REFARAT DEMAM TIFOID.docx

18
DEMAM TIFOID I. Pendahuluan Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif Salmonella sp atau yang lebih spesifik kita dengar adalah Salmonella typhi dan Salmonella Paratyphi A,B,C. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuclear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah. 1,2,4 Di Indonesia sendiri demam tifoid merupakan penyakit endemik dan tergolong penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Menurut data dari Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2% dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4% per 10.000 penduduk. 2,4 Manifestasi klinis yang timbul pada penderita demam tifoid adalah demam yang berkepanjangan dimana awalnya tidak terlalu tinggi namun lama kelamaan terus meningkat, dapat disertai rasa menggigil, sakit kepala, berkeringat, batuk, malaise, dan atralgia. Gejala- gejala saluran pencernaan bervariasi mulai dari diare, konstipasi, 1

Transcript of REFARAT DEMAM TIFOID.docx

Page 1: REFARAT DEMAM TIFOID.docx

DEMAM TIFOID

I. Pendahuluan

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman

gram negatif Salmonella sp atau yang lebih spesifik kita dengar adalah

Salmonella typhi dan Salmonella Paratyphi A,B,C. Selama terjadi infeksi,

kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuclear dan secara

berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah.1,2,4

Di Indonesia sendiri demam tifoid merupakan penyakit endemik dan

tergolong penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang nomor 6

tahun 1962 tentang wabah. Menurut data dari Departemen Kesehatan RI,

frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar

9,2% dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4%

per 10.000 penduduk.2,4

Manifestasi klinis yang timbul pada penderita demam tifoid adalah

demam yang berkepanjangan dimana awalnya tidak terlalu tinggi namun

lama kelamaan terus meningkat, dapat disertai rasa menggigil, sakit

kepala, berkeringat, batuk, malaise, dan atralgia. Gejala- gejala saluran

pencernaan bervariasi mulai dari diare, konstipasi, mual, muntah, sampai

anoreksia.1,4

Karena demam tifoid merupakan endemik di negara ini dan

insidensinya yang masih tinggi, pencegahan dan tatalaksana penting diketahui

sehingga tidak sampai menimbulkan komplikasi seperti perdarahan usus,

perforasi usus, ileus paralitik, dan komplikasi ekstra-intestinal seperti

meningitis, miokarditis, pleuritis, pneumonia, hepatitis, kolesistitis,

glomerulonefritis, pielonefritis, osteomielitis, spondilitis, artritis, dan lain-

lain.1,2

II. Definisi

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman

1

Page 2: REFARAT DEMAM TIFOID.docx

gram negatif Salmonella sp atau yang lebih spesifik dikenal dengan

Salmonella typhi dan Salmonella patatyphi A,B,C. Selama terjadi infeksi,

kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuklear dan secara

berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah.1,2

Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever.

Demam tipoid merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada

saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih

disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan

kesadaran .1

III. Epidemiologi

a. Orang

Demam tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan

yang nyata antara insiden pada laki-laki, perempuan, maupun anak-anak.

Insiden terbanyak pasien demam tifoid adalah usia 3 – 17 tahun berkisar

77 %, usia 20 – 40 tahun 10 – 20 %, usia > 40 tahun 5 – 10 % . 10

b. Tempat dan Waktu

Demam tifoid tersebar di seluruh dunia. Pada tahun 2000, insiden rate

demam tifoid di Amerika Latin 53 per 100.000 penduduk dan di Asia

Tenggara 110 per 100.000 penduduk.6 Di Indonesia demam tifoid dapat

ditemukan sepanjang tahun, di Jakarta Utara pada tahun 2001, insiden rate

demam tifoid 680 per 100.000 penduduk dan pada tahun 2002 meningkat

menjadi 1.426 per 100.000 penduduk.10

Demam tifoid merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini

termasuk penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang nomor 6

tahun 1962 tentang wabah. Dari survey berbagai rumah sakit di Indonesia

dari tahun 1981 sampai dengan 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah

penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19.596 menjadi 26.606 kasus. Case

Fatality Rate (CFR) demam tifoid pada tahun 1996 sebesar 1,08% dari

seluruh kematian di Indonesia.4

IV. Etiologi

2

Page 3: REFARAT DEMAM TIFOID.docx

Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu

Salmonella. typhi, Salmonella. paratyphi A, Salmonella. paratyphi B, dan

Salmonellah. paratyphi C. Demam yang disebabkan oleh Salmonella.

Typhi cenderung untuk menjadi lebih berat dari pada bentuk infeksi

salmonella yang lain. Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif

yang tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Kebanyak kan strain

meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas,

tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme salmonella tumbuh

secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan

spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan

pemanasan sampai 54,4º C (130º F) selama 1 jam atau 60 º C (140º F)

selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan

suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama

berminggu-minggu dalam sampah, bahkan pada bahan makanan kering.3

V. Patogenesis

Salmonella sp masuk ketubuh manusia melalui makanan dan air yang

tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian

lagi masuk ke usus halus. Jika IgA kurang baik pertahanannya, maka kuman

akan menembus sel-sel epitel terutama sel M dan menuju ke lamina propia.

Di lamina propia kuman akan berkembang biak. Sebagian kuman akan

ditangkap dan difagosit oleh sel mononuklear, namun masih dapat hidup di

dalam makrofag tersebut, dibawa ke Payer’s patch ileum distal, menuju

kelenjar getah bening mesenterika, melalui duktus toraksikus ke sirkulasi

darah, terjadilah bakteriemi I namun masih asimtomatik. Setelah

berkembangbiak di RES (Retikulo Endotelial system) dan tersebar ke organ-

organ RES seperti hati dan limpa, kuman akan keluar dari makrofag,

berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan masuk lagi ke dalam

sirkulasi darah, maka terjadilah bakteriemi II yang dapat menimbulkan

gejala-gejala sistemik.1,4

Dari hepar, kuman masuk ke kantong empedu, berkembang biak, dan

3

Page 4: REFARAT DEMAM TIFOID.docx

diekskresi secara intermiten ke lumen usus bersama-sama dengan cairan

empedu. Sebagian akan keluar lewat feses, dan sisanya akan menembus

usus masuk ke darah.1,4

Interaksi Salmonella typhi dengan makrofag memunculkan mediator-

mediator lokal sehingga peyer’s patches mengalami hiperplasi jaringan,

nekrosis dan ulkus (hipersensitivitas tipe IV/lambat). Secara imunulogi, di

usus diproduksi IgA sekretorik yang berfungsi mencegah melekatnya

Salmonella typhi pada mukosa usus. Imunitas humoral sistemik, diproduksi

IgM dan IgG untuk memudahkan fagositosis Salmonella typhi oleh makrofag.

Imunitas seluler berfungsi untuk membunuh Salmonella intraseluler1,4.

Pada gejala sistemik timbul demam, instabilitas vaskuler, inisiasi

sistem beku darah, depresi sumsum tulang, bahkan nekrosis organ bila

pembuluh darah di sekitar peyer’s patches mengalami erosi dan

perdarahan.1,4

VI. Manifestasi klinis

Masa inkubasi Salmonella Typhi berlangsung selama 7-14 hari

bahkan bisa lebih jika proses penanganannya tidak tepat. Transmisi atau

penularannya dapat terjadi melalui makanan dan minuman yang

terkontaminasi Salmonella typhi. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan

gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, dan

tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan,

yaitu:

1. Demam

Pada kasus-kasus yang khas, proses demam bisa dapat berlangsung

selama tiga minggu. Bersifat febris remiten dan suhu tubuh yang dari tidak

terlalu tinggi dan bisa tinggi pada malam hari yaitu 39 derajat celcius

hinggu 40 derajat celcius, yang apabila terlambat ditangani dapat

mengakibatkan kejang. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-

4

Page 5: REFARAT DEMAM TIFOID.docx

angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan

meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita

terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu badan

berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.4

2. Gangguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan

pecah-pecah. Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan

tepinya kemerahan, dapat disertai tremor. Pada abdomen mungkin

ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai

nyeri pada saat perabaan. Dapat ditemukan gejala konstipasi, diare,

dan kombinasi keduanya. Selain itu dapat disertai gejala mual dan

muntah.4

3. Gangguan kesadaran (gejala susunan saraf pusat)

Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa

dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau

gelisah. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan rose spots,

yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit.

Rose spots biasanya ditemukan dalam akhir minggu pertama demam pada

25% kasus. Kadang-kadang ditemukan bradikardia dan mungkin pula

ditemukan epistaksis. 2,5,6

VII. Diagnosis

Diagnosa demam tifoid dapat ditegakkan melalui anamnesis dan

pemeriksaan fisik serta ditunjang oleh pemeriksaan laboratorik seperti

ditemukannya leukopenia, anesonofilia, dan limfositosis relatif pada

permulaan timbulnya gejala. Mungkin terdapat anemia dan

trombositopenia ringan.10

Pada pemeriksaan sumsung tulang dapat ditemukan gambaran

sumsum tulang berupa hiperaktif RES dengan adanya sel makrofag

sedangkan sistem eritropoesis, granulopoesis, dan trombopoesis berkurang.

Pada biakan empedu dapat ditemukan kuman Salmonella typhi dalam

darah penderita biasanya dalam minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih

5

Page 6: REFARAT DEMAM TIFOID.docx

sering ditemukan dalam urin dan feces dan mungkin akan tetap positif untuk

waktu yang lama. Oleh karena itu pemeriksaan yang positif dari contoh

darah digunakan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan pemeriksaan

negatif dari contoh urin dan fases 2 kali berturut-turut digunakan untuk

menentukan bahwa penderita telah benar-benar sembuh dan bukan karier.7

Pemeriksaan Widal dapat dipakai untuk mendukung adanya

diagnosis demam tifoid, namun sekarang pemeriksaan Widal sudah

mulai ditinggalkan. Prinsip pemeriksaannya ialah reaksi aglutinasi yang

terjadi bila serum penderita dicampur dengan suspensi antigen Salmonella

typhi. Pemeriksaan yang positif ialah bila terjadi reaksi aglutinasi.

Dengan jalan mengencerkan serum, maka kadar zat anti dapat ditentukan,

yaitu pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan reaksi aglutinasi.

Untuk menegakkan diagnosis yang perlu diperlukan ialah titer zat anti

terhadap antigen O dan H. Dengan titer yang bernilai 1/32 , 1/64 , 1/160 ,

1/320 , 1/640. Menunjukkan kenaikan yang progresif diperlukan untuk

membuat diagnosis. Titer tersebut mencapai puncaknya bersamaan dengan

penyembuhan penderita. Titer terhadap antigen H tidak diperlukan untuk

diagnosis karena dapat tetap tinggi setelah mendapat imunisasi atau

penderita telah lama sembuh. Tidak selalu pemeriksaan widal positif

walaupun penderita sungguh-sungguh menderita demam tifoid sebagaimana

terbukti pada autopsi setelah penderita meninggal dunia.3,5

Sebaliknya titer dapat positif (False Positive) pada keadaan tertentu

seperti didapatkan Titer O dan H tinggi karena terdapatnya aglutinin normal

akibat infeksi kuman E. coli patogen dalam usus. Pada neonatus dimana zat

anti tersebut diperoleh dari ibunya melalui plasenta, terdapat infeksi silang,

serta akibat imunisasi secara alamiah karena masuknya basil peroral atau

pada keadaan infeksi subklinis.6

Pemeriksaan terbaru yang digunakan untuk mendiagnosis Demam

typhoid adalah dengan mendeteksi Antigen IgM-Salmonella (Tubex Test),

uji ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik, lebih cepat

(beberapa menit) karena mendeteksi antibody, beda halnya dengan widal

test yang mendeteksi bagian-bagian dari tubuh bakteri Salmonella, Tubex

6

Page 7: REFARAT DEMAM TIFOID.docx

test tidak mampu mendeteksi infeksi Salmonella parathyphi, juga tidak

mampu mendeteksi antibody IgG sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai

modalitas untuk infeksi masa lampau.1,2,4

VIII. Diagnosis Banding

Bila terdapat demam yang lebih dari satu minggu sedangkan

penyakit yang dapat menerangkan penyebab demam tersebut belum jelas,

penyakit-penyakit yang perlu dipikirkan selain demam tifoid adalah demam

dengue, influenza, tuberkulosis, malaria, dan lain-lain.1

IX. Tatalaksana

Tatalaksana meliputi tatalaksana medikamentosa dan non-medikamentosa.

a. Tatalaksana medikamentosa

Anti mikroba segera diberikan bila diagnosis klinis demam

tifoid telah dapat di tegakkan baik dalam bentuk diagnosis konfirmasi

maupun suspek.9

Tabel anti mikroba untuk penderita tifoid.10

No Antibiotika Dosis Kelebihan dan keuntungan

1 kloramfenikol - Dewasa : 4x500

mg/kgBB/hr (2

gr) selama 14

hari sampai bebas

demam)

- Anak : 50-100mg/Kg

BB/hr max 2 gr

selama 10-14 hr

di bagi 4 dosis

- Merupakan obat yang

sering digunakan dan

telah lama dikenal efektif

untuk tifoid.

- Murah dan dapat diberi

peroral dan sensitivitas-

nya masih tinggi.

- Pemberian PO/IV

2 Seftriakson - Dewasa : 2-4 gr/hari

selama 3-5 hari

- Cepat menurunkan suhu,

lama pemberian pendek

dan dapat dosis tunggal

7

Page 8: REFARAT DEMAM TIFOID.docx

- Anak : 80 mg/Kg BB/hr

Dosis tunggal

selama 5 hari)

serta cukup aman untuk

anak.

- Pemberian IV

3 Ampicillin &

amoxicillin

- Dewasa : 3-4 gr/hari

selama 14 hari

- Anak : 100 mg/ KgBB/

selama 10 hari)

- Aman untuk penderita

hamil

- Sering dikombinasikan

dengan kloramfenikol

pada pasien kritis

- Efektif dan tidak mahal

- Pemberian peroral dan

IV

4 Kotrimoksasol - Dewasa : 2x (160-800)

selama 2 minggu

- Anak : TMP 6-10 mg/kg

bb/hari atau

SMX 30-50

mg/kg/bb/hari

selama 10 hari

- Tdak mahal

- Pemberian peroral

b. Tatalaksana non-medikamentosa.10

1. Isolasi penderita dan disinfeksi pakaian untuk mencegah penularan

kuman ke orang-orang sekitar pasien.

2. Bedrest.

Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu normal dan

bebas demam. Mesti istirahat banyak, berbaring terus di tempat

tidur. Seminggu kemudian boleh duduk dan selanjutnya boleh

duduk dan berjalan.

3. Perawatan yang baik dilakukan untuk mencegah komplikasi,

mengingat sakit yang lama disertai demam, lemah, anoreksia dan

lain-lain.

4. Pengaturan diet.

8

Page 9: REFARAT DEMAM TIFOID.docx

Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi

protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak

merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas. Susu 2 kali satu

gelas sehari perlu diberikan. Jenis makanan untuk penderita dengan

kesadaran menurun ialah makanan cair yang dapat diberikan melalui

NGT (nasogastrictube) . Bila pasien sadar dan nafsu makan baik,

maka dapat diberikan makanan lunak.3

5. Banyak minum untuk mencegah dehidrasi karena pasien mengalami

diare dan demam.1,3

X. Komplikasi

1. Komplikasi intestinal umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal.

Pada usus halus dapat terjadi :

a. Perdarahan usus. Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan

pemeriksaan darah samar pada tinja dengan menggunakan benzidin.

Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai

perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.3

b. Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah itu

dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai

peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga

peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara

hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam

keadaan tegak.3

c. Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa

perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut

yang hebat, dinding abdomen tegang (defense muscular) dan nyeri

pada tekanan.4

2. Komplikasi ekstra-intestinal yang terjadi karena lokalisasi peradangan

akibat sepsis (bakteremia) yaitu meningitis, kolesistis, ensefalopati dan

lain-lain. Selain itu, komplikasi ekstra-intestinal dapat terjadi karena

infeksi sekunder misalnya pada bronkopneumonia.1

9

Page 10: REFARAT DEMAM TIFOID.docx

Dehidrasi dan asidosis dapat timbul akibat masukan makanan yang

kurang dan perspirasi akibat suhu tubuh yang tinggi.1,2,4

XI. Prognosis

Umumnya prognosis tifoid abdominalis pada anak baik asal

penderita cepat berobat. Mortalitas pada penderita yang dirawat ialah 6%.

Prognosis menjadi buruk bila terdapat gejala klinis yang berat seperti:

1. Panas tinggi (hiperpireksia) atau febris kontinu.

2. Kesadaran menurun sekali yaitu stupor, koma atau delirium.

3. Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi atau

asidosis, peritonitis, bronkopneumonia dan lain-lain.

4. Keadaan gizi penderita buruk (malnutrisi energi protein).1

10

Page 11: REFARAT DEMAM TIFOID.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Kliegman, M. Robert. 2011. Nelson Textbook of pediatrics. 19th Edition.

USA. Salmonella. 2011: 1766-1776.

2. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR

364/MENKES/SK/V/2006: Pedoman Pengendalian Demam Tifoid. Jakarta.

3. Nelson. 2005. Ilmu Kesehatan Anak. Vol. 2. Jakarta : EGC. Hal. 970-973.

4. N.Harahap. 2011. Demam Tifoid. USU Digital Library.

5. Prof. DR. dr. Sri Rezeki S. Hadinegoro, S.K. 2011. Demam Tifoid Pada

Anak. From:ww w .itokindo.o r g . Di akses tanggal 20 januari 2015

6. Pujiarto, P.S., 2009. Majalah Kedokteran Indonesia "Demam Pada Anak".

Volum : 58 No.

7. Sri Haryanti, D.R.D., dkk, 2010.Evaluasi Penggunaan Obat Demam Tifoid

Pada Pasien Anak di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. soewondo-kendal.

Vol.4 No.2. Di akses tanggal 20 januari 2015.

8. Hindra Irawan Satari. 2 0 1 0 . Pilihan Terapi Empiris Demam Tifoid pada

Anak: Kloramfenikol atau Seftriakson?. Sari Pediatri Vol. 11 No. 6.April

2011. Di akses tanggal 24 januari 2015

9. Daud D. 2011. Perawatan Singkat Demam Tifoid pada Anak. Sari Pediatri.

Vol. 3 No. 2. September 2011. Di akses tanggal 24 januari 2015

10. Staf Pengajar FK Unhas Bagian Departemen Ilmu Kesehatan Anak. 2013.

Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Makassar. BAB : Infeksi.

11