REFERAT ANESTESI

34
BAB I PENDAHULUAN Tubuh manusia mengandung sekitar 60% air yang disebut cairan tubuh dan sisanya ialah zat padat seperti protein, lemak, karbohidrat dan lain-lainnya. Volume cairan tubuh bervariasi menurut usia, jenis kelamin dan persentasi lemak tubuh. Cairan tubuh ini mengandung zat-zat yang memiliki peranan penting dalam metabolisme sel sehingga sangat penting dalam menunjang kehidupan. (1) Dehidrasi terjadi ketika tubuh kehilangan cairan melebihi intake dan tubuh tidak memiliki cukup air serta cairan lain ntuk menjalankan fungsi normalnya. Jika tidak dilakukan koreksi cairan maka akan terjadi dehidrasi. Penyebab terbanyak dehidrasi ialah diare, muntah, demam maupun keringat berlebihan. Perdarahan juga dapat mengakibatkan kurangnya volume intravaskular sehingga dapat menimbulkan syok. (8) Dehidrasi maupun syok dapat terjadi pada siapa saja, tetapi anak kecil, lansia, serta orang dengan penyakit kronik memiliki resiko tinggi. Kejadian syok pada anak dan remaja sekitar 2% pada rumah sakit di Amerika Serikat dimana angka kematian sekitar 20-50% kasus. Hampir seluruh pasien tidak meninggal pada fase hipotensi tetapi karena hasil satu atau lebih komplikasi akibat syok. Disfungsi multiple organ meningkatkan resiko kematian (satu organ 25% kematian, dua organ 60% kematian, tiga organ lebih dari 8% kematian). 1

description

anestesi

Transcript of REFERAT ANESTESI

BAB I

PENDAHULUAN

Tubuh manusia mengandung sekitar 60% air yang disebut cairan tubuh dan sisanya

ialah zat padat seperti protein, lemak, karbohidrat dan lain-lainnya. Volume cairan tubuh

bervariasi menurut usia, jenis kelamin dan persentasi lemak tubuh. Cairan tubuh ini mengandung

zat-zat yang memiliki peranan penting dalam metabolisme sel sehingga sangat penting dalam

menunjang kehidupan. (1)

Dehidrasi terjadi ketika tubuh kehilangan cairan melebihi intake dan tubuh tidak

memiliki cukup air serta cairan lain ntuk menjalankan fungsi normalnya. Jika tidak dilakukan

koreksi cairan maka akan terjadi dehidrasi. Penyebab terbanyak dehidrasi ialah diare, muntah,

demam maupun keringat berlebihan. Perdarahan juga dapat mengakibatkan kurangnya

volume intravaskular sehingga dapat menimbulkan syok. (8)

Dehidrasi maupun syok dapat terjadi pada siapa saja, tetapi anak kecil, lansia, serta

orang dengan penyakit kronik memiliki resiko tinggi. Kejadian syok pada anak dan remaja

sekitar 2% pada rumah sakit di Amerika Serikat dimana angka kematian sekitar 20-50%

kasus. Hampir seluruh pasien tidak meninggal pada fase hipotensi tetapi karena hasil satu

atau lebih komplikasi akibat syok. Disfungsi multiple organ meningkatkan resiko kematian

(satu organ 25% kematian, dua organ 60% kematian, tiga organ lebih dari 8% kematian).

Tatalaksana dehidrasi ringan sampai sedang dapat dilakukan dengan pemberian intake cairan

oral, tetapi dehidrasi berat butuh intervensi medis segera.

Tujuan terapi cairan adalah untuk mencegah terjadinya dehidrasi, menggantikan

volume cairan yang hilang serta mencegah terjadinya syok. Jenis dan jumlah cairan infus

disesuaikan dari kebutuhan masing-masing pasien.

1

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Definisi Cairan Tubuh

Air dalam tubuh disebut cairan tubuh. Volume cairan tubuh bervariasi menurut usia,

jenis kelamin dan persentasi lemak tubuh. Proporsi cairan tubuh menurun dengan

pertambahan usia, dan pada wanita lebih rendah dibandingkan pria karena jaringan lemak

mengandung sedikit air. (1)

II.2 Komposisi Cairan Tubuh

Kandungan air pada saat bayi lahir sekitar 75% berat badan, usia 1 bulan 65%,

dewasa pria 60% dan wanita 50%, sisanya ialah zat padat seperti protein, lemak,

karbohidrat dan lain-lainnya. (2)

Air yang merupakan 60% dari berat tubuh dipisahkan oleh membran sel menjadi

cairan intraseluler yang berjumlah 40% dan cairan ekstraseluler yang berjumlah 20% dari

berat tubuh. Cairan ekstraseluler dipisahkan oleh dinding kapiler menjadi cairan intravaskuler

yang berjumlah 5% dan cairan interstitial (antar sel) yang berjumlah 15%. Cairan antarsel

khusus disebut cairan transelular misalnya cairan serebrospinal, cairan persendian,

cairan peritoneum dan lain-lainnya. (2)

Cairan interstisial 15%

Intravaskuler (5%) Dinding kapiler

Membran sel Cairan intraseluler 40%

Gambar 1. Distribusi cairan tubuh

2

Kandungan air dalam tiap organ tidak seragam seperti terlihat pada tabel 1 di

bawah ini.

Jaringan Persentase Air Jaringan Persentase Air

Otak 84 Kulit 72

Ginjal 83 Hati 68

Otot lurik 76 Tulang 22

Lemak 10

Tabel 1. Kandungan air dalam tiap jaringan

Air melintasi membran sel dengan bebas, namun transport elektrolit dan zat-zat lain

terbatas. Zat-zat makromolekul seperti protein plasma tidak bisa melintasi dinding kapiler,

tetapi zat-zat mikromolekul seperti air, elektrolit dan asam amino bisa melintas dengan

mudah. Volume cairan intraseluler dua kali lebih banyak dari pada cairan ekstraseluler.

Perubahan-perubahan dalam volume darah sirkulasi mengurangi cairan ekstraseluler, namun

dikompensasi oleh cairan intraseluler. Baik cairan intraseluler maupun ekstraseluler

memainkan peran penting dalam mendukung kehidupan. Cairan intraseluler terlibat dalam

proses-proses metabolik yang mengubah nutrien menjadi energi, sementara cairan

ekstraseluler mempertahankan sistem sirkulasi, mengangkut nutrien ke dalam sel, dan

membuang zat sisa. (2)

II.2.1 Cairan Intraselular

Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang

dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar

27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram),

sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan

intraselular. (3)

II.2.2 Cairan Ekstraselular

3

Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif

cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar

setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun,

jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini

sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70 kg. (3)

II.2.3 Cairan Intravaskular

Cairan intravaskular adalah cairan yang berada di dalam pembuluh darah.

Plasma, yang membentuk seperlima volume cairan ekstrasel adalah bagian cairan dari

darah. (4)

Plasma ialah darah dikurangi sel-sel darah seperti eritrosit, leukosit dan

trombosit. Serum ialah plasma darah dikurangi faktor-faktor pembekuan misalnya

fibrinogen dan protrombin. Hematokrit adalah prosentase volume eritrosit dalam

darah. (2)

II.2.4 Cairan Interstitial

Cairan interstitial adalah cairan yang terdapat di ruang-ruang antara sel-sel.

Cairan ini membentuk empat perlima dari kompartemen cairan ekstrasel. Cairan

interstitial yang kadang-kadang dikenal sebagai cairan jaringan merupakan cairan

yang membasahi sel-sel jaringan. (4)

II.2.5 Cairan Transelular

Cairan transelular merupakan cairan khusus yang semuanya disekresikan oleh

sel-sel spesifik ke dalam rongga tubuh tertentu untuk melaksanakan fungsi khusus.

Cairan ini mencakup cairan serebrospinalis, cairan sinovial, cairan perikardium,

pleura, peritoneum, dan lain-lain. Walaupun memiliki fugsi yang sangat penting,

cairan-cairan ini hanya mewakili fraksi H2O yang kurang bermakna dibandingkan

dengan keseluruhan H2O tubuh. Sebagai contoh, volume cairan serebrospinalis tidak

berkurang jika tubuh secara keseluruhan mengalami keseimbangan H2O yang negatif. (4)

II.3 Elektrolit

4

Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non

elektrolit. Elektrolit merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan

arus listrik sedangkan non elektrolit merupakan zat yang tidak terdisosiasi dalam

cairan, contohnya glukosa. Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion

negatif (anion). Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur

dalam miliekuivalen). Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+),

sedangkan kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu

sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan

potassium ini. Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl -)

dan bikarbonat,sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat.

Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya sama

maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler tetapi

tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler. (5)

(mEq/l) Plasma Interstitial Interselular

Kation Na

K

Ca

Mg

142

4

5

3

114

4

2,5

1,5

15

150

2

27

Total 154 152 194

Anion Cl

HCO3

HPO4

SO4

Asam organic

Protein

103

27

2

1

5

16

114

30

2

1

5

0

1

10

100

20

0

63

5

Total 154 152 194

Tabel 2. Kandungan elektrolit dalam cairan tubuh

II.3.1 Natrium

Natrium merupakan kation terpenting dalam tubuh, sebagian besar (84%) berada di

cairan ekstraselular. Natrium berperan mempertahankan tekanan osmotik tubuh dan

memelihara volume cairan ekstraselular dalam keadaan konstan.(1) Ekskresi air hampir selalu

disertai dengan ekskresi natrium baik melalui urin, tinja atau keringat, karena itu terapi

kekurangan air (dehidrasi) selalu diberikan cairan infus yang mengandung natrium.

Kebutuhan natrium perhari sekitar 50-100 mEq atau 3-6 gram. Keseimbangan Na diatur

terutama oleh ginjal. Berat atom Na = 23 dengan muatan listrik 1. 1 gram NaCl = 17 mEq.

Kekurangan Na biasanya disebabkan oleh pemberian infus berlebihan tanpa Na, pada

sindroma reseksi prostat atau pada menurunnya sekresi ADH. (2)

I II.3.2 Kalium

Kalium merupakan elektrolit yang terpenting di dalam cairan intraseluler. Sebagian

besar K terdapat dalam sel (150 mEq/L). Pembedahan menyebabkan katabolisme jaringan dan

mobilisasi kalium pada hari-hari pertama dan kedua. Kebutuhan akan kalium cukup diatasi

dengan kebutuhan rutin saja sekitar 0,5 mEq/kgBB/hari. Kemampuan ginjal menahan kalium

sangat rendah. Kadar kalium dalam plasma hanya 2% dari total K tubuh, sehingga kekurangan

K jarang terdeteksi. Fungsi K ialah merangsang saraf otot, menghantarkan impuls listrik,

membantu utilisasi O2, asam amino, glikogen dan pembentukan sel. Kadar K serum

normalnya 3-5 mEq/L. Hipokalemia menyebabkan keletihan otot, lemas, kembung, ileus

paralitik, gangguan irama jantung. Konsentrasi K dalam infus sebaiknya <40 mEq/L atau

kecepatan pemberian <20 mEq/jam. (2) Kalium memiliki pengaruh kuat terhadap jantung

sehingga perlu hati-hati dalam pemberiannya. Karena kalium diekskresikan dalam urin, kation

ini juga harus diberikan dengan hati-hati pada pasien dengan disfungsi ginjal. Berat atom K =

39 dengan jumlah muatan listrik 1. 1 gram KCl = K 13 mEq. (1)

II.3.3 Kalsium

Kalsium terdapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90% dikeluarkan

melalui feses dan sekitar 20% melalui urin. Jumlah pengeluaran tergantung dengan intake,

besarnya tulang, maupun keadaan endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh 6

kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, dan hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan di

dalam gigi, 1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.

II.3.4 Magnesium

Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan untuk pertumbuhan

sekitar 10mg/hari. Dikeluarkan melalui feses dan urin.

II.3.5 Karbonat

Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal, sedangkan kadar asam karbonat

dikontrol oleh paru-paru. Keduanya memiliki peran penting dalam keseimbangan

asam basa.

II.3.6 Klorida

Klorida banyak terdapat di ruang ekstrasel, dan merupakan komponen utama

dari sekresi kelenjar gaster. Berfungsi dalam membantu proses keseimbangan

natrium. Sumber ion klorida terbanyak berasal dari garam dapur. (5)

II.3.7 Fosfat

Fosfat berfungsi untuk menjadi energi pada metabolisme sel dan bersama

dengan kalsium meningkatkan kekuatan dan kekerasan tulang. (5)

II.4 Pergerakan Air

Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme

transport pasif dan aktif. Mekanisme transport pasif tidak membutuhkan energi sedangkan

mekanisme transport aktif membutuhkan energi. Difusi dan osmosis adalah mekanisme

transport pasif sedangkan mekanisme transport aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang

memerlukan ATP. (3,5)

II.4.1 Difusi

Difusi ialah proses bergeraknya molekul melalui pori-pori. Larutan akan

bergerak dari konsentrasi tinggi 7embran larutan yang berkonsentrasi rendah.

Tekanan hdrostatik pembuluh darah mendorong air masuk berdifusi melalui pori-pori

tersebut. Difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik. (3,5)

7

Gambar 2. Pergerakan air secara difusi

II.4.2 Osmosis

Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran

semipermiabel dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan yang berkadar lebih

tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permiabel terhadap air

sehingga tekanan osmotik cairan tubuh di seluruh kompartemen sama. (3,5)

Tekanan osmotic ialah tekanan yang dibutuhkan untuk mencegah perembesan (difusi)

cairan melalui membrane semipermiabel ke dalam cairan lain yang konsentrasinya lebih

tinggi. Membran semipermiabel ialah membrane yang dapat dilalui air (pelarut), namun tidak

dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.

Tekanan osmotik plasma darah ialah 285 +- 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan

osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,96%, Ringer-laktat) bila lebih rendah disebut

hipotonik (akuades) dan bila lebih tinggi disebut hipertonik. (2)

Pergerakan cairan antar kompartemen secara osmosis terjadi apabila kadar total

cairan di kedua sisi membran berbeda. Air akan berdifusi melalui membran untuk

menyamakan osmolalitas. Pergerakan air ini dilawan oleh tekanan osmotik koloid. Tekanan

osmotik koloid atau tekanan onkotik sangat dipengaruhi oleh albumin. Apabila kadar albumin

rendah, maka tekanan onkotik rendah sehingga tekanan hidrostatik dominan mengakibatkan

ekstravasasi dan terjadi edema. (3,5)

8

Gambar 3. Pergerakan air secara osmosis

II.4.3 Pompa Natrium Kalium

Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transport ion natrium keluar

melalui membran sel dan pada saat yang bersamaan memompa ion kalium dari luar ke

dalam sel. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan

hiperosmolar di dalam sel. (3,5)

Gambar 4. Pompa natrium-kalium

II.5 Dehidrasi

Dengan minum dan makan tubuh mendapatkan air, elektrolit, trace element, vitamin

dan nutrient-nutrien lain seperti protein, karbohidrat dan lemak. Dalam jumlah yang kira-kira

sama, air dan elektrolit yang masuk ke dalam tubuh akan dikeluarkan melalui urin, keringat

dan pernafasan. Fenomena fisiologis dimana tubuh memelihara keseimbangan ini dikenal

dengan nama homeostasis. Namun demikian, terapi cairan dibutuhkan bila asupan melalui

pemberian oral atau enteral tidak memadai. Normalnya jumlah pemasukan dan pengeluaran

cairan tubuh seimbang seperti yang terlampir pada tabel berikut : (4)

Pemasukan Air Pengeluaran Air

Jalan Jumlah (ml/hari) Jalan Jumlah (ml/hari)

Asupan cairan

H2O dalam

makanan

1.250

1.000

350

Insensible loss

Keringat

Feses

900

100

100

9

H2O yang

diproduksi secara

metabolik

Urin 1.500

Pemasukan

Total

2.600 Pemasukan

Total

2.600

Tabel 3. Keseimbangan Air Harian

Kebutuhan harian air 50 ml/kgBB, natrium 2 mEq/kgBB, kalium 1 mEq/kgBB.

Keadaan kurangnya air dalam tubuh disebut dehidrasi. Dehidrasi dapat dikategorikan menjadi

ringan (<5%), sedang (5-10%) dan berat (>10%). Sifat dehidrasi dapat berupa isotonic (kadar

Na dan osmolaritas serum normal), hipotonik atau hiponatremik (kadar Na <130 mmol/L)

atau osmolaritas serum <275 mOsm/L) dan hipertonik atau hipernatremik (kadar Na >150

mmol/L atau osmolaritas serum >295 mOsm/L). Berikut ini adalah pedoman WHO untuk

menilai dehidrasi : (2)

Klinis Dehidrasi Ringan

(5%)

Dehidrasi Sedang

(5-10%)

Dehidrasi Berat

(>10%)

Keadaan umum Baik, kompos mentis Gelisah, rewel, lesu Letargik, tak sadar

Mata cekung, kering Normal Cekung Sangat cekung

Air mata Ada Kering Kering sekali

Mulut/lidah kering Lembab Kering Sangat kering,

Pecah-pecah

Haus Minum normal Haus Tak bisa minum

Turgor Baik Jelek Sangat jelek

Nadi Normal Cepat Cepat sekali

Tekanan darah Normal Turun Turun sekali

10

Air kemih Normal Kurang, oligouri Kurang sekali

Tabel 2. Pedoman WHO untuk menilai dehidrasi

II.6 Terapi cairan intravena

Infus cairan intravena (intravenous fluids drip) adalah pemberian sejumlah

cairan ke dalam tubuh melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena untuk

menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh dengan cairan

kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander). Pembedahan dengan anestesi

memerlukan puasa pada saat sebelum dan sesudah prosedur pembedahan, maka

terapi cairan berfungsi untuk mengganti deficit cairan saat puasa sebelum dan

sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti

perdarahan yang terjadi, da mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga. Secara

umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan infus adalah : (6)

1. Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)

2. Trauma abdomen berat

3. Fraktur, khususnya di pelvis dan femur

4. Kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi (karena heat stroke, demam dan diare)

5. Semua trauma kepala, dada dan tulang punggung

Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum

terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperative, perioperatif dan

postoperative.

II.6.1 Faktor-faktor preoperatif

1. Kondisi yang telah ada

11

Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh stress

akibat operasi

2. Prosedur diagnostic

Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat

menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek diuresis

osmotic

3. Pemberian obat

Pemberian obat seperti steroid dan diuretic dapat mempengaruhi ekskresi air dan

elektrolit

4. Preparasi bedah

Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elektrolit

dari traktus gastrointestinal

5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada

6. Restriksi cairan preoperative

Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan

sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita demam atau

adanya kehilangan abnormal cairan

7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya

Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi

II.6.2 Faktor-faktor perioperatif

1. Induksi anestesi dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia

preoperative karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardi dan vasoonstriksi

2. Kehilangan darah yang abnormal

3. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan cairan

ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)

4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi yang

besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan)

12

Gangguan cairan, elektrolit dan asam basa yang potensial terjadi perioperatif adalah :

1. Hiperkalemia

2. Asidosis metabolic

3. Alkalosis metabolic

4. Asidosis respiratorik

5. Alkalosis respiratorik

II.6.3 Faktor-faktor postoperatif (3)

1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi

2. Peningkatan katabolisme jaringan

3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif

4. Resiko atau adanya ileus postoperative

II.7 Jenis-Jenis Cairan Infus (6)

II.7.1 Cairan Hipotonik

Cairan hipotonik osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum

(konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum,

dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh

darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah

ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada

keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialysis) dalam

terapi diuretic, juga pada pasien hiperglikemia dengan ketoasidosis diabetik.

Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam

pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan

intracranial pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.

II.7.2 Cairan Isotonik

Cairan isotonic osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum,

sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang

13

mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh sehingga tekanan darah terus

menurun). Memiliki resiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada

penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-

Laktat (RL), dan normal saline atau larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).

II.7.3 Cairan Hipertonik

Cairan hipertonik osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga

“menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah.

Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi

edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya

dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, dextrose 5%+ RL, dextrose 5%+NaCl 0,9%,

produk darah, dan albumin.

II.8 Cairan Kristaloid

Kristaloid bersifat isotonic, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan

(volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat (relative sebentar di

intravaskuler) dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera, misalnya Ringer-

Laktat dan NaCl 0,9%.

Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler. Keuntungan dari cairan

ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di setiap pusat kesehatan, tidak perlu

dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan

sederhana dan dapat disimpan lama. Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4

kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi

defisi volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-

30 menit.

Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih

banyak menyebar ke ruang interstitial dibandingkan dengan koloid, maka kristaloid sebaiknya

dipilih untuk resusitasi deficit cairan di ruang interstitial. Larutan Ringer Laktat merupakan

cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis

dengan susunan yang hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam

cairan tersebut akan mengalami metabolism di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid

lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat

mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan menurunnya

14

kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida. Pemberian cairan kristaloid berlebihan

juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intracranial.

Larutan Tonisitas

(mosml/L)

Na+

(mEq/L)

Cl-

(mEq/L)

K+

(mEq/L)

Ca2+

(mEq/L)

Glukosa

(mEq/L)

Laktat

(mEq/L)

D5 Hipotonis

(253)

- - - - 50 -

Normal

Saline

Isotonis

(308)

154 154 - - - -

D5

1/4NS

Isotonis

(330)

38,5 38,5 - - 50 -

D5

1/2NS

Hipertonis

(407)

77 77 - - 50 -

D5NS Hipertonis

(561)

154 154 - - 50 -

Ringer

Laktat

Isotonis

(273)

130 109 4 3 - 28

D5 RL Hipertonis

(525)

130 109 4 3 50 28

II.9 Cairan Koloid

Koloid ukuran molekulnya cukup besar sehingga tidak akan keluar dari membrane

kapiler, dan tetap berada lama dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat

menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid. Disebut

juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma substitute” atau “plasma

expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi

dengan aktivitas osmotic yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu

paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk

resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hemoragik atau pada penderita

15

dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal pada luka bakar).

Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (walau

jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada “cross match”. Terdapat 2 jenis koloid yaitu

koloid alami dan sintetis.

II.9.1 Koloid alami

Koloid alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia (5 dan 2,5%).

Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60oC selama 10 jam untuk membunuh

virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%)

juga mengandung alfa globulin dan beta globulin. Prekallikrein activators (Hageman’s factor

fragments) seringkali terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh

sebab itu pemberian infuse dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan hipotensi

dan kolaps kardiovaskuler. (7)

II.9.2 Koloid sintesis

II.9.2.1 Dextran

Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran

70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri

Leuconostoc mesenteriodes B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun

Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan

Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat

sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain

itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet

adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan

melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat

mengganggu crossmatch, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan

gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat

dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.

II.9.2.2 Hydroxylethyl Starch (Heta starch)

Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000-1.000.000,

rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg.

16

Pemberian 500ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat

urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid

ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar

serum amylase (walau jarang). Lowmolecullar weight Hydroxylethyl starch

(Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma

hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam.

Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan

toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Pentastarch

dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat.

II.9.2.3 Gelatin

Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat

molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam

gelatin, yaitu :

- Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)

- Urea linked gelatin

- Oxypoly gelatin(7)

II.10 Kebutuhan air dan elektrolit perhari

II.10.1 Dewasa

Air : 30-35 ml/kg, setiap kenaikan suhu 1oC diberikan tambahan 10-15%

Na+ : 1,5 mEq/kg (100 mEq/hari atau 5,9 g)

K+ : 1 mEq/kg (60 mEq/hari atau 4,5g)

II.10.2 Bayi dan anak

Air : 0-10kg : 4ml/kg/jam (100 ml/kg)

10-20kg : 40ml + 2ml/kg/jam setiap kg di atas 10kg (1000ml + 50ml/kg

di atas 10kg)

>20kg : 60ml + 1ml/kg/jam setiap kg di atas 20kg (1500ml + 20ml/kg

di atas 20kg)

Na+ : 2 mEq/kg

K+ : 2 mEq/kg

17

II.10.3 Kebutuhan Cairan Meningkat :

- Demam (12% setiap 1o > 37o C)

- Hiperventilasi

- Suhu lingkungan meningkat

- Aktivitas berlebih

- Kehilangan abnormal (contohnya diare)

II.10.4 Kebutuhan Cairan Menurun :

- Hipotermia

- Kelembaban sangat tinggi

- Oligouri atau anuria

- Tidak ada aktivitas

- Retensi cairan (contohnya pada gagal jantung)

II.11 Terapi cairan resusitasi

Terapi cairan resusitasi adalah upaya untuk menggantikan kehilangan akut

cairan tubuh atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler, misalnya pada keadaan

syok dan luka bakar. Tujuan resusitasi cairan adalah untuk memperbaki volume

sirkulasi agar tidak terjadi gangguan perfusi jaringan dan oksigenasi sel, sehingga

iskemi jaringan dan gagal organ dapat dicegah. Pemilihan jenis cairan infus harus atas

dasar pertimbangan kompartemen yang terganggu atau yang mengalami defisit.

Defisit cairan jika tidak segera diresusitasi akan menyebabkan syok.

Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infuse Normal

Saline (NS), Ringer Asetat (RA) atau Ringer Laktat (RL) sebanyak 20ml/kg selama

30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa diberikan 2-3 l dalam 10 menit.

Larutan plasma ekspander dapat diberikan pada luka bakar, syok kardiogenik,

hemoragik atau syok septic. Koloid dapat berupa gelatin (hemaksel, gelafunin,

gelafusin), polimer dextrose (dextran 40, dextran 70), atau turunan kanji (haes).

Idealnya, kehilangan darah harus digantikan dengan cairan kristaloid maupun koloid

18

untuk menjaga volume intravascular, namun kehilangan darah lebih lanjut perlu

digantikan dengan transfusi sel darah merah untuk menjaga kosentrasi hemoglobin.

Jika syok terjadi :

- Berikan segera oksigen

- Berikan cairan infuse isotonic RA/RL/NS

- Jika respon tidak membaik, dosis dapat diulangi

Pertimbangan dalam resusitasi cairan :

1. Medikasi harus diberikan secara iv selama resusitasi

2. Perubahan Na dapat menyebabkan hiponatremi yang serius. Na serum harus

dimonitor, terutama pada pemberian infuse dalam volume besar

3. Transfusi diberikan bila diperlukan

4. Insulin infuse diberikan bila kadar gula darah >200 mg%

5. Histamin H2-blocker dan antacid sebaiknya diberikan untuk menjaga pH lambung

7,0

II.12 Terapi cairan rumatan

Terapi rumatan bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi.

Kebutuhan Cairan Basal (rutin,rumatan) :

- 4 ml/kg/jam untuk 10 kg pertama

- 2 ml/kg/jam untuk 10 kg kedua

- 1 ml/kg/jam tambahan untuk sisa berat badan

Contoh pasien berat 23kg, kebutuhan basal :

(4x10) + (2x10) + (1x3) = 63ml/jam

Dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit

utama natrium 1-2 mmol/kgBB/hari dan kalium 1 mmol/kgBB/hari. Kebutuhan

tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urin, sekresi

gastrointestinal, keringat, dan pengeluaran lewat paru atau dikenal sebagai insensible

water loss.

19

Terapi rumatan dapat diberikan infuse cairan elektrolit dengan kandungan

karbohidrat atau infuse yang hanya mengandung karbohidrat saja. Larutan elektrolit

yang juga mengandung karbohidrat adalah larutan KA-EN, dextran+saline, Ringer’s

dextrose, dll. Sedangkan larutan rumatan yang mengandung hanya karbohidrat adalah

dextrose 5%. Tetapi cairan tanpa elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi

ruang antar sel sehingga dextrose tidak berperan dalam hipovolemik.

Dalam terapi rumatan keseimbangan kalium perlu diperhatikan karena kadar

berlebihan atau kekurangan kalium dapat menimbulkan efek samping yang

berbahaya. Umumnya infus konvensional RL atau NS tidak mampu mensuplai kalium

sesuai kebutuhan harian. Infus KA-EN dapat mensuplai kalium sesuai kebutuhan

harian.

II.13 Terapi cairan intraoperatif

Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan

kebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan. Untuk

menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan, yaitu :

- 6-8 ml/kg untuk bedah besar

- 4-6 ml/kg untuk bedah sedang

- 2-4 ml/kg untuk bedah kecil

Pada prinsipnya kecepatan pemberian cairan selama pembedahan adalah dapat

menjamin tekanan darah stabil tanpa menggunakan obat vasokonstriktor, dengan

produksi urin mencapai 0,5-1 ml/kgBB/jam.

Pemberian cairan sata operasi berlangsung :

- Pemberian cairan pada jam pertama operasi

(Kebutuhan basal+kebutuhan intraoperasi+50% x kebutuhan cairan puasa)

- Pemberian cairan pada jam kedua operasi

(Kebutuhan basal+kebutuhan intraoperasi+25% x kebutuhan cairan puasa)

- Pemberian cairan pada jam ketiga operasi

(Kebutuhan basal+kebutuhan intraoperasi+25% x kebutuhan cairan puasa)

20

II.14 Pemberian terapi cairan

Untuk pemberian terapi cairan dalam waktu singkat dapat digunakan vena-

vena di punggung tangan, sekitar daerah pergelangan tangan, lengan bawah atau

daerah kubiti. Pada anak kecil dan bayi sering digunakan daerah punggung kaki,

depan mata kaki dalam atau di kepala. Bayi baru lahir dapat digunakan vena

umbilikalis. Penggunaan jarum anti karat atau kateter plastic antitrombogenik pada

vena perifer biasanya perlu diganti setiap 1-3 hari untuk menghindari infeksi dan

macetnya tetesan. Pemberian cairan infuse lebih lama dari tiga hari sebaiknya

menggunakan kateter besar dan panjang yang ditusukkan pada vena femoralis, vena

kubiti, vena subklavia, vena jugularis eksterna atau interna yang ujungnya sedekat

mungkin dengan atrium kanan atau di vena cava inferior atau superior.

II.14.1 Indikasi pemasangan infus melalui jalur pembuluh darah vena

(Peripheral Venous Cannulation) (6)

1. Pemberian cairan intravena (intravenous fluids)

2. Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam

jumlah terbatas

3. Pemberian kantong darah dan produk darah

4. Pemberian obat

5. Upaya profilaksis sebelum prosedur (misalnya operasi besar dengan

resiko perdarahan, dipasang jalur infuse intravena untuk persiapan jika

terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)

6. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya resiko

dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok sebelum pembuluh darah

kolaps (tidak teraba) sehingga tidak dapat dipasang jalur infuse.

II.14.2 Kontraindikasi dan peringatan pada pemasangan infuse melalui jalur

pembuluh darah vena (6)

1. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi local di lokasi pemasangan

infuse

2. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal,karena lokasi ini akan

digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada

tindakan hemodialisis (cuci darah)21

3. Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang

alirannya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki)

II.14.3 Komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan infus (6)

1. Hematoma, yakni darah mengmpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya

pembuluh darah arteri vena atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang

kurang tepat saat memasukkan jarum, atau tusukan berulang pada

pembuluh darah.

2. Infiltrasi, yakni masuknya cairan infuse ke dalam jaringan sekitar (bukan

pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infuse melewati pembuluh

darah

3. Tromboflebitis atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi

akibat infuse yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar

4. Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi

akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infuse ke dalam pembuluh

darah

5. Komplikasi yang dapat terjadi dalam pemberian cairan melalui infuse

6. Rasa perih/sakit

7. Reaksi alergi

 

BAB III

KESIMPULAN

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Sekarsari, R, Preventing a Peripheral IV Infection, RS Jantung Harapan Kita Jakarta,

Presentasi,11 Mei 2002

2. Buku ui

3. B a n k s J B , M e a d o w s S . I n t r a v e n o u s F l u i d s f o r C h i l d r e n w i t h

G a s t r o e n t e r i t i s . Clinical Inquiries, American Family Physician, January 1

2005. AmericanAcademy of Family Physicians.

4. Sherwood

23

5. E l i a s o n B C , L e w a n R B . G a s t r o e n t e r i t i s i n C h i l d r e n : P r i n c i p l e s o f

D i a g n o s i s and Treatment. American Family Physician Nov 15 1998. American Academyof

Family Physicians.

6. Morgan G.E, et al. Clinical Anesthesio logy. Fourth edition. New York:

LangeMedical Books – McGraw Hill Companies. 2006: 662-689

7. L a t i e f A S , d k k . P e t u n j u k p r a k t i s a n e s t e s i o l o g i :

t e r a p i c a i r a n p a d a pembedahan. Edisi Kedua. Bagian anestesiologi

dan terapi intensif, FKUI.2002

8. http://www.mayoclinic.com/health/dehydration/DS00561 jam 16.19

9.

24