Referat Bab II Tinjauan Pustaka

86
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Pada Anak 1.Definisi Anemia Anemia secara umum didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi penurunan massa sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin di dalam darah. 7 Kadar hemoglobin yang didefinisikan sebagai anemia pada bayi dan anak berbeda dengan dewasa. Batas bawah konsentrasi hemoglobin normal ketika lahir adalah 14 g/dL dan akan mengalami penurunan sampai 11 g/dL pada umur 1 tahun (Tabel 1). 8 Tabel 1. Karakteristik Sel Darah Merah pada Anak Age Lowest Normal Hb (g/dL) Normal Red Blood Cell Size Mean Corpuscular Volume (fl) Fetal Hb (%) Birth 14.0 100-130 55-90 1 month 12.0 90-110 50-80 2 month 10.5 80-100 30-55 3-6 month 10.5 75-90 5-25 6 month – 1 year 11.0 70-85 <5 1-4 year 11.0 70-85 <2 4 year – puberty 11.5 75-90 <2 Adult Female 12.0 80-95 <2 Adult Male 14.0 80-95 <2 3

description

bab 2

Transcript of Referat Bab II Tinjauan Pustaka

Page 1: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anemia Pada Anak

1. Definisi Anemia

Anemia secara umum didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi penurunan massa sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin di dalam darah.7

Kadar hemoglobin yang didefinisikan sebagai anemia pada bayi dan anak berbeda dengan dewasa. Batas bawah konsentrasi hemoglobin normal ketika lahir adalah 14 g/dL dan akan mengalami penurunan sampai 11 g/dL pada umur 1 tahun (Tabel 1).8

Tabel 1. Karakteristik Sel Darah Merah pada Anak

Age Lowest Normal Hb (g/dL)

Normal Red Blood Cell Size Mean Corpuscular

Volume (fl)

Fetal Hb (%)

Birth 14.0 100-130 55-901 month 12.0 90-110 50-802 month 10.5 80-100 30-55

3-6 month 10.5 75-90 5-256 month – 1 year 11.0 70-85 <5

1-4 year 11.0 70-85 <24 year – puberty 11.5 75-90 <2

Adult Female 12.0 80-95 <2Adult Male 14.0 80-95 <2

(Tabel dikutip dari : Means RT, Glader B. Anemia : General Considerations. In: Greer et al. Wintrobe’s Clinical Hematology 12th Edition. Lippincott Williams & Wilkins 2009; p. 780-809).

Untuk mengetahui seorang anak mengalami anemia atau tidak, maka dapat dilihat batasan kadar hemoglobinnya . Batasan yang umum digunakan adalah kriteria WHO pada tahun 2001. Terdapat kriteria batas normal kadar Hb berdasarkan umur dan jenis kelamin , data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

3

Page 2: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

Tabel 2. Batasan Normal Kadar Hb

Kelompok Umur Hemogloblin (gr/dl)Anak usia sekolah 5 – 11 tahun 11,5

Laki-laki dan perempuan 12 – 14 tahun 12,0

Sumber : (WHO, 2001 dalam Supariasa 2002).9

2. Derajat Anemia pada Anak

Derajat anemia untuk menentukan seorang anak mengalami anemia atau tidak dapat ditentukan oleh jumlah kadar Hb yang terdapat dalam tubuh. Klasifikasi derajat anemia yang umum dipakai dalah sebagai berikut :

a. Ringan sekali Hb 10 gr/dl – 13 gr / dl b. Ringan Hb 8 gr / dl – 9,9 gr / dl c. Sedang Hb 6 gr / dl – 7,9 gr / dl d. Berat Hb < 6 gr / dl

(Sumber : WHO, 2002,. dalam Wiwik , 2008).10

3. Etiologi Anemia

Menurut Price (2006).11 penyebab anemia dapat dikelompokan sebagai berikut :

1. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena : a) Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemia difisiensi Fe,

Thalasemia, dan anemi infeksi kronik. b) Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang dapat

menimbulkan anemia pernisiosa dan anemi asam folat. c) Fungsi sel induk ( stem sel ) terganggu , sehingga dapat menimbulkan

anemi aplastik dan leukemia. d) Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.

4

Page 3: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

2. Kehilangan darah : a) Akut karena perdarahan atau trauma / kecelakaan yang terjadi secara

mendadak. b) Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.

3. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis). Hemolisis dapat terjadi karena: a) Faktor bawaan, misalnya, kekurangan enzim G6PD ( untuk mencegah

kerusakan eritrosit ). b) Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak eritrosit

misalnya, ureum pada darah karena gangguan ginjal atau penggunaan obat acetosal.

4. Bahan baku untuk pembentukan eritrosit tidak ada. Bahan baku yang dimaksud adalah protein , asam folat, vitamin B12, dan mineral Fe. Sebagian besar anemia anak disebabkan oleh kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial (zat besi, asam folat, B12) yang digunakan dalam pembentukan sel-sel darah merah. Anemia bisa juga disebabkan oleh kondisi lain seperti penyakit malaria, infeksi cacing tambang.12

Tanda – tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat besi (feritinin) dan bertambahnya absorsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikat zat besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas simpanan zat besi , berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah protoporporin yang diubah menjadi heme dan dikuti dengan menurunya kadar feritinin serum dan akhirnya terjadi anemia dengan ciri khas rendahnya kadar hemogloblin.13

4. Klasifikasi Anemia

Klasifikasi anemia menurut etiopatogenesis :14

a. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang

1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit

Anemia defisiensi besi Anemia defisiensi asam folat Anemia defisiensi vitamin B12

5

Page 4: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

2. Gangguan penggunaan besi

Anemia akibat penyakit kronik Anemia sideroblastik

3. Kerusakan sumsum tulang

Anemia aplastik Anemia mieloptisik Anemia pada keganasan hematologi Anemia diseritropoietik Anemia pada sindrom mielodisplastik

b. Anemia akibat perdarahan

1. Anemia pasca perdarahan akut

2. Anemia akibat perdarahan kronik

c. Anemia hemolitik

1. Anemia hemolitik intrakorpuskular

Gangguan membran eritrosit (membranopati) Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat defisiensi G6PD Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati) - Thalasemia -

Hemoglobinopati struktural : HbS, HbE, dll

2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler

Anemia hemolitik autoimun Anemia hemolitik mikroangiopatik Lain-lain

d. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks

Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi:14

6

Page 5: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

1. Anemia hipokromik mikrositer

a. Anemia defisiensi besi

b. Thalasemia major

c. Anemia akibat penyakit kronik

d. Anemia sideroblastik

2. Anemia normokromik normositer

a. Anemia pasca perdarahan akut

b. Anemia aplastik

c. Anemia hemolitik didapat

d. Anemia akibat penyakit kronik

e. Anemia pada gagal ginjal kronik

f. Anemia pada sindrom mielodisplastik

g. Anemia pada keganasan hematologik

3. Anemia makrositer

a. Bentuk megaloblastik

Anemia defisiensi asam folat Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa

b. Bentuk non-megaloblastik

Anemia pada penyakit hati kronik Anemia pada hipotiroidisme Anemia pada sindrom mielodisplastik

7

Page 6: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration)  adalah perhitungan rata-rata konsentrasi hemoglobin di dalam eritrosit. MCHC yang rendah (hipokromia) akan dijumpai pada keadaan di mana hemoglobin abnormal yang dicairkan di dalam eritrosit, misalnya pada anemia yang kekurangan zat besi dalam talasemia.

Peningkatan MCHC (hiperkromia) terdapat pada keadaan di mana hemoglobin yang abnormal terkonsentrasi di dalam eritrosit, seperti pada pasien luka bakar dan sferositosis bawaan.

MCHC tersebut mengindikasikan konsentrasi hemoglobin per unit volume eritrosit. Penurunan nilai MCHC dijumpai pada anemia hipokromik, defisiensi zat besi serta talasemia. Nilai MCHC dihitung dari nilai MCH dan MCV atau dari hemoglobin dan hematokrit.

Berikut nilai rujukan normal MCHC : 

Dewasa : 32 – 36 %,  Bayi baru lahir : 31 – 35 % Anak usia 1.5 – 3 tahun : 26 – 34 % Anak usia 5 – 10 tahun : 32 – 36 %

Nilai MCHC tidak lepas kaitannya dengan indeks eritrost yang lain, yaitu MCH dan MCV. Kami akan menjelaskan mengenai indeks eritrosit tersebut. Indeks eritrosit yaitu batasan berupa ukuran dan isi hemoglobin eritrosit. Indeks eritrosit terdiri atas : isi/volume atau ukuran eritrosit (MCV : Mean Corpuscular Volume atau volume eritrosit rata-rata), berat (MCH : Mean Corpuscular Hemoglobin atau hemoglobin eritrosit rata-rata), konsentrasi (MCHC : Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration kadar hemoglobin eritrosit rata-rata), dan perbedaan ukuran (RDW : RBC Distribution Width atau luas distribusi eritrosit). Indeks eritrosit dilakukan secara umum dalam mengindentifikasi anemia atau sebagai pemeriksaan penunjang dalam membedakan berbagai macam anemia.

Mean Corpuscular Volume (MCV) adalah suatu ukuran  volume rata-rata eritroit.  MCV menjadi tinggi jika eritrosit lebih besar dari biasanya (makrositik), contohnya  pada anemia kekurangan vitamin B12. MCV menjadi turun jika eritrosit lebih kecil dari biasanya (mikrositik) contohnya pada anemia kekurangan zat besi. Jika MCV rendah, artinya sel mikrositik atau ukurannya lebih kecil dari sel normal. Sel mikrositik ditemukan pada :

8

Page 7: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

Anemia defisiensi besi Thalassemia Keracunan Timah

Jika MCV tinggi, artinya sel makrositik atau ukurannya lebih besar dari sel normal. Sel makrositik ditemukan pada :

Anemia pernisiosa Defisiensi asam folat Peminum alkohol Terapi HIV menggunakan Zidovudine, Abacavir, Stavudin.

Nilai rujukan MCV normal :

Dewasa : 80 – 100 fL (baca femtoliter) Bayi baru lahir : 98 – 122 fL Anak usia 1-3 tahun : 73 – 101 fL Anak usia 4-5 tahun : 72 – 88 fL Anak usia 6-10 tahun : 69 – 93 fL

Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) adalah jumlah rata-rata hemoglobin didalam eritrosit. Eritrosit yang lebih besar (makrositik) biasanya memiliki MCH yang lebih tinggi. Begitu sebaliknya, pada eritrosit yang lebih kecil (mikrositik) akan memiliki nilai MCH yang lebih rendah. MCH mengindikasikan bobot kadar hemoglobin di dalam eritrosit tanpa diperhatikan ukurannya.

Nilai rujukan MCH normal :

Dewasa : 26 – 34 pg (baca pikogram) Bayi baru lahir : 33 – 41 pg Anak usia 1-5 tahun : 23 – 31 pg Anak usia 6-10 tahun : 22 – 34 pg

Pada anemia normositik, MCV dalam batas normal, sedangkan pada anemia makrositik MCV lebih besar dari batas normal dan pada anemia mikrositik MCV lebih kecil dari batas normal.6

Pada golongan usia anak, gambaran morfologi mikrositik yang disertai jumlah retikulosit rendah atau normal menunjukkan adanya kelainan pada pematangan erythroid atau proses eritropoiesis yang tidak sempurna, dengan

9

Page 8: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

defisiensi besi sebagai etiologi tersering, dan thalassemia minor sebagai diagnosis bandingnya. Pada anemia mikrositik dengan jumlah retikulosis yang meningkat, etiologi yang paling sering adalah thalassemia mayor.15

Pada anemia normositik dengan jumlah retikulosit yang rendah, banyak etiologi yang dikaitkan dengan kelompok tersebut, tetapi etiologi yang tersering adalah anemia penyakit kronik, anemia aplastic, dan keganasan. Bila jumlah retikulosit adekuat atau meningkat, anemia pada umumnya disebabkan karena adanya perdarahan, hipersplenisme, atau adanya hemolisis yang sedang berlangsung. Pemeriksaan apusan darah tepi yang abnormal (ditemukan sferositosis, sickle forms, dll) sering dilakukan untuk memastikan etiologi anemia.4

Anemia yang ditemukan pada anak dengan gambaran morfologi sel darah makrositik biasanya merupakan anemia megaloblastik, disebabkan oleh gangguan sintesis DNA dan perkembangan inti sel, yang penyebab utamanya ialah defisiensi asam folat, vitamin B12, dan kongenital. Pada anemia makrositik dengan jumlah retikulosit rendah atau normal, anemia aplastik kongenital (Diamond-blackfan dan Fanconi) serta hipotiroidisme merupakan etiologi yang tersering. Penyebab lain diantaranya adalah Congenital Dyserythropoietic Anemia/ CDA 1 dan III.6

5. Pendekatan Diagnosis Anemia

a. Anamnesis

Seringkali anak dengan anemia tidak menunjukkan tanda dan gejala klinis anemia.18 Gejala klinis umumnya tidak tampak jelas hingga kadar Hb mencapai 7-8 g/dl. Tanda-tanda klinis yang muncul dapat berupa pucat, iritabel, pica (pada defisiensi besi), jaundice (pada hemolysis), sesak napas, atau palpitasi.4

Terdapat berbagai macam factor yang harus diperhatikan dalam anamnesis anak yang dicurigai menderita anemia. Faktor-faktor tersebut adalah usia, jenis kelamin, ras, etnis, pola makan/diet, riwayat kelahiran & masa neonatal, riwayat penggunaan obat-obatan, riwayat infeksi, dan riwayat gangguan buang besar/diare.7

Usia penderita merupakan indikator yang penting untuk menentukan etiologi penderita anemia, salah satunya ialah pada anemia yang disebabkan

10

Page 9: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

oleh defisiensi besi. Anemia defisiensi besi tidak pernah terjadi pada bayi cukup bulan sebelum usia 6 bulan, dan jarang terlihat pada bayi prematur sebelum bayi mengalami peningkatan berat badan sebayak 2 kali berat lahir. Anemia yang muncul pada periode neonatal pada umumnya disebabkan karena kehilangan darah yang akut, isoimunisasi, atau manifestasi awal dari anemia hemolitik bawaan atau infeksi bawaan. Anemia yang pertama kali terdeteksi pada usia 3-6 bulan menunjukkan kelainan bawaan dari sintesis Hb atau struktur Hb.7

Jenis kelamin dan ras juga memegang peran penting dalam menentukan diagnosis banding. Pertimbangkan X-linked disorder pada laki-laki (G6PD deficiency, Pyruvate kinase deficiency). Defisiensi G6PD lebih banyak ditemukan pada bangsa Filipina dan Yunani. Hb S dan C lebih umum ditemukan pada ras kulit hitam, thalassemia mayor lebih sering ditemukan pada ras putih, sedangkan thalassemia minor lebih sering pada ras kulit hitam dan kuning.7

Riwayat kehamilan dan kelahiran juga perlu ditanyakan. Riwayat hiperbilirubinemia pada anak mengarahkan pada kecurigaan adanya anemia hemolitik kongenital, seperti defisiensi G6PD. Pada bayi prematur perlu dicurigai adanya anemia defisiensi besi.5

Riwayat nutrisi memegang peran penting, terutama karena mayoritas anemia yang terjadi di Indonesia disebabkan karena defisiensi asupan gizi tertentu. Evaluasi sumber Fe, vitamin B12, asam folat atau vitamin E dalam diet sehari-hari. Riwayat pica, geophagia atau pagophagia mengarah pada defisiensi Fe.7

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, pucat merupakan tanda yang khas pada penderita anemia, tetapi tidak semua penderita anemia tampak pucat, terutama bila masih berupa anemia ringan. Selain pucat, dapat juga ditemukan kelainan lain pada kulit. Bila ditemukan hiperpigmentasi pada kulit maka dapat dicurigai adanya anemia fanconi, pada jaundice atau kuning dapat dicurigai anemia hemolitik baik akut maupun kronis, hepatitis, dan anemia aplastik, sedangkan bila ditemukan ptekie atau purpura, dapat dicurigai adanya anemia

11

Page 10: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

hemolitik autoimun dengan trombositopenia, sindrom hemolitik uremik, aplasia, atau infiltrasi sumsum tulang.16

Pada pemeriksaan kepala dan leher dapat ditemukan kelainan pada bentuk yaitu tulang frontal, maksila dan malar yang menonjol, yang merupakan karakteristik dari thalassemia, dan seringkali diikuti dengan sclera ikterik. Selain itu dapat juga ditemukan stomatitis singularis dan glositis, biasanya pada penderita anemia defisiensi besi.16

Untuk pemeriksaan dada, bunyi jantung abnormal dapat ditemukan bila anemia yang dialami cukup berat sehingga terjadi gangguan kerja pada jantung atau adanya gagal jantung kongesti. Bila limpa teraba atau terjadi pembesaran limpa, maka dapat dicurigai adanya proses hemolitik, infeksi, keganasan, atau hipertensi portal.16

Tanda khas yang dapat ditemukan pada ekstremitas berupa spoon nails, merupakan tanda adanya defisiensi besi. Sedangkan pada anemia aplastik fanconi biasanya ditemukan displasia alat gerak radius.16

Tabel 3. Tanda atau Gejala pada Pemeriksaan Fisik pada Anak

Penyakit Pucat Perdarahan OrganomegaliAnemia DefisiensiAnemia Hemolitik AkutAnemia AplastikITPAnemia Pasca PerdarahanAnemia Hemolitik KronikLeukemia AkutThalassemia dengan HipersplenismeHemosiderosis HatiMetastasis TumorPenyakit Infeksi Kronik

+++

-/++/++

++++++

--+++

-/++++

-/+-/+

-----+

-/+++

-/+-/+

c. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium sangat penting dilakukan untuk menentukan tingkat keparahan dan menentukan etiologi pasti dari anemia. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain pemeriksaan darah lengkap (Hb, Ht, Eritrosit, MCV, MCH, MCHC, Retikulosit, Hitung Jenis, dan Trombosit), pemeriksaan apusan darah tepi untuk melihat morfologi dari sel daarh merah, dan

12

Page 11: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

pemeriksaan tambahan lain sesuai dengan diagnosis banding yang didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.5

Pemeriksaan lanjutan berupa TIBC ( Total Iron Binding Capacity), ferritin, FEP ( Free Erythrocyte Protophyrin ) dilakukan bila dicurigai adanya anemia defisiensi besi pada pasien. Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan occult blood pada tinja untuk mengetahui adanya perdarahan pada saluran cerna dan endoskopi jika diperlukan.5

Pemeriksaan sumsum tulang, absorpsi vitamin B12/ Schilling test, pemeriksaan kadar vitamin B12 dan folat dalam serum, dan analisis gaster setelah injeksi histamin dilakukan pada penderita anemia dengan diagnosis banding defisiensi vitamin B12. Pemeriksaan sumsum tulang berupa aspirasi dan biopsi pada umumnya dilakukan jika ada kecurigaan anemia aplastik atau leukemia.5

d. Pemeriksaan Morfologi Sel Darah Merah

Eritrosit normal berbentuk bulat pipih dan tidak berinti, tampak seperti bentuk bikonkaf. Pada umumnya tampak berwarna merah dengan inti pucat sebesar 1/3 diameter sel jika dilakukan pewarnaan Giemsa.17

Eritrosit adalah yang paling banyak ditemukan dalam apusan darah tepi. Pemeriksaan morfologi harus mencakup penilaian ukuran, bentuk, dan warna (pucat). Ukuran sel darah normal adalah sama dengan inti sel limfosit, dengan diameter 7-8 mikron dan MCV 75-90 fl atau sesuai dengan usia. Dari segi bentuk, eritrosit tampak bulat dan memiliki kontur halus. Dari segi warna, area inti sel sebesar 1/3 dari diameter secara keseluruhan berwarna pucat.

13

Page 12: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

Berkurangnya proporsi tersebut menunjukkan hyperchromia. Bila pucat secara keseluruhan menghilang maka dapat dikarakteristikan sebagai spherocytes. Bila pucat bertambah besar maka sel sebagai hipokromik. Pada umumnya sel-sel hipokromik mikrositik sering terlihat pada anemia defisiensi besi, thalassemia, dan anemia penyakit kronis di masa anak-anak.5

Bayi yang baru lahir dapat memiliki beberapa bentuk eritrosit sekaligus. Perlu diperhatikan bahwa ada variasi yang lebih luas dalam jenis sel darah merah yang diamati pada apusan darah tepi bayi daripada dewasa, sehingga temuan yang seharusnya menjadi perhatian dewasa sering dianggap normal pada bayi.17

Mikrositik

Eritrosit lebih kecil dari ukuran normal dengan MCV <70 fl. Pada umumnya sel mikrositik juga tampak hipokromik/pucat. Biasanya ditemukan pada anemia defisiensi Fe, keracunan timbal, thalassemia, anemia penyakit kronik, dan anemia sideroblastik.

Makrositik

Eritrosit lebih besar dari ukuran normal dengan MCV >100 fl. Dapat ditemukan pada neonatus normal, kelaianan kromosom (trisomi 21), defisiensi B12, defisiensi folat, hipotiroid, gangguan liver, pre-leukemia, dan penggunaan obat-obatan antikonvulsi, antidepresan, estrogen, antiretroviral, serta kemoterapi.

Eliptosis/ovaloctyes/pencil cell/cigar cell

Eritrosit berbentuk seperti rokok/ panjang dengan ukuran ujung tumpul. Dapat ditemukan pada anemia defisiensi besi yang berat.

Sel target

Eritrosit dengan Hb terkonsentrasi pada area tengah dikelilingi oleh area berwarna pucat dan cincin Hb pada bagian perifer, atau disebut gambaran Bull’s eye. Dapat ditemukan pada penderita thalassemia.

Sel sabit/ Sickle Cell

14

Page 13: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

Eritrosit tampak panjang dan meruncing pada kedua ujungnya. Dapat berbentuk seperti huruf S maupun C dapat ditemukan pada penderita anemia sel sabit.

Sel tetesan air / Teardrop Cell

Eritrosit berbentuk seperti tetesan air atau buah pir (pear shaped). Dapat ditemukan pada mielofibrosis.

Tabel 4. Pemeriksaan Darah Tepi Lengkap pada Anak dengan Anemia

Hb Ht Leukosit Trombosit Hitung Jenis Retikulosit MCV RDWADB ↓ ↓ N/↑ N N/segmenter N /↓ ↓↓ ↑

Anemia Aplastik

↓ ↓ ↓ ↓ Limpositosis Relatif

↓ N/↓ N

ITP N/↓ N/↓

N ↓ N N N /↓ N

Leukemia Akut

↓ ↓ ↓/ N /↑ ↓ Dominasi satu sel

↓ N /↓ N

Thalassemia Minor

N/↓ N/↓

N N N ↑ ↓ ↑

Thalassemia Mayor

↓ ↓ ↓/ N /↑ ↓↑ N normoblast ↑↑ ↓↓ ↑ ↑

Anemia Hemolitik

↓ ↓ N N N Normoblast ↑↑ ↓ ↑ ↑

6. Terapi Anemia

Anemia sendiri bukan merupakan diagnosis akhir tetapi merupakan gejala, sehingga terapi pada anemia harus didasarkan pada penyebab / etiologi dari anemia yang diderita. Pasien yang memiliki anemia berat sebaiknya diberikan transfusi darah sementara evaluasi untuk menegakkan diagnosis dan etiologi dilakukan.18

B. Anemia Defisiensi Besi

15

Page 14: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

1. Definisi Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.14

Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah, yang ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun.19 

Gambar 2. Anemia Defisiensi Besi

2. Zat Besi (Fe)

Zat besi terdapat pada seluruh sel tubuh kira-kira 40-50 mg/kilogram berat badan. Hampir seluruhnya dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein. Ikatan ini kuat dalam bentuk organik, yaitu sebagai ikatan non ion dan lebih lemah dalam bentuk anorganik, yaitu sebagai ikatan ion. Besi mudah mengalami oksidasi atau reduksi. Kira-kira 70 % dari Fe yang terdapat dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau esensial, dan 30 % merupakan Fe yang nonesensial.

Fe esensial ini terdapat pada :

1. Hemoglobin 66 % 16

Page 15: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

2. Mioglobin 3 % 3. Enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer elektron misalnya

sitokrom oksidase, suksinil dehidrogenase dan xantin oksidase sebanyak 0,5%

4. Pada transferin 0,1 %.

Besi nonesensial terdapat sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin sebanyak 25 %, dan pada parenkim jaringan kira-kira 5 %.

Makanan sumber zat besi yang paling baik berupa heme-iron adalah hati, jantung dan kuning telur. Jumlahnya lebih sedikit terdapat pada daging, ayam dan ikan. Sedangkan nonheme-iron banyak terdapat pada kacang-kacangan, sayuran hijau, buah-buahan dan sereal. Susu dan produk susu mengandung zat besi sangat rendah. Heme-iron menyumbang hanya 1-2 mg zat besi per hari pada diet orang Amerika. Sedangkan nonheme-iron merupakan sumber utama zat besi.

3. Kebutuhan Zat Besi

Jumlah Fe yang dibutuhkan setiap hari dipengaruhi oleh berbagai faktor. Umur, jenis kelamin dan volume darah dalam tubuh (Hb) dapat mempengaruhi kebutuhan, walaupun keadaan depot Fe memegang peranan yang penting pula.

Kebutuhan zat besi bagi bayi dan anak-anak relatif lebih tinggi disebabkan oleh pertumbuhannya. Bayi dilahirkan dengan 0,5 gram besi, sedang dewasa kira-kira 5 gram, untuk mengejar perbedaan itu rata-rata 0,8 gram besi harus diabsorbsi tiap hari selama 15 tahun pertama kehidupan. Disamping kebutuhan pertumbuhan ini, sejumlah kecil diperlukan untuk menyeimbangkan kehilangan besi normal oleh pengelupasan sel. Karena itu untuk mempertahankan keseimbangan besi positif pada anak, kira-kira 1 mg besi harus diabsorbsi.

4. Metabolisme Zat Besi

17

Page 16: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

Penyerapan besi oleh tubuh berlangsung melalui mukosa usus halus, terutama di duodenum sampai pertengahan jejunum, makin ke distal penyerapan akan semakin berkurang. Ada 2 cara penyerapan besi dalam usus, yaitu :

1. Penyerapan dalam bentuk non heme ( + 90 % berasal dari makanan)

Zat besi dalam makanan biasanya dalam bentuk senyawa besi non heme berupa kompleks senyawa besi inorganik (ferri/ Fe3+) yang oleh HCl lambung, asam amino dan vitamin C mengalami reduksi menjadi ferro (Fe2+ ). Bentuk fero diabsorpsi oleh sel mukosa usus dan di dalam sel usus, fero mengalami oksidasi menjadi feri yang selanjutnya berikatan dengan apoferitin menjadi feritin. Bentuk ini akan dilepaskan ke peredaran darah setelah mengalami reduksi menjadi fero dan di dalam plasma ion fero direoksidasi menjadi feri yang akan berikatan dengan 1 globulin membentuk transferin. Transferin berfungsi mengangkut besi untuk didistribusikan ke hepar, limpa, sumsum tulang serta jaringan lain untuk disimpan sebagai cadangan besi tubuh.

Di sumsum tulang sebagian besi dilepaskan ke dalam retikulosit yang akan bersenyawa dengan porfirin membentuk heme. Persenyawaan globulin dengan heme membentuk hemoglobin. Setelah eritrosit hancur, Hb akan mengalami degradasi menjadi biliverdin dan besi. Besi akan masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus seperti di atas.

2. Penyerapan dalam bentuk heme ( + 10 % dari makanan)

Besi heme di dalam lambung dipisahkan dari proteinnya oleh HCl lambung dan enzim proteosa. Besi heme teroksidasi menjadi hemin yang akan masuk ke sel mukosa usus secara utuh, lalu dipecah oleh enzim hemeoksigenasi menjadi ion feri dan porfirin. Ion feri akan mengalami siklus seperti di atas.

Proses absorbsi besi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

1. Heme-iron akan lebih mudah diserap dibandingkan non heme-iron 2. Ferro lebih mudah diserap daripada ferri 3. Asam lambung akan membantu penyerapan besi 4. Absorbsi besi dihambat kompleks phytate dan fosfat

18

Page 17: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

5. Bayi dan anak-anak mengabsorbsi besi lebih tinggi dari orang dewasa karena proses pertumbuhan

6. Absorbsi akan diperbesar oleh protein 7. Asam askorbat dan asam organik tertentu

Jumlah total besi dalam tubuh sebagian besar diatur dengan cara mengubah kecepatan absorbsinya. Bila tubuh jenuh dengan besi sehingga seluruh apoferitin dalam tempat cadangan besi sudah terikat dengan besi, maka kecepatan absorbsi besi dari traktus intestinal akan menjadi sangat menurun. Sebaliknya bila tempat penyimpanan besi itu kehabisan besi, maka kecepatan absorbsinya akan sangat dipercepat.

Di dalam tubuh, cadangan besi ada dua bentuk, yang pertama feritin yang ebrsifat mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati. Bentuk kedua adalah hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih sedikit dibanding feritin. Hemosiderin terutama ditemukan dalam sel Kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum tulang. Cadangan besi ini akan berfungsi untuk mempertahankan homeostasis besi dalam tubuh.11

5. Fisiologi Produksi Hemoglobin

  Eritropoitin adalah pengatur hormon primer dan merupakan produksi sel darah merah (SDM). Pada fetus, eritropoitin dihasilkan dari monosit/makrofag di hati. Setelah lahir, eritropoitin diproduksi oleh sel-sel peritubular ginjal. Dalam differensiasi sel darah merah , kondensasi material inti sel merah, menghasilkan hemoglobin sehingga jumlahnya mencapai 90% dari masa sel darah merah. Normalnya sel darah merah dapat bertahan sekitar 120 hari, sementara abnormalnya SDM dapat bertahan hanya selama 15 hari. 

Setelah eritrosit berumur ± 120 hari fungsinya kemudian menurun dan selanjutnya dihancurkan didalam sel retikuloendotelial. Hemoglobin mengalami proses degradasi menjadi biliverdin dan besi. Selanjutnya biliverdin akan direduksi menjadi bilirubin, sedangkan besi akan masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus seperti diatas atau tetap disimpan sebagai cadangan tergantung aktivitas eritropoisis.20

6. Etiologi Anemia Defisiensi Besi

19

Page 18: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

Terjadinya anemia defisiensi besi dangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diit yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.21

Kebutuhan besi dapat disebabkan :

1. Kebutuhan yang meningkat fisiologis : Pertumbuhan

Pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja, kebutuhan besi akan meningkat sehingga pada periode ini insiden anemia defisiensi Fe meningkat.

Menstruasi

Penyebab tersering pada anak perempuan adalah kehilangan darah lewat menstruasi.

2. Kurangnya besi yang diserap Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat

Bayi cukup bulan memerlukan + 200 mg besi dalam 1 tahun pertama untuk pertumbuhannya. Bayi yang mendapat ASI jarang menderita anemia karena 40 % besi dalam ASI diabsorpsi oleh bayi.

Malabsorpsi besi

Keadaan ini dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya mengalami perubahan secara histologis dan fungsional.

3. Perdarahan Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab penting terjadinya anemia defisiensi Fe. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg. Perdarahan dapat karena ulkus peptikum, infeksi cacing, obat-obatan (kortikosteroid, AINS, indometasin).

4. Kehamilan Pada kehamilan, kehilangan besi kebanyakan disebabkan oleh kebutuhan besi oleh fetus untuk eritropoiesis, kehilangan darah saat persalinan, dan saat laktasi.

5. Transfusi feto-maternal

20

Page 19: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan anemia pada akhir masa fetus dan pada awal masa neonatus.

6. Hemoglobinuria Keadaan ini biasa dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan. Pada Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria kehilangan besi melalui urin 1,8-7,8 mg/hari.

7. Iatrogenic blood loss Terjadi pada anak yang sering diambil darah venanya untuk pemeriksaan laboratorium.

8. Idiopathic pulmonary hemosiderosis Penyakit ini jarang terjadi, pada keadaan ini kadar Hb dapat turun drastis hingga 1,5-3 g/dl dalam 24 jam.

9. Latihan yang berlebihan Pada orang yang berolahraga berat kadar feritin serumnya akan kurang dari 10 ug/dl.

Tabel 5. Etiologi Anemia Defisiensi Besi Berdasarkan Usia 22

Usia Penyebab< 1 tahun Berat Badan Lahir Rendah

Gemeli Asi Eksklusif tanpa suplemen besi Susu formula rendah besi Anemia selama kehamilan

1-2 tahun Asupan kurang Infeksi Berulang Obesitas Malabsorpsi

2-5 tahun Asupan kurang Kebutuhan meningkat Perdarahan

5 tahun – remaja Asupan berkurang Perdarahan oleh karena infeksi

7. Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi

21

Page 20: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

Anemia defisiensi Fe merupakan hasil akhir keseimbangan negatif Fe yang berlangsung lama. Bila keseimbangan besi ini menetap akan menyebabkan cadangan besi terus berkurang. Terdapat 3 tahap defisiensi besi, yaitu : 11

Iron depletion

Ditandai dengan cadangan besi menurun atau tidak ada tetapi kadar Fe serum dan Hb masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme.

Iron deficient erythropoietin/iron limited erythropoiesis

Pada keadaan ini didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis. Pada pemeriksaan laboratorium didapat kadar Fe serum dan saturasi transferin menurun sedangkan TIBC dan FEP meningkat.

Iron deficiency anemia

Keadaan ini merupakan stadium lanjut dari defisiensi Fe. Keadaan ini ditandai dengan cadangan besi yang menurun atau tidak ada, kadar Fe serum rendah, saturasi transferin rendah, dan kadar Hb atau Ht yang rendah

8. Manifestasi Klinis Anemia Defisiensi Besi

Gejala klinis anemia sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh penderita dan keluarga, yang ringan diagnosa ditegakkan hanya dari laboratorium. Gejala yang umum adalah pucat. Pada Anemia defisiensi besi dengan kadar 6-10 g/dl terjadi kompensasi kompensasi yang efektif sehingga gejalanya hanya ringan.23

Gejala lain yang terjadi adalah kelainan non hematologi akibat kekurangan besi seperti: 23

Perubahan epitel yang menimbulkan gejala koilonikia (spoon-shaped nail), atrofi papila lidah, perubahan mukosa lambung dan usus halus.

Penurunan aktivitas kerja. Termogenesis yang abnormal ditandai dengan ketidakmampuan

mempertahankan suhu tubuh normal saat udara dingin. Daya tahan tubuh menurun karena fungsi leukosit yang abnormal.

9. Diagnosis Anemia Defisiensi Besi

Diagnosis anemia defisensi ditegakkan berdasarkan: 23

22

Page 21: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

Anamnesis untuk mencari faktor predisposisi dan etiologi, antara lain: bayi berat lahir rendah (BBLR), bayi kurang bulan, bayi yang baru lahir dari ibu anemia, bayi yang mendapat susu sapi sebelum usia 1 tahun, dan lain-lain sebagainya.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya gejala pucat menahun tanpa disertai adanya organomegali, seperti hepatomegali dan splenomegali.

Pada penderita anemia defisiensi Fe dapat ditemukan pemeriksaan laboratorium sebagai berikut : 1. Apus darah tepi Gambaran morfologi darah tepi akan ditemukan

keadaan hipokrom, mikrositer, anisositosis, poikilositosis 2. Leukosit : jumlahnya normal, pada anemia defisiensi Fe yang kronis

dapat ditemukan granulositopenia ringan 3. Trombosit : meningkat 2 - 4 kali dari nilai normal 4. Apus sumsum tulang : hiperplasia sistem eritropoietik dan

berkurangnya hemosiderin. 5. MCV, MCH, MCHC menurun 6. Kadar Fe serum menurun7. TIBC meningkat ( > 410 ug/dl) 8. Free Erythrocyte Protoporphyrin (FEP) > 100 ug/dl eritrosit 9. Kadar feritin menurun10. Saturasi transferin menurun

Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan suatu anemia defisiensi Fe : 23

Menurut WHO

Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata <31% (N 32-35) Kadar Fe serum <5µg/dl (N: 80- 180µg/dl) Saturasi transferin <15 % (N : 20-50 %)

Menurut Cook dan Monsen

Anemia hipokrom mikrositer Saturasi transferin <16% Nilai FEP > 100 ug/dl eritrosit Kadar feritin serum < 12µg/dl

Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria harus dipenuhi.

23

Page 22: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

Menurut Lankowsky

Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan kadar MCV, MCH, dan MCHC yang menurun

FEP meningkat Feritin serum menurun Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST menurun Respon terhadap pemberian preparat besi

o Retikulositosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian besi.

o Kada Hb meningkat 0,25-0,4 g/dl atau PCV meningkat 1 %/hari

Sumsum tulang o Tertundanya maturasi sitoplasma o Pada pewaranaan tidak ditemukan besi

10. Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi

Prinsip penatalaksanaan anemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta memberi terapi penggantian dengan preparat besi. Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau parenteral. 23

1. Terapi Oral

Senyawa zat besi yang sederhana dan diberikan peroral adalah ferous glukonat, fumarat, dan suksinat dengan dosis harian 4-6 mg/kg/hari besi elemental diberikan dalam 2-3 dosis. Penyerapan akan lebih baik jika lambung kosong, tetapi ini akan menimbulkan efek samping pada saluran cerna. Efek samping yang dapat terjadi adalah iritasi gastrointestinal, yang dapat menyebabkan rasa terbakar, nausea dan diare. Oleh karena itu pemberian besi bisa saat makan atau segera setelah makan, meskipun akan mengurangi absorbsi obat sekitar 40-50%. Preparat besi harus terus diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada penderita teratasi. 23

2. Terapi Parental

Pemberian besi secara IM menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal. Kemampuan untuk meningkatkan kadar Hb tidak lebih baik dibanding

24

Page 23: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

peroral. Indikasi parenteral: Tidak dapat mentoleransi Fe oral Kehilangan Fe (darah) yang cepat sehingga tidak dapat dikompensasi dengan Fe oral. Gangguan traktus gastrointestinal yang dapat memburuk dengan pemberian Fe oral (colitis ulserativa). Tidak dapat mengabsorpsi Fe melalui traktus gastrointestinal. Tidak dapat mempertahankan keseimbangan Fe pada hemodialisa Preparat yang sering diberikan adalah dekstran besi, larutan ini mengandung 50 mg besi/ml. Dosis dihitung berdasarkan : Dosis besi (mg)=BB(kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5. 23

3. Terapi Transfusi

Transfusi sel-sel darah merah atau darah lengkap, jarang diperlukan dalam penanganan anemia defisiensi Fe, kecuali bila terdapat pula perdarahan, anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respon terapi. Secara umum untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb <6. 23

Pada tanggal 25 Februari 2014, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan pemberian suplemen besi kepada bayi dan anak untuk menurunkan angka kejadian defisiensi besi. Suplemen besi diberikan kepada semua anak, dengan prioritas usia balita (0-5 tahun), terutama usia 0-2 tahun.

Dosis dan lama pemberian suplementasi untuk : Bayi BBLR (<2500 g) : 3 mg/kgBB/hari untuk usia 1 bulan sampai 2 tahun

(dosis maksimum 15 mg/hari, diberikan dosis tunggal). Bayi cukup bulan : 2 mg/kgBB/hari untuk usia 4 bulan sampai 2 tahun. Usia 2-5 tahun (balita) : 1 mg/kgBB/hari, 2x/minggu selama 3 bulan

berturut-turut setiap tahun. Usia >5-12 tahun (usia sekolah) : 1 mg/kgBB/hari, 2x/minggu selama 3

bulan berturut-turut setiap tahun. Usia 12-18 tahun (remaja) : 60 mg/hari atau 1 mg/kgBB/hari, 2x/minggu

selama 3 bulan berturut-turut setiap tahun (khusus remaja perempuan, ditambah 400 µg asam folat.

Untuk saat ini, uji tapis (skrining) defisiensi besi secara masal belum direkomendasikan. Pemeriksaan kadar hemoglobin dilakukan mulai usia 2 tahun dan selanjutnya setiap tahun sampai usia remaja. Bila pada hasil pemeriksaan ditemukan anemia, dicari penyebab anemia dan bila perlu dirujuk.24

25

Page 24: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

Gambar 3. Jumlah Zat Besi yang direkomendasikan per hari

11. Pencegahan Anemia Defisiensi Besi

Beberapa tindakan penting yang dapat dilakukan untuk mencegah kekurangan besi pada awal kehidupan adalah sebagai berikut : 23

Meningkatkan pemberian ASI eksklusif. Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun. Memberi bayi makanan yang mengandung besi serta makanan yang kaya

dengan asam askorbat (jus buah). Memberi suplemen Fe pada bayi kurang bulan. Pemakaian PASI yang mengandung besi.

12. Prognosis Anemia Defisiensi Besi

Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya kekurangan besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan manifestasi klinisnya akan membaik dengan pemberian preparat besi.23

C. Anemia Hemolitik

1. Definisi Anemia Hemolitik

26

Page 25: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

Anemia hemolitik ialah anemia yang disebabkan karena kecepatan penghancuran sel darah merah (eritrosit)  lebih besar dari pada normal. Pada anemia hemolitik, umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur eritrosit 100-120 hari). Pada anemia hemolitik keadaan anemi terjadi karena meningkatnya penghancuran dari sel eritrosit yang diikuti dengan ketidakmampuan dari sumsum tulang dalam memproduksi sel eritrosit. Untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit tersebut, penghancuran sel eritrosit yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hiperplasi sumsum tulang sehingga produksi sel eritrosit akan meningkat dari normal. Hal  ini terjadi bila umur eritrosit berkurang dari 120 hari menjadi 15-20 hari tanpa diikuti dengan anemia. Namun  bila sumsum tulang tidak mampu mengatasi keadaan tersebut maka akan terjadi anemia.25

Penghancuran Sel darah merah dalam sirkulasi dikenal dengan hemolisis yang dapat disebabkan karena gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendek umurnya (instrinsik) atau perubahan lingkungan yang menyebabkan penghancuran eritrosit.11

Gambar 4. Anemia Hemolitik

2. Etiologi dan Klasifikasi Anemia Hemolitik

Penyakit anemia hemolitik dapat dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu: 25

27

Page 26: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

1. Golongan dengan penyebab hemolisis yang terdapat dalam eritrosit sendiri. Umumnya peneyebab hemiolisis ini adalah kelainan bawaan (kongenital).

2. Golongan dengan penyebab hemolisis ekstraseluler. Biasanya penyebabnya merupakan faktor yang di dapat (acquired).

Gangguan Intrakorpuskular (Kongenital)

Kelainan ini umumnya disebabkan karena adanya gangguan metabolisme dalam eritrosit itu sendiri. Keadaan ini dapat digolongkan menjadi 3, yaitu: 26

1. Gangguan pada struktur dinding eritrosit

Gangguan pada struktur di dinding eritrosit terbagi menjadi: 26

a. Sferositosis

Kelainan kongenital ini sering terjadi pada orang Eropa Barat. Pada penyakit ini umur eritrosit lebih pendek, kecil, bundar dan resistensinya terhadap NaCl hipotonis menjadi rendah. Limpa membesar dan sering terjadi ikterus.jumlah retikulosit menjadi meningkat. Hemolisis diduga disebabkan karena kelainan membran eritrosit. Pada anak gejala anemia lebih menyolok dibanding ikterus. Kelainan radiologis ditemukan pada anak yang telah lama menderita penyakit ini. 40-80% penderita sferositosis ditemukan kolelitiasis.

b. Ovalositosis (eliptositosis)

Pada penyakit ini 50-90% eritrositnya berbentuk oval. Penyakit ini diturunkan secara dominan menurut hukum Mendel. Hemolisis tidak seberat sferositosis. Splenektomi biasanya dapat mengurangi hemolisis.

c. A-beta lipoproteinemia

Pada penyakit ini terjadi kelainan bentuk eritrosit. Diduga kelainan bentuk ini disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada dinding sel.

d. Gangguan pembentukan nukleotida

Kelainan ini menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya pada panmielopatia tipe fanconi.

2. Gangguan enzim yang mengakibatkan kelainan metabolisme dalam eritrosit.

28

Page 27: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

Setiap gangguan metabolisme dalam eritrosit akan menyebabkan umur erotrosit menjadi pendek dan timbul anemia hemolitik.

a. Defisiensi Glucose-6-Phosphate-Dehydrogenase(G-6PD)

Defisiensi G-6PD ditemukan pada berbagai bangsa di dunia. Kekurangan enzim ini menyebabkan glutation tidak tereduksi. Glutation dalam keadaan tereduksi diduga penting untuk melindungi eritrosit dari setiap oksidasi, terutama obat-obatan. Penyakit ini diturunkan secara dominan melalui kromosom X. Proses hemolitik dapat timbul akibat atau pada:

Obat-obatan. (asetosal, piramidon, sulfa, obat anti malaria, dll) Bayi baru lahir.

b. Defisiensi glutation reduktase

Kadang disertai trombopenia dan leukopenia.

c. Defisiensi glutation

Penyakit ini diturunkan secara resesif dan jarang ditemukan.

d. Defisiensi piruvat kinase

Pada bentuk homozigot terjadi lebih berat. Khasnya terjadi peninggian kadar 2,3 difosfogliserat.

e. Defisiensi Triose Phosphate Isomerase

Gejala mirip dengan sferositosis, tetapi tidak terdapat fragilitas osmotik dan hasil darah tepi tidak ditemukan sferositosis. Pada keadaan homozigot terjadi lebih berat dan bayi akan meninggal di tahun pertama kehidupannya.

f. Defisiensi Difosfogliserat Mutase

g.  Defisiensi Heksokinase

h.  Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

3. Hemoglobinopatia

Hemoglobin orang dewasa normal terdiri dari HbA yang merupakan 98% dari seluruh hemoglobinnya. HbA2 yang tidak lebih dari 2% dan HbF

29

Page 28: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

yang tidak lebih dari 3%. Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya (95%), kemudianntrasi HbF akan menurun, sehingga pada umur 1 tahun telah mencapai keadaan normal. Terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin yaitu:

a.  Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglibin abnormal) misalnya HbS, HbE dan lain-lain.

Kelainan hemoglobin ini ditentukan oleh adanya kelainan genetik yang dapat mengenai HbA, HbA2 atau HbF. Pada penyakit ini terjadi pergantian asam amino dalam rantai polipeptida pada tempat-tempat tertentu atau tidak adanya asam amino atau beberapa asam amino pada tempat-tempat tersebut. Kelainan yang paling sering terjadi pada rantai β dan δ.

b. Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa rantai globin misalnya talasemia.

Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik yang herediter yang diturunkan secara resesif . Di Indonesia, talasemia merupakan penyakit terbanyak di antara golongan anemia hemolitik dengan penyebab intrekorpuskuler.

Secara klinis talasemia dibagi menjadi 2 golongan yaitu talasemia mayor (homozigot) yang memberikan gejala klinis yang khas dan talasemia minor yang biasanya tidak memberi gejala. 26

Gangguan Ekstrakorpuskuler (Acquired)

Gangguan ini biasanya didapat yang dapat disebabkan oleh:

1.    Obat-obatan, racun ular, jamur, bahan kimia (bensin, saponin,air), toksin (hemolisin) Streptococcus, virus, malaria, luka bakar.

2.    Hipersplenisme. Pembesaran limpa apapun sebabnya dapat menyebabkan penghancuran erotrosit.

3.    Anemia oleh karena terjadinya penghancuran eritrosit akibat terjadinya reaksi antigen-antibodi seperti:

a. Antiagonisme ABO atau inkompatibilitas golongan darah lain seperti Rhesus dan MN.

30

Page 29: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

b. Alergen atau hapten yang berasal dari luar tubuh, tapi dalam tubuh melekat pada permukaan eritrosityang merangsang pembuatan anti yang kemudian menimbulkan reaksi antigen-antibodi yang menyebabkan hemolisis.

c. Hemolisis akibat proses autoimun. 26

3. Epidemiologi Anemia Hemolitik

Sferositosis herediter merupakan anemia hemolitik yang sangat berpengaruh di Eropa Barat, terjadi sekitar 1 dari 5000 individu. Sferositosis mengenai demua jenis etnis namun pada ras non kaukasian tidak diketahui. Sferositosis herediter paling sering diturunkan secara dominan autosomal. Pada beberapa kasus, sferositosis herediter mungkin disebabkan karena mutasi atau anomali sitogenik. 27

Di Amerika, prevalensi eliptospirosis kira-kira 3-5 per 10.000. eliptospirosis paling sering pada orang Afrika dan Amerika. Eliptospirosis sering terjadi pada daerah dengan endemik malaria. Di Afrika ppada area ekuator, eliptospirosis terjadi sekitar 20,6%. Bentuk lain dari penyakit ini ditemukan pada Asia Tenggara yang ditemukan sekitar 30% darai populasi. Penyakit ini diturunkan secara dominan autosomal. 27

Defisiensi G6PD dilaporkan di seluruh dunia. Frekuensi tertinggi terjadi pada daerah tropis dan subtropis. Telah dilaporkan lebih dari 350 varian. Ada banyak variasi pada expresi klinis pada varian enzim. 27

Talassemia merupakan sindroma kelainan darah herediter yang paling sering terjadi di dunia, sanagt umum terjadi di sepanjang sabuk talasemia yang sebagian besar wilayahnya merupakan endemis malaria. Gen talassemia sangat luas tersebar dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Di beberapa Asia Tenggara sebanyak 40% dari populasi memiliki satu atau lebih gen talasemia. Daerah geografi dimana talassemia merupakan prevalen yang sangat paralel dengan Plasmodium falciparum dulunya merupakan endemik. 27

Insiden anemia hemolitik autoimun kira-kira 1 dari 80.000 populasi. Pada perempuan predominan terjadi tipe idiopatik. Tipe sekunder terjadi peningkatan pada umur 45 tahun dimana variasi idiopatik terjadi sepanjang hidup. 27

31

Page 30: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

Kelainan hemolitik yang terpenting dalam praktek pediatrik adalah eritroblastosis fetalis pada bayi baru lahir yang disebabkan oleh trnsfer transplasenta antibodi ibu yang aktif terhadap eritrosit janin, yaitu anemia hemolitik isoimun. Eritroblastosis fetalis disebut Hemolitik Disease of the Newborn (HDN).28

4. Patogenesis Anemia Hemolitik

Proses hematopoesis pada embrio janin terjadi diberbagai tempat, termasuk hati, limpa,timus,kelenjar getah bening, dan sumsum tulang. Sejak lahir sepanjang sisa hidupnya terutama di sumsum dan sebagian kecil di kelenjar getah bening.29

Dalam keadaan normal, sel-sel darah merah yang sudah tua difagositosis oleh sel-sel retikuloendotelial, dan hemoglobin diuraikan menjadi komponen-komponen esensialnya. Besi yang didapat dikembalikan ke transferin untuk pembentukan sel darah merah baru dan asam-asam amino dari bagian globin molekul dikembalikan ke kompartemen asam amino umum. Cincin protoporfirin pada heme diuraikan di jembatan alfa metana dan karbon alfanya dikeluarkan sebagai karbon monoksida melalui ekspirasi. Tetrapirol yang tersisa meninggalkan sel retikuloendotelial sebagai bilirubin indirek dan menjadi hati, tempat zat ini terkonjugasi untuk ekskresi di empedu. Dui usus, biliruin glukoronida diubah menjadi urobilinogen untuk eksresi di tinja dan urin.25

Hemolisis dapat terjadi intravaskuler dan ekstravaskuler. Pada hemolisis intravaskuler, destruksi eritrosit terjadi langsung di sirkulasi darah. Sel-sel darah merah juga dapat mengalami hemolisis intravaskuler disertai pembebasan hemoglobin dalam sirkulasi. Tetramer hemoglobin bebas tidak stabil dan cepat terurai menjadi dimer alfa-beta, yang berikatan dengan haptoglobulin dan disingkarkan oleh hati. Hemoglobin juga dapat teroksidasi menjadi methemoglobin dan terurai menjadi gugus globin dan heme. Sampai pada tahap tertentu, heme bebas dapat terikat oleh hemopeksin dan atau albumin untuk selanjutnya dibersihkan oleh hepatosit. Kedua jalur ini membantu tubuh menghemat besi untuk menunjang hematopoiesis. Apabila haptoglobin telah habis dipakai, maka dimer hemoglobinyang tidak terikat akan di eksresikan oleh ginjal sebagai hemoglobin bebas, methemoglobin, atau hemosiderin.30

32

Page 31: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

Hemolisis yang lebih sering adalah hemolisis ekstravaskuler. Pada hemolisis ekstravaskuler destruksi sel eritrosit dilakukan oleh sistem retikuloendotelial karena sel eritrosit yang telah mengalami perubahan membran tidak dapat melintasi sistem retikuloendotelial sehingga difagositosis dan dihancurkan oleh makrofag.25

Sejumlah bahan dan kelainan dengan kemampuan dapat merusak eritrosit yang dapat menyebabkan destruksi prematur eritrosit. Di antara yang paling jelas telah di pastikan adalah antibodi yang berikatan dengan anemia hemolitik. Ciri khas penyakit ini adalah dengan uji Coombs direk positif, yang menunjukkan imunoglobulin atau komponen komplemen yang menyelubungi permukaan eritrosit. Kelainan hemolitik yang terpenting dalam praktek pediatrik adalah penyakit hemolitik bayi baru lahir( eritroblastosis fetalis) atau HDN yang disebabkan oleh transfer transplasenta antibodi ibu yang aktif terhadap eritrosit janin, yaitu anemia hemolitik isoimun.25

Pada Hemolytic Disease of the Newborn (HDN) sering terjadi ketika ibu dengan Rh(-) mempunyai anak dari seorang pria yang memiliki Rh(+). Ketika Rh bayi (+) seperti ayahnya, masalah dapat terjadi jika sel darah merah si bayi dengan Rh(+) sebagai benda asing. Sistem imun ibu kemudian menyimpan antibodi tersebutketika benda asing itu muncul kembali, bahkan pada saat kehamilan berikutnya. Sekarang Rh ibu terpapar.28

Pada anemia hemolitik autoimun, antibodi abnormal ditujukan kepada eritrosit, tetapi mekanisme patogenesisnya belum jelas. Autoantibodi mungkin dihasilkan oleh respon imun yang tidak serasi terhadap antigen eritrosit. Atau, agen infeksi dapat dengan sesuatu cara mengubah membran eritrosit sehingga menjadi “asing” atau antigenik terhadap hospes.25

5. Diagnosis Anemia Hemolitik

Semua jenis anemia hemolitik ditandai dengan: 30

1. Peningkatan laju destruksi sel darah merah2. Peningkatan kompensatorik eritropoiesis yang menyebabkan retikulositosis3. Retensi produk destruksi sel darah merah oleh tubuh termasuk zat besi.

Karena zat besi dihemat dan mudah di daur ulang, regenerasi sel darah merah dapat mengimbangi hemolisis. Oleh karena itu, anemia ini hampir selalu berkaitan dengan hiperplasia aritroid mencolok di dalam sumsum

33

Page 32: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

tulang dan meningkatnya hitung retikulosit di darah tepi. Apabila anemia berat dapat terjadi hematopoiesis ekstramedularis di limpa, hati, dan kelenjar getah bening. Apapun mekanismenya, hemolisis intravaskuler bermanifestasi sebagai hemoglobinemia, hemoglobinuria, jaundice dan hemosiderinuria.30

Gejala umum penyakit ini disebabkan oleh adanya penghancuran eritrosit dan keaktifan sumsum tulang untuk mengadakan kompensasi terhadap penghancuran tersebut. Bergantung pada fungsi hepar, akibat pengancuran eritrosit berlebihan itu dapat menyebabkan peninggian kdar bilirubin atau tidak. Sumsum tulang dapt membentuk 6-8 kali lebih banyak eritropoietik daripada biasa, sehingga dalam darah tepi dijumpai banyak sekali eritrosit berinti, jumlah retikulosit meninggi, polikromasi. Bahkan sering terjadi eritropoiesis ekstrameduler. Kekurangan bahan sebagai pembentuk seperti vitamin, protein dan lain-lain atau adanya infeksi dapat menyebabkan gangguan pada keseimbangan antara penghancuran dan pembentukan sistem eritropoietik, sehingga keadaan ini dapat menimbulkan krisis aplastik.25

Limpa umumnya membesar karena organ ini menjadi tempat penyimpanan eritrosit yang dihancurkan dan tempat pembuatan sel darah ekstrameduler. Pada anemia hemolitik yang kronis terdapat kelainan tulang rangka akibat hiperplasia sumsum tulang.25

Salah satu dari tanda yang paling sering di kaitkan dengan anemia adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan karena berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin dan vasokonstriksi untuk memaksimalkan pengiriman O2 ke organ-organ vital. Dispneu, nafas pendek dan cepat lelah waktu melakukan aktifitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengirirman O2. Sakit kepala, pusing, pingsan dan tinitus (telinga berdengung) dapat mencerminkan berkurangnya oksigenasi pada sistem saraf pusat.25

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik ditemukan : 31

Tampak pucat dan ikterus Tidak ditemukan perdarahan dan limfadenopati

34

Page 33: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

Dapat ditemukan hepatosplenomegali.

Pemeriksaan penunjang

Hemoglobin, hematokrit, indeks eritrosit, DDR, hapusan darah tepi, analisa Hb, Coombs test, tesfragilitas osmotik, urin rutin, feses rutin,pemeriksaan enzim-enzim.31

6. Penatalaksanaan Anemia Hemolitik

Orang dengan anemia hemolitik yang ringan mungkin tidak membutuhkan pengobatan khusus selama kondisinya tidak jelek. Seseorang dengan anemia hemolitik berat biasanya membutuhkan  pengobatan berkelanjutan. Anemia hemolitik yang berat dapat menjadi fatal jika tidak diobati dengan tepat. 32

Tujuan pengobatan anemia hemolitik meliputi: 32

Menurunkan atau menghentikan penghancuran sel darah merah. Meningkatkan jumlah sel darah merah Mengobati penyebab yang mendasari penyakit.

Pengobatan  tergantung pada tipe, penyebab dan beratnya anemia hemolitik. Dokter mungkin mempertimbangkan umur, kondisi kesehatan dan riwayat kesehatan. 32

Transfusi darah

Transfusi darah digunakan untuk mengobati anemia hemolitik berat. 32

Obat-obatan

Obat-obatan dapat memperbaiki beberapa tipe anemia hemolitik, khususnya anemia hemolitik karena autoimun. Kortikosteroid seperti prednison dapat menekan sistem imun atau membatasi kemampuannya untuk membentuk antibodi terhadap sel darah merah. 32

Jika tidak berespon terhadap kortikosteroid, maka dapat diganti dengan obat lain yang dapat menekan sistem imun misalnya rituximab dan siklosporin. 32

35

Page 34: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

Jika ter jadi anemia sel sabit yang berat maka diberikan hydroxiurea. Obat ini mempercepat pembentukan fetal hemoglobin. Fetal hemoglobin membantu mencegah pembentukan sel sabit pada sel darah merah. 32

Plasmapheresis

Plasmapheresis merupakan prosedur untuk menghilangkan antibodi dari darah. Pengobatan ini mungkin membantu  jika pengobatan lain untuk anemia imun tidak bekerja. 32

Operasi

Beberapa oarang dengan anemia hemolitik mungkin memerlukan operasi untuk mengangkat limpa.limpa pada orang normal yang sehat membantu melawan infeksi dan menyaring sel darah yang telah tua dan menghancurkannya. Pembesaaran atau penyakit pada limpa dapat menghilangkan lebih banyak sel darah merah dari jumlah yang normal sehingga menyebabkan anemia. Pengankatan limpa dapat menghentikan atau menurunkan jumlah sel darah merah yang mengalami destruksi. 32

Transpalantasi stem sel darah dan sumsum tulang belakang

Pada beberapa tipe anemia hemolitik seperti talassemia, sumsum tulang tidak dapat membentuk sel darah merah yang sehat. Sel darah merah yang terbentuk dapat dihancurkan sebelum waktunya. Transplantasi darah dan sumsum tulang mungkin dapat dipertimbangkan untuk mengobati jenis anemia hemolitik ini.transplantasi ini mengganti stem sel yang rusak dengan stem sel yang sehat dari donor. 32

Perubahan pola hidup

Jika seseorang menderita anemia hemolitik dengan antibodi reaktif terhadap dingin, coab untuk hindari temperatur dingin. Seseorang yang lahir dengan defisiensi G6PD harus menghindari hal yang dapat mencetuskan anemia misalnya fava beans, naftalena, dan obat-obatan tertentu.3

D. Anemia Aplastik

1. Definisi Anemia Aplastik

Anemia aplastik merupakan salah satu bentuk anemia yang disertai oleh pansitopenia (atau bisitopenia) pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan

36

Page 35: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau pendesakan sumsum tulang.33

Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoesis yang ditandai oleh penurunan produksi eritroid, mieloid dan megakariosit dalam sumsum tulang dengan akibat adanya pansitopenia pada darah tepi, serta tidak dijumpai adanya sistem keganasan hematopoitik ataupun kanker metastatik yang menekan sumsum tulang.34

Gambar 5. Anemia Aplastik

2. Prevalensi Anemia Aplastik

Ditemukan lebih dari 70 % anak-anak menderita anemia aplastik. Tidak ada perbedaan secara bermakna antara laki-laki dan perempuan, namun beberapa penelitian nampak insiden pada laki-laki lebih banyak dibanding wanita. Penyakit ini termasuk penyakit yang jarang dijumpai dinegara barat dengan insiden 1-3/ 1 juta/tahun. Namun dinegara timur seperti Thailand, negara asia lainnya seperti Indonesia, Taiwan dan Cina insidennya lebih tinggi. Penelitian pada tahun 1991 di Bangkok didapatkan 3.7/1 juta/tahun.34

3. Etiologi Anemia Aplastik

Sebagian besar anemia aplastik (50-70%) penyebabnya bersifat idiopatik, yaitu penyebabnya tidak diketahui dan awalnya spontan. Kesulitan dalam mencari penyebab ini karena penyakit ini terjadi secara perlahan-lahan dan karena belum adanya model binatang percobaan yang tepat. Penyebab anemia aplastik dapat dibedakan atas penyebab primer dan sekunder.33

Secara etiologik penyakit ini dapat dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu:

37

Page 36: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

1. Faktor kongenitalAnemia aplastik yang diturunkan : sindroma fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan sebagainya.34

Anemia Fanconi, adalah kelainan autosomal resesif yang di tandai oleh defek pada DNA repair dan memiliki predisposisi ke arah leukimia dan tumor padat.35

Diskeratosis kongenita, adalah sindrom kegagalan sumsum tulang diwariskan yang secara klasik muncul dengan triad pigmentasi kulit abnormal, distrofi kuku, dan leukoplakia mukosa. Diskeratosis kongenita autosomal dominan disebabkan mutasi pada gen TERC (yang menyandi komponen RNA telomerase) dan pada akhirnya mengganggu aktivitas telomerase dan pemendekan telomer abnormal.35

Sindrom Shwachman-Diamond, adalah kelainan autosomal resesif yang ditandai dengan disfungsi eksokrin pankreas, disostosis metafiseal, dan kegagalan sumsum tulang. Seperti pada anemia Fanconi, penyakit ini memiliki resiko myelodisplasia atau leukimia pada usia yang sangat muda.35

Trombositopenia amegakryositik, adalah kelainan yang ditandai dengan trombositopenia berat dan tidak adanya megakryosit pada saat lahir.35

Aplasia sel darah merah murni/pure red cell anemia (PRCA), yaitu anemia yang timbul karena kegagalan murni sistem eritroid tanpa kelainan sistem mieloid atau megakariosit.33

2. Faktor didapatSebagian anemia aplastik didapat bersifat idiopatik sebagian lanilla dihubungkan dengan:

• Bahan Kimia:33

1. Hidrokarbon siklik: benzena & trinitrotoluena2. Insektisida: chlorade atau DDT3. Arsen anorganik

38

Page 37: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

• Obat-obatan :Banyak obat kemoterapi yang mengsupresi sum-sum sebagai toksisitas utamanya; efeknya tergantung dengan dosis dan dapat terjadi pada semua pengguna. Berbeda dengan hal tersebut, reaksi idiosinkronasi pada kebanyakan obat dapat menyebabkan anemia aplastik tanpa hubungan dengan dosis. Hubungan ini berdasarkan dari laporan kasus dan suatu penelitian internasional berskala besar di Eropa pada tahun 1980 secara kuantitatif menilai pengaruh obat, terutama analgesic nonsteroid, sulfonamide, obat thyrostatik, beberapa psikotropika, penisilamin, allopurinol, dan garam emas.34

Tidak semua hubungan selalu menyebabkan hubungan kausatif: obat tertentu dapat digunakan untuk mengatasi gejala pertama dari kegagalan sum-sum (antibiotic untuk demam atau gejala infeksi virus) atau memprovokasi gejala pertama dari penyakit sebelumnya (petechiae akibat NSAID yang diberikan pada pasien thrombositopenia). Pada konteks penggunaan obat secara total, reaksi idiosinkronasi jarang terjadi walaupun pada beberapa orang terjadi dengan sangat buruk. Chloramphenicol, merupakan penyebab utama, namun dilaporkan hanya menyebabkan anemia aplasia pada sekitar 1/60.000 pengobatan dan kemungkinan angka kejadiannya sebenarnya lebih sedikit dari itu (resiko selalu lebih besar ketika berdasar kepada kumpulan kasus kejadiannya; walaupun pengenalan chloramphenicol dicurigai menyebabkan epidemic anemia aplasia, penghentian pemakaiannya tidak diikuti dengan peningkatan frekuensi kegagalan sum-sum tulang). Perkiraan resiko biasanya lebih rendah ketika penelitian berdasarkan populasi.36

• Akibat kehamilanPada kehamilan kadang-kadang ditemikan pansitopenia yang disertai aplasia sumsum tulang yang berlangsungnya bersifat sementara. Mungkin ini disebabkan oleh estrogen dengan predisposisi genetik, adanya zat penghambat dalam darah atau tidak adanya perangsang hematopoiesis. Anemia ini sembuh setelah terminasi kehamilan dan dapat kambuh lagi pada kehamilan berikutnya.35

• Infeksi :Hepatitis merupakan infeksi yang paling sering terjadi sebelum terjadinya anemia aplasia, dan kegagalan sum-sum paska hepatitis terhitung 5% dari

39

Page 38: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

etiologi pada kebanyakan kejadian. Pasien biasanya pria muda yang sembuh dari serangan peradangan hati 1 hingga 2 bulan sebelumnya; pansitopenia biasanya sangat berat. Hepatitis biasanya seronegatif (non-A, non-B, non-C, non-G) dan kemungkinan disebabkan oleh virus baru yang tidak terdeteksi. Kegagalan hepar fulminan pada anak biasanya terjadi setelah hepatitis seronegatif dan kegagalan sum-sum terjadi pada lebih sering pada pasien ini. Anemia aplastik terkadang terjadi setelah infeksi mononucleosis, dan virus Eipsten-Barr telah ditemukan pada sum-sum pada sebagian pasien, beberapanya tanpa disertai riwayat penyakit sebelumnya. Parvovirus B19, penyebab krisis aplastik transient pada anemia hemolitik dan beberapa PRCA (Pure Red Cell Anemia), tidak biasanya menyebabkan kegagalan sum-sum tulang yang luas. Penurunan hitung darah yang ringan sering terjadi pada perjalanan penyakit beberapa infeksi bakteri dan virus namun sembuh kembali setelah infeksi berakhir.36

• RadiasiAplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari radiasi dimana stem sel dan progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA dimana jaringan-jaringan dengan mitosis yang aktif seperti jaringan hematopoiesis  sangat sensitif.  Bila stem sel hematopoiesis yang terkena maka terjadi anemia aplastik. Radiasi dapat berpengaruh pula pada stroma sumsum tulang dan menyebabkan fibrosis.34

Efek radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi, dosis dan luasnya paparan sumsum tulang terhadap radiasi. Radiasi berenergi tinggi dapat digunakan sebagai terapi dengan dosis tinggi tanpa tanda-tanda kerusakan sumsum tulang asalkan lapangan penyinaran tidak mengenai sebagian besar sumsum tulang. Pada pasien yang menerima radiasi seluruh tubuh efek radiasi tergantung dari dosis yang diterima. Efek pada sumsum tulang akan sedikit pada dosis kurang dari 1 Sv (ekuivalen dengan 1 Gy atau 100 rads untuk sinar X). Jumlah sel darah dapat berkurang secara reversibel pada dosis radiasi antara 1 dan 2,5 Sv (100 dan 250 rads). Kehilangan stem sel yang ireversibel terjadi pada dosis radiasi yang lebih tinggi. Bahkan pasien dapat meninggal disebabkan kerusakan sumsum tulang pada dosis radiasi 5 sampai 10 Sv kecuali pasien menerima transplantasi sumsum tulang. Paparan jangka panjang dosis rendah radiasi eksterna juga dapat menyebabkan anemia aplastik.37

40

Page 39: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

4. Klasifikasi Anemia Aplastik

Klasifikasi anemia aplastik disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 6. Klasifikasi Anemia AplastikDidapat  Bahan kimia dan obat

- Dapat menyebabkan aplasia dalam dosis yang memenuhi. Misal: radiasi ion, Benzena

- Bahan yang seringkali menyebabkan hipoplasia. Misal: obat

 Penyebab lain- Infeksi virus tertentu

(Hepatitis, Epstein-Barr, HIV, dengue)

- Infeksi mikobakterial- Difusi fasciitis eosinofilik- Kehamilan- Penyakit Simmond

 Idiopatik

Kongenital  Fanconi Defisiensi pankreas pada anak-anak Kelainan herediter pada jalur folat

Yamaguchi (2005) menerangkan klasifikasi anemia aplastik terbagi menjadi anemia aplastik didapat dan anemia aplastik kongenital. Anemia aplastik didapat diungkapkan oleh Yamaguchi banyak diperantarai oleh imun. Sedangkan anemia aplastik kongenital terbagi atas Fanconi dan dyskeratosis kongenital.38

Angka kejadian anemia aplastik didapat (70 %) lebih banyak daripada anemia aplastik kongenital (20%).

41

Page 40: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

5. Patogenesis Anemia Aplastik

Walaupun banyak penelitian yang telah dilakukan hingga saat ini, patofisiologi anemia aplastik belum diketahui secara tuntas. Ada 3 teori yang dapat menerangkan patofisiologi penyakit ini yaitu : 34

1. kerusakan sel hematopoitik2. kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang3. proses imunologik yang menekan hematopoisis

Setidaknya ada tiga mekanisme terjadinya anemia aplastik. Anemia aplastik yang diturunkan (inherited aplastic anemia), terutama anemia Fanconi disebabkan oleh ketidakstabilan DNA. Beberapa bentuk anemia aplastik yang didapatkan (acquired aplastic anemia)  disebabkan kerusakan langsung stem sel oleh agen toksik, misalnya radiasi. Patogenesis dari kebanyakan anemia aplastik yang didapatkan melibatkan reaksi autoimun terhadap stem sel. 34

Anemia Fanconi barangkali merupakan bentuk inherited anemia aplastik yang paling sering karena bentuk inherited yang lain merupakan penyakit yang langka. Kromosom pada penderita anemia Fanconi sensitif (mudah sekali) mengalami perubahan DNA akibat obat-obat tertentu. Sebagai akibatnya, pasien dengan anemia Fanconi memiliki resiko tinggi terjadi aplasia, myelodysplastic sindrom (MDS) dan akut myelogenous leukemia (AML). Kerusakan DNA juga mengaktifkan suatu kompleks yang terdiri dari protein Fanconi A, C, G dan F. Hal ini menyebabkan perubahan pada protein FANCD2. Protein ini dapat berinteraksi, contohnya dengan gen BRCA1 (gen yang terkait dengan kanker payudara). Mekanisme bagaimana berkembangnya anemia Fanconi menjadi anemia aplastik dari sensitifitas mutagen dan kerusakan DNA masih belum diketahui dengan pasti. 34

Kerusakan oleh agen toksik secara langsung terhadap stem sel dapat disebabkan oleh paparan radiasi, kemoterapi sitotoksik atau benzene. Agen-agen ini dapat menyebabkan rantai DNA putus sehingga menyebabkan inhibisi sintesis DNA dan RNA. 34

Kehancuran hematopoiesis stem sel yang dimediasi sistem imun mungkin merupakan mekanisme utama patofisiologi anemia aplastik. Walaupun mekanismenya belum diketahui benar, tampaknya T limfosit sitotoksik berperan dalam menghambat proliferasi stem sel dan mencetuskan kematian stem sel.

42

Page 41: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

“Pembunuhan” langsung terhadap stem sel telah dihipotesa terjadi melalui interaksi antara Fas ligand yang terekspresi pada sel T dan Fas (CD95) yang ada pada stem sel, yang kemudian terjadi perangsangan kematian sel terprogram (apoptosis). 34

6. Manifestasi Klinis Anemia AplastikAnemia aplastik mungkin muncul mendadak atau perlahan-lahan.

Hitung jenis darah menentukan manifestasi klinis. Anemia menyebabkan fatig, dispneadan jantung berdebar-debar. Trombositopenia menyebabkan mudah memar dan perdarahan mukosa. Neutropenia meningkatkan kerentana terhadap infeksi. Pasien juga mungkin mengeluh sakit kepala dan demam.35

Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan anemia dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe d’effort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang akan menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di organ-organ. Pada kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia aplastik yang sering dikeluhkan adalah anemia atau pendarahan, walaupun demam atau infeksi kadang-kadang juga dikeluhkan.37

Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada pemeriksaan rutin Keluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi (Tabel). Pada tabel terlihat bahwa pendarahan, lemah badan dan pusing merupakan keluhan yang paling sering dikemukakan.35

Pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi. Pada tabel 7 terlihat bahwa pucat ditemukan pada semua pasien yang diteliti sedangkan pendarahan ditemukan pada lebih dari setengah jumlah pasien. Hepatomegali, yang sebabnya bermacam-macam ditemukan pada sebagian kecil pasien sedangkan splenomegali tidak ditemukan pada satu kasus pun. Adanya splenomegali dan limfadenopati justru meragukan diagnosis.35

Tabel 7. Keluhan Pasien Anemia Apalastik & Pemeriksaan Fisis pada Pasien Anemia Aplastik

43

Page 42: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

Jenis Keluhan % Jenis Pemeriksaan Fisik

%

PendarahanLemah badanPusingJantung berdebarDemamNafsu makan berkurangPucatSesak nafasPenglihatan kaburTelinga berdengung

83806936332926231913

PucatPendarahanKulitGusiRetinaHidungSaluran cernaVaginaDemamHepatomegaliSplenomegali

100633426207631670

7. Pemeriksaan Penunjang Anemia Aplastik

Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan DarahPada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan.

Anemia yang terjadi bersifat normokrom normositer, tidak disertai dengan tanda-tanda regenerasi. Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik. Kadang-kadang pula dapat ditemukan makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis.35

Jumlah granulosit ditemukan rendah. Pemeriksaan hitung jenis sel darah putih menunjukkan penurunan jumlah neutrofil dan monosit. Limfositosis relatif terdapat pada lebih dari 75% kasus. Jumlah neutrofil kurang dari 500/mm3 dan trombosit kurang dari 20.000/mm3 menandakan anemia aplastik berat. Jumlah neutrofil kurang dari 200/mm3menandakan anemia aplastik sangat berat.37

Jumlah trombosit berkurang secara kuantitias sedang secara kualitas normal. Perubahan kualitatif morfologi yang signifikan dari eritrosit, leukosit atau trombosit bukan merupakan gambaran klasik anemia aplastik yang didapat (acquired aplastic anemia). Pada beberapa keadaan, pada

44

Page 43: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

mulanya hanya produksi satu jenis sel yang berkurang sehingga diagnosisnya menjadi red sel aplasia atau amegakariositik trombositopenia. Pada pasien seperti ini, lini produksi sel darah lain juga akan berkurang dalam beberapa hari sampai beberapa minggu sehingga diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan. 34

Laju endap darah biasanya meningkat. Waktu pendarahan biasanya memanjang dan begitu juga dengan waktu pembekuan akibat adanya trombositopenia. Hemoglobin F meningkat pada anemia aplastik anak dan mungkin ditemukan pada anemia aplastik konstitusional.Plasma darah biasanya mengandung  growth factor hematopoiesis, termasuk erittropoietin, trombopoietin, dan faktor yang menstimulasi koloni myeloid. Kadar Fe serum biasanya meningkat dan klirens Fe memanjang dengan penurunan inkorporasi Fe ke eritrosit yang bersirkulasi.37

b. Pemeriksaan sumsum tulangAspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah spikula

dengan daerah yang kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel hematopoiesis. Limfosit, sel plasma, makrofag dan sel mast mungkin menyolok dan hal ini lebih menunjukkan kekurangan sel-sel yang lain daripada menunjukkan peningkatan elemen-elemen ini. Pada kebanyakan kasus gambaran partikel yang ditemukan sewaktu aspirasi adalah hiposelular. Pada beberapa keadaan, beberapa spikula dapat ditemukan normoseluler atau bahkan hiperseluler, akan tetapi megakariosit rendah.37

Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk penilaian selularitas baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Semua spesimen anemia aplastik ditemukan gambaran hiposelular. Aspirasi dapat memberikan kesan hiposelular akibat kesalahan teknis (misalnya terdilusi dengan darah perifer), atau dapat terlihat hiperseluler karena area fokal residual hematopoiesis sehingga aspirasi sumsum tulang ulangan dan biopsi dianjurkan untuk mengklarifikasi diagnosis. 34

c. Laju endap darahLaju endap darah selalu meningkat. Ditemukan bahwa 62 dari 70

kasus (89%) mempunyai laju enap darah lebi dari 100 mm dalam jam pertama.35

45

Page 44: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

d. Faal HemostasisWaktu perdarahan memanjang dan retraksi bekuan buruk

disebabkan oleh trombositopenia. Faal hemostasis lainnya normal.35

Pemeriksaan RadiologikPemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan

diagnosa anemia aplastik. Survei skletelal khusunya berguna untuk sindrom kegagalan sumsum tulang yang diturunkan, karena banyak diantaranya memperlihatkan abnormalitas skeletal. Pada pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) memberikan gambaran yang khas yaitu ketidakhadiran elemen seluler dan digantikan oleh jaringan lemak.37

Nuclear Magnetic Resonance ImagingPemeriksaan ini merupakan caara terbaik untuk mengetahui luasnya

perlemakan karena dapat membuat pemisahan tegas antara daerah sumsum tulang berlemak dan sumsum tulang berseluler.35

Radionuclide Bone Marrow ImagingLuasnya kelainan sumsum tulang dapat ditentukan

oleh scanning tubuh setelah disuntik dengan koloidradioaktif technetium sulfur yang akan terikat pada makrofag sumsum tulang atau iodium cloride yang akan terikat pada transferrin.35

8. Diagnosis Banding Anemia AplastikDiagnosis banding anemia yaitu dengan setiap kelainan yang ditandai

dengan pansitopenia perifer. Beberapa penyebab pansitopenia terlihat pada tabel 8.37

46

Page 45: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

Kelainan yang paling sering mirip dengan anemia aplastik berat yaitu sindrom myelodisplastik dimana kurang lebih 5 sampai 10 persen kasus sindroma myelodisplasia tampak hipoplasia sumsum tulang. Beberapa ciri dapat membedakan anemia aplastik dengan sindrom myelodisplastik yaitu pada myelodisplasia terdapat morfologi film darah yang abnormal (misalnya poikilositosis, granulosit dengan anomali pseudo-Pelger- Hüet), prekursor eritroid sumsum tulang pada myelodisplasia menunjukkan gambaran disformik serta sideroblast yang patologis lebih sering ditemukan pada myelodisplasia daripada anemia aplastik. Selain itu, prekursor granulosit dapat berkurang atau terlihat granulasi abnormal dan megakariosit dapat menunjukkan lobulasi nukleus abnormal (misalnya mikromegakariosit unilobuler).37

Kelainan seperti leukemia akut dapat dibedakan dengan anemia aplastik yaitu dengan adanya morfologi abnormal atau peningkatan dari sel

47

Tabel 8. Penyebab PansitopeniaKelainan sumsum tulang   Anemia aplastik   Myelodisplasia   Leukemia akut   Myelofibrosis   Penyakit Infiltratif: limfoma, myeloma, carcinoma, hairy cell leukemia   Anemia megaloblastikKelainan bukan sumsum tulang   Hipersplenisme   Sistemik lupus eritematosus   Infeksi: tuberculosis, AIDS, leishmaniasis, brucellosis

Page 46: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

blast atau dengan adanya sitogenetik abnormal pada sel sumsum tulang. Leukemia akut juga biasanya disertai limfadenopati, hepatosplenomegali, dan hipertrofi gusi.34

Hairy cell leukemia sering salah diagnosa dengan anemia aplastik. Hairy cell leukemia dapat dibedakan dengan anemia aplastik dengan adanya splenomegali dan sel limfoid abnormal pada biopsi sumsum tulang.37

Pansitopenia dengan normoselular sumsum tulang biasanya disebabkan oleh sistemik lupus eritematosus (SLE), infeksi atau hipersplenisme. Selularitas sumsum tulang yang normoselular jelas membedakannya dengan anemia aplastik.36

9. Penatalaksanaan Anemia AplastikAnemia berat, pendarahan akibat trombositopenia dan infeksi akibat

granulositopenia dan monositopenia memerlukan tatalaksana untuk menghilangkan kondisi yang potensial mengancam nyawa ini dan untuk memperbaiki keadaan pasien.37

Manajemen awal Anemia Aplastik: 37

Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen kimia yang diduga menjadi penyebab anemia aplastik.

Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan.

Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi trombosit sesuai yang dibutuhkan.

Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila terdapat neutropenia berat. Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila

organisme spesifik tidak dapat diidentifikasi, G-CSF pada kasus yang menakutkan; bila berat badan kurang dan infeksi ada (misalnya oleh bakteri gram negatif dan jamur) pertimbangkan transfusi granulosit dari donor yang belum mendapat terapi G-CSF.

Assessment untuk transplantasi stem sel allogenik : pemeriksaan histocompatibilitas pasien, orang tua dan saudara kandung pasien.

Pengobatan spesifik aplasia sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan yaitu transplantasi stem sel allogenik, kombinasi terapi imunosupresif (ATG, siklosporin dan metilprednisolon) atau pemberian dosis tinggi siklofosfamid.34

48

Page 47: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

Pengobatan SuportifBila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit

berupa packed red cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien dengan penyakit kardiovaskular. 35

Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari 20.000/mm3. Transfusi trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar trombosit dibawah 20.000/mm3sebagai profilaksis. Pada mulanya diberikan trombosit donor acak. Transfusi trombosit konsentrat berulang dapat menyebabkan pembentukan zat anti terhadap trombosit donor. Bila terjadi sensitisasi, donor diganti dengan yang cocok HLA-nya (orang tua atau saudara kandung).37

a.  Terapi ImunosupresifObat-obatan  yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte globulin(ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA).  ATG atau ALG diindikasikan pada : 37

Anemia aplastik bukan berat Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat

pengobatan tidak terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit lebih dari 200/mm3.

Mekanisme kerja ATG atau ALG belum diketahui dengan pasti dan mungkin melalui koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal dan stimulasi langsung atau tidak langsung terhadap hemopoiesis.37

Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG dapat terjadi reaksi alergi ringan sampai berat sehingga selalu diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid.Siklosporin juga diberikan dan proses bekerjanya dengan menghambat aktivasi dan proliferasi preurosir limfosit sitotoksik.33

Metilprednisolon juga dapat digunakan sebagai ganti predinison. Kombinasi ATG, siklosporin dan metilprednisolon memberikan angka remisi sebesar 70% pada anemia aplastik berat. Kombinasi ATG dan metilprednisolon memiliki angka remisi sebesar 46%.37

49

Page 48: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

b. Transplantasi sumsum tulangTransplantasi sumsum tulang merupakan pilihan utama pada pasien

anemia aplastik berat berusia muda yang memiliki saudara dengan kecocokan HLA. Akan tetapi, transplantasi sumsum tulang allogenik tersedia hanya pada sebagan kecil pasien (hanya sekitar 30% pasien yang mempunyai saudara dengan kecocokan HLA). Batas usia untuk transplantasi sumsum tulang sebagai terapi primer belum dipastikan, namun pasien yang berusia 35-35 tahun lebih baik bila mendapatkan terapi imunosupresif karena makin meningkatnya umur, makin meningkat pula kejadian dan beratnya reaksi penolakan sumsum tulang donor (Graft Versus Host Disesase/GVHD). Pasien dengan usia > 40 tahun terbukti memiliki respon yang lebih jelek dibandingkan pasien yang berusia muda.34

Pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang memiliki survival yang lebih baik daripada pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif. Pasien dengan umur kurang dari 50 tahun yang gagal dengan terapi imunosupresif (ATG) maka pemberian transplantasi sumsum tulang dapat dipertimbangkan. Akan tetapi survival pasien yang menerima transplanasi sumsum tulang namun telah mendapatkan terapi imunosupresif lebih jelek daripada pasien yang belum mendapatkan terapi imunosupresif sama sekali.37

10. Prognosis Anemia Aplastik

Menurut Bakta (2006) prognosis anemia aplastk sangat bervariasi, tetapi apabila tidak ada pengobatan maka biasanya prognosis buruk. Prognosis kasus anemia aplastik dapat dibagi menjadi 3, yaitu: 33

1. Kasus berat dan progresif, rata-rata meninggal dalam 3 bulan (10-15 % kasus).

2. Penderita dengan perjalanan penyakit kronik dengan remisis dan relaps meninggal dalam 1 tahun (50 % kasus).

3. Penderita yang mengalami remisi sempurna atau parsial. Hanya pada sebagian kecil penderita.

50

Page 49: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

Penggunaan imunosupresif dapat meningkatkan keganasan sekunder. Penelitian di luar negeri dari 103 pasien yang diobati dengan ALG, 20 pasien diikuti jangka panjang berubah menjadi leukemia akut, mielodisplasia, PNH, dan adanya resiko hematoma. Komplikasi tersebut jarang ditemukan pada pasien dengan terapi transplantasi sumsum tulang.25

E. Anemia Hemoragik

1. Definisi Anemia Akibat Perdarahan

Anemia atau kurang darah adalah kondisi di mana jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang berperan dalam mengangkut oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh.25

Anemia karena pendarahan hebat adalah berkurang y sel darah merah atau jumblah hemoglobin yang di sebabkan oleh pendarahan hebatPerdarahan hebat disebabkan oleh tersaringnya dari anemia jika kehilangan darah tubuh segera menarik cairan dari jaringan di luar pembulu darah dengan usaha,untuk menjaga pembulu darah supaya tetap terisi,akibatnya darah menjadi encer dan persentase sel darah merah menjadi mengurang. Pada akhirnya peningkatan dan pembentukan sel darah merah akan memperbaiki anemia tapi pada awalnya anemia masih sangat berat, terutama jika timbul dengan segera karena kehilangan darah dengan tiba-tiba seperti yang terjadi pada, kecelakaan, persalinan, pembedahan, dam pecahnya si pembulu darah. Dan yang sering terjadi pendarahan yang terus menerus dan tidak ada hentinya,yang bisa terjadi pada bagian-bagian tubuh pendarahan yang terjadi pada hidung, Pendarahan terjadi pada usus kecil dan kanker usus besar,dan mungkin tidak terlihat dengan jelas karena jumblah darahnya sedikit dan ini juga di sebut pendarahan tersembunyi. Pendarahan karena tumor ginjal atau kandungan kemih dan ini kelihatan pada air kemih si penderita, Perdarahan saat menstruasi yang sangat banyak gejala si penderita hilang sebagian besar darah akan mengakibatkan, tekanan darah menurun akibat cairan di pembulu darah berkurang,pasokan oksigen menurun akibat sel darah merah yang mengangkut o2 berkurang, dan kedua masalah tersebut bisa berakibat strok atau serangan jantung.39

51

Page 50: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

2. Gejala Anemia Akibat Perdarahan

Hilangnya sejumlah besar darah secara mendadak dapat menyebabkan 2 masalah: 40

Tekanan darah menurun karena jumlah cairan di dalam pembuluh darah berkurang

Pasokan oksigen tubuh menurun karena jumlah sel darah merah yang mengangkut oksigen berkurang.

Kedua masalah tersebut bisa menyebabkan serangan jantung, stroke atau kematian. Anemia yang disebabkan oleh perdarahan bisa bersifat ringan sampai berat, dan gejalanya bervariasi. Anemia bisa tidak menimbulkan gejala atau bisa menyebabkan: 40

Pingsan Pusing Haus Berkeringat Denyut nadi yang lemah dan cepat Pernafasan yang cepat

Penderita sering mengalami pusing ketika duduk atau berdiri (hipotensi ortostatik). Anemia juga bisa menyebabkan kelelahan yang luar biasa, sesak nafas, nyeri dada dan jika sangat berat bisa menyebabkan kematian. Berat ringannya gejala ditentukan oleh kecepatan hilangnya darah dari tubuh. Jika darah hilang dalam waktu yang singkat (dalam beberapa jam atau kurang), kehilangan sepertiga dari volume darah tubuh bisa berakibat fatal. 40

Jika darah hilang lebih lambat (dalam beberapa hari, minggu atau lebih lama lagi), kehilangan sampai dua pertiga dari volumer darah tubuh bisa hanya menyebabkan kelelahan dan kelemahan atau tanpa gejala sama sekali. 40

3. Manifestasi Klinis Anemia Akibat Perdarahan

52

Page 51: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

Pengaruh yang timbul segera

Akibat kehilangan darah yang cepat terjadi reflek cardia vaskuler yang fisiologis berupa kontraksi orteiola, pengurangan cairan darah atau komponennya ke organ tubuh yang kurang vital (otak dan jantung). Gejala yang timbul tergantung dari cepat dan banyaknya darah yang hilang dan apakah tubuh masih dapat mengadakan kompensasi. Kehilangan darah 200 ml pada orang dewasa yang terjadi dengan cepat dapat lebih berbahaya daripada kehilangan darah sebanyak 3000ml dalam waktu yang lama. 40

Pengaruh lambat

Beberapa jam setelah perdarahan terjadi pergeseran cairan ekstraseluler dan intravaskuler yaitu agar isi iontravaskuler dan tekanan osmotik dapat dipertahankan tetapi akibatnya terjadi hemodilati. Gejala yang ditemukan adalah leukositosis (15.000-20.000/mm3) nilai hemoglobin, eritrosit dan hematokrit merendah akibat hemodilasi. Untuk mempertahankan metabolisme, sebagai kompensasi sistem eritropoenik menjadi hiperaktif, kadang-kadang terlihat gejala gagal jantung. Pada orang dewasa keadaan hemodelasi dapat menimbulkan kelainan cerebral dan infark miokard karena hipoksemia. Sebelum ginjal kembali normal akan ditemukan oliguria atau anuria sebagai akibat berkurangnya aliran ke ginjal. 40

4. Pengobatan Anemia Akibat Perdarahan

Pengobatan terhadap penyakit ini dengan melihat kecepatan hilangnya darah dan tingkatan penyakit anemia yang ditemukan dalam diagnosis. Dan jika penyakit ini sudah termasuk berat, maka harus dilakukan transfusi sel darah merah ke tubuh penderita. Selain itu juga menghentikan sumber perdarahan yang terjadi. 40

F. Anemia Megaloblastik

53

Page 52: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

1. Definisi Anemia Megaloblastik

Anemia megaloblastik adalah anemia mikrositik yang ditandai adanya peningkatan ukuran sel darah merah yang disebabkan oleh abnormalitas hematopoesis dengan karakteristik dismaturasi nukleus dan sitoplasma sel myeloid dan eritrosit sebagai gangguan sintesis DNA.25

Gambar 6. Anemia Megaloblastik

2. Etiologi Anemia Megaloblastik

1. Defisiensi asam folat

a. Asupan Kurang

Gangguan Nutrisi : Alkoholisme, bayi prematur, orang tua, hemodialisis, anoreksia nervosa.

Malabsorbsi : Alkoholisme, celiac dan tropical sprue, gastrektomi parsial, reseksi usus halus, Crohn’s disease, skleroderma, obat anti konvulsan (fenitoin, fenobarbital, karbamazepin), sulfasalazine, kolestiramin, limfoma intestinal, hipotiroidisme.

b.  Peningkatan kebutuhan : Kehamilan, anemia hemolitik, keganasan, hipertiroidisme, dermatitis eksfoliativa, eritropoesis yang tidak efektif (anemia pernisisosa, anemia sideroblastik, leukemia, anemia hemolitik, mielofibrosis).

54

Page 53: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

c. Gangguan metabolisme folat : penghambat dihidrofolat reduktase (metotreksat, pirimetamin, triamteren, pentamidin, trimetoprin), akohol, defisiensi enzim.

d.  Penurunan cadangan folat di hati : alkoholisme, sirosis non alkohol, hepatoma.

e. Obat-obat yang mengganggu metabolisme DNA : antagonis purin (6 merkaptopurin, azatioprin, dll), antagonis pirimidin (5 flourourasil, sitosin arabinose, dll), prokarbazin, hidroksiurea, acyclovir, zidovudin.

f. Gangguan metabolik (jarang) : asiduria urotik herediter, sindrom Lesch-Nyhan.

2. Defisiensi vitamin B12 (kobalamin)

a. Asupan Kurang : vegetarian

b. Malabsorbsi

Dewasa : Anemia pernisiosa, gastrektomi total/prsial, gastritis atropikan, tropikal sprue, blind loop syndrome (operasi striktur, divertikel, reseksi ileum), Crohn's disease, parasit (Diphyllobothrium latum), limfoma intestinal, skleroderma, obat-obatan (asam para amino salisilat, kolkisin, neomisin, etanol, KCl).

Anak-anak: Anemi pernisiosa, ganguan sekresi faktor intrinsik lambung, Imerslund-Grasbeck syndrome.

c. Gangguan metabolisme seluler : defisiensi enzim, abnormalitas protein pembawa kobalamin (defisiensi transkobalamin II), paparan NO yang berlangsung lama.41

3. Patofisiologi Anemia Megaloblastik

Anemia megaloblastik adalah gangguan yang disebabkan oleh sintesis DNA yang terganggu. Sel-sel yang pertama dipengaruhi adalah yang secara relatif mempunyai sifat perubahan yang cepat, terutama sel-sel awal hematopoietik dan epitel gastrointestinal. Pembelahan sel terjadi lambat, tetapi perkembangan sitioplasmik normal, sehingga sel-sel megaloblastik cenderung menjadi besar dengan peningkatan rasio dari RNA terhadap DNA. Sel-sel awal / pendahulu eritroid megaloblastik cenderung dihancurkan di dalam sumsum tulang. Selularitas sumsum tulang sering

55

Page 54: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

meningkat, tetapi produksi sel darah merah berkurang, dan keadaan abnormal ini disebut sebagai eritropoiesis yang tidak efektif (ineffective erythropoiesis).42

Kebanyakan anemia megaloblastik disebabkan oleh defisiensi asam folat (pteroylmonoglutamic acid) dan vitamin B12. Keduanya berperan dalam metabolisme intraselular. 42

Asam folat

Penyakit pada usus halus dapat mengganggu absorpsi asam folat dari makanan dan resirkulasi folat lewat siklus enterohepatik. Pada alkoholisme akut atau kronik, asupan harian folat dalam makanan akan terhambat, dan siklus enterohepatik akan terganggu oleh efek toksik dari alkohol pada sel parenkim hati. Ini yang menjadi penyebab utama defisiensi folat yang menimbulkan eritropoiesis megaloblastik. 42

Obat-obat yang menghambat dihidrofolat reduktase (mis: metotreksat, trimetoprim) atau yang mengganggu absorpsi dan penyimpanan folat dalam tubuh (antikonvulsan tertentu, kontrasepsioral), mampu mengakibatkan penurunan kadar folat plasma, sehingga timbulk anemia megaloblastik.  Hal ini dikarenakan adanya gangguan maturasi yang disebabkan oleh defek inti sel. 42

Folat dalam plasma ditemukan dalam bentuk dari N5-metiltetrahidrofolat, suatu monoglutamat, yang ditranspor ke dalam sel-sel oleh zat pengangkut khusus, yaitu dalam bentuk tetrahidro dari vitamin. Setelah di dalam sel, gugus N5-metil dilepas ke dalam reaksi kobalamin yang diperlukan, dan folat diubah menjadi bentuk poliglutamat. Konjugasi pada poliglutamat mungkin bermanfaat untuk penyimpanan folat di dalam sel. 42

Fungsi utama senyawa folat adalah memindahkan “1-karbon moieties” seperti gugus-gugus metil dan formil ke berbagai senyawa organik. Sumber dari “1-karbon moieties” biasanya adalah serin, yang bereaksi dengan tetrahidrofolat menghasilkan glisin dan N5-10-metilentetrahidrofolat. Sumber pilihan lain adalah asam formiminoglutamat, suatu lanjutan dalam metabolisme histidin, yang menyampaikan gugus formiminotetrahidrofolat dan asam glutamat. Senyawa-senyawa penerima yang sesuai, membentuk lanjutan metabolik dengan mengubah pembentukan blok-blok yang digunakan untuk sintesis makromolekul. Bentuk aktif folat adalah tetrahidrofolat (THF).42

56

Page 55: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

Yang sangat penting dalam pembentukan blok-blok tersebut adalah: 42

Purin Deoksitimidilat monofosfat (tDMP) Metionin, dibentuk oleh peralihan dari gugus metil dari N5-

metiltetrahidrofolat ke homosistein

Vitamin B12

Kobalamin adalah vitamin yang memiliki susunan komponen organometalik yang kompleks, dimana atom cobalt terletak dalam inti cincin, struktur yang mirip porfirin darimana heme terbentuk. Tidak seperti heme, kobalamin tidak dapat disintesis dalam tubuh dan harus dipenuhi dari makanan. Sumber utama hanya dari daging dan susu. Kebutuhan sehari minimal untuk kobalamin sekitar 2,5µg. 42

Selama pencernaan dalam lambung, kobalamin dalam makanan dikeluarkan dalam bentuk-bentuk kompleks, yang stabil dengan pengikat gaster R. Saat memasuki duodenum, ikatan kompleks kobalamin-R dicerna, dan menghasilkan kobalamin, yang kemudian terikat pada faktor intrinsik (FI), suatu glikoprotein dengan berat 50-kDa yang dihasilkan oleh sel-sel parietal dari lambung. Sekresi dari faktor intrinsik umumnya sejalan dengan asam lambung. 42

Ikatan kompleks kobalamin-FI dapat melawan proteolitik dan terus menuju ileum distal, dimana reseptor spesifik terdapat pada fili mukosa dan menyerap kompleks tersebut. Reseptor pengikat kompleks kobalamin-FI akan dibawa masuk ke sel mukosa ileum, dimana FI kemudian dimusnahkan dan kobalamin dipindahkan ke protein pengangkut lain, yaitu transkobalamin (TC) II. Kompleks kobalamin-TC II lalu masuk ke dalam sirkulasi, menuju hati, sumsum tulang, dan sel-sel lain. 42    

Normalnya sekitar 2 mg kobalamin disimpan dalam hati, dan 2 mg lagi disimpan dalam jaringan seluruh tubuh. Kurang lebih dibutuhkan 3-6 tahun bagi individu normal untuk menjadi kekurangan kobalamin bila absorpsi dihentikan secara tiba-tiba. 42

57

Page 56: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

Metilkobalamin adalah bentuk yang diperlukan untuk metionin sintase, yang bertindak sebagai katalisator dalam perubahan homosistein menjadi metionin. Bila reaksi tersebut terganggu, metabolisme folat akan menjadi kacau dan timbul kerusakan DNA. 42

Pada defisiensi kobalamin, maka N5-metiltetrahidrofolat yang tak terkonjugasi, yang baru diambil dari aliran darah, tidak dapat diubah menjadi bentuk lain dari tetrahidrofolat oleh transfer metil. Ini yang disebut hipotesis folat trap. Karena N5-metiltetrahidrofolat adalah substrat yang tak baik untuk enzim konjugasi, ia akan tetap dalam bentuk tak terkonjugasi dan dengan perlahan keluar dari sel, sehingga defisiensi folat di jaringan terjadi, dan menimbulkan hematopoiesis megaloblastik. Hipotesis ini menerangkan mengapa dengan pemberian folat yang besar dapat menghasilkan remisi hematologik parsial pada pasien dengan defisiensi kobalamin.42

4. Penegakan Diagnosis Anemia Megloblastik

Anamnesis

Biasanya pasien datang berobat dengan keluhan neuropsikiatri, keluhan epigastrik, diare, dan bukan oleh keluhan anemianya. Penyakit biasanya berjalan secara perlahan. Keluhan lain biasanya rambut cepat memutih, lemah badan, penurunan berat badan. Pada defisiensi vitamin B12, diagnosis ditegakkan rata-rata setelah 15 bulan dari onset gejala, biasanya didapatkan triad : lemah badan, sore tongue, parestesi sampai gangguan berjalan.43   

Pemeriksaan Fisik

Umumnya terjadi pada usia  pertengahan dan usia tua.

a.  Pada defisiensi B12, terdapat tiga manifestasi utama: 43

1. Anemia megaloblastik2. Glositis3. Neuropati

Gangguan neurologis terutama mengenai substantia alba kolumna dorsalis dan lateral medulla spinalis, korteks serebri, dan degenerasi saraf

58

Page 57: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

perifer sehingga disebut subacute combine degeneration / combined system disease. 43

Pada defisiensi vitamin B12 dapat ditemukan gangguan mental, depresi, gangguan memori, gangguan kesadaran, delusi, halusinasi, paranoid, skizopren. Gejala beurologis lainnya adalah: oftalmoplegia, atoni kandung kemih, impotensi, hipotensi ortostatik (neuropati otonom), dan neuritis retrobulbar. 43

b.  Pada defisiensi asam folat, manifestasi utama: 43

1. Anemia megaloblastik2. Glositis

Pada anemia megaloblastik kadang-kadang ditemukan subikterus, petekie, perdarahan retina, hepatomegali, dan splenomegali. 43

Pemeriksaan Laboratorium

Anemia makrositer dengan peningkatan MCV Neutropenia dengan neutrofil berukuran besar dan mengalami

hipersegmentasi dengan granula kasar (giant stab-cell) Trombositopenia ringan ( rata-rata 100-150 x 103 /mm3 ) Sumsum tulang hiperseluler dengan gambaran megaloblastik

Pada defisiensi B12 : 43

o serum cobalamin rendah (100 pg/ml)o serum folat normal / tinggio antibodi faktor intrinsiko Schilling test : radiolabeled B12 absorption test akan menunjukkan

absorpsi cobalamin yang rendah yang menjadi normal dengan pemberian faktor intrinsik lambung

o Cairan lambung : sekresi berkurang, rata-rata 15 ml/jam (kira-kira 10% normal), aklorhidira, pH>6

o Masa hidup eritrosit berkurang, rata-rata 20 - 75 hario LDH meningkat karena peningkatan destruksi eritrosit akibat

eritropoiesis yang tidak efektif di dalam sumsum tulang

59

Page 58: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

o MCV : pada anemia berkisar antara 100-110 fl, pada anemia berat berkisar antara 110-130 fl

Pada defisiensi asam folat : 43

o penurunan kadar folat serum (3 – 5 ng/ml)o biopsi jejunum

5. Penatalaksanaan Anemia Megaloblastik

Umum 44

1. Makanan gizi seimbang 2. Hindari makanan yang mengandung glutein 3. Atasi faktor predisposisi

Khusus 45

1. Defisiensi asam folat - Asam folat 1-5 mg/hari p.o. - Lama pengobatan tergantung penyebabnya (dapat beberapa bl) - Pada malabsorpsi, pengobatan diberikan sampai malabsorpsi teratasi,

atau dapat dicoba dengan pemberian awal 50 mg/hari selama 7-14 hari - Pada kebutuhan ↑ (anemia hemolitik kronik) → pengobatan seumur

hidup

2. Defisiensi vitamin B12 - Dosis initial optimal 25-100 μg/hari selama 2-3 minggu. Dosis

pemeliharaan 200-1.000 μg i.m setiap bl. - Dapat diberikan pada gangguan absorpsi vitamin B12 dengan dosis

1.000 μg i.m. 2 kali seminggu

3. Transfusi PRC 10-15 ml/kgBB, bila ada infeksi atau tanda gagal jantung yang mengancam

4. Bila ada infeksi harus segera diatasi, karena selama infeksi sumsum tulang sering tidak memberikan respons dengan pemberian hematinik

60

Page 59: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

Suportif 43

- transfusi bila ada hipoksia- suspensi trombosit bila trombositopenia mengancam jiwa

Defisiensi B12

Terdapat 2 bentuk vitamin B12 : 43

- Sianokobalamin

Dosis : 100 g IM / hari selama 6-7 hari. bila ada perbaikan klinis dan ada respon retikulosit dalam 1 minggu, dosis diturunkan 100 g IM selang sehari sebanyak 7 dosis, kemudian tiap 3 - 4 hari selama 2 – 3 minggu (dosis total 1,8 – 2 mg B12 dalam 5 – 6 minggu). Pada saat ini kelainan hematologis harus mencapai normal. Setelah kelainan hematologis normal, pada anemia pernisiosa diberikan sianokobalamin 100 g IM / bulan seumur hidup

-    Hidroksokobalamin

Diretensi dalam tubuh lebih baik daripada sianokobalamin. 28 hari setelah injeksi, hidroksokobalamin diretensi 3 kali lebih banyak daripada sianokobalamin.

Preparat : 100 µg /ml atau 1000 µg/ml

Dosis : 1000 µg IM setiap 5 minggu atau 1000 µg setiap hari IM selama 1 – 2 minggu, lalu tiap 3 bulan

Respon terapi terhadap vitamin B12 dan folat

Gejala klinis membaik sebelum didapatkan perubahan hematologis. Respon awal adalah peningkatan retikulosit pada hari 2 – 3 dan maksimum pada hari ke 5 – 8. Dapat ditemukan normoblast pada SADT. Peningkatan hematokrit terjadi setelah 5 – 7 hari terapi. Pada anemia tanpa komplikasi, hematokrit terjadi normal dalam 4- 8 minggu. Hipersegmentasi leukosit berkurang secara bertahap dan menghilang dalam 14 hari. Trombosit normal dalam waktu 1 minggu. Pada sumsum tulang, eritropoiesis membaik dalam 24 jam terapi.

61

Page 60: Referat Bab II Tinjauan Pustaka

Setelah 6 – 10 jam terapi, megaloblast berkurang dan dalam 24 – 48 jam maturasi eritrosit menjadi normoblastik.

Defisiensi asam folat

Untuk mengisi cadangan folat dalam tubuh, diperlukan dosis 1 mg / hari selama 2-3 minggu, kemudian dosis pemeliharaan 0,25 – 0,5 mg / hari. Kontraindikasi pemberian asam folat adalah adanya defisiensi vitamin B12 yang tidak diterapi, karena akan memperburuk gejala neurologis.

Terapi penyakit dasar Menghentikan obat-obat penyebab anemia megaloblastik

6. Prognosis Anemia Megaloblastik

Baik, kecuali bila ada komplikasi kardiovaskuler atau infeksi yang berat. Sebelum adanya terapi yang efektif, anemia pernisiosa biasanya fatal dengan mortalitas 53% dalam bulan pertama. Setelah terapi, relaps dapat terjadi bervariasi antara 21 – 213 bulan. Remisi didapatkan pada 86% penderita, beberapa penderita bertahan hidup selama 14 – 20 tahun. Komplikasi jangka panjang anemia pernisiosa adalah karsinoma lambung. Peningkatan resiko terjadinya karsinoma kolorektal juga didapatkan pada penderita anemia pernisiosa.

Progresi kelainan neurologis dapat dihambat dengan terapi vitamin B12. Semakin singkat gejala neurologis berlangsung, semakin besar kemungkinan untuk mengalami perbaikan. Gejala neurologis yang berlangsung kurang dari 3 bulan biasanya revesibel. Perbaikan gejala neurologis berlangsung lambat, dan perlu wakktu 6 bulan atau lebih untuk mendapatkan respon maksimal.20

Prognosis pada umumnya baik, biasanya dalam 6-8 minggu pengobatan Hb kembali normal.46

62