REFERAT ANESTESI

27
BAB 1 PENDAHULUAN Tranfusi darah mempunyai peran yang penting dalam menyelamatkan kehidupan, terlebih dalam kasus-kasus yang gawat darurat, perawatan neonatus prematur yang intensif modern, anak dengan kanker, dan penerima cangkok organ yang tidak mungkin tanpa transfusi. Tranfusi darah merupakan tindakan pengobatan pada pasien (anak, bayi dan dewasa) yang diberikan atas indikasi. Kesesuaian golongan darah antara resipien dan donor merupakan salah satu hal mutlak. 1,2 Tranfusi darah adalah salah satu rangkaian proses pemindahan darah donor ke dalam sirkulasi darah resipien sebagai upaya pengobatan. Tranfusi darah mulai di uji coba sejak abad ke 15 dan hingga pertengahan abad ke 17, namun berakhir dengan kegagalan, karena pada waktu itu dipakai sebagai sumber donornya adalah darah hewan. Melalui berbagai percobaan dan pengamatan kemudian disimpulkan bahwa manusia yang semestinya menjadi sumber darah. Namun demikian pada masa ini, karena masih banyaknya kegagalan yang berakibat kematian, tranfusi darah sempat dilarang dilakukan. Pada masa ini, tranfusi darah telah dikerjakan langsung dari arteri ke dalam vena resipien. 1,3 Pemikiran dasar pada tranfusi darah adalah cairan intravaskuler dapat diganti atau disegarkan dalam cairan pengganti yang sesuai dari luar tubuh. Pada tahun 1901, 1

description

doc

Transcript of REFERAT ANESTESI

Page 1: REFERAT ANESTESI

BAB 1

PENDAHULUAN

Tranfusi darah mempunyai peran yang penting dalam menyelamatkan kehidupan, terlebih

dalam kasus-kasus yang gawat darurat, perawatan neonatus prematur yang intensif modern,

anak dengan kanker, dan penerima cangkok organ yang tidak mungkin tanpa transfusi.

Tranfusi darah merupakan tindakan pengobatan pada pasien (anak, bayi dan dewasa) yang

diberikan atas indikasi. Kesesuaian golongan darah antara resipien dan donor merupakan

salah satu hal mutlak. 1,2

Tranfusi darah adalah salah satu rangkaian proses pemindahan darah donor ke dalam

sirkulasi darah resipien sebagai upaya pengobatan. Tranfusi darah mulai di uji coba sejak

abad ke 15 dan hingga pertengahan abad ke 17, namun berakhir dengan kegagalan, karena

pada waktu itu dipakai sebagai sumber donornya adalah darah hewan. Melalui berbagai

percobaan dan pengamatan kemudian disimpulkan bahwa manusia yang semestinya menjadi

sumber darah. Namun demikian pada masa ini, karena masih banyaknya kegagalan yang

berakibat kematian, tranfusi darah sempat dilarang dilakukan. Pada masa ini, tranfusi darah

telah dikerjakan langsung dari arteri ke dalam vena resipien.1,3

Pemikiran dasar pada tranfusi darah adalah cairan intravaskuler dapat diganti atau

disegarkan dalam cairan pengganti yang sesuai dari luar tubuh. Pada tahun 1901, Landsteiner

menemukan golongan darah sistem ABO dan kemudian sistem antigen Rh (rhesus) ditemukan

oleh Levine dan Stetson di tahun 1939. Kedua sistem ini menjadi dasar penting bagi tranfusi

darah modern. Meskipun banyak sistem penggolongan lain tetapi tetap sistem ABO dan Rh

yang selalu digunakan secara klinis. Namun tranfusi bukanlah tanpa resiko, meskipun telah

dilakukan berbagai upaya untuk memperlancar tindakan tranfusi, namun efek samping reaksi

tranfusi atau infeksi akibat tranfusi tetap mungkin terjadi. Maka bila diingat dan dipahami

mengenai keamanannya, indikasinya perlu diperketat.1,4 Pemberian komponen-komponen

darah yang diperlukan saja lebih dibenarkan dibandingkan dengan pemberian darah lengkap

(whole blood). 2,5

1

Page 2: REFERAT ANESTESI

Banyak hal yang harus diperhatikan dan dipersiapkan sehingga tranfusi dapat

dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu, salah satu tugas besar dimasa yang akan datang

adalah meningkatkan pemahaman akan penggunaan tranfusi darah sehingga

penatalaksanaannya sesuai dengan indikasi dan keamanannya dapat ditingkatkan. 1,6

2

Page 3: REFERAT ANESTESI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Darah

2.1.1 Darah sebagai Organ

Darah yang semula dikategorikan sebagai jaringan tubuh, saat ini telah

dimasukkan sebagai suatu organ tubuh terbesar yang beredar dalam system

kardiovaskular, tersusun dari (1) komponen korpuskuler atau seluler, (2) komponen

cairan. Komponen korpuskuler yaitu materi biologis yang hidup dan bersifat

multiantigenik, terdiri dari sel darah merah, sel darah putih, dan keping trombosit, yang

kesemuanya dihasilkan dari sel induk yang senantiasa hidup dalam sumsum tulang.

Ketiga jenis sel darah ini memiliki masa hidup terbatas dan akan mati jika masa hidupnya

berakhir. Agar fungsi organ darah tidak ikut mati, maka secara berkala pada waktu-waktu

tertentu, ketiga butiran darah tersebut akan diganti, diperbaharui dengan sel sejenis yang

baru. Komponen cair yang juga disebut plasma menempati lebih dari 50% volume organ

darah, dengan bagian terbesar dari plasma (90%) adalah air, bagian kecilnya terdiri dari

protein plasma dan elektrolit. Protein plasma yang penting diantaranya adalah albumin,

berbagai fraksi globulin serta protein untuk faktor pembekuan dan untuk fibrinolisis.1,7

2.1.2 Fungsi Darah

Darah mempunyai beberapa fungsi, antara lain:

a. Sebagai organ transportasi, khususnya oksigen (O2), yang dibawa dari paru-

paru dan diedarkan ke seluruh tubuh dan kemudian mengangkut sisa

pembakaran (CO2) dari jaringan untuk dibuang keluar melalui paru-paru.

Fungsi pertukaran O2 dan CO2 ini dilakukan oleh hemoglobin yang

terkandung dalam sel darah merah. Protein plasma ikut berfungsi sebagai

sarana transportasi dengan mengikat berbagai materi yang bebas dalam

plasma untuk metabolisme organ-organ tubuh.

b. Sebagai organ pertahanan tubuh (imunologik), khususnya dalam menahan

invasi berbagai jenis mikroba pathogen dan antigen asing. Transfusi darah

3

Page 4: REFERAT ANESTESI

adalah salah satu rangkaian proses ppemindahan darah donor ke dalam

sirkulasi darah resipien sebagai upaya pengobatan. Mekanisme pertahanan ini

dilakukan oleh leukosit (granulosit dan limfosit) serta protein plasma khusus

(immunoglobulin).

c. Peranan darah dalam menghentikan perdarahan (mekanisme homeostatis)

sebagai upaya untuk mempertahankan volume darah apabila terjadi kerusakan

pada pembuluh darah. Fungsi ini dilakukan oleh mekanisme fibrinolisis,

khususnya juka terjadi aktifitas homeostasis yang berlebihan.2,8

Apabila terjadi pengurangan darah yang cukup bermakna dari komponen darah

korpuskuler maupun non korpuskuler akibat kelainan bawaan ataupun karena penyakit

yang didapat, yang tidak dapat diatasi oleh mekanisme homeostasis tubuh dalam waktu

singkat maka diperlukan penggantian dengan jalan transfusi darah, khususnya dari

komponen yang diperlukan.2,4

2.2 Transfusi darah

2.2.1 Definisi Transfusi Darah

Transfusi darah adalah suatu rangkaian proses pemindahan darah donor ke dalam

sirkulasi dari resipien sebagai upaya pengobatan. Bahkan sebagai upaya untuk

menyelamatkan kehidupan. Berdasarkan asal darah yang diberikan, transfuse darah dapat

dikelompokan menjadi 2, yaitu:

1. Homologous atau allogenic transfusion yaitu transfusi yang menggunakan darah dari

orang lain.

2. Autologous transfusion yaitu transfusi dengan menggunakan darah resipien itu sendiri

yang diambil sebelum transfusi dilakukan.1

2.2.2 Tujuan Transfusi Darah

Tujuan transfusi darah antara lain:

a. Mengembalikan dan mempertahankan volume yang normal peredaran darah.

b. Menggantikan kekurangan komponen seluler atau kimia darah

c. Meningkatkan oksigenasi jaringan

d. Memperbaiki fungsi homeostasis

4

Page 5: REFERAT ANESTESI

e. Tindakan terapi khusus

2.2.3 Indikasi transfusi darah

Transfusi darah umumnya >50% diberikan pada saat perioperatif dengan tujuan

untuk menaikkan kapasitas pengangkutan oksigen dan volume intravascular. Kalau hanya

menaikkan volume intravascular saja cukup dengan koloid atau kristaloid.

Indikasi transfusi darah ialah:

a. Perdarahan akut sampai Hb <8 g/dL atau Ht <30%. Pada orang tua, kelainan

paru, kellainan jantung Hb <10 g/dL.

b. Bedah mayor kehilangan darah >20% volume darah.

Di bawah ini merupakan klasifikasi untuk indikasi pemberian cairanpada

perdarahan akut menurut American College of Surgeon.

Tabel 1. Klasifikasi Perdarahan Akut dari American College of surgeon

Faktor Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV

Kehilangan

darah (mL)

750 750 = 1500 1500-2000 2000 atau lebih

Kehiilangan

darah ( %

volum darah)

15 15 – 30 30 – 40 40 atau lebih

Denyut nadi

(denyut/menit)

100 100 120 140 atau lebih

Tekanan darah N N Menurun Menurun

CRT N + + +

RR 14 – 20 20 – 30 30 – 40 35

Output Urin 30 20 – 30 5 – 10 Negligible

Penggantian

cairan

Kristaloid Kristaloid Kristaloid +

Darah

Kristaloid +

Darah

Selain ketentuan diatas terdapat guideline lain yang direkomendasikan dari

American Society of Anesthesiologists, yaitu :

5

Page 6: REFERAT ANESTESI

1. Transfusi jarang diindikasikan saat konsentrasi Hb > 10 g/dL dan hampir selalu

diindikasikan saat nilai Hb 6g/dL, terutama pada kondisi anemia yang akut.

2. Pada pasien dengan kadar Hb 6g/dL, Transfusi darah bergantung pada risiko komplikasi

akibat oksigenisasi yang tidak adekuat.

3. Pemberian transfusi darah perlu mempertimbangkan fisiologi tubuh dan oksigenisasi

jaringan.

4. Jika tersedia, pemberian transfusi darah autolog prabedah, intrabedah dan pascabedah

pada hemodilusi normovolemik akut dan kehilangan darah yang mengakibatkan hipotensi

dapat memberikan manfaat pada pasien.

5. Indikasi transfusi sel darah merah autolog lebih banyak dibandingkan dengan sel darah

erah alogenik karena risiko lebih rendah.

Pada tahun 1998, Habibie dkk. merekomendasikan indikasi transfusi darah mengikuti

rule of thumb, bahwa administrasi dari 1 unit PRC akan meningkatkan nilai hematokrit sebesar

3–5%:

1. Kehilangan darah lebih dari 20% volume darah (>100mL)

2. Kadar Hb < 8g/dL

3. Kadar Hb <10g/dL dengan penyakit mayor (misalnya : emfisema, penyakit jantung iskemik).

4. Kadar Hb < 10g/dL setelah transfusi dengan darah autolog.

5. Kadar Hb < 12g/dL dan pasien yang bergantung dengan ventilator.

2.2.4 Dasar-dasar transfusi darah

Antigen eritrosit dan antibodi golongan darah

Sejak ditemukan sistem ABO oleh Landsteiner pada tahun 1900, sampai saat ini

terdapat 25 sistem golongan darah dan lebih dari 250 antigen golongan darah yang telah

diidentifikasi menurut International Society of Blood Transfusion. Sistem golongan darah

terdiri atas satu atau lebih antigen yang ditentukan baik oleh gen tunggal atau dari dua

atau lebih gen homolog yang berkaitan erat. Simbol untuk kedua puluh lima system

golongan darah tersebut adalah ABO,MNS, P, RH, LU(Lutheran), KEL (Kell), LE

(Lewis), FY(Duffy), JK (Kidd), DI, YT, XG, SC, DO, CO, LW, CH/RG, H, XK, GE,

CROM, KN, IN, OK, dan RAPH

6

Page 7: REFERAT ANESTESI

Makna klinis golongan darah dalam suatu transfusi darah adalah bahwa individu

yang tidak mempunyai antigen golongan darah tertentu akan menghasilkan antibodi yang

bereaksi dengan antigen tersebut yang kemungkinan akan menyebabkan reaksi transfusi.

Di bawah ini akan di bahas mengnai golongan darah yang penting digunakan secara

klinis yaitu ABO dan Rhesus.

Berikut ini akan dijelaskan mengenai 2 sistem penggolongan darah yang

bermakna secara klinis :

- Sistem ABO

Sistem ini terdiri dari 3 gen alel: A, B, dan O. Gen A dan B mengandalkan sistesis

enzim spesifik yang bertanggung jawab untuk penambahan residu karbohdirat

tunggal pada glikoprotein dan glikolipid antigenic dasar dengan gula terminal L-

Fruktosa pada eritrosit, yang dikenal sebagai substansi H. Gen O adalah gen amorf

dan tidak mentransformasi substansi H. Antibodi alamiah terhadap antigen A

dan/atau B ditemukan dalam plasma individu yang eritrositya tidak mempunyai

antigen tersebut.

Tabel 2. Penggolongan Darah Berdasarkan Sistem ABO

Fenotipe Genotipe Antigen Antibodi Alamiah

O OO O Anti-A

Anti-B

A AA/AO A Anti-B

B B B Anti-A

AB AB AB Tidak Ada

- Sistem Rh

Lokus golongan darah Rh tersusun atas dua gen struktural yang saling terkait (RhD

dan RhCE) yang mengkode protein membrane yang membawa antigen D, Cc, dan Ee.

Antibodi Rh jarang timbul secara alamiah, dihasilkan dari transfusi atau kehamilan

sebelumnya. Anti-D bertanggung jawab untuk sebagian besar gangguan klinis yang

7

Page 8: REFERAT ANESTESI

terkait dengan sistme Rh. Karena itu penggolongan subyek dalam system Rh dibagi

menjadi Rh D positif dan Rh D negatif.

2.2.5 Mekanisme Transfusi Darah

- Darah Alogenik(homolog)

Transfusi darah diberikan untuk meningkatkan kepasitas transportasi O2 dan

volume intravaskular. Sebenernya meningkatkan volume intrvaskular bukan

merupakan indikasi transfusi darah. kondisi seperti ini dapat diatasi dengan

pemberian cairan intravena, kristaloid maupun koloid. Akan tetapi pada kasus

perdarahan, darah mungkin merupakan pilihan utama untuk meningkatkan kapasitas

transport O2 sekaligus mengembalikan volume intravaskular.

- Darah Autologus

Penggunaan darah autolog diasumsikan lebih aman dibandingkan dengan darah

alogenik, juga lebih efektif pada pasien dengan kadar Hb <10g/dL. Hal ini berkaitan

dengan rendahnya risiko infeksi akibat transfusi. Akan tetapi transfusi darah autolog

tidak lepas dari beberapa komplikasi yang dapat terjadi, antara lain: anemia, iskemia

miokardial prabedah, kesalaham jumlah pemberian darah, demam dan reaksi alergi.

2.2.6 Prosedur Transfusi Darah

1. Tentukan indikasi

2. lengkapi formulir mengenai identitas diri donor beserta Informed Consent

3. Lakukan uji crossmatch pada sample darah donor.

- Uji Kompabilitas

Skrining golongan darah ABO-Rh, crossmatch dan antibody kerap kali digunakan

untuk uji kompatibilitas. Uji ini dilakukan untuk melihat secara in vtiro terdapat

reaksi antigen-antibodi yang membahayakan, sehingga reaksi antigen-antibodi ini

dapat dicegah secara in vivo. Darah donor yang digunakan untuk transfusi emergensi

sebelumnya harus dilakukan skrining antibody hemolitik Anti-A atau Anti-B atau

keduanya. Semua darah donor harus diuji golongan darah dan tipe Rh serta dilakukan

skrining untuk antibody tertentu. Resipien juga harus mejalani pemeriksaan golongan

darah dan Rh. Pemeriksaan inilah yang dikenal sebagai uji crossmatch.

8

Page 9: REFERAT ANESTESI

Pemeriksaan golongan darah tipe Rh penting sekali dilakukan untuk mencegah

terjadinya reaksi serius akibat transfusi darah ABO yang inkompatibel dengan darah

resipien. Reaksi ini terjadi akibat kandungan antibody dalam darah(missal :

Anti-A/Anti-B) yang mengaktivasi komplemen dan menyebabkan hemolisis

intravaskular. Antibodi Anti-A atau Anti-B, atau keduanya, dapat timbul jika

seseorang individu memiliki kadar antigen A maupun Antigen B yang rendah

- Uji Crossmatch

Uji crossmatch dilakuakn sebelum transfusi dengan menggukana tabung tertentu,

dimana sel darah emrah donor dicampurkan dengan serum darah resipien untuk

mendeteksi adanya reaksi transfusi potensial yang mungkin terjadi. Hasil uji

crossmatch dapat dilihat setelah 45-60 menit dan dibagi menjadi 3 fase: Fase segera,

fase inkubasi dan fase antiglobulin.

a. Fase pertama

Dilakukan pada suhu ruangan dengan tujuan untuk mendeteksi inkompatibilitas

ABO. berlangsung sekitar 1-5 menit.

b. Fase kedua

Yaitu termasuk inkubasi reaksi fase pertama pada suhu 37oC pada albumin atau

larutan low-ionic strength salt. Penggunaan larutan tersebut bertujuan untuk

mendeteksi incomplete antibody atau antibody yang menempel pada antigen spesifik

tetapi tidak mampu menyebabkan aglitunasi pada suspensi sel darah merah. FAse ini

turut mendeteksi antibody Rh. Inkubasi berlangsung selama 30-45 menit untuk

larutan albumin sedangkan untuk larutan low-ionic strength salt selama 10-20 menit.

c. Fase ketiga/fase crossmatch/fase antiglobulin

Yaitu fase crossmatch, uji antiglobulin indirek, dengan memberikan antiglobulin

sera pada tabung uji yang telah diinkubasi. dengan penambahan antiglobulin ini,

antibody anti-manusia yang terdapat pada sera menjadi menempel pada antibody

globulin pada sel darah merah, menyebabkan aglutinasi. Fase antiglobulin ini

mendeteksi incomplete antibody pada seluruh system klasifikasi darah,ermauk sistem

Rh, Kell, Kidd, dan Duffy.

4. Jika sesuai, pendonor dapat mendonorkan darah.

9

Page 10: REFERAT ANESTESI

2.2.7 Penyimpanan Dan Produk Darah

Sebelum dilakukan transfusi, dilakukan pemeriksaan golongan darah ABO-Rh,

antibodi eritrosit dan pemeriksaan serolohi untuk menyangkal sifilis, antigen permukaan

hepatitis B(HBsAg), virus hepatitis C(HCV), serta HIV 1 dan 2. Darah disimpan pada

suhu 4-6oC selama 35 hari, bergantung pada pengawetnya. Setelah 48 jam pertama,

terjadi kehilangan K+ dari eritrosit ke dalam plasma. Darah kemudia diproses dan

dipisahkan menjadi komponen-komponennya sebelum digunakan. Komponen tersebut

antara lain :

1.Whole blood

Produk darah ini berisi sel darah merah, leukosit, trombosit, dan plasma, setiap

kantong berisi 250 mL darah dan 37mL antikoagulan. Lama penyimpanan bervariasi, jika

menggunakan sitrat fosfat dekstrosa(CPD) adalah 21 hari lalu jika menggunakan CPD

Adenin(CPDA) 35 hari.

Whole blood digunakan unruk meningkatkan jumlah sel darah merah dan volume

plasma dalam waktu yang bersamaan. transfusi dengan larutan ini di kontraindikasikan

untuk pasien penderita aemia kronik normovolemik. Transfusi 1 unit darah lengkap akan

meningkatkan Hb sekitar 1 g/dL atau hematokrit 3-4%. Pada anak-anak, darah lengkap 8

mL/Kg akan meningkatkan Hb sekitar 1 g/dL.

2. Packed red blood cell

Cairan ini berisi eritrosit, trombosit, leukosit dan sedikit plasma, dengan nilai

hematokrit 60-70%. Volume cairan ini sekitar 150-300 mL dengan massa sel darah

merah 100-200 mL. Lama penyimpanan sama dengan penyimpanan Whole blood.

Ttransfusi ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah sel darah merah pada pasien anemia,

sayangnya pemberian PRBC dapat menyebabkan hipervolemia jika diberikan dalam

jumlah banyak pada waktu yang singkat.

3. Packed red blood cell leukocytes reduced

Kandungan leukosit pada produk darah ini kurang dari 5 x 106 leukosit/unit.

Pemberian PRBC leucocytes reduced bertujuan untuk pasien anemia.

10

Page 11: REFERAT ANESTESI

4. Packed red blood cell washed

Sel darah merah yang dicuci dengan NS dan memiliki 70-80% dengan volume

180mL. Pencucian dengan larutan NS dapat membuang hampir seluruh plasma,

menurunkan konsentrasi leukosit, trombosit dan debris. Komponen ini hanya bisa

disimpan dalam waktu 24 jam. Untuk pasien dewasa produk darah ini digunakan untuk

pasien alergi yang berat, dapat pula digunakan pada transfusi neonatal atau transfusi

intrauterine.

5. Packed red blood cell frozen, packed red blood cell deglycerolized.

Sel darah merah beku dibuat dengan penambahan gliserol, suatu sedian

krioprotektif terhadap darah yang usianya kurang dari 6 hari. Darah akan dibekukan pada

suhu -65oC sampai -200oC dan dapat disimpan selama 10 tahun. Tekhnik ini digunakan

untuk menyimpan darah langka, tetapi tidak menutup kemingkinan adanya kontaminasi

bakteri.

6. Konsentrat trombosit

Produk ini berisi trombosit dan sedikit leukosit, eritrosit serta plasma. Satu

kantung darah trombosit memiliki volume 50 mL dan berasal dari seorang donor.

Transfusi ini dilakukan pada kasus pendarahan karena trombositopenia atau

trombositopati, pada operasi dengan kadar trombosit <50.000/uL. profilaksis diberikan

pada semua kasus dengan jumlah trombosit 50.00-100.00/uL yang berhubungan dengan

hipoplasia sumsum tulang akibat kemoterapi, invasi tumor atau aplasia primer sumsum

tulang.

Transfusi ini pada umumnya kurang efektif untuk kasus destruksi trombosit yang

cepat seperti ITP, pada saat pemberian produk darah ini mungkin terjadi reaksi

menggigil, panas atau alergi, pada kondisi ini antipiretik yang di berikan hendaknya

bukan dari golongan aspirin karena akan menghambat agregasi dan fungsi trombosit.

7. Fresh-frozen plasma

Komponen ini digunkana untuk mengganti kekurang faktor koagulasi. produk ini

digunakan untuk pasien dengan gangguan proses pembekuan bila tidak tersedia

kriopresipitat, misalnya pada defisiensi faktor pembekuan multipel.

11

Page 12: REFERAT ANESTESI

8. Kriopresipitat faktor anti hemofilik.

Produk darah ini ditujukan untuk pasien pasien yang mengalami defisiensi faktor

pembekuan seperti hemophilia dan penyakit von Willebrand.

9. Granulocytes pheresis

Produk ini diperoleh dengan cara sitoferesis dari donor tunggal, berisi granulosit,

limfosit, trombosit, beberapa sel darah merh dan sedikit plasma. komponen ini digunakan

untuk meningkatkan jumlah granulosit pada pasien sepsis dengan leucopenia yang tidak

menunjukan perbaikan dengan antibiotic dan pada pemeriksaan sumsum tulang

menunjukan hipoplasi.

10. Albumin

Terdiri dari 96% akbumin dan 4% globulin serta beberapa protein lain. Pemberian

albumin digunakan untuk meningkatkan volume sirkulasi. Namun, sekarang dengan

tersedianya banyak cairan sintetik pengganti volume tubuh sudah sangat selektif. selain

harganya mahal, albumin berpotensi menyebabkan banyak kerugian.

11. Imunoglobulin

Komponen ini berisi IgG dengan sedikit IgM dan IgA. Pemberian digunakan

secara IM dan IV. digunakan untuk profulaksis antibodi secara pasif pada orang yang

rentan terhadap penyakit tertentu dan sebagai terpi pengganti pada orang dengan

imunodefisiensi primer.

Dibawah ini tabel yang mengklasifikasikan produk darah menurut komponennya

Tabel 3. Produk darah

Komponen darah Jenis Produk

Selular Whole blood

Packed red cell

Konsentrat trombosit

Granulocytes pheresis

Non – selular Kriopresipitat

Derivat plasma Albumin

Factor VIII concentrats

Factor IX concentrats

12

Page 13: REFERAT ANESTESI

Imunoglobulin

2.2.8 Transfusi emergensi

Pada situasi tertentu, kadang dibutuhkan transfusi darah segera sebelum uji

kompatibilitas terlaksana, untuk situasi dimana terdapt keterbatasan waktu, perlu

dilakukan beberapa uji yang dapat segera dilakukan:

1. Type-spesific, Partially crossmatched blood

Merupakan fase segera dari uji crossmatched yaitu dengan cara menambahkan

serum pasien ke sel darah merah donor pada temperature kamar, lalu lihat apakah ada

aglutinasi makroskopik. Waktu yang diperlukan adalah 1 – 5 menit.

2. Type-spesific, uncrossmatched blood

Pemeriksaan golongan darah ABO-Rh tanpa uji crossmatch. penggunaan

pemeriksaan ini aman pada pasien yang belum pernah di transfusi, meskipun tidak

menutup kemungkinan terjadi suatu reaksi transfusi yang serius(1 : 1000). Sebaliknya

pada orang yang mempunyai riwayat terpajan dengan antigen sel darah merah asing,

transfusi tanpa pemeriksaan crossmatched dapat berakibat buruk

2.2.9 Komplikasi transfusi darah

1. Demam

Peningkatan suhu saat transfusi darah dapat disebabkan oleh interaksi antibody

leukosit atau trombosit terhadap antigen sel darah donor serta senyawa pirogen. Untuk

mencegah terjadinya komplikasi ini terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan, antara

lain:

Sebelum dilakukan transfusi penting sekali dilakukan uji crossmatch untuk melihat reaksi

anatar antigen dengan antibody.

Memberikan produk darah dengan jumlah leukosit minimal.

Memasang mikrofiltrasi yang memiliki pori-pori berukuran 40 mm.

13

Page 14: REFERAT ANESTESI

2. Reaksi alergi

Syok anafilaktik dapat terjadi pada 1 dari 20.000 kasus transfusi. reaksi alergi

ringan seperti urtikaria timbul pada 3% kasus transfusi. Reaksi anafilaktik yang berat

umumnya disebabkan oleh interaksi antara IgA pada donor dengan anti IgA spesifik pada

plasma resipien.

3. Reaksi hemolitik

Reaksi yang terjadi biasanya adalah penghancuran sel darah merah donor oleh

antibodi resipien dan biasanya terjadi karena ketidakcocokan golongan darah ABO yang

dapat disebabkan oleh kesalahan mengidentifikasikan pasien, jenis darah atau unit

transfusi. Pada orang sadar, gejala yang  dialami berupa menggigil, demam, nyeri dada

dan mual. Pada orang dalam keadaan tidak sadar atau terbius, gejala berupa peningkatan

suhu tubuh, jantung berdebar-debar, tekanan darah rendah dan hemoglobinuria. Berat

ringannya gejala tersebut tergantung dari seberapa banyak darah yang tidak cocok

ditransfusikan.

4. Reaksi non hemolitik

Reaksi ini terjadi karena sensitisasi resipien terhadap sel darah putih, trombosit

atau protein plasma dari donor. Gejalanya antara lain demam, urtikaria yang ditandai

dengan kemerahan, bintik-bintik merah dan gatal tanpa demam, reaksi anafilaksis, edema

paru, hiperkalemia dan asidosis.

5. Infeksi

Resiko penularan penyakit infeksi melalui transfusi darah bergantung pada

berbagai hal antara lain; angka kejadian penyakit di masyarakat, keefektifan skrining

yang dilakukan, kekebalan tubuh resipien dan jumlah donor tiap unit darah. Beberapa

infeksi yang biasa terjadi adalah virus hepatitis, HIV, Citomegalovirus, bakteri

stafilokokus, yesteria dan parasit malaria.

6. Transfusion-related acute lung injury(TRALI)

TRALI merupakan diagnosis klinis berupa hipoksemia akut dan edema pulmonal

bilateral yang terjadi dalam waktu 6 jam setelah trasfusi dilakukan. Manifestasi klinis

yang ditemui adalah dispnea, takipnea, demam, takikardia, hipotensi atau hipertensi dan

14

Page 15: REFERAT ANESTESI

leucopenia akut sementara. Beberapa mekanisme diperkarikan menjadi penyebab

terjadinya kondisi ini. Salah satunya adalah reaksi antara neutrofil resipien dengan

antibody donor yang mempunyai HLA atau antigen neutrofil spesifik. Akibatnya terjadi

peningkatan permeabilitas kapiler pada mikrosirkulasi paru.4

Tabel 4. Klasifikasi komplikasi menurut onset

Dini Lanjut

Reaksi hemolitik

-segera atau lambat

Transmisi penyakit

-Virus(hepatitis A,B,C , HIV,

CMV,)

-Bakteri( Treponema pallidum,

brucella, salmonella)

-Parasit( Malaria, toxoplasma,

microfilaria)

Reaksi yang terjadi akibat darah

yang terinfeksi

Kelebihan timbunan Fe+ atau besi

akibat transfusi

Reaksi alergi terhadap

leukosit,trombosit atau protein

Sensitisasi imun, misalnya

terhadap eritrosit,trombosit, atau

antigen RhD

Reaksi pirogenik Penyakit cangkok melawan

pejamu yang terkait dengan

transfusi

Kelebihan beban sirkulasi

Emboli udara

Tromboflebitis

Toksisitas sitrat

Hiperkalemia

Kelainan pembekuan

Cedera paru akut yang terkait

transfusi

15

Page 16: REFERAT ANESTESI

Penanggulangan komplikasi transfusi :

1. Stop transfusi

2. Naikan tekanan darah dengan cairan infus, jika perlu tambahkan obat-obatan.

3. Berikan oksigen 100%

4. Pemberian obat-obatan diuretik manitol atau furosemid

5. Obat-obatan antihistamin

6. Obat-obatan steroid dosis tinggi

7. Periksa analisa gas dan pH darah.

16

Page 17: REFERAT ANESTESI

BAB III

KESIMPULAN

Transfusi darah merupakan bentuk terapi yang dapat menyelamatkan jiwa. Berbagai

bentuk upaya telah dan hampir dapat dipastikan akan dilaksanakan, agar transfusi menjadi

makin aman, dengan resiko yang makin kecil. Meskipun demikian, transfusi darah belum

dapat menghilangkan secara mutlak resiko dan efek sampingnya.3 Untuk itulah indikasi

transfusi haruslah ditegakkan dengan sangat hati- hati, karena setiap transfusi yang tanpa

indikasi adalah suatu kontraindikasi.

Penggantian darah dapat optimal apabila pemilihan darah yang digantikan tepat dan

sesuai kondisi pasien saat itu, dengan mempertimbangkan komplikasi yang dapat terjadi

dalam reaksi transfusi darah, penggantian darah ataupun komponen-komponen darah

merupakan suatu tindakan yang sangat berarti bagi pasien sesuai dengan tujuan utama

transfusi yaitu memelihara dan mempertahankan kesehatan donor, memelihara keadaan

biologis darah atau komponen agar lebih bermanfaat, memelihara dan mempertahankan

volume darah yang normal pada peredaran darah (stabilitas peredaran darah), mengganti

kekurangan komponen seluler atau kimia darah, meningkatkan oksigenasi jaringan,

memperbaiki fungsi hemostasis.

17

Page 18: REFERAT ANESTESI

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA, Cachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. 2nd ed. Jakarta :

Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI, 2002.

2. Ramelan S, Gatot D. Transfusi Darah Pada Bayi dan Anak dalam Pendidikan Kedokteran

berkelanjutan (Continuing Medical Education) Pediatrics Updates. Jakarta: IDAI cabang

Jakartav2005.p.21-30.

3. Hoffbrand, A.V. Kapita selekta Hematologi. In: Iyan Darmawan, editor. 2nd ed. Jakarta:

EGC 1996.

4. Gary, R Strange, William R, Steven L. Pediatric Emergency Medicine, 2nd ed. Boston:

Mc Graw Hill 2005.p.527-529.

5. Soenarto RF, Chandra S. Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta: Departemen Anestesiologi

dan Intensive care Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2012. p.259-73.

6. E. Shannon cooper. Clinic in Laboratory Medicine. Philadelphia: WB Saunders Company

1992; 12(4):655-665.

7. C Waittt, P Waitt, M Pirmohamed. Intravenous Therapy. Postgard. Med. J. 2004;80:1-6

8. Sudoyo AW, Setiohadi B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.4th ed. Jakarta :

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006.

18