REFERAT ANESTESI
-
Upload
sherlyana-charlie -
Category
Documents
-
view
31 -
download
0
description
Transcript of REFERAT ANESTESI
PENDAHULUAN
Untuk dapat mengelola jalan nafas dengan baik, seorang tenaga medis harus mengetahui,
dan memahami struktur anatomi jalan nafas, fisioiogi dan patofisioligi terjadinya gangguan
jalan nafas.
Anatomi jalan nafas dibagi menjadi dua bagian yaitu jalan nafas bagian atas dimulai dari
dua lubang yaitu rongga hidung dan berlanjut ke posterior yang akan bertemu di faring,
kemudian melewati epiglotis kemudian melewati pita suara dan masuk ke laring. Laring
dikelilingi oleh kartilago tiroid, kartilago krikoid, dan kelenjar tiroid. Jalan nafas bagian atas
berakhir disini, selanjutnya adalah jalan nafas bagian bawah yang diteruskan melalui trachea
dan berakhir di paru-paru. Sumbatan jalan nafas dapat terjadi di sepanjang jalan nafas ini. Pada
bayi dan anak ada sedikit perbedaan anatomi dimana lidah yang relatif lebih besar
dibandingkan rahang bawah, glotis yang letaknya lebih atas dan anterior epiglotis yang lebih
besar dan mudah terlipat serta pita suara yang terletak lebih anterior sehingga pada bayi dan
anak lebih mudah terjadi sumbatan jalan nafas.
Tujuan utama pengelolaan jalan nafas adalah untuk membersihkan atau membypass
sumbatan jalan nafas, mencegah aspirasi dan membantu pernafasan atau mengambila alih
pernafasan spontan dengan bantuan mesin ventilator.
Sumbatan jalan nafas bagian atas adalah kegawatdaruratan yang mengancam nyawa.
Penilaian yang cepat dalam upaya mempertahankan patensi jalan nafas adalah penting
walaupun belum diketahui penyebab / diagnosis spesifik.
ANATOMI JALAN NAFAS
Anatomi jalan nafas dibagi menjadi 2 :
Jalan nafas supraglotis yang terdiri dari :
1. Hidung
2. Faring
3. Laring
4. Kartilago Tiroid
5. Kartilago Krikoid
6. KartilagoAritenoid
7. Epiglotis
Jalan nafas subglotis terdiri dari :
1. Trakea
Trakea dimulai dari kartilago Cricoid dan memanjang sampai T 5 (Panjang ±10 – 20
cm). Kartilago tracheal adalah cincin yang tidak utuh bulat dengan bagian posterior
berbentuk datar tanpa kartilago. Percabangan bronkus ada ke kiri dan ke kanan
dimana pada bronkus kanan sudut percabangannya lebih landai pada orang dewasa
sehingga pada saat intubasi endotracheal tube lebih mudah masuk ke bronkus kanan.
2. Bronkus lobaris
Paru kanan dan kiri mempunyai anatomi lobus yang berbeda (tabel 6-2). Paru kanan
mempunyai tiga lobus yaitu atas, tengah dan bawah sementara paru kiri mempunyai
dua lobus yaitu atas dan bawah. Tinggi lobus paru kanan lebih tinggi daripada paru
kiri. Perbedaan ini berguna pada pembedaan antara kiri dan kanan pada saat dilakukan
bronchoscopy.
PENGGELOLAAN JALAN NAFAS
(AIRWAY MANAGEMENT)
A. PENGERTIAN AIRWAY MANAGEMENT
Tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas dengan tetap
memperhatikan kontrol servikal. Suatu tindakan untuk menjamin pertukaran udara secara
normal.
Dalam melakuakan Airway Management terdapat 2 cara, yaitu Airway Management
tanpa menggunnakan alat dan Airway Management dengan menggunakan alat. Tujuan
tindakan Airway Management ini adalah untuk membebaskan jalan napas untuk menjamin
jalan masuknya udara ke paru secara normal sehingga menjamin kecukupan oksigenase pada
tubuh. Dalam Airway management perlu dipastikan korban sadar atau tidak ketika disapa.
Jika korban sadar maka aja bicara, jika jawaban jelas : airway bebas. Jika korban tidak sadar
maka segera lakukan pembebasan jalan nafas dan pemeriksaan jalan nafas.
Pemeriksaan jalan nafas :
L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela iga,
warna mukosa/kulit dan kesadaran.
L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan.
F = Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi penolong
pemeriksaan Look-Listen-Feel (LLF) dilakukan secara simultan tidak boleh lebih dari
5 detik.
Cara ini dilakukan untuk memeriksa jalan nafas dan pernafasan. Apabila dari hasil
pemeriksaan tersebut adalah tidak ada nafas, langkah yang perlu dilakukan adalah :
a. Pijat jantung 30 kali (tanpa raba nadi carotis dulu)
b. Gasping = Tidak ada nafas. Apabila ada nafas periksa apakah ada tanda-tanda nafas
tambahan yang disebabkan oleh adanya sumbatan pada jalan nafas, seperti :
Mendengkur(snoring)
Berkumur (gargling)
Stridor (crowing)
MEMBEBASKAN JALAN NAFAS TANPA ALAT
A. MEMBUKA JALAN NAFAS
Untuk dapat melakukan kegiatan pembukaan jalan nafas, dapat dilakukan dengan cara :
Chin Lift (tindakan mengangkat dagu)
Head Tilt (tindakan mendorong kepala kebelakang)
Jaw-thrust (tindakan mengangkat sudut rahang bawah)
Chin Lift (tindakan mengangkat dagu)
Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan dengan cara
menggunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien kemudian
angkat dan dorong tulang kedepan.
Head Tilt (tindakan menekan dahi)
Dilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, manuver ini tidak boleh
dilakukan pada pasien dengan dugaan fraktur servikal. Caranya : letakkan satu telapak
tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah sehingga kepala menjadi tengadah dan
penyangga leher tegang dan lidahpun terangkat ke depan. Cara seperti ini sebaiknya
tidak dilakukan pada dugaan adanya patah tulang leher.
Jaw thrust (tindakan mengangkat sudut rahang bawah)
Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga barisan gigi
bawah berada di depan barisan gigi atas. Pada dugaan patah tulang leher yang
dilakukan adalah modifikasi Jaw Thrust dan fiksasi leher (agar tidak ada gerakan
berlebih). Tetapi pada pasien dugaan cidera leher dan kepala, hanya dilakukan jaw-
thrust dengan hati-hati dan mencegah gerakan leher.
B. MEMBERSIHKAN JALAN NAFAS
Cross Finger
Untuk memeriksa jalan nafas terutama di daerah mulut, dapat dilakukan teknik Cross
Finger yaitu dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang disilangkan dan
menekan gigi atas dan bawah.
Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga mulut dilakukan
pembersihan manual dengan sapuan jari. Kegagalan membuka nafas dengan cara ini perlu
dipikirkan hal lain yaitu adanya sumbatan jalan nafas di daerah faring atau adanya henti nafas
(apnea). Bila hal ini terjadi pada penderita tidak sadar, lakukan peniupan udara melalui
mulut, bila dada tidak mengembang, maka kemungkinan ada sumbatan pada jalan nafas dan
dilakukan maneuver Heimlich.
Tanda-tanda adanya sumbatan (ditandai adanya suara nafas tambahan) :
Mendengkur(snoring), berasal dari sumbatan pangkal lidah. Cara mengatasi : chin lift,
jaw thrust, pemasangan pipa orofaring/nasofaring, pemasangan pipa endotrakeal.
Berkumur (gargling), penyebab : ada cairan di daerah hipofaring. Cara mengatasi :
finger sweep, pengisapan/suction.
Stridor (crowing), sumbatan di plika vokalis. Cara mengatasi : cricotirotomi,
trakeostomi.
Sapuan jari (finger sweep)
Dilakukan bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing pada rongga mulut
belakang atau hipofaring seperti gumpalan darah, muntahan, benda asing lainnya sehingga
hembusan nafas hilang.
Cara melakukannya :
Miringkan kepala pasien (kecuali pada dugaan fraktur tulang leher) kemudian buka
mulut dengan jaw thrust dan tekan dagu ke bawah bila otot rahang lemas (maneuver
emaresi).
Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang bersih atau dibungkus dengan
sarung tangan/kassa/kain untuk membersihkan rongga mulut dengan gerakan
menyapu.
C. Mengatasi sumbatan nafas parsial :
Abdominal Thrust (Manuver Heimlich)
Dapat dilakukan dalam posisi berdiri dan terlentang.. Caranya berikan hentakan
mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma – abdomen).
a. Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi berdiri atau duduk
Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang korban
dengan kedua lengan penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi
jempol tangan kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung
tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan
tangan ke perut dengan hentakan yang cepat ke atas. Setiap hentakan harus terpisah
dan gerakan yang jelas.
b. Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi tergeletak (tidak sadar)
Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke atas.
Penolong berlutut di sisi paha korban. Letakkan salah satu tangan pada perut korban
di garis tengah sedikit di atas pusar dan jauh di bawah ujung tulang sternum, tangan
kedua diletakkan di atas tangan pertama. Penolong menekan ke arah perut dengan
hentakan yang cepat ke arah atas. Cara abdominal thrust pada posisi terbaring tidak
dianjurkan, yang dianjurkan adalah langsung melakukan Resusitasi Jantung Paru
(RJP).
c. Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada yang dilakukan sendiri
Pertolongan terhadap diri sendiri jika mengalami obstruksi jalan napas. Caranya
kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di atas pusar dan di bawah
ujung tulang sternum, genggam kepala itu dengan kuat, beri tekanan ke atas kea rah
diafragma dengan gerakan yang cepat, jika tidk berhasil dapat dilakukan tindakan
dengan menekan perut pada tepi meja atau belakang kursi.
Back Blow (untuk bayi)
Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif atau
berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban di titik silang garis
antar belikat dengan tulang punggung/vertebrae)
a. Chest Thrust (untuk bayi, anak yang gemuk dan wanita hamil)
Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan jari
telunjuk atau jari tengah kira-kira satu jari di bawah garis imajinasi antara kedua
puting susu pasien). Jika penderita tidak sadar dapat dilakukan hal sebagai berikut :
Tidurkan terlentang
Lakukan chest thrust
Tarik lidah dan lihat adakah benda asing
Berikan pernafasan buatan
Bila jalan nafas tersumbat di bagian bawah, lanjutkan dengan krikotirotomi jarum.
AIRWAY MANAGEMENT MENGGUNAKAN ALAT
Cara ini dilakukan bila pengelolaan jalan nafas tanpa alat tidak berhasil dengan
sempurna dan fasilitas tersedia.
A. PIPA OROFARING dan PIPA NOSOFARING
Dipasang jalan nafas buatan (Pipa Ofaring dan Pipa Nosofaring), bila dengan
pemasangan kedua pipa tersebut belum juga baik maka dilakukan pemasangan Pipa
Endotracheal (ETT - Endotracheal Tube). Pemasangan Pipa Endotrachea akan
menjamin nafas tetap terbuka menghindari aspirasi dan memudahkan tindakan
bantuan pernafasan.
Teknik Pemasangan Pipa Orofaring :
1. Buka mulut pasien (Chin lift atau gunakan ibu jari dan telunjuk)
2. Siapkan pipa orofaring yang tepat ukuran
Bersihkan dan basahi pipa agar licin
Arahkan lengkungan menghadap ke langit-langit
Masukan sebagian, putar lengkungan mengarah ke bawah lidah.
Dorong pelan-pelan sampai posisi tepat
3. Yakinkan lidah sudah tertopang pipa orfaring, lalu lihat, dengar dan rasakan nafasnya.
Teknik Pemasangan Pipa Nasofaring :
1. Nilai lubang hidung, septum nasi, ukuran pipa
2. Pakai sarung tangan
3. Beri Jelly pada pipa dan kalau perlu tetesi lubang hidung dengan Vasokonstriktor
4. Hati-hati dengan kelengkungan pipa yang menghadap kedepan, ujungnya diarahkan
ketelinga
5.Dorong pelan-pelan hingga seluruhnya masuk dan pasang plester (kalau perlu)
Teknik Pemasangan Pipa Endotracheal :
1. Sebelum intubasi berikan oksigen, sebaiknya gunakan bantal dan pastikan jalan nafas
terbuka (hati-hati pada cidera leher)
2. Siapkan pipa endtracheal, perikasa balon (cuff), siapkan stylet, beri pelumas (jelly)
3. Siapkan laringoskop (pasang blade pada handle), lampu harus menyala terang.
4. Pasang laringskop dengan tangan kiri, masukan ujung blade kesisi kanan mulut pasien,
geser lidah pasien kekiri.
5. Tekan tulang rawan krikoid (untuk mencegah aspirasi = sellick manouvre)
6. Lakukan traksi sesuai sumbu panjang laringoskop (hati-hati cidera gigi, gusi dan bibir)
7. Lihat pita suara, bila perlu isap lender/ cairan lebih dahulu.
8. Keluarkan stylet dan laringoskop secara hati-hati
9. Kembangkan balon (cuff)
10. Pasang pipa orofaring
11. Periksa posisi ETT apakah masuk dengan benar (auskultasi suara pernafasan atau udara
yang ditiupkan), hubungkan dengan pipa oksigen
12. Amankan posisi (fiksasi), ETT dengan plester.
B. Pengisapan Benda Cair (Suctioning)
Bila terdapat sumbatan jalan nafas oleh benda cair. Pengisapan dilakukan dengan alat
bantu pengisap (pengisap manual atau dengan mesin). Pada penderita trauma basis cranii
maka digunakan suction yang keras untuk mencegah suction masuk ke dasar tengkorak.
Teknik Suctioning
1. Penghisap dihubungkan dengan pipa kecil (Suction Catheter)
2. Gunakan sarung tangan
3. Buka mulut kalau perlu tengadakan kepala agar jalan nafas terbuka
4. Lakukan penghisapan (tidak boleh lebih dari 5 detik)
5. Cuci pipa penghisap dengan memasukan pada air bersih/ cairan infuse untuk
membersihkan suction.
C. Membersihkan Benda Asing Padat Dalam Jalan Nafas
Bila pasien tidak sadar terdapat sumbatan benda padat di daerah hipofaring maka tidak
mungkin dilakukan sapuan jari, maka digunakan alat Bantu berupa : Laryngoskop, alat
pengisap, alat penjepit (Forcep).
Teknik Pembersihan
1. Buka jalan nafas lurus / lebar dengan memperbaiki posisi kepala
2. Gunakan laryngoskop dengan tangan kanan
3. Masukan blade laryngoskop pada sudut mulut kanan dan menyusur sampai pangkal lidah,
putar ujung blade perlahan ketengah dan angkat tangkai laryngoskop ke atas depan
sehingga terlihat hipofaring dan rima glottis
4. Gunakan penghisap untuk benda cair dan liur
5. Gunakan forcep bila terdapat benda padat
D. Krikotirotomi
Dapat dilakukan krikotirotomi atau trakeostomi. Cara ini dipilih bila pada kasus yang
mana pemasangan pipa endotrakeal tidak mungkin
dilakukan, dipilih tindakan krikotirotomi dengan jarum. Untuk petugas medis yang terlatih,
dapat melakukan krikotirotomi dengan pisau atau trakeostomi.
E. Proteksi servikal
Dalam mengelola jalan nafas, jangan sampai melupakan control servikal terutama pada
multiple trauma atau tersangka cedera tulang leher. Dipasang dari tempat kejadian. Usahakan
leher jangan banyak bergerak. Posisi kepala
harus “in line” (segaris dengan sumbu vertikal tubuh) Sebagian peralatan pengelolaan jalan
napas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soenarjo; Heru Dwi Jatmiko. 2010. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif Fakultas Kedokteran UNDIP/RSUP dr. Kariadi. Semarang
2. Ellis H, Fieldman S, Griffiths WH. 2004. RespiratoryAnatom. Blackwell Publlishing.
3. Stoelting RK. 1996. Endotracheal Intubation. Dalam : Miller RD. Anesthesia.
Churchil Livingstone.