REFERAT ANESTESI
-
Upload
diaz-rahmadi -
Category
Documents
-
view
77 -
download
0
description
Transcript of REFERAT ANESTESI
BAB I
PENDAHULUAN
Tubuh manusia mengandung sekitar 60% air yang disebut cairan tubuh dan sisanya
ialah zat padat seperti protein, lemak, karbohidrat dan lain-lainnya. Volume cairan tubuh
bervariasi menurut usia, jenis kelamin dan persentasi lemak tubuh. Cairan tubuh ini mengandung
zat-zat yang memiliki peranan penting dalam metabolisme sel sehingga sangat penting dalam
menunjang kehidupan. (1)
Dehidrasi terjadi ketika tubuh kehilangan cairan melebihi intake dan tubuh tidak
memiliki cukup air serta cairan lain ntuk menjalankan fungsi normalnya. Jika tidak dilakukan
koreksi cairan maka akan terjadi dehidrasi. Penyebab terbanyak dehidrasi ialah diare, muntah,
demam maupun keringat berlebihan. Perdarahan juga dapat mengakibatkan kurangnya
volume intravaskular sehingga dapat menimbulkan syok. (8)
Dehidrasi maupun syok dapat terjadi pada siapa saja, tetapi anak kecil, lansia, serta
orang dengan penyakit kronik memiliki resiko tinggi. Kejadian syok pada anak dan remaja
sekitar 2% pada rumah sakit di Amerika Serikat dimana angka kematian sekitar 20-50%
kasus. Hampir seluruh pasien tidak meninggal pada fase hipotensi tetapi karena hasil satu
atau lebih komplikasi akibat syok. Disfungsi multiple organ meningkatkan resiko kematian
(satu organ 25% kematian, dua organ 60% kematian, tiga organ lebih dari 8% kematian).
Tatalaksana dehidrasi ringan sampai sedang dapat dilakukan dengan pemberian intake cairan
oral, tetapi dehidrasi berat butuh intervensi medis segera.
Tujuan terapi cairan adalah untuk mencegah terjadinya dehidrasi, menggantikan
volume cairan yang hilang serta mencegah terjadinya syok. Jenis dan jumlah cairan infus
disesuaikan dari kebutuhan masing-masing pasien.
1
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Definisi Cairan Tubuh
Air dalam tubuh disebut cairan tubuh. Volume cairan tubuh bervariasi menurut usia,
jenis kelamin dan persentasi lemak tubuh. Proporsi cairan tubuh menurun dengan
pertambahan usia, dan pada wanita lebih rendah dibandingkan pria karena jaringan lemak
mengandung sedikit air. (1)
II.2 Komposisi Cairan Tubuh
Kandungan air pada saat bayi lahir sekitar 75% berat badan, usia 1 bulan 65%,
dewasa pria 60% dan wanita 50%, sisanya ialah zat padat seperti protein, lemak,
karbohidrat dan lain-lainnya. (2)
Air yang merupakan 60% dari berat tubuh dipisahkan oleh membran sel menjadi
cairan intraseluler yang berjumlah 40% dan cairan ekstraseluler yang berjumlah 20% dari
berat tubuh. Cairan ekstraseluler dipisahkan oleh dinding kapiler menjadi cairan intravaskuler
yang berjumlah 5% dan cairan interstitial (antar sel) yang berjumlah 15%. Cairan antarsel
khusus disebut cairan transelular misalnya cairan serebrospinal, cairan persendian,
cairan peritoneum dan lain-lainnya. (2)
Cairan interstisial 15%
Intravaskuler (5%) Dinding kapiler
Membran sel Cairan intraseluler 40%
Gambar 1. Distribusi cairan tubuh
2
Kandungan air dalam tiap organ tidak seragam seperti terlihat pada tabel 1 di
bawah ini.
Jaringan Persentase Air Jaringan Persentase Air
Otak 84 Kulit 72
Ginjal 83 Hati 68
Otot lurik 76 Tulang 22
Lemak 10
Tabel 1. Kandungan air dalam tiap jaringan
Air melintasi membran sel dengan bebas, namun transport elektrolit dan zat-zat lain
terbatas. Zat-zat makromolekul seperti protein plasma tidak bisa melintasi dinding kapiler,
tetapi zat-zat mikromolekul seperti air, elektrolit dan asam amino bisa melintas dengan
mudah. Volume cairan intraseluler dua kali lebih banyak dari pada cairan ekstraseluler.
Perubahan-perubahan dalam volume darah sirkulasi mengurangi cairan ekstraseluler, namun
dikompensasi oleh cairan intraseluler. Baik cairan intraseluler maupun ekstraseluler
memainkan peran penting dalam mendukung kehidupan. Cairan intraseluler terlibat dalam
proses-proses metabolik yang mengubah nutrien menjadi energi, sementara cairan
ekstraseluler mempertahankan sistem sirkulasi, mengangkut nutrien ke dalam sel, dan
membuang zat sisa. (2)
II.2.1 Cairan Intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang
dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar
27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram),
sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan
intraselular. (3)
II.2.2 Cairan Ekstraselular
3
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif
cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar
setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun,
jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini
sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70 kg. (3)
II.2.3 Cairan Intravaskular
Cairan intravaskular adalah cairan yang berada di dalam pembuluh darah.
Plasma, yang membentuk seperlima volume cairan ekstrasel adalah bagian cairan dari
darah. (4)
Plasma ialah darah dikurangi sel-sel darah seperti eritrosit, leukosit dan
trombosit. Serum ialah plasma darah dikurangi faktor-faktor pembekuan misalnya
fibrinogen dan protrombin. Hematokrit adalah prosentase volume eritrosit dalam
darah. (2)
II.2.4 Cairan Interstitial
Cairan interstitial adalah cairan yang terdapat di ruang-ruang antara sel-sel.
Cairan ini membentuk empat perlima dari kompartemen cairan ekstrasel. Cairan
interstitial yang kadang-kadang dikenal sebagai cairan jaringan merupakan cairan
yang membasahi sel-sel jaringan. (4)
II.2.5 Cairan Transelular
Cairan transelular merupakan cairan khusus yang semuanya disekresikan oleh
sel-sel spesifik ke dalam rongga tubuh tertentu untuk melaksanakan fungsi khusus.
Cairan ini mencakup cairan serebrospinalis, cairan sinovial, cairan perikardium,
pleura, peritoneum, dan lain-lain. Walaupun memiliki fugsi yang sangat penting,
cairan-cairan ini hanya mewakili fraksi H2O yang kurang bermakna dibandingkan
dengan keseluruhan H2O tubuh. Sebagai contoh, volume cairan serebrospinalis tidak
berkurang jika tubuh secara keseluruhan mengalami keseimbangan H2O yang negatif. (4)
II.3 Elektrolit
4
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non
elektrolit. Elektrolit merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan
arus listrik sedangkan non elektrolit merupakan zat yang tidak terdisosiasi dalam
cairan, contohnya glukosa. Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion
negatif (anion). Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur
dalam miliekuivalen). Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+),
sedangkan kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu
sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan
potassium ini. Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl -)
dan bikarbonat,sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat.
Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya sama
maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler tetapi
tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler. (5)
(mEq/l) Plasma Interstitial Interselular
Kation Na
K
Ca
Mg
142
4
5
3
114
4
2,5
1,5
15
150
2
27
Total 154 152 194
Anion Cl
HCO3
HPO4
SO4
Asam organic
Protein
103
27
2
1
5
16
114
30
2
1
5
0
1
10
100
20
0
63
5
Total 154 152 194
Tabel 2. Kandungan elektrolit dalam cairan tubuh
II.3.1 Natrium
Natrium merupakan kation terpenting dalam tubuh, sebagian besar (84%) berada di
cairan ekstraselular. Natrium berperan mempertahankan tekanan osmotik tubuh dan
memelihara volume cairan ekstraselular dalam keadaan konstan.(1) Ekskresi air hampir selalu
disertai dengan ekskresi natrium baik melalui urin, tinja atau keringat, karena itu terapi
kekurangan air (dehidrasi) selalu diberikan cairan infus yang mengandung natrium.
Kebutuhan natrium perhari sekitar 50-100 mEq atau 3-6 gram. Keseimbangan Na diatur
terutama oleh ginjal. Berat atom Na = 23 dengan muatan listrik 1. 1 gram NaCl = 17 mEq.
Kekurangan Na biasanya disebabkan oleh pemberian infus berlebihan tanpa Na, pada
sindroma reseksi prostat atau pada menurunnya sekresi ADH. (2)
I II.3.2 Kalium
Kalium merupakan elektrolit yang terpenting di dalam cairan intraseluler. Sebagian
besar K terdapat dalam sel (150 mEq/L). Pembedahan menyebabkan katabolisme jaringan dan
mobilisasi kalium pada hari-hari pertama dan kedua. Kebutuhan akan kalium cukup diatasi
dengan kebutuhan rutin saja sekitar 0,5 mEq/kgBB/hari. Kemampuan ginjal menahan kalium
sangat rendah. Kadar kalium dalam plasma hanya 2% dari total K tubuh, sehingga kekurangan
K jarang terdeteksi. Fungsi K ialah merangsang saraf otot, menghantarkan impuls listrik,
membantu utilisasi O2, asam amino, glikogen dan pembentukan sel. Kadar K serum
normalnya 3-5 mEq/L. Hipokalemia menyebabkan keletihan otot, lemas, kembung, ileus
paralitik, gangguan irama jantung. Konsentrasi K dalam infus sebaiknya <40 mEq/L atau
kecepatan pemberian <20 mEq/jam. (2) Kalium memiliki pengaruh kuat terhadap jantung
sehingga perlu hati-hati dalam pemberiannya. Karena kalium diekskresikan dalam urin, kation
ini juga harus diberikan dengan hati-hati pada pasien dengan disfungsi ginjal. Berat atom K =
39 dengan jumlah muatan listrik 1. 1 gram KCl = K 13 mEq. (1)
II.3.3 Kalsium
Kalsium terdapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90% dikeluarkan
melalui feses dan sekitar 20% melalui urin. Jumlah pengeluaran tergantung dengan intake,
besarnya tulang, maupun keadaan endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh 6
kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, dan hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan di
dalam gigi, 1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.
II.3.4 Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan untuk pertumbuhan
sekitar 10mg/hari. Dikeluarkan melalui feses dan urin.
II.3.5 Karbonat
Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal, sedangkan kadar asam karbonat
dikontrol oleh paru-paru. Keduanya memiliki peran penting dalam keseimbangan
asam basa.
II.3.6 Klorida
Klorida banyak terdapat di ruang ekstrasel, dan merupakan komponen utama
dari sekresi kelenjar gaster. Berfungsi dalam membantu proses keseimbangan
natrium. Sumber ion klorida terbanyak berasal dari garam dapur. (5)
II.3.7 Fosfat
Fosfat berfungsi untuk menjadi energi pada metabolisme sel dan bersama
dengan kalsium meningkatkan kekuatan dan kekerasan tulang. (5)
II.4 Pergerakan Air
Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme
transport pasif dan aktif. Mekanisme transport pasif tidak membutuhkan energi sedangkan
mekanisme transport aktif membutuhkan energi. Difusi dan osmosis adalah mekanisme
transport pasif sedangkan mekanisme transport aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang
memerlukan ATP. (3,5)
II.4.1 Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul melalui pori-pori. Larutan akan
bergerak dari konsentrasi tinggi 7embran larutan yang berkonsentrasi rendah.
Tekanan hdrostatik pembuluh darah mendorong air masuk berdifusi melalui pori-pori
tersebut. Difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik. (3,5)
7
Gambar 2. Pergerakan air secara difusi
II.4.2 Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran
semipermiabel dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan yang berkadar lebih
tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permiabel terhadap air
sehingga tekanan osmotik cairan tubuh di seluruh kompartemen sama. (3,5)
Tekanan osmotic ialah tekanan yang dibutuhkan untuk mencegah perembesan (difusi)
cairan melalui membrane semipermiabel ke dalam cairan lain yang konsentrasinya lebih
tinggi. Membran semipermiabel ialah membrane yang dapat dilalui air (pelarut), namun tidak
dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.
Tekanan osmotik plasma darah ialah 285 +- 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan
osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,96%, Ringer-laktat) bila lebih rendah disebut
hipotonik (akuades) dan bila lebih tinggi disebut hipertonik. (2)
Pergerakan cairan antar kompartemen secara osmosis terjadi apabila kadar total
cairan di kedua sisi membran berbeda. Air akan berdifusi melalui membran untuk
menyamakan osmolalitas. Pergerakan air ini dilawan oleh tekanan osmotik koloid. Tekanan
osmotik koloid atau tekanan onkotik sangat dipengaruhi oleh albumin. Apabila kadar albumin
rendah, maka tekanan onkotik rendah sehingga tekanan hidrostatik dominan mengakibatkan
ekstravasasi dan terjadi edema. (3,5)
8
Gambar 3. Pergerakan air secara osmosis
II.4.3 Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transport ion natrium keluar
melalui membran sel dan pada saat yang bersamaan memompa ion kalium dari luar ke
dalam sel. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan
hiperosmolar di dalam sel. (3,5)
Gambar 4. Pompa natrium-kalium
II.5 Dehidrasi
Dengan minum dan makan tubuh mendapatkan air, elektrolit, trace element, vitamin
dan nutrient-nutrien lain seperti protein, karbohidrat dan lemak. Dalam jumlah yang kira-kira
sama, air dan elektrolit yang masuk ke dalam tubuh akan dikeluarkan melalui urin, keringat
dan pernafasan. Fenomena fisiologis dimana tubuh memelihara keseimbangan ini dikenal
dengan nama homeostasis. Namun demikian, terapi cairan dibutuhkan bila asupan melalui
pemberian oral atau enteral tidak memadai. Normalnya jumlah pemasukan dan pengeluaran
cairan tubuh seimbang seperti yang terlampir pada tabel berikut : (4)
Pemasukan Air Pengeluaran Air
Jalan Jumlah (ml/hari) Jalan Jumlah (ml/hari)
Asupan cairan
H2O dalam
makanan
1.250
1.000
350
Insensible loss
Keringat
Feses
900
100
100
9
H2O yang
diproduksi secara
metabolik
Urin 1.500
Pemasukan
Total
2.600 Pemasukan
Total
2.600
Tabel 3. Keseimbangan Air Harian
Kebutuhan harian air 50 ml/kgBB, natrium 2 mEq/kgBB, kalium 1 mEq/kgBB.
Keadaan kurangnya air dalam tubuh disebut dehidrasi. Dehidrasi dapat dikategorikan menjadi
ringan (<5%), sedang (5-10%) dan berat (>10%). Sifat dehidrasi dapat berupa isotonic (kadar
Na dan osmolaritas serum normal), hipotonik atau hiponatremik (kadar Na <130 mmol/L)
atau osmolaritas serum <275 mOsm/L) dan hipertonik atau hipernatremik (kadar Na >150
mmol/L atau osmolaritas serum >295 mOsm/L). Berikut ini adalah pedoman WHO untuk
menilai dehidrasi : (2)
Klinis Dehidrasi Ringan
(5%)
Dehidrasi Sedang
(5-10%)
Dehidrasi Berat
(>10%)
Keadaan umum Baik, kompos mentis Gelisah, rewel, lesu Letargik, tak sadar
Mata cekung, kering Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Ada Kering Kering sekali
Mulut/lidah kering Lembab Kering Sangat kering,
Pecah-pecah
Haus Minum normal Haus Tak bisa minum
Turgor Baik Jelek Sangat jelek
Nadi Normal Cepat Cepat sekali
Tekanan darah Normal Turun Turun sekali
10
Air kemih Normal Kurang, oligouri Kurang sekali
Tabel 2. Pedoman WHO untuk menilai dehidrasi
II.6 Terapi cairan intravena
Infus cairan intravena (intravenous fluids drip) adalah pemberian sejumlah
cairan ke dalam tubuh melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena untuk
menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh dengan cairan
kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander). Pembedahan dengan anestesi
memerlukan puasa pada saat sebelum dan sesudah prosedur pembedahan, maka
terapi cairan berfungsi untuk mengganti deficit cairan saat puasa sebelum dan
sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti
perdarahan yang terjadi, da mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga. Secara
umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan infus adalah : (6)
1. Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
2. Trauma abdomen berat
3. Fraktur, khususnya di pelvis dan femur
4. Kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi (karena heat stroke, demam dan diare)
5. Semua trauma kepala, dada dan tulang punggung
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum
terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperative, perioperatif dan
postoperative.
II.6.1 Faktor-faktor preoperatif
1. Kondisi yang telah ada
11
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh stress
akibat operasi
2. Prosedur diagnostic
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat
menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek diuresis
osmotic
3. Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretic dapat mempengaruhi ekskresi air dan
elektrolit
4. Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elektrolit
dari traktus gastrointestinal
5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada
6. Restriksi cairan preoperative
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan
sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita demam atau
adanya kehilangan abnormal cairan
7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi
II.6.2 Faktor-faktor perioperatif
1. Induksi anestesi dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia
preoperative karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardi dan vasoonstriksi
2. Kehilangan darah yang abnormal
3. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan cairan
ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)
4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi yang
besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan)
12
Gangguan cairan, elektrolit dan asam basa yang potensial terjadi perioperatif adalah :
1. Hiperkalemia
2. Asidosis metabolic
3. Alkalosis metabolic
4. Asidosis respiratorik
5. Alkalosis respiratorik
II.6.3 Faktor-faktor postoperatif (3)
1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
2. Peningkatan katabolisme jaringan
3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif
4. Resiko atau adanya ileus postoperative
II.7 Jenis-Jenis Cairan Infus (6)
II.7.1 Cairan Hipotonik
Cairan hipotonik osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum
(konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum,
dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh
darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah
ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada
keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialysis) dalam
terapi diuretic, juga pada pasien hiperglikemia dengan ketoasidosis diabetik.
Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam
pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan
intracranial pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
II.7.2 Cairan Isotonik
Cairan isotonic osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum,
sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang
13
mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh sehingga tekanan darah terus
menurun). Memiliki resiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada
penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-
Laktat (RL), dan normal saline atau larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
II.7.3 Cairan Hipertonik
Cairan hipertonik osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga
“menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah.
Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi
edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya
dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, dextrose 5%+ RL, dextrose 5%+NaCl 0,9%,
produk darah, dan albumin.
II.8 Cairan Kristaloid
Kristaloid bersifat isotonic, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan
(volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat (relative sebentar di
intravaskuler) dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera, misalnya Ringer-
Laktat dan NaCl 0,9%.
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler. Keuntungan dari cairan
ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di setiap pusat kesehatan, tidak perlu
dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan
sederhana dan dapat disimpan lama. Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4
kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi
defisi volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-
30 menit.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih
banyak menyebar ke ruang interstitial dibandingkan dengan koloid, maka kristaloid sebaiknya
dipilih untuk resusitasi deficit cairan di ruang interstitial. Larutan Ringer Laktat merupakan
cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis
dengan susunan yang hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam
cairan tersebut akan mengalami metabolism di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid
lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat
mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan menurunnya
14
kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida. Pemberian cairan kristaloid berlebihan
juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intracranial.
Larutan Tonisitas
(mosml/L)
Na+
(mEq/L)
Cl-
(mEq/L)
K+
(mEq/L)
Ca2+
(mEq/L)
Glukosa
(mEq/L)
Laktat
(mEq/L)
D5 Hipotonis
(253)
- - - - 50 -
Normal
Saline
Isotonis
(308)
154 154 - - - -
D5
1/4NS
Isotonis
(330)
38,5 38,5 - - 50 -
D5
1/2NS
Hipertonis
(407)
77 77 - - 50 -
D5NS Hipertonis
(561)
154 154 - - 50 -
Ringer
Laktat
Isotonis
(273)
130 109 4 3 - 28
D5 RL Hipertonis
(525)
130 109 4 3 50 28
II.9 Cairan Koloid
Koloid ukuran molekulnya cukup besar sehingga tidak akan keluar dari membrane
kapiler, dan tetap berada lama dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat
menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid. Disebut
juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma substitute” atau “plasma
expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi
dengan aktivitas osmotic yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu
paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk
resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hemoragik atau pada penderita
15
dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal pada luka bakar).
Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (walau
jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada “cross match”. Terdapat 2 jenis koloid yaitu
koloid alami dan sintetis.
II.9.1 Koloid alami
Koloid alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia (5 dan 2,5%).
Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60oC selama 10 jam untuk membunuh
virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%)
juga mengandung alfa globulin dan beta globulin. Prekallikrein activators (Hageman’s factor
fragments) seringkali terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh
sebab itu pemberian infuse dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan hipotensi
dan kolaps kardiovaskuler. (7)
II.9.2 Koloid sintesis
II.9.2.1 Dextran
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran
70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri
Leuconostoc mesenteriodes B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun
Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan
Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat
sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain
itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet
adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan
melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat
mengganggu crossmatch, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan
gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat
dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.
II.9.2.2 Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000-1.000.000,
rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg.
16
Pemberian 500ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat
urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid
ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar
serum amylase (walau jarang). Lowmolecullar weight Hydroxylethyl starch
(Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma
hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam.
Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan
toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Pentastarch
dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat.
II.9.2.3 Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat
molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam
gelatin, yaitu :
- Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin(7)
II.10 Kebutuhan air dan elektrolit perhari
II.10.1 Dewasa
Air : 30-35 ml/kg, setiap kenaikan suhu 1oC diberikan tambahan 10-15%
Na+ : 1,5 mEq/kg (100 mEq/hari atau 5,9 g)
K+ : 1 mEq/kg (60 mEq/hari atau 4,5g)
II.10.2 Bayi dan anak
Air : 0-10kg : 4ml/kg/jam (100 ml/kg)
10-20kg : 40ml + 2ml/kg/jam setiap kg di atas 10kg (1000ml + 50ml/kg
di atas 10kg)
>20kg : 60ml + 1ml/kg/jam setiap kg di atas 20kg (1500ml + 20ml/kg
di atas 20kg)
Na+ : 2 mEq/kg
K+ : 2 mEq/kg
17
II.10.3 Kebutuhan Cairan Meningkat :
- Demam (12% setiap 1o > 37o C)
- Hiperventilasi
- Suhu lingkungan meningkat
- Aktivitas berlebih
- Kehilangan abnormal (contohnya diare)
II.10.4 Kebutuhan Cairan Menurun :
- Hipotermia
- Kelembaban sangat tinggi
- Oligouri atau anuria
- Tidak ada aktivitas
- Retensi cairan (contohnya pada gagal jantung)
II.11 Terapi cairan resusitasi
Terapi cairan resusitasi adalah upaya untuk menggantikan kehilangan akut
cairan tubuh atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler, misalnya pada keadaan
syok dan luka bakar. Tujuan resusitasi cairan adalah untuk memperbaki volume
sirkulasi agar tidak terjadi gangguan perfusi jaringan dan oksigenasi sel, sehingga
iskemi jaringan dan gagal organ dapat dicegah. Pemilihan jenis cairan infus harus atas
dasar pertimbangan kompartemen yang terganggu atau yang mengalami defisit.
Defisit cairan jika tidak segera diresusitasi akan menyebabkan syok.
Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infuse Normal
Saline (NS), Ringer Asetat (RA) atau Ringer Laktat (RL) sebanyak 20ml/kg selama
30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa diberikan 2-3 l dalam 10 menit.
Larutan plasma ekspander dapat diberikan pada luka bakar, syok kardiogenik,
hemoragik atau syok septic. Koloid dapat berupa gelatin (hemaksel, gelafunin,
gelafusin), polimer dextrose (dextran 40, dextran 70), atau turunan kanji (haes).
Idealnya, kehilangan darah harus digantikan dengan cairan kristaloid maupun koloid
18
untuk menjaga volume intravascular, namun kehilangan darah lebih lanjut perlu
digantikan dengan transfusi sel darah merah untuk menjaga kosentrasi hemoglobin.
Jika syok terjadi :
- Berikan segera oksigen
- Berikan cairan infuse isotonic RA/RL/NS
- Jika respon tidak membaik, dosis dapat diulangi
Pertimbangan dalam resusitasi cairan :
1. Medikasi harus diberikan secara iv selama resusitasi
2. Perubahan Na dapat menyebabkan hiponatremi yang serius. Na serum harus
dimonitor, terutama pada pemberian infuse dalam volume besar
3. Transfusi diberikan bila diperlukan
4. Insulin infuse diberikan bila kadar gula darah >200 mg%
5. Histamin H2-blocker dan antacid sebaiknya diberikan untuk menjaga pH lambung
7,0
II.12 Terapi cairan rumatan
Terapi rumatan bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi.
Kebutuhan Cairan Basal (rutin,rumatan) :
- 4 ml/kg/jam untuk 10 kg pertama
- 2 ml/kg/jam untuk 10 kg kedua
- 1 ml/kg/jam tambahan untuk sisa berat badan
Contoh pasien berat 23kg, kebutuhan basal :
(4x10) + (2x10) + (1x3) = 63ml/jam
Dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit
utama natrium 1-2 mmol/kgBB/hari dan kalium 1 mmol/kgBB/hari. Kebutuhan
tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urin, sekresi
gastrointestinal, keringat, dan pengeluaran lewat paru atau dikenal sebagai insensible
water loss.
19
Terapi rumatan dapat diberikan infuse cairan elektrolit dengan kandungan
karbohidrat atau infuse yang hanya mengandung karbohidrat saja. Larutan elektrolit
yang juga mengandung karbohidrat adalah larutan KA-EN, dextran+saline, Ringer’s
dextrose, dll. Sedangkan larutan rumatan yang mengandung hanya karbohidrat adalah
dextrose 5%. Tetapi cairan tanpa elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi
ruang antar sel sehingga dextrose tidak berperan dalam hipovolemik.
Dalam terapi rumatan keseimbangan kalium perlu diperhatikan karena kadar
berlebihan atau kekurangan kalium dapat menimbulkan efek samping yang
berbahaya. Umumnya infus konvensional RL atau NS tidak mampu mensuplai kalium
sesuai kebutuhan harian. Infus KA-EN dapat mensuplai kalium sesuai kebutuhan
harian.
II.13 Terapi cairan intraoperatif
Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan
kebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan. Untuk
menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan, yaitu :
- 6-8 ml/kg untuk bedah besar
- 4-6 ml/kg untuk bedah sedang
- 2-4 ml/kg untuk bedah kecil
Pada prinsipnya kecepatan pemberian cairan selama pembedahan adalah dapat
menjamin tekanan darah stabil tanpa menggunakan obat vasokonstriktor, dengan
produksi urin mencapai 0,5-1 ml/kgBB/jam.
Pemberian cairan sata operasi berlangsung :
- Pemberian cairan pada jam pertama operasi
(Kebutuhan basal+kebutuhan intraoperasi+50% x kebutuhan cairan puasa)
- Pemberian cairan pada jam kedua operasi
(Kebutuhan basal+kebutuhan intraoperasi+25% x kebutuhan cairan puasa)
- Pemberian cairan pada jam ketiga operasi
(Kebutuhan basal+kebutuhan intraoperasi+25% x kebutuhan cairan puasa)
20
II.14 Pemberian terapi cairan
Untuk pemberian terapi cairan dalam waktu singkat dapat digunakan vena-
vena di punggung tangan, sekitar daerah pergelangan tangan, lengan bawah atau
daerah kubiti. Pada anak kecil dan bayi sering digunakan daerah punggung kaki,
depan mata kaki dalam atau di kepala. Bayi baru lahir dapat digunakan vena
umbilikalis. Penggunaan jarum anti karat atau kateter plastic antitrombogenik pada
vena perifer biasanya perlu diganti setiap 1-3 hari untuk menghindari infeksi dan
macetnya tetesan. Pemberian cairan infuse lebih lama dari tiga hari sebaiknya
menggunakan kateter besar dan panjang yang ditusukkan pada vena femoralis, vena
kubiti, vena subklavia, vena jugularis eksterna atau interna yang ujungnya sedekat
mungkin dengan atrium kanan atau di vena cava inferior atau superior.
II.14.1 Indikasi pemasangan infus melalui jalur pembuluh darah vena
(Peripheral Venous Cannulation) (6)
1. Pemberian cairan intravena (intravenous fluids)
2. Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam
jumlah terbatas
3. Pemberian kantong darah dan produk darah
4. Pemberian obat
5. Upaya profilaksis sebelum prosedur (misalnya operasi besar dengan
resiko perdarahan, dipasang jalur infuse intravena untuk persiapan jika
terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)
6. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya resiko
dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok sebelum pembuluh darah
kolaps (tidak teraba) sehingga tidak dapat dipasang jalur infuse.
II.14.2 Kontraindikasi dan peringatan pada pemasangan infuse melalui jalur
pembuluh darah vena (6)
1. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi local di lokasi pemasangan
infuse
2. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal,karena lokasi ini akan
digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada
tindakan hemodialisis (cuci darah)21
3. Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang
alirannya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki)
II.14.3 Komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan infus (6)
1. Hematoma, yakni darah mengmpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya
pembuluh darah arteri vena atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang
kurang tepat saat memasukkan jarum, atau tusukan berulang pada
pembuluh darah.
2. Infiltrasi, yakni masuknya cairan infuse ke dalam jaringan sekitar (bukan
pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infuse melewati pembuluh
darah
3. Tromboflebitis atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi
akibat infuse yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar
4. Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi
akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infuse ke dalam pembuluh
darah
5. Komplikasi yang dapat terjadi dalam pemberian cairan melalui infuse
6. Rasa perih/sakit
7. Reaksi alergi
BAB III
KESIMPULAN
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Sekarsari, R, Preventing a Peripheral IV Infection, RS Jantung Harapan Kita Jakarta,
Presentasi,11 Mei 2002
2. Buku ui
3. B a n k s J B , M e a d o w s S . I n t r a v e n o u s F l u i d s f o r C h i l d r e n w i t h
G a s t r o e n t e r i t i s . Clinical Inquiries, American Family Physician, January 1
2005. AmericanAcademy of Family Physicians.
4. Sherwood
23
5. E l i a s o n B C , L e w a n R B . G a s t r o e n t e r i t i s i n C h i l d r e n : P r i n c i p l e s o f
D i a g n o s i s and Treatment. American Family Physician Nov 15 1998. American Academyof
Family Physicians.
6. Morgan G.E, et al. Clinical Anesthesio logy. Fourth edition. New York:
LangeMedical Books – McGraw Hill Companies. 2006: 662-689
7. L a t i e f A S , d k k . P e t u n j u k p r a k t i s a n e s t e s i o l o g i :
t e r a p i c a i r a n p a d a pembedahan. Edisi Kedua. Bagian anestesiologi
dan terapi intensif, FKUI.2002
8. http://www.mayoclinic.com/health/dehydration/DS00561 jam 16.19
9.
24