BAB II referat mata.docx

45
REFERAT Perbandingan Hasil Terapi Disfungsi Kelenjar Meibom Menggunakan Azithromycin Topikal dan Doxycycline Oral Secara Klinis dan Spectroskopik Pembimbing : dr. Sri S Lukman, Sp.M Disusun oleh : Maya Damayanti (1111103000004) KEPANITERAAN KLINIK STASE MATA 1

Transcript of BAB II referat mata.docx

Page 1: BAB II referat mata.docx

REFERAT

Perbandingan Hasil Terapi Disfungsi Kelenjar Meibom

Menggunakan Azithromycin Topikal dan Doxycycline

Oral Secara Klinis dan Spectroskopik

Pembimbing :

dr. Sri S Lukman, Sp.M

Disusun oleh :

Maya Damayanti

(1111103000004)

KEPANITERAAN KLINIK STASE MATA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2015

1

Page 2: BAB II referat mata.docx

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya

sehingga referat yang berjudul “Perbandingan Hasil Terapi Disfungsi Kelenjar Meibom

Menggunakan Azithromycin Topikal dan Doxycycline Oral Secara Klinis dan

Spectroskopik” ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam tidak lupa penulis

sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Sri S Lukman, Sp.M yang telah membimbing dan

mengarahakan penulis dalam menyelesaikan referat ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat ketidaksempurnaan. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi penulisan ini. Semoga referat ini dapat

bermanfaat bagi para pembaca dan tentunya bagi penulis yang sedang menempuh kegiatan

kepaniteraan klinik Stase Mata RSUD Bekasi.

Bekasi , 21 April 2015

Maya Damayanti

2

Page 3: BAB II referat mata.docx

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................. 2

DAFTAR ISI............................................................................................................ 3

TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................... 4

PEMBAHASAN...................................................................................................... 10

Abstrak......................................................................................................... 10

Pendahuluan ................................................................................................ 11

Material dan metode.................................................................................... 12

Hasil ............................................................................................................ 17

Diskusi ........................................................................................................ 19

LAMPIRAN............................................................................................................. 23

3

Page 4: BAB II referat mata.docx

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Disfungsi Kelenjar Meibom (DKM)

Kelenjar meibom merupakan paghasil utama lapisan lipid air mata.

Kelenjar ini merupakan kelenjar sebaseus yang berada didalam tarsus, hampir

seluruhnya menempati tebal tarsus, tersusun secara berderet sebaris dan

vertikal terhadap margo palpebra. Jumlahnya 30-40 buah pada palpebra

superior dan 20-30 buah pada palpebra inferior. Duktus ekskretoriusnya

bermuara pada margo posterior palpebra superior dan inferior. Dalam keadaan

normal, muara ini tampak sebagai deretan lingkaran terbuka, dan bila

dilakukan penekanan pada kulit kelopak akan keluar cairan lipid berwarna

jernih.

Sekresi lipid oleh kelenjar meibom untuk membentuk lapisan luar air

mata terdiri dari lemak polar ( fosfolipid, trigliserida, dan free fatty acid/

FFA ) yang mudah larut dalam air dan lemak non polar (wax ester, sterol ester

dan hidro karbon) yang sulit larut dalam air, wax ester, sterol ester dan

trigliserid merupakan komponen terbanyak, sedangkan FFA walaupun hanya

terdapat dalam jumlah yang kecil tetapi merupakan komponen yang sangat

penting. Dalam keadaan normal FFA terdapat dalam jumlah 1, 98 % dari total

lipid. Gangguan keseimbangan komposisi ini akan mempengaruhi sifat fisik

lapisan lipid tersebut, yaitu:

Viskositas dipengaruhi oleh temperatur kelenjar-kelenjar tersebut.

Temperatur kelenjar diperlukan untuk melelehkan dan mencampur

komponen lipid. Pada keadaan normal lipid kelenjar meibom mencair

pada suhu 32o-36,5o C.

Penyebaran di atas lapisan akuos kornea untuk mencegah penguapan.

Komponen wax ester dan sterol ester bersifat hidrofobik, sebagai barier

evaporasi lapisan akuos.

Daya adhesi lapisan lipid ke kulit palpebra. Perlekatan ke kulit bersifat

anti air, untuk mencegah air mata tumpah ke pipi dan mengarahkan air

mata mengalir ke pungtum lakrimal.

4

Page 5: BAB II referat mata.docx

Daya kohesi lapisan lipid di antara margo palpebra pada saat mata

tertutup untuk mencegah permukaan kornea dari kekeringan.

Interaksi yang dinamis antara lapisan lipid dengan udara dan lapisan

akuos serta dengan kulit.

Abnormalitas lapisan lipid air mata sering dihubungkan dengan

terjadinya Disfungsi kelenjar meibom (DKM). DKM adalah kelainan dimana

kelenjar meibom tidak mampu mengeluarkan lipid dengan kualitas dan

kuantitas yang baik. Pada DKM didapati gejala berupa rasa terbakar, sensasi

benda asing dan filmy vision. DKM ini ditandai oleh ekspresi lipid meibum

yang keruh dan terjadi kenaikan viskositas atau bahkan tidak ada ekspresi lipid

sama sekali, peradangan terbatas pada margo palpebra posterior (dapat meluas

ke konjungtiva dan kornea), tidak terlihat adanya muara kelenjar meibom atau

tampak sumbatan putih berkeratin yang menutupi muara, obstruksi dan dilatasi

duktus kelenjar meibom, pembesaran kelenjar asini, bahkan pada kasus yang

menahun dapat terjadi atrofi asini. Berat ringannya peradangan mata bagian

luar pada penderita DKM dapat bermanifestasi sebagai berikut: injeksi

konjungtiva tarsal dan bulbar, reaksi papil pada tarsus inferior, episkleritis,

erosi epitelial pungtata pada kornea inferior, infiltrat subepitelial dan epitelial

pada marginal inferior, pannus, kadang terjadi penipisan kornea.

Pada DKM terjadi ketidakseimbangan komposisi lipid, sehingga

mengakibatkan perubahan lipid yang akan disekresi. Perubahan ini

menyebabkan lapisan lipid meleleh pada titik cair yang lebih tinggi sehingga

adanya kondensasi lipid membuat sumbatan pada muara kelenjar meibom.

Akibat sekresi lipid dihambat dan memacu peradangan disekitarnya.

Gangguan komposisi lipid ini mengakibatkan peningkatan evaporasi dan

osmolaritas lapisan air mata (LAM).

Gangguan fungsi kelenjar meibom dapat disebabkan oleh beberapa hal

yaitu:

1. Berkurangnya jumlah kelenjar meibom

2. Infeksi kronik kelenjar meibom

3. Penutupan muara kelenjar meibom

5

Page 6: BAB II referat mata.docx

Patogenesis DKM belum jelas, diduga hiperkeratinisasi berperan pada

proses penymbatan muara dan pelebaran saluran kelenjar meibom. Pada saat

awal gangguan ditandai oleh hiperkeratinisasi pada epitel duktus kelenjar

meibom. Keratinisasi epitel duktus kelenjar mengakibatkan blokade atau

stenosis duktus atau orifisium kelenjar. Disamping itu, meningkatnya

kontribusi sel epitel dan debris seluler ke dalam ekskret kelenjar menyebabkan

penebalan dan pemadatan ekskret sehingga menghambat aliran ekskret dari

kelenjar. Diyakini bahwa meningkatnya keratinisasi (metaplasia skuamosa)

juga mempengaruhi diferensiasi sel asinar dan fungsi kelenjar. Proses patologi

metaplasia skuamosa yang terjadi tidak hanya pada orifisium dan sekeliling

margo palpebra, tetapi dapat juga sampai ke konjungtiva.

Teori lainnya melaporkan peranan bakteri gram positif pada tepi

palpebra yang mempunyai aktivitas sebagai enzim lipolitik dalam patogenesis

terjadinya DKM. Enzim lipolitik ini akan memecah lipid (wax ester dan sterol

ester) menjadi FFA, dimana FFA akan mempengaruhi kelarutan lipid yang

lainnya pada LAM (menimbulkan perbedaan titik cair) yang akhirnya

menyebabkan perubahan karakteristik LAM dan mempengaruhi stabilitas

LAM. Penelitian lainnya menunjukan hubungan antara peradangan meibom

dengan penurunan jumlah wax ester dan peningkatan jumlah sterol ester.

Sterol ester memiliki titik cair yang lebih tinggi dibandingkan wax ester,

sehingga kejadian ini akan meningkatkan titik cair lapisan lemaksehingga

terjadi kondensasi di orifisium yang mengakibatkan dihambatnya sekresi lipid

dan terjadinya penurunan stabilitas LAM. Penelitian lain menunjukan

hubungan antara peradangan meibom dengan penurunan jumlah wax ester dan

peningkatan jumlah sterol ester. Sterol ester memiliki titik cair yang lebih

tinggi dibandingkan wax ester, sehingga kejadian ini akan meningkatkan titik

cair lapisan lemak sehingga terjadi kondensasi di orifisium yang

mengakibatkan dihambatnya sekresi lipid dan terjadi penurunan stabilitas

LAM.

Hipotesis bahwa DKM mengakibatkan dry eye telah dibuktikan oleh

suatu penelitian yang menyebutkan bahwa terjadi peningkatan osmolaritas

LAM sehingga meningkatkan penguapan. Berkurangnya atau hilangnya

kelenjar meibom dapat diperiksa dengan cara meibography. Derajat hilangnya/

6

Page 7: BAB II referat mata.docx

berkurangnya kelenjar meibom (the degree of meibom gland drop out) diberi

score sebagai berikut:

Gradasi 0 : tidak ada drop out

Gradasi 1 : hilangnya kelenjar kurang dari setengah tarsus inferior

Gradasi 2 : hilangnya kelenjar lebih dari setengah tarsus inferior

Sedangkan untuk mengetahui adanya penutupan muara kelenjar

meibom dengan cara: dilakukan penekanan pada tarsus superior dengan

terlebih dahulu meminta penderita melihat ke bawah dan diperiksa muara

kelenjar meibom. Hasil pemeriksaan menentukan derajat obstruksi muara

kelenjar meibom, yaitu:

Gradasi 0 : meibom jernih mudah ditekan keluar

Gradasi 1 : meibom keruh keluar dengan penekanan ringan

Gradasi 2 : meibom keruh (opak) keluar dengan penekanan lebih keras

Gradasi 3: meibom tidak dapat keluar meskipun dengan penekanan

yang keras

Gangguan stabilitas LAM dapat didiagnosis dengan test NIBUT (non

invasive break up time) dengan menggunakan tearscope plus, atau

break up time dapat juga diperiksa dengan bantuan zat warna

flouoresin unntuk mewarnai tear film. Pada kedua test ini didapati nilai

yang abnormal. Nilai normal NIBUT adalah ≥ 20 detik, sedangkan

TBUT > 10 detik.

7

Page 8: BAB II referat mata.docx

2.2 Lapisan Air Mata (LAM)

Secara anatomis, permuakaan mata ditutupi oleh keseluruhan mukosa yang

dibatasi oleh kulit pada margo palpebra superior dan inferior. Secara histologis, epitel

permukaan ini menutupi kornea dan konjungtiva. Untuk melindungi permukaan mata

terpapar lingkungan luar, terdapat mekanisme protektif untuk mencegah kekeringan

akibat penguapan derta terhadap invasi mikroba. Mekanisme protektif ini

dipertahankan oleh LAM, epitel permukaan adneksa. Epitel permukaan mata, LAM

dan adneksa saling membutuhkan satu sama lain dan secara fungsional adalah satu

kesatuan. LAM terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan lipid, lapisan akuos, dan lapisan

mukus. Lapisan lipid merupakan lapisan terluar dengan ketebalan ± 0,1 µm – 0,2 µm.

Terutama disekresi oleh kelenjar meibom dan sebagian oleh kelenjar Zeis dan Moll.

Lapisan lipid ini mempunyai fungsi melicinkan pergerakan palpebra dan sebagai

barier untuk mencegah penguapan sehingga menjaga stabilitas LAM. Lapisan akuos

merupakan 90 % dari lapisan air mata, terletak dibagian tengah memiliki ketebalan ±

6-7 µm, terutama disekresi oleh kelenjar lakrimal utama dan sebagian kecil oleh

kelenjar krauss dan wolfring. Lapisan akuos mengandung elektrolit ( natrium, klorida,

kalium, bikarbonat, kalsium, magnesium dan zink), glukosa, oksigen, urea, askorbat,

asam amino, imunoglobulin, lisozym, β lisin, laktoferin dan interferon. Lapisan akuos

berperan sebagai perantara lewatnya oksigen ke kornea. Lapisan yang ketiga

merupakan lapisan yang paling dalam adalah lapisan musin. Lapisan ini mempunyai

ketebalan ± 0,03 µm, terutama dihasilkan oleh sel-sel goblet, selain itu juga dihasilkan

oleh epitel permukaan konjungtiva dan kornea. Mengandung komponen utama mukus

glikoprotein. Musin yang dihasilkan oleh sel goblet disebut O-linked mucin,

sedangkan yang dihasilan oleh sel epitel permukaan kornea dan konjungtiva disebut

N-linked mucin atau mucin like glycoprotein. Lapisan musin menyelimuti permukaan

epitelium sehingga menyebabkan turunnya tegangan permukaan dan permukaan

menjadi lebih hidrofilik sehingga lapisan akuos dapat tersebar merata diseluruh

permukaan kornea dan konjungtiva. Dengan demikian lapisan ini memegang peran

penting dalam kemampuan membasahi permukaan bola mata dan pemeliharaan

stabilitas lapisan air mata.

Selain memelihara epitel konjungtiva dan kornea agar tetap lembab, lapisan

air mata juga mempunyai fungsi membentuk permukaan refraksi yang baik,

8

Page 9: BAB II referat mata.docx

melicinkan pergerakan palpebra, sebagai anti bakteri, dan sebagai pemasok nutrisi dan

oksigen yang diperlukan oleh epitel.

Fungsi air mata dibagi menjadi 2. Yaitu tear sufacing dan tear wet-ability.

Tear surfacing adalah kempuan air mata untuk dapat menyebar merata diatas

permukaan konjungtiva dan kornea, sedangkan tear wet-ability kemampuan air mata

untuk menyebar secara terus menerus sebagai lapisan tipis membasahi permukaan

mata. Tear surfacing akan terganggu jika terdapat perubahan morfologi epitel

permukaan mata. Tear wet-ability terganggu apabila terdapat perubahan kualitas lipis

dan musin.

Volume air mata dalam keadaan normal adalah 7,4 µL, dengan pH rata-rata

6,5-7,6 dan osmolaritas 296-308 mOsm/L. Stabilitas LAM dipertahankan oleh ketiga

komposisi LAM, palpebra, epitel konjungtiva dan kornea, serta dipengaruhi oleh

integrasi neuroanatomi. Defisiensi lapisan lipid antara lain disebabkan oleh DKM.

Pada penderita DKM akan didapatkkan hasil BUT (break up time) yang memenndek,

waktu penguapan yang cepat dan osmolaritas yang tinggi. Defisiensi akuos

disebabkan oleh defek pada kelenjar lakrimalis atau kelainan sistemik yang

menyebabkan menurunnya sekresi kelenjar lakrimalis. Adanya gangguan pada lapisan

akuos dapat dideteksi dengan test Schirmer. Defisiensi musin dapat disebabkan oleh

defisiensi vitamin A. Sindroma Steven Johnson, pemfigoid okuler, dan trauma alkali

yang mengakibatkan rusaknya sel goblet. Untuk menilai kualitas musn dapat

dilakukan dengan test ferning.

Seperti yang telah diketahui palpebra memegang peranan penting dalam

proses pemerataan LAM melalui proses berkedip, dimana frekuensi berkedip orang

normal adalah 12-15 kali/menit. Selain meratakan air mata, reflek berkedip juga

menyapu debris pada permukaan kornea dan konjungtiva. Adanya kelainan bentuk

dan fungsi palpebra akan mengganggu proses pemerataan LAM. Kelainan tersebut

antara lain: enteropion, akteropion, simblefaron, koloboma, dan lagoftalmus.

9

Page 10: BAB II referat mata.docx

PEMBAHASAN

Abstrak

Tujuan

Disfungsi Kelenjar Meibom (Meibomian Gland Disfunction, MGD) adalah

kondisi klinis yang sering terkait dengan penyakit mata kering evaporatif.

Perubahan kadar lipid pada kelenjar meibom telah ditemukan dalam beberapa

penelitian terkait MGD. Penelitian ini merupakan uji klinis secara prospektif

dan observasional yang ditujukan untuk mengetahui perbaikan manifestasi

klinis dari MGD sekaligus gambaran spektroskopik lipid kelenjar Meibom

setelah diberikan perlakuan berupa terapi dengan azithromycin topikal dan

doxycycline oral.

Metode

Sampel penelitian adalah pasien dengan diagnosis MGD yang ditegakkan

menggunakan kuesioner dan pemeriksaan slit lamp. Daya ikat lipid-lipid,

konformasi dan parameter transisi fase, dan kandungan protein meibum diukur

menggunakan Fourier transform infrared spectroscopy (FTIR) dan principal

component analysis (PCA). Terpenoid diukur menggunakan spektromenter

proton nuclear magnetic resonance (H-NMR).

Hasil

Terapi topikal azithromycin dan terapi oral doxycycline dapat memperbaiki

manifestasi klinis dan struktur kimia lipid kelenjar meibom. Setelah 4 minggu

pengobatan, azithromycin terlihat lebih efektif dibandingkan doxycycline

dalam meredakan sensasi benda asing dan penyumbatan. Terapi menggunakan

azithomycin juga lebih efektif daripada doxycyline dalam memperbaiki

struktur kimia lipid kelenjar Meibom. Terapi doxycyline mengembalikan nilai

FTIR PCA dan area relatif resonansi H-NMR pada 1,26 ppm, namun hal

serupa tidak ditemukan pada terapi azithromycin. Kedua terapi

10

Page 11: BAB II referat mata.docx

mengembalikan tingkat area relatif resonansi H-NMR pada 5,2 ppm dan 7,9

ppm ke level normal. Oksidasi protein dan lipid meibum tidak dipengaruhi

azithromycin maupun doxycyline.

Kesimpulan

Mekanisme kerja doxycyline mungkin berbeda daripada azithromycin untuk

kondisi MDG. Ketika kadar karotenoid dalam meibum rendah, seperti pada

MGD, lapisan air mata menjadi tidak stabil dan pasien mengalami manifestasi

klinis mata kering. Ketika kadar karotenoid diperbaiki menggunakan

azithromycin dan doxycycline, stabilitas lapisan air mata akan membaik dan

pasien tidak lagi mengalami manifestasi klinis mata kering.

Pendahuluan

Gangguan kelenjar Meibom (MGD) adalah kondisi klinis yang menyebabkan

timbulnya tanda dan gejala iritasi kelopak mata dan seringkali juga menyebabkan

mata kering evaporatif. Perubahan pada struktur kimia lipid kelenjar meibom akibat

penuaan maupun penyakit dapat diamati menggunakan spektrometer maupun metode

lainnya. Perubahan yang ditemukan pada lipid menunjukan abnormalitas pada fungsi

lapisan air mata pada kasus mata kering evaporatif.

Terapi konvensional untuk MGD mencakup pemijatan kelopak mata dan

penggunaan doxycyline serta tertracyline sistemik. Penggunaan azithromycin oral

dapat memperbaiki tanda dan gejala mata kering. Penggunaan azithromycin dalam

DuraSite untuk penanganan blepharitis baru-baru ini telah diteliti. Uji klinis telah

menunjukan bahwa azithromycin topikal efektif untuk mengobati penyakit tepi

kelopak mata dan MGD serta dapat ditoleransi dengan baik. Azithromycin juga

memiliki efek antiinflamasi, menghambat sitokin proinflamasi, dan efektif terhadap

bakteri Gram negatif. Azithromycin dapat menembus permukaan mata dan bertahan

selama beberapa hari dalam kadar terapeutik meski pengobatan telah dihentikan.

Doxycyline adalah antibiotik yang dapat menghambat pembentukan matrix

metalliproteinase yang dapat merusak jaringan ikat. Doxycyline biasa digunakan

untuk ocular rosacea, memperbaiki gejala iritasi, meningkatkan stabilitas lapisan air

mata, dan erosi kornea.

11

Page 12: BAB II referat mata.docx

Azithromucon dalam DuraSite dapat meredakan tanda dan gejala mata kering

pada pasien MGD dan memperbaiki karakteristik biofisika meibum. Pada studi ini

akan, karakteristik meibum akan diteliti lebih lanjut pada saat sebelum dan sesudah

pengobatakan menggunakan azithromycin topical dan doxycyline oral. Daya ikat

lipid-lipid, konformasi dan parameter transisi fase, dan kandungan protein meibum

diukur menggunakan Fourier transform infrared spectroscopy (FTIR) dan principal

component analysis (PCA). Terpenoid diukur menggunakan spektromenter proton

nuclear magnetic resonance (H-NMR).

Material dan Metode

Subjek

Dua puluh dua untuk studi azitromisin dan 9 untuk studi doksisiklin

yang didiagnosis dengan gejala MGD yang tidak respon terhadap pemijatan

kelopak mata yang merupakan aplikasi dari kompres panas untuk kelopak

mata. Penulisan persetujuan dari semua donor. Semua protokol dan prosedur

ditinjau oleh Institutional Review Boards of the University of Louisvile dan

the Louisvile Veterans Adsminitration Hospital dan prosedur yang sesuai

dengan Declaration of Helsinki. Demografi subjek dirangkum dalam tabel 1.

Kriteria inklusi subjek adalah gejala MGD pada sunjek antara usia 18 dan 20

tahun yang tidak menggunakan antibiotik sistemik atau topikal atau

menggunakan obat antiinflamasi topikal. Kriteria eksklusi adalah sejarah

alergi terhadap azitromisin, perubahan anatomi kelopak mata (dengan

pengecualian dari MGD), atau ketidakmampuan untuk memahami persetujuan

atau melengkapi terapi yang diminta. Semua orang menjalani pemeriksaan

lengkap dari kelopak mata anterior segmen mata termasuk pengukuran

tekanan intraokular sebelum masuk ke ruang kerja. Skala penilaian untuk

evaluasi tanda dan gejala yang digunakan dalam setiap penelitian untuk setiap

penelitian untuk memastikan komparabilitas keparahan dan hasil. Gejala

diukur pada skala kategori 4 poin tidak ada, ringan , sedang, dan berat sesuai

dengan respon subjek untuk pertanyaan mengenai gatal, terbakar, sensasi

benda asing, kemerahan dikelopak mata, dan kelopak mata bengkak (tabel II).

Tanda dievaluasi dengan observasi slit lamp untuk injeksi konjungtiva,

12

Page 13: BAB II referat mata.docx

flouresen tear breakup time, perwarnaan permukaan mata dengan flouresen,

dan evaluasi margin kelopak mata dan karakter lubang kelenjar meibom dan

sekresinya (tabel III). Beberapa tanda dan skala kategoris empat poin seperti

yang dirangkum pada tabel III. Tanda, tear breakup time, diukur dalam detik

setelah berkedip setelah diberikan 5 µl laruta flouresen topikal 1 %.

Material

Silver chlorie windows untuk infrared spectroscopy diperoleh dari

Crystran Limited, Poole, United kingdom. Semua bahan kimia yang dibeli dari

Sigma-Aldrich Chemical Co., St. Louis MO. Azitromisin dari Inspire

Pharmaceuticals, Inc., Raleigh NC, sekarang bagian dari Merck and Co. Inc.,

Whitehouse Station, NJ. Tablet doksisiklin hyclate 100 mg dibeli dari IVAX

Cororation, Miami, FL.

Pengumpulan Lapisan Air Mata

Lipid meibum (ML) didapatkan dari 31 pasien, eksresi kelenjar

meibom diambil menggunakan spatula platinum. Ekspresi kelopak mata

dilakukan dengan aplikator berujung kapas setelah diteteskan propacaine

topikal. Keempat kelopak mata diekspresikan dan sekitar 1 mg meibum

dikumpulkan dari tiap individu untuk uji spektroskopi. Hasil ekspressi

dikumpulkan menggunakan spatula platinum dan diapuskan pada permukaan

AgCl dan pada 0,5 ml tetrahydrofuran/methanol, v:v (THF/MeOH) dalam vial

mikro 9 mm dengan tutup Teflon. Semua sampel dibekukan dalam gas argon

sebelum diperiksa. Metode penyimpanan tersebut tidak memengaruhi kualitas

sampel hingga 2 bulan. Sebeltum analisis NMR dilakukan, vial mikro

THF/MeOH yang ML diuapkan menggunakan aliran gas argon. Pengambilan

sampel meibum dilakukan pada saat sebelum terapi, minggu kedua, dan

keempat dari pemberian azithromycin. Pengambilan sampel meibum

dilakukan pada saat sebelum terapi, minggu keempat, kedelapan, dan 1 bulan

setelah terapi dihentikan dari pemberian doxycyline. Pasien diberitahukan

untuk tidak menggunakan obat-obatan setidaknya 8 jam sebelum

pengumpulan sekresi lipid.

13

Page 14: BAB II referat mata.docx

Fourier Transform Infrared Spectroscopy

Spectrum infrared diukur menggunakan Nicolet 5000 Magna Series

Fourier transform infrared spectrometer. ML ditempatkan pada permukaan

AgCl dan disimpan pada temperature-controlled infrared cell holder. Suhu

sampel diukur dan diatur menggunakan thermistor yang menempel pada

jendela sel sampel. Laju pemanasan atau pendinginan untuk mempertahankan

suhu sampel adalah 1C/15 menit. Suhu dipertahankan pada 0,01C. 150

inferogram direkam dan dirata-ratakan. Resolusi spektral ditetapkan pada 1.0

cm-1.

Analisis data infrared dilakukan dengan perangkat lunak GRAMS/386.

Frekuensi pita CH2 pada 2850 cm-1 digunakan untuk memperkirakan

kandungan rotometer trans dan gauche dalam rantai hidrokarbon. Nilai vsym

dihitung dengan melihat daerah peregangan OH-CH pada 3.500 dan 2.700 cm-

1. Pusat massa peregangan simetris pita CH2 dihitung dengan

mengintegrasikan 10% puncak intensitas pita.

Gugus lipid CH2 dalam rantai hidrokarbon tampak sebagai rotometer

gauche, banyak ditemukan pada rantai hidrokarbon tidak teratur. Rotomenter

trans lebih banyak pada rantai hidrokarbon yang teratur. Ururan rantai

hidrokarbon lipid dapat dievaluasi dengan melihat kadar rotomer trans CH2.

Nilai frekuensi peregangan simetris CH2 (vsymn) bergantung pada kadar

rotomer trans dan gauche, dan digunakan untuk menilai transisi fase lipid

seiring perubahan suhu. Penggunaan rotomer trans dan gauche menjadikan

persamaan transisi fase lipid sebagai sebuah rumus sigmoidal dua kondisi.

Urutan lipid pada suhu 33,4C dihitung dengan ekstrapolasi vsym pada 33,4C

dari transisi fase dan mengubah vsym menjadi kadar (dalam %) rotomer trans,

sebuah metode untuk mengukur ururan konformasi lipid. Nilai trans rotomer

digunakan untuk mengukur enthalpi dan entropi transisi fase dari turunan plot

Arrhenius seperti yang telah dijelaskan. Plot Arrhenius dari transisi fase lipid

air mata lienar dengan koefisien korelasi lebih besar daripada 0,998.

14

Page 15: BAB II referat mata.docx

Principal Component Analysis

PCA dan analisis data infrared dilakukan dengan perangkat lunak

GRAMS/386. PCA digunakan untuk menganalisis variasi antar spektrum yang

disebut training set. PCA menemukan variasi yang tampak sinkron secara

proporsional dan mengekstraksinya untuk menghasilkan eigenvector yang

seringkali menyerupai spektrum infrared. Eigenvector disebut juga spektrum

loading atau faktor yang merepresentasikan komponen yang berubah

konsentrasinya dari sampel ke sampel. Training set bisa digunakan sebagai

model hubungan antara eigenvectors dan perubahan akibat penuaan atau

penyakit. Training set spektrum infrared didapatkan dari meibum pasien MGD

(Md) dan donor normal (Mn). Untuk setiap spektrum, 2 tolak ukur yang

digunakan adalah usia dan skor kelainan/normalitas kelenjar meibom. skor

kelainan/normalitas kelenjar meibom Md ditetapkan pada 0 dan skor

kelainan/normalitas kelenjar meibom normal ditetapkan pada 100. Training set

mencakup daerah peregangan CH dan OH dari 3612 hingga 2490 cm-1 dan

daerah sidik jari dari 1814 hingga 676 cm-1. Jumlah total spektrum yang

digunakan adalah 73 dengan 41 mewakili Md dan 32 mewakili Mn.

Pengolahan sampel untuk analisis NMR

Setelah analisis infrared dan evaporasi pelarut, ML dipisahkan dari

AgCl menggunakan serangkaian pelarut dengan hidrofobisitas yang berbeda-

beda untuk memastikan semua kelas lipid terekstraksi. Pertama ML pada

permukaan AgCl diposisikan menghadap ke bawah, kepada vial kaca scintilasi

15 ml yang mengandung 1 ml hexane dan gas argon. Vial kaca lebih baik

daripada plastik dan digunakan di seluruh protokol untuk menghindari

kontaminasi plastik. Vial dimasukan ke dalam mesin ultrasonik Hexane

dimasukkan ke vial mikro yang mengandung ML. Hexane dievaporasi di

bawah aliran gas nitrogen. Methanol (1,5 mL) ditambahkan pada vial scintilasi

yang mengandung AgCl dan gas argon. Vial dimasukan ke dalam mesin

ultrasonik selama 10 menit. Methanol dimasukan ke vial mikro yang

mengandung ML dan dievaporasi di bawah aliran gas nitrogen. THF/MeOH

(1,5 mL) ditambahkan pada vial scintilasi yang mengandung AgCl yang telah

15

Page 16: BAB II referat mata.docx

dibersihkan dengan gas argon. Vial dimasukan ke dalam mesin ultrasonik

selama 1 menit. Vial mirko yang mengandung lipid meibum dilipofilisasi

selama 12 jam untuk menghilangkan pelarut organik. Cyhlohexane

terdeuterasi (0,5 mL) ditambahkan ke dalam sampel dan dimasukkan ke dalam

mesin ultra sonik selama 10 menit. Larutan dipindahkan ke dalam tabung kaca

NMR dan spekterum NMR dikumpulkan.

Pengukuran Spektrum NMR

Data spektrum didapatkan. Parameter yang digunakan adalah: 800

pemindaian didapatkan dengan lebar spektrum 15 ppm, 60 pulse, poin data 4-

K, waktu jeda 1,0 detik, dan waktu akuisisi pada suhu 25C 2049 detik.

Perhitungan dilakukan menggunakan perangkat lunak GRAMS 386.

Protokol Tatalaksana

Azitromisin

Sampel diinstruksikan untuk menggunakan tetes mata azithromycin

1% 1 tetes 2 kali sehari untuk 2 hari lalu 1 per hari selama 4 minggu.

Sampel diminta untuk tidak menggunakan obat pada pagi hari pemeriksaan.

Doksisiklin

Doxycycline hyclate (100 mg) digunakan 2 kali sehari selama 2 bulan

terapi.

Statistik

Data dipresentasikan sebagai rata-rata standar error dari mean.

Signifikansi statistik ditentukan menggunakan Student's t-test. Nilai p<0,05

dianggap signifikan secara statistik.

Hasil

Klinik

Hasil uji klinis azithromycin kami telah dilaporkan. Sembilan subjek

yang mengikuti uji doxycycline telah menjalani 8 minggu terapi. Respons

16

Page 17: BAB II referat mata.docx

terapi yang dilaporkan subjek menunjukkan perbaikan yang dapat diobservasi

pada minggu keempat namun respon yang lebih hebat terlihat pada minggu ke

delapan. Seluruh subjek melaporkan hilangnya atau meredanya gejala pada

minggu keempat terapi.

Perbaikan gejala yang dinilai menggunakan mean skor keparahan,

berkurangnya rasa gatal dan pembengkakan dalam jumlah yang signifikan

secara statistik (p<0,05) teramati pada minggu kedelapan penetilitan. Setelah 8

minggu terapi, seluruh subjek melaporkan tidak ada gejala terbakar. Figur 1

tidak signifikan secara statiskit karena hanya 3 dari 8 subjek yang melaporkan

sensasi terbakar pada awal penelitian.

Semua tanda dari penyakit tepi kelopak mata mengalami perbaikan

pada minggu keempat dengan sumbatan, rubor, dan pembengkakan sebagai

tanda yang paling signifikan (p<0,05). Perbaikan dalam waktu perombakan air

mata sangat signifikan pada minggu kedelapan terapi (p<0,001).

Analisis Spektroskopik Infrared Meibum

Parameter transisi fasi meibum diukur menggunakan FTIR dan

disimpulpkan pada tabel V. Suhu transisi fase dan urutan lipid pada 33,4 C

ML berbeda secara signifikan antara Md dan Mn (p < 0,01). Suhu transisi fase

dan derajat pengurutan lupid dari subjek dapat dibandingkan dengan data dari

studi lain tentang MGD. Tidak terdapat perbedaan signifikan pada parameter

transisi fase subjek-subjek yang menjalani terapi doxycycline.

Pengukuran berbagai parameter transisi fase yang diteliti pada

penelitian ini hanya membutuhkan 0,1% spektrum meibum manusia. PCA

digunakan untuk menganalisis dareah disekitar peregangan gugus CH dan OH

dari 3612 hingga 2490cm-1 dan daerah sidik dari dari 1814 hingga 676 cm-1.

Berdasarkan training set yang terdiri dari 77 spektrum infrared dari Md dan

Mn, skor diberikan kepada spektrum. Skor di atas 59 menandakan spektrum

infrared serupa dengan spektrum Md. Skor di bawah 59 menandakan spektrum

infrared seruma dengan spektrum Mn. Semua skor dari subjek selain dari

subjek setelah 1 bulan periode pengobatan azithromycin memiliki skor yang

17

Page 18: BAB II referat mata.docx

secara signifikan (p<0,05) lebih rendah daripada 41 pasien MGD yang

digunakan dalam training set. Rerata skor berada dalam batas normal untuk

sampel yang dikumpulkan 2 minggu setelah terapi azithromycin dihentikan

dan setelah 8 minggu terapi doxycycline. Rerata skor untuk sampel yang telah

menjalani terapi tidak mencapai tingkat 36 donor yang tidak pernah

mengalami gejala mata kering.

Pengukuran area infrared pita amide I dan II dari pinta carbonyl

infrared akibat lipid menunjukan kadar protein secara signifikan lebih tinggi

pada Md dibandingkan pada Mn. Doxycyline maupun azithromycin tidak

memengaruhi kadar protein.

Analisis H-NMR Meibum

Dari analisis H-NMR, ditemukan intensitas relatif pita pada 5,2 ppm

yang merupakan proton yang ada dalam ikatan ganda terpenoid telah kembali

ke level normal setelah terapi menggunakan azithromycin dan doxycycline.

Resonansi dari ikatan ganda pada 5,4 ppm tidak berubah dengan terapi

menggunakan doxycycline maupun azithromycin. Resonan pada 1,26 ppm

dikaitkan dengan proton CH3 yang terikat dengan rantai pendek hidrokarbon.

Area relatif dari resonansi ini secara statistik lebih rendah pada Md

dibandingkan pada Mn. Penggunaan doxycycline mengembalikan rerata area

relatif resonansi 1,26 ppm ke level normal.

Jumlah wax tidak berbeda secara statistik dari sampel yang diukur

(p>0,05) selain dari sampel kelompok yang menjalani terapi doxycycline yang

kadar waxnya hampir dua kali lebih besar dibandingkan Mn. Perbandingan

cholesterylester dan wax secara signifikan lebih rendah pada Md dibandingkan

pada Mn dan pada sampel sampel kelompok yang menjalani terapi

doxycycline. Perbandingan gliserida dan wax pada sampel-sampel yang

diukur tidak memiliki perbedaan yang bermakna secara statistik.

Resonansi perubahan kimia pada nilai di atas 7 ppm dikaitkan dengan

produk oksidasi lipid. Jumlah area dari semua resonansi di atas 7 secara

statistik tidak bermakna pada semua sampel.

18

Page 19: BAB II referat mata.docx

Resonansi pada 7,9 ppm dikatikan dengan lipid hydroperoxida dan

luasnya relatif kecil, hanya 0,0046 dari area resonansi CH2 pada 1,39 ppm.

Resonansi 7,9 ppm secara statistik lebih besar pada pasien yang menjalani

pengobatan dibandingkan pada Md.

Diskusi

Penemuan utama pada penelitian ini adalah terapi menggunakan doxycycline

oral memiliki efek serupa dengan azithromycin topikal dalam memperbaiki tanda dan

gejala MGD dan mata kering. Penggunaan obat-obat tersebut mengubah karakteristik

dan komposisi meibum secara berbeda, menandakan adanya perbedaan dalam

mekanisme kerja obat.

Waktu perombakan air mata pasien MGD kembali ke nilai normal setelah 8

minggu penggunaan doxycycline oral. Gejala gatal dan bengkak juga berkurang

secara signifikan sebagai mana tanda-tanda lainnya. Dibandingkan 4 minggu

penggunaan azithromycin dari studi sebelumnya, doxycycline oral memiliki

efektivitas yang lebih rendah dalam meredakan sensasi benda asing dan tanda-tanda

penyumbatan dan sekresi dan membutuhkan periode pengobatan yang lebih lama

untuk menimbulkan efek.

Tidak seperti azithromycin, doxycycline tidak memperbaiki derajat urutan

lipid dan perubahan korelatif dalam suhu transisi fase. Suhu transisi fase, meski tidak

sebanding dengan suhu leleh, merupakan indikasi fluiditas sekresi lipid. Suhu transisi

fase yang lebih rendah menandakan pergerakan sekresi lipid yang lebih baik dari

dalam duktus kelenjar ke permukaan bola mata. Kandungan rotomer trans (urutan

lipid yang lebih tinggi) yang lebih tinggi dapat meningkatkan interaksi yang lebih

kuat antar lipid. Interaksi antar lipid yang lebih kuat dapat menurunkan tekanan

permukaan yang bisa menghambat penyebaran ML pada permukaan lapisan air pada

air mata, menyebabkan waktu perombakan yang lebih cepat. Pengobatan dengan

doxycycline tidak membutuhkan pengembalian suhu transisi fase dan urutan lipid ke

nilai normal.

Doxycycline dapat memperbaiki nilai PCA meibum lebih baik daripada

azithromycin. Dari studi ini, ditemukan bahwa nilai PCA dipengaruhi saturasi lipid,

urutan, protein, dan gugus CH3. Meski pengobatan azithromycin memperbaiki nilai

19

Page 20: BAB II referat mata.docx

PCA, nilainya tidak menurun lebih rendah daripada normal dibandingkan dengan

penggunaan doxycycline.

Kadar protein dalam Md signifikan dan meningkat pada MGD dibandingkan

dengan Mn. Kadar protein dalam meibum dikaitkan dengan urutan lipid dan suhu

transisi fase. Protein mebum diduga meingkat dengan MGD, urutan lipid yang

meningkat menyebabkan penurunan aliran meibum dari kelenjar meibom ke tepi

kelopak mata. Tidak teredapat perubahan signifikan dalam jumlah protein meibum

pada pasien yang diobati dengan azithromycin maupun doxycycline. Namun,

perubahan kecil mungkin terjadi pada protein-protein tertentu dengan pengobatan

tersebut.

Dari keempat marker yang digunakan dalam pemeriksaan H-NMR, yakni

resonansi pada 5,2 ppm dan 1,26 ppm; jumlah relatif cholesterol ester; dan jumlah

produk hasil oksidasi lipid di atas 7 ppm, semuanya lebih rendah pada Md

dibandingkan pada Mn. Resonansi pada 5,2 ppm ditakitkan dengan terpenoid.

Resonansi pada 1,26 ppm dikaitkan dengan moietas rantai pendek CH3. Penggunaan

doxycycline mengembalikan area relatif pada resonansi 1,26 ppm ke nilai normal

namun penggunaan azithromycin tidak memiliki efek. Sebelum identitas dari

resonansi 1,26 ppm ditemukan, tidak banyak yang dapat disebutkan mengenai peran

resonansi ini dalam stabilitas lapisan air mata. Perbedaan efek doxycycline dan

azithromycin pada area relatif resonansi 1,26 ppm menandakan adanya perbedaan

mekanisme kerja obat. Perbedaan antara mekanisme kerja azithromycin dan

doxycycline pada karakteristikk meibum mungkin terkait dengan kemampuan

azithromycin untuk menghambat lipase jaringan atau bakteri yang dapat

mendegradasi struktur lipid. Doxycycline menghambat enzim matrix

metalloproteinase. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk mengklarifikasi

mekanisme aksi doxycycline dan azithromycin.

Produk oksidasi lipid ditemukan lebih rendah pada Md dibandingkan mada

Mn. Pengobatan dengan azithromycin maupun doxycycline tidak menimbulkan

perubahan pada total kadar oksidasi lipid meibum secara signifikan. Satu resonansi

kecil pada 7,9 ppm, sepersepuluh area resonansi di atas 7 ppm kembali pada tingkat

yang lebih tinggi setelah pengobatan dengan azithromycin dan doxycycline.

Resonansi pada 7,9 ppm diduga merupakan lipid hydroperoxide. Relevansi

dari penemuan ini masih belum jelas karena identitas dari resonansi tersebut belum

bisa dipastikan.

20

Page 21: BAB II referat mata.docx

Jumlah cholesterylester relatif terhadap wax menurun pada MGD dan

pengobatan dengan doxycycline, namun tidak pada pengobatan dengan azithromycin.

Tiga kelompok donor ditemukan memiliki distribusi relatif kadar cholesterylesters

yang luas. Distribusi tersebut menyebabkan nilai standar deviasi yang besar terkait

dengan jumlah rerata cholesterylester ketiga kelompok tersebut. Cholesterylester

memiliki sedikit pengaruh pada konformasi wax. Jumlah cholesterylester lebih rendah

pada MGD, begitu pula dengan stabilitas lapisan air mata. Pada penelitian ini,

pengobatan dengan doxycycline ditemukan dapat menurunkan kadar cholesterylester

namun stabilitas lapisan air mata meningkat, berkebalikan dengan hubungan antara

stabilitas lapisan air mata dan jumlah cholesterylester pada MGD. Hal ini

menandakan perubahan pada jumlah cholesterylester tidak berpengaruh pada

perubahan stabilitas lapisan air mata.

Baik penggunaan doxycycline maupun azithromycin dapat mengembalikan

area relatif resonansi 5,2 ppm ke tingkat normal. Resonansi 5,2 ppm pada spektrum

meibum H-NMR diduga terkait dengan squalene, namun dugaan ini belum dapat

dipastikan. Resonansi ini dapat timbul dari terpenoid yang mengandung proton dalam

bentuk gugus CH yang terikat secara trans pada moietas CH3. Karotenoid, sejenis

terpenoid seperti lycopene dan lutein ditemukan pada mata. Senyawa serupa

carotenoid ditemukan dalam meibum manusia menggunakan spektroskop Raman.

Carotenoid merupakan antioksidan kuat dan terpenoid secara umum dapat melindungi

mata dari berbagai penyakit. Konsentrasinya lebih rendah dalam retina donor yang

mengalami degenerasi makular. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk

mengidentifikasi senyawa yang menimbulkan resonansi 5,2 ppm agar mekanisme

kerja azithromycin dan doxycyline dapat diketahui lebih lanjut. Ketika kadar

carotenoid dalam meibum rendah, seperti pada kasus MGD, lapisan air mata menjadi

tidak stabil dan pasien mengalami tanda dan gejala mata kering. Ketika kadar

carotenoid diperbaiki menggunakan azithromycin maupun doxycycline, lapisan air

mata menjadi semakin stabil dan pasien tidak lagi mengalami tanda dan gejala mata

kering.

Kesimpulan

21

Page 22: BAB II referat mata.docx

Penelitian ini menguatkan pentingnya peran evaluasi spektroskopik pada

tingal molekular setelah uji klinis. Dengan menggunakan spektroskopi, perubahan

komposisi yang mengembalikan meibum ke kondisi normal pada pasien yang

mengalami perbaikan dari manifestasi klinis MGD dapat diamati. Karena kedua obat

memiliki efek antibiotik, pengobatan MGD dapat mengurangi inflamasi yang

diinduksi bakteri. Kedua obat menunjukan efek antilipase yang menimbulkan

perubahan yang dapat diamati pada sekresi. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk

mengklarifikasi mekanisme kerja kedua obat dalam terapi MDG. Idealnya, uji klinis

prospektif, terandomisasi, dan double-masked dapat dilakukan untuk melihat

perbedaan respon klinis dan juga komposisi meibum dalam terapi. Jumlah sampel

yang lebih banyak akan dibutuhkan, namun hal yang lebih sulit adalah melakukan

masking pada subjek dan penilai. Placebo topikal akan dibutuhkan untukk

penggunaan bersama sampel randomisasi yang menerima doxycyline dan placebo oral

akan diperlukan untuk penggunaan bersama sampel randominasi yang menerima

azithromycin topikal. Selain membedakan waktu respons dan karakteristik mebum,

sebuah studi perbandingan dapat diunakan untuk mengevaluasi derajat keparahan

sebuah penyakit yang paling responsif terhadap terapi.

LAMPIRAN

22

Page 23: BAB II referat mata.docx

23

Figure 1.

A) Pasien dengan MGD menunjukan perbaikan dari gejala pada respon 8 minggu setelah terpai doksisiklin oral

B) Tanda dari MGD mengalami perbbaikan pada pasien dengan MGD pada respon 8 minggu setelah terapi oral doksisiklin

C) Perbaikan pada gejala setelah 8 minggu pengobatan doksisiklin dibandingkan dengan perbaikan gejala setelah 4 minggu pengobatan azitromisin topikal

D) Perbaikan pada tanda setelah 8 minggu pengobatan doksisiklin diabndingkan dengan perbaikan pada tanda setelah 4 minggu pengobatan topikal azitromisin

Page 24: BAB II referat mata.docx

24

Figure 2.

Tear breakup time meningkat signifikan setelah 8 minggu pengobatan oral doksisiklin dibandingkan dengan pasien MGD yang sebelumnya belum dilakukan pengobatan.

Page 25: BAB II referat mata.docx

25

Figure 3.

Data from the FTIR spectra of human meibum. Open bars: data are from a published azithromycin study.42 Filled bars: data from a larger study.42 A) Hydrocarbon order of Mn and Md at 33.4°C was not statistically different in patients after 8 weeks of oral doxycycline therapy (gray bars) and 1 month after treatment was stopped. More order indicates stiffer lipids with stronger lipid-lipid interactions. B) The phase transition temperatures of Md and Mn were not statistically different in patients after 8 weeks of oral doxycycline therapy (gray bars) and 1 month after treatment was stopped.

Page 26: BAB II referat mata.docx

26

Figure 4.

Data from the FTIR spectra of human meibum. Gray bars: azythromycin study. Filled bars: data is from a larger published study. * statistically significant difference p < 0.05. Principal Component analysis was used to analyze the CH and OH stretching region from 3612 to 2490 cm−1 and the fingerprint region from 1814 to 676 cm−1. Based on a training set of 77 infrared spectra from Md and Mn,8 scores were assigned to the spectra. A score higher than 59 indicates that the infrared spectra is similar to the spectra of Md. A score lower than 59 indicates that the infrared spectra are similar to the spectra of Mn.

Page 27: BAB II referat mata.docx

27

Figure 5.

Data from the FTIR spectra of human meibum. Gray bars: azythromycin study. Filled bars: data is from a larger published study. * Statistically significant difference, p < 0.05. MGD: meibomian gland dysfunction.

Page 28: BAB II referat mata.docx

28

Figure 6.

Data from 1H-NMR spectra of human meibum. Gray bars: azythromycin study. Filled bars: data are from a larger published study (labled MGD and Normal). Open bars: doxycycline study(labled DCN). A) The resonance at 5.2 ppm has been tentatively assigned to terpenoids. B) The resonance at 5.4 is assigned to unconjugated =CH protons. C) The resonance at 1.26 ppm has been tentatively assigned to short chain CH3 moieties. *Statistically significant difference, p < 0.05.

Page 29: BAB II referat mata.docx

29

Tabel 1. Demografi Subjek

Tabel 2. Grading of Clinical Symptoms

Page 30: BAB II referat mata.docx

30

Tabel 3. Grading of Clinical Signs

Tabel 4. Respon Global Terhadap Terapi

Page 31: BAB II referat mata.docx

31

Tabel 5. Parameter Fase Transisi untuk Studi Doksisiklin

Tabel 6. Komposisi Lemak Meibum

Page 32: BAB II referat mata.docx

32

Tabel 7. Oksidasi Lemak Meibum