Referat BAB I

26
BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan Otosklerosis adalah penyakit pada kapsul tulang labirin yang mengalami spongiosis di daerah kaki stapes, sehingga stapes menjadi kaku dan tidak dapat menghantarkan getaran suara ke labirin yang baik. 1 Otosklerosis merupakan gangguan autosomal dominan yang terjadi pada pria maupun wanita, dan mulai menyebabkan tuli konduktif progresif pada awal masa dewasa. 2 Pada tahun 1881 Von Troltsch menemukan ketidaknormalan dimukosa telinga tengah pada penyakit ini dan beliau yang pertama kali memberi istilah penyakit ini dengan otosklerosis. Politzer pada tahun 1893, menjelaskan dengan benar mengenai otosklerosis sebagai penyakit primer dari kapsul otik bukan hanya sebagai peristiwa inflamasi penyakit telinga saja. 4 Insiden penyakit ini paling tinggi pada bangsa kulit putih (8 – 10 %). 1 % pada bangsa Jepang, dan 1 % pada bangsa kulit hitam. Angka insiden di Indonesia belum pernah dilaporkan, tetapi telah dibuktikan penyakit ini

Transcript of Referat BAB I

Page 1: Referat BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Otosklerosis adalah penyakit pada kapsul tulang labirin yang mengalami

spongiosis di daerah kaki stapes, sehingga stapes menjadi kaku dan tidak dapat

menghantarkan getaran suara ke labirin yang baik.1

Otosklerosis merupakan gangguan autosomal dominan yang terjadi pada pria

maupun wanita, dan mulai menyebabkan tuli konduktif progresif pada awal masa

dewasa.2

Pada tahun 1881 Von Troltsch menemukan ketidaknormalan dimukosa telinga

tengah pada penyakit ini dan beliau yang pertama kali memberi istilah penyakit ini

dengan otosklerosis. Politzer pada tahun 1893, menjelaskan dengan benar mengenai

otosklerosis sebagai penyakit primer dari kapsul otik bukan hanya sebagai peristiwa

inflamasi penyakit telinga saja.4

Insiden penyakit ini paling tinggi pada bangsa kulit putih (8 – 10 %). 1 %

pada bangsa Jepang, dan 1 % pada bangsa kulit hitam. Angka insiden di Indonesia

belum pernah dilaporkan, tetapi telah dibuktikan penyakit ini ada pada seluruh suku

bangsa di Indonesia, termasuk warga keturunan Cina, India dan Arab.1

Etologi dari penyakit ini masih belum diketahui, tetapi penelitian

epidemiologis meninjukkan pengaruh keturunan pada penyebaran penyakit ini.

Penyakit ini pada bangsa kulit putih mempunyai faktor herediter tetapi dari pasien –

pasien yang ada di Indonesia belum pernah ditemukan.1,3

Penelitian mutakhir menemukan 3 locus autosomal dominan untuk sclerosis :

OTSC1 pada kromosom 15q25-26, OTSC2 pada kromosom 7q34-36, dan OTSC3

pada kromosom 6p21-22.3

Manifestasi klinis baru timbul bila penyakit sudah cukup luas mengenai

ligament annulus kaki stapes. Pada awal perjalanan penyakit akan timbul tuli

Page 2: Referat BAB I

konduktif dan dapat menjadi tuli campuran atau tuli saraf bila penyakit telah

menyebar ke koklea.1

B. Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang penyakit

Otosclerosis sebagai salah satu kasus yang dijumpai pada pelayanan kesehatan,

sehingga mampu memberikan penatalaksanaan yang sesuai kepada pasien.

Page 3: Referat BAB I

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Telinga

Anatomi telinga dibagi atas telinga luar,telinga tengah,telinga dalam: 4,5,6

1. Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai

membran timpani. Telinga luar merupakan gabungan dari tulang rawan yang

diliputi kulit. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang

telinga (meatus akustikus eksternus) berbentuk huruf S, dengan rangka tulang

rawan pada sepertiga bagian luar, di sepertiga bagian luar kulit liang telinga

terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasikelenjar keringat = Kelenjar

serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang

telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar

serumen, dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya

kira-kira 2,5 - 3 cm. Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah rambut,

kelenjar sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang telah mengalami

modifikasi menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler yang

berkelok-kelok yang menghasilkan zat lemak setengah padat berwarna

kecoklat-coklatan yang dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen

berfungsi menangkap debu dan mencegah infeksi.1,2,5

Page 4: Referat BAB I

Gambar : Telinga luar, telinga tengah, telinga dalam. Potongan Frontal Telinga

2. Telinga Tengah

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :

- Batas luar : Membran timpani

- Batas depan : Tuba eustachius

Page 5: Referat BAB I

- Batas Bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)

- Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.

- Batas atas : Tegmen timpani (meningen / otak )

- Batas dalam : Kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis

fasialis,tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window)

dan promontorium.

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah

liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas

disebut Pars flaksida (Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars

Tensa (membrane propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar

ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel

kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai

satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan

sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada

bagian dalam.

Dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang

tersusun dari luar kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang

pendengaran didalam telinga tengah saling berhubungan . Prosesus longus

maleus melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada inkus dan

inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang

berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran

merupakan persendian.

Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada

lamina propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan.

Dalam telinga tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan

stapes yang mempunyai fungsi konduksi suara. maleus, inkus, dan stapes

diliputi oleh epitel selapis gepeng. Pada pars flaksida terdapat daerah yang

disebut atik. Ditempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang

menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustachius

Page 6: Referat BAB I

termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring

dengan telinga tengah.

Gambar : Membran Timpani

Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui tuba

eustachius, yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara

kedua sisi membrane tympani. Tuba eustachius akan membuka ketika mulut

menganga atau ketika menelan makanan. Ketika terjadi suara yang sangat

keras, membuka mulut merupakan usaha yang baik untuk mencegah pecahnya

membran tympani. Karena ketika mulut terbuka, tuba auditiva membuka dan

udara akan masuk melalui tuba auditiva ke telinga tengah, sehingga

menghasilkan tekanan yang sama antara permukaan dalam dan permukaan

luar membran tympani.

3. Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua

setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis

semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut holikotrema,

Page 7: Referat BAB I

menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Kanalis semi

sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran

yang tidak lengkap.

Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala

timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala

vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi

endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membrane vestibuli

(Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah membrane

basalis. Pada membran ini terletak organ corti.

Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut

membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri

dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk

organ corti.

4. Fisiologi pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh

daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau

tulang kekoklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan

ketelinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan

mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian

perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang

telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap

lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan

melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan

menimbulkan gerak relative antara membran basilaris dan membran tektoria.

Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya

defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi

penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan

proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke

Page 8: Referat BAB I

dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius,

lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area

39-40) di lobus temporalis.

Gambar : Fisiologi Pendengaran

B. Definisi

Otosklerosis adalah penyakit pada kapsul tulang labirin yang

mengalami spongiosis di daerah kaki stapes, sehingga stapes menjadi kaku

dan tidak dapat menghantarkan getaran suara ke labirin yang baik.1

C. Etiologi

Penyebab otosklerosis belum diketahui pasti tetapi ada kemungkinan

beberapa fakta di bawah ini:

1. Berdasarkan anatomi. Tulang labirin terbuat dari enchondral dimana

terjadi sedikit perubahan selama kehidupan, tapi terkadang pada tulang

keras ini terdapat area kartilago yang oleh karena faktor non spesifik

tertentu diaktifkan untuk membentuk tulang spongios baru. Salah satu area

tersebut adalah fissula ante fenestram yang berada di depan oval window

yang merupakan predileksi untuk otospongiosis tipe stapedium.

Page 9: Referat BAB I

2. Herediter. Terdapat faktor keturunan pada 50 – 60 % pasien.5 Penelitian

pada satu buah keluarga besar menunjukkan penyakit otosclerosis terdapat

pada keempat generasi berturut – turut keluarga tersebut.3

3. Ras. Kulit putih lebih banyak dari pada kulit hitam.3

4. Genetik. Penelitian menunjukkan penyakit otosclerosis ditemukan factor

genetic yaitu gen OTSC1 pada kromosom 15q25-26, OTSC2 pada

kromosom 7q34-36, OTSC3 pada kromosom 6p21-22, dan OTSC5 pada

kromosom 3q22-24.3

5. Paget’s Disease. Secara histologi sama dengan otosklerosis namun untuk

membedakannya penyakit paget ini bermula dari lapisan periosteal dan

melibatkan tulang endokondral. Keterlibatan tulang temporal dapat

mengakibatkan tuli sensorineural, namun keterlibatan stapes jarang

dijumpai.

6. Gangguan metabolisme tulang dan hormon. Kehamilan memperburuk

progresifitas penyakit pada setengah pasien perempuan.5

D. Patologi

Secara histologi proses otosklerosis terdiri dari dua fase. Fase awal

ditandai oleh resorbsi tulang dan peningkatan vaskularisasi. Bila kandungan

dari maturasi kolagen berkurang, tulang menjadi kelihatan spongios

(otospongiosis). Pada fase lanjut, tulang yang telah diresorbsi digantikan oleh

tulang sklerotik yang tebal, sehingga dinamakan otosklerosis. Pada

pemeriksaan dengan pewarnaan hematoksilin eosin didapatkan warna

kebiruan yang disebut dengan mantel biru Manasse.6

E. Klasifikasi

Dhingra mengklasifikasikan tipe otosklerosis sebagai berikut:

1. Otosklerosis stapedial

Page 10: Referat BAB I

Otosklerosis stapedial disebabkan karena fiksasi stapes dan tuli konduktif

umumnya banyak dijumpai. Lesi ini dimulai dari depan oval window dan

area ini disebut ‘fissula ante fenestram’. Lokasi ini menjadi predileksi

(fokus anterior). Lesi ini bisa juga dimulai dari belakang oval window

(fokus posterior), disekitar garis tepi footplate stapes (circumferential),

bukan di footplate tetapi di ligamentum annular yang bebas (tipe biskuit).

Kadang-kadang bisa menghilangkan relung oval window secara lengkap

(tipe obliteratif).

2. Otosklerosis koklear

Otosklerosis koklear melibatkan region sekitar oval window atau area lain

di dalam kapsul otik dan bisa menyebabkan tuli sensorineural,

kemungkinan disebabkan material toksik di dalam cairan telinga dalam.

3. Otosklerosis histologi

Tipe otosklerosis ini merupakan gejala sisa dan tidak dapat menyebabkan

tuli konduktif dan tuli sensorineural.

Lokasi predileksi untuk keterlibatan otosklerotik adalah:

1. Anterior oval window (80-90%)

2. Tepi dari round window (30-50%)

F. Gejala Klinik

Penyakit otosklerosis mempunyai gejala klinis sebagai berikut:

1. Penurunan pendengaran

Gejala ini timbul dan biasanya dimulai pada usia 20-an, tidak terasa sakit

dan progresif dengan onset yang lambat. Biasanya terjadi pada satu telinga

yang lambat laun menjalar ke telinga yang lain. Tuli konduksi terjadi pada

80 % pasien. Tuli sensorineural dan campuran terdapat apda 15 % pasien.

Dan tuli sensorineural murni terdapat pada 5 % pasien.5

2. Paracusis willisii.

Page 11: Referat BAB I

Seorang pasien otosklerotik mendengar lebih baik di keramaian dari pada

di lingkungan yang sepi. Hal ini disebabkan oleh karena orang normal

akan meningkatkan suara di lingkungan yang ramai.

3. Tidak pernah menyebabkan otalgia, othorrea, pusing berputar atau

gangguan keseimbangan.5

G. Diagnosis

Diagnosis otosklerosis berdasarkan pada riwayat penyakit,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan audiometri. Diagnosis pasti dengan

eksplorasi telinga tengah. Pendengaran terasa berkurang secara progresif dan

lebih sering terjadi bilateral. Otosklerosis khas terjadi pada usia dewasa muda.

Setelah onset, gangguan pendengaran akan berkembang dengan lambat.

Penderita perempuan lebih banyak dari laki-laki, umur penderita antara 11-45

tahun, tidak terdapat riwayat penyakit telinga dan riwayat trauma kepala atau

telinga sebelumnya. 5

Pada pemeriksaan ditemukan membran timpani utuh, kadang-kadang

tampak promontorium agak merah jambu, terutama bila membran timpaninya

transparan. Gambaran tersebut dinamakan tanda Schwartze yang menandakan

adanya fokus otosklerosis yang sangat vaskuler. 5

Pada pemeriksaan dengan garpu tala menunjukkan uji Rinne negatif.

Uji Weber sangat membantu dan akan positif pada telinga dengan otosklerosis

unilateral atau pada telinga dengan ketulian konduktif yang lebih berat.

Gelle’s Test negatif.5

Pemeriksaan audiometri menunjukkan tipikal tuli konduktif ringan

sampai sedang yang menunjukkan adanya penurunan hantaran udara pada

frekuensi rendah. Hantaran tulang normal. Air-bone gap lebih lebar pada

frekuensi rendah. Dalam beberapa kasus tampak adanya cekungan pada kurva

hantaran tulang. hal ini berlainan pada frekuensi yang berbeda namun

maksimal pada 2000 Hz yang disebut dengan Carhart’s notch (5 dB pada 500

Page 12: Referat BAB I

Hz, 10 dB pada 1000 Hz, 15 dB pada 2000 Hz dan 5dB pad 4000 Hz) Pada

otosklerosis dapat dijumpai gambaran Carhart’s notch. 5

Secara klinis, pemeriksaan High-resolution computed tomography

(CT) dan magnetic resonance imaging (MRI) menunjukkan 74% ketepatan

diagnosis otosclerosis dengan ketebalan kurang dari 1 mm masih mmampu

menunjukkan gambaran visual dan terdapat gambaran spongiosis.

Rekontruksi multiplanar meningkatkan deteksi otosklerosis sepesar 11% (dari

74% menjadi 85%). Penelitian terkini menunjukkan besar otosklerosis dengan

tuli konduksi, tapi tidak ada korelasi antara otosklerosis koklea dengan tuli

sensorineural.7

H. Diagnosis Banding

1. Anomali telinga tengah congenital.

2. Post trauma dislokasi atau fraktur tulang ossikula.

3. Proses adhesi timpanosklerosis.5

H. Penatalaksanaan

1. Medikamentosa

Page 13: Referat BAB I

Shambaugh dan Scott memperkenalkan penggunaan sodium fluoride

sebagai pengobatan dengan dosis 30-60 mg/hari salama 2 tahun,

berdasarkan keberhasilan dalam terapi osteoporosis. Sodium fluoride ini

akan meningkatkan aktivitas osteoblast dan meningkatkan volume tulang.

Efeknya mungkin berbeda, pada dosis rendah merangsang dan pada dosis

tinggi menekan osteoblast. Biphosphonat yang bekerja menginhibisi

aktivitas osteoklastik dan antagonis sitokin yang dapat menghambat

resorbsi tulang mungkin bisa memberi harapan di masa depan. Saat ini,

tidak ada rekomendasi yang jelas terhadap pengobatan penyakit ini.6

Indikasi pemberian sodium fluoride

- Pasien otosklerosis yang tidak dapat dilakukan tindakan bedah

memperlihatkan tuli saraf progresif yang tidak sebanding dengan

usianya.

- Pasien dengan tuli saraf di mana menunjukkan otosklerosis koklea.

- Pasien yang secara politomografi memperlihatkan perubahan

spongiotik pada kapsul koklea.

- Pasien dengan tanda Schwartze positif.

Kontraindikasi pemberian sodium fluoride.

- Pasien dengan nefritis kronis yang disertai retensi nitrogen

- Pasien dengan rheumatoid arthritis kronis

- Pada anak-anak yang pertumbuhan tulangnya belum sempurna

- Pasien yang alergi dengan fluoride

- Pasien dengan fluorosis tulang

Efek samping sodium floride.

Gangguan gastrointestinal adalah efek samping yang paling sering

ditemukan namun bisa dicegah dengan mengkonsumsinya setelah makan.

Peningkatan pada gejala-gejala pada persendian dapat timbul pada

penderita.

Page 14: Referat BAB I

2. Operasi

Penatalaksanaan operasi dengan stapedektomi dan stapedotomi telah

digunakan secara luas sebagai prosedur pembedahan yang dapat

meningkatkan pendengaran pada penderita dengan gangguan pendengaran

akibat otosklerosis.

a. Stapedektomi

Stapedektomi merupakan operasi dengan membuang seluruh

footplate. Operasi stapedektomi pada otosklerosis disisipkan protesis

di antara inkus dan oval window. Protesis ini dapat berupa sebuah

piston teflon, piston stainless steel, piston platinum teflon atau

titanium teflon. Piston teflon, merupakan protesis yang paling sering

digunakan saat ini. 80% pasien mengalami kemajuan pendengaran

setelah dilakukan operasi dengan stapedektomi.5,6

b. Stapedotomi

Pada teknik stapedotomi, dibuat lubang di footplate, dilakukan

hanya untuk tempat protesis. Sebuah lubang setahap demi setahap

dibesarkan dengan hand-held drill sampai diameter 0,6 mm. Stapes

digantikan dengan protesis yang dipilih kemudian ditempatkan pada

lubang dan dilekatkan ke inkus.5

Page 15: Referat BAB I

Langkah-langkah stapedektomi yaitu:

a. Insisi meatal dan elevasi dari flap timpanomeatal

b. Area stapes dibuka, hal ini mungkin memerlukan pengangkatan

dari tulang bagian posterosuperior yang mengantung di liang

telinga

c. Pengangkatan bagian atas stapes

d. Dilakukan pembuatan lubang pada footplate dari stapes

(stapedotomi) atau pengangkatan sebagian dari footplate

( stapedektomi)

e. Protesis dipasang

f. Mereposisi flap timpanomeatal.

Komplikasi stapedektomi

a. Perforasi membran timpani

b. Paralisis nervus fasialis

c. Hematotimpanum

d. Fistula perilimf

e. Tuli sensorineural

f. Labirinitis

g. Otitis media akut

c. Alat Bantu Dengar

Alat bantu dengar dapat digunakan apabila pasien menolak

untuk dilakukan operasi atau keadaan umum yang tidak memungkinan

Page 16: Referat BAB I

untuk dilakukan tindakan operasi. Hal ini merupakan penatalaksanaan

alternatif yang efektif.

I. Prognosis

Tingkat keberhasilan pasien yang menjalani operasi stapedektomi

adalah 80% dan hanya 2 % dari pasien yang menjalani operasi stapedektomi

mengalami penurunan fungsi pendengaran tipe sensorineural hearing loss.

Satu dari 200 pasien kemungkinan dapat mengalami tuli total.5,6

BAB III

Page 17: Referat BAB I

KESIMPULAN

1. Otosklerosis merupakan kelainan genetik pada kapsul tulang labirin yang

disebabkan oleh perubahan metabolisme tulang yang menyebabkan penebalan

tulang pada fisula ante fenestrum sehingga terjadi fiksasi pada footplate

stapes.

2. Gejala klinis dari penyakit otosklerosis adalah penurunan pendengaran secara

progresif, biasanya tipe konduktif dan bilateral, paracusis willisii, tinnitus.

3. Diagnosis otosklerosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, audiometri

dan radiologi. Diagnosis pasti dengan eksplorasi telinga tengah.

4. Penatalaksanaan otosklerosis secara medikamentosa dengan sodium floride

dosis 30-60 mg/hari salama 2 tahun, operasi dengan stapedektomi maupun

stapedotomi dan alat bantu dengar.

DAFTAR PUSTAKA

Page 18: Referat BAB I

1. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD, dalam Soepardi EA, Iskandar N, Bashirudin

J, Restuti RD. 2010. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

Kepala dan Leher, edisi keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

2. Paparella MM, Adams GL, Lebine SC, dalam Adams GL, Boies LR, Higler

PA. 1997. Boeis : Buku Ajar Penyakit THT, edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC

3. Van Den Bogaert K, De Leenheer EMR, Chen W, Lee Y, Numberg P,

Pennings RJE, et al. A Fifth Locus for Otosclerosis, OTSC5, Maps to

Chromosome 3q22-24. J Med Genet 2004;41:450-453.

4. Roland PS & Samy RN. Otosclerosis. In : Bailey BJ. Head and Neck Surgery

Otolaryngology. Volume two. Philadelphia: J.B Lipincott Company; 2006.p.

2126-37.

5. Becker W, Nauman HH, Platz CR. 1994. Ear, Nose, and Tharoad Diseases :

A Pocket Referance. Stuttgart : Thieme Medical Publisher

6. Dhingra PL. Otosclerosis. In: Diseases of Ear,Nose and Throat. 5th Ed. New

Delhi: Elsevier; 2010.

7. Naumann IC, Porcellini B, Fisch U. Otosclerosis: Incidence of Positive

Findings on High Resolution Computed Tomography and Their to

Audiological Test Data.