Referat Anestesi

39
1 Referat Anestesi Lokal Disusun oleh: Nofris Manto (11.2013.190) Sicilia R. N. K. Eha (11.2013.188) Diajeng Marta Triaji (11.2013.203) Michael Ramires (11.2013.286) Nastalia Sindy (11.2013.311) Dokter Pembimbing: Dr Ujang,Sp.AN KEPANITERAN KLINIK ILMU ANESTESI UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA RUMAH SAKIT BHAKTI YUDHA 1

description

Kata anestesi diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara karena pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Analgesia ialah pemberian obat untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien. Obat yang digunakan dalam menimbulkan anestesi disebut sebagai anestesik,dan kelompok obat ini dibedakan dalam anestesik umum dan anestesik local.Bergantung pada dalamnya pembiusan, anestesik umum dapat memberikan efek analgesia yaitu, hilangnya sensasi nyeri, atau efek anesthesia yaitu analgesia yang disertai hilangnya kesadaran, sedangkan anestesik local hanya dapat menimbulkan efek analgesia.Anestesik umum bekerja di susunan saraf pusat sedangkan anestesik local bekerja langsung pada serabut saraf di perifer.Anestesi local ialah obat yang menghasilakan blockade induksi atau blockade lorong natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestesik local setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf. Semua obat anestesik local baru adalah sebagai rekayasa obat lama yang dianggap masih mempunyai kekurangan-kekurangan.

Transcript of Referat Anestesi

1

Referat

Anestesi Lokal

Disusun oleh:

Nofris Manto (11.2013.190)

Sicilia R. N. K. Eha (11.2013.188)

Diajeng Marta Triaji (11.2013.203)

Michael Ramires (11.2013.286)

Nastalia Sindy (11.2013.311)

Dokter Pembimbing:

Dr Ujang,Sp.AN

KEPANITERAN KLINIK ILMU ANESTESI

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RUMAH SAKIT BHAKTI YUDHA

30 JUNI 2014-19 JULI 2014

1

2

HALAMAN PENGESAHAAN

Referat

Judul

Anestesi LokalOleh:

Nofris Manto (11.2013.190)

Sicilia R. N. K. Eha (11.2013.188)

Diajeng Marta Triaji (11.2013.203)

Michael Ramires (11.2013.286)

Nastalia Sindy (11.2013.311)

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat

dalam mengikuti Kepaniteran Klinik di Bagian

Ilmu Anestesi

Rumah Sakit Bhakti Yudha

30 Juni 2014-19 Juli 2014

Jakarta,Juli 2014

Dr.Ujang,Sp.AN

2

3

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur,penulis Panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang

berjudul anestesi local,yang merupakan salah satu syarat untuk menempuh kepaniteran klinik

anestesi di Rumah Sakit Bhakti Yudha.

Di dalam penyusunan referat ini penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan

pengalaman yang dimiliki,tetapi penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.Ujang,SpAN

berkat bantuan dan bimbingan dalam penyusunan referat ini,sehingga penyusunan referat ini

dapat diselesaikan walaupun masih jauh dari sempurna.

Jakarta, July 2014

Dr.Ujang,SpAN

3

4

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………… i

HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………. ii

KATA PENGANTAR…………………………………………………. iii

DAFTAR ISI……………………………………………………………iv

BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………….... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……………………………………….. 6

BAB 3 KESIMPULAN………………………………………………....27

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………...28

4

5

BAB I

PENDAHULUAN

Kata anestesi diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang menggambarkan

keadaan tidak sadar yang bersifat sementara karena pemberian obat dengan tujuan untuk

menghilangkan nyeri pembedahan. Analgesia ialah pemberian obat untuk menghilangkan

nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien. Obat yang digunakan dalam menimbulkan

anestesi disebut sebagai anestesik,dan kelompok obat ini dibedakan dalam anestesik umum

dan anestesik local.

Bergantung pada dalamnya pembiusan, anestesik umum dapat memberikan efek

analgesia yaitu, hilangnya sensasi nyeri, atau efek anesthesia yaitu analgesia yang disertai

hilangnya kesadaran, sedangkan anestesik local hanya dapat menimbulkan efek

analgesia.Anestesik umum bekerja di susunan saraf pusat sedangkan anestesik local bekerja

langsung pada serabut saraf di perifer.

Anestesi local ialah obat yang menghasilakan blockade induksi atau blockade lorong

natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf jika

digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestesik local setelah keluar dari saraf diikuti oleh

pulihnya konduksi saraf secara spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur

saraf. Semua obat anestesik local baru adalah sebagai rekayasa obat lama yang dianggap

masih mempunyai kekurangan-kekurangan.

5

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Jenis Obat yang termasuk Anestesi Lokal

Secara umum anestesi local mempunyai rumus dasar yang terdiri dari 3 bagian :

gugus amin hidrofil yang berhubungan dengan gugus residu aromatic lipofil melalui suatu

gugus antara. Gugus amin selalu berupa amin tersier atau amin sekunder. Gugus antara dan

gugus aromatic diguguskan dengan ikatan amid atau ikatan ester. Maka secara kimia, anestesi

local digolongkan atas senyawa ester dan senyawa amid. Adanya ikatan ester sangat

menentukan sifat anestesi local sebab pada degradasi dan inaktivasi didalam badan, gugus

tersebut akan dihidrolisis. Karena itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah

mengalami metabolism dibandingkan dengan golongan amid. Anestesi local yang tergolong

dalam senyawa ester ialah tetrakain, benzokain, kokain, dan prokain dengan prokain sebagai

prototype. Sedangkan yang tergolong dalam senyawaan amid ialah dibukain, lidokain,

bupivakain, mepivakain, dan prilokain.

Molekul prokain dapat dibagi dalam 3 bagian utama : asam aromatic (asam paraamino

benzoate), alcohol (etanol), dan gugus amin tersier (dietilamino). Perubahan pada setiap

bagian molekul tersebut akan mempengaruhi potensi anestetik dan toksisitasnya.

Memperpanjang gugus alcohol akan menyebabkan potensi anestetik dan toksisitasnya

bertambah besar, maka prokain yang merupakan suatu ester etil, toksisitasnya paling kecil.

Perpanjangan rantai pada kedua gugus terminal pada amin tersier menyebabkan potensi dan

toksisitas anestetik local bertambah besar, misalkan pada butakain.

6

7

Tabel 1.1 Perbandingan Golongan Ester dan Amida

KLASIFIKASI POTENSI MULA KERJA LAMA KERJA

(infiltrasi,menit)

TOKSISITAS

ESTER

Prokain

Kloropokain

Tetrakain

1 (rendah)

3-4 (tinggi)

8-16 (tinggi)

Cepat (fast)

Sangat Cepat

(very rapid)

Lambat (slow)

45-60

30-45

60-180

Rendah

Sangat rendah

Sedang

AMIDA

Lidokain

Etidokain

Prilokain

Mepivakain

Bupivakain

Ropivakain

Levobupivakain

1-2 (sedang)

4-8 (tinggi)

1-8 (rendah)

1-5 (sedang)

4-8 (tinggi)

4 (tinggi)

4 (tinggi)

Cepat (rapid)

Lambat (slow)

Lambat

Sedang

(moderate)

Lambat

Lambat

Lambat

60-120

240-480

60-120

90-180

240-480

240-480

240-480

Sedang

Sedang

Sedang

Tinggi

Rendah

rendah

7

8

Tabel 1.2 Penggunaan Anestetik Lokal

TOPIKAL INFILTRASI BLOK

SARAF

AR

IV

EPIDURAL SPINAL

INTRATEKAL

ESTER

Prokain

Kloropokain

Tetrakain

-

-

+

+

+

-

+

+

-

-

-

-

-

+

-

+

-

+

AMIDA

Lidokain

Etidokain

Prilokain

Mepivakain

Bupivakain

Ropivakain

Levobupivakain

+

-

-

-

-

-

-

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

-

+

-

-

-

-

+

+

+

+

+

+

+

+

-

-

-

+

+

+

8

9

Mekanisme Kerja

Anestesi local mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya

terutama di membrane sel, efeknya pada aksoplasma hanya sedikit saja.

Sebagaimana diketahui, potensial aksi saraf terjadi karena adanya peningkatan sesaat

(sekilas) permeabilitas membrane terhadap ion Na+ akibat depolarisasi ringan pada

membrane. Proses fundamental inilah yang dihambat oleh anestesik local; hal ini tejadi akibat

adanya interaksi langsung antara zat anestesik local dengan kanal Na+ yang peka terhadap

adanya peruabahan voltase muatan listrik (voltage sensitive Na+ channels). Dengan semakin

bertambahnya efek anestesi local di dalam saraf, maka ambang rangsang membrane akan

meningkat secara bertahap, kecepatan peningkatan potensi aksi menurun, konduksi impuls

melambat dan factor pengaman ( safety factor) konduksi saraf juga berkurang. Faktor-faktor

ini akan mengakibatkan penurunan menjalarnya potensial aksi dan dengan demikian

mengakibatkan kegagalan konduksi saraf.

Anestesik local juga megurangi permeabilitas membrane bagi K+ dan Na+ dalam

keadaan istirahat, sehingga hambatan hantaran tidak disertai banyak perubahan pada

potensial istirahat. Hasil penelitian membuktikan bahwa anestesi local menghambat hantaran

saraf tanpa menimbulkan depolarisasi saraf, bahkan ditemukan hiperpolarisasi ringan.

Pengurangan permeabilitas membrane oleh anestesi local juga timbul pada otot rangka, baik

waktu istirahat maupun waktu terjadinya potensial aksi.

Potensi berbagai zat anestesik local sejajar dengan kemampuanya untuk meninggikan

tegangan permukaan selaput lipid monomolecular. Mungkin sekali anestesik local

meninggikan tegangan permukaan lapisan lipid yang merupakan membrane sel saraf, dengan

demikian menutup pori dalam membrane sel saraf, sehingga menghambat gerak ion melalui

membrane. Hal ini akan menyebabkan penurunan permeabilitas membrane dalam keadaan

istirahat sehingga akan membatasi peningkataan permeabilitas Na+. Dapat dikatakan bahwa

cara kerja utama obat anestesik local ialah bergabung dengan reseptor spesifik yang terdapat

pada kanal Na sehingga mengakibatkan terjadinya blokade pada kanal tersebut dan hal ini

akan mengakibatkan hambatan gerakan ion melalui membrane.

9

10

Farmakokinetik

A.Absorpsi sistemik dipengaruhi oleh:

1. Tempat suntikan

Kecepatan absorpsi sistemik sebanding dengan ramainya vasularisasi tempat

suntikan ;absorpsi intravena>trakeal>intercostals>kaudal>

paraservikal>epidural>pleksus brakial>skiatik>subkutan.

2. Penambahan vasokonstriktor

Adrenalin 5 µg/ml atau 1:200.000 membuat vasokonstriksi pembuluh darah pada

tempat suntikan sehingga dapat memperlambat absoprsi sampai 50%.

3. Karakteristik obat anestesik local

Obat anestetika local terikat kuat pada jaringan sehingga dapat diabsorpsi secara

lambat.

B.Distribusi

Semua anestesi lokal tidak baik di absorbsi di saluran cerna setelah pemakaian secara oral,

kecuali untuk kokain. Hampir semua anestesi lokal mengalami first-pass effect di hepar

sehingga obat dimetabolisme menjadi metabolit inaktif. Anestesi lokal diabsorbsi dengan

kecepatan yang berbeda pada membran mukosa yang berbeda.

Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :

1. Perfusi jaringan

2. Koefisien partisi jaringan atau darah

3. Massa jaringan

C. Metabolisme dan ekskresi

- Golongan ester

Metabolisme oleh enzim pseudo-kolinesterase (kolinesterase plasma). Hidrolisa

ester sangat cepat dan kemudian metabolit diekskresi melalui urin.

- Golongan amida

Metabolisme terutama oleh enzim mikrosomal di hati. Kecepatan metabolisme

tergantung kepada spesifikasi obat anestetik lokal. Metabolismenya lebih lambat dari

10

11

hidrolisa ester. Metabolit dieksresi lewat urin dan sebagian kecil dieksresi dalam

bentuk utuh.

Komplikasi Anestesi Lokal

Penyulit anestesi lokal maupun anestesi umum dapat terjadi tanpa diduga sebelumnya,

untuk itu kita harus melakukan persiapan yang matang guna menghadapi kemungkinan

terjelek serta bertindak secara hati-hati untuk meminimalisasi kemungkinan timbulnya

komplikasi. Resusitasi set, obat-obat emergensi, obat anestesi umum dan perlengkapan gawat

darurat lain harus selalu tersedia serta mudah dijangkau.

Pada dasarnya obat anestesi lokal relatif aman bila diberikan dalam dosis yang sesuai

dan pada tempat yang tepat. Meski demikian, reaksi toksik baik yang bersifat lokal maupun

sistemik dapat terjadi.

1.Komplikasi lokal.

Komplikasi ini dapat terjadi bila saat penyuntikan tertusuk pembuluh darah yang

cukup besar atau pada pasien dengan kelainan perdarahan atau yang mendapat terapi

antikoagulan sehingga membentuk hematom, infiltrasi dan abses. Untuk mencegah

komplikasi ini kita harus selalu menanyakan riwayat penyakit dan riwayat pengobatan pada

setiap pasien, menghindari daerah yang kaya pembuluh darah serta melakukan aspirasi pada

saat menyuntikan obat. Tindakan yang perlu dilakukan adalah kompres hangat, atau insisi

disertai pemberian antibiotika apabila telah terjadi abses. Nekrose jaringan dapat terjadi

apabila suatu end artery organ dilakukan anestesi lokal dengan agent yang mengandung

adrenalin, dalam hal ini kadang diperlukan nekrotomi disertai pemberian antibiotika yang

sesuai.

2. Komplikasi sistemik : Pencegahan dan pengelolaannya

Penyulit ini biasanya terjadi akibat keteledoran saat menyuntikan obat anestesi lokal

sehingga masuk kedalam sirkulasi sistemik atau intratekhal. Secara garis besar hal ini dapat

terjadi oleh karena 4 hal, yaitu :

- Hipersensitif.

Dengan dosis yang masih jauh dari dosis maksimal sudah timbul tanda-tanda

komplikasi sistemik.Hal ini dapat dihindari dengan anamnesa yang teliti serta tes

sensitifivas.

11

12

- Over dosis.

Penyuntikan yang berulang tanpa memperhatikan volume dan konsentrasi obat yang

dipakai merupakan salah satu penyebab tersering terjadinya over dosis.Hal ini sering

terjadi pada pasien yang menjalani operasi yang cukup luas dan tidak kooperatif,

dimana operator tanpa disadari sering menambah suntikan anestesi lokal.

- Intravasasi.

Obat anestesi lokal dapat langsung masuk kedalam pembuluh darah sehingga

disamping tujuan anestesi tidak tercapai, juga dapat timbul penyulit sistemik dengan

segera. Hal ini dapat dicegah dengan cara melakukan aspirasi sebelum kita

memasukan obat.

- Hiperabsorbsi.

Absorbsi obat yang berlebihan dapat terjadi pada penyuntikan obat di daerah wajah,

leher, aksila dan inguinal serta daerah yang mengalami peradangan yang merupakan

daerah kaya pembuluh darah. Pencampuran epinefrin dapat mengurangi absorbsi obat

anestesi lokal, disamping juga akan memperpanjang aksinya.

Gejala komplikasi sistemik.

Terutama melibatkan susunan saraf pusat dan system kardiovaskuler. Secara umum

SSP lebih rentan terhadap anestesi lokal dibandingkan dengan sistema kardio-vaskuler,

sehingga oleh karenanya dosis dan kadar plasma anestesi lokal yang diperlukan untuk

menimbulkan gejala toksisitas SSP lebih kecil daripada yang diperlukan untuk membuat

kolaps sirkulasi.

1.Susunan Saraf Pusat.

Manifestasi sentral dari obat anestesi lokal dapat berbeda-beda tergantung dari

kadar obat dalam plasma, bila kadar obat dalam plasma hanya sedikit diatas dosis

toksis maka akan timbul gejala stimulasi, sedang bila jauh melampaui dosis toksis

akan terjadi depresi SSP. Gejala awalnya berupa perasaan kepala terasa ringan,

dizziness, kemudian diikuti dengan gangguan visus dan pendengaran berupa

penglihatan kabur dan telinga berdenging.

Stimulasi SSP pada tingkat kortek serebri dapat berupa gelisah, agitasi hingga kejang.

Tindakan untuk mengatasi penyulit ini adalah dengan memberikan obat anti konvulsi,

misalnya diazepam 0,2 mg/kg.bb atau tiopental 2 mg/kg.bb, secara intravena. Depresi

pada tingkat ini bermanifestasi sebagai kantuk, lemah hingga kesadaran menurun.

12

13

Berikan Oksigen 100% dan segera pasang infus cairan kritaloid dan tindakan lain

yang perlu dilakukan.

Pada tingkat medula, stimulasi pusat kardiovaskuler bermanifestasi sebagai hipertensi

dan takikardi.Gejala ini dapat diatasi dengan pemberian Oksigen dan obat

penghambat beta, seperti propanolol.Depresi pada tingkat ini menimbulkan gejala

hipotensi dan bradikardi.Untuk mengatasi hal ini segera rubah posisi pasien jadi

Trendelenburg, pasang infus cairan kristaloid, berikan oksigen dan bila perlu obat

vasopresor.Pada pusat respirasi, stimulasi dapat menimbulkan takipnu yang dapat

diatasi dengan pemberian opiat, seperti petidin atau morpin.Depresi pada pusat ini

dapat menimbulkan hipoventilasi yang harus diatasi segera dengan nafas bantuan dan

Oksigen. Stimulasi pada pusat muntah akan menimbulkan muntah yang potensial

menyebabkan aspirasi paru.

2.Efek kardiovaskuler.

Anestesi lokal dapat beraksi langsung pada serabut purkinje otot ventrikel

jantung sehingga dapat menimbulkan bradikardi, sedangkan aksi langsung pada

pembuluh darah akan menyebabkan vasodilatasi dan akhirnya hipotensi. Efek ini

dapat diatasi dengan pemberian sulfas atropin, pemberian infus cairan dan atau obat

vasopresor.

3. Reaksi alergi.

Dapat hanya berupa kemerahan pada kulit, urtikaria hingga syok anafilaktik

yang fatal.Tindakan yang diambil disesuaikan dengan tanda dan gejala yang timbul,

mulai dari pemberian obat anti histamin, kortikosteroid hingga terapi definitif untuk

syok anafilaktik.

4. Lain-lain.

Komplikasi lain yang kadang dapat terjadi adalah menggigil yang harus diatasi dengan

selimut hangat, pemberian oksigen dan bila perlu dengan pemberian klorpromazin 10-25 mg

atau petidin 10 mg.

13

14

TEKNIK PEMBERIAN ANESTESI LOKAL

1. ANESTESI PERMUKAAN (TOPIKAL)

Anestesi permukaan yang efektif dapat dicapai dengan jalan mendinginkan

kulit sampai 40C. Jika menggunakan es batu, sprai etil klorid atau kantung karbon

dioksida, maka pendinginan tersebut tidak akan menimbulkan rasa sakit, bahkan dapat

digunakan sebelum dilakukan injeksi maupun grafting kulit.

Ahli anestesi pediatri dapat menggunakan anestesi topikal di hidung dan

nasofaring sebelum pemasangan nasotrakeal tube, di faring untuk mengurangi respon

terhadap oral airway, atau di laring dan trakea sebelum pemasangan endotrakeal tube

atau bronkoskopi. Yang perlu diperhatikan yaitu pemilihan agen yang akan

digunakan. Lidokain sprai 4% atau jelli lidokain 5% yang menjadi pilihan karena

relatif aman, efektif dan bersifat bakteriostatik. Dosis yang tepat untuk lidokain yaitu

5 mg/kg atau 0,125 ml/kg dalam larutan 4%.

Anestesi topikal sangat membantu dalam bronkoskopi diagnostik atau

operatif. Guna keperluan tersebut, agen dapat diberikan melalui sprai tangan, jet sprai,

suntik atau perforated kanula atau plester. Jika dimungkinkan, gunakan volume sesuai

dengan kebutuhan.Sayangnya, beberapa atomizer yang ada di pasaran memudahkan

terjadinya overdosis.Karena besarnya volume atomizer yang dihasilkan juga

bergantung posisi penyemprotannya, maka sebaiknya dicoba terlebih dahulu sampai

diperoleh posisi yang tepat.

Seperti halnya orang dewasa, respon anak terhadap anestesi lokal bergantung

pada metoda dan kecepatan pemberiannya, daerah anatomisnya, keasaman jaringan,

dan penggunaan vasokonstriktor atau torniket.

Anestes topikal juga berguna dalam prosedur sistoskopik.Jelli dapat diberikan

di uretra sehingga memungkinkan ahli anestesimenggunakan anestesi supplemental

yang sangat ringan. Penggunaan lain anestesi topikal meliputi pengangkatan korpus

alineum dari mata (propakain 0,5%) dan membuka hidung yang tersumbat (kokain

4%).

14

15

2. ANESTESI INFILTRASI

Anestesi infiltrat adalah anestesi yang bertujuan untuk menimbulkan anestesi

ujung saraf melalui injeksi pada atau sekitar jaringan yang akan di anestesi sehingga

menyebabkan hilangnya rasa di kulit dan jaringan yang terletak lebih dalam misalnya

daerah kecil di kulit atau gusi (pencabutan gigi)

Anestesi ini sering dilakukan pada anak-anak untuk rahang atas maupun

rahang bawah.Mudah dikerjakan dan efektif.Daya penetrasi anestesi infiltrat pada

anak-anak cukup dalam karena komposisi tulang dan jaringan belum begitu kompak.

Indikasi Anestesi Infiltrat

Ada beberapa indikasi yang ditujukan untuk pemakaian anestesi infiltrat, antara lain :

1. Gigi dengan karies luas, karies mencapai bifurkasi dan tidak dapat direstorasi.

2. Infeksi di periapikal atau interradikular dan tidak dapat di sembuhkan kecuali

dengan pencabutan.

3. Gigi yang sudah waktunya tanggal dengan catatan bahwa penggantinya sudah

mau erupsi

4. Gigi sulung yang persistensi

5. Gigi sulung yang mengalami impacted, karena dapat menghalangi pertumbuhan

gigi tetap

6. Gigi yang mengalami ulkus dekubitus

7. Untuk perawatan ortodonsi

8. Sopernumerary tooth

9. Gigi penyebab abses dentoalveolar

10. Jika penderita atau ahli bedah atau ahli anestesi lebih menyukai anestesi lokal

serta dapat meyakinkan para pihak lainnya bahwa anestesi lokal saja sudah cukup.

11. Anestesi lokal dengan memblok saraf atau anestesi infiltrasi sebaiknya diberikan

lebih dahulu sebelum prosedur operatif dilakukan dimana rasa sakit akan muncul.

Kontra Indikasi Anestesi Infiltrat

Ada beberapa kasus dimana penggunaan anestesi infiltrat tidak diperbolehkan,

kasus0kasus ini perlu diketahui sehingga gejala-gejala yang tidak menyenangkan dan

akibat yang tidak diinginkan bisa dihindari. Kontra indikasinya antara lain :

1. Anak yang menderita infeksi akut dimulutnya. Misalnya akut infections

stomatitis, herpetik stomatitis.

15

16

2. Blood dyscrasia atau kelainan darah, kondisi ini menyebabkan terjadinya

perdarahan dan infeksi.

3. Pada penderita penyakit jantung.

Misalnya : congenital heart disease, rheumatic heart disease, penyakit ginjal /

kidney disease.

4. Pada penyakit sistemik yang akut pada saat tersebut resistensi tubuh lebih rendah

dan dapat menyebabkan infeksi sekunder.

5. Adanya tumor yang ganas, karena dengan pencabutan tersebut dapat

menyebabkan metastase.

6. Pada penderita diebetes mellitus (DM). Tidaklah mutlak kontra indikasi.

7. Kurangnya kerjasama atau tidak adaya persetujuan dari pihak penderita.

Alat Anestesi Infiltrat.

Alat dan bahan yang digunakan untuk anestesi infiltrasi pada gigi sulung saat

pecabutan antara lain :

1. Syringe

Syringe adalah peralatan anestesi lokal yang paling sering digunakan pada praktek

gigi. Terdiri dari kotak logam dan plugger yang disatukan melalui mekanisme

hinge spring.

2. Cartridge

Cartridge biasanya terbuat dari kaca bebas alkali dan pirogen untuk menghindari

dan kontaminasi dari larutan. Sebagian besar cartridge mengandung 2,2 ml atau

1,8 ml larutan anestesi lokal. Cartridge dengan kedua ukuran tersebut dapat

dipasang pada syringe standart namun umumnya larutan anestesi sebesar 1,8 ml

sudah cukup untuk perawatan gigi rutin.

3. Jarum

Pemilihan jarum harus sesuai dengan kedalaman anestesi yang akan dilakukan.

Jarum suntik pada kedokteran gigi tersedia dalam 3 ukuran ( sesuai standart

American Dental Association = ADA ) ; panjang (32 mm), pendek (20 mm, dan

super pendek (10 mm).

Jarum suntik yang pendek yang digunakan untuk anestesi infiltrasi biasanya

mempunyai panjang 2 atau 2,5 cm. Jarum yang digunakan harus dapat melakukan

penetrasi dengan kedalaman yang diperlukan sebelum seluruh jarum dimasukan

16

17

ke dalam jaringan. Tindakan pengamanan ini akan membuat jarum tidak masuk ke

jaringan, sehingga bila terjadi fraktur pada hub, potongan jarum dapat ditarik

keluar dengan tang atau sonde.

Teknik Anestesi Infiltrasi.

Pada anak-anak bidang alveolar labio-bukal yang tipis umumnya banyak

terperforasi oleh saluran vaskuler. Untuk alasan inilah, maka teknik infiltrasi dapat

digunakan dengan efektif untuk mendapat efek anestesi pada gigi-gigi susu atas tanpa

perlu mendepositokan lebih dari 1 ml larutan secara perlahan-lahan dijaringan.

Pada anak yang masih muda, rasa tidak enak dari suntikan palatum yang

digunakan untuk proses pencabutan gigi atau pemasangan matriks, dapat dihindari

dengan cara sebagai berikut.

Setelah efek suntikan supraperiosteal pada suklus labio-bukal anestesi yang memadai

pada jaringan palatum.Teknik ini dikenal sebagai suntikan interpapila dan sering

digunakan oleh para ahli pedodonti. Para ahli lainnya lebih suka mengunakan

suntikan jet atau suntikan intraligamental.

Prosedur Anestesi Infiltrat

1. Daerah bukal / labial / RA / RB

Masuknya jarum ke dalam mukosa ±2-3 mm, ujung jarum berada pada apeks dari gigi

yang dicabut.Sebelum mendeponir anestetikum, lakukan aspirasi untuk melihat

apakah pembuluh darah tertusuk.Bila sewaktu melakukan aspirasi dan terlihat darah

masuk ke karpul, tarik karpul. Buang darah yang berada di karpul dan lakukan

penyuntikkan pada lokasi lain yang berdekatan. Masukkan obat dengan perlahan dan

tidak boleh mendadak sebanyak ± 0,60 ml (1/3 karpul).

2. Daerah palatal / lingual

Masukkan jarum smpai menyentuh tulang. Masukkan obat perlahan dan tidak boleh

mendadak sebanyak ± 0,2 – 0,3 cc. Akan terlihat mikosa daerah tersebut putih / pucat.

3. Daerah interdental papil

Masukkan jarum pada daerah papila interdental, masukkan obatnya sebanya ± 0,2 –

0,3 cc. Akan terlihat mukosa daerah tersebut memucat.

4. Anestesi intraligamen

Suntikkan intraligamen dilakukan ke dalam periodontal ligamen. Suntikkan ini

menjadi populer belakangan ini setelah adanya syringe khusus untuk tujuan tersebut.

17

18

Suntikkan intraligamen dapat dilakukan dengan jarum dan syringe konvensional

tetapi lebih baik dengan syringe khusus karena lebih mudah memberikan tekanan

yang diperlukan untuk menyuntikkan ke dalam peiodontal ligamen.

3. ANESTESI BLOK

ANALGESIA SPINAL

Analgesia spinal (intratekal,intradural,subdural,subaraknoid) ialah pemberian

obat anestesik local ke dalam ruang subarachnoid.Anestesia spinal diperoleh dengancara

menyuntikan anestesik local ke dalam ruang subaraknoid.Teknik ini sederhana,cukup

efektif dan mudah dikerjakan.

Indikasi :

1. Bedah ekstremitas bawah

2. Bedah panggul

3. Tindakan sekitar rectum-perineum

4. Bedah obstetric-ginekologi

5. Bedah urologi

6. Bedah abdomen bawah

7. Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatric biasanya dikombinasi dengan

anesthesia umum ringan.

Indikasi kontra absolut :

1. Pasien menolak

2. Infeksi pada tempat suntikan

3. Hipovolemia berat,syok

4. Koagulapati atau mendapat terapiantikoagulan

5. Tekanan intrkranial tinggi

6. Fasilitas resusitasi minim

7. Kurang pengalaman/tanpa didampingi konsultan anestesi.

Indikasi kontra relative :

1. Infeksi sistemik (sepsis,bakteremi0

18

19

2. Infeksi sekitar tempat suntikan

3. Kelaianan neurologis

4. Kelaianan psikis

5. Bedah lama

6. Penyakit jantung

7. Hipovolemia ringan

8. Nyeri punggung kronis

Persiapan analgesia spinal

Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anestesi

umum.Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan,misalnya

ada kelaianan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba

tonjolan prosesus spinosus.Selain itu perlu diperhatikan hal-hal dibawah ini :

1. Informed consent (izin dari pasien)

2. Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anesthesia spinal

3. Pemeriksaan fisik

4. Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung dan lain-lainnya.

5. Pemeriksaan laboratorium anjuran

6. Hemoglobin,hematocrit,PT (prothrombine time) dan PTT ( partial thromboplastine

time).

Peralatan analgesia spinal

Posisi duduk atau posisi tidur lateral decubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah

posisi yang paling sering dikerjakan.Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa

dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien.perubahan posisi

berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.

1. Setelah dimonitor,tidurkan pasien misalnya dalam posisi decubitus lateral.Beri

bantal kepala,selain enak untuk pasien juga supaya tulang spinosus mudah

teraba.Posisi lain ialah duduk.

2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista iliaka dengan tulang

punggung ialah L4 atau L4-5.Tentukan temoat tusukan misslnya L2-3,L3-4,dan

L4-5.Tusukan pada L1-2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla

spinalis.

19

20

3. Sterilkan tempat tusukan dneagn betadine atau alcohol.

4. Beri anestesik local pada tempat tusukan,misalnya dnegan lidokain 1-2% 2-3 ml.

5. Cara tusukan median atau paramedian.untuk jarum spinal besar 22 G,23 G atay 25

G dapat langsung digunakan.Sedangkan untuk yang kecil 27 G atau 29

G,dianjurkan menggunakan penuntun jarum 9introducer),yaitu jarum suntik biasa

semprit 10 cc.Tusukan introducer sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit kea rah

sefal,kemudian masukkan jarun spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum

tersebut.Jika menggunakan jarum tajam

(Quincke-babcock) irisan jarum 9bevel0 harus

sejajar dengan serat durameter,yaitu pada posisi

tidur miring bevel mengarah ke atas atau

kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor

yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala

pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan

keluar liquor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan

(0,5 ml /detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum

tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan liquor

tidak keluar, putar arah jarum 90o biasanya liquor keluar. Untuk analgesia spinal

kontinu dapat dimasukkan kateter.

Gambar 1. Jarum spinal

6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid

(wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ±

6cm.

Anestetik Lokal untuk Analgesia Spinal

20

21

Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada suhu 37oC ialah 1.003-1.008. Anestesi local

dengan berat jenis sama dengan CSS disebut isobaric. Anestesi local dengan berat jenis lebih

besar dari CSS disebut hiperbarik.Anestesi local dengan berat jenis lebih kecil dari CSS

disebut hipobarik.

Anestesi local yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik di peroleh dengan mencampur

anestesi local dengan dextrose.Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh

dengan mencampur dengan air injeksi.

Komplikasi Tindakan

1. Hipotensi berat, akibat blok simpatis terjadi “venous pooling”. Pada dewasa di cegah

dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml sebelum

tindakan.

2. Bradikardi, dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hypoxia, terjadi akibat blok

sampai T-2.

3. Hipoventilasi, akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperkusi pusat kendali nafas.

4. Trauma pembuluh darah

5. Trauma saraf

6. Mual muntah

7. Gangguan pendengaran

8. Blok spinal tinggi atau spinal total

Komplikasi Pasca Tindakan

1. Nyeri tempat suntikan

2. Nyeri punggung

3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor

4. Retensi urin

5. Meningitis

ANALGESIA EPIDURAL

Anestesi atau analgesia epidural ialah blockade saraf dengan menempatkan obat di ruang

epidural (peridural, ekstradural).Ruang ini berada di antara ligamentum flavum dan

durameter.Bagian atas berbatasan dengan foramen magnum di dasar tengkorak dan di bawah

21

22

dengan selaput sacrokogsigeal.Kedalaman ruang ini rata-rata 5mm dan di bagian posterior

kedalaman maksimal pada daerah lumbal.

Obat anestesi local di ruang epidural bekerja langsung pada akar saraf spinal yang terletak

dibagian lateral.Awal kerja anestesi epidural lebih lambat dibanding anestesi spinal,

sedangkan kualitas blockade sensorik – motoric juga lebih lemah.

Isi ruang epidural

1. Sakus duralis

2. Cabang saraf spinal (spinal nerve roots)

3. Pleksus venosus epiduralis

4. Arteri spinalis

5. Pembuluh limpe

6. Jaringan lemak

Indikasi anestesi epidural

1. Pembedahan dan penanggulangan nyeri pasca bedah

2. Tatalaksana nyeri saat persalinan

3. Penurunan tekanan darah saat pembedahan supaya tidak banyak perdarahan

4. Tambahan pada anestesi umum ringan karena penyakit tertentu pasien

Ruang epidural bertekanan negative (<1atm) kemungkinan karena :

1. Pemindahan tekanan negative dari thorak melalui ruang paravertebralis

2. Flexi maksimal punggung

3. Dorongan kedepan saat jarum disuntikkan

4. Redistribusi aliran darah serebrospinal

22

23

Penyebaran obat pada anestesi epidural bergantung :

1. Volume obat yang di suntikkan

2. Usia pasien ( tua minimal, 19 tahun maksimal)

3. Kecepatan suntikan

4. Besarnya dosis

5. Ketinggian tempat suntikan

6. Posisi pasien

7. Panjang columna vertebralis, suntikan 10-15 ml obat akan menyebar ke kedua sisi

sebanyak 5 segmen.

Teknik analgesia epidural

Pengenalan ruang epidural lebih sulit di banding dengan ruang subaraknoid.

1. Posisi pasien pada saat tusukan seperti pada analgesia spinal

2. Tusukan jarum epidural biasanya dikerjakan pada ketinggian L 3-4, karena jarak

antara ligmentum flavum – durameter pada ketinggian ini adalah yang terlebar.

3. Jarum epidural yang digunakan ada 2 macam yaitu jarum ujung tajam (Crawford)

untuk dosis tunggal dan jarum ujung khusus (Tuohy) untuk pemandu memasukkan

kateter ke ruang epidural. Jarum ini biasa di tandai setiap cm.

4. Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik. Tetapi yang paling popular

ialah teknik hilangnya resistensi dan teknik tetes tergantung.

a. Teknik hilangnya resistensi (loss of resistance)

Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastic rendah resistensi yang

di isi oleh udara atau NaCl sebanyak ±3ml. Setelah diberikan anestesi local pada

tempat suntikan, jarum epidural di tusukkan sedalam 1-2 cm. Kemudian udara

atau NaCl disuntikkan perlahan-lahan secara terputus-putus (intermiten) sambil

mendorong jarum epidural sampai terasa menembus jaringan keras (ligamentum

flavum) yang disusul oleh hilangnya resistensi. Setelah yakin ujung jarum berada

dalam ruang epidural, dilakukan uji dosis.

b. Teknik tetes tergantung (hanging drop)

Persiapan sama seperti teknik hilangnya resistensi, tetapi pada teknik ini hanya

menggunakan jarum epidural yang di isi NaCl sampai terlihat ada tetes NaCl yang

menggantung. Dengan mendorong jarum epidural perlaha-lahan secara lembut

sampai terasa menembus jaringan keras yang kemudian disusul oleh tersedotnya

23

24

tetes NaCl ke ruang epidural. Setelah yakin ujung jarum berada dalam ruang

epidural, dilakukan uji dosis ( test dose).

5. Uji Dosis (test dose)

Uji dosis anestesi local untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelah ujung jarum di

yakini berada dalam ruang epidural dan untuk dosis berulang (kontinu) melalui

kateter. Masukkan anestesi local 3ml yang sudah bercampur adrenalin 1:200.000.

a. Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum atau kateter

benar.

b. Terjadi blockade spinal, menunjukkan obat masuk ke ruang subaraknoid karena

terlalu dalam

c. Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan obat masuk vena

epidural

6. Cara penyuntikan

Setelah di yakini posisi jarum atau kateter benar, suntikkan anestesi local secara

bertahap setiap 3-5 menit sebanyak 3-5ml sampai tercapai dosis total. Suntikan terlalu

cepat menyebabkan tekanan dalam ruang epidural mendadak tinggi, sehingga

menimbulkan peninggian tekanan intracranial, nyeri kepala dan ganguuan sirkulasi

pembuluh darah epidural.

7. Dosis maksimal dewasa muda sehat 1,6 ml atau segmen yang tentunya bergantung

pada konsentrasi obat. Pada manula dan neonates dosis di kurangi sampai 50% dan

pada wanita hamil di kurangi sampai 30% akibat pengaruh hormone dan mengecilnya

ruang epidural akibat ramainya vaskularisasi darah dalam ruang epidural.

8. Uji keberhasilan epidural

Keberhasilan analgesia epidural :

a. Tentang blok simpatis diketahui dari perubahan suhu

b. Tentang blok sensorik dari uji tusuk jarum

c. Tentang blok motoric dari skala Bromage

24

25

Skala bromage untuk blok motoric

Melipat lutut Melipat jari

Blok tak ada ++ ++

Blok parsial + ++

Blok hamper lengkap - +

Blok lengkap - -

Komplikasi

1. Blok tidak merata

2. Depresi kardiovaskular (hipotensi)

3. Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)

4. Mual muntah

ANALGESIA KAUDAL

Anestesia kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, karena kanalis kaudalis

adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat di tempatkan di ruang kaudal melalui hiatus

sakralis. Hiatus sakralis di tutup oleh ligamentum sakrokogsigeal tanpa tulang yang analog

dengan gabungan antara ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum dan

ligamentum flavum.Ruang kaudal berisi saraf sacral, pleksus venosus, felum terminale dan

kantong dura.

Indikasi

Bedah daerah sekitar perineum, anorektal misalnya hemoroid, fistula paraanal.

Indikasi kontra

Seperti analgesia spinal dan analgesia epidural.

25

26

Teknik analgesia kaudal

1. Posisi pasien telungkup dengan simfisis di ganjal (tungkai dan kepala lebih rendah

dari bokong) atau dikubitus lateral terutama pada wanita hamil.

2. Dapat di gunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena (venocath atau

abbocath) ukuran 20-22 padapasien dewasa.

3. Pada dewasa biasanya digunakan volume 12-15 ml (1-2 ml atau segmen ).

4. Pada anak prosedur lebih mudah.

5. Identifikasi hiatus sakralis di peroleh dengan menemukan kornu sakralis kanan dan

kiri yang sangat mudah teraba pada penderita kurus dan spina iliaka superior

posterior. Dengan menghubungkan ketiga tonjolan tersebut di peroleh hiatus sakralis.

6. Setelah di lakukan tindakan a dan antiseptic pada daerah hiatus sakralis, di tusukkan

jarum yang mula-mula 90o terhadap kulit. Setelah di yakini masuk kanalis sakralis

arah jarum di ubah 45o-60o dan jarum di dorong sedalam 1-2 cm. kemudian suntikan

NaCl sebanyak 5 ml secara agak cepat sambil meraba apakah ada pembengkakan di

kulit untuk menguji apakah cairan masuk dengan benar di kanalis kaudalis.

Komplikasi

Komplikasi anestesi kaudal seperti anestesi epidural.

26

27

BAB III

KESIMPULAN

Anestesi local ialah obat yang menghasilakan blockade induksi atau blockade lorong

natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf jika

digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestesi local mencegah pembentukan dan

konduksi impuls saraf.Tempat kerjanya terutama di membrane sel, efeknya pada aksoplasma

hanya sedikit saja.Tehnik pemberian obat anestesi local dapat dilakukan dengan cara anestesi

topical,anetesi infiltrasi,anestesi blok (anestesi spinal,anestesi epidural,anestesi blok). Obat

anastesi lokal dapat digolongkan secara kimiawi dalam beberapa kelompok, sebagai berikut:

- Senyawa-ester (PABA): kokain,benzokain, prokain, oksibuprokain, dan tetrakain.

- Senyawa-amida: lidokain dan prilokain, mevikain, dan buvikain, cinchokain, artikain,

dan pramokain.

- Lainnya: fenol, benzilalkohol, cryofluo-ran, dan etilklorida.

Komplikasi Anestesi Lokal

1. Komplikasi lokal

2. Komplikasi sistemik

- Hipersensitif.

- Over dosis.

- Intravasasi.

- Hiperabsorbsi.

Gejala komplikasi sistemik

1.Susunan Saraf Pusat.

2.Efek kardiovaskuler.

3. Reaksi alergi.

4. Lain-lain.

27

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA,Suryadi KA,Dachlan MR.Petunjuk praktis anestesiologi.Edisi

2.Jakarta :Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI 2002 .

2. Gunawan SG,Setiabudy R,Nafrialdi.Farmakologi dan terapi.Edisi

5.Jakarta:Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI 2007.

3. Editor. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan

Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008.

4. Bobson Michael B. Penuntun praktis anestesi. Jakarta: EGC. 2004.

5. Baradero Mary, Dayrit Mary Wilfrid, Siswadi Yakobus.. Prinsip dan praktik

keperawatan perioperatif. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 2009.

28