referat

42
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga yang berada diantara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah arteri, pembuluh darah vena, trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. Secara garis besar mediastinum dibagi atas 4 bagian penting yaitu mediastinum superior, anterior, posterior, dan mediastinum medial. Rongga mediastinum ini sempit dan tidak dapat diperluas, maka pembesaran tumor dapat menekan organ di dekatnya dan dapat menimbulkan kegawatan yang mengancam jiwa (1) . Adapun frekuensi tumor mediastinum dikepustakaan luar berdasarkan penelitian retrospektif dari tahun 1973 sampai dengan 1995 di New Mexico, USA didapatkan 219 pasien tumor mediastinum ganas yang diidentifikasi dari 110.284 pasien penyakit keganasan primer, jenis terbanyak

description

download

Transcript of referat

Page 1: referat

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam

mediastinum yaitu rongga yang berada diantara paru kanan dan kiri.

Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah arteri, pembuluh darah

vena, trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah

bening dan salurannya. Secara garis besar mediastinum dibagi atas 4

bagian penting yaitu mediastinum superior, anterior, posterior, dan

mediastinum medial. Rongga mediastinum ini sempit dan tidak dapat

diperluas, maka pembesaran tumor dapat menekan organ di dekatnya

dan dapat menimbulkan kegawatan yang mengancam jiwa (1).

Adapun frekuensi tumor mediastinum dikepustakaan luar

berdasarkan penelitian retrospektif dari tahun 1973 sampai dengan

1995 di New Mexico, USA didapatkan 219 pasien tumor mediastinum

ganas yang diidentifikasi dari 110.284 pasien penyakit keganasan

primer, jenis terbanyak adalah limfoma 55%, sel germinal 16%,

timoma14%, sarkoma 5%, neurogenik 3% dan jenis lainnya 7% (2).

Sedangkan data frekuensi tumor mediastinum di Indonesia

antara lain didapat dari SMF bedah Thorak RS Persahabatan Jakarta

dan RSUD Dr. Sutomo Surabaya. Pada tahun1970 - 1990 di RS

Persahabatan dilakukan operasi terhadap 137 kasus, jenis tumor yang

ditemukan adalah 32,2% teratoma, 24% timoma,8% tumor syaraf,

4,3% limfoma. Data RSUD Dr. Soetomo menjelaskan lokasi tumor

Page 2: referat

pada mediastinum anterior 67% kasus, mediastinum medial 29% dan

mediastinum posterior 25,5% (3).

Kebanyakan tumor mediastinum tanpa gejala dan ditemukan

pada saat dilakukan foto thoraks untuk berbagai alasan. Keluhan

penderita biasanya berkaitan dengan ukuran dan invasi atau kompresi

terhadap organ sekitar, misalnya sesak napas berat, sindrom vena

kava superior (SVKS) dan gangguan menelan. Untuk melakukan

prosedur diagnostik tumor mediastinum perlu dilihat apakah pasien

datang dengan kegawatan (napas, kardiovaskular atau saluran cerna)

atau tidak. Bila pasien datang dengan kegawatan yang mengancam

jiwa, maka prosedur diagnostik dapat ditunda. Sementara itu diberikan

terapi atau tindakan untuk mengatasi kegawatan, bila telah

memungkinkan prosedur diagnostik dilakukan (3).

Penatalaksanaan tumor mediastinum sangat bergantung pada

sifat tumor, jinak atau ganas. Tindakan untuk tumor mediastinum yang

bersifat jinak adalah bedah, sedangkan untuk tumor ganas tergantung

dari jenisnya tetapi secara umum terapi untuk tumor mediastinum

ganas adalah multimodaliti yaitu bedah, kemoterapi dan radiasi (3).

B. TUJUAN PENULISAN

Referat ini dibuat untuk lebih mengetahui diagnosis dan

penatalaksanan tumor mediastinum.

Page 3: referat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1) DEFINISI

Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam

mediastinum yaitu rongga yang berada diantara paru kanan dan kiri.

Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah arteri, pembuluh darah

vena, trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah

bening dan salurannya. Rongga mediastinum ini sempit dan tidak

dapat diperluas, maka pembesaran tumor dapat menekan organ di

dekatnya dan dapat menimbulkan kegawatan yang mengancam jiwa.

Kebanyakan tumor mediastinum tumbuh lambat sehingga pasien

sering datang setelah tumor cukup besar, disertai keluhan dan tanda

akibat penekanan tumor terhadap organ sekitarnya (3).

Secara garis besar mediastinum dibagi atas 4 bagian penting (3) :

1. Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke

vertebra torakal ke-5 dan bagian bawah sternum.

2. Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke

diafargma didepan jantung.

3. Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum superior ke

diafragma di belakang jantung.

4. Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum superior

kediafragma di antara mediastinum anterior dan posterior.

Page 4: referat

Pembagian mediastinum ke dalam rongga-rongga yang

berbeda dapat membantu secara praktis proses-proses penegakan

diagnosis sedangkan pendekatan dengan orientasi sistem

mempermudah pemahaman petogenesis proses patologi

dimediastinum (4).

Jenis tumor di rongga mediastinum dapat berupa tumor jinak

atau tumor ganas dengan penatalaksanaan dan prognosis yang

berbeda, karenanya ketrampilan dalam prosedur diagnostik

memegang peranan sangat penting. Keterampilan yang memadai dan

kerjasama antardisiplin ilmu yang baik dituntut agar diagnosis dapat

cepat dan akurat. Masalah lain yang didapat di lapangan adalah

banyak kasus datang dengan kegawatan napas atau kegawatan

kardiovaskular, kondisi itu menyebabkan prosedur diagnosis terpaksa

ditunda untuk mengatasi masalah kegawatannya terlebih dahulu (3).

2) Klasifikasi

Klasifikasi tumor mediastinum didasarkan atas organ/jaringan asal

tumor atau jenis histologisnya, seperti dikemukakan oleh Rosenberg.

Page 5: referat

Gambar 1. Pembagian mediastinum (kutip 5)

A. Timoma

Timoma adalah tumor epitel yang bersifat jinak atau tumor

dengan derajat keganasan yang rendah dan ditemukan pada

mediastinum anterior. Timoma termasuk  jenis tumor yang tumbuh

lambat. Sering terjadi invasi lokal ke jaringan sekitar tetapi jarang

bermetastasis ke luar thoraks. Kebanyakan terjadi setelah usia

lebih dari 40 tahun dan jarang dijumpai pada anak dan dewasa

muda. Jika pasien datang dengan keluhan maka keluhan yang

Page 6: referat

sering ditemukan adalah nyeri dada, batuk, sesak atau gejala lain

yang berhubungan dengan invasi atau penekanan tumor ke

jaringan sekitarnya. Satu atau lebih tanda dari sindrom paratimik

sering ditemukan pada pasien timoma, misalnya miastenia gravis,

hipogamaglobulinemi dan aplasia sel darah merah (7).

Mujiantoro S.dkk pada tahun 1996 melakukan penelitian

retrospektif terhadap penderita timoma invasif menunjukkan hasil

yang sama, nyeri dada, sesak napas dan batuk adalah 3 keluhan

utama penderita, sedangkan miastenia gravis ditemukan pada 1

dari 15 penderita (8), sedangkan Marshal tahun 2002 mendapatkan

2 dari 24 kasus prabedah menunjukkan gejala miastenia gravis (9).

Dari gambaran patologi anatomi sulit dibedakan timoma jinak

atau ganas. Definisi timoma ganas (invasif) adalah jika tumor

secara mikroskopik (histopatologik) dan makroskopik telah invasif

ke luar kapsul atau jaringan sekitarnya. Klasifikasi histologis untuk

timoma dapat dilihat pada tabel 2 yaitu klasifikasi menurut Muller-

Hermelink sedangkan sistem staging dan dapat dilihat pada tabel 3

menurut sistem Masaoka (7).

Tabel 2. Klasifikasi histologis timoma (kutip 7)

Page 7: referat

Tabel 3. Staging berdasarkan sistem Masaoka (kutip 7)

Masaoka membagi staging berdasarkan penampakan

mikroskopis dan makroskopis. Tumor timoma noninvasif masih

terbatas pada kelenjar timus dan tidak menyebar ke organ lain.

Semua sel tumor terdapat atau terbungkus oleh kapsul dan secara

mikroskopis tidak terlihat invasi ke kapsul. Jika sel tumor invasi

telah mencapaikapsul maka dikategorikan timoma invasif (timoma

ganas).

Data di RS Persahabatan dari 31 kasus bedah tahun 1992

sampai dengan tahun 1999 kasus yang masuk kategori invasive

adalah sebesar 90,3 % dan hanya 9,7% kasusyang didiagnosis

non-invasif atau stage I. Data tahun 2000-2001 dari 12 pasien

timoma yang dibedah tidak satupun kasus non-invasif (7).

B. Tumor Sel Germinal

Tumor sel germinal terdiri dari tumor seminoma, teratoma

dan non-seminoma. Tumor sel germinal di mediastinum lebih

jarang ditemukan daripada timoma, lebih sering pada laki-laki dan

usia dewasa muda. Kasus terbanyak adalah merupakan

Page 8: referat

tumor  primer di testis sehingga bila diagnosis adalah tumor sel

germinal mediastinum, harus dipastikan bahwa primer di testis

telah disingkirkan. Lokasi terbanyak di anterior (superoanterior)

mediastinum. Secara histologi tumor di mediastinum sama dengan

tumor sel germinal di testis dan ovarium (7).

Teratoma adalah tumor sel germinal yang paling sering

ditemukan diikuti seminoma. Tumor ini dapat berbentuk kista atau

padat atau campuran keduanya yang terdiri dari lapisan sel

germinal yaitu ektoderm. mesoderm atau endoderm. Teratoma

matur merupakan tumor sel germinal mediastinum tersering dan

biasanya jinak. Tumor tersebut tidak berpotensial metastasis

seperti teratoma testis dan dapat di operasi reseksi. Oleh karena

lokasi anatomisnya maka komplikasi intraoperatif dan

pascaoperatif dapat mempengaruhi morbiditi karena struktur

intratoraks biasanya sudah terlibat (7,10).

Teratoma intratoraks biasanya muncul dalam rongga

mediastinum dan sangat jarang di paru. Sebagian besar tumor

tersebut bersifat jinak walaupun ada juga yang bersifat ganas.

Biasanya tumor tersebut ditemukan pada garis pertengahan tubuh.

Gejalanya dapat muncul apabila terjadi efek mekanik seperti nyeri

dada (52%), hemoptisis (42%), batuk (39%), sesak napas atau

gejala yang berhubungan dengan pneumonitis berulang. Gejala

respiratorik lainnya adalah trikoptisis (trichoptysis) (13%) yaitu

batuk produktif yang dalam sputumnya mengandung rambut atau

sekret kelenjar sebasea. Hal ini timbul apabila terjadi hubungan

antara massa tumor dengan trakeobronkial. Gejala lainnya yaitu

sindrom vena kava superior atau lipoid pneumonia. Teratoma

mediastinurn biasanya ditemukan secara tidak sengaja pada foto

Page 9: referat

thorak (10). Secara radiologi teratoma tampak bulat dan sering

lobulated dan mengandung jaringan lunak dengan elemen cairan

dan lemak, kalsifikasi terlihat pada 20-43% kasus (7,10).

Seminoma tampak sebagai massa besar yang homogen

sedangkan nonseminoma adalah massa heterogen dengan pinggir

ireguler yang disebabkan invasi ke jaringan sekitarnya. Untuk

membedakan seminoma dengan nonseminoma digunakan serum

marker beta-HCG dan alfa-fetoprotein. meskipun pada seminoma

yang murnikonsentrasi beta-HCG terkadang tinggi tetapi

alfafetoprotein tidak tinggi. Sedangkan pada nonseminoma

konsentrasi kedua marker itu selalu tinggi. Konsentrasi beta-HCG

dan alfa-fetoprotein lebih dari 500 mg/ml adalah diagnosis pasti

untuk non-seminoma (7). Dibawah ini dapat dilihat klasifikasi

histologi tumor sel germinal (7)

SEMINOMANONSEMINOMA

Embrional Koriokarsinoma Yolk sac karsinoma

TERATOMA Jinak (Benign) Ganas (Malignant)

- Dengan unsur sel germinal- Dengan unsur non-germinal- Immature

Page 10: referat

C. Tumor Saraf 

Tumor saraf dapat tumbuh dari sel saraf disembarang

tempat, lebih sering di mediastinum posterior. Tumor itu dapat

bersifat jinak atau ganas dan biasanya diklasifikasi berdasarkan

jaringan yang membentuknya. Tumor yang bersifat jinak sangat

jarang menjadi ganas. Meskipun dikatakan sering pada anak tetapi

juga dapat ditemukan pada orang dewasa. Topcu dari Turki

menganalisis 60 pasien tumor saraf dan mendapatkan 13 penderita

bayi dan anak-anak usia (< 15 tahun), 47 orang dewasa (usia >15

tahun), lebih banyak perempuan (39 orang) dibandingkan laki-laki

(21 orang). Hanya 20% (12dari 60) bersifat ganas. Pada tabel 5

dapat dilihat klasifikasi tumor syaraf  (3,7).

Berasal dari saraf tepi (peripheral nerves) Neurofibroma Neurilemoma Neurosarkoma

Berasal dari ganglion simpatik (symphathetic ganglia) Ganglioneuroma Ganglioneuroblastoma Neuroblastoma

Berasal dari jaringan paraganglionik (paraganglionik tissue) Feokromositoma Kemodektoma (paraganglioma)

Page 11: referat

3) DIAGNOSIS

Kebanyakan tumor mediastinum tanpa gejala dan ditemukan

pada saat dilakukan foto thoraks untuk berbagai alasan. Keluhan

penderita biasanya berkaitan dengan ukuran dan invasi atau kompresi

terhadap organ sekitar, misalnya sesak napas berat, sindrom vena

kava superior (SVKS) dan gangguan menelan. Tidak jarang pasien

datang dengan kegawatan napas, kardiovaskuler atau saluran cerna.

Bila pasien datang dengan kegawatan yang mengancam jiwa, maka

prosedur diagnostik dapat ditunda. Sementara itu diberikan terapi dan

tindakan untuk mengatasi kegawatan, bila telah

memungkinkan prosedur diagnostik dilakukan. Hal penting yang harus

diingat adalah jangan sampai tindakan emergensi tersebut

menghilangkan kesempatan untuk mendapatkan jenis sel tumor yang

dibutuhkan untuk memutuskan terapi yang tepat (3,7). Secara umum

diagnosis tumor mediastinum ditegakkan sebagai berikut :

4) Gambaran Klinis

A. Anamnesis

Tumor mediastinum sering tidak memberi gejala dan terdeteksi

pada saat dilakukan foto thoraks. Untuk tumor jinak, keluhan

biasanya mulai timbul bila terjadi peningkatan ukuran tumor yang

menyebabkan terjadinya penekanan struktur mediastinum,

sedangkan tumor ganas dapat menimbulkan gejala akibat

penekanan atau invasi ke struktur mediastinum. Gejala dan tanda

yang timbul tergantung pada organ yang terlibat (3,7) :

1. Batuk, sesak atau stridor muncul bila terjadi penekanan atau

invasi pada trakea dan/atau bronkus utama,

Page 12: referat

2. Disfagia muncul bila terjadi penekanan atau invasi ke

esophagus

3. Sindrom vena kava superior (SVKS) lebih sering terjadi pada

tumor mediastinum yang ganas dibandingkan dengan tumor

jinak,

4. Suara serak dan batuk kering muncul bila nervus laringel

terlibat, paralisis diafragma timbul apabila penekanan nervus

frenikus

5. Nyeri dinding dada muncul pada tumor neurogenik atau pada

penekanan sistem saraf.

B. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik akan memberikan informasi sesuai dengan

lokasi, ukuran dan keterbatasan organ lain, misalnya telah terjadi

penekanan ke organ sekitarnya. Kemungkinan tumor mediastinum

dapat dipikirkan atau dikaitkan dengan beberapa keadaan klinis

lain, misalnya (3) :

1. miastenia gravis mungkin menandakan timoma

2. limfadenopati mungkin menandakan limfoma

C. Prosedur Radiologi (3)

1. Foto toraks

Dari foto toraks PA/ lateral sudah dapat ditentukan lokasi

tumor, anterior, medial atau posterior, tetapi pada kasus

dengan ukuran tumor yang besar sulit ditentukan lokasi yang

pasti.

Page 13: referat

2. Tomografi

Selain dapat menentukan lokasi tumor, juga dapat

mendeteksi klasifikasi pada lesi, yang sering ditemukan pada

kista dermoid, tumor tiroid dan kadang-kadang timoma.

Tehnik ini semakin jarang digunakan.

3. CT-Scan toraks dengan kontras

Selain dapat mendeskripsi lokasi juga dapat mendeskripsi

kelainan tumor secara lebih baik dan dengan kemungkinan

untuk menentukan perkiraan jenis tumor, misalnya teratoma

dan timoma. CT-Scan juga dapat menentukan stage pada

kasus timoma dengan cara mencari apakah telah terjadi

invasi atau belum. Perkembangan alat bantu ini

mempermudah pelaksanaan pengambilan bahan untuk

pemeriksaan sitologi. Untuk menentukan luas radiasi

beberapa jenis tumor mediastinum sebaiknya dilakukan CT-

Scan toraks dan CT-Scan abdomen (11).

4. Flouroskopi

Prosedur ini dilakukan untuk melihat kemungkinan aneurisma

aorta.

5. Ekokardiografi

Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi pulsasi pada

tumor yang diduga aneurisma.

6. Angiografi

Page 14: referat

Teknik ini lebih sensitif untuk mendeteksi aneurisma

dibandingkan flouroskopidan ekokardiogram.

7. Esofagografi

Pemeriksaan ini dianjurkan bila ada dugaan invasi atau

penekanan ke esofagus.

8. USG, MRI dan Kedokteran Nuklir 

Meski jarang dilakukan, pemeriksaan-pemeriksaan terkadang

harus dilakukan untuk beberapa kasus tumor mediastinum.

D. Prosedur Endoskopi (3)

1. Bronkoskopi harus dilakukan bila ada indikasi operasi.

Tindakan bronkoskopi dapat memberikan informasi tentang

pendorongan atau penekanan tumor terhadap saluran napas

dan lokasinya. Di samping itu melalui bronkoskopi juga dapat

dilihat apakah telah terjadi invasi tumor ke saluran napas.

Bronkoskopi sering dapat membedakan tumor mediastinum

dari kanker paru primer.

2. Mediastinokopi.

Tindakan ini lebih dipilih untuk tumor yang berlokasi di

mediastinum anterior.

3. Esofagoskopi

4. Torakoskopi diagnostic

5. Electromagnetic navigation diagnostic bronchoscopy.

Tindakan ini merupakan metode yang aman untuk

mengambil sampel lesi-lesi yang terletak agak ke perifer

Page 15: referat

dimana bronchoscopy biasa tidak bisa mencapainya dan

metode ini juga dapat mengambil sampel lesi tumor

mediastinum dengan cara Transbronchial Needle Aspiration

(TNBA). Metode ini memberikan hasil diagnostik yang tinggi

dan tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya serta lokasi dari

tumor (12).

 E. Prosedur Patologi Anatomik (3)

Beberapa tindakan dari yang sederhana sampai yang kompleks

perlu dilakukan untuk mendapatkan jenis tumor.

1. Pemeriksaan sitologi

Prosedur diagnostik untuk memperoleh bahan pemeriksaan

untuk pemeriksaan sitologi ialah:

a. biopsi, jarum halus (BJH atau fine needle aspiration

biopsy, FNAB), dilakukan bila ditemukan pembesaran KGB

atau tumor supervisial.

b. punksi pleura bila ada efusi pleura

c. bilasan atau sikatan bronkus pada saat bronkoskopi

d. biopsi aspirasi jarum, yaitu pengambilan bahan dengan

jarum yang dilakukan bila terlihat masa intrabronkial pada

saat prosedur bronkoskopi yang amat mudah berdarah,

sehingga biopsi amat berbahaya

e. biopsi transtorakal atau transthoracal biopsy

(TTB) dilakukan bila massa dapat dicapai dengan jarum

yang ditusukkan di dinding dada dan lokasi tumor tidak

dekat pembuluh darah atau tidak ada kecurigaan

Page 16: referat

aneurisma. Untuk tumor yang kecil (<3cm>, memiliki

banyak pembuluh darah dandekat organ yang berisiko

dapat dilakukan TTB dengan tuntunan flouroskopi atau

USG atau CT Scan.

2. Pemeriksaan histologi

Bila BJH tidak berhasil menetapkan jenis histologis,

perlu dilakukan prosedur di bawah ini:

a. biopsi KGB yang teraba di leher atau supraklavikula. Bila

tidak ada KGB yang teraba, dapat dilakukan pengangkatan

jaringan KGB yang mungkin ada di sana. Prosedur ini

disebut biopsi Daniels.

b. biopsi mediastinal, dilakukan bila dengan tindakan di atas

hasil belum didapat. Tao FW dkk pada tahun 2007

melaporkan bahwa tumor mediastinum daerah anterior

untuk diagnostik histologinya dapat dilakukan mini

mediastinotomi yaitu melakukan pengambilan sayatan

kecil kurang lebih 3 cm didaerah garis parasternalis ruang

interkostal 212 atau 3. Mini mediastinotomi ini adalah

metode yang aman, minimally invasive, cukup murah dan

memberikan hasil yang cukup memuaskan (13).

c. biopsi eksisional pada massa tumor yang besar

d. torakoskopi diagnostik

e. Video-assisted thoracic surgery (VATS), dilakukan untuk

tumor di semua lokasi, terutama tumor di bagian posterior.

F. Pemeriksaan Laboratorium (3)

Page 17: referat

1. Hasil pemeriksaan laboratorium rutin sering tidak

memberikan informasi yang berkaitan dengan tumor. LED

kadang meningkatkan pada limfoma dan TB mediastinum.

2. Uji tuberkulin dibutuhkan bila ada kecurigaan limfadenitis TB

3. Pemeriksaan kadar T3 dan T4 dibutuhkan untuk tumor tiroid.

4. Pemeriksaan a-fetoprotein dan b-HCG dilakukan untuk tumor

mediastinum yang termasuk kelompok tumor sel germinal,

yakni jika ada keraguan antara seminoma atau

nonseminoma. Kadar a-fetoprotein dan b-HCG tinggi pada

golongan nonseminoma.

G. Tindakan Bedah

Torakotomi eksplorasi untuk diagnostik bila semua upaya

diagnostik tidak berhasil memberikan diagnosis histologis.

H. Pemeriksaan Lain

EMG adalah pemeriksaan penunjang untuk tumor mediastinum

jenis timoma atau tumor tumor lainnya. Kegunaan pemeriksaan

ini adalah mencari kemungkinan miestenia gravis atau

myesthenic reaction.

Pada gambar dibawah ini dapat dilihat alur diagnostik dari

tumor mediastinum dengan atau tanpa kegawatan.

Gambar 2. Alur prosedur diagnostik tumor mediastinum tanpa

kegawatan (kutip 3).

Page 18: referat

Keterangan:PA = posteroanterior, BJH = biopsi jarum halus, KGB =

kelenjar getah bening, USG = ultrasonografi, MRI =

magnetic resonance imaging, TTB = transtorakal biopsi,

VATS = Video assisted thoracoscopy system

Gambar 3. Alur prosedur diagnostik tumor mediastinum dengan

kegawatan (kutip 3)

Page 19: referat

Keterangan : SVKS = Sindrom vena kava superior ECC = Extra

cardiac circulation (sirkulasi luar jantung)

5) PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan tumor mediastinum sangat bergantung pada

sifat tumor, jinak atau ganas. Tindakan untuk tumor mediastinum yang

bersifat jinak adalah bedah, sedangkan untuk tumor ganas

berdasarkan jenisnya. Jenis tumor mediastinum ganas yang paling

sering ditemukan adalah timoma (bagian dari tumor kelenjar timus),

sel germinal dan tumor saraf. Secara umum terapi untuk tumor

mediastinum ganas adalah multimodaliti yaitu bedah, kemoterapi dan

radiasi. Beberapa jenis tumor resisten terhadap radiasi dan atau

kemoterapi sehingga bedah menjadi pengobatan pilihan, tetapi banyak

jenis lainnya harus mendapatkan tindakan multimodaliti.

Kemoradioterapi dapat diberikan sebelum bedah (neoadjuvan) atau

sesudah bedah (adjuvan). Pilihan terapi untuk timoma ditentukan oleh

staging penyakit saat diagnosis. Untuk tumor sel germinal

sangat bergantung pada subtipe tumor sedangkan tumor saraf

berdasarkan jaringan yang dominan pada tumor (7).

Page 20: referat

. Gambar 4. Penatalaksanaan tumor mediastinum (kutip 3).

4.1 Timoma

Penatalaksanaan timoma sangat bergantung pada invasif

atau tidaknya tumor,staging dan klinis penderita.Terapi untuk

timoma adalah bedah, tetapi sangat jarang kasus datang pada

stage I atau noninvasif maka multimodaliti terapi (bedah, radiasi

dan kemoterapi) memberikan hasil lebih baik. Jenis tindakan

bedah untuk timoma adalah Extended Thymo Thymectomy (ETT)

atau reseksi komplet yaitu mengangkat kelenjar timus beserta

jaringan lemak sekitarnya. ETT+ (Extended Resection) ER yaitu

tindakan reseksi komplet, sampai dengan jaringan perikard dan

debulking reseksi sebagian yaitu pengangkatan massa tumor

sebanyak mungkin. Jenis operasi ini sangat bergantung pada

staging dan klinis penderita. Reseksi komplet diyakini dapat

mengurangi risiko invasidan meningkatkan umur harapan hidup (7).

Page 21: referat

Di RS Persahabatan dilakukan 14 reseksi komplet pada

penderita timoma stageI – III dan 17 debulking untuk semua kasus

stage IV. Dari 31 kasus itu 20 di antaranya menunjukkan reaksi

miastenia. Empat dari 20 penderita itu adalah yang telah menjalani

reseksi komplet (14).

Radioterapi tidak direkomendasikan untuk timoma yang telah

menjalani reseksi komplet tetapi harus diberikan pada timoma

invasif atau reseksi sebagian untuk control lokal, seperti yang

dilaporkan oleh Mujiantoro dkk (8). Dosis radiasi 3500-5000

cGy.Untuk mencegah terjadi radiation-induced injury pemberian

radiasi lebih dari 6000 cGy harus dihindarkan.

Ogawa dkk pada tahun 2002 melakukan penelitian

retrospektif multi institusi terhadap 103 pasien timoma yang telah

direseksi komplet dan mendapat radiasi pasca bedah. Lima puluh

dua pasien mendapat radiasi involve field (IF) dan 51 pasien

mendapat radiasi whole mediastinal field (WM) dengan atau tanpa

booster. Total dosis untuk tumor primer 3000-6100 cGy dengan

rerata dosis 4000 cGy. Pasien yang hidup hingga 10 tahun (the

10-years actuarial overall) 81% dan masa bebas penyakit

(diseasefree survival)79%, 100% pada pasien stage I, 90% pada

stage II dan 48% pada stage III. Kasus relaps terjadi pada 17

pasien, tetapi tidak terjadi pada pasien stage I, 10% padastage II

dan 44% pada stage III (15). Kemoterapi diberikan dengan berbagai

rejimen tetapi hasil terbaik adalah cisplatin based rejimen. Rejimen

yang sering digunakan adalah kombinasi cisplatin, doksorubisin

dan siklofosfamid (CAP). Rejimen lain adalah doksorubisin,

cisplatin, vinkristin dan siklofosfamid (ADOC). Rejimen yang lebih

Page 22: referat

sederhana yaitu sisplatin danetoposid (PE) juga memberikan hasil

yang tidak terlalu berbeda (7).

Froudarakis dkk tahun 2001 melakukan penelitian terhadap

23 pasien timomainvasif yang mendapat multimodaliti terapi, 11

pasien direseksi kemudian diberi kemoterapi dan atau radiasi, 12

pasien lain mendapat terapi paliatif dengan kemoterapi dan atau

radiasi. Kemoterapi yang diberikan adalah cisplatin based, umur

tahan hidup 5 tahun 43,5% dengan angka tengah tahan hidup 20

bulan. Reseksi mempunyai kemaknaan untuk umur tahan hidup(16).

Kasus kambuh (recurrence) juga dapat terjadi dan jarang

pada stage I yang telah direseksi komplet. Relaps yang biasa

terjadi adalah di pleura (pleural dissemination) darisisi yang sama

dengan tumor primer, relaps di mediastinum meski lebih sedikit

tetapi juga terjadi. Dari sebuah penelitian 8% pasien yang

mendapat radiasi IF pasca bedah mengalami relaps di

mediastinum dan tidak satu kasus pun terjadi pada pasien yang

mendapat radiasi WM (15).

Peneliti lain juga melaporkan terjadi kekambuhan pada

24dari 126 pasien timoma yang telah direseksi komplet, 92%

terjadi di pleura dan 5% terjadi kekambuhan lokal (17). Untuk kasus

kambuh yang penting diingat adalah apakah pada terapi

sebelumnya telah mendapatkan radioterapi full-dose, jika belum

radiasi masih dapat dipertimbangkan. Pada kasus yang tidak

respons dengan radiasi pemberian kortikosteroid dapat

dipertimbangkan, sedangkan pemberian kemoterapi untuk kasus

relaps masih dalam penelitian.

Page 23: referat

Sedangkan untuk menentukan prognosis penderita timoma

banyak faktor yang menentukan. Masaoka menghitung umur

tahan hidup 5 tahun berdasarkan staging penyakit, 92,6% untuk

stage I, 85,7% untuk stage II, 69,6% untuk stage III dan 50% untuk

stageIV (18). Bambang dkk mendapatkan faktor-faktor yang

bermakna mempengaruhi prognosis penderita timoma

pascareseksi di RS. Persahabatan yaitu staging, jenis tindakan,

histopatologi dan reaksi miastenia. Dari 31 penderita timoma yang

dibedah di RS Persahabatan didapatkan umur tahan hidup untuk

tahun I sebesar 58,44%, tahun kedua 43,29%, tahun ketiga

sampai dengan tahun kelima 30,9%,sedangkan median survival

adalah 16,2 bulan. Penderita dengan reaksi miastenia mempunyai

angka tahan hidup 5 tahun (74%) sedangkan yang tidak hanya

mempunyaiumur tahan hidup 2 tahun (11,8%) (14).

Pada tabel 6 dapat dilihat secara ringkas tentang penatalaksanaan

timoma.

4.2 Tumor Sel Germinal

Terapi tumor sel germinal bergantung pada subtipe sel tumor

dan staging penyakit. Bedah adalah terapi pilihan untuk teratoma

jinak, teratoma ganas diterapi dengan kemoterapi dan kalau perlu

dilakukan reseksi setelah kemoterapi. Terapi untuk seminoma

Page 24: referat

tergantung pada apakah masih resectable atau tidak, sedangkan

yang nonseminoma diberikan kemoterapi (7).

A.Seminoma

Untuk seminoma yang resectable terapi multimodaliti

yaitu bedah, radiasi dan kemoterapi memberikan umur tahan

hidup 5 tahun lebih dari 90%. Kriteria resectable adalah tanpa

gejala (asimptomatik), massa masih terbatas di mediastinum

anterior dantidak ada metastasis lokal (intratoraks) atau

metastasis jauh. Sedangkan untuk kasus yang bermetastasis

diberikan kemoterapi. Terapi radiasi atau kemoterapi sebagai

pilihan terbaik untuk seminoma masih diperdebatkan.

Seminoma sangat radiosensitif, dosis radiasi adalah 4500-5000

cGy. Kemoterapi yang diberikan adalah cisplatin based,rejimen

yang sering digunakan mengandung vinblastin, bleomisin dan

sisplatin (7).

B. Nonseminoma

Tumor jenis ini jarang ditemukan, bila ditemukan lebih

sering pada laki-laki dewasa muda. Cisplatin based kemoterapi

adalah terapi untuk golongan ini dan kadang dilakukan operasi

pasca kemoterapi (postchemoterapy adjuctive surgery).

Rejimen yang digunakan sisplatin, bleomisin dan etoposid.

Tetapi ada rejimen yang terdiri dari sisplatin dan bleomisin yang

diberikan 4 siklus. Untuk menilai manfaat bedah pasca

kemoterapi Vuky dkk tahun 2001 melakukan penelitian

terhadap 32 pasien, reseksi komplet dapat dilakukan pada 27

pasien, analisis histopatologik mendapatkan bahwa tumor

masih mengandung jaringan nonseminoma (viable tumors)

Page 25: referat

pada 66%, teratoma pada 22% dan jaringan nekrotik pada 12%

kasus (19).

Gambar 5. Alur penatalaksanaan tumor sel germinal

nonseminoma (kutip 20).

C.Teratoma ganas

Rejimen kemoterapi untuk teratoma ganas antara lain

sisplatin, vinkristin, bleomisin dan methotrexate, etoposid,

daktinomisin dan siklofosfamid.

Tabel 7. Penatalaksanaan tumor sel germinal (kutip 21)

Page 26: referat

4.3 Tumor Saraf

Penatalaksanaan untuk semua tumor neurogenik adalah

pembedahan, kecuali neuroblastoma. Tumor ini radisensitif

sehingga pemberian kombinasi radio kemoterapiakan memberikan

hasil yang baik. Pada neurilemona (Schwannoma), mungkin perlu

diberikan kemoterapi adjuvan, untuk mencegah rekurensi (7).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

• Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam

mediastinum yaitu rongga yang berada diantara paru kanan dan

kiri

• Rongga mediastinum sempit dan tidak dapat diperluas,

pembesaran tumor dapat menekan organ di dekatnya dan dapat

menimbulkan kegawatan yang mengancam jiwa

• Tumor mediastinum banyak tanpa gejala dan ditemukan pada

saat dilakukan fototoraks untuk berbagai alasan.

• Keluhan pada pasien dengan tumor mediastinum biasanya

berkaitan denganukuran dan kompresi terhadap organ sekitar

Page 27: referat

seperti sesak napas berat, sindromvena kava superior dan

gangguan menelan

• Penatalaksanaan tumor mediastinum sangat bergantung pada

jinak atau ganasnya tumor tersebut. Tumor jinak dilakukan

tindakan bedah, sedangkan untuk tumor ganas tergantung

jenisnya, tetapi secara umum adalah terapi multimodaliti

yaitu bedah, kemoterapi dan radiasi

B. Saran

• Kebanyakan pasien dengan tumor mediastinum tanpa gejala

dan sering pasien datang dengan kegawatan napas,

kardiovaskuler atau saluran cerna oleh karena itu perlunya

diagnosis dini terutama pada pasien dengan kelainan daerah

mediastinum yang didapatkan dari Roentgen thorak

Page 28: referat

DAFTAR PUSTAKA

1. Pratama S, Syahruddin E, Hudoyo A. Karakteristik Tumor

MediastinumBerdasarkan Keadaan Klinis, Gambaran CT-SCAN

dan Petanda Tumor Di Rumah Sakit Persahabatan. Departemen

Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia,2003.

2. Temes R, Chavez T, Mapel D, Ketai L, Crowell R, Key C, et al.

Primary mediastinal malignancies: finding in 219 patients. West J

Med 1999; 170(3):161-6.

3. Tim kelompok kerja PDPI. Tumor mediastinum. Pedoman

diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia,2003.

Page 29: referat

4. Amin Z. Penyakit mediastinum. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Editor Sudoyo AW dkk. Jilid II edisi IV. Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta.2006: 1011-4.

5. Bennisler L. Respiratory system. In: Gray’s anatomy. Williams PL,

Bennister L,Berry LH,Collins P, Dyson M, Dussek JE, et al. Editors.

38 th ed, Churchill Livingstone, Edinburgh,1999.p. 1627-76.

6. Rosenberg JC. Neoplasms of the mediastinum. In: DeVita VT,

Hellman S,Rosenberg JC. Editors.Cancer: principles and practice

of oncology. J.B. 4th edition. Lippincortt. Philadelphia 1993.p.759-

74.

7. Syahruddin E, Hudoyo A, Jusuf A. penatalaksanaan tumor

mediastinum ganas.Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran

Respirasi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia–RS

Persahabatan, Jakarta

8. Mujiantoro S, Soewondo W, Busroh IDI, Yunus F, Endardjo S.

Penilaian restrospektif pengelolaan timoma invasif di RS.

Persahabatan Jakarta Timur. J Respir Indo 1996; 16:104-8.

9. Marshal. Jenis dan distribusi massa mediastinum serta

permasalahan operasinyadi RS.Persahabatan Jakarta. Tesis

program studi ilmu bedah torakskardiovaskuler Indonesia.Jakarta,

2002.

10.Wiyono WH dkk. Hemoptisis massif pada teratoma kistik paru. J

Respir Indo2007; Vol 27(4): 214-8.22

11.Lau S et al.Computed Tomography of Anterior Mediastinal Masses.

ComputedTomography of Anterio

Page 30: referat

12.Tao FW et al. Minimally invasive approaches for histological

diagnosis of anterior mediastinal masses. Chinese Medical Journal

2007; 120 (8): 675-679

13.Gildea TR et al.Electromagnetic Navigation Diagnostic

Bronchoscopy.A Prospective Study. Am J Respir Crit Care Med

2006; 174: 982–989.

14.Bambang D. Pemantauan angka tahan hidup penderita timoma

yang dibedah di RS.Persahabatan dengan tinjauan atas faktor-

faktor yang mempengaruhi. Tesis Bagian Pulmonologi FKUI,

Jakarta. 2000.

15.Ogawa K, Uno T, Toita T, Onishi H, Yoshida H, Kakinohana Y, et

al.Postoperative radiotherapy for patients with completely resected

thymoma: a multi-institutional, restrospective review of 103

patients. Cancer 2002;94(5):1405-13.

16.Froudarakis ME, Tiffet O, Fournal P, Briasoulis E, Karavasilis V,

Cuilleret J.Invasive thymoma: a clinical study of 23 cases.

Respiration 2001; 68(4): 376-81.

17.Haniuda M, Kondo R, Numanami H, Makiuchi A, Machida E,

Amano J.Recurrence of thymoma: clinicopathological features, re-

operation, and outcome.J Surg Oncol 2001;78(3): 183-8.

18.Masaoka A, Monden Y, Nakahara K, Tanioka T. Follow-up study oh

thymomaswith special reference to their clinical stages. Cancer

1981; 48(11): 2485-92.

19.Vuky J, Bains M, Bacik J, Higgins G, Bajorin DF, Mazumdar M.

Role of  postchemotherapy adjuctive surgery in the management of

Page 31: referat

patients with non-seminoma a rising from the mediastinum. J Clin

Oncol 2001; 19(3): 682-8.

20.Hainsworth JD, Greco FA. Mediastinal germ cell neoplasms. In:

Thoraciconcology. Roth JA, Ruckdeschel JC, Weisenburrger Th.

Editors. W.B Saunderscompany. Philadelphia.1989.p. 478-89.

21.Roberts JR, Keiser LR. Acquired lesions of the mediastinum:

benign andmalignant. In:Pulmonary diseases and disorder.

Fishman AP, Elias JA, FishmanJA, Grippi MA, Keiser LR, Senior

RM. Editors. 3rd eds. McGraw-Hill. NewYork. 1998.p.1509-37.23

.