REFERAT ANESTESI

15
PENDAHULUAN Untuk dapat mengelola jalan nafas dengan baik, seorang tenaga medis harus mengetahui, dan memahami struktur anatomi jalan nafas, fisioiogi dan patofisioligi terjadinya gangguan jalan nafas. Anatomi jalan nafas dibagi menjadi dua bagian yaitu jalan nafas bagian atas dimulai dari dua lubang yaitu rongga hidung dan berlanjut ke posterior yang akan bertemu di faring, kemudian melewati epiglotis kemudian melewati pita suara dan masuk ke laring. Laring dikelilingi oleh kartilago tiroid, kartilago krikoid, dan kelenjar tiroid. Jalan nafas bagian atas berakhir disini, selanjutnya adalah jalan nafas bagian bawah yang diteruskan melalui trachea dan berakhir di paru- paru. Sumbatan jalan nafas dapat terjadi di sepanjang jalan nafas ini. Pada bayi dan anak ada sedikit perbedaan anatomi dimana lidah yang relatif lebih besar dibandingkan rahang bawah, glotis yang letaknya lebih atas dan anterior epiglotis yang lebih besar dan mudah terlipat serta pita suara yang terletak lebih anterior sehingga pada bayi dan anak lebih mudah terjadi sumbatan jalan nafas. Tujuan utama pengelolaan jalan nafas adalah untuk membersihkan atau membypass sumbatan jalan nafas, mencegah aspirasi dan membantu pernafasan atau mengambila alih pernafasan spontan dengan bantuan mesin ventilator. Sumbatan jalan nafas bagian atas adalah kegawatdaruratan yang mengancam nyawa. Penilaian yang cepat dalam upaya mempertahankan patensi jalan nafas adalah penting walaupun belum diketahui penyebab / diagnosis spesifik.

description

anestesi

Transcript of REFERAT ANESTESI

Page 1: REFERAT ANESTESI

PENDAHULUAN

Untuk dapat mengelola jalan nafas dengan baik, seorang tenaga medis harus mengetahui,

dan memahami struktur anatomi jalan nafas, fisioiogi dan patofisioligi terjadinya gangguan

jalan nafas.

Anatomi jalan nafas dibagi menjadi dua bagian yaitu jalan nafas bagian atas dimulai dari

dua lubang yaitu rongga hidung dan berlanjut ke posterior yang akan bertemu di faring,

kemudian melewati epiglotis kemudian melewati pita suara dan masuk ke laring. Laring

dikelilingi oleh kartilago tiroid, kartilago krikoid, dan kelenjar tiroid. Jalan nafas bagian atas

berakhir disini, selanjutnya adalah jalan nafas bagian bawah yang diteruskan melalui trachea

dan berakhir di paru-paru. Sumbatan jalan nafas dapat terjadi di sepanjang jalan nafas ini. Pada

bayi dan anak ada sedikit perbedaan anatomi dimana lidah yang relatif lebih besar

dibandingkan rahang bawah, glotis yang letaknya lebih atas dan anterior epiglotis yang lebih

besar dan mudah terlipat serta pita suara yang terletak lebih anterior sehingga pada bayi dan

anak lebih mudah terjadi sumbatan jalan nafas.

Tujuan utama pengelolaan jalan nafas adalah untuk membersihkan atau membypass

sumbatan jalan nafas, mencegah aspirasi dan membantu pernafasan atau mengambila alih

pernafasan spontan dengan bantuan mesin ventilator.

Sumbatan jalan nafas bagian atas adalah kegawatdaruratan yang mengancam nyawa.

Penilaian yang cepat dalam upaya mempertahankan patensi jalan nafas adalah penting

walaupun belum diketahui penyebab / diagnosis spesifik.

Page 2: REFERAT ANESTESI

ANATOMI JALAN NAFAS

Anatomi jalan nafas dibagi menjadi 2 :

Jalan nafas supraglotis yang terdiri dari :

1. Hidung

2. Faring

3. Laring

4. Kartilago Tiroid

5. Kartilago Krikoid

6. KartilagoAritenoid

7. Epiglotis

Jalan nafas subglotis terdiri dari :

1. Trakea

Trakea dimulai dari kartilago Cricoid dan memanjang sampai T 5 (Panjang ±10 – 20

cm). Kartilago tracheal adalah cincin yang tidak utuh bulat dengan bagian posterior

berbentuk datar tanpa kartilago. Percabangan bronkus ada ke kiri dan ke kanan

dimana pada bronkus kanan sudut percabangannya lebih landai pada orang dewasa

sehingga pada saat intubasi endotracheal tube lebih mudah masuk ke bronkus kanan.

2. Bronkus lobaris

Paru kanan dan kiri mempunyai anatomi lobus yang berbeda (tabel 6-2). Paru kanan

mempunyai tiga lobus yaitu atas, tengah dan bawah sementara paru kiri mempunyai

Page 3: REFERAT ANESTESI

dua lobus yaitu atas dan bawah. Tinggi lobus paru kanan lebih tinggi daripada paru

kiri. Perbedaan ini berguna pada pembedaan antara kiri dan kanan pada saat dilakukan

bronchoscopy.

PENGGELOLAAN JALAN NAFAS

(AIRWAY MANAGEMENT)

A. PENGERTIAN AIRWAY MANAGEMENT

Tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas dengan tetap

memperhatikan kontrol servikal. Suatu tindakan untuk menjamin pertukaran udara secara

normal.

Dalam melakuakan Airway Management terdapat 2 cara, yaitu Airway Management

tanpa menggunnakan alat dan Airway Management dengan menggunakan alat. Tujuan

tindakan Airway Management ini adalah untuk membebaskan jalan napas untuk menjamin

jalan masuknya udara ke paru secara normal sehingga menjamin kecukupan oksigenase pada

tubuh. Dalam Airway management perlu dipastikan korban sadar atau tidak ketika disapa.

Jika korban sadar maka aja bicara, jika jawaban jelas : airway bebas. Jika korban tidak sadar

maka segera lakukan pembebasan jalan nafas dan pemeriksaan jalan nafas.

Pemeriksaan jalan nafas :

L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela iga,

warna mukosa/kulit dan kesadaran.

L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan.

F = Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi penolong

pemeriksaan Look-Listen-Feel (LLF) dilakukan secara simultan tidak boleh lebih dari

5 detik.

Cara ini dilakukan untuk memeriksa jalan nafas dan pernafasan. Apabila dari hasil

pemeriksaan tersebut adalah tidak ada nafas, langkah yang perlu dilakukan adalah :

a. Pijat jantung 30 kali (tanpa raba nadi carotis dulu)

b. Gasping = Tidak ada nafas. Apabila ada nafas periksa apakah ada tanda-tanda nafas

tambahan yang disebabkan oleh adanya sumbatan pada jalan nafas, seperti :

Mendengkur(snoring)

Berkumur (gargling)

Stridor (crowing)

Page 4: REFERAT ANESTESI

MEMBEBASKAN JALAN NAFAS TANPA ALAT

A. MEMBUKA JALAN NAFAS

Untuk dapat melakukan kegiatan pembukaan jalan nafas, dapat dilakukan dengan cara :

Chin Lift (tindakan mengangkat dagu)

Head Tilt (tindakan mendorong kepala kebelakang)

Jaw-thrust (tindakan mengangkat sudut rahang bawah)

Chin Lift (tindakan mengangkat dagu)

Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan dengan cara

menggunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien kemudian

angkat dan dorong tulang kedepan.

Head Tilt (tindakan menekan dahi)

Dilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, manuver ini tidak boleh

dilakukan pada pasien dengan dugaan fraktur servikal. Caranya : letakkan satu telapak

tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah sehingga kepala menjadi tengadah dan

penyangga leher tegang dan lidahpun terangkat ke depan. Cara seperti ini sebaiknya

tidak dilakukan pada dugaan adanya patah tulang leher.

Jaw thrust (tindakan mengangkat sudut rahang bawah)

Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga barisan gigi

bawah berada di depan barisan gigi atas. Pada dugaan patah tulang leher yang

dilakukan adalah modifikasi Jaw Thrust dan fiksasi leher (agar tidak ada gerakan

berlebih). Tetapi pada pasien dugaan cidera leher dan kepala, hanya dilakukan jaw-

thrust dengan hati-hati dan mencegah gerakan leher.

B. MEMBERSIHKAN JALAN NAFAS

Cross Finger

Untuk memeriksa jalan nafas terutama di daerah mulut, dapat dilakukan teknik Cross

Finger yaitu dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang disilangkan dan

menekan gigi atas dan bawah.

Page 5: REFERAT ANESTESI

Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga mulut dilakukan

pembersihan manual dengan sapuan jari. Kegagalan membuka nafas dengan cara ini perlu

dipikirkan hal lain yaitu adanya sumbatan jalan nafas di daerah faring atau adanya henti nafas

(apnea). Bila hal ini terjadi pada penderita tidak sadar, lakukan peniupan udara melalui

mulut, bila dada tidak mengembang, maka kemungkinan ada sumbatan pada jalan nafas dan

dilakukan maneuver Heimlich.

Tanda-tanda adanya sumbatan (ditandai adanya suara nafas tambahan) :

Mendengkur(snoring), berasal dari sumbatan pangkal lidah. Cara mengatasi : chin lift,

jaw thrust, pemasangan pipa orofaring/nasofaring, pemasangan pipa endotrakeal.

Berkumur (gargling), penyebab : ada cairan di daerah hipofaring. Cara mengatasi :

finger sweep, pengisapan/suction.

Stridor (crowing), sumbatan di plika vokalis. Cara mengatasi : cricotirotomi,

trakeostomi.

Sapuan jari (finger sweep)

Dilakukan bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing pada rongga mulut

belakang atau hipofaring seperti gumpalan darah, muntahan, benda asing lainnya sehingga

hembusan nafas hilang.

Cara melakukannya :

Miringkan kepala pasien (kecuali pada dugaan fraktur tulang leher) kemudian buka

mulut dengan jaw thrust dan tekan dagu ke bawah bila otot rahang lemas (maneuver

emaresi).

Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang bersih atau dibungkus dengan

sarung tangan/kassa/kain untuk membersihkan rongga mulut dengan gerakan

menyapu.

C. Mengatasi sumbatan nafas parsial :

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich)

Dapat dilakukan dalam posisi berdiri dan terlentang.. Caranya berikan hentakan

mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma – abdomen).

a. Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi berdiri atau duduk

Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang korban

dengan kedua lengan penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi

jempol tangan kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung

tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan

Page 6: REFERAT ANESTESI

tangan ke perut dengan hentakan yang cepat ke atas. Setiap hentakan harus terpisah

dan gerakan yang jelas.

b. Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi tergeletak (tidak sadar)

Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke atas.

Penolong berlutut di sisi paha korban. Letakkan salah satu tangan pada perut korban

di garis tengah sedikit di atas pusar dan jauh di bawah ujung tulang sternum, tangan

kedua diletakkan di atas tangan pertama. Penolong menekan ke arah perut dengan

hentakan yang cepat ke arah atas. Cara abdominal thrust pada posisi terbaring tidak

dianjurkan, yang dianjurkan adalah langsung melakukan Resusitasi Jantung Paru

(RJP).

c. Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada yang dilakukan sendiri

Pertolongan terhadap diri sendiri jika mengalami obstruksi jalan napas. Caranya

kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di atas pusar dan di bawah

ujung tulang sternum, genggam kepala itu dengan kuat, beri tekanan ke atas kea rah

diafragma dengan gerakan yang cepat, jika tidk berhasil dapat dilakukan tindakan

dengan menekan perut pada tepi meja atau belakang kursi.

Page 7: REFERAT ANESTESI

Back Blow (untuk bayi)

Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif atau

berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban di titik silang garis

antar belikat dengan tulang punggung/vertebrae)

a. Chest Thrust (untuk bayi, anak yang gemuk dan wanita hamil)

Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan jari

telunjuk atau jari tengah kira-kira satu jari di bawah garis imajinasi antara kedua

puting susu pasien). Jika penderita tidak sadar dapat dilakukan hal sebagai berikut :

Tidurkan terlentang

Lakukan chest thrust

Tarik lidah dan lihat adakah benda asing

Berikan pernafasan buatan

Bila jalan nafas tersumbat di bagian bawah, lanjutkan dengan krikotirotomi jarum.

Page 8: REFERAT ANESTESI

AIRWAY MANAGEMENT MENGGUNAKAN ALAT

Cara ini dilakukan bila pengelolaan jalan nafas tanpa alat tidak berhasil dengan

sempurna dan fasilitas tersedia.

A. PIPA OROFARING dan PIPA NOSOFARING

Dipasang jalan nafas buatan (Pipa Ofaring dan Pipa Nosofaring), bila dengan

pemasangan kedua pipa tersebut belum juga baik maka dilakukan pemasangan Pipa

Endotracheal (ETT - Endotracheal Tube). Pemasangan Pipa Endotrachea akan

menjamin nafas tetap terbuka menghindari aspirasi dan memudahkan tindakan

bantuan pernafasan.

Teknik Pemasangan Pipa Orofaring :

1. Buka mulut pasien (Chin lift atau gunakan ibu jari dan telunjuk)

2. Siapkan pipa orofaring yang tepat ukuran

Bersihkan dan basahi pipa agar licin

Arahkan lengkungan menghadap ke langit-langit

Masukan sebagian, putar lengkungan mengarah ke bawah lidah.

Dorong pelan-pelan sampai posisi tepat

3. Yakinkan lidah sudah tertopang pipa orfaring, lalu lihat, dengar dan rasakan nafasnya.

Teknik Pemasangan Pipa Nasofaring :

1. Nilai lubang hidung, septum nasi, ukuran pipa

2. Pakai sarung tangan

3. Beri Jelly pada pipa dan kalau perlu tetesi lubang hidung dengan Vasokonstriktor

4. Hati-hati dengan kelengkungan pipa yang menghadap kedepan, ujungnya diarahkan

ketelinga

5.Dorong pelan-pelan hingga seluruhnya masuk dan pasang plester (kalau perlu)

Page 9: REFERAT ANESTESI

Teknik Pemasangan Pipa Endotracheal :

1. Sebelum intubasi berikan oksigen, sebaiknya gunakan bantal dan pastikan jalan nafas

terbuka (hati-hati pada cidera leher)

2. Siapkan pipa endtracheal, perikasa balon (cuff), siapkan stylet, beri pelumas (jelly)

3. Siapkan laringoskop (pasang blade pada handle), lampu harus menyala terang.

4. Pasang laringskop dengan tangan kiri, masukan ujung blade kesisi kanan mulut pasien,

geser lidah pasien kekiri.

5. Tekan tulang rawan krikoid (untuk mencegah aspirasi = sellick manouvre)

6. Lakukan traksi sesuai sumbu panjang laringoskop (hati-hati cidera gigi, gusi dan bibir)

7. Lihat pita suara, bila perlu isap lender/ cairan lebih dahulu.

8. Keluarkan stylet dan laringoskop secara hati-hati

9. Kembangkan balon (cuff)

10. Pasang pipa orofaring

11. Periksa posisi ETT apakah masuk dengan benar (auskultasi suara pernafasan atau udara

yang ditiupkan), hubungkan dengan pipa oksigen

12. Amankan posisi (fiksasi), ETT dengan plester.

B. Pengisapan Benda Cair (Suctioning)

Bila terdapat sumbatan jalan nafas oleh benda cair. Pengisapan dilakukan dengan alat

bantu pengisap (pengisap manual atau dengan mesin). Pada penderita trauma basis cranii

maka digunakan suction yang keras untuk mencegah suction masuk ke dasar tengkorak.

Page 10: REFERAT ANESTESI

Teknik Suctioning

1. Penghisap dihubungkan dengan pipa kecil (Suction Catheter)

2. Gunakan sarung tangan

3. Buka mulut kalau perlu tengadakan kepala agar jalan nafas terbuka

4. Lakukan penghisapan (tidak boleh lebih dari 5 detik)

5. Cuci pipa penghisap dengan memasukan pada air bersih/ cairan infuse untuk

membersihkan suction.

C. Membersihkan Benda Asing Padat Dalam Jalan Nafas

Bila pasien tidak sadar terdapat sumbatan benda padat di daerah hipofaring maka tidak

mungkin dilakukan sapuan jari, maka digunakan alat Bantu berupa : Laryngoskop, alat

pengisap, alat penjepit (Forcep).

Teknik Pembersihan

1. Buka jalan nafas lurus / lebar dengan memperbaiki posisi kepala

2. Gunakan laryngoskop dengan tangan kanan

3. Masukan blade laryngoskop pada sudut mulut kanan dan menyusur sampai pangkal lidah,

putar ujung blade perlahan ketengah dan angkat tangkai laryngoskop ke atas depan

sehingga terlihat hipofaring dan rima glottis

4. Gunakan penghisap untuk benda cair dan liur

5. Gunakan forcep bila terdapat benda padat

D. Krikotirotomi

Dapat dilakukan krikotirotomi atau trakeostomi. Cara ini dipilih bila pada kasus yang

mana pemasangan pipa endotrakeal tidak mungkin

dilakukan, dipilih tindakan krikotirotomi dengan jarum. Untuk petugas medis yang terlatih,

dapat melakukan krikotirotomi dengan pisau atau trakeostomi.

E. Proteksi servikal

Dalam mengelola jalan nafas, jangan sampai melupakan control servikal terutama pada

multiple trauma atau tersangka cedera tulang leher. Dipasang dari tempat kejadian. Usahakan

leher jangan banyak bergerak. Posisi kepala

harus “in line” (segaris dengan sumbu vertikal tubuh) Sebagian peralatan pengelolaan jalan

napas.

Page 11: REFERAT ANESTESI

DAFTAR PUSTAKA

1. Soenarjo; Heru Dwi Jatmiko. 2010. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi

Intensif Fakultas Kedokteran UNDIP/RSUP dr. Kariadi. Semarang

2. Ellis H, Fieldman S, Griffiths WH. 2004. RespiratoryAnatom. Blackwell Publlishing.

3. Stoelting RK. 1996. Endotracheal Intubation. Dalam : Miller RD. Anesthesia.

Churchil Livingstone.