Refarat Multiple Drugs Resistance

download Refarat Multiple Drugs Resistance

of 33

Transcript of Refarat Multiple Drugs Resistance

Multiple Drugs Resistance Tuberkulosis (MDR-TB)PENDAHULUAN Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis. Ada beberapa mikrobakteri patogen, namun hanya yang strain bovin dan manusia yang patogenik dengan manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 mm, ukuran ini lebih kecil dari sel darah merah. Jika tidak diobati , penyakit ini dapat berakibat fatal dalam 5 tahun sekitar 50 - 65 % kasus . Transmisi biasanya terjadi melalui udara menyebar dari droplet inti yang dihasilkan oleh pasien dengan infeksi TB paru.1 Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Hasil surveilans secara global menemukan bahwa OAT yang resisten terhadap M. tuberculosis sudah menyebar dan mengancam program tuberkulosis kontrol di berbagai negara.2 Resisten ganda (multidrugs resistant tuberculosis/TB-MDR ) merupakan masalah terbesar terhadap pencegahan dan pemberantasan TB dunia. Pada tahun 2003 WHO menyatakan insidens TB-MDR meningkat secara bertahap rerata 2% pertahun. Prevalens TB diperkirakan WHO meningkat 4,3% di seluruh dunia dan lebih dari 200 kasus baru terjadi di dunia. Di negara berkembang prevalens TB-MDR berkisar antara 4,6%-22,2%.5 Pola TB-MDR di Indonesia khususnya RS Persahabatan tahun 1995-1997 adalah resistensi primer 4,6%-5,8% dan resistensi sekunder 22,95%-26,07%.6 Penelitian Aditama mendapatkan resistensi primer 6,86% sedangkan resistensi sekunder 15,61%. Hal ini patut diwaspadai karena prevalensnya cenderung menunjukan peningkatan. Penelitian di RS Persahabatan tahun 1998 melaporkan proporsi kesembuhan penderita TB-MDR sebesar 72% menggunakan paduan OAT yang masih sensitif ditambah ofloksasin.2 Banyak negara sudah menerapkan strategi DOTS dalam penatalaksanaan TB hal ini tenyata sangat bermanfaat untuk meningkatkan angka kesembuhan sehingga mengurangi angka resitensi termasuk resitensi ganda.2

1

Pada Multidrug-resistant TB (MDR-TB) merupakan masalah global yang sangat meningkat, dimana dalam hal ini sebagian besar kasus yang timbul dikarenakan kesalahan dokter dan pasien dimana ketidak patuhan selama pengobatan TB. Cakupan serta beban MDRTB sangat bervariasi baik lintas negara maupun lintas daerah. Seperti TBC itu sendiri, beban yang luar biasa pada MDR-TB terdapat bada daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi atau Negara dengan sumber daya yang rendah. Pada orang dengan riwayat pengobatan sebelumnya atau pada kasus kegagalan pengobatan, Pengobatan di negara maju sangat mahal dan melibatkan rejimen individual berdasarkan data kerentanan obat dan penggunaan obat cadangan. Terlepas dari adanya upaya yang kuat dalam program pengontrolan tuberculosis, dibutuhkan juga survey yang berkala dan berkelanjutan tentang resistensi obat ini yang bisa memberikan informasi dalam tipe kemoterapi yang dapat digunakan pada pengobatan pasien serta menjadi parameter dalam evaluasi program kemoterapi yang sedang dilakukan maupun yang sudah lalu.1,2 Karena infeksi dengan resistan obat M.Tuberculosis sangat beresiko, persiapan khusus harus disiapkan dengan hati-hati untuk memperkecil resiko di dalam kontak pasien ini. Pencegahan mempunyai dua aspek yaitu mekanika dan chemoprophylaxis. Aspek mekanis prevensi termasuk ventilasi yang yang bagus, iradiasi germisidal dengan UV, penggunaan masker, respirator dan filtrasi ketat dari pasien yang diisolasi. Kemoprophylaxis termasuk perawatan dari kontak-kontak dengan yang menggunakan Pyrazinamide (Z) dan Ofloxacin/Ciprofloxacin atau E dan Z atau Ofloxacin / Ciprofloxacin.3

2

EPIDEMIOLOGI Pada survei WHO dilaporkanlebih dari 90.000 pasien TB di 81 negara, ternyata angka TBMDR lebih tinggi dari yang diperkirakan. Enam negara dengan kekerapan TB-MDR tinggi di dunia adalah Estonia, Kazakhstan, Latvia, Lithunia, bagian dari federasi Rusia dan Uzbekistan. WHO memperkirakan ada 300.000 kasus TB-MDR baru per tahun. OAT yang resisten terhadap kuman tuberkulosis akan semangkin banyak, saat ini 79% dari TB-MDR adalah super strains yang resisten paling sedikit 3 atau 4 obat antituberkulosis.2 Multiple Drug Resistance Tuberculosis (MDR-TB) adalah suatu keadan dimana M. tuberculosis telah resisten terhadap INH dan rifampisin saja atau resisten terhadap INH dan rifampisin serta OAT lini pertama lainnya. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang menular di mana Sumber penularan adalah dahak yang mengandung kuman TB. Estimasi global terhadap insidensi MDR-TB pada tahun 2006 adalah sebesar 489.139 atau sekitar 4,8% dari jumlah total estimasi insidens tuberkulosis (TB) di 114 negara pada tahun 2006 (10.229.315). Resistensi obat pada kasus TB adalah masalah yang mendapat perhatian besar dalam program penanggulangan TB oleh karena beberapa strain MDR-TB yang sulit diobati.3 Prevalensi resistensi OAT diantara pasien baru merupakan indikator yang sangat penting dalam program pengendalian TB. Kejadian resistensi M. tubercolosis terhadap OAT adalah akibat mutasi alami. Penyebaran selanjutnya disebabkan oleh kesalahan pengelolaan penyakit seperti : Kesalahan pengelolaan OAT, kesalahan manajemen kasus TB, kesalahan proses penyampaian OAT kepada pasien, kesalahan hasil uji sensitifitas obat, pemakaian OAT dengan mutu rendah serta kurangnya keteraturan pengobatan atau pengobatan yang tidak selesai. Resistensi terhadap OAT lini pertama berhubungan dengan adanya mutasi sedikitnya pada 10 gen, yaitu katG, inhA, ahpC, kasA and ndh untuk resistensi terhadap INH; rpoB untuk resistensi terhadap RIF, embB untuk resistensi terhadap EMB; pncA untuk resistensi terhadap PZA serta rpsL dan rrs untuk resistensi terhadap streptomisin Metode untuk mendeteksi resistensi OAT diantaranya dengan metode fenotiping yang dapat dilakukan denagn metode proporsi, konsentrasi absolut, rasio resistensi dan dengan cara otomatis menggunakan Bactec serta MGIT. Selain itu dapat juga dilakukan genotiping untuk melihat keberadaan gen resistensi.3,4,5

3

ANATOMI SALURAN PERNAPASAN

Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan external, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli dan dapat erat hubungan dengan darah didalam kapiler pulmunaris.5 Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan darah oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan paruparu pada tekanan oksigen 100 mm hg dan tingkat ini hemoglobinnya 95%. Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan. Metabolisme menembus membran alveoli, kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronchial, trakea, dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut.5

SISTEM SALURAN PERNAFASAN Gambar : Anatomi Paru

4

FISIOLOGI PARU Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga.5,6 Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi.6 Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 m). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran udara dan dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksidaantara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus. Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir.6 Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal; fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu5

kontak total berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak diakui sebagai faktor utama.6

Sistem Pertahanan Paru Paru-paru mempunyai pertahanan khusus dalam mengatasi berbagai kemungkinan terjadinya kontak dengan aerogen dalam mempertahankan tubuh. Sebagaimana mekanisme tubuh pada umumnya, maka paru-paru mempunyai pertahanan seluler dan humoral. Beberapa mekanisme pertahanan tubuh yang penting pada paru-paru dibagi atas : 1. Filtrasi udara Partikel debu yang masuk melalui organ hidung akan : - Yang berdiameter 5-7 akan tertahan di orofaring. - Yang berdiameter 0,5-5 akan masuk sampai ke paru-paru - Yang berdiameter 0,5 dapat masuk sampai ke alveoli, akan tetapi dapat pula di keluarkan bersama sekresi. 2. Mukosilia Baik mucus maupun partikel yang terbungkus di dalam mucus akan digerakkan oleh silia keluar menuju laring. Keberhasilan dalam mengeluarkan mucus ini tergantung pada kekentalan mucus, luas permukaan bronkus dan aktivitas silia yang mungkin terganggu oleh iritasi, baik oleh asap rokok, hipoksemia maupun hiperkapnia. 3. Sekresi Humoral Lokal zat-zat yang melapisi permukaan bronkus antara lain, terdiri dari : - Lisozim, dimana dapat melisis bakteri - Laktoferon, suatu zat yang dapat mengikat ferrum dan bersifat bakteriostatik - Interferon, protein dengan berat molekul rendah mempunyai kemampuan dalam membunuh virus. - Ig A yang dikeluarkan oleh sel plasma berperan dalam mencegah terjadinya infeksi virus. Kekurangan Ig A akan memudahkan terjadinya infeksi paru yang berulang. 4. Fagositosis

6

Sel fagositosis yang berperan dalam memfagositkan mikroorganisme dan kemudian menghancurkannya. Makrofag yang mungkin sebagai derivate monosit berperan sebagai fagositer. Untuk proses ini diperlukan opsonim dan komplemen. Faktor yang mempengaruhi pembersihan mikroba di dalam alveoli adalah : - Gerakan mukosiliar. - Faktor humoral lokal. - Reaksi sel. - Virulensi dari kuman yang masuk. - Reaksi imunologis yang terjadi. - Berbagai faktor bahan-bahan kimia yang menurunkan daya tahan paru, seperti alkohol, stress, udara dingin, kortekosteroid, dan sitostatik.5,6

7

ETIOLOGI DAN PATOMEKANISME Hasil pengamatan terhadap resistensi Mycobacterium tuberculosis menunjukkan bahwa terhadap obat pilihan pertama dengan kisaran 24,24% sampai 43,43%. Resistensi terendah adalah terhadap INH (24,24%) dan tertinggi Rifampisin (43,43%), sedangkan terhadap Streptomisin terdapat resistensi sebesar 33,33% dan terhadap Ethambutol 26,26%. Resistensi terhadap OAT pilihan kedua berkisar antara 14,29% sampai 49,50%. Resistensi tertinggi terhadap Kanamisin dan terendah terhadap Ofloksasin.7 Multidrug resistant tuberculosis (MDR TB) adalah TB yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (M. TB) resisten in vitro terhadap isoniazid (H) dan rifampisin (R) dengan atau tanpa resisten obat lainnya. Terdapat 2 jenis kasus resistensi obat yaitu kasus baru dan kasus telah diobati sebelumnya. Kasus baru resisten obat TB yaitu terdapatnya galur M. TB resisten pada pasien baru didiagnosis TB dan sebelumnya tidak pernah diobati obat antituberkulosis (OAT) atau durasi terapi kurang 1 bulan. Pasien ini terinfeksi galur M. TB yang telah resisten obat disebut dengan resistensi primer. Kasus resisten OAT yang telah diobati sebelumnya yaitu terdapatnya galur M. TB resisten pada pasien selama mendapatkan terapi Tb sedikitnya 1 bulan. Kasus ini awalnya terinfeksi galur M TB yang masih sensitif obat tetapi selama perjalanan terapi timbul resistensi obat atau disebut dengan resistensi sekunder (acquired).7 Secara mikrobiologi resistensi disebabkan oleh mutasi genetik dan hal ini membuat obat tidak efektif melawan basil mutan. Mutasi terjadi spontan dan berdiri sendiri menghasilkan resistensi OAT. Sewaktu terapi OAT diberikan galur M. TB wild type tidak terpajan. Diantara populasi M. TB wild type ditemukan sebagian kecil mutasi resisten OAT. Resisten lebih 1 OAT jarang disebabkan genetik dan biasanya merupakan hasil penggunaan obat yang tidak adekuat. Sebelum penggunaan OAT sebaiknya dipastikan M. TB sensitif terhadap OAT yang akan diberikan. Sewaktu penggunaan OAT sebelumnya individu telah terinfeksi dalam jumlah besar populasi M. TB berisi organisms resisten obat. Populasi galur M. TB resisten mutan dalam jumlah kecil dapat dengan mudah diobati. Terapi TB yang tidak adekuat menyebabkan proliferasi dan meningkatkan populasi galur resisten obat. Kemoterapi jangka pendek pasien resistensi obat menyebabkan galur lebih resisten terhadap obat yang digunakan atau sebagai8

efek penguat resistensi. Penularan galur resisten obat pada populasi juga merupakan sumber kasus resistensi obat baru. Meningkatnya koinfeksi TB HIV menyebabkan progresi awal infeksi MDR TB menjadi penyakit dan peningkatan penularan MDR-TB.7 Banyak faktor penyebab MDR TB. Beberapa analisis difokuskan pada ketidakpatuhan pasien. Ketidakpatuhan lebih berhubungan dengan hambatan pengobatan seperti kurangnya pelayanan diagnostik, obat, transportasi, logistik dan biaya pengendalian program TB. Survei global resistensi OAT mendapatkan hubungan antara terjadinya MDR Tb dengan kegagalan program TB nasional yang sesuai petunjuk program TB WHO. Terdapatnya MDR TB dalam suatu komuniti akan menyebar. Kasus tidak diobati dapat menginfeksi lebih selusin penduduk setiap tahunnya dan akan terjadi epidemic khususnya di dalam suatu institusi tertutup padat seperti penjara, barak militer dan rumah sakit. Penting sekali ditekankan bahwa MDR TB merupakan ancaman baru.7 Pengendalian sistematik dan efektif pengobatan TB yang sensitive melalui DOTS merupakan senjata terbaik untuk melawan berkembangnya resistensi obat. Terdapat 5 sumber utama resisten obat TB menurut kontribusi Spigots, yaitu : 1. Pengobatan tidak lengkap dan adekuat menyebabkan mutasi M. TB resistensi 2. Lamanya pasien menderita infeksi disebabkan oleh keterlambatan diagnosis MDR TB dan hilangnya efektiviti terapi sehingga terjadi penularan galur resisten obat terhadap kontak yang masih sensitif. 3. Pasien resisten obat TB dengan kemoterapi jangka pendek memiliki angka kesembuhan kecil dan hilangnya efek terapi epidemiologi penularan. 4. Pasien resisten obat TB dengan kemoterapi jangka pendek akan mendapatkan resistensi lanjut disebabkan ketidak hatihatian pemberian monoterapi (efek penguat). 5. Koinfeksi HIV dapat memperpendek periode infeksi menjadi penyakit TB dan penyebab pendeknya masa infeksi.7 Dari analisa DNA terdapat beberapa gen khusus yang sangat kuat untuk menentukan identitas Mycobacterium tuberculosis komplek yaitu gen rpoB, katG, rpsL,dan gyrA. Dari penelitian sebelumnya diketahui bakteri yang telah resisten terhadap obat TB (Multi-drug resistant tuberculosis/MDR-TB) seperti resistensi INH yang dimediasi terjadinya perubahan gen9

paling umum pada gen katG, inhA dan rpoB (Yu Hi, et all. 2010). Menurut Rintiswati dkk, (2005) INH bekerja dengan target utama asam mikoloat, pada strain resisten asam mikoloat berubah strukturnya karena terjadi mutasi beberapa gen yakni katG, inhA, kasA dan ahpC. Sedangkan target streptomisin adalah protein ribosom pada strain resisten obat ini telah terjadi mutasi pada gen rpsL dan rrs.8,9 Dengan menggunakan metode gyrB-base PCR pada 79 sampel isolat TB pasien didapatkan 97,5% merupakan anggota Mycobacterium tuberculosis komplek dan 2,6% digolongkan mycobacteria other than TB (MOTT). Metode ini menggunakan PCR dengan target gen gyrB pada fragmen 1,020-bp menggunakan primer MTUB-f (5-TCG GAC GCG TAT GCG ATA TC-3) dan MTUB-r (5-ACA TAC AGT TCG GAC TTG CG-3).(Eurofins MWG, Operon, Germany). Sehingga perubahan pada gen tertentu dari Mycobacterium tuberculosis dapat dianalisa untuk menentukan strain dari Mycobacterium tuberculosis.8,9

DIAGNOSIS DAN MANIFESTASI KLINIK

Setiap pasien yang didiagnosis kronis atau TB yang resistan terhadap obat TB membutuhkan pengobatan dengan obat lini kedua berdasarkan pedoman WHO Kategori IV dan akan perlu regimen khusus (disebut "Kategori IV rejimen" dalam pedoman WHO).7 Langkah awal mendiagnosis resisten obat TB adalah mengenal pasien dalam risiko dan mempercepat dilakukannya diagnosis laboratorium. Deteksi awal MDR TB dan memulai sejak awal terapi merupakan faktor penting untuk mencapai keberhasilan terapi. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi sputum BTA, uji kultur M. TB dan resistensi obat. Kemungkinan resistensi obat TB secara simultan dipertimbangkan dengan pemeriksaan sputum BTA sewaktu menjalani paduan terapi awal. Kegagalan terapi dapat dipertimbangkan sebagai kemungkinan resisten obat TB sampai ada hasil uji resistensi obat beberapa minggu kemudian yang menunjukkan terdapatnya paduan terapi yang tidak adekuat. Identifikasi cepat pasien resistensi obat TB dilakukan terutama pasien memiliki risiko tinggi karena program pengendalian TB lebih sering

10

menggunakan paduan terapi empiris, minimalisasi penularan, efek samping OAT, memberikan terapi terbaik dan mencegah resistensi obat lanjut.7,8,9 Prediksi seseorang dalam risiko untuk melakukan uji resistensi obat adalah langkah awal deteksi resistensi obat. Prediktor terpenting resistensi obat adalah riwayat terapi TB sebelumnya, progresiviti klinis dan radiologi selama terapi TB, berasal dari daerah insidens tinggi resisten obat dan terpajan individu infeksi resisten obat TB. Setelah pasien dicurigai MDR TB harus dilakukan pemeriksaan uji kultur M. TB dan resistensi obat. Laboratorium harus mengikuti protokol jaminan kualiti dan memiliki akreditasi nasional / internasional. Khususnya 2 sampel dengan hasil yang berbeda dari laboratorium dengan tingkat yang berbeda direkomendasikan untuk diperiksakan pada laboratorium yang lebih balk. Penting sekali laboratorium menekankan pemeriksaan uji resistensi obat yang cepat, adekuat, valid dan mudah dicapai oleh pasien dan layanan kesehatan. Mewujudkan laboratorium seperti ini disuatu daerah merupakan tantangan untuk program pengendalian TB.7,9 Metode fenotipik dan genotipik untuk mengetahui resistensi obat OAT Metode fenotipik konvensional Metode Proporsional Metode rasio resistensi Metode konsentrasi absolute Metode radiometri BACTEC Metode fenotipik baru Metode phage based Metode kolorimetri The nitrase reductase Assay The microscopic observation brothMetode genotipik Rangkaian DNA Chain reaction(PCR) Microarais

Tabung indicator pertumbuhan drugs susceptibility assay mikrobakteria Metode agar thin-layer

Pada pemeriksaan fisis tuberkulosis paru resisten, kelainan yang didadapt tergantung dari luasnya kelainan struktur paru. Pada awal perkembangan penyakit, sulit sekali menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnyat terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior dan daerah apeks lobus inferior. Yang dapat ditemukan pada11

pemeriksaan fisik adalah suara nafas bronchial, amforik, suara nafas melemah, ronki basah, tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.9 Pada tuberkulosis pleura, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi akan ditemukan suara yang pekak, dan auskultasi suara nafas melemah hingga tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.9 Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, yang tersering ditemukan di daerah leher atau ketiak.9

12

PENGOBATAN Program pengobatan TB MDR yang akan dilaksanakan saat ini menggunakan strategi pengobatan yang standard (standardized treatment). Klasifikasi obat anti tuberkulosis dibagi atas 5 kelompok berdasarkan potensi dan efikasinya, yaitu : Kelompok 1 : Sebaiknya digunakan karena kelompok ini paling efektif dan dapat ditoleransi dengan baik (Pirazinamid, Etambutol) Kelompok 2 : Bersifat bakterisidal (Kanamisin atau kapreomisin jika alergi terhadap kanamisin) Kelompok 3 : Fluorokuinolon yang bersifat bakterisidal tinggi (Levofloksasin) Kelompok 4 : Bersifat bakteriostatik tinggi (PAS, Ethionamid, Sikloserin) Kelompok 5 : Obat yang belum jelas efikasinya.10 Paduan obat TB MDR yang akan diberikan kepada semua pasien TB MDR (standardized treatment) adalah :10 6 Km - E Etho Levo Z Cs / 18 E Etho Levo Z Cs

Prinsip paduan pengobatan TB MDR : 1. Setiap rejimen TB MDR terdiri dari paling kurang 4 macam obat dengan efektifitas yang pasti atau hampir pasti. 2. PAS ditambahkan ketika ada resistensi diperkirakan atau hampir dipastikan ada pada fluorokuinolon. Kapreomisin diberikan bila terbukti resisten kanamisin. 3. Dosis obat berdasarkan berat badan. 4. Obat suntikan (kanamisin atau kapreomisin) digunakan sekurangkurangnya selama 6 bulan atau 4 bulan setelah terjadi konversi biakan. Periode ini dikenal sebagai fase intensif. 5. Lama pengobatan minimal adalah 18 bulan setelah konversi biakan 6. Definisi konversi dahak: pemeriksaan dahak dan biakan 2 kali berurutan dengan jarak pemeriksaan 30 hari menunjukkan hasil negatif. ` 7. Suntikan diberikan 5x/minggu selama rawat inap dan rawat jalan. Obat per oral diminum setiap hari. Pada fase intesif obat oral diminum didepas petugas kesehatan kecuali pada hari13

libur diminum didepan PMO. Sedangkan pada fase lanjutan obat oral diberikan maksimum 1 minggu dan diminum didepan PMO. Setiap pemberian suntikan maupun obat oral dibawah pengawasan selama masa pengobatan. 8. Pada pasien yang mendapat sikloserin harus ditambahkan Piridoxin (vit.B6), dengan dosis 50 mg untuk setiap 250 mg sikloserin 9. Semua obat sebaiknya diberikan dalam dosis tunggal.

Tabel 1. Perhitungan dosis OAT

OAT < 33 kg Pirazinamid Kanamisin Kapreomisin Levoflosasin Sikloserin Etionamid PAS 30-40 mg/kg/hari 15-20 mg/kg/hari 15-20mg/kg/hari 750 mg per hari 15-20 mg/kg/hari 15-20 mg/kg/hari 150 mg/kg/hari 33-50 kg 1000-1750 mg 500-750 mg 500-750 mg 750 mg 500 mg 500 mg 8g

BB 51-70 kg 1750-2000 mg 1000 mg 1000 mg 750 mg 750 mg 750 mg 8g >70 kg 2000-2500 mg 1000 mg 1000 mg 750-1000 mg 750-1000 mg 750-1000 mg 8g

14

Efek samping Obat Anti-Tuberkulosis Efek samping obat yang terjadi dapat ringan sampai berat. Bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis, maka pemberian OAT dapat dilanjutkan. Adapun efek samping yang dapat ditimbulkan tiap obat diuraikan sebagai berikut : INH Efek samping ringan dapat berupa tanda keracunan pada saraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki, dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin 100 mg per hari atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain adalah menyerupai defisiensi piridoksin (sindrom Pellagra). Efek samping berat dapat berupa hepatitis. Bila terjadi hepatitis atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus.9

Rifampisin Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simptomatis adalah sindrom flu, sindrom perut, dan sindrom kulit. Efek samping berat dapat berupa hepatitis, purpura, anemia hemolitik, syok, gagal ginjal.9 Pirazinamid Efek samping utama adalah hepatitis dan nyeri sendi.9 Etambutol Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman, buta warna merah dan hijau. Penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit dideteksi.915

Streptomisin Efek samping utama adalah rusaknya saraf kranial kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko ini akan meningkat dengan peningkatan dosis, umur pasien, dan gangguan fungsi ginjal. Gejala yang terlihat adalah tinitus, pusing, dan kehilangan keseimbangan. Reaksi hipersensitivitas kadang terjadi berupa demam disertai sakit kepala, muntah, dan eritema pada kulit. Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada perempuan hamil sebab dapat merusak saraf janin.9 Gatal dan kemerahan pada kulit dapat timbul pada pemberian semua jenis OAT. Bila ini terjadi, dapat diberikan obat antihistamin dan dievaluasi secara ketat. Perhatian Khusus Pasien perlu dirawat inap dalam keadaan TB paru disertai komplikasi seperti batuk darah masif, keadaan umum buruk, pneumotoraks, empiema, efusi pleura masif atau bilateral, serta sesak napas berat yang bukan disebabkan oleh efusi pleura.9 Indikasi mutlak operasi: 1. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetapi dahak tetap positif 2. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif 3. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif Indikasi relatif operasi: 1. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang 2. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan 3. Sisa kaviti yang menetap Evaluasi pengobatan pasien meliputi evaluasi kliniis, bakteriologi, radiologi, dan efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.16

Pasien dievaluasi klinis setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama dan pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan. Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, dan pemeriksaan fisis. Dalam evaluasi perlu diperhatikan respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit.9 Evaluasi bakteriologi bertujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak. Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis dilakukan sebelum pengobatan dimulai, setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif), dan pada akhir pengobatan. Bila ada fasilitas biakan, dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.9 Evaluasi radiologi foto toraks dilakukan sebelum pengobatan, setelah 2 bulan pengobatan, dan pada akhir pengobatan. Bila dicurigai adanya keganasan, dapat dilakukan setelah 1 bulan pengobatan.9 Untuk mengevaluasi efek samping secara klinis, sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, ginjal, dan darah lengkap. Dalam pemberian pirazinamid, perlu diperiksa kadar asam urat. Etambutol memerlukan pemeriksaan visus dan uji buta warna, sedangkan streptomisin memerlukan uji keseimbangan dan audiometri.9 Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum atau tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini, sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada pasien, keluarga, dan lingkungannya. Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya resistensi.9 Pasien dinyatakan sembuh bila: 1. BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat 2. Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama atau ada perbaikan 3. Bila ada fasilitas biakan, maka kriteria ditambah dengan biakan negatif

17

Pasien TB resisten yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui adanya kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopis BTA dahak dilakukan pada bulan ke-3, 6, 12, dan 24 setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks dilakukan pada bulan ke-6, 12, dan 24 setelah dinyatakan sembuh.9 KOMPLIKASI Pada pasien TB-MDR dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang mungikin timbul adalah : Batuk darah Pneumotoraks Luluh paru Gagal napas Gagal jantung Efusi pleura

Prognosis Pengobatan TB-MDR dipandang secara berbeda dari pengobatan TB yang baku karena setelah seseorang mendapatkan TB-MDR yang resistan terhadap rifampisin dan isoniazid, pilihan pengobatan mereka menjadi terbatas karena obat yang toksik dan harus dipakai dalam jangka yang lama. Walaupun TB-MDR tidak lebih menular dibandingkan TB yang peka terhadap obat, TB-MDR ini adalah prognosis yang jauh lebih buruk.10 Dan apabila pengobatan TB-MDR gagal, hal ini berbahaya karena orang tersebut akan mengembangkan jenis TB yang lebih resistan terhadap obat, bahkan yang sangat resistan terhadap obat dan hampir tidak mungkin diobati. Demikianlah perkembangan epidemi TB yang sangat resistan terhadap obat saat ini, dan potensi yang serupa juga terjadi di banyak negara lain di dunia.10

18

LAPORAN KASUS Multiple Drugs Resistance Tuberkulosis (MDR-TB) IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Pekerjaan Masuk Bangsal/Ruang No. Rekam Medik : : : : : : : : Tn. E.I.M 24 tahun Laki-Laki Ds Wakai Kab Toejo Una 19 Maret 2012 Infeksi Center 538134

SUBJEKTIF Keluhan Utama: Batuk Darah Anamnesis Terpimpin:Dialami sejak kurang lebih tujuh tahun yang lalu, batuk darah hilang timbul. Penurunan berat badan dialami kurang lebih 7 tahun yang lalu dan dirasakan semakin menurun mulai 1 bulan yang lalu, tidak diketahui berapa Kg penurunannya tetapi Osi menaksir penurunan berat badan berkisar 10% dari berat badan sebelumnya yang dirasakan kurang lbh 1 bulan belakangan ini. Demam (-), Riwayat demam sebelumnya (+)dialamai 1 bulan yang lalu dan membaik setelah osi meminum obat penurun panas (Sanmol), Batuk (+) dialami sejak 7 tahun yang lalu hilang timbul,19

memberat kurang lebih 1 bulan yang lalu disertai lendir warna kuning dan bercampur dengan darah. Nyeri dada (-), Mual (-), Muntah (-), Nyeri uluhati (+) jika terlambat makan. BAK : Kesan Lancar, Warna Kuning Jernih, Rw. Kencing Berpasir (-) BAB : Biasa, Warna Kuning, 3 hari sekali, Rw BAB hitam (-) Riwayat Penyakit Sebelumnya: Riwayat berobat 6 bulan pada tahun 2005 dan pada tahun 2008 kembali berobat OAT dan tidak sembuh ditambah 3 bulan tuntas, tetapi batuk darah terus berlangsung sampai sekarang. TD saat itu 120/70, Riwayat menderita penyakit DM (-), Riwayat sakit kuning sebelumnya (-), Riwayat Minum Alkohol (+) . Riwayat Keluarga yang menderita penyakit yang sama (-), Riwayat Merokok (+) , OBJEKTIF a) Keadaan Umum: Pasien tampak berbaring di ranjang RS Wahidin dengan kesadaran kompos mentis, keadaan sakit sedang, keadaan gizi kurang. (Status Presens: SS/GK/CM) b) Tanda Vital dan Antropometri Tekanan darah : 120/70mmHg Nadi Pernafasan Suhu BB TB IMT : 45 kg : 167 cm : 16,18 kg/m2 : 84 kali/menit : 26 kali/menit : 37.1 oC

c) Pemeriksaan Fisis Kepala : anemis (-), ikterus (-), sianosis (-) Perdarahan Gusi (-) Leher : MT (-), NT(-), DVS R-1 cmH20, deviasi trakhea (-)

20

Thorax

I P P

: simetris kiri = kanan : MT (-), NT (-) VF Kiri = Kanan : sonor kiri = kanan BPH = ICS VI Kanan Depan

A

: BP : bronkovesikuler, BT: Rh + - - Wh - - - -

Jantung

I P P A

: ictus cordis tidak tampak : ictus cordis teraba : pekak, batas jantung kesan normal : BJ I/II murni reguler bising (-)

Abdomen

I : cembung, simetris, ikut gerak nafas. Caput medusa (+) A P P : peristaltik (+) kesan normal : NT (-), MT (-) H/L tidak ada pembesaran : Ascites (-)

Ekstremitas Lain-Lain

: edema (-) : Tidak ada kelainan

21

d) Diagnosis Kerja TB Paru MDR DD/ relaps CAP

e) Penatalaksanaan IVFD NaCl 0,9% 16 tpm Codein tab 3 x 1 tab Ceftriaxon 2gr/24jam/IV

f) Rencana Pemeriksaan DR, Elektrolit, Ureum, Kreatinin, GOT, GPT Sputum BTA 3 kali Foto Thorax PA Kultur dan sensitivitas sputum terhadap OAT

22

g) Pemeriksaan Penunjang Laboratorium (19-03-2012) HEMATOLOGI WBC RBC HGB HCT PLT MCV MCH MCHC Neut Ureum Kreatinin SGOT SGPT Na K Cl GDS HASIL 12,87 4.081 10.6 33.1 527 87.9 27.7 31.6 80,6 19 0.6 27 37 138 3,8 105 101 NILAI RUJUKAN 4.00 10.0 4.00 6.00 12.0 16.0 37.0 48.0 150 400 80.0 97.0 26.5 33.5 31.5 35.0 0.0 10-50