Oedema serebri, Trombosis arteri danvena otak, Disfungsi kognitif

    Gagal Ginjal,Myoglobinuria, rhabdomiolisis Gagal Nafas ; Apnoe, Pneumonia, Hipoksia, hiperkapni Pelepasan Katekolamin : Hipertensi, Oedema paru, Aritmia, Glikosuria, dilatasi

    pupil, Hipersekresi, hiperpireksia

    Jantung : Hipotensi, gagal jantung, tromboembolisme Metabolik dan Sistemik : Dehidrasi, Asidosis, Hiper/hipoglikemia, Hiperkalemia,

    hiponatremia, Kegagalan multiorgan

    Idiopatik : Fraktur.

    II. 8 Prognosis1,2,9

    Anak yang mengalami kejang demam pertama pada usia sebelum 1 tahun

    kemungkinan kekambuhan ialah 50 %, dan bila berusia lebih dari 1 tahun kemungkinan

    kekambuhannya 28 % (Kejang demam sederhana pada umumnya tidak menyebabkan

    kerusakan otak yang permanen dan tidak menyebabkan terjadinya penyakit epilepsi pada

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    22/48

    19

    kehidupan dewasa anak tersebut. Sedangkan pada anak-anak yang memiliki riwayat kejang

    demam kompleks, riwayat penyakit keluarga dengan kejang yang tidak didahului dengan

    demam, dan memiliki riwayat gangguan neurologis maupun keterlambatan pertumbuhan,

    memiliki resiko tinggi untuk menderita epilepsi pada kehidupan dewasa mereka.

    Prognosis epilepsy bergantung pada beberapa hal, di antaranya jenis epilepsi factor

    penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum obat. Pada umumnya prognosis

    epilepsy cukup menggembirakan. Pada 50-70% penderita epilepsy serangan dapat dicegah

    dengan obat-obat, sedangkan sekitar 50 % pada suatu waktu akan dapat berhenti minum obat.

    Serangan epilepsi primer, baik yang bersifat kejang umum maupun serangan lena atau

    melamun atau absence mempunyai prognosis terbaik. Sebaliknya epilepsi yang serangan

    pertamanya mulai pada usia 3 tahun atau yang disertai kelainan neurologik dan atau retardasi

    mental mempunyai prognosis relative jelek.

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    23/48

    20

    BAB II

    TATALAKSANA KEJANG

    III. 1 Terapi Kejang

    Pengobatan kejang pada anak harus bertujuan untuk : Mencegah kejang berulang,

    Mencegah status epilepsi, Mencegah epilepsi dan / atau mental retardasi, Normalisasi

    kehidupan anak dan keluarga.15

    Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu13,16:

    a. Pengobatan Fase Akut

    Prioritas utama pada anak yang sedang mengalami kejang adalah menjaga agar jalan nafas

    tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk mencegah aspirasi.

    Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat juga berlangsung terus atau

    berulang. Pengisapan lendir dan pemberian oksigen harus dilakukan teratur, kalau perlu

    dilakukan intubasi. Keadaan dan kebutuhan cairan, kalori dan elektrolit harus diperhatikan.

    Suhu tubuh dapat diturunkan dengan kompres air hangat (diseka) dan pemberian antipiretik.

    Pemberian antipiretik tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan obat ini mengurangi resiko

    terjadinya kejang demam (level I, rekomendasi D), namun para ahli di Indonesia sepakat

    bahwa antipiretik tetap dapat diberikan (level III, rekomendasi B). Dosis parasetamol yang

    digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan dalam 4 kali pemberian per hari dan tidak lebih

    dari 5 kali. Dosis ibuprofen adalah 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Asam asetilsalisilat tidak

    dianjurkan karena kadang dapat menyebabkan sindrom Reye pada anak kurang dari 18 bulan.

    Diazepam merupakan obat pilihan utama untuk kejang demam fase akut, karena diazepam

    mempunyai masa kerja yang singkat. Efek terapeutiknya sangat cepat, yaitu antara 30 detik

    sampai 5 menit dan efek toksik yang serius hampir tidak dijumpai apabila diberikan secara

    perlahan dan dosis tidak melebihi 50 mg per suntikan. Diazepam dapat diberikan secara

    intravena atau rektal, jika pemberian secara intramuskular absorbsinya lambat. Bila diazepam

    tidak tersedia, dapat diberikan luminal suntikan intramuskular dengan dosis awal 30 mg

    untuk neonatus, 50 mg untuk usia 1 bulan1 tahun, dan 75 mg untuk usia lebih dari 1 tahun.

    Efek samping diazepam adalah mengantuk, hipotensi, penekanan pusat pernafasan,

    laringospasme dan henti jantung. Penekanan pada pusat pernafasan dan hipotensi terutamaterjadi bila sebelumnya anak telah mendapat fenobarbital.Midazolam intranasal (0,2 mg/kg

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    24/48

    21

    BB) telah diteliti aman dan efektif untuk mengantisipasi kejang demam akut pada anak.

    Kecepatan absorbsi midazolam ke aliran darah vena dan efeknya pada sistem syaraf pusat

    cukup baik; namun efek terapinya masih kurang bila dibandingkan dengan diazepam

    intravena.

    b. Mencari dan Mengobati Penyebab

    Penyebab dari kejang demam baik itu kejang demam sederhana maupun epilepsi yang

    diprovokasi oleh demam biasanya infeksi Pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat

    perlu untuk mengobati infeksi tersebut.

    c. Pengobatan Profilaksis Terhadap Kejang Demam Berulang

    Terdapat 2 cara profilaksis, yaitu :

    1) Profilaksis intermittent pada waktu demam

    Pengobatan profilaksis intermittent dengan antikonvulsan segera diberikan pada waktu pasien

    demam (suhu rektal lebih dari 38C). Pilihan obat harus dapat cepat masuk dan bekerja ke

    otak. Diazepam diberikan melalui oral atau rektal. Dosis per rektal tiap 8 jam adalah 5 mg

    untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien denganberat

    badan lebih dari 10 kg. Dosis oral diberikan 0,5 mg/kgBB perhari dibagi dalam 3 dosis,

    diberikan bila pasien menunjukkan suhu 38,50 C atau lebih. Menggunakan klonazepam

    sebagai obat anti konvulsan intermittent (0,03 mg/kg BB per dosis tiap 8 jam) selama suhu

    diatas 380C dan dilanjutkan jika masih demam. Efek samping klonazepam yaitu mengantuk,

    mudah tersinggung, gangguan tingkah laku, depresi, dan salivasi berlebihan. Kloralhidrat

    supositoria berkhasiat untuk mencegah kejang demam berulang. Dosis yang diberikan adalah

    250 mg untuk berat badan kurang dari 15 kg, dan 500 mg untuk berat badan lebih dari 15 kg,

    diberikan bila suhu diatas 38C Kloralhidrat dikontraindikasikan pada pasien dengan

    kerusakan ginjal, hepar, penyakit jantung, dan gastritis.

    2) Profilaksis Terus Menerus dengan Antikonvulsan Tiap Hari

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    25/48

    22

    Indikasi pemberian profilaksis terus menerus adalah :

    a) Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan atau gangguan perkembangan

    neurologis.

    b) Terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada orang tua atau saudara

    kandung.

    c) Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis sementara

    atau menetap.

    d) Kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang

    multipel dalam satu episode demam.

    Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 12 tahun setelah kejang terakhir,

    kemudian dihentikan secara bertahap selama 12 bulan. Pemberian profilaksis terus menerus

    hanya berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat, tetapi tidak dapat

    mencegah timbulnya epilepsi dikemudian hari. Pemberian penobarbital 4 5 mg/kg BB

    perhari dengan kadar sebesar 16 mg/mL dalam darah menunjukkan hasil yang bermakna

    untuk mencegah berulangnya kejang demam. Efek samping fenobarbital ialah iritabel,

    hiperaktif, pemarah dan agresif ditemukan pada 3050% kasus. Efek samping fenobarbital

    dapat dikurangi dengan menurunkan dosis.Obat lain yang dapat digunakan adalah asam

    valproat, obat ini lebih baik dibandingkan dengan fenobarbital. Dosis asam valproat adalah

    1540 mg/kgBB perhari dibagi 2-3 dosis. Efek samping yang ditemukan adalah hepatotoksik,

    pankreatitis, tremor dan alopesia. Fenitoin dan karbamazepin tidak memiliki efek profilaksis

    terus menerus.

    Sejauh ini tidak ada kontraindikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang

    mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka

    kejadian pasca vaksinasi DPT, adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi

    sedangakan setelah vaksinasi MMR, 25-34 per 100.000, dianjurkan untuk memberikan

    diazepam oral atau rektal. Beberapa dokter maka merekomendasikan parasetamol pada saat

    vaksinasi hingga 3 hari kemudian

    Apapun tipe dan etiologi kejang yang terjadi, tatalaksana yang harus dilakukan mengikuti

    langkah-langkah sebagai berikut.14,15

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    26/48

    23

    1. ManajemenAirway, Breathing dan fungsi circulation (ABC) yang cepat dan adekuat.Jalan nafas harus baik agar oksigenasi terjamin baik, pasien diposisikan miring agar tidak

    terjadi aspirasi bila muntah. Bila pasien datang dalam keadaan kejang, atasi kejang

    secepatnya. Tanyakan hal-hal yang penting saja, anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap

    baru dilakukan setelah kejang teratasi.

    2. Terminasi kejang dan pencegahan berulangnya kejang berikutnyaUpaya menghentikan kejang dan mencegah berulangnya kejang dapat mengikuti algoritme

    tatalaksana kejang akut dan status epileptikus konvulsif.

    Salah satu penyebab tersering kegagalan mengatasi kejang adalah kesulitan

    mendapatkan akses intravena. Akan tetapi, saat ini sudah tersedia antikonvulsan dengan

    berbagai jalur pemberian, misalnya intravena (diazepam, lorazepam, midazolam,

    fenobarbital, phenitoin), intramuskuler (midazolam), rectal (diazepam, paraldehid), dan

    sublingual (lorazepam, midazolam). Jalur intraoseus hanya dilakukan bila jalur lain tidak

    berhasil.

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    27/48

    24

    Untuk penatalaksanaan kejang pada anak adalah sebagai berikut:

    0 - 5 menit

    1. Yakinkan bahwa aliran udara pernafasan baik

    2. Monitoring tanda vital, pertahankan perfusi oksigen ke jaringan, berikan oksigen

    3. Bila keadaan pasien stabil, lakukan anamnesis terarah, pemeriksaan umum dan

    neurologi secara cepat

    4. Cari tanda-tanda trauma, kelumpuhan fokal dan tanda-tanda infeksi

    510 menit:

    1. Pemasangan akses intarvena2. Pengambilan darah untuk pemeriksaan: darah rutin, glukosa, elektrolit3. Pemberian diazepam 0,2 0,5 mg/kgbb secara intravena, atau diazepam rektal 0,5

    mg/kgbb (berat badan < 10 kg = 5 mg; berat badan > 10 kg = 10 mg).

    4. Dosis diazepam intravena atau rektal dapat diulang satu dua kali setelah 5 10menit.

    5. Jika didapatkan hipoglikemia, berikan glukosa 25% 2ml/kgbb.1015 meni t

    1. Cenderung menjadi status konvulsivus2. Berikan fenitoin 1520 mg/kgbb intravena diencerkan dengan NaCl 0,9%3. Dapat diberikan dosis ulangan fenitoin 5 10 mg/kgbb sampai maksimum dosis 30

    mg/kgbb.

    30 menit

    1. Berikan fenobarbital 10 mg/kgbb, dapat diberikan dosis tambahan 5-10 mg/kg denganinterval 1015 menit.

    2. Pemeriksaan laboratorium sesuai kebutuhan, seperti analisis gas darah, elektrolit, guladarah. Lakukan koreksi sesuai kelainan yang ada. Awasi tanda tanda depresi

    pernafasan.

    3. Bila kejang masih berlangsung siapkan intubasi dan kirim ke unit perawatan intensif.

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    28/48

    25

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    29/48

    26

    Obat-obat yang dapat digunakan pada saat kejang antara lain :

    Edukasi pada orang tua 17

    Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang

    sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus

    dikurangi dengan cara yang diantaranya:

    1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.

    2. Memberitahukan cara penanganan kejang

    3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

    4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya

    efek samping

    Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang : 17

    1. Tetap tenang dan tidak panik

    2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher

    3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan

    atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan

    sesuatu kedalam mulut.

    4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

    5. Tetap bersama pasien selama kejang

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    30/48

    27

    6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.

    7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih

    Sejauh ini tidak ada kontraindikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang

    mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka

    kejadian pasca vaksinasi DPT, adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi

    sedangakan setelah vaksinasi MMR, 25-34 per 100.000, dianjurkan untuk memberikan

    diazepam oral atau rektal. Beberapa dokter maka merekomendasikan parasetamol pada saat

    vaksinasi hingga 3 hari kemudian. 17

    III. 2 Terapi Epilepsi

    Langkah pertama pada manajemen epilepsi adalah untuk memastikan bahwa

    penderita menderita gangguan kejang bukan keadaan yang menyerupai epilepsi.1

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    31/48

    28

    Langkah kedua adalah pemilihan obat terapi antikonvulsan. Obat pilihan tergantung

    pada klasifikasi kejang, ditentukan dengan riwayat dan temuan EEG. Tujuan untuk setiap

    penderita pengobatan seharusnya hanya satu obat dengan kemungkinan efek samping yang

    paling kecil. 1

    Dalam farmakoterapi, terdapat prinsip-prinsip penatalaksanaan untuk epilepsi yakni

    :1,9

    1. Obat anti epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsi sudah dipastikan,

    terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun. Selain itu pasien dan keluarganya harus

    terlebih dahulu diberi penjelasan mengenai tujuan pengobatan dan efek samping dari

    pengobatan tersebut.

    2. Terapi dimulai dengan monoterapi

    3. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan secara bertahap samapai dengan

    dosis efektif tercapai atau timbul efek samping obat.

    4. Apabila dengan penggunakan OAE dosis maksimum tidak dapat mengontrol bangkitan,

    maka ditambahkan OAE kedua dimana bila sudah mencapai dosis terapi, maka OAE pertama

    dosisnya diturunkan secara perlahan.

    5. Adapun penambahan OAE ketiga baru diberikan setelah terbukti bangkitan tidak terkontorl

    dengan pemberian OAE pertama dan kedua.

    Berikut merupakan OAE pilihan pada epilepsi

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    32/48

    29

    Tipe kejang Terapi pilihan pertama Obat alternatif

    kejang parsial Karbamazepin

    Fenitoin

    Lamotrigin

    Asam valproat

    Okskarbanzepin

    Gabapentin

    Topiramat

    Levetiracetam

    Zonisamid

    Tiagabin

    Primidon

    Fenobarbital

    Felbamat

    kejang

    umum

    Absens Asam valproat

    Etosuksimid

    Lamotrigin

    Levetiracetam

    Mioklonik Asam valproat

    Klonazepam

    Lamotrigin,

    topiramat,

    felbamat, zonisamid,

    levetiracetam

    Tonik-klonik Fenitoin

    Karbamazepin

    Asam valproat

    Lamotrigin,

    topiramat, primidon,

    fenobarbital,

    okskarbanzepin,

    Levetiracetam

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    33/48

    30

    (1) Hidantoin

    Fenitoin

    Fenitoin merupakan obat pilihan pertama untuk kejang umum, kejang tonik-klonik,

    dan pencegahan kejang pada pasien trauma kepala/bedah saraf. Fenitoin memiliki range

    terapetik sempit sehingga pada beberapa pasien dibutuhkan pengukuran kadar obat dalam

    darah. Mekanisme aksi fenitoin adalah dengan menghambat kanal sodium (Na+) yang

    mengakibatkan influk (pemasukan) ion Na+ kedalam membran sel berkurang dan

    menghambat terjadinya potensial aksi oleh depolarisasi terus-menerus pada neuron. Dosis

    awal penggunaan fenitoin 20 mg/kg dan dosis pemeliharaan 4-8 mg/kg/ setelah 12 jam dari

    dosis inisiasi.

    Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan fenitoin adalah depresi pada SSP,

    sehingga mengakibatkan lemah, kelelahan, gangguan penglihatan (penglihatan berganda),

    disfungsi korteks dan mengantuk. Pemberian fenitoin dosis tinggi dapat menyebabkan

    gangguan keseimbangan tubuh dan nystagmus. Salah satu efek samping kronis yang mungkin

    terjadi adalah gingival hyperplasia (pembesaran pada gusi). Menjaga kebersihan rongga

    mulut dapat mengurangi resikogingival hyperplasia.

    (2) Barbiturat

    Fenobarbital

    Fenobarbital merupakan obat yang efektif untuk kejang parsial dan kejang tonik-

    klonik. Efikasi, toksisitas yang rendah, serta harga yang murah menjadikan fenobarbital obat

    yang penting untuk tipe-tipe epilepsi ini. Namun, efek sedasinya serta kecenderungannya

    menimbulkan gangguan perilaku pada anak-anak telah mengurangi penggunaannya sebagai

    obat utama . Aksi utama fenobarbital terletak pada kemampuannya untuk menurunkan

    konduktan Na dan K, Fenobarbital menurunkan influks kalsium dan mempunyai efek

    langsung terhadap reseptor GABA (aktivasi reseptor barbiturat akan meningkatkan durasi

    pembukaan reseptor GABA dan meningkatkan konduktan post-sinap klorida). Selain itu,

    fenobarbital juga menekanglutamate excitabilitydan meningkatkanpostsynaptic GABAergic

    inhibition). Dosis awal penggunaan fenobarbital 1-3 mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan 10-

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    34/48

    31

    20 mg/kg 1kali sehari. Efek samping SSP merupakan hal yang umum terjadi pada

    penggunaan fenobarbital. Efek samping lain yang mungkin terjadi adalah kelelahan,

    mengantuk, sedasi, dan depresi. Penggunaan fenobarbital pada anak-anak dapat

    menyebabkan hiperaktivitas. Fenobarbital juga dapat menyebabkan kemerahan kulit dan

    Stevens-Johnson syndrome.

    (3) Deoksibarbiturat

    Primidon

    Primidon digunakan untuk terapi kejang parsial dan kejang tonik-klonik. Primidon

    mempunyai efek penurunan pada neuron eksitatori. Efek anti kejang primidon hampir sama

    dengan fenobarbital, namun kurang poten. Didalam tubuh primidon dirubah menjadi

    metabolit aktif yaitu fenobarbital dan feniletilmalonamid (PEMA). PEMA dapat

    meningkatkan aktifitas fenobarbital. Dosis primidon 100-125 mg 3 kali sehari. Efek samping

    yang sering terjadi antara lain adalah pusing, mengantuk, kehilangan keseimbangan,

    perubahan perilaku, kemerahan dikulit, dan impotensi.

    (4) Iminostilben

    (a) Karbamazepin

    Karbamazepin secara kimia merupakan golongan antidepresan trisiklik.

    Karbamazepin digunakan sebagai pilihan pertama pada terapi kejang parsial dan tonik-

    klonik. Karbamazepin menghambat kanal Na+, yang mengakibatkan influk (pemasukan) ion

    Na+ kedalam membran sel berkurang dan menghambat terjadinya potensial aksi oleh

    depolarisasi terus-menerus pada neuron . Dosis pada anak dengan usia kurang dari 6 tahun

    10-20 mg/kg 3 kali sehari, anak usia 6-12 tahun dosis awal 200 mg 2 kali sehari dan dosis

    pemeliharaan 400-800 mg. Sedangkan pada anak usia lebih dari 12 tahun dan dewasa 400

    mg 2 kali sehari. Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan karbamazepin adalah

    gangguan penglihatan (penglihatan berganda), pusing, lemah, mengantuk, mual, goyah (tidak

    dapat berdiri tegak) dan hiponatremia. Resiko terjadinya efek samping tersebut akan

    meningkat seiring dengan peningkatan usia.

    (b) Okskarbazepin

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    35/48

    32

    Okskarbazepin merupakan analog keto karbamazepin. Okskarbazepin merupakan

    prodrug yang didalam tubuh akan segera dirubah menjadi bentuk aktifnya, yaitu suatu

    turunan 10-monohidroksi dan dieliminasi melalui ekskresi ginjal. Okskarbazepin digunakan

    untuk pengobatan kejang parsial. Mekanisme aksi okskarbazepin mirip dengan mekanisme

    kerja karbamazepin. Dosis penggunaan okskarbazepin pada anak usia 4-16 tahun 8-10mg/kg

    2 kali sehari sedangkan pada dewasa, 300 mg 2 kali sehari. Efek samping penggunaan

    okskarbazepin adalah pusing, mual, muntah, sakit kepala, diare, konstipasi, dispepsia, ketidak

    seimbangan tubuh, dan kecemasan. Okskarbazepin memiliki efek samping lebih ringan

    dibanding dengan fenitoin, asam valproat, dan karbamazepin. Okskarbazepin dapat

    menginduksi enzim CYP450.

    (5) Suksimid

    Etosuksimid

    Etosuksimid digunakan pada terapi kejang absens. Kanal kalsium merupakan target

    dari beberapa obat antiepilepsi. Etosuksimid menghambat pada kanal Ca2+ tipe T. Talamus

    berperan dalam pembentukan ritme sentakan yang diperantarai oleh ion Ca2+ tipe T pada

    kejang absens, sehingga penghambatan pada kanal tersebut akan mengurangi sentakan pada

    kejang absens. Dosis etosuksimid pada anak usia 3-6 tahun 250 mg/hari untuk dosis awal dan

    20 mg/kg/hari untuk dosis pemeliharaan. Sedangkan dosis pada anak dengan usia lebih dari 6

    tahun dan dewasa 500 mg/hari. Efek samping penggunaan etosuksimid adalah mual dan

    muntah, efek samping penggunaan etosuksimid yang lain adalah ketidakseimbangan tubuh,

    mengantuk, gangguan pencernaan, goyah (tidak dapat berdiri tegak), pusing dan cegukan.

    (6) Asam valproat

    Asam valproat merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang parsial, kejang absens,

    kejang mioklonik, dan kejang tonik-klonik. Asam valproat dapat meningkatkan GABA

    dengan menghambat degradasi nya atau mengaktivasi sintesis GABA. Asam valproat juga

    berpotensi terhadap respon GABA post sinaptik yang langsung menstabilkan membran serta

    mempengaruhi kanal kalium. Dosis penggunaan asam valproat 10-15 mg/kg/hari. Efek

    samping yang sering terjadi adalah gangguan pencernaan (>20%), termasuk mual, muntah,

    anorexia, dan peningkatan berat badan. Efek samping lain yang mungkin ditimbulkan adalah

    pusing, gangguan keseimbangan tubuh, tremor, dan kebotakan. Asam valproat mempunyai

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    36/48

    33

    efek gangguan kognitif yang ringan. Efek samping yang berat dari penggunaan asam valproat

    adalah hepatotoksik. Hyperammonemia (gangguan metabolisme yang ditandai dengan

    peningkatan kadar amonia dalam darah) umumnya terjadi 50%, tetapi tidak sampai

    menyebabkan kerusakan hati.

    Interaksi valproat dengan obat antiepilepsi lain merupakan salah satu masalah terkait

    penggunaannya pada pasien epilepsi. Penggunaan fenitoin dan valproat secara bersamaan

    dapat meningkatkan kadar fenobarbital dan dapat memperparah efek sedasi yang dihasilkan.

    Valproat sendiri juga dapat menghambat metabolisme lamotrigin, fenitoin, dan

    karbamazepin. Obat yang dapat menginduksi enzim dapat meningkatkan metabolisme

    valproat. Hampir 1/3 pasien mengalami efek samping obat walaupun hanya kurang dari 5%

    saja yang menghentikan penggunaan obat terkait efek samping tersebut.

    (7) Benzodiazepin

    Benzodiazepin digunakan dalam terapi kejang. Benzodiazepin merupakan agonis GABA,

    sehingga aktivasi reseptor benzodiazepin akan meningkatkan frekuensi pembukaan reseptor

    GABA. Dosis benzodiazepin untuk anak usia 2-5 tahun 0,5 mg/kg, anak usia 6-11 tahun 0,3

    mg/kg, anak usia 12 tahun atau lebih 0,2 mg/kg, dan dewasa 4-40 mg/hari. Efek samping

    yang mungkin terjadi pada penggunaan benzodiazepin adalah cemas, kehilangan kesadaran,

    pusing, depresi, mengantuk, kemerahan dikulit, konstipasi, dan mual.

    (8) Obat antiepilepsi lain

    (a) Gabapentin

    Gabapentin merupakan obat pilihan kedua untuk penanganan parsial epilepsi

    walaupun kegunaan utamanya adalah untuk pengobatan nyeri neuropati. Uji double-blind

    dengan kontrol plasebo pada penderitaseizure parsialyang sulit diobati menunjukkan bahwa

    penambahan gabapentin pada obat antiseizure lain lebih unggul dari pada plasebo.

    Penurunan nilai median seizure yang diinduksi oleh gabapentin sekitar 27% dibandingkan

    dengan 12% pada plasebo. Penelitian double-blindmonoterapi gabapentin (900 atau 1800

    mg/hari) mengungkapkan bahwa efikasi gabapentin mirip dengan efikasi karbamazepin (600

    mg/hari). Gabapentin dapat meningkatkan pelepasan GABA nonvesikel melalui mekanisme

    yang belum diketahui. Gabapentin mengikat protein pada membran korteks saluran Ca2+ tipe

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    37/48

    34

    L. Namun gabapentin tidak mempengaruhi arus Ca2+ pada saluran Ca2+ tipe T, N, atau L.

    Gabapentin tidak selalu mengurangi perangsangan potensial aksi berulang terus-menerus

    (Dosis gabapentin untuk anak usia 3-4 tahun 40 mg/kg 3 kali sehari, anak usia 5-12 tahun 25-

    35 mg/kg 3 kali sehari, anak usia 12 tahun atau lebih dan dewasa 300 mg 3 kali sehari. Efek

    samping yang sering dilaporkan adalah pusing, kelelahan, mengantuk, dan

    ketidakseimbangan tubuh. Perilaku yang agresif umumnya terjadi pada anak-anak. Beberapa

    pasien yang menggunakan gabapentin mengalami peningkatan berat badan.

    (b) Lamotrigin

    Lamotrigin merupakan obat antiepilepsi generasi baru dengan spektrum luas yang

    memiliki efikasi pada parsial dan epilepsi umum. Lamotrigin tidak menginduksi ataumenghambat metabolisme obat anti epilepsi lain. Mekanisme aksi utama lamotrigin adalah

    blokade kanal Na, menghambat aktivasi arus Ca2+ serta memblok pelepasan eksitasi

    neurotransmiter asam amino seperti glutamat dan aspartat. Dosis lamotrigin 25-50 mg/hari.

    Penggunaan lamotrigin umumnya dapat ditoleransi pada pasien anak, dewasa, maupun pada

    pasien geriatri. Efek samping yang sering dilaporkan adalah gangguan penglihatan

    (penglihatan berganda), sakit kepala, pusing, dan goyah (tidak dapat berdiri tegak).

    Lamotrigin dapat menyebabkan kemerahan kulit terutama pada penggunaan awal terapi 3-4

    minggu. Steven-Johnsonssyndromejuga dilaporkan setelah menggunakan lamotrigin.

    (c) Levetirasetam

    Levetiracetam mudah larut dalam air dan merupakan derifat pyrrolidone ((S)-ethyl-2-

    oxo-pyrrolidine acetamide) . Levetirasetam digunakan dalam terapi kejang parsial, kejang

    absens, kejang mioklonik, kejang tonik-klonik. Mekanisme levetirasetam dalam mengobati

    epilepsi belum diketahui. Namun pada suatu studi penelitian disimpulkan levetirasetam dapatmenghambat kanal Ca2+ tipe N dan mengikat protein sinaptik yang menyebabkan

    penurunan eksitatori (atau meningkatkan inhibitori). Proses pengikatan levetiracetam dengan

    protein sinaptik belum diketahui. Dosis levetirasetam 500-1000 mg 2 kali sehari Efek

    samping yang umum terjadi adalah sedasi, gangguan perilaku, dan efek pada SSP. Gangguan

    perilaku seperti agitasi, dan depresi juga dilaporkan akibat penggunaan levetirasetam.

    (d) Topiramat

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    38/48

    35

    Topiramat digunakan tunggal atau tambahan pada terapi kejang parsial, kejang

    mioklonik, dan kejang tonik-klonik. Topiramat mengobati kejang dengan menghambat kanal

    sodium (Na+), meningkatkan aktivitas GABA, antagonis reseptor glutamat AMPA/kainate,

    dan menghambat karbonat anhidrase yang lemah. Dosis topiramat 25-50 mg 2 kali sehari.

    Efek samping utama yang mungkin terjadi adalah gangguan keseimbangan tubuh, sulit

    berkonsentrasi, sulit mengingat, pusing, kelelahan, paresthesia (rasa tidak enak atau

    abnormal). Topiramat dapat menyebabkan asidosis metabolik sehingga terjadi anorexia dan

    penurunan berat badan.

    (e) Tiagabin

    Tiagabin digunakan untuk terapi kejang parsial pada dewasa dan anak 16 tahun.Tiagabin meningkatkan aktivitas GABA antagonis neuron atau menghambat reuptake

    GABA. Dosis tiagabin 4 mg 1-2 kali. Efek samping yang sering terjadi adalah pusing,

    asthenia (kekurangan atau kehilangan energi), kecemasan, tremor, diare dan depresi.

    Penggunaan tiagabin bersamaan dengan makanan dapat mengurangi efek samping SSP.

    (f) Felbamat

    Felbamat bukan merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang, felbamat hanya

    digunakan bila terapi sebelumnya tidak efektif dan pasien epilepsi berat yang mempunyai

    resiko anemia aplastik. Mekanisme aksi felbamat menghambat kerja NMDA dan

    meningkatkan respon GABA. Dosis felbamat untuk anak usia lebih dari 14 tahun dan dewasa

    1200 mg 3-4 kali sehari. Efek samping yang sering dilaporkan terkait dengan penggunaan

    felbamat adalah anorexia, mual, muntah, gangguan tidur, sakit kepala dan penurunan berat

    badan. Anorexia dan penurunan berat badan umumnya terjadi pada anak-anak dan pasien

    dengan konsumsi kalori yang rendah. Resiko terjadinya anemia aplastik akan meningkat padawanita yang mempunyai riwayat penyakit cytopenia.

    (g) Zonisamid

    Zonisamid merupakan suatu turunan sulfonamid yang digunakan sebagai terapi tambahan

    kejang parsial pada anak lebih dari 16 tahun dan dewasa. Mekanisme aksi zonisamid adalah

    dengan menghambat kanal kalsium (Ca2+) tipe T. Dosis zonisamid 100 mg 2 kali sehari.

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    39/48

    36

    Efek samping yang umum terjadi adalah mengantuk, pusing, anorexia, sakit kepala, mual,

    dan agitasi. Di United Stated 26% pasien mengalami gejala batu ginjal

    Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan

    tanpa kekambuhan. Pada anak-anak dengan epilepsi, pengehntian sebaiknya dilakukan secara

    bertahap setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang. Sedangkan pada orang dewasa

    penghentian membutuhkan waktu lebih lama yakni sekitar 5 tahun. Ada 2 syarat yang penting

    diperhatika ketika hendak menghentikan OAE yakni,

    1. Syarat umum yang meliputi :

    - Penghentian OAE telah diduskusikan terlebih dahulu dengan pasien/keluarga dimana

    penderita sekurang-kurangnya 2 tahun bebas bangkitan. Gambaran EEG normal

    - Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dari dosis semula setiap bulan dalam

    jangka waktu 3-6bulan.

    - Bila penderita menggunakan 1 lebih OAE maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang

    bukan utama.

    2. Kemungkinkan kekambuhan setelah penghentian OAE

    - Usia semakin tua, semakin tinggi kemungkinan kekambuhannya.

    - Epilepsi simtomatik

    - Gambaran EEG abnormal

    - Semakin lamanya bangkitan belum dapat dikendalikan.

    - Penggunaan OAE lebih dari 1

    - Masih mendaptkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi

    - Mendapat terapi 10 tahun atau lebih.

    - Kekambuhan akan semaikn kecil kemungkinanya bila penderita telah bebas bangkitan

    selama 3-5 tahun atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali maka pengobatan

    menggunakan dosis efektif terakhir, kemudian evaluasi.

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    40/48

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    41/48

    38

    III. 2 Terapi Status Epileptikus1,3,18

    Protokol penatalaksanaan status epileptikus berdasarkan konsensus Epilepsy

    Foundation of America (EFA). Lini pertama dalam penanganan status epileptikus

    menggunakan Benzodiazepin. Benzodiazepin yang paling sering digunakan adalah Diazepam

    (Valium), Lorazepam (Ativan), dan Midazolam (Versed). Ketiga obat ini bekerja dengan

    peningkatan inhibisi dari g-aminobutyric acid (GABA) oleh ikatan pada Benzodiazepin-

    GABA dan kompleks Reseptor-Barbiturat.

    Protokol Penatalaksanaan Status Epileptikus(EFA, 1993)

    Pada : 0-20 menit

    1. Bersihkan jalan nafas, jika ada sekresi berlebihan segera bersihkan (bila perlu intubasi)

    a. Periksa tekanan darah

    b. Mulai pemberian Oksigen

    c. Monitoring EKG dan pernafasan

    d. Periksa secara teratur suhu tubuh

    e. Anamnesa dan pemeriksaan neurologis

    2. Kirim sampel serum untuk evaluasi elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kadar glukosa, hitung

    darah lengkap, toksisitas obat-obatan dan kadar antikonvulsan darah; periksa AGDA

    (Analisa Gas Darah Arteri)

    3. Infus NaCl 0,9% dengan tetesan lambat

    4. Berikan 50 mL Glukosa IV jika didapatkan adanya hipoglikemia, dan Tiamin 100 mg IV

    atau IM untuk mengurangi kemungkinan terjadinya wernickes encephalophaty

    5. Berikan Lorazepam (Ativan) 0,1 sampai 0,15 mg per kg (4 sampai 8 mg) intravena dengan

    kecepatan 2 mg per menit atau Diazepam 0,2 mg/kg (5 sampai 10 mg). Jika kejang tetap

    terjadi berikan Fosfenitoin (Cerebyx) 18 mg per kg intravena dengan kecepatan 150 mgper menit, dengan tambahan 7 mg per kg jika kejang berlanjut. Jika kejang berhenti,

    berikan Fosfenitoin secara intravena atau intramuskular dengan 7 mg per kg per 12 jam.

    Dapat diberikan melalui oral atau NGT jika pasien sadar dan dapat menelan.

    6. Lakukan rekaman EEG (bila ada)

    Pada : 20 sampai 30 menit, jka kejang tetap berlangsung

    1. Intubasi, masukkan kateter, periksa temperatur

    2. Berikan Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg per kg intravena dengan kecepatan 100 mg

    per menit

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    42/48

    39

    Pada : 40 sampai 60 menit, jika kejang tetap berlangsung

    Mulai infus Fenobarbital 5 mg per kg intravena (dosis inisial), kemudian bolus intravena hingga

    kejang berhenti, monitoring EEG; lanjutkan infus Pentobarbital 1 mg per kg per jam; kecepatan infus

    lambat setiap 4 sampai 6 jam untuk menetukan apakah kejang telah berhenti. Pertahankan tekanan

    darah stabil.

    -atau-

    Berikan Midazolam (Versed) 0,2 mg per kg, kemudian pada dosis 0,75 sampai 10 mg per kg

    per menit, titrasi dengan bantuan EEG.

    -atau-

    Berikan Propofol (Diprivan) 1 sampai 2 mg per kg per jam. Berikan dosis pemeliharaan

    berdasarkan gambaran EEG.

    Status epileptikus merupakan kegawat daruratan yang memerlukan penanganan

    segera dan agresif untuk mencegah kerusakan neurologik dan komplikasi sistemik. Semakin

    lama mulai diberikan terapi, semakin besar kerusakan neurologik yang terjadi. Di sisi lain,

    semakin panjang suatu episode status berlangsung, maka semakin refrakter terhadap

    pengobatan dan semakin besar kemungkinan terjadinya epilepsi kronik. Penanganan status

    epileptikus mencakup terminasi bangkitan sesegera mungkin, perlindungan jalan napas,

    pencegahan aspirasi, penanganan faktor presipitasi yang potensial, penanganan komplikasi,

    pencegahan serangan ulang, dan penanganan penyakit yang mendasari. Penanganan dibagi

    dalam 2 tahap-yaitu penanganan di luar dan di dalam rumah sakit. Sebagai terapi lini pertama

    di luar rumah sakit adalah benzodiazepine. Penanganan dalam rumah sakit / gawat darurat

    adalah bantuan hidup dasar (basic life support) (0-10 menit) dan terapi farmakologik (10-60

    menit). Obat-obat yang digunakan antara lain diasepam, lorazepam, midazolam, propofol,

    phenobarbital, phenytoin, fosphenytoin, valproate IV dan lain-lain.

    Sebagai terapi awal pada Status Epileptikusdigunakan obat lini pertama yaitu dari golongan

    benzodiazepine ( diazepam0.10.4 mg/kg, lorazepam 0.050.1 mg/kg atau midazolam 0.05

    0.2 mg/kg). Sedangkan obat lini kedua yaitu phenytoin (PHT) 0.050.2 mg/kg, fosphenytoin

    (fPHT) 1520 mg/kg PE, valproate (VPA) 1520 mg/kg, levetiracetam 10001500 mg tiap

    12 jam..

    Protokol Penanganan SE konvulsif

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    43/48

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    44/48

    41

    intrakranial, memulai pemberian OAE dosis rumatan.

    Jika status epileptikus tidak terkendali, dokter harus membuat beberapa keputusan

    penting karena mungkin masa transisi telah lewat. Pilihan untuk penatalaksaan lebih lanjut

    adalah paraldehid, tetesan infus diazepam, lidokin, koma penobarbital, atau anastesia umum.

    Pada stadium ini penderita biasanya tersedasi dan dapat menunjukkan tanda depresi

    pernapasan, memerlukan intubasi efektif, dan bantuan ventilasi. Jika status epileptikus

    menetap pasca diazepam, atau lorazepam, fenitoin, fenobarbitan, dan paraldehid, harus

    dipertimbangkan secara serius terhdap induksi pentobarbital koma. Pada lingkungan

    perawatan intensif, penderita ditempatkan pada ventilator dan monitor, EEG terus menerus.

    Dosis pembebanan pentobarbital inisial adalah 1-5mg/kg yang diikuti dengan 2-3 mg/kg/jam

    untuk mempertahankan kadar pentobarbital serum antara 25 dan 40 g/ml. Ledakan supresi

    pola EEG dipertahankan selama minimum 48 jam, diikuti dengan penghentian pentobarbital

    sampai kadar serum turun pada kisaran terapeutis. Pentobarbital koma memerlukan

    pemantauan yang cermat leh dokter yang berpengalaman karena hipotensi memerukan agen

    presor dan kelainan elektrolit mungkin terjadi. Penggunaan terapi antikonvulsan pasca status

    epileptikus adalah kontrovensial. Namun, adalah tidak mungkin bahwa pengobatan

    antikonvulsan yang lama diperlukan pada pasca awal serangan status epileptikus idiopatik,

    terutama bila kejang demam merupakan penyebabnya. Terapi pengobatan dan atikonvulsan

    dipertahankan selama 3 bulan pada kasus ini dan dihentikan jika anak tetap tidak bergejala. 1

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    45/48

    42

    Manajemen status Epileptikus 19

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    46/48

    43

    Penanganan Kinis Status Epileptikus 20

  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    47/48

    44

    BAB IV

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Behrman RE, Kliegman RM, Arvio, Nelson Ilmu Kesehatan anak, volume 3, edisi 15. Jakarta:EGC 2005, hal 2054- 2072.

    2. Kania N. Kejang Pada Anak. 2010. Avaiable at http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/02/kejang_pada_anak.pdf diakses 10 Oktober 2013

    3. Ramachandrannair, rajesh. Pediatric Status Epilepticus. 2013. Avaiable at :http://emedicine.medscape.com/article/908394-overviewdiakses 10 Oktober 2013

    4. Anderson P. Convulsive Status Epilepticus Has Prolonged Cognitive Effect. Medscape MedicalNews. April 10, 2013. Available athttp://www.medscape.com/viewarticle/782293.. diakses 10

    Oktober 2013diakses 10 Oktober 2013

    5. Mizdazolam non IV pada status epilepticus. Berita terkini dalam CDK-197/ vol. 39 no. 9, th.2012. Avaiable at : http://www.kalbemed.com/Portals/6/26_197Berita%20Terkini-Midazolam%20Non-IV%20untuk%20Status%20Epileptikus.pdf diakses 10 Oktober 2013

    6. Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi Konsep klinis proses-proses penyakit, Volume 2Edisi 6. Jakarta : ECG. 2006. Hal 1157-66

    7. Avid. Kejang demam. 2011. Available athttp://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-avidbintar-6716-1-babi.pdf diakses

    10 Oktober 2013

    8. David Y ko. Epilepsi and seizures. 2013. Available at .http://emedicine.medscape.com/refarticle-srch/1184846-overviewdiakses 10 Oktober 2013

    9. Dinda. 2009. Epilepsi. Avaiable at : http://medicafarma.blogspot.com/2009/02/epilepsi.htmldiakses 10 Oktober 2013

    10.Pengekuten T. Marudur, Elisabeth S. Herini, Cahya Dewi Satria. Predictive factors for recurrentfebrile seizures in children. 2012. Journal Pediatrica Indonesiana. Volume 52, Number 6.

    11.Budi tri. Dalam Tesis : Risk Factors of Epilepsy on Children Below 6 Years Age. 2007.http://eprints.undip.ac.id/18016/1/Tri_Budi_Raharjo.pdf diakses 10 Oktober 2013

    12.Baumann JR. 2013. Pediatric Febrile Seizure.2012. Avaiable at :http://emedicine.medscape.com/article/1176205-overview diakses 10 Oktober 2013

    13.Deliana M . Tata Laksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September2002: 59 62. Avaiable at : http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/4-2-4.pdf diakses 10 Oktober

    2013diakses 10 Oktober 2013

    14.Suwarba, IGNM, Manajemen terkini kejang dan status epileptikus pada anak. 2012. Avaiable at: http://ngurahsuwarba.wordpress.com/2012/11/13/diakses 10 Oktober 2013

    15.Dimyati Y, Algoritma dan tatalaksana kejang akut dan status Epileptikus pada Anak. 2006.Avaiable at : http://ocw.usu.ac.id/course/download/1125-PEDIATRIC-

    NEURO/mk_pen_slide_algoritme_tatalaksana_kejang_akut_dan_status_epileptikus_pada_ana

    k.pdf diakses 10 Oktober 2013

    16.Alfatah. Kejang pada anak. 2007. Avaiable at :http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-inaalfatah-7080-3-babii.pdf diakses

    10 Oktober 2013

    http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/02/kejang_pada_anak.pdf%20%20diakses%2010%20Oktober%202013http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/02/kejang_pada_anak.pdf%20%20diakses%2010%20Oktober%202013http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/02/kejang_pada_anak.pdf%20%20diakses%2010%20Oktober%202013http://emedicine.medscape.com/article/908394-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/908394-overviewhttp://www.medscape.com/viewarticle/782293..%20diakses%2010%20Oktober%202013http://www.medscape.com/viewarticle/782293..%20diakses%2010%20Oktober%202013http://www.medscape.com/viewarticle/782293..%20diakses%2010%20Oktober%202013http://www.medscape.com/viewarticle/782293..%20diakses%2010%20Oktober%202013http://www.kalbemed.com/Portals/6/26_197Berita%20Terkini-Midazolam%20Non-IV%20untuk%20Status%20Epileptikus.pdfhttp://www.kalbemed.com/Portals/6/26_197Berita%20Terkini-Midazolam%20Non-IV%20untuk%20Status%20Epileptikus.pdfhttp://www.kalbemed.com/Portals/6/26_197Berita%20Terkini-Midazolam%20Non-IV%20untuk%20Status%20Epileptikus.pdfhttp://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-avidbintar-6716-1-babi.pdf%20diakses%2010%20Oktober%202013http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-avidbintar-6716-1-babi.pdf%20diakses%2010%20Oktober%202013http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-avidbintar-6716-1-babi.pdf%20diakses%2010%20Oktober%202013http://emedicine.medscape.com/refarticle-srch/1184846-overview%20diakses%2010%20Oktober%202013http://emedicine.medscape.com/refarticle-srch/1184846-overview%20diakses%2010%20Oktober%202013http://medicafarma.blogspot.com/2009/02/epilepsi.html%20diakses%2010%20Oktober%202013http://medicafarma.blogspot.com/2009/02/epilepsi.html%20diakses%2010%20Oktober%202013http://medicafarma.blogspot.com/2009/02/epilepsi.html%20diakses%2010%20Oktober%202013http://medicafarma.blogspot.com/2009/02/epilepsi.html%20diakses%2010%20Oktober%202013http://eprints.undip.ac.id/18016/1/Tri_Budi_Raharjo.pdf%20diakses%2010%20Oktober%202013http://eprints.undip.ac.id/18016/1/Tri_Budi_Raharjo.pdf%20diakses%2010%20Oktober%202013http://emedicine.medscape.com/article/1176205-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/1176205-overviewhttp://saripediatri.idai.or.id/pdfile/4-2-4.pdf%20diakses%2010%20Oktober%202013http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/4-2-4.pdf%20diakses%2010%20Oktober%202013http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/4-2-4.pdf%20diakses%2010%20Oktober%202013http://ngurahsuwarba.wordpress.com/2012/11/13/http://ngurahsuwarba.wordpress.com/2012/11/13/http://ocw.usu.ac.id/course/download/1125-PEDIATRIC-NEURO/mk_pen_slide_algoritme_tatalaksana_kejang_akut_dan_status_epileptikus_pada_anak.pdf%20diakses%2010%20Oktober%202013http://ocw.usu.ac.id/course/download/1125-PEDIATRIC-NEURO/mk_pen_slide_algoritme_tatalaksana_kejang_akut_dan_status_epileptikus_pada_anak.pdf%20diakses%2010%20Oktober%202013http://ocw.usu.ac.id/course/download/1125-PEDIATRIC-NEURO/mk_pen_slide_algoritme_tatalaksana_kejang_akut_dan_status_epileptikus_pada_anak.pdf%20diakses%2010%20Oktober%202013http://ocw.usu.ac.id/course/download/1125-PEDIATRIC-NEURO/mk_pen_slide_algoritme_tatalaksana_kejang_akut_dan_status_epileptikus_pada_anak.pdf%20diakses%2010%20Oktober%202013http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-inaalfatah-7080-3-babii.pdfhttp://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-inaalfatah-7080-3-babii.pdfhttp://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-inaalfatah-7080-3-babii.pdfhttp://ocw.usu.ac.id/course/download/1125-PEDIATRIC-NEURO/mk_pen_slide_algoritme_tatalaksana_kejang_akut_dan_status_epileptikus_pada_anak.pdf%20diakses%2010%20Oktober%202013http://ocw.usu.ac.id/course/download/1125-PEDIATRIC-NEURO/mk_pen_slide_algoritme_tatalaksana_kejang_akut_dan_status_epileptikus_pada_anak.pdf%20diakses%2010%20Oktober%202013http://ocw.usu.ac.id/course/download/1125-PEDIATRIC-NEURO/mk_pen_slide_algoritme_tatalaksana_kejang_akut_dan_status_epileptikus_pada_anak.pdf%20diakses%2010%20Oktober%202013http://ngurahsuwarba.wordpress.com/2012/11/13/http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/4-2-4.pdf%20diakses%2010%20Oktober%202013http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/4-2-4.pdf%20diakses%2010%20Oktober%202013http://emedicine.medscape.com/article/1176205-overviewhttp://eprints.undip.ac.id/18016/1/Tri_Budi_Raharjo.pdf%20diakses%2010%20Oktober%202013http://medicafarma.blogspot.com/2009/02/epilepsi.html%20diakses%2010%20Oktober%202013http://medicafarma.blogspot.com/2009/02/epilepsi.html%20diakses%2010%20Oktober%202013http://emedicine.medscape.com/refarticle-srch/1184846-overview%20diakses%2010%20Oktober%202013http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-avidbintar-6716-1-babi.pdf%20diakses%2010%20Oktober%202013http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-avidbintar-6716-1-babi.pdf%20diakses%2010%20Oktober%202013http://www.kalbemed.com/Portals/6/26_197Berita%20Terkini-Midazolam%20Non-IV%20untuk%20Status%20Epileptikus.pdfhttp://www.kalbemed.com/Portals/6/26_197Berita%20Terkini-Midazolam%20Non-IV%20untuk%20Status%20Epileptikus.pdfhttp://www.medscape.com/viewarticle/782293..%20diakses%2010%20Oktober%202013http://www.medscape.com/viewarticle/782293..%20diakses%2010%20Oktober%202013http://emedicine.medscape.com/article/908394-overviewhttp://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/02/kejang_pada_anak.pdf%20%20diakses%2010%20Oktober%202013http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/02/kejang_pada_anak.pdf%20%20diakses%2010%20Oktober%202013
  • 8/13/2019 referat tatalaksana kejang pada anak (Marissa Anggraeni).docx

    48/48