Renny Referat Anestesi

42
Fisiologi RESPIRASI PADA ANESTESI Oleh: Wan Renny Febriyanti, S.Ked 61109034 Pembimbing: Dr.Indah, SpAn KEPANITRAAN KLINIK SENIOR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI SMF SARAF RSUD EMBUNG FATIMAH KOTA BATAM TAHUN 2014 i

description

renny referat anestesi.docx

Transcript of Renny Referat Anestesi

Fisiologi RESPIRASI PADA ANESTESI

Oleh:Wan Renny Febriyanti, S.Ked61109034

Pembimbing:Dr.Indah, SpAn

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATISMF SARAF RSUD EMBUNG FATIMAH KOTA BATAMTAHUN 2014

KATA PENGANTARPuji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan petunjuk dan karunia Nya sehingga saya bisa menyelesaikan penyusunan Referat tentang FISIOLOGI RESPIRASI PADA ANESTESI ini.Dalam penyusunan referat ini saya menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, guna untuk kesempurnaan penulisan referat selanjutnya.Saya juga menghanturkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Referat ini, semoga Referat ini dapat bermanfaat bagi setiap yang membacanya.

Batam,01 Febuari 2015

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar iiDaftar Isi iiBab I. Pendahuluan 1Bab II. Anatomi Saluran Nafas II.1 Struktur 2II.2 Sistem Vaskularisasi Pulmoner 6Bab III. Mekanisme Pernafasan ParuIII.1 Elastisitas Paru dan Tahanan Aliran Udara 9III.2 Kontrol Ventilasi 11III.3 Transpor Oksigen dan Karbondioksida 15Bab IV. Anestesi dan PernafasanIV.1 Anestesi, Penyakit Pulmoner, dan Rokok 19IV.2 Komplikasi Pulmoner Pasca Operatif22IV3. Anestesi dan Rokok

Daftar Pustai

iii

BAB I. PENDAHULUANRespirasi ialah pertukaran gas-gas antara organisme hidup dan lingkungan sekitarnya. Pada manusia dikenal dua macam respirasi yaitu eksternal dan internal.1 Respirasi eksternal ialah pertukaran gas-gas antara darah dan udara sekitarnya. Pertukaran ini meliputin beberapa proses yaitu ventilasi, distribusi, difusi, dan perfusi. Respirasi internal ialah pertukaran gas-gas antara darah dan jaringan. Pertukaran ini meliputi beberapa proses yaitu efisiensi kardiosirkulasi dalam menjalankan darah kaya oksigen, distribusi kapiler, difusi, dan metabolisme sel yang melibatkan enzim. Pada prosesnya, keseluruhan proses ini melibatkan organ-organ pernafasan yang saling melengkapi dan saling terkait baik dari struktur maupun fungsinya. Organ-organ ini tersusun menjadi satu sama lain menjadi traktus respiratorius. Paru-paru sebgai organ perfusi memiliki fungsi utama dalam menyediakan pertukaran gas terus-menerus antara udara insprasi dan darah pada sirkulasi pulmoner, memberikan pasokan oksigen dan pengeluaran karbondioksida, yang kemudian dibersihkan dari paru melalui pernafasan selanjutnya. Keberlangsungan kehidupan bergantung kepada proses ini menjadi mendasar, saling mendukung, dan efisien, bahkan ketika dihadapkan pada penyakit atau kondisi lingkungan yang tidak mendukung. Perkembangan lebih lanjut telah menghasilkan berbagai mekanisme kompleks untuk mencapainya, dimana beberapa diantaranya berkompromi dengan anetesi. Pemahaman yang baik akan fisiologi pernafasan menjadi esensial untuk memastikan keselamatan pasien selama anestesi.2

BAB IIANATOMI SALURAN NAFASII.1 StrukturSaluran nafas atau traktus respiratorius meruakan suatu kesatuan dari beberapa organ yang saling mendukung satu sama lainnya. Dalam menjalankan kinerjanya, mekanisme pernafasan, traktus respiratorius tidak lah berdiri sendiri, sehingga proses bernafas menjadi sesuatu hal yang komples dan saling mengikat. Komponen lain yang mendukung dan menjalankan mekanisme bernafas adalah tulang-tulang penyusun toraks dan otot-otot yang menyokongnya.Otot-otot Pernafasan3Otot otot ventilasi adalah otot yang memiliki daya tahan. Nutrisi yang buruk, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dengan udara yang terperangkap, dan peningkatan resistensi jalan nafas memicu terjadinya kegagalan ventilasi yang disebabkan oleh kelelahan otot ventilasi. Otot-otot ventilasi antara lain adalah diafragma, otot intercostae, otot abdomen, otot cervical, otot sternomastoid, dan otot intervertebrae. Otot ventilasi primer adalah diafragma, dengan sedikit kontribusi dari otot-otot intercostae. Normalnya, pada saat istirahat, inspirasi membutuhkan usaha sedangkan ekspirasi merupakan usaha pasif. Ketika usaha ventilasi meningkat, otot abdomen diikuti dengan depresi iga, dan peningkatan tekanan intra abdomen memfasilitasi terjadinya ekspirasi. Dengan peningkatan usaha, otot cervical membantu mengangkat sternum dan dada bagian atas. Otot paravertebra pada bahu memiliki peran penting selama usaha ventilasi maksimum. Pada paru-paru normal, proses bernafas dan batuk dapat dibantu oleh otot diafragma. Otot-otot ventilasi harus memiliki usaha yang cukup untuk mengangkat iga dan menciptakan tekanan subatmosfer pada rongga intrapleura. Bernafas memerlukan fiber otot tahan lelah yang ditandai dengan kedutan lambat yang merupakan respon terhadap stimulasi elektrik. Fiber otot tersebut membentuk sekitar 50% fiber diafragma dan memiliki kapasitas tinggi oksidatif. Kedutan cepat pada fiber otot yang memiliki peran pada kelelahan otot, memiliki respon yang cepat terhadap stimulasi elektrik, menyediakan kekuatan, dan membantu otot memproduksi usaha yang lebih selama periode tertentu. Oleh karena itu, diafragma yang terdiri dari fiber-fiber kedut cepat berguna selama beberapa periode usaha ventilasi maksimal. Otot otot dinding abdomen, otot ekspirasi yang paling kuat , sangat penting untuk usaha ekspulsif seperti proses batuk. Dengan sistem respirasi yang lengkap, jaringan paru yang mengembang mengisi rongga pleura. Pleura viseralis dan parietalis secara konstan bersentuhan satu sama lain, menciptakan rongga intrapleura yang tekanannya menurun ketika diafragma depresi dan rongga toraks mengembang. Pada akhir inspirasi, akibat dari tekanan subatmosfer intrapleura terjadi usaha antara kecenderungan paru untuk kolaps dan otot dinding dada untuk tetap mengembang. Usaha pada akhir inspirasi menyebabkan Kapasitas Sisa Fungsional (Functional Residual Capacity), volum udara paru pada akhir ekspirasi. Rongga intrapleura normalnya memiliki tekanan sub ambient (-2 s/d -3 mmHg) pada Kapasitas Sisa Fungsional. Dengan inspirasi, tekanan intrapleura menjadi lebih negatif ketika dinding dada mengembang.Traktus RespiratoriusFungsi utama respirasi ialah pertukaran O2 dan CO2 antara darah dan udara pernapasan. Fungsi tambahan ialah pengendalian keseimbangan asam basa, metabolism hormon dan pembuangan partikel. Paru ialah satu-satunya organ tubuh yang menerima darah dari seluruh curah jantung.2Secara anatomis sistem respirasi dibagi menjadi bagian atas terdiri dari hidung, ruang hidung, sinus paranasalis dan faring yang berfungsi menyaring, menghangatkan, dan melembabkan udara yang masuk saluran pernafasan dan bagian bawah terdiri dari laring, trakea, bronki, bronkioli, dan alveoli.1 Trakea adalah pipa fibromuskular pada dewasa panjangnya 10-12 cm, diametr 18-20 mm. diameter cabang-cabangnya ialah bronkus utama 13mm, bronkus lobaris 7-5mm, bronkus segmental is 4-3mm, bronkus kecil 1mm, bronkiolus utama 1-0,5mm, bronkiolus terminalis 0,5mm, bronkiolus respiratorius 0,5mm, duktus alveolaris 0,3 mm dan sakus alveolaris 0,3mm. trakea terdiri dari sel-sel bersilia dan sel-sel yang dapat mensekresi lensir. Setiap sel memiliki 200 silia yang selalu bergerak 12-20 kali setiap menitnya mendorong lender ke faring dengan kecepatan 0,5-1,5 cm/menit.1Secara fisiologis sistem pernafasan dibagi menjadi bagian konduksi, dari ruang hidung sampai bronkioli terminalis dan bagian respirasi terdiri dari bronkioli respiratorius sampai alveoli. Paru kanan terdiri dari tiga lobi (atas, tengah, bawah) dan paru kiri dual obi (atas dan bawah). 1Pengetahuan tentang kerja segmen bronkopulmonar penting untuk lokalisasi patologis paru, interpretasi radiograf paru, identifikasi regio paru pada bronkoskopi, dan operasi paru. Masing-masing segmen bronkopulmonar dipisahkan dari segmen yang berdekatan oleh jaringan pengikat. Oleh karena itu, patologi paru tetap segmental. Parenkim paru dapat dibagi menjadi tiga kategori jalan nafas berdasarkan anatomi fungsional paru.3Jalan nafas konduksi menyediakan transport dasar udara dan tidak terjadi pertukaran udara. Bagian selanjutnya yang memiliki diameter yang lebih kecil adalah jalan nafas transisional. Bagian transisional adalah saluran untuk difusi udara dan pertukaran udara yang terbatas. Dan fungsi primer jalan nafas yang paling kecil adalah pertukaran udara. Pada dewasa, trakea adalah saluran fibromuskular dengan panjang ~10-12 cm dengan diameter luar ~20mm. Struktur trakea ditunjang oleh 20 kartilago hyaline berbentuk U, dengan bagian U menghadap posterior. Membran krikoid menghubungkan trakea ke kartilago krikoid pada level ke-6 vertebra servikalis. Trakea memasuki mediastinum superior dan membagi sudut sternum (baris bagian terbawah dari toraks vertebrae ke-4). Setengah trakea adalah intratorak dan setengahnya lagi adalah ekstratorak. Kedua akhir trakea melekat pada struktur yang mobile. Oleh karena itu, carina dewasa dapat bergerak ke superior sejauh 5 cm dari posisi istirahat normal. Gerak jalan nafas memiliki peran penting pada pasien yang terintubasi. Pada dewasa, ujung orotrakeal tube bergerak rata-rata 3,8 cm pada gerak fleksi dan ekstensi leher tetapi leher dapat bergerak rata-rata 6,4cm. Pada bayi dan anak-anak, gerakan trakeal tube sangat penting, kesalahan letak 1 cm saja dapat menggerakkan tube diatas cord atau dibawah carina. Saluran nafas selanjutnya terdiri dari batang bronkus kanan dan kiri. Diameter bronkus kanan lebih besar daripada kiri . Pada dewasa, bronkus kanan meninggalkan trakea pada ~25O dari axis vertikal trakea, dimana sudut bronkus kiri ~45O. Oleh karena itu, intubasi endobronkial atau aspirasi benda asing lebih sering terjadi pada paru kanan daripada kiri. Oleh karena itu, lobus bronkus kanan atas menghilang pada sudut ~90O posterior dari bronkus kanan. Benda asing dan aspirasi cairan biasanya jatuh ke lobus kanan atas. Pada anak-anak kurang dari 3 tahun sudut yang dibuat oleh bronkus kanan dan kiri biasanya sama, dengan sudut sekitar 55O. Bronkus kanan dewasa memiliki panjang ~2,5 cm sebelum bercabang menjadi bronkiolus. Tetapi, sekitar 10% orang dewasa, bronkus kanan atas berpisah dari bronkus utama kanan kurang dari 2,5 cm dari carina. Pada 2-3% orang dewasa bronkus kanan atas terbuka ke trakea diatas carina. Pasien dengan kelainan ini membutuhkan pertimbangan khusus ketika memasang trakeal tube double lumen, khususnya jika diperlukan pemasangan endobronkial tube sebelah kanan. Bronkus kiri memiliki panjang ~5cm sebelum akhirnya bercabang menjadi lobus kiri atas dan lingual. Dan berlanjut ke bronkus kiri bawah. Bronkiolus dengan diameter 1 mm, terdiri dari jaringan kartilago dan sebagian besar otot polos pada dindingnya. Tiga perempat bagian bronkiolus, bagian akhir adalah bronkiolus terminalis yang merupakan komponen terakhir jalan nafas yang tidak berperan dalam pertukaran udara.3,5Alveoli-kapiler memiliki struktur yang rumit dan desain yang mensupport pertukaran udara. Dilihat dari mikroskop electron, dinding alveoli terdiri dari sel epitel kapiler, membran basement, sel endotel kapiler paru, dan lapisan surfaktan. Sel alveoli tipe I skuamosa meliputi 80% permukaan alveoli. Sel tipe 1 terdiri dari nuklei dan ekstensi sitoplasma yang sangat tipis yang menyediakan permukaan untuk pertukaran udara. Sel-sel tipe I terbatas dalam diferensiasi dan metabolik yang meningkatkan risiko perlukaan. Ketika sel-sel tipe I terluka (karena luka akut paru atau sindroma gawat napas pada dewasa), sel-sel tipe II bereplikasi dan bermodifikasi untuk membentuk sel-sel tipe I yang baru. Sel-sel alveoli tipe II berselang-seling dengan sel-sel tipe I khususnya pada ikatan septum alveoli. Sel-sel polygonal ini memiliki aktivitas metabolik dan enzimatik yang luas, dan memproduksi surfaktan. Aktivitas enzimatik yang diperlukan untuk produksi surfaktan sekitar 50% aktivitas total enzimatik pada sel-sel tipe II. Sisa aktivitas enzimatik mengatur keseimbangan elektrolit lokal, seperti pada endotel dan fungsi sel sel limfatik. Sel-sel alveoli tipe I dan II memiliki ikatan kuat intraseluler, oleh karena itu memproduksi barrier nonpermeabel terhadap cairan. Sel-sel alveoli tipe III, makrofag alveoli, sangat penting untuk perlindungan paru. Perpindahan dan aktivitas fagositik menyebabkan proses penghancuran benda asing dalam rongga alveoli. Walaupun secara fungsional makrofag paru mengurangi insiden infeksi paru, mereka juga merupakan bagian dari respon inflamasi paru. Oleh karena itu, baik (untuk mengurangi perubahan akibat infeksi) buruknya (berkontribusi pada respon inflamasi)keberadaaan mereka masih kontroversial. Sebagian besar sel-sel endotel kapiler meningkatkan area permukaan. Mereka juga menyediakan kontak yang intim antara sel-sel endotel kapiler dan volum darah sirkulasi. Oleh karena itu, membran alveoli-kapiler memiliki dua fungsi utama yaitu transport udara respirasi dan produksi beberapa variasi substansi lokal dan humoral.

Gambar 1. Traktus Respiratorius

II.2 Sistem Vaskularisasi Pulmoner3Dua sistem sirkulasi utama mensuplai darah bagi kedua paru, yaitu pembuluh darah pulmoner dan bronkial. Sistem vaskular pulmoner mengirimkan percampuran darah vena dari ventrikel kanan ke dasar kapiler pulmoner melalui arteri pulmoner. Setelah pertukaran gas terjadi pada dasar kapiler pulmoner, darh kaya oksigen dan miskin karbon dioksida kembali ke atrium kiri melalui vena pulmoner. Vena-vena pulmoner berjalan secara independen sepanjang jaringan ikat intralobaris. Sistem vaskularisasi pulmober secara adekuat menyediakan kebutuhan metabolis dan oksigenasi parenkim alveolar. Akan tetapi, sitem arteri bronkial harus menyediakan oksigen bagi saluran-saluran udara konduktif dan pembuluh-pembuluh darah pulmoner. Hubungan anatomis antara sirkulasi vena bronkial dan pulmoner menciptakan pintasan absolut 2% hingga 5% dari total cardiac output dan menciptakan pintasan normal. Oksigen berdifusi dari bagian konduksi paru ke bagian respirasi paru sampai ke alveoli. Setelah O2 menembus epitel alveoli, membrane basalis dan endotel kapiler, dalam darah sebagian besar O2 bergabung dengan hemoglobin (97%) dan sisanya larut dalam plasma (3%).1Dewasa muda pria muda jumlah darahnya 75ml/kg, wanita 65ml/kg. satu ml darah pria mengandung 4,3-5,9 juta eritrosit, wanita 3,5-5,5 juta eritrosit. Satu sel eritrosit mengandung kira-kira 280 juta molekul Hb. Satu molekul Hb sanggup mengikat 4 molekul O2 membentuk HbO2, oksihemoglobin. Satu gram Hb dapat mengikat 1,34-1,39 mlO2. Hb adalah protein konjugasi dengan berat molekul 66.700. bentuk Hb normal hanya HbA (dewas) mengandung banyak 2,3 DPG (DiPhosphoGliserat) yang memudahkan O2 lepas dari Hb dan HbF (fetal) mengandung sedikit 2,3 DPG. HbF menghilang setelah bayi berusia 4-6 bulan. Jenis Hb lain abnormal. MyoHb adalah jenis Hb yang berada di otot lurik yang hanya sangguo mengikat 1 molekul O2 dan melepas O2 kalau benra-benar Pa O2 rendah.2

Gambar 2. Sistem vaskularisasi pulmoner.Dalam keadaan normal, 100 ml darah yang meninggalkan kapiler alveoli mengangkut 20 ml O2. Rata-rata dewasa muda normal membutuhkan 225 ml O2 setiap menitnya. Oksigen yang masuk ke dalam darah dari alveoli sebagian besar diikat oleh Hb dan sisanya larut dalam plasma:1O2 + Hb HbO2(97%)O2 + Plasma Larut (3%)

Jika semua molekul Hb mengikat O2 secara penuh, maka saturasi nya 100%. Jika kemampuan setiap molekul Hb hanya mengikat 2 molekul O2, maka saturasinya 50%.Jumlah O2 larut dalam 100 ml darah adalah 0,29 ml pada tekanan PaO2 95 mmHg dan tunduk pada hukum Henry1.Konsentrasi gas = a x tekanan bagiana= koefisien kelarutan gas dalam darah pada suhu tertentupada suhu normal a O2 = 0,003 ml/dl/mmHg

Karbondioksida (CO2) adalah hasil metabolisme aerobic dalam jaringan perifer dan produksinya bergantung jenis makanan yang dikonsumsi. Dalam darah sebagian besar CO2 (70%) diangkut dan diubah menjadi asam karbonat dengan antuan enzim carbonic anhidrase (23%) larut dalam plasma: 1CO2 + H20 H+ + HCO3-(70%)CO2 + Plasma Larut(23%)CO2 + HbNH2 H+ + HbNHCOO-(sisanya)

BAB IIIMEKANISME PERNAFASAN PARU

Pada mekanisme pernafasan, gradasi tekanan dibutuhkan untuk menciptakan aliran udara. Pada prenafasan spontan, aliran inspirasi didapatkan dengan menciptakan tekanan subatmosfer di alveoli (dalam kisaran 5 cmH2O selama pernafasan biasa) dengan meningkatkan volume rongga toraks melalui aksi otot-otot inspirasi. Selama eksirasi tekanan intra alveolar menjadi sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan atmosfer sehingga membuat udara mengalir ke luar.2III.1 Elastisitas Paru dan Tahanan Aliran Udara2Pada keadaan dimana tidak terdapat dorongan untuk bernafas, paru-paru akan beristiraahat pada titik Kapasitas Residual Fungsional (FRC). Untuk bergerak dari posisi ini dan menciptakan gerakan respirasi, ada dua aspek yang harus dipertimbangkan, yang bertolak belakang dengan ekspansi paru dan aliran udara, dan oleh sebab itu perlu diimbangi dengan aktivitas otot-otot pernafasan. Hal ini adalah resistensi aliran udara dan kapasitas paru dan dinding dada. Tahanan aliran udara menggambarkan obstruksi aliran udara yang dihadirkan oleh konduksi aliran udara, yang dihasilkan sebagian besar oleh aliran udara yang besar, ditambah kontribusi dari resistensi jaringan yang dihasilkan dari gesekan ketika jaringan dari paru saling bergeser satu sama lainnya selama proses bernafas. Peningkatan tahanan ini dihasilkan dari penyempitan aliran udara, seperti pada bronkospasme, menjadi penyakit aliran nafas. Pada penyakit obstruksi saluran nafas, menjadi ekspektasi bahwa aliran udara dapat membaik dengan upaya respirassi yang lebih besar (meningkatkan gradien tekanan) untuk mengimbangi peningkatan tahanan aliran udara.

Gambar . Volume paru pada dewasa muda sehat yang diukur dengan spirometri dengan pernafasan biasa dan satu kali pernafasan maksimal2Ketika hal ini normal terjadi pada inspirasi, ini tidak menjadi keharusan selama ekspirasi, dimana terjadi peningkatan tekanan intrapelural yang bertindak menekan saluran udara proksimal dari alveoli, mendorong kearah obstruksi lebih lanjut dengan tidak adanya peningkatan aliran ekspirasi dan terjebaknya udara didistal, menunjukkan mengapa ekspirasi biasanya menjadi masalah utama selama serangan astma. Kemampuan paru menunjukkan kemapuan meregang (peregangan) dan pada pengaturan klinis merujuk kepada gabungan paru dan dinding dada, yang ditentukan dengan perubahan volume per perubahan tekanan (V/P). Ketika kemampuan paru rendah, paru menjadi lebih kaku dan dibutuhkan usaha lebih untuk mengembangkan alveoli. Kondisi-kondisi yang memperburuk kemampuan paru, seperti fibrosis pulmoner, menciptakan penyakit paru restriktif. Kemampuan paru juga bervariasi antar masing-masing paru bergantung kepada derajat inflasi. Buruknya kemampuan paru tampak pada volume terendah (disebabkan oleh kesulitan inflasi paru inisial) dan pada volume tertinggi (disebabkan batasan pada ekspansi dinding dada), dengan kemampuan terbaik pada rerata ekspansi menengah.Gambar . Kurva kemampuan paru menunjukkan kemampuan daripada paru pada berbagai level inflasi. FR pada individu muda sehat, bagian yang tebuka berinflasi dengan baik (melalui puncak kurva) dan oleh karenanya lebih kurang diventilasi dibandingkan dengan area pertengahan dan basis, dimana merupakan kurva kemampuan paling rendah dan landai.2

III.2 Kontrol Ventilasi1,2,3,4Mekanisme yang mengatur pernafasan adalah sesuatu yang kompleks. Terdapat kelompok pusat-pusat pengatur pernafasan, bertempat di batang otak, yang memproduksi aktivitas bernafas secara otomatis. Hal ini kemudian diregulasi terutama oleh input dari kemoreseptor.2,3 Kontrol ini dapat diambil alih oleh kontrol volunter dari ada korteks. Menahan nafas, kehilangan kesadaran, atau menghela nafas adalah salah satu contoh pernafasan volunter. Pusat pernafasan utama adalah pada dasar daripada ventrikel ke empat, beserta kelompok-kelompok neuron inspirasi (dorsal) dan ekspirasi (ventral).1,3 Neuron-neuron terpacu secara otomatis, tetapi respon ekspirsai hanya digunakan selama ekspirasi makasimal. Dua pusat lainnya adalah pusat apnuistik, yang memacu inspiprsai, dan pusat pneumatik, yang memacu inspirsi dengan mengambat kelompok neuron dorsal diatasnya. Kemoreseptor yang mengatur pernafasan keduanya berlokasi secara sentral dan perifer. Normalnya, kendali diberikan oleh reseptor pusat yang berlokasi di medula, yang memberikan respon terhadap konsentrasi ion hihdrogen di LSC, yang kemudian ditentukan oleh CO2, yang berdifusi ecara bebas melewati sawar darah otak melalui darah arteri. Respon ini cepat dan sensitif terhadap perubahan kecil pada pCO2 arteri (PaCO2). Selain itu, terdapat pula kemoreseptor perifer yang berlokasi di badan aorta dan karotis yang terutama merespon terhadap penurunan drastis dari O2, tetapi beberapa juga merespon pada peningkatan CO2 arteri. Derajat hipoksia dibutuhkan untuk memproduksi aktivasi signifikan dari reseptor O2 dan bahwasanya mereka tidak memberikan pengaruh pada keadaan normal, tetapi akan memberikan arti jika terbukti terdapat hipoksia (PaO2 < 8kPa), sebagai contoh pada ketinggian yang tinggi ketika menghirup udara. Hal ini juga terjadi ketika respon terhadap CO2 tidak adekuat, yang dapat terjadi jika PaCO2 meningkat secara kronis, mengakibatkan sensitivitas reseptor pusat yang berlebihan.3Anestesi mempengaruhi fungsi respirasi melalui berbagai cara.2 Pemahaman akan fisiologis pernafasan menjadi penting untuk memahami efek-efek tersebut. Sistem kontrol fisiologis yang melibatkan sistem saraf pusat biasanya memiliki tiga komponen, yaitu sebuah area kontrol pusat, sebuah jalur aferen, dan sebuah jalur eferen. Neuron-neuron (sel saraf) dari area kontrol mengintegrasikan informasi daribagian lain tubuh dan menghasilkan respon yang terkoordinasi. Respon ini dari area kontrol pusat dibawa ke berbagai organ dan otot-otot sepanjang jalur effern. Input bagi area kontrol pusat adalah melalui berbagai sensor via jalur afferen.1,2,3Area kontrol Pusat1,2,3Area kontrol pusat untuk pernafasan, disebut dengan pusat pernafasan, berada pada bagian bawah daripada batang otak, yaitu pada medula oblongata. Terdapat neuron inspirasi yang aktif selama inspirasi dan inaktif selama ekspirasi. Neuron-neuron lainnya aktif selama ekspirasi tetapi tidak pada inspirasi neuron ekspirasi. Kedua kelompok neuron-neuron ini secara otomatis menjaga pola ritme siklus inspirasi dan ekspirasi. Ritme otomatis ini dapat dimodifikasi oleh informasi afferen.Suplai Afferen1,2,3Kemoreseptor Pusat2,3Kemoreseptor adalah sel-sel yang merespon terhadap stimulus kimia. Sel-sel ini adalah sel yang berada dilantai ventrikel keempat (bagian dari batang otak) yang memberikan respon terhadap asiditas cairan serebrospinal dan keluarannya memacu untuk bernafas.Keasaman dari cairan diukur dari pH yang berhubungan dengan jumlah ion-ion hidrogen dalam larutan. pH normal dari tubuh adalah 7,4; dimana pH yang lebih tinggi menggambarkan kondisi alkalis dengan konsentrasi ion hidrogen yang rendah, dan sebaliknya. Sel-sel yang berada dilantai ventrikel keempat memberikan respon terhadap keasaman LCS, dimana LSC yang adam menyebbkan hiperventilasi, dan sebaliknya. Kadar karbondioksida dalam darah secara cepat berdifusi melewati pembuluh darah ke LCS dan teradpat keseimbangan antara kadar karbondioksida , ion hidrogen, dan ion bikarbonat LCS. Jika kadar karbondioksida dalam LCS menigkat, demikian pula ion hidrogen dan bikarbonat. Peningkatan ini menyyebabkan hiperventilasi yang menurukna konsentrasi karbondioksida dalam darah. Kadar korbondioksida yang rendah dalam dara (hipokarbi) memiliki efek yang berlawanan dan dapat muncul, sebagai contoh ventilasi kendali selama anestesi. Hal ini akan menghambat kembalinya pernafasan spontan pada akhir dari operasi.

Kemoreseptor perifer2,3Badan aorta dan karotis adalah sepotong kecil jaringan yang mengandung kemoreseptor yang merespon terhadap konsentrasi karbondioksida dan oksigen dalam pembuluh darah arteri. Badan karotis memiliki peran lebih penting dibandingkan badan aorta dan terletak pada percabangan arteri karotis menjadi arteri karotis interna dan eksterna pada leher. Badan aorta terletak pada arkus aorta. Informasi dari badan karotis dibawa melalui nervus glossofaringeus dan informasi dari badan aorta dibawa melalui nervus vagus, ke pusat respirasi. Output dari badan karotis diperkirakan untuk menyediakan informasi yang mengatur pernafasan oleh pusat pernafasan.Pada orang normal, jika darah arteri yang mencapai badan karotis memiliki tekanan O2 parsial 10kPa (80mmHg) atau tekanan parsial karbondioksida lebih dari 5 kPa (40mmH), berarti ada peningkatan nafas yang berarti. Batas ini dapat dimodifikasi oleh penyakit atau usia, contohnya, orang-orang dengan bronkitis kronik dapat mentoleransi peningkatan konsentrasi karbondioksida atau penurunan konsentrasi oksigen dalam darah.

Otak1,2,3Pernafasan dapat dipengaruhi oleh bagian lain dari otak. Kita dapat bernafas dengan sadar lebih cepat dan dalam (hiperventilasi), dan ini dapat terjadi, contohnya sebelum memulai latihan berat. Situasi emosional juga dapat menyebabkan hiperventilasi. Hiperventilasi juga merupakan bagian dari respon terhadap kehilangan darah yang masif. Respon ini dikoordinasi oleh sistem otonom di hipotalamus dan pusat vasomotor di batang otak.

Paru-paru2,3Ada beberapa reseptor pada paru yang memodifikasi pernafasan. Reseptor di dinding bronkus merespon terhadap substansi iritan dan menyebabkan batuk, breath-holding, dan bersin. Pada jaringan elastis paru dan dinding dada terdapat reseptor yang respon terhadap regangan. Fungsi sebenarnya dari reseptor ini belum diketahui sepenuhnya, tetapi diperkirakan memiliki tanggung jawab terhadap beberapa reflex yang ditemukan pada percobaan terhadap hewan. Ketika paru dan dinding dada distensi, terdapat respon peregangan yang terjadi dan menghambat inspirasi lebih lanjut. Ini merupakan mekanisme keamanan untuk menghindari overdistensi. Ketika volume paru rendah, terdapat refleks oposit. Sedikit peningkatan ukuran paru dapat merangsang reseptor peregangan untuk menyebabkan inspirasi lebih lanjut. Hal ini dapat dilihat pada pasien di bawah pengaruh anestesi opioid; nafas spontan dapat hilang atau sangat lambat, tetapi jika pasien diberi tekanan positif rendah oleh anestesiologis, inspirasi dapat terangsang dan pasien mengambil nafas dalam.Reflek ini juga memiliki beberapa fungsi pada neonatus setelah lahir, ketika nafas kecil dapat menstimulasi inspirasi lebih lanjut. Pada pembuluh darah paru juga terdapat reseptor peregangan. Jika pembuluh darah ini teregang, seperti pada gagal jantung, reseptor akan merespon dengan hiperventilasi. Informasi dari reseptor-reseptor pada paru dibawa ke pusat respirasi oleh nervus vagus.

Suplai Eferen1,2,3Saraf eferen dari pusat respirasi melewati medulla spinalis ke diafragma, otot intercostae dan otot aksesorius inspirasi pada leher. Diafragma dipersarafi oleh nervus phrenic yang dibentuk di leher dari saraf spinalis, C3,4, dan 5. Otot intercostae dipersarafi oleh saraf intercostae yang meninggalkan medulla spinalis antara T1 dan T12. Otot aksesorius di leher dipersarafi oleh pleksus servikalis. Selama pernafasan normal, inspirasi adalah proses muskular aktif. Ekspirasi terjadi secara pasif dan bergantung pada elastisitas jaringan untuk mengempiskan paru. Otot yang memiliki peran paling penting untuk inspirasi adalah otot diafragma. Penyakit apapun yang mengganggu jalur eferen dari pusat respirasi ke C3,4 dan 5 dan juga saraf phrenic ke diafragma, dapat menyebabkan kesulitan dalam proses bernapas. Trauma pada bagian servicalis, diatas C3, memiliki efek yang fatal karena alasan diatas.

III.3 Transpor Oksigen dan Karbondioksida3Dua sistem utama sirkulasi darah ke paru-paru: jaringan vaskular pulmonar dan bronkial. Sistem vaskular pulmonar mengirim darah vena dari ventrikel kanan ke kapiler paru melalui arteri pulmonar. Setelah pertukaran udara terjadi di kapiler pulmonar, darah yang kaya oksigen dan miskin karbondioksida kembali ke atrium kiri melalui vena pulmonar. Vena pulmonar terletak sepannjang jaringan ikat intralobaris. Sistem kapiler pulmonar berperan dalam metabolisme dan pemenuhan kebutuhan oksigen ke jalan napas bagian konduktif dan pembuluh darah pulmonar. Hubungan anatomis antara bronkiolus dan sirkulasi vena pulmonar menciptakan shunt dari 2-5% total cardiac output. 3 keadaan klinis ini menyebabkan pergeseran ke kiri dan/atau perlandaian kurva karbondioksida. Tiga situasi yang sama ini adalah satu-satunya penyebab terjadinya hiperventilasi yaitu peningkatan ventilasi dalam satu menit dan penurunan PaCO2 menyebabkan alkalemia respiratorik. Tiga penyebab hiperventilasi (meningkatkan respon karbondioksida) adalah hipoksemia arteri, metabolik asidosis, dan etiologi sentral. Contoh dari etiologi sentral yang dapat menyebabkan hiperventilasi adalah pemberian obat, hipertensi intrakranial, sirosis hepatis, dan keadaan non spesifik seperti anxietas dan ketakutan. Aminofilin, salisilat, dan norepinefrin merangsang ventilasi dan kemBaroreseptor perifer. Antagonis opioid yang diberikan pada orang normal tidak merangsang ventilasi. Akan tetapi, ketika pemberian dilakukan setelah pemberian opiate, akan memiliki efek reversal dari opioid pada kurva respon terhadap karbondioksida. Aliran darah pada paru bergantung pada gravitasi. Karena kapiler-alveoli tidak terdiri dari pembuluh darah yang kaku, tekanan pada jaringan sekitar dapat mempengaruhi resistensi dari aliran darah kapiler. Oleh karena itu, aliran darah bergantung pada hubungan tekanan arteri pulmonar (Ppa), tekanan alveoli (PA), dan tekanan vena pulmonar (PpV). West membuat model paru yang membagi paru menjadi 3 zona. Kondisi zona 1 terdapat pada bagian paru yang tidak bergantung pada gravitasi, di atas level dimana tekanan arteri pulmonar sama dengan tekanan atmosfer. Karena tekanan alveoli kurang lebih sama dengan tekanan atmosfer, tekanan arteri pulmoner di zona 1 menjadi subatmosfer tetapi lebih besar daripada tekanan vena pulmonar (PA>PpV>PA). Tekanan alveoli yang diteruskan ke kapiler pulmonar membantu terjadinya kolaps, dengan konsekuen aliran darah nol ke regio paru ini. Oleh karena itu, zona 1 mendapatkan ventilasi pada saat tidak terjadi perfusi dan membentuk ventilasi rongga mati. Normalnya, zona 1 muncul hanya pada pengembangan yang terbatas. Tetapi, pada kondisi menurunnya tekanan arteri pulmonar seperti pada syok hipovolemik, zona 1 membesar. Zona 3 terjadi pada kebanyakan area paru yang bergantung pada gravitasi dimana Ppa>PpV>PA dan aliran darah secara primer diatur oleh arteri pulmonar ke perbedaan tekanan vena. Karena gravitasi juga meningkatkan tekanan vena pulmonar, kapiler paru menjadi distensi.sehingga perfusi pada zona 3 sangat tinggi, menyebabkan perfusi kapiler pada ventilasi berlebihan, atau shunt fisiologis. Akhirnya zona 2 terjadi dari batas bawah zona 1 ke batas atas zona 3, dimana Ppa>PA>PpV. Perbedaan tekanan antara arteri pulmonar dan tekanan alveoli menentukan aliran darah pada zona 2,. Tekanan vena pulmonar memiliki pengaruh yang sedikit. Ventilasi dan perfusi terjadi di zona 2, yang mengandung sebagian besar alveoli. Seluruh area paru memiliki tekanan alveoli yang sama, oleh karena itu, semakin negatif tekanan intrapleura pada apex (atau area paru yang kurang bergantung pada gravitasi) menyebabkan distensi yang lebih besar pada alveoli apex daripada area lain pada paru. Tekanan transpulmonar (Paw-Ppl), atau tekanan distensi paru yang lebih besar pada bagian atas dan lebih rendah pada bagian bawah dimana tekanan intrapleura kurang negatif. Walaupun semakin kecil ukuran alveoli, ventilasi semakin banyak terjadi di area pulmonar yang bergantung gravitasi. Penurunan tekanan intrapleura pada basis paru selama inspirasi lebih besar daripada penurunan tekanan di apex yang disebabkan oleh proksimitas diafragma..

BAB IVANESTESI DAN PERNAFASANEfek penekan dari obat anestetik dan pelumpuh otot lurik terhadap respirasi telah dikenal sejak dahulu ketika kedalaman, karakter, dan kecepatan respirasi dikenal sebagai tanda klinis yang bermanfaat terhadap kedalaman anesthesia. Zat-zat anestetik intravena dan abar (volatile) serta opioid semuanya menekan pernapasan dan menurunkan respons terhadap CO2. Respon ini tidak seragam, opioid mengurangi laju pernapasan, zat abar trikloretilen meningkatkan laju pernapasan. Hiperkapnia atau hiperkarbia (PaCO2 dalam darah arteri meningkat) merangsang kemoreseptor di badan aorta dan karotis dan diteruskan ke pusat napas, terjadilah napas cepat dan dalam (hiperventilasi). Sebaliknya hipokapnia atau hipokarbia (PaCO2 dalam darah arteri menurun) menghambat kemoreseptor di badan aorta dan karotis dan diteruskan ke pusat napas, terjadilah napas dangkal dan lambat (hipoventilasi).Induksi anesthesia akan menurunkan kapasitas sisa fungsional (functional residual volume), mungkin karena pergeseran diafragma keatas, apalagi setelah pemberian pelumpuh otot. Menggigil pasca anesthesia akan meningkatkan konsumsi O2. Pada perokok berat, mukosa jalan napas mudah terangsang, produks lendir meningkat, darahnya mengandung HbCO kira-kira 10% dan kemampuan Hb mengikat )2 menurun sampai 25%. Nikotin akan menyebabkan takikardia dan hipertensi.Dalam kondisi normal hanya O2 yang diambil paru dan tidak ada ambilan terhadap nitrogen. Bila ada gas kedua yang diabsorbsi dengan cepat, seperti N2O masuk kedalam paru kemudian ambilan gas ini memiliki efek mengkonsentrasikan gas-gas yang tetap berada dalam alveoli. Efek terhadap O2 tidak memiliki kepentingan klinis, tetapi peningkatan kadar zat-zat anestetik abar (volatile) akan mempercepat induksi anesthesia. Kebalikannya bila pemberian N2O dihentikan, eliminasi gas ini akan mengencerkan gas-gas dalam alveoli dan akan menyebabkan hipoksemia jika tidak diberikan tambahan O2.Obat-obatan opioid, seperti morphine atau fentanyl efeknya menekan pusat pernapasan sehingga merespon terjadinya hiperkarbia. Efek ini dapat dibalikkan dengan menggunakan naloxone. Zat - zat anestetik abar (volatile)dapat menekan pusat pernapasan dengan cara yang sama.walaupun eter memiliki efek yang lebih kecil pada pernapasan dibandingkan dengan zat-zat yang lain. Zat-zat abar juga mengganggu Alirah darah di paru-paru, hasilnya terjadi penigkatan ventilasi / perfusi yang tidak sebanding dan menurunkan efisiensi dari oksigenasi.Nitrit oxide hanya mempunyai efek minor pada pernapasan. Efek depresan dari opioid dan zat abar bersifat aditif dan monitoring ketat dari pernapasan sangatlah penting, ketika oksigen tidak tersedia respirasi harus selalu didukung selama proses anetesi berlangsung.

IV.1 Anestesi, Penyakit Pulmoner, dan RokokPasien yang memiliki gejala penyakit paru obstruksi dapat meningkatkan resiko pada saat intraoperatif dan PPC. Sebagai contoh, pasien dengan penurunan FEV I / FVC atau penurunan aliran midexpiratory tidak hanya menyebabkan obstruksi saluran pernapasan tapi juga biasanya dapat meningkatkan aktifitas saluran pernapasan. karena terdapat resiko timbulnya reflex bronkokonstriksi selama laringoskopi dan intubasi trakea, pasien dengan PPOK atau astma harus menerima terapi bronkodilator agresif preoperatif. Konsentrasi alveolar yang tinggi dari anestesi inhalasi yang kuat akan menahan reflex saluran pernapasan atau reflex bronkokonstriksi tetapi hal ini membutuhkan system kardiovaskular yang sehat. Pemberian tambahan obat intravena seperti opioid dan lidokain sebelum intubasi (airway instrumentation) akan mengurangi reaktifitas saluran pernapasan. Selain itu, kortikosteroid dosis tunggal dapat membantu mencegah peningkatan tahanan saluran napas pasca operasi.Ventilasi spontan selama anestesi umum berlangsung pada pasien dengan penyakit obstruktif berat kemungkinan besar mengakibatkan hiperkarbia dibandingkan pasien yang memiliki fungsi paru-paru yang normal. FEV1 preoperatif yang menurun berhubungan dengan PaCO2 yang meningkat selama anetesi. Ventilasi mekanik yang lambat (8-10 nafas/menit) sebaiknya digunakan untuk exhalasi. Kecepatan ventilasi yang lambat mengharuskan tidal volume yang lebih besar jika menginginkan PaCO2 yang normal. Tetapi tidal volume yang lebih besar dan puncak tekanan yang lebih tinggi pada saluran napas dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya pulmonary barotrauma pada pasien. Tidal volume dan aliran inspirasi akan mengatur untuk menjaga puncak tekanan saluran napas kurang dari 40 cmH2O, aliran inspirasi yang lebih tinggi dapat menyebabkan waktu inspirasi yang lebih pendek dan kadang-kadang menimbulkan sebuah puncak tekanan saluran napas yang tinggi, karena itu kesimbangan yang menghindari tekanan saluran napas yang tinggi dan tidal volume yang tinggi yang dapat mengakibatkan ekspiratori yang terpanjang, seharusnya dapat dicapai. Idealnya, berdasarkan pada prosedur dan durasi anestesi, seseorang akan mengekstubasi trakea pasien pada saat akhir operasi. Tracheal tube yang bersifat iritatif dapat meningkatkan resistensi saluran napas dan reflex bronkokonstriksi dan juga membatasi kemampuan pasien untuk membersihkan secret secara efektif dan juga meningkatkan resiko infeksi iatrogenic. Untuk beberapa pasien dengan penyakit obstruktif seperti astma pada orang muda, banyak dokter melakukan ekstubasi trakea selama anestesi dalam pada saat akhir operasi.Penyakit restrictive diperlihatkan oleh penurunan yang proporsional pada semua volume paru paru. Penurunan FRC menimbulkan pemenuhan paru yang rendah dan juga mengakibatkan hipoksemia. Ciri khas pasien ini nafas cepat dan dangkal.Ventilasi tekanan positif dari pasien yang memiliki penyakit restriktif adalah penuh dengan puncak tekanan saluran nafas karena kebanyakan tekanan dibutuhkan untuk mengembangkan paru-paryu yang kaku. Tidal volume mekanik yang lebih rendah pada kecepatan tinggi dapat menurunkan resiko tejadinya barotrauma tetapi memperbanyak ventilasi yang dapat meyebabkan depresi kardiovaskular dan meningkatkan peluang perkembangan atelektasis. Tidal volume yang lebih besar dapat menghindarinya karena peningkatan resiko dari barotrauma dan volutrauma. Beberapa strategi untuk melindungi paru-paru yaitu mengembangkan dan memberi nafas buatan kepada pasien dengan penyakit paru-paru restriktif yang sangat parah. Karena FRC kecil, pasokan oksigen yang rendah didapat selama periode apneic. Rata-rata preoxigenasi dengan FIO2 dihasilkan pada hipoxemi arteri kedua setelah penghentian nafas atau pemutusan dari sirkuit ventilator. Pasien dengan penyakit paru restrictif yang berat kurang mentoleransi apnea, karena hipoxemia arteri berkembang dengan cepat, pemindahan pasien ini kerumah sakit akan menunjukkan sebuah getaran pada oximeter. Rata-rata kesehatan tiap individu terkena defek restriktif ringan selama anestesi berlangsung. FRC menurun dari 10 sampai 15 % ketika sehat, individu bernafas spontan dalam posisi terlentang. Kontrol pernapasan lanjutan hanya sedikit mengurangi FRC. Anestesi umum terus menerus menurunkan FRC dari 5 sampai 10%, yang biasanya menurnkan kapasitas pemenuhan paru. FRC mencapai titik terendah dalam menit pertama pada anestesi dan tidak tergantung apakah pernapasan spontan ataupun terkontrol. Pengurangan FRC yang berlansung lama pada periode setelah operasi tetapi mungkin menghasilkan pasca operasi dengan menggunakan tekanan positif end-expiratory atau CPAP. Bagaimanapun sesaaat setelah tekanan positif saluran nafas tidak dilakukan lagi, FRC plummet level yang telah turun sebelumnya yang mencapai titik terendah pasca operasi (12 jam setelah operasi). Rokok mempengaruhi beberapa fungsi paru-paru pada berbagai cara. Iritasi yang disebabkan oleh rokok menurunkan motilitas siliar dan meningkatkan produksi dahak. Sehingga pasien ini memiliki volume dahak yang berlebihan dan menurunkan kemampuan untuk membersihkan dahak secara efektif. Pengaruh langsung lainnya pada jaringan paru-paru disebabkan oleh masuknya zat rokok yang dapat meningkatakan permeabilitas sel ephitel dan mengubah zat surfactant pada paru-paru. Iritasi jalan nafas atau reaktifitas pada jalan napas yang sempit disebabkan oleh penghirupan asap rokok yaitu hasil dari aktifasi dari sensor lokasi akhir dari pusat saluran napas yang paling utama disebakan oleh nikotin. Pada awal penyakit, bronkitis dan hiperaktifitas jalan napas adalah masalah utama. Belakangan masalah ini disertai oleh gejala dari COPD : seperti gas trapping, bentuk diafragma yang datar, dan barrel chest, kapasitas paru-paru meningkat signifikan sehingga batas recoil elastisitas mencegah pengosongan pasif secara sempurna, sebagai hasilnya banyak pasien mengeluarkan nafas secara paksa untuk mengurangi gas trapping. Merokok adalah salah satu prevalensi tertinggi faktor resiko yang berhubungan dengan morbiditi pasca operasi. Pasien COPD yang merokok memiliki dua kali lipat sampai enam kali lipat resiko peningkatan pneumonia pasca operasi dibandingkan dengan yang tidak merokok. Selanjutnya, resiko relatif perokok dari PPC adalah dua kali lipat, rata-rata jika mereka tidak memiliki tanda-tanda klinis dari penyakit paru-paru atau abnormalitas fungsi paru-paru. Angka kejadian dari PPC pada perokok dapat diturunkan dengan menahan keinginan untuk merokok, walaupun tidak ada persetujuan umum pada minimal atau durasi optimal dari menahan keinginan merokok sebelum operasi. Penelitian pada 200 pasien yang mengalami pencangkokan bypass arteri koroner dan ditemukan bahwa pasien-pasien yang masih terus merokok atau berhenti kurang dari 8 minggu sebelum operasi memiliki komplikasi kecepatan mendekati empat kali, dan pasien yang berhenti merokok lebih dari 8 minggu sebelum operasi memiliki komplikasi lebih tinggi dari pada yang terus menerus merokok. Proses menormalkan fungsi mucocciliary memerlukan 2-3 minggu menahan keinginan untuk merokok, selama produksi dahak meningkat. Beberapa bulan dari menahan keinginan untuk merokok diperlukan untuk mengembalikan jumlah dahak pada keadaan normal.Pada penelitian dari brupopion-assisted penghentian merokok, Hurt dan coworskers mendemonstrasikan penurunan resiko dari komplikasi pasca operasi rata-rata setelah 4 minggu menahan keinginan untuk merokok. Jika pasien tidak dapat berhenti merokok selama 4-8 minggu sebelum operasi, itu adalah hal yang masih diperdebatkan apakah mereka dapat diberi nasehat untuk berhenti merokok 24 jam sebelum operasi. 24 jam menahan keinginan untuk merokok akan menyebabkan tingkat carboxihemoglobin turun ke nilai normal tapi memungkinkan resiko dari PPC.

III. 2 Komplikasi Pulmoner Pasca OperatifPerubahan pada fungsi paru-paru pasca operasi menyebakan penyakit terutama penyakit restriktif, dengan penurunan proporsi pada semua volume paru-paru dan tidak ada perubahan resistensi saluran pernapasan. Penurunan pada FRC, bagaimanapun luas dari keparahan kerusakan restriktif harus diukur. Kerusakan ini disebabkan oleh isi abdomen yang menimpa diatas dan menghalangi pergerakan normal diafragma, dan pernapasan yang tidak normal sama sekali tidak menggambarkan nafas panjang tetapi dikarakeristikkan dengan nafas cepat dan dangkal.Kecepatan pernapasan yang normal pada orang dewasa yaitu 12 kali / menit, sedangkan pasien pasca operasi biasanya kira-kira bernapas 20 kali / menit. Lalu, sebagian besar ( tidak semua) faktor-faktor itu cenderung membuat kerusakan restriktif yang paling parah begitu juga yang berhubungan dengan resiko dari PPC. Lokasi operasi adalah salah satu faktor yang menetukan derajat restriksi paru-paru dan resiko dari PPC. operasi nonlaparoscopic upper abdominal menyebakan kerusakan restriktif yang sangat besar, mempercepat 40-50% penurunan pada FRC dibandingkan dengan sebelum operasi, ketika pasca operasi konvensional tanpa rasa sakit digunakan.operasi lower abdominal dan operasi thorax menyebabkan perubahan fungsi paru-paru yang sangat parah, dengan penurunan FRC sampai 30% pada saat sebelum operasi. Sebagian besar lokasi operasi intracranial, periperal vascular, otolaringologic, kira-kira memiliki efek yang sama pada FRC, dengan penurunan dari 15 sampai 20% dari preoperative levels.Dua masalah yang mengacaukan interpretasi dari literature PPC. yang pertama, tidak ada definisi yang jelas tentang PPC. sebagai contoh, beberapa studi klinik hanya memasukkan pneumonia, sedangkan yang lain menambahkan atelektasis dan kegagalan penapasan. Sehingga untuk menginterpretasikan data mengenai nilai dari PPC, itu penting untuk melihat komplikasi yang spesifik. Kedua, kriteria diagnosis dari pneumonia atau atelektasis pasca operasi berbeda-beda dari setiap penelitian. Untuk diskusi ini, PPC hanya memasukkan pneumonia dan atelektasis. Kriteria diagnosis yang dapat diterima dengan baik untuk diagnosis ini memasukkan perubahan pada warna dan kwantitas dari dahak, suhu oral 38,5 0C, dan infiltrat pada rongent dada. Pasien dengan penyakit obstruksi jalan nafas dan penurunan aliran expiratory mendapat keuntungan dari terapi bronkodilator sebelum operasi. Pasien yang beresiko tinggi dengan COPD yang menerima bronkodilasi, terapi chest phsycal, nafas dalam, memaksa cairan oral ( >3 L/hari), dan instruksi sebelum operasi pada teknik respiratory pasca operasi, sama baiknya dengan berhenti merokok lebih dari 2 bulan sebelum operasi, laju PPC kira-kira sama untuk diamati pada pasien normal. Dengan menarik, walaupun sebuah aturan hidup yang secara alami menurunkan insiden dari PPC, obstruksi saluran napas dan hipoxemia pembuluh darah arteri tidak dapat diukur selama 42 sampai 72 jam pada terapi sebelum operasi. Ini mungkin bisa menurunkan angka komplikasi dari pada cara hidup tertentu yang dipakai.

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Ilmu dasar Anestesi in Petunjuk Praktis Anestesiologi 2nd ed. Jakarta: FKUI; 2009, 3-8.2. Roberts F, Kestin I. Respiratory Physiology in Update in Anesthesia 12th ed. 2000 3. Stock MC. Respiratory Function in Anesthesia in Barash PG, Cullen BF, Stelting RK, editors. Clinical Anesthesia 5th ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 2006, p. 791-8114. Galvin I, Drummond GB, Nirmalan M. Distribution of blood flow and ventilation in the lung: gravity is not the only factor. British Journal of Anaesthesia; 2007, 98: 420-8.5. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Breathing System in Clinical Anesthesilogy 4th ed. McGraw-Hill; 200724