REFERAT ANESTESI

28
REFERAT ANESTESI PENGELOLAAN OPERASI TUMOR PAROTIS

description

pengelolaan anestesi operasi tumor parotis

Transcript of REFERAT ANESTESI

REFERAT ANESTESIPENGELOLAAN OPERASI TUMOR PAROTIS

BAB IPENDAHULUAN Tumor parotis sebagian besar jinak dan terletak di lobus superfisialis. Diantara tumor jinak parotis yang paling sering adalah adenoma pleoformik. Tumor ganas parotis yang sering dijumpai adalah karsinoma mukoepidermoid. Adanya N. Fasialis yang berjalan (berada) di dalam kelenjar parotis menyebabkan pembedahan tumor parotis tergolong sulit. Ini disebabkan karena selain mengeluarkan seluruh tumornya, harus dilakukan upaya maksimal untuk mempertahankan (preservasi) N. Fasialis. Adanya pembuluh limfe yang ekstensif di daerah rongga mulut menyebabkan resiko metastasis regional yang tinggi. Tumor parotis merupakan tumor di daerah kepala-leher yang termasuk jarang diketemukan. Diantara tumor kelenjar liur yang terbanyak adalah tumor parotis (75-85%), Masalah utama pada pembedahan tumor parotis bukan hanya bagaimana mengeluarkan tumor tersebut sebersih mungkin (ablasi), tetapi juga bagaimana menyelamatkan (preservasi) nervus fasialis yang berjalan diantara lobus superfisial dan profunda (Eisele dan Johns, 1993).

Dengan kesulitan yang ada di perlukannya pengelolaan yang tepat sesuai dengan kondisi pasien. Oleh karena itu akan di bahas mengenai pengolahan yang tepat di mulai dari segi anatomi sehingga anestesi yang akan di gunakan dapat menunjang proses operasi dengan baik.

BAB IIISI

Tumor parotis

Tumor parotis tergolong tumor yang "unik" karena banyaknya variasi sehingga seringkali ada ketidak sesuaian antara jenis histopatologi dengan sifat / gambaran kliniknya. Biasanya tumor terdapat pada lobus superfisial (90%), Tumor bentuk bulat di lobus profunda dapat ekstensi ke posterior melalui celah diantara mandibula dengan ligamen stilomandibular sehingga tampak benjolan di parafaring, disebut Dumbbell tumor (Eisele dan Johns, 1993). Klasifikasi tumor parotis berdasarkan gambaran histologik masih dirasakan kurang memuaskan karena tidak menggambarkan sifat / gambaran klinik dari tumor yaitu klinis jinak, potensial ganas atau ganas. Organisasi Kesehatan Dunia (W.H.O.) melalui International Histological Classification of Tumours telah membuat klasifikasi yang berdasarkan kombinasi gambaran histologik dengan sifat klinik dari tumor. Klasifikasi ini yang sekarang banyak dipakai. 1

Klasifikasi W.H.O. untuk tumor parotis sebagai berikut : (Marmowinoto, 1983) 2A. Tumor epitelial B. Tumor non epitelial C. Tumor yang tidak dapat diklasifikasikan D. Keadaan lain yang berhubungan dengan : - kelainan limfoepitelial jinak - sialosis- onkositosis

Klasifikasi untuk tumor epitelial parotis

1. Adenoma (jinak) a. adenoma pleomorfik (mixed tumor)b. adenoma monomorfik : mis. - adenolimfoma (papillary cystadenoma lymphomatosum, tumor Whartin) - adenoma oksifilik - adenoma jenis lain, misalnya : adenoma tubuler, adenoma clear cell dan adenoma sel basal

2. Tumor "potensial ganas" a. tumor mukoepidermoid b. tumor sel asinik

3. Karsinoma (ganas) a. karsinoma adenoid kistik (silindroma) b. adeno karsinoma c. karsinoma epidermoid d. karsinoma yang tidak berdiferensiasi (undifferentiated) e. karsinoma pada adenoma pleomorfik

Untuk kepentingan pengelolaan tumor ganas parotis sehubungan dengan jenis patologi dan sifat klinik dari tumor (biologic behavior) maka pada tumor ganas parotis dapat dibagi dalam 2 group berdasarkan derajat keganasannya, yaitu : (Eisele dan Johns, 1993) 1

1. keganasan derajat rendah misalnya : karsinoma muko epidermoid, adeno karsinoma sel asinik, karsinoma adenoid kistik (silindroma)

2. keganasan derajat tinggi misalnya : karsinoma muko epidermoid, adeno karsinoma, karsinoma sel skuamosa / epidermoid,

karsinoma pada adenoma pleomorfik Tumor non epitelial parotis yang jinak {mis: hemangioma, fibroma dan neurofibroma} maupun yang ganas (mis: fibro sarkoma, neuro sarkoma, hemangio sarkoma, limfoma maligna) lebih jarang dijumpai, biasanya pada anak. Sebagian besar (80%) tumor parotis adalah jinak, terbanyak (60-80%) adenoma pleomorfik berupa benjolan bulat terutama disekitar liang telinga yang biasanya tumbuh lambat meskipun kadang ada periode pendek tumor tumbuh cepat, konsistensi lunak sampai padat, mobil, tidak nyeri dan tanpa kelainan pada nervus fasialis. Makroskopis tumor tampak seperti berkapsul disertai tonjolan tonjolan kearah luar, berwarna putih, kadang ada pembentukan kista atau perdarahan.

Tumor jinak kedua tersering adalah tumor Warthin`s (6-10%). Meskipun jarang, dapat ditemukan primary lymphoma of the parotid gland.. Tumor parotis dapat ditemukan pada semua usia. Tumor jinak sering ditemukan pada dekade ke lima, sedangkan tumor ganas pada dekade ke enam dan tujuh. Tumor ganas parotis yang paling sering adalah karsinoma mukoepidermoid (10%), disusul kemudian karsinoma sel asinik dan adenoid kistik karsinoma (silindroma). Biasanya tumor tumbuh cepat atau mendadak cepat disertai nyeri dan kelumpuhan nervus fasialis (merupakan gejala patognomonis). Pada anak, tumor jinak parotis yang sering ditemukan adalah hemangioma, disusul kemudian adenoma pleomorfik dan limfangioma.Tumor ganas kelenjar ludah pada anak sekitar 85% diketemukan di kelenjar parotis, terutama jenis karsinoma mukoepidermoid (Eisele dan Johns, 1993) Berbeda dengan tumor ditempat lain dimana pada umumnya dilakukan tindakan biopsi (pra bedah) untuk menegakkan diagnosis pasti secara histopatologik, pada tumor parotis tindakan biopsi insisional, apalagi eksisional atau enukleasi tidak dianjurkan. Ini disebabkan karena resiko terpotongnya cabang nervus fasialis, implantasi sel sel kanker pada daerah luka insisi kulit atau bahkan penyebaran tumor. Biopsi prabedah pada tumor parotis tanpa tanda-tanda keganasan sebaiknya dianggap sebagai kontra indikasi, mengingat sebagian besar tumor parotis adalah jinak sehingga tidak perlu biopsi, bahkan tindakan ini dapat mempertinggi angka kekambuhan. Biopsi hanya dapat dibenarkan pada kasus (suspek) ganas yang inoperabel, misalnya pada tumor besar yang telah mengadakan perlekatan luas dengan jaringan sekitarnya , ulkus besar dikulit, infiltrasi ke dasar tengkorak atau ruang parafaring (Eisele dan Johns, 1993).2Cara yang lebih "aman" yaitu biopsi aspirasi dengan menggunakan jarum halus, disebut sebagai fine needle aspiration biopsy (FNAB). Ini merupakan sarana diagnostik yang relatif mudah, cepat dan murah. Salah satu hambatannya adalah lokasi penusukan yang kadang tidak tepat mengenai sasaran (false negatif) dan sedikitnya jaringan yang diperoleh (Berg, 1986; De La Cruz, 1988). Meskipun demikian ditangan ahli yang berpengalaman (cyto pathologist) diperoleh hasil yang memuaskan, yaitu sensitifitas sebesar 90% (De La Cruz, 1988). 3Biopsi atau cara diagnostik yang acceptable dan sering dikerjakan (established method) adalah pemeriksaan potong beku (frozen section atau vries coupe) dari jaringan tumor yang diperoleh melalui pembedahan parotidektomi superfisial. Dengan pemeriksaan VC sewaktu pembedahan ini dapat segera ditentukan apakah tumor tersebut jinak atau ganas, sehingga dapat diputuskan saat itu juga macam pembedahan yang harus dikerjakan (Eisele dan Johns, 1993). VC merupakan cara diagnostik yang lebih spesifik karena mempunyai kemampuan membedakan kasus jinak dengan ganas mendekati 100%, dengan ketepatan diagnosis (sensitivitas) sebesar 80-90% (De La Cruz, 1988). 1Selanjutnya, diagnosis pasti secara histopatologik menunggu hasil pemeriksaan potong parafin. Penentuan stadium berdasarkan sistem TNM (staging system) sering menggunakan acuan menurut American Joint Comitte on Cancer tahun 1997. Di bandingkan dengan pembedahan pada tumor kelenjar liur mayor yang lainnya, pembedahan pada tumor parotis lebih sulit dan resiko komplikasi yang lebih banyak.Karena itu dituntut pengetahuan yang mendalam tentang anatomi, topografi nervus fasialis (serta variasinya) dan struktur lain yang ada disekitarnya.Dengan meningkatnya kemampuan diagnostik dan ketrampilan tehnik pembedahan (parotidektomi) diharapkan penanganan kasus tumor parotis dapat lebih baik, yaitu residif kurang dari 5% untuk tumor jinak adenoma pleomorfik. 2 Ini sangat penting karena sebagian besar (60-80%) dari tumor jinak parotis adalah jenis adenoma pleomorfik yang bila hanya dilakukan pembedahan sederhana berupa eksisi, ekstirpasi atau enukleasi saja maka selain resiko terpotongnya nervus fasialis juga angka kekambuhan (residif) yang tinggi (40-50%). Kekambuhan pada tumor parotis akan menimbulkan masalah yang sangat serius karena pembedahan ulang akan jauh lebih sulit dengan resiko besar terpotongnya nervus fasialis yang berakibat kelumpuhan otot wajah. Sampai saat ini, pembedahan (surgical excision) masih merupakan pilihan utama dalam penanganan tumor parotis, baik yang jinak maupun kasus ganas yang belum mengadakan perlekatan luas ke jaringan sekitarnya. 2Pertimbangan lainnya, oleh karena kebanyakan tumor parotis terletak di bagian ekor (tail) dari kelenjar parotis, dan superfisial dari nervus fasialis.Pengobatan lainnya seperti radiasi dan sitostatika diberikan pada kasus ganas terutama pada keganasan derajat tinggi, atau sebagai ajuvan (Pedersen, 1992). Prinsip pembedahan pada tumor parotis yalah mengangkat seluruh tumornya (ablasi), dan preservasi nervus fasialis (Pedersen, 1992; Eisele dan Johns,1993). Macam pembedahan pada tumor parotis, dapat berupa : (Eisele dan Johns, 1993).3

l. Parotidektomi superfisial, yaitu mengangkat lobus superfisial parotis, sebelah lateral nervus fasialis. Indikasi operasi ini untuk tumor jinak dan tumor ganas dini (Tl, T2) dengan derajat keganasan rendah. Tumor yang letaknya pada lobus superfisial dilakukan parotidektomi superfisial, jaringan yang diperoleh dari operasi ini dilakukan pemeriksaan VC. Bila hasil VC jinak maka operasi selesai, tetapi bila hasil VC positif ganas maka operasi dilanjutkan dengan mengangkat lobus profunda (parotidektomi total) dengan usaha maksimal untuk menyelamatkan (preservasi) nervus fasialis. 4

2. Parotidektomi total, yaitu mengangkat seluruh kelenjar parotis beserta tumornya. Indikasi operasi ini untuk tumor jinak yang rekuren, tumor jinak lobus profunda dan tumor ganas parotis terutama keganasan derajat tinggi. Pada kasus keganasan, untuk mendapatkan bukti radikalitas operasi (negative free margin) secara rutin di bagian-bagian tepi jaringan yang dikeluarkan saat operasi dilakukan pemeriksaan VC. Bila klinis teraba pembesaran kelenjar getah bening leher (kel. sentinel di daerah subdigastrikus) dan hasil VC positif ganas, dilakukan juga diseksi leher radikal (RND) atau modifikasi (modified radical neck dissection). Pada kasus tumor jinak lobus profunda, dilakukan usaha menyelamatkan nervus fasialis semaksimal mungkin. Oleh karena itu, setiap dokter yang melakukan operasi parotis harus mampu melakukan teknik pengeluaran tumor dengan benar agar terhindar dari komplikasi terputusnya syaraf fasialis. Sedangkan tumor ganas pada kelenjar parotis, biasanya nervus fasialis sudah rusak (putus) sehingga memang tidak bisa dipertahankan lagi. Bila nervus fasialis masih utuh (jarang) maka diusahakan menyelamatkan syaraf yang penting ini, tetapi seringkali terpaksa harus dikorbankan untuk memperoleh radikalitas pembedahan. Bila bagian tepi ujung-ujung syaraf fasialis didapakan hasil VC negatif, dianjurkan untuk segera melakukan nerve grafting dengan nervus aurikularis magnus, atau suralis (end to end anastomosis) dengan teknik bedah mikro. 4

3. Parotidektomi radikal Disini dilakukan parotidektomi total disertai pemotongan otot maseter, ramus mandibula dan jaringan sekitarnya yang dianggap perlu. Nervus fasialis tak diperhatikan lagi karena sudah rusak. Biasanya hasil FNAB atau VC kelenjar leher positip (ganas) sehingga dilanjutkan dengan RND. Indikasi operasi ini untuk tumor ganas parotis yang infiltratif, mengenai struktur di sekitarnya (T3,T4). Perlu seleksi ketat sebelum memutuskan melakukan pembedahan yang besar (radikal) ini, harus dipertimbangkan benar tentang resiko pembedahan dan biaya yang dikeluarkan dibandingkan dengan manfaat/hasil pembedahan.5

Pengolahan Anestesi

Pasien yang akan dilakukan tindakan operasi perlu dilakukan kunjungan pra anestesi. Kunjungan Pra Anestesi sebaiknya dilakukan beberapa hari sebelum operasi hingga beberapa saat sebelum operasi.6

Kunjungan pra anestesi mempunyai tujuan antara lain:

Mempersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal yang meliputi:

a. Anamnesis dengan memperhatikan:1) Identitas pasien atau biodata.2) Anamnesis khusus yang berkaitan dengan penyakit bedah yang mungkin menimbulkan gangguan fungsi sistem organ.3) Anamnesis umum meliputi: a) Riwayat penyakit sistemik yang pernah diderita atau sedang diderita selain penyakit bedah ini, yang bisa mempengaruhi anestesia atau dipengaruhi oleh anestesia.b) Riwayat pemakaian obat yang telah/sedang digunakan yang mungkin beriteraksi dengan obat anestesia, misalnya: kortikosteroid, obat antihipertensi, obat anti-diabetik, antibiotika golongan aminoglikosid, digitalis, diuretika, transquilizer, obat penghambat enzim mono-amin oksidase dan bronkodilator.c) Riwayat operasi/anestesia terdahulu, misalnya apakah pasien mengalami komplikasi anestesia.d) Kebiasaan buruk, antara lain: perokok, peminum minuman keras (yang mengandung alkohol), pemakaian obat-obat terlarang (sedatif dan narkotik).e) Riwayat alergi terhadap obat/makanan/cuaca/dll.

b. Pemeriksaan fisik:1) Pemeriksaan/pengukuran status: kesadaran, frekuensi nafas, tekanan darah, nadi, suhu tubuh, berat badan dan tinggi badan.2) Pemeriksaan fisik umum, meliputi: pemeriksaan status:a) Psikis: gelisah, takut, atau kesakitanb) Saraf (otak, medulla spinalis dan saraf tepi)c) Respirasid) Hemodinamike) Penyakit darahf) Gastrointestinalg) Hepato-bilierh) Urogenital dan saluran kemihi) Metabolik dan endokrinj) Otot rangkak) Integumen

c. Pemeriksaan laboratorium, radiologi, dan yang lainnya.71) Pemeriksaan Rutin: ditujukan kepada pasien yang dipersiapkan untuk operasi kecil dan sedang. Hal-hal yang diperiksa adalah:a. Darah: Hb, Ht, eritrosit, leukosit dan hitung jenis, trombosit, masa perdarahan, dan masa pembekuan.b. Urine: pemeriksaan fisik, kimiawi, dan sedimen urine.2) Pemeriksaan Khusus: ditujukan kepada pasien yang dipersiapkan untuk operasi besar dan pasien yang menderita penyakit sistemik tertentu dengan indikasi tegas. Hal-hal yang diperiksa adalah:a. Pemeriksaan laboratorium lengkap: fungsi hati, fungsi ginjal, AGD, elektrolit, hematologi, dan faal hemostasis lengkap, sesuai indikasi.b. Pemeriksaan radiologi: foto toraks, IVP, dan yang lainnya sesuai indikasi.c. Evaluasi kardiologi terutama untuk pasien yang berumur di atas 35 tahun.d. Pemeriksaan spirometri pada penderita PPOM.

Untuk pemeriksaan khusus yang lebih mendalam misalnya echo kardiografi atau katetrisasi jantung diperlukan konsultasi dengan dokter spesialisnya.

d. Konsultasi dan Koreksi terhadap kelainan fungsi organ vital

e. Menentukan prognosis pasien intraoperatifBerdasarkan hasil evaluasi pra operatif tersebut, maka dapat disimpulkan status fisik pasien pra anestesia.

American Society of Anesthesiologist (ASA) yang membuat klasifikasi status fisik pra anestesia menjadi 5 kelas, yaitu:ASA 1: pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemikASA 2: pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik ringan sampai beratASA 3: pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang disebabkan karena berbagai penyebab tetapi tidak mengancam nyawaASA 4: pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang secara langsung mengancam kehidupannya.ASA 5: pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang sudah tidak mungkin ditolong lagi, operasi ataupun tidak, dalam 24 jam pasien akan meninggal.ASA 6: pasien yang telah dinyatakan mati batang otak (MBO) dan salah satu dari bagian tubuhnya diambil untuk keperluan donor organ.

Kunjungan Pra Anestesi (KPA)8Dalam Kunjungan Pra Anestesi (KPA) pasien juga disuruh untuk puasa (dewasa 68 jam / anakanak 35 jam). Di ruang persiapan perlu juga diperhatikan agar pasien tidak menggunakan perhiasan, gigi palsu, gigi goyang, gigi bolong, cat kuku maupun pemoles bibir (lipstik bibir dan lipglos bibir), sebaiknya kandung kemih dipertahankan tetap kosong, jika perlu dipasang kateter urin.

Diperiksa apakah pasien atau keluarga sudah memberikan izin pembedahan secara tertulis berdasarkan inform consent. Pemberian obat premedikasi secara oral intra muskuler dapat diberikan 30 menit 1 jam sebelum induksi anestesi atau beberapa menit bila diberikan secara intra vena selama 5 menit.

Pemasangan infus/jalur intravena:Sebaiknya semua pasien yang akan dioperasi tanpa melihat lamanya tindakan harus dipasang jarum atau jalur intra vena baik berupa IV cath atau wing needle. Selain untuk memberikan obat juga untuk terapi cairan intravena.

Tujuan pemasangan infus untuk memberikan cairan (kristaloid, koloid, dan darah), pemberian obat dan makanan. Sebagian besar tubuh kita terdiri dari cairan (60% - 70%), cairan dengan berbagai fungsi antara lain sebagai pelarut zat, transportasi makanan dan obat, mengeluarkan zatzat racun/sisa metabolisme. Tubuh dapat mengalami kehilangan cairan karena faktor faktor sebagai berikut:1. Penyakit pra bedah misalnya pada peritonitis, trauma pada perdarahan, penumpukan cairan pada jaringan interstisiel.2. Dehidrasi misalnya puasa, muntah, diare, keluarnya cairan dikarenakan perforasi.3. Adanya IWL (Insensible Water Loss) yaitu kehilangan cairan melalui keringat, pernafasan.Karena itu diperlukan pemberian cairan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang, serta pemeliharaan cairan tubuh selama pembedahan.

Teknik anestesi yang dipilih pada tindakan parotidektomi eksisi luas dengan diagnosa medis tumor parotis adalah anestesi umum karena kelenjar parotis terletak di lateral wajah, terutama kelenjar saliva minor yang tersebar dalam rongga mulut, sinus paaranasal, submukosa, dan trakea.

A. PREMEDIKASITujuan premedikasi adalah menimbulkan rasa nyaman pada pasien, menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, mengurangi sekresi saluran pernafasan, memperlancar induksi, dan mengurangi penggunaan obat obat anestesi.6

Pasien diberikan analgetik untuk menekan rasa nyeri, biasanya dipakai Fentanyl dengan dosis 1 2 g/ kgBB secara intra vena. Efek puncak Fentanyl 3 5 menit (IV) dan lama kerja 50 60 menit. Selain diberikan analgetik, diperlukan Midazolam (Miloz) dosis 0.05-0,2 mg/kgBB untuk memberikan efek sedasi. Keuntungan Midazolam sebagai premedikasi adalah tidak menimbulkan sedasi berat, tidak mendepresi kardio pulmonal, dan tidak menimbulkan rasa mual dan muntah.

B. PENATALAKSANAAN ANESTESIPada tindakan eksisi luas parotidektomi, dilakukan dengan teknik anestesi umum menggunakan nafas kontrol (ventilator) dengan pemasangan endotracheal tube.71. InduksiPemberian obat obatan anestesi seperti Propofol (dosis 2-3 mg/kgBB) menimbulkan efek sedasi, hipnotik, dan depresi pernafasan. Penurunan kesadaran berlangsung secara progesif sehingga penyuntikan harus secara perlahan lahan sambil melihat respon pasien. Propofol diberikan secara intra vena (IV). Jika dilakukan intubasi dapat difasilitasi dengan memberikan pelumpuh otot seperti Atracurium (dosis 0,4-0,6 mg/kgBB)

2. Rumatan/MaintenanceDalam anestesiologi, monitoring tanda tanda vital sangat penting dalam menjaga keselamatan pasien. Hal ini dapat dilakukan dengan cara meraba, melihat, dan mendengar. Alat-alat anestesi yang digunakan seperti mesin anestesi dan mesin bantu nafas perlu di pantau mesinnya.

Hal-hal yang diperhatikan selama anestesi:a. Kedalaman anestesi dengan melihat tingkatan depresi SSP dan sistem kardiovaskuler.b. Fungsi kardiovaskuler di observasi melalui denyut nadi,bunyi jantung, tekanan darah,tekanan arteri, EKG.c. Anestesi yang terlalu dalam yang mengakibatkan bradikardi dan hipotensi.d. Pernafasan dinilai apakah ada retraksi iga, supraklavikula, pernafasan paradoksal.

3. Pengakhiran anestesiBila tindakan pembedahan hampir selesai maka aliran gas-gas anestesi dapat dikurangi. Pada penjahitan subkutis, gas anestesi dapat dimatikan, kecuali oksigen dinaikkan 6-8 liter per menit (denitrogenisasi) selama 3 sampe 5 menit. Kemudian cuff dapat dikempeskan dan segara dilakukan ekstubasi (guedel tetap terpasang) dan posisi pasien harus tetap ekstensi. Jika menggunakan facemask pengakhiran anestesi sama prinsipnya pada penggunaan endotrakheal.Pasien dibawa keruang pulih sadar dan lakukan oksigenisasi serta pemantauan tekanan darah, nadi dan pernafasan, bila aldrete skor lebih dari 8 pasien dapat dipindahkan ke ruangan.

C. PERAWATAN DI RUANG PULIH SADAR (RR)8Perawat anestesi tanggung jawabnya juga mencakup perawatan pasien selama pemulihan dari efek anestesi. Observasi dilakukan dengan menggunakan Aldrette Score, yang perlu diperhatikan yaitu:1. Nilai KesadaranSadar, orientasi baiknilai 2Dapat dibangunkannilai 1Tidak dapat dibangunkannilai 0

2. Nilai WarnaMerah muda, saturasi O2 >92% tanpa bantuan oksigen nilai 2Pucat dan memerlukan bantuan oksigen, saturasi O2 >90%nilai 1Sianosis, saturasi