Referat Bab 1 Quw

28
REFERAT TRAUMATIK EPIDURAL HEMATOMA Disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Madya SMF Bedah RSD dr. Soebandi Jember Oleh : PUSPA NINGRUM NIM 072011101026 Pembimbing : dr. H. Moch. Dwikoryanto, Sp.BS SMF BEDAH RSD DR. SOEBANDI

description

edh

Transcript of Referat Bab 1 Quw

REFERAT

TRAUMATIK EPIDURAL HEMATOMA

Disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik MadyaSMF Bedah RSD dr. Soebandi Jember

Oleh :PUSPA NINGRUMNIM 072011101026

Pembimbing :dr. H. Moch. Dwikoryanto, Sp.BS

SMF BEDAH RSD DR. SOEBANDIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2011

BAB 1. PENDAHULUAN

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama di kalangan usia produktif khususnya negara berkembang. Hal ini dikarenakan mobilitas yang tinggi dikalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan dijalan masih rendah. Terdapat berbagai klasifikasi dari cedera kepala. Berdasarkan patologinya, cedera kepala dibagi menjadi komosio, kontusio dan laserasi serebri. Berdasarkan lesi, cedera kepala dikelompokan menjadi lesi jaringan otak, kerusakan vaskular otak dan lesi difus. Sedangkan berdasarkan derajat kesadaran dapat dibagi menjadi cedera kepala ringan, sedang dan berat. Klasifikasi yang terakhir ini lebih banyak dipakai diklinik karena standarisasi dan penilaian prognosis pasien dan juga untuk penatalaksanaan. Pada trauma kepala sering ditemukan suatu kerusakan primer berupa perdarahan intrakranial. Perdarahan intra kranial akibat trauma diklasifikasikan menjadi perdarahan epidural dan intradural.Epidural hematoma yaitu akumulasi darah pada ruang potensial antara dura dan tulang dapat intrakranial. Epidural hematoma terjadi pada sekitar 2% pasien dengan cedera kepala dan 5-15% pasien dengan cedera kepala yang fatal. Epidural hematoma intrakranial dianggap komplikasi yang paling serius dari cedera kepala, memerlukan diagnosis segera dan intervensi bedah (Liebeskind et al, 2010). Price melaporkan 10% pada penderita koma didapatkan hematoma epidural. Insiden hematoma epidural pada pada usia , 20 tahun sebesar 60%.Angka mortalitas akibat hematoma epidural bervariasi antara 5%-43%, dimana faktor-faktor yang sangat mempengaruhi adalah status neurologi pada waktu operasi, usia penderita, ada tidaknya lesi intra kranial lain , waktu antara trauma sampai dioperasi, ukuran dan lokasi hematoma (Mesiano, 2008).

BAB 2. TIJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi 1,2,4Epidural hematom ialah perdarahan yang terjadi diantara tulang tengkorak dan durameter. Perdarahan epidural terjadi pada 1-3% kasus trauma kapitis. Perdarahan ini terjadi akibat robeknya salah satu cabang arteria meningea media, vena meningea media, robeknya sinus venosus durameter, dan robeknya vena diploika 1,4Perdarahan terjadi diantara durameter dan tulang tengkorak. Perdarahan ini terjadi karena terjadi akibat robeknya salah satu cabang arteria meningea media, robeknya sinus venosus durameter atau robeknya vena diploica. Robekan ini sering terjadi akibat adanya fraktur tulang tengkorak yang terutama berlokasi di bagian temporoparietal dan temporal. Gejala yang dapat dijumpai adalah adanya suatu lucid interval (masa sadar setelah pingsan sehingga kesadaran menurun lagi), tensi yang semakin bertambah tinggi, nadi yang semakin bertambah tinggi, nadi yang semakin bertambah lambat, hemiparesis, dan terjadi anisokori pupil.

Gambar 12.2 Anatomi 5,6,72.2.1 Anatomi Kulit KepalaKulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium.

Gambar 2 SCALP

2.2.2 Anatomi Tulang tengkorakTulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya di regio temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi oleh otot temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.

Gambar 3. Calvaria

2.2.3 Anatomi Selaput meningenSelaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :1. DuramaterDuramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara duramater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat. Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).2. Selaput Arakhnoid Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.3. Pia materPia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adalah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh piamater.

Gambar 4

2.2.4 OtakOtak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum.Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggung jawab dalamfungsi koordinasi dan keseimbangan.

Gambar 5. Sclap, meningen dan falx cerebri

2.2.5 Cairan serebrospinalisCairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intrakranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.

Gambar 6. Cairan cerebrospinalis

2.2.6 TentoriumTentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).

2.2.7 Perdarahan OtakOtak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.

2.3 Epidemiologi 1,2,7Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan hematoma epidural dan sekitar 10% mengakibatkan koma. Secara Internasional frekuensi kejadian hematoma epidural hampir sama dengan angka kejadian di Amerika Serikat. Orang yang beresiko mengalami EDH adalah orang tua yang memiliki masalah berjalan dan sering jatuh. 60 % penderita hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun. Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1 (Liebeskind et al, 2010).

2.4 Patogenesis5,8,9,11Epidural hematoma dapat disebabkan oleh berbagai bentuk trauma, namun pada banyak publikasi, kecelakaan sepeda motor dan jatuh dari ketinggian merupakan faktor predominan sebagai penyebab utama. Epidural hematoma terjadi sebagi hasil dari trauma kepala dan struktur vaskuler dibawahnya. Hal terpenting terjadinya epidural hematoma adalah gaya yang merusak struktur tulang kepala dan menyebabkan pengelupasan duramater dibawahnya dan sebagi akibat terjadinya robekan pembuluh darah meningeal.9Pecahnya arteri meningea media tercatat lebih dari 50% penyebab lesi ini; pecahnya vena meningea media tercatat 33%, robeknya sinus duramateris 10% dan sisanya disebabkan sumber lain seperti dari arteri vena diploica. Pernah dilaporkan terjadinya epidural hematoma yang disebabkan karena ruptur arteri karotis. Epidural hematoma tersering terjadi pada regio temporal disusul regio parietal dan frontal, sedangkan pada regio oksipital jarang terjadi. Sekitar 27%-37% insidens epidural hematoma terjadi bersamaan dengan subdural hematoma akut dan kontusio serebri. Keadaan ini diketahui semenjak CT scan kepala digunakan secara luas yang memudahkan dan mempertinggi akurasi dalam diagnosis patologi intrakranial akibat cedera kepala.1Secara klinis epidural hematoma biasanya diikuti fraktur tulang kepala. Banyak publikasi yang menyebutkan lokasi epidural hematoma 66%-100% berkaitan dengan fraktur tulang kepala. Pada anak-anak lebih jarang epidural hematoma berkaitan dengan fraktur tulang kepala, hal ini dikaitkan dengan tingginya elastisistas tulang pada anak-anak.Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital.Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar. Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus formation retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski positif.Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan. Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam, penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hampir selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.Sumber perdarahan : Artery meningea ( lucid interval : 2 3 jam ) Sinus duramatis Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a. diploica dan vena diploicaEpidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi trans dan infra tentorial. Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus segera di rawat dan diperiksa dengan teliti.

2.5 Manifestasi Klinis1,8,9Epidural hematoma dapat terjadi akibat dari cedera kepala yang berat dan kemudian akan bermanifestasi pada kerusakan neurologis, terutama gambaran lateralisasi yang melibatkan saraf okulomotorius berupa dilatasi dari pupil dan hemiparesis progresif. Epidural hematoma juga sering mengakibatkan kehilangan kesadaran sementara dan kira-kira seperempat kasus kehilangan kesadaran tidak muncul di awal. Pada pasien dengan epidural hematoma gejala yang paling penting adalah sakit kepala, kesadaran yang memburuk, tanda-tanda neurologis fokal berupa dilatasi pupil dan hemiparesis, juga perubahan dalam tanda-tanda vital (hipertensi dan bradikardia).Sakit kepala. Ini adalah gejala awal yang muncul pada pasien yang tidak kehilangan kesadarannya atau yang telah kembali sadar setelah tiadak sadar. Peningkatan keparahan atau kesakitan sakit kepala dan diikuti dengan muntah-muntah. Kesadaran yang memburuk. Ini adalah tanda neurologis yang paling penting, terutama ketika terjadi setelah lucid interval. Hal yang penting adalah tidak menyalah artikan pasien yang mengantuk hanya menganggap bahwa pasien hanya ingin tidur. Seperti pada sebuah sajak Its raining, its pouring, The old man is snoring, He bumped his head and went to bed, And couldnt get up in the morning. Ini adalah deskripi klasik dari sebuah epidural hematoma yang menyebabkan rasa kantuk dan kemudian menimbulkan kematian.Tanda-tanda neurologis fokal. Ini akan tergantung pada lokasi hematoma. Pada umumnya, hematoma di temporal akan menghasilkan progresif hemiparesis kontra lateral dan midriasis pupil ipsilateral. Selanjutnya akan terjadi bilateral spastik pada kaki, sikap decerebrate dan bilateral dilatasi pupil. Kadang-kadang hemiparesis pada awalnya mungkin ipsilateral, karena kompresi kontralateral crus cerebri dari tepi tentorial, tapi jarang pada pupil terjadi midriasis kontralateral pada awal gejala.Perubahan tanda-tanda vital. Perubahan dalam tanda-tanda vital menunjukkan respon Cushing classic pada kenaikan tekanan intrakranial disertai bradikardi yang terjadi karena peningkatan tekanan darah. Gangguan pada respirasi akan berkembang menjadi sebuah Cheyne-Stokes pola pernapasan.Gejala dan tanda epidural hematoma pada fossa posterior sangat bervariasi dan tidak satu pun yang patognomonis. Gejala klasik berupa lucid interval disertai dengan penurunan kesadaran tidak pernah dilaporkan pada epidural hematom fossa posterior. Lama timbulnya gejala dan tanda bervariasi dan dibagi menjadi tiga keadaan klinis yakni akuta jika terjadi dalam 24 jam, subakuta jika terjadi antara 2 hari sampai 1 minggu , kronik jika terjadi setelah 1 minggu. Sakit kepala, mual , muntah dan nyeri tengkuk merupakan gejala umum dari epidural hematima fossa posterior. Gejala dan tanda yang spesifik untuk menunjukkan kelainan pada fossa posterior sangat bervariasi, defisit nervus kranialis dapat terjadi namun tidak begitu nyata. Epidural hematoma fossa posterior sangat sulit ditangani , hal ini disebabkan karena kejadiannya jarang, gejala dan tanda nonspesifik, dan kemungkinan adanya kelainan penyerta pada supra tentorial semakin mengaburkan gejala. Sedangkan pasien dengan onset subakut dapat selalu dikatakan tidak mempunyai tanda-tanda fokal. Kemungkinan kecurigaan adanya epidural hematom fossa posterior dapat di tegakkan jika didapati penurunan gradual dari derajat kesadaran yang mengikuti kejadian trauma daerah oksipital. Hematoma di fosa posterior dapat menyebabkan kegagalan pernafasan mendadak.

2.6 Diagnosis 1,10,112.6.1 AnamnesisDari anamnesis di tanyakan adanaya riwayat trauma kepala baik dengan jejas dikepala atau tidak, jika terdapat jejas perlu diteliti ada tidaknya kehilangan kesadaran atau pingsan. Jika ada pernah atau tidak penderita kembali pada keadaan sadar seperti semula. Jika pernah apakah tetap sadar seperti semula atau turun lagi kesadarannya, dan di perhatikan lamanya periode sadar atau lucid interval. Untuk tambahan informasi perlu ditanyakan apakah disertai muntah dan kejang setelah terjadinya trauma kepla. Kepentingan mengetahui muntah dan kejang adalah untuk emncari penyebab utama penderita tidak sadar apakah karena inspirasi atau sumbatan nafas atas, atau karen aproses intra kranial yang masih berlanjut. Pada penderita sadar perlu ditanyakan ada tudaknya sakit kepala dan mual, adanya kelemahan anggota gerak sesisi dan muntah-muntah yang tidak bisa ditahan.

2.6.2 Pemeriksaan FisikPemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan primer yang bertujuan untuk membebaskan jalan nafas dan menstabilisasi hemodinamik penderita . setelah dalam keadaan stabil dilakukan pemeriksaan sekunder yang melputi ada tidaknya chussing reflek dan lateralisasi. Adanya dua tanda tersebut diatas cukup memberikan adanya informasi peningkatan tekanan intra kranial dimana penambahan massa intra kranial diperkirakan pada issi dimna pupil melebar atau pada sisi yang berlawanan dengan kelemahan anggota gerak. Kombinasi tanda dan gejala klinis dilatasi pupil ipsilateral, hemiparesis kontra lateral, fraktur temporal dan lucid interval mempunyai angka spesifitas dan akurasi diagnostik yang baik (73,3%, 100% dan 88,8 %) dalam menegakkan diagnosis epidural hematom temporal.102.6.3 Radiologi CT scan adalah pemeriksaan radiologis pilihan dan harus dilakukan segera jika dicurigai terjadi ekstradural hematoma. CT scan akan menunjukkan gambaran biconvex hematoma dengan tipe hyperdense khas ( putih ) dengan kompresi dari otak yang mendasari dan distorsi ventrikel lateral. Kemungkinan terjadinya hematoma lambat harus dipikirkan pada penderita dengan gambaran CT-scan awal yang normal atau meragukan yang dibuat dengan segera pasca trauma pada penderita yang datang kembali dengan perburukan klinis.Pada kasus epidural hematoma pada fossa posterior pembuatan potongan harus lebih rapat dibanding pada supra tentorila. Gambaran lesinya sama dengan gambaran kelainan supratentorial, biasanya berupa lesi kecil yang hampir selalu meyilang garis tengah, dan banyak lesi yang menyebrang tentorium ke arah supra tentorial. Temuan radiologis lain dapat berupa gambaran fraktur tulang oksipital, hidrocepalus, hematom supratentorial, subdural hematoma maupaun kontusio serebri.

Gambar 7. EDH

2.7 Penatalaksanaan 1,3,8,11Penatalaksanaan pada epidural hematoman adalah harus dengan segera melakukan kraniotomi untuk mengevakuasi bekuan darah. Pasien yang secara klinis dicurigai mengalami epidural hematoma harus segera dilakukan CT-scan. Dalam beberapa kasus dimana pasien mengalami penurunan tingkat neurologis yang begitu cepat sehingga tidak ada waktu untuk melakukan CT-scan dan pasien harus segara di di bawa k ruang operasi. Infus manitol 20 % 1g/kgbb atau furosemid 20 mg intravena mungkin dapat mengurangi sementara mengurangi tekanan intrakranial selama proses transfer ke ruang operasi. Jika pasien tidak sadar selama proses transfer ke ruang operasi pasien juga harus di intubasi dan hiperventilasikan. Tidak menunda evakuasi hematoma menjadi penting karena epidual hematoma adalah kasus gawat darurat dibidang bedah saraf yang akan menimbulkan kematian bila tindakan bedah evakuasi hematom tidak segera dilakukan.

2.7.1 Operasi Indikasi operasi pada EDH adalah : Epidural hematom dengan volume darah lebih dari 30 cm3 EDH kurang dari 30 cm3 dan dengan ketebalan 15 mm dan dengan midline shift kurang dari 5 mm pada pasien dengan skor GCS lebih dari 8, tidak koma, tanpa defisit neurologis fokal dapat ditangani secara nonoperatif dengan observasi tanda-tanda neurologis dan evaluasi CT Scan dan pusat neurosurgikal.9 GCS kurang dari 9 dan pupil anisokor

Jenis operasi yang dilakukan tergantung pada keadaan di mana pasien sedang berobat. Jika CT scan telah dilakukan dan posisi hematoma diketahui, flap kulit akan dilakukan dangan mengangkat langsung di atas hematoma. Jika status neurologis pasien stabil atau hanya menunjukkan penurunan yang lambat dan jika ahli bedah tersebut terlatih dalam operasi bedah saraf, kraniotomi dapat dilakukan diatas lokasi hematoma. Kraniektomi seharusnya dilakukan daripada karniotomi: (A) jika ahli bedah tidak berpengalaman(B) jika instrumen kraniotomi tidak tersedia(C) jika deterioration atau laju kerusakan neurologis telah begitu cepat terjadi sebelum CT scan dilakukan. Eksplorasi burr hole harus dimasukan yang pertama kali didaerah temporal dan lalu dilakukan di daerah frontal dan parietal. Jika hematoma sudah diidentifikasi insisi dengan burr hole diperluas dan tulang di sekitar hematoma secara cepat diambil. Jika hematoma tidak ditemukan pada tempat eksplorasi yang pertama dilakukan cara yang sama dilakukan disisi yang lain. Berikut ini adalah panduan untuk posisi hematoma jika CT scan belum dilakukan: Berada dibawah fraktur yang mungkin terlihat di skull foto Berada dibawah pembengkakan pada tengkorak Berada pada sisi yang ipsilateral dengan pupil yang dilatasi pertama kali. 85% kasus berada pada kontalateral sisi yang hemiparesis.Setelah pengangkatan tulang dengan kraniotomi atau craniektomi evakuasi hematoma mudah dilakukan. Sumber utama dari hematoma, biasanya berasal dari artery mengia media pada temporal hematoma, itu di kontrol dengan diatermi atau dengan hemostatik klip. Hematoma akan dipisahkan dengan dura dari bagian dalam kubah kranial. Dura harus dibuka, jika CT scan tidak pernah atau belum dilakukan, untuk menyingkirkan koeksistensi dari hematoma subdural.kemudian harus ditutup secara kedap air. Hal ini biasanya dianjurkan untuk menyisipkan sistem tertutup, low presure ektradural darain untuk mengevakuasi darah yang mungkin terus mengalir.Perawatan pasca operatif mirip dengan setiap prosedur intrakranial lainnya. Jahitan dibuka pada hari ke 5-7. Pemberian antibiotika dan anti konvulsan masih diperdebatkan. Jika status neurologik gagal membaik setelah dilakukan evakuasi hematoma atau jika ada kerusakan lebih lanjut, CT scan lain harus dilakukan untuk menghindari terjadinya pembentukan hematoma yang berulang.

Gambar 8. Operasi epidural hematoma2.7.2 KonservatifPasien dengan EDH yang sadar memiliki prognosis baik. Manajemen Nonoperatif dari EDH didokumentasikan dengan baik. Pemilihan pasien sangat penting dalam pengelolaan konservatif EDH. Berbagai faktor telah ditemukan untuk mempengaruhi strategi manajemen. Volume: Dubey et al., dan Bezircioglu dkk merekomendasikan volume EDH kurang dari 30 ml untuk manajemen konservatif, Bullock et al., menemukan 12-38 mL cocok, sedangkan Giordano et al., telah berhasil menangani pasien dengan volume 55 mL, tanpa operasi. Lokasi: Kebanyakan penelitian telah diambil hanya hematoma supratentorial. Wong et al., melaporan volume fossa posterior EDH kurang dari 10 ml menjadi positif dikelola konservatif. EDH temporal tidak mungkin dikelola secara konservatif dibandingkan frontal atau parietal. GCS: sebuah GCS rendah telah dikaitkan dengan hasil buruk di kebanyakan studi Faktor lain seperti ketebalan hematom lebh dari 15 mm dan pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm juga telah ditemukan untuk mempengaruhi outcome yang tidak baik. Pertimbangan penting lainnya adalah waktu CT scan. Sullivan ., telah menunjukkan bahwa pembesaran EDH terjadi dalam waktu 36 jam dan CT scan ulangan berguna pada saat pembesaran EDH terjadi 23% dari pasien dan berarti waktu untuk pembesaran adalah 8 jam dari cedera. Pada jurnal yang lain dijelaskan bahwa pada pasien dengan volume hematom kurang dari 30 ml, dengan ketebalan hematom lebih dari 15 mm dan pergeseran midline shift lebih dari 5 mm, tidak koma dan tanpa defisit neurologis fokal managemen yang lebih baik adalah managemen nonoperatif, namun dengan CT Scan serial 6-8 jam dan pengawasan ketat status neurologis dalam pusat neurosurgery. 2.8 Prognosis 9,11Evakuasi hematoman yang awal dilakukan dapat mencegah terjadinya kecacatan permanen. Kerusakan yang disebabkan oleh epidural hematom berpotensi reversibel, asalkan hematoma dikosongkan sebelum tekanan dari bekuan darah menyebabkan kelainan intrakranial sekunder lainnya.

2