Refarat Mery Sindrom Nefrotik

37
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan berkah dan rahmatnya sehingga saya mampu menyelesaikan referat ini tepat pada waktunya. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia di RSU UKI,Jakarta. Saya ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dr.dr Sahala Panggabean SpPD-KGH, selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini. 2. dr.Eko yang ikut membantu dalam menyelesaikan referat ini sehingga dapat selesai dan dikumpulkan tepat pada waktunya. Saya menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, sehingga saran dan kritik yang membangun sangat diperlukan untuk perbaikannya dan saya berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Jakarta, April 2015

description

xsdsd

Transcript of Refarat Mery Sindrom Nefrotik

Page 1: Refarat Mery Sindrom Nefrotik

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan

berkah dan rahmatnya sehingga saya mampu menyelesaikan referat ini tepat pada waktunya.

Referat ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik

bagian ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia di RSU

UKI,Jakarta.

Saya ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr.dr Sahala Panggabean SpPD-KGH, selaku pembimbing dalam penyusunan referat

ini.

2. dr.Eko yang ikut membantu dalam menyelesaikan referat ini sehingga dapat selesai

dan dikumpulkan tepat pada waktunya.

Saya menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, sehingga saran dan kritik

yang membangun sangat diperlukan untuk perbaikannya dan saya berharap semoga referat ini

dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jakarta, April 2015

Penyusun

Page 2: Refarat Mery Sindrom Nefrotik

DAFTAR ISI

Kata pengantar……………………………………………………………………..

Daftar isi……………………………………………………………………………

Bab I. Pendahuluan……………………………………………………………...

Bab. II Anatomi dan Fisilogi Ginjal …………………………………………….

Bab III. Sindroma nefrotik……………………………………………………….

Definisi dan insidens…………………………………………………….

Etiologi ………….………………………………………………………

Patogenesis ………………………………………………………………

Manifestasi klinis ………………………………………………………..

Diagnosis…………………………………………………………..........

Klasifikasi histopatologis………………………………………………...

Klasifikasi SN kongenital………………………………………………

Komplikasi……………………………………………………………..

Diagnosis banding ………………………………………………………

Penatalaksanaan………………………………………………………….

Prognosis…………………………………………………………………

Bab IV. Kesimpulan……………………………………………………………….

Daftar pustaka………………………………………………………………………

Page 3: Refarat Mery Sindrom Nefrotik

BAB IPENDAHULUAN

Sindrom Nefrotik (SN) adalah suatu sindrom klinis dengan gejala :

1. Proteinuria Masif (> 40 mg/m² LBP/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin

sewaktu > 2 mg/dipstik >2+)

2. Hipoalbuminemia <2,5 g/dl

3. Edema Anasarka

4. Hiperlipidemia

Etiologi SN dibagi 3 yaitu : kongenital,primer/idiopatik,dan sekunder mengikuti penyakit lain seperti Lupus Eritematosus sistemik (SLE),Purpura Henoch Scholen,dan lain-lain.

Pada anak-anak kira-kira 90% disebabkan oleh panyakit Glomerulus primer dan 10% adalah sekunder disebabkan oleh penyakit Sistemik.

Sampai pertengahan abad ke 20 Morbiditas SN pada anak masih tinggi, yaitu melebihi 50%

pasien-pasien ini dirawat untuk jangka waktu lama karena Edema Anasarka dengan disertai

Uiserasi dan Interaksi kulit.

Dengan ditemukannya obat Sulfonamid dan Penisillin tahun 1940 dan dipakainya hormon

Adreno Kortikotropik (ACTH) dan Kortikosteroid pada tahun 1950, mortilitas penyakit ini

diperkirakan mencapai 67% yang sering disebabkan oleh komplikasi Peritonitis dan Sepsis.

Kematian menurun kembali mencapai 35% setelah obat penisilin mulai digunakan tahun

1946-1950.

Pada awal 1950-an kematian menurun mencapai 20% setelah pemakaian ACTH atau

Kortison. Diantara pasien SN yang selamat dari infeksi sebelum Era Sulfonamid umumnya

kematian disebabkan oleh gagal ginjal kronik.

Page 4: Refarat Mery Sindrom Nefrotik

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL

II. 1. Anatomi Ginjal

Ginjal terletak di dalam ruang retroperitoneum sedikit di atas ketinggian

umbilikus. Ginjal mempunyai lapisan luar, korteks yang berisi glomeruli, tubulus

kontortus proksimalis dan distalis dan duktus koletivus, serta di lapisan dalam, medula

yang mengandung bagian-bagian tubulus yang lurus, lengkung (ansa) Henle, vasa

rekita dan duktus koligens terminal.

Pasokan darah pada setiap ginjal biasanya terdiri dari arteri renalis utama

yang keluar dari aorta. Arteri renalis utama membagi menjadi medula ke batas antara

korteks dan medula. Pada daerah ini, arteri interlobaris bercabang membentuk arteri

arkuata, dan membentuk arteriole aferen glomerulus. Sel-sel otot yang terspesialisasi

dalam dinding arteriole aferen, bersama dengan sel lacis dan bagian distal tubulus

(makula densa) yang berdekatan dengan glomerulus, membentuk aparatus

jukstaglomeruler yang mengendalikan sekresi renin.

Setiap ginjal mengandung sekitar satu juta nefron (glomerulus dan tubulus

terkait). Pada manusia, pembentukan nefron telah sempurna pada saat lahir, tetapi

maturasi fungsional belum terjadi sampai di kemudian hari. Karena tidak ada nefron

baru yang dapat dibentuk sesudah lahir, hilangnya nefron secara progresif dapat

menyebabkan insufisiensi ginjal.

Membrana basalis glomerulus (BMG) membentuk lapisan berkelanjutan

antara endotel dan sel mesangium pada satu sisi dengan sel epitel pada sisi yang lain.

Membran ini mempunyai 3 lapisan. (1) lamina densa yang sentralnya padat-elektron,

(2) lamina rara interna, yagn terletak di antara lamina densa dan sel-sel endotelian ;

dan (3) lamina rara eksterna, yang terletak di antara lamina densa dan sel-sel epitel.

Kapsula Bowman, yang mengelilingi glomerulus, terdiri dari (1) membrana basalis,

yang merupakan kelanjutan dari membrana basalis kapiler glomerulus dan tubulus

proksimalis, dan (2) sel-sel epitel parietalis, yang merupakan kelanjutan sel-sel epitel

viscera.

Page 5: Refarat Mery Sindrom Nefrotik

II.2. FISIOLOGI DASAR GINJAL

Fungsi Utama Ginjal

Fungsi Ekrkresi

Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 258 m osmol dengan mengubah ekskresi

air.

Mempertahankan PH plasma skitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan

membentuk kembali HCO3.

Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein, terutama urea,

asam urat dan kreatinin.

Fungsi Non-eksresi

Menghasilkan renin-penting untuk pengaturan tekanan darah.

Menghasilkan eritropoietin-faktor penting dalam stimulasi produk sel darah merah

oleh sumsum tulang.

Metabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.

Degenerasi insulin

Menghasilkan prostaglandin

Page 6: Refarat Mery Sindrom Nefrotik

BAB III

SINDROM NEFROTIK

III.1. DEFINISI

Sindrom nefrotik bukan suatu penyakit tersendiri, melainkan merupakan

komplek gejala klinik yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, dengan ciri-ciri

sebagai berikut :

- Proteinuria masif, termasuk albuminuria ; (>40 mg/m2/jam).

- Edema umum (anasarka), terutama jelas pada muka dan periorbital.

- Hipoalbuminemia ( < 2,5 g/dl)

- Dapat disertai dengan Hiperlipidemi, khususnya hiperkolesterolemi.

Kadang-kadang tidak semua gejala tersebut di atas ditemukan. Ada yang

berpendapat bahwa proteinuria, terutama albuminuria yang masif serta hipoalbuminemi

sudah cukup untuk menegakkan diagnosis sindrom nefrotik. Bisa juga disertai dengan

hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal.

III.2. INSIDENS

Terbanyak pada anak berumur antara 1½ - 5 tahun dengan perbandingan pria : wanita = 2:1.

Kelompok responsif steroid sebagai besar terdiri dari anak-anak dengan sindrom nefrotik

kelainan minimal (SNKM). Kelompok tidak responsif steroid atau resisten steroid terdiri

dari anak-anak dengan kelainan glomerulus lain.

III.3. ETIOLOGI

Sebab yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit

autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi.

KLASIFIKASI

I. Berdasarkan etiologi :

1. Sindrom nefrotik bawaan.

Diturunkan sebagai resesif automosal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada neonatus.

Page 7: Refarat Mery Sindrom Nefrotik

Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.

2. Sindrom nefrotik sekunder.

Disebut sindrom nefrotik sekunder apabila penyakit dasarnya adalah penyakit sistemik karena obat-obatan, alergen, toxin, dan lain-lain. Disebabkan oleh :

Malaria kuartana atau parasit lain.

Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura

anafilaktoid.

Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosis vena

renalis.

Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,

sengatan lebah racun otak, air raksa.

Amiloidosis, penyakit sickle sel, hiperprolinemia, nefritis

membranoproliferatif hipokomplementemik.

3. Sindrom nefrotik idiopatik /primer.

Sindrom nefrotik yang tidak menyertai penyakit sistemik.penyakit ini ditemukan pada 90% kasus anak. Berdasarkan gejala klinis SN primer :

i. Kongenital

Bentuk kongenital ditemukan sejak lahir atau segera sesudahnya. Pada umumnya kasus-kasus ini adalah SN tipe Finlandia, suatu penyakit yang diturunkan secara resesif autosom.

ii. Responsif steroid

Kelompok responsive steroid sebagian besar terdiri atas anak-anak dengan sindrom nefrotik kelainan minimal.

iii. Resisten streroid

Kelompok resisten steroid terdiri tasa anak-anak dengan kelainan glomerulus lain

II. Berdasarkan kelainan patologis :

SN dilakukan biopsi ginjal maka dibagi menjadi :

1. Penyakit perubahan minimal ( nefrosis lemak)

Ditandai secara khas oleh glomeruli yang tampaknya normal dibawah mikroskop cahaya., tetapi tampak adanya kehilangan difus epitel tajuk kaki apabila diteropong dengan mikroskop elektron. Golongan ini lebih banyak pada anak daripada dewasa.

2. Glomerulonefritis membranosa ( Nefropati membranosa )

Penyakit progresif lambat pada dewasa muda dan usia pertengahan ini ditandai secara morfologi khas dengan kelainan berbatas jelas pada membrana basalis

Page 8: Refarat Mery Sindrom Nefrotik

glomerulus. Glomerulonefritis membranosa adalah sutu bentuk penyakit kompleks imun.

3. Glomerulonefritis proliferatif membranosa

Bentuk glomerulonefritis ini ditandai dengan penebalan membran dan proliferasi

selular. Proliferasi sel mesangial dan penempaan fibrin yang menyerupai

membrana basalis di mesangium. Titer globulin beta-1C atau beta 1A rendah.

4. Glomerulo segmental fokal

Pada kelainan ini yang menyolok sklerosis glomerulus. Sering disertai dengan atrofi

tubulus. Prognosis buruk.

III.4. PATOFISIOLOGI

Proteinuria

Jenis protein yang keluar pada sindrom nefrotik bervariasi bergantung pada kelainan

dasar glomerulus. Pada SN Kelainan Minimal protein yang keluar hampir seluruhnya

terdiri atas albumin dan disebut sebagai proteinuria selektif.

Umumnya karakteristik perubahan permeabilitas membran basal bergantung pada

tipe kelainan glomerulus pada SN. Pada SNKM terdapat penurunan klirens protein netral

dengan semua berat molekul, namun terdapat peningkatan klirens protein bermuatan

negatif seperti albumin. Keadaan ini menunjukkan bahwa di samping hilangnya sawar

muatan negatif juga terdapat perubahan pada sawar ukuran celah pori atau kelainan pada

kedua-duanya.

Di samping itu sialoprotein glomerulus yaitu yaitu polianion yang terdapat pada

tonjolan kaki sel epitel, tampaknya berperan sebagai muatan negatif di daerah ini yang

penting untuk mengatur sel viseral epitel dan pemisahan tonjolan-tonjolan kaki sel epitel.

Pada SNKM, kandungan sialoprotein kembali normal sebagai respons pengobatan steroid

yang menyebabkan hilangnya proteinuria.

Hipoalbuminemia

Jumlah albumin di dalam ditentukan oleh masukan dari sintesis hepar dan

pengeluaran akibat degradasi metabolik, eksresi renal dan gastrointestinal. Pada anak

dengan SN terdapat hubungan terbalik antara laju sekresi protein urin dan derajat

hipoalbuminemia. Laju sintesis albumin pada SN dalam keadaan seimbang ternyata tidak

Page 9: Refarat Mery Sindrom Nefrotik

menurun, bahkan meningkat atau normal. Suatu penelitian pada anak ditemukan kenaikan

laju sintesis dua kali pada SN ( pada anak dengan hipoalbuminemia dengan penyebab

non hepatik lainnya) menunjukkan bahwa kapasitas meningkat sintesis hati terhadap

albumin tidak cukup untuk mengkompensasi laju kehilangan albumin yagn abnormal.

Meningkatnya katabolisme albumin di tubulus renal dan menurunnya katabolisme

ekstrarenal dapat menyebabkan keadaan laju katabolisme absolut yang normal albumin

plasma yang rendah tampaknya disebabkan oleh meningkatnya eksresi albumin dalam

urin dan meningkatnya katabolisme fraksi pool albumin (terutama disebabkan karena

meningkatnya degradasi di dalam tubulus renal) yang melampaui daya sintesis hati.

Gangguan protein lainnya di dalam plasma adalah menurunnya - 1 globulin, (normal

atau rendah), dan - 2-globulin, B globulin dan fibrinogen meningkat secara relatif atau

absolut. Peningkatan - 2 globulin disebabkan oleh retensi selektif protein dengan berat

molekul tinggi oleh ginjal dengan adanya laju sintesis yang normal. Pada beberapa

pasien, terutama mereka dengan SNKM, IgM dapat meningkat dan IgG menurun.

Kelainan metabolisme lipid

Seperti pada hipoalbuminemia, hiperlipidemia dapat disebabkan oleh sintesis yang

meningkat atau karena degradasi yang menurun. Bukti menunjukkan bahwa keduanya

abnormal. Meningkatnya produksi lipoprotein di hati, diikuti dengan meningkatnya

sintesis albumin dan sekunder terhadap lipoprotein, melalui jalur yang berdekatan.

Namun meningkatnya kadar lipid dapat pula terjadi pada laju sintesis albumin yang

normal. Menurunnya aktivitas ini mungkin sekunder akibat hilangnya -glikoprotein

asam sebagai perangsang lipase.

Selektivitas protein

Jenis protein yang keluar pada sindroma nefrotik bervariasi bergantung pada kelainan dasar glomerulus. Pada SNKM (Sindroma Nefrotik Kelainan Minimal ) protein yang keluar hampir seluruhnya terdiri atas albumin dan disebut sebagai proteinuria selektif. Pada SN dengan kelainan glomerulus yang lain, keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein dengan berat molekul besar, dan jenis proteinuria ini disebut proteinuria non selektif. Derajat selektivitas proteinuria dapat ditetapkan secara sederhana dengan membagi rasio IgG urin terhadap plasma (BM 150.000) dengan rasio urin plasma transferin (BM 88.000). Rasio yang kurang dari 0,2 menunjukkan adanya proteinuria selektif. Pasien SN dengan rasio rendah umumnya berkaitan dengan KM (Kelainan Minimal) dan responsive terhadap steroid. Namun karena selektivitas protein pada SN sangat bervariasi maka agak sulit untuk membedakan jenis KM (Kelainan Minimal) dan BKM (Bukan Kelainan Minimal) dengan pemeriksaan ini sehingga pemeriksaan ini dianggap tidak efisien.

Page 10: Refarat Mery Sindrom Nefrotik

Perubahan pada filter kapiler glomerulus

Umumnya karakteristik perubahan permeabilitas membran basal bergantung pada tipe kelainan glomerulus pada SN. Pada SNKM terdapat penurunan klirens protein netral dengan semua berat molekul, namun terdapat peningkatan kliren protein bermuatan negatif seperti albumin. Keadaan ini menunjukkan bahwa kelainan utama pada SNKM ini ialah hilangnya sawar muatan negatif selektif. Namun pada SN dengan glomerulonefritis proliferatif klirens molekul kecil menurun dan yang bermolekul besar meningkat. Keadaan ini menunjukkan bahwa disamping hilangnya sawar muatan negatif juga terdapat perubahan pada sawar ukuran celah pori atau kelainan pada kedua-duanya.

meningkat secara relatif dan absolut. Meningkatnya -2 globulin disebabkan oleh retensi selektif protein berberat molekul tinggi oleh ginjal dengan adanya laju sintesis yang normal. Pada beberapa pasien, terutama mereka dengan SNKM, IgM dapat meningkat dan IgG menurun.

Kelainan metabolisme lipid

Pada pasien SN primer timbul hiperkolesterolemia dan hiperlipidemia dan kenaikan ini tampak lebih nyata pada pasien dengan KM. Umumnya terdapat korelasi terbalik antara konsentrasi albumin serum dan kolesterol. Kadar trigliserid lebih bervariasi dan bahkan dapat normal pada pasien dengan hipoalbuminemia ringan. Pada pasien dengan analbuminemia congenital dapt juga timbul hiperlipidemia yang menunjukkan bahwa kelainan lipid ini tidak hanya disebabkan oleh penyakit ginjalnya sendiri. Pada pasien SN konsentrasi lipoprotein densitas sangat rendah ( VLDL ) dan lipoprotein densitas rendah (LDL) meningkat, dan kadang-kadang sangat mencolok. Lipoprotein densitas tinggi (HDL) umumnya normal atau meningkat pada anak-anak dengan SN walaupun rasio kolesterol-HDL terhadap kolesterol total tetap rendah. Seperti pada hipoalbuminemia, hiperlipidemia dapat disebabkan oleh sintesis yang meningkat atau karena degradasi yang menurun. Bukti menunjukkan bahwa keduanya abnormal.meningkatnya produksi lipoprotein di hati, diikuti dengan meningkatnya sintesis albumin dan sekunder terhadap lipoprotein, melalui jalur yang berdekatan. Namun meningkatnya, kadar lipid dapat pula terjadi pada laju sintesis albumin yang normal. Menurunnya degradasi ini rupanya berpengaruh terhadap hiperlipidemia karena menurunnya aktivitas lipase liprotein. Menurunnya aktivitas ini mungkin sekunder akibat hilangnya -glikoprotein asam sebagai perangsang lipase. Apabila albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kelainan lipid ini menjadi normal kembali. Gejala ini mungkin akibat tekanan onkotik albumin serumnya, karena efek yang sama dapat ditimbulkan dengan pemberian infus polivunilpirolidon tanpa mengubah keadaan hipoabuminemianya. Pada beberapa pasien, HDL tetap meningkat walaupun terjadi pada SN-nya pada pasien lain VLDL dan LDL tetap meningkat pada SN relaps frekuen yang menetap bahkan selama remisi. Lipid dapat juga ditemukan didalam urin dalam bentuk titik lemak oval dan maltese cross. Titik lemak itu merupakan tetesan lipid didalam sel tubulus yang berdegenerasi. Maltese cross tersebut adalah esterkolesterol yang berbentuk bulat dengan palang ditengah apabila dengan cahaya polarisasi.

Edema

Page 11: Refarat Mery Sindrom Nefrotik

Teori pembentukan edema ini adalah menurunnya tekanan onkotik intravaskular yang menyebabkan cairan merembes keruang interstitial. Dengan meningkatnya permeabilitas glomerulus, albumin keluar menimbulkan albumineria dan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia menyebabkan menurunnya tekanan onkotik koloid plasma intravaskular. Keadaan ini menyebabkan meningkatnya cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruang intravaskular keruang interstitial yang menyebabkan terbentuknya edema.

Kelainan glomerulus

Albuminuria

Hipoalbuminemia

Tekanan onkotik koloid plasma

Volume plasma

Retensi Na renal sekunder

Edema

III.5. MANISFESTASI KLINIS(1,5)

Edema

Edema umumnya terlihat pada kedua kelopak mata. Edema dapat menetap atau

bertambah, baik lambat atau cepat atau dapat hilang dan timbul kembali. Selama periode

ini edema periorbital sering disebabkan oleh cuaca dingin atau alergi. Lambat laun edema

menjadi menyeluruh, yaitu ke pinggang, perut dan tungkai bawah sehingga penyakit yang

sebenarnya menjadi tambah nyata. Biasanya orangtua pasien sering mengeluh berat badan

anak tidak mau naik, namun kemudian mendadak berat badan bertambah dan

pertambahan ini tidak diikuti oelh nafsu makan yang meningkat.

Edema berpindah dengan perubahan posisi dan akan lebih jelas dalam posisi

berdiri. Edema pada anak umumnya dinyatakan sebagai lembek dan pitting.

Page 12: Refarat Mery Sindrom Nefrotik

Pada keadaan yang berat, edema telah mengenai semua jaringan dan menimbulkan

asites, pembengkakan skrotum atau labia, bahkan efusi plerura. Muka dan tungkai pada

pasien ini mungkin bebas dari edema dan memperlihatkan jaringan seperti malnustrisi

sebagai tanda adanya edema menyeluruh sebelumnya.

Gangguan gastrointestinal

Gangguan ini sering ditemukan dalam perjalanan penyakit SN. Diare sering

dialami pasien dalam keadaan edema yang masif dan keadaan ini rupanya tidak berkaitan

dengan infeksi namun diduga penyebabnya adalah edema submukosa di mukosa usus.

Hepatomegali dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik, mungkin disebabkan sintesis

albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya.

Kemungkinan adanya abdomen akut atau peritonitis harus disingkirkan dengan

pemeriksaan fisik dan pemeriksan lainnya. Bila komplikasi ini tidak ada, kemungkinan

penyebab nyeri tidak diketahui namun dapat disebabkan karena edema dinding perut atau

pembengkakan hati. Nafsu makan berkurang berhubungan erat dengan beratnya edema

yang diduga sebagai akibatnya. Anoreksia dan hilangnya protein di dalam urin

mengakibatkan malnutrisi berat yang kadang ditemukan pada pasien SN non-responsif

steroid dan persisten. Anak dapat menderita anemia defisiensi besi karena transferin

banyak keluar melalui urin. Kadang protein bound iodine rendah tanpa adanya hipotiroid.

Pada 10% kasus terdapat defisiensi fc.IX. LED meningkat. Kadar Ca dlm darah rendah.

Pada keadaan lanjut kadang terdapat glukosuria tanpa hiperglikemi.

Gangguan pernapasan

Oleh karena adanya distensi abdomen dengan atau tanpa efusi pelura maka

pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Penderita sangat

rentan terhadap infeksi sekunder. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus

albumin dan obat furosemid.

Gangguan fungsi psikososial

Keadaan ini sering ditemukan pada pasien SN, seperti halnya pada penyakit berat

umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadp anak yang sedang berkembang dan

keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons emosional, tidak saja

pada orangtua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri. Perasaan-perasaan ini

memerlukan diskusi, penjelasan dan kepastian untuk mengatasinya.

Kriteria diagnostik SN primer:

- edema

Page 13: Refarat Mery Sindrom Nefrotik

- proteinuria masif (+2 atau dengan pemeriksaan protein kuantitatif >40mg/m2/jam)

atau 1gr/L dalam 24jam (esbach)

- hipoproteinemia (<2,5mg/dl)

- hiperkolesterolemia(>250mg/dl)

III.6. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan laboratorium terhadap air kemih menunjukkan kadar protein yang tinggi.

Konsentrasi albumin dalam darah adalah rendah karena protein vital ini dibuang

melalui air kemih dan pembentukannya terganggu.

Kadar natrium dalam air kemih adalah rendah dan kadar kalium dalam air kemih

adalah tinggi.

Konsentrasi lemak dalam darah adalah tinggi, kadang sampai 10 kali konsentrasi

normal.

Kadar lemak dalam air kemih juga tinggi.

Bisa terjadi anemia. Faktor pembekuan darah bisa menurun atau meningkat.

Analisa air kemih dan darah bisa menunjukkan penyebabnya.

Jika penderita mengalami penurunan berat badan atau usianya lanjut, maka dicari

kemungkinan adanya kanker.

Biopsi ginjal efektif mengelompokkan kerusakan jaringan ginjal yang khas.

Page 14: Refarat Mery Sindrom Nefrotik

III.7 KLASIFIKASI HISTOPATOLOGIS

Klasifikasi kelainan histopatologis glomerulus pada SN yang digunakan sesuai dengan

rekomendasi Komisi Internasional (1982). Kelainan glomerulus ini sebagian besar

ditegakkan dengan pemeriksaaan mikroskop cahaya, ditambah dengan pemeriksaan

mikroskop elektron dan imunofluoresensi. Pada tabel di bawah ini dipakai istilah /

terminologi yang sesuai dengan laporan ISKDC (1970) dan Habib dan Kleinknecht

(1971).

Tabel 7.1 KLASIFIKASI KELAINAN GLOMERULUS PADA SN PRIMER

Kelainan minimal (KM)

Glomerulosklerosis (GS)

Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)

Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)

Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)

Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus EKSUDATIF

Glomerulonefritis kresentik (GNK)

Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)

GNMP tipe I dengan deposit subendotlial

GNMP tipe II dengan deposit intramembran

GNMP tipe IIi dengan deposit subendotlial transmembran/subepitelial

Glomerulopati membranosa (GM)

Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)

Page 15: Refarat Mery Sindrom Nefrotik

Tabel 7.2. KLASIFIKASI SN KONGENITAL DAN INFANTIL

Idiopatik Sindroma nefrotik kongenital tipe Finlandia Sklerosis mesangial difus

Kelainan glomerulus lainnya Sekunder

Sifillis kongenital Infeksi perinatal lainnya Intoksikasi merukuri

Simtomatik Sindrom Drash Sindrom malformasi lainnya

III.8 KOMPLIKASI PADA SN

Komplikasi pada SN dapat terjadi sebagai bagian dari penyakitnya sendiri atas

sebagai akibat pengobatan.

1. Infeksi

Beberapa sebab meningkatnya kerentanan terhadap infeksi adalah:

1. Kadar imunoglobulin yang rendah

2. Defisiensi protein secara umum

3. Gangguan opsonisasi terhadap bakteri

4. Hipofungsi limpa

5. Akibat pengobatan imunosupresif

2. Kelainan koagulasi dan timbulnya trombosis

Pada SN terjadi peningkatan faktor-faktor I, II, VII, VIII dan X disebabkan oleh

meningkatnya sintesis di hati diikuti dengan peningkatan sintesis albumin dan lipoprotein.

Secara ringkas kelainan hemostatik pada SN dapat timbul dari 2 mekanisme:

a. Peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan:

(1). Meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein di dalam urin seperti

antitrombin III, protein S bebas, plasminogen dan α antiplasmin.

(2). Hipoalbuminemia, menimbulkan aktivasi trombosit lewat tromboksan A2,

meningkatnya sintesis protein prokoagulan karena tertekannya fibrinolisis.

b. Aktivasi sistem hemostatik di dalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringan monosit

dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler glomerulus yang selanjutnya

mengakibatkan pembentukan fibrin dan agregasi trombosit.

Page 16: Refarat Mery Sindrom Nefrotik

3. Perubahan hormon dan mineral

Pada pasien SN berbagai gangguan hormon timbul karena protein pengikat

hormon hilang dalam urin. Hilangnya globulin pengikat tiroid (TBG) dalam urin pada

beberapa pasien SN dan laju ekskresi globulin umumnya berkaitan dengan beratnya

proteinuria. Terdapat juga peningkatan ekskresi T3 urin dan T4. walaupun ditemukan

hasil yang demikian, TSH normal dan pasien secara klinis eutiroid. Hipokalsemia pada

SN disebabkan oleh albumin serum yang rendah, dan berakibat menurunnya kalsium

terikat, tetapi fraksi yang terionisasi normal dan menetap. Hubungan antara hipokalsemia,

hipokalsiuria dan menurunnya absorpsi kalsium dalam gastrointestinal menunjukkan

kemungkinan adanya kelainan metabolisme vitamin D.

4. Pertumbuhan abnormal dan nutrisi

Penyebab utama retardasi pertumbuhan pada pasien dengan SN tanpa diberikan

kortikosteroid adalah malnutrisi protein, kalori, kurang nafsu makan, hilangnya protein

dalam urin, dan malabsorbsi karena edema saluran gastrointestinal. Sekarang penyebab

utama adalah karena pengobatan dengan kortikosteroid. Pengobatan kortikosteroid dosis

tinggi dan waktu lama dapat memperlambat maturasi tulang dan terhentinya pertumbuhan

linier, terutama apabila dosis melampaui 5 mg/m2/hari. Selama pengobatan kortikosteroid

tidak terdapat berkurangnya produksi atau sekresi hormon pertumbuhan. Telah diketahui

bahwa kortikosteroid mengantagonis efek hormon pertumbuhan endogen atau eksogen

pada tingkat jaringan perifer melalui efeknya terhadap somatomedin.

5. Peritonitis

Streptokokus pneumonia merupakan penyebab pada sebagian pasien dan

seperempat lainnya oleh kuman E.coli. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya

peritonitis adalah pengeluaran IgG, protein faktor B dan D di urin, disfungsi sel T, obat

imunosupresif, dan hipoproteinemia.

6. Infeksi kulit

Erupsi erisipeloid pada kulit perut atau paha sering ditemukan. Pinggiran kelainan

kulit ini berbatas tegas, tetapi kurang menonjol seperti pada erisipelas dan biasanya tidak

ditemukan organisme apabila kelainan kulit ini dibiak.

Page 17: Refarat Mery Sindrom Nefrotik

7. Anemia

Anemia ringan hanya kadang-kadang ditemukan pada pasien SN. Anemianya

hipokrom mikrositik, karena defisiensi besi yang tipikal, namun resisten terhadap

pengobatan besi. Pada pasien dengan volume vaskular yang bertambah anemianya terjadi

karena pengenceran. Pada beberapa pasien anemia dapat terjadi karena penurunan

produksi eritrosit akibat penurunan eritropoetin.

8. Gangguan tubulus renal

Hiponatremia sering ditemukan pada anak dengan SN. Keadaan ini sering

disebabkan oleh retensi air daripada kekurangan natrium. Keadaan ini diperbaiki dengan

pemberian furosemid yang meningkatkan hantaran ke tubulus distal dan menimbulkan

lingkaran intraluminal yang negatif yang diperlukan untuk sekresi ion hidrogen

maksimal. Gangguan fungsi tubulus proksimal terlihat pada bikarbonaturia atau

glukosuria pada SN, terutama pada GSFS. Disimpulkan bahwa penyebab primer gagal

ginjal akut adalah edema interstitial dengan akibat meningkatnya tekanan tubulus

proksimal yang menyebabkan turunnya LFG.

III.9. DIAGNOSIS BANDING

Glomerulonefritis akut (GNA)

Berdasarkan etiologi GNA terutama disebabkan proses autoimun. Umumnya SN

memiliki gejala yang mirip dengan GNA, namun keduanya masih dapat dibedakan baik

berdasarkan gejala klinik maupun secara laboratorium. Dilihat dari gejala kliniknya GNA

memiliki gejala edema yang lebih ringan dari SN, edema terutama pada periorbital.

Pemeriksaan laboratorium didapatkan gross hematuria yang nyata dan hipoalbuminemia

yang ringan, ini dapat dilihat pada urin penderita GNA yang memiliki warna merah

seperti air cucian daging. Hipertensi lebih sering ditemukan pada GNA daripada SN.

Gejala klinik ini terjadi karena letak kelainan pada GNA terdapat pada tubulus,

sedangkan pada SN terdapat di membran basalis. Pada pemeriksaan complemen, GNA

memiliki C3 yang rendah sedangkan pada SN memiliki C3 yang normal.

Page 18: Refarat Mery Sindrom Nefrotik

III.10. PENATALAKSANAAN

I. Kortikosteroid

Prednison diberikan dengan dosis 60mg/m2/hari atau 2mg/kg/hari (max dosis

sehari 80mg). Dibagi 2-3 dosis selama 4 minggu. Beberapa kasus menunjukkan dosis

inisial steroid selama 6 minggu dapat menurunkan angka relaps. Setelah dosis inisial 4-6

minggu, dosis prednison harus diturunkan sampai 40 mg/m2/hari ( max 60 mg per hari).

Diberikan satu kali sehari setiap makan pagi, secara intermiten (3X dalam seminggu).

Dengan pengobatan inisial ini dalam 2 minggu pertama telah terjadi remisi pada 80%

kasus, sedangkan setelah pengobatan prednison 4 minggu pertama remisi ditemukan pada

95% kasus. Berikutnya dosis terus diturunkan sampai akhirnya dihentikan setelah 2-3

bulan. Anak-anak yang tetap mengalami proteinuria (> 2+) setelah 8 minggu terapi

steroid diduga resisten disebut SNRS dan sebaiknya dilakukan renal biopsi.

Sebagian besar SN (80 – 90%) pada anak berusia di bawah 10 tahun mengalami

remisi dengan pemberian steroid selama 8 minggu, ini disebut SNSS. Banyak anak dengan

SN akan mengalami 1x relaps (3-4+ proteinuria dan oedem). Relaps diobati dengan

prednison 60mg/m2/hari sampai terjadi remisi (proteinuria – selama 3 hari). Kemudian

dilanjutkan dengan dosis 40mg/m2/hari secara altenating selama total 28 hari/14 dosis

(ISKDC). Untuk SN relaps sering/dependen steroid diberikan steroid jangka panjang

yaitu setelah remisi dengan prednison dosis penuh dilanjutkan dengan steroid altenating

dengan dosis yang diturunkan bertahap sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan

relaps (0,1-0,5mg/kg) secara altenating, diberikan minimal 4-6 bulan lalu dihentikan

perlahan.

Untuk anak dengan SN komplikasi dan SN resisten steroid diberikan metil

prednison dosis tinggi 30mg/kg bolus (max 1000mg) dimulai dengan 3x seminggu untuk

2 minggu pertama, 1 kali seminggu, kemudian 1 kali perminggu untuk 8

mingguberikutnya, lalu tiap 2 minggu selama 8 minggu, kemudian setiap 4 minggu

selama 9 bulan, dilanjutkan dengan tiap 8 minggu selam 6 bulan lagi, dikombinasikan

dengan prednison oral 2 mg/kg dosis altenating

Klasifikasi berdasarkan respon terhadap steroid :

SN resisten steroid (30%) yaitu SN yang dengan pemberian prednison dosis penuh

(2 mg/ kgBB/hari) selama 4 minggu tidak mengalami remisi.

Page 19: Refarat Mery Sindrom Nefrotik

SN relaps jarang (10 – 20%) yaitu SN yang mengalami relaps < 2 kali dalam 6

bulan sejak respons awal atau < 4 kali dalam 1 tahun.

SN relaps sering yaitu SN yang mengalami relaps ≥ 2 kali dalam 6 bulan sejak

respons awal atau ≥ 4 kali dalam 1 tahun.

SN dependen steroid (40 – 50%) yaitu SN yang mengalami relaps ketika dosis

prednison diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh atau dalam 14 hari setelah steroid

dihentikan, dan hal ini terjadi 2 kali berturut-turut.

Relaps yaitu timbulnya proteinuria kembali (≥+2 atau ≥ 40 mg/jam/m2 LPB)

selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.

Remisi yaitu keadaan proteinuria kurang dari 4mg/m2/jam atau negatif atau trace

3 hari berturut-turut dalam 1 minggu

II. Terapi non steroid

1. Sitostatika

a. Siklofosfamid

Siklofosfamid diberikan dengan dosis 2 mg/kgbb/hari selama 12 minggu atau

3mg/kgbb/hari selama 8 minggu per oral. Obat ini terutama diberikan pada SN relaps

sering atau dependen steroid yang mengalami efek toksik steroid. Siklofosfamid per oral

mulai diberikan setelah terjadi remisi yang diinduksi oleh pemberian steroid dosis penuh,

dikombinasikan dengan steroid altenating.

Siklofosfamid dapat pula diberikan secara intravena pada SN relaps sering dan

dependen steroid dengan dosis 500 mg/m2 per kali diberikan sebulan sekali selama 6

bulan. Efek samping obat ini dapat berupa alopesia, depresi sumsum tulang, gangguan

saluran cerna, dan sistitis hemoragis.

b. Klorambusil

Klorambusil dengan dosis 0,2 mg/kg per hari secara oral mempunyai efek sama

dengan siklofosfamid oral. Obat ini mempunyai efek samping yang sama dengan CPA,

tetapi efek depresi sumsum tulangnya lebih besar.

2. Siklosporin A

Pada SN yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau sitostatika dianjurkan

untuk diberi siklosporin A dengan dosis 4 – 5mg/kg/hari selama 1 – 4 tahun. Pada SN

relaps sering atau dependent steroid, siklosporin sama efektifnya dengan CPA atau

klorambusil dalam mempertahankan remisi sehingga pemberian steroid dapat

Page 20: Refarat Mery Sindrom Nefrotik

dikurangi/dihentikan, walaupun seringkali bila obat ini dihentikan akan relaps kembali.

Efek samping obat ini adalah hipertensi, hiperkalemia, hipertrofi gingiva, dan nefrotoksik.

Oleh karena itu perlu pemantauan kadar siklosporin dalam darah (dipertahankan antara

100 – 200 ug/ml) dan kadar kreatinin darah secara berkala.

3. Levamisol

Levamisol adalah suatu anti helmintik yang ternyata mempunyai efek imunologis

menstimulasi sel T. Suatu uji klinis pada 61 penderita SN dependen steroid menunjukkan

remisi setelah pemberian obat ini selam 112 hari. Namun seperti halnya siklosporin,

relaps terjadi setelah obat ini dihentikan, Efek samping obat ini mual, muntah, dan

neutropenia reversibel.

4. ACE Inhibitor

ACE inhibitor telah lama dikenal mempunyai efek renoprotektor dan ani proteinuria.

Pada SN yang resisten terhadap steroid, sitostatika, dan siklosporin dapat diberikan obat

ini. Jenis obat yang dipakai ialah captopril 0,3mg/kg tiga kali sehari atau enalapril 0,2 –

0,6 mg/kg/hari dibagi 2 dosis.

Tahapan Tata Laksana Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid(10)

1. SN episode pertama

Prednison 60mg/m3/hari (max 80mg) sampai remisi.

Dilanjutkan dengan 40mg/m2 (max 60mg) altenating selama 4 minggu.

2. Dua relaps pertama

Prednison 60mg/m2/hari (max 80mg) sampai remisi.

Dilanjutkan dengan 40mg/m2 (max 60mg) altenating selama 4 minggu.

3. Relaps sering

Pertahankan prednison altenating 0,1-0,5 mg/kg/hari selama 3-6 bulan, kemudian

diturunkan.

4. Relaps saat mendapat prednisolon > 0,5 mg/kg altenating

Dapat dicoba tambah levamisol 2,5 mg/kg altenating selama 4-12 bulan.

5. Relaps saat mendapat prenisolon > 0,5 mg/kg altenating & mempunyai resiko efek

samping steroid atau relaps saat mendapat prednison > 1,0 mg/kg altenating

Beri siklofosfamid 3 mg/kg/hari selama 8 minggu.

Page 21: Refarat Mery Sindrom Nefrotik

6. Relaps pasca pemberian siklofosfamid

Seperti tahap (2) & (3)

7. Relaps saat mendapat prednisolon > 0,5 mg/kg altenating

Beri siklosporin 5 mg/kg/hari selama 1 tahun

III. Terapi suportif/ simtomatik

1. Edema

Diuretik hanya diberikan pada edema yang nyata, dan tidak dapat diberikan pada

SN yang disertai dengan diare, muntah, hipovolemia. Pada edema sedang/ persisten dapat

diberikan furosemid 1 – 3 mg/kg per hari. Pemberian spironolakton dapat ditambahkan

bila pemberian furosemid telah lebih dari 1 minggu lamanya, dengan dosis 1 – 2

mg/kg/hari. Bila edema menetap setelah diberi diuretik, dapat dikombinasikan dengan

infus albumin. Pemberian infus albumin diikuti dengan pemberian furosemid 1 – 2 mg/kg

intravena. Albumin biasanya diberikan selang sehari untuk menjamin pergeseran cairan

ke dalam vaskuler dan untuk mencegah overload cairan.

2. Dietetik

Jenis diet yg direkomendasikan ialah diet seimbang dengan protein dan

Kalori yang adekuat.Kebutuhan protein anak ialah 1,5 – 2g/kg,namun anak-

anak dengan proteinuria persisten yang seringkali mudah mengalami malnutrisi diberikan

protein 2-2,5 g/kg per hari.Maksimum 30% kalori berasal dari lemak.Karbohidrat

diberikan dalam bentuk kompleks seperti zattepung dan maltodekstrin.Restriksi garam

tidak perlu dilakukan pada SNSS,namun perlu dilakukan pada SN dengan edema yang

nyata.

3. Infeksi

Selulitis umumnya disebabkan oleh kuman stafilokokus, Sedang sepsis pada SN

sering disebabkan oleh gram negatif. Pada peritonitis umumnya disebabkan oleh gram

negatif. Terapinya dapat diberikan penisilin parenteral dikombinasi dengan cefotaksim/

seftriakson selama 10 – 14 hari.

4. Tromboemboli

Page 22: Refarat Mery Sindrom Nefrotik

Pencegahan tromboemboli dengan pemberian asetosal dosis rendah dan

dipiridamol. Tetapi jika sudah terjadi tromboemboli diberikan heparin dengan dosis 50

U/kg intravena dan dilanjutkan dengan 100 U/kg tiap 4 jam secara intravena.

5. Hiperlipidemia

Hiperlipidemia pada SN meliputi peningkatan kolesterol, trigliserida,

fosfolipid, dan asam lemak. Keadaan hiperlipidemia ini disebabkan oleh karena

penurunan tekanan onkotik plasma sebagai akibat dari proteinuria merangsang hepar

untuk melakukan sintesis lipid dan lipoprotein, disamping itu katabolisme pada SN

juga menurun. Manfaat pemberian obat penurun lipid masih diperdebatkan sampai

saat ini.

III.10. PROGNOSIS

Prognosis sindroma nefrotik tergantung dari beberapa faktor antara lain umur, jenis

kelamin, penyulit pada saat pengobatan dan kelainan histopatologi ginjal. Prognosis pada

umur muda lebih baik daripada umur lebih tua, pada wanita lebih baik daripada laki-laki.

Makin dini terdapat penyulitnya, biasanya prognosisnya lebih buruk. Kelainan minimal

mempunyai respons terhadap kortikosteroid lebih baik dibandingkan dengan lesi dan

mempunyai prognosis paling buruk pada glomerulonefritis proliferatif.

Sebab kematian pada sindroma nefrotik berhubungan dengan gagal ginjal kronis

disertai sindroma uremia, infeksi sekunder (misalnya pneumonia), kolaps hipovolemik

lebih sering ditemukan pada penderita anak-anak.

Page 23: Refarat Mery Sindrom Nefrotik

BAB IV

KESIMPULAN

Sindroma Nefrotik (SN) dapat terjadi secara primer dan sekunder, primer apabila tidak menyertai penyakit sistemik. Sekunder apabila timbul sebagai bagian daripada penyakit Sistemik atau yang berhubungan dengan obat.

ciri-ciri sebagai berikut :

- Proteinuria masif, termasuk albuminuria ; (>40 mg/m2/jam).

- Edema umum (anasrka), terutama jelas pada muka dan jaringan periorbital.

- Hipoalbuminemia ( < 2,5 g/dl)

- Dapat disertai dengan Hiperlipidemi, khususnya hiperkolesteronimia.

Terbanyak pada anak berumur antara 1½ - 5 tahun dengan perbandingan pria :

wanita = 2:1. Etiologi yang pasti belum diketahui akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu

penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Kelainan minimal

merupakan yang tersering pada anak. Komplikasi tersering pada SN adalah infeksi

(peritonitis, sepsis). Therapi utama pada penyakit ini adalah prednison.

- Prednison 60mg/m3/hari (max 80mg) sampai remisi.

- Dilanjutkan dengan 40mg/m2 (max 60mg) altenating selama 4 minggu

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, Richard E., MD, dkk Nelson Textbook of Pediatric, 17th edition,

Page 24: Refarat Mery Sindrom Nefrotik

W.B.Saunders Company, 2001

2. Markum AH. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. FKUI.Jakarta.1991

3. Bernald Gauthier, M.B. Nephrology and Urology for The Pediatrician. 2004.

4. Kanwal K, Sudesh P,Marker. Clinical Pediatric Nephrology. 2004.

5. http://www.emedicine.com. Article by Luther Travis, MD

6. http://www.nejm.com. Article by Stephan R.Orth, MD, and Eberhard Ritz, M.D

7. http://www.medline.com. Article by Hodson, EM

8.Partini P.Trihono, Damayanti R. Syarif. Current Management of Pediatrics

Problems. Edisi 1. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Jakarta. 2004

9 .Buku ajar penyakit Dalam

REFERAT

SINDROM NEFROTIK

Page 25: Refarat Mery Sindrom Nefrotik

PEMBIMBING:

Dr.dr.Sahala Panggabean SpPD,KGH

OLEH:

MERYAM CARMELITHA (0861050158)

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM

PERIODE 2 MARET – 9 MEI 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA