refarat

35
BAB I PENDAHULUAN Nyeri leher dan punggung yang mengganggu aktivitas seseorang, telah diketahui sejak abad pertengahan, yang ditemukan tertulis dalam Papyrus 4600 tahun yang lalu. Tulisan ini mengandung uraian berbagai kondisi tulang di spina servikal, antara lain dislokasi vertebra dan sprain. Tutankhamen di zaman purba telah menjelaskan tentang laminektomi servikal yang pertama dan pada tahun 460 SM Hippocrates mempostulasi kejadian paralisis akibat cedera servikal, serta menjadi salah satu penemu terapi traksi servikal. Ambrose Pare (1559) telah melakukan reduksi pada dislokasi spina servikal dengan traksi dan melakukan bedah membuang osteofit yang menyebabkan kompresi medulla spinalis. Pada tahun 1928 Crowe memberi istilah whiplash untuk cedera kepala-leher sebagai akibat hiperekstensi melewati batas fisiologik gerakan kepala-leher. 1 Berbagai kondisi tersebut masih ditemukan saat ini, bahkan beberapa di antaranya diperberat oleh meningkatnya penggunaan peralatan mekanik dalam pekerjaan serta kendaraan bermotor. Pengetahuan kedokteran telah ber- kembang dalam diagnosis dan terapi, serta penilaian awal yang teliti akan memandu penegakan diagnosis yang tepat serta aplikasi pemeriksaan yang sesuai. Kemudian dilanjutkan dengan tatalaksana yang relevan berdasarkan pengetahuan yang lengkap tentang anatomi fungsional yang terganggu (impaired) yang menyebabkan nyeri dan kecacatan/disabilitas. 1

Transcript of refarat

Page 1: refarat

BAB IPENDAHULUAN

Nyeri leher dan punggung yang mengganggu aktivitas seseorang, telah diketahui sejak

abad pertengahan, yang ditemukan tertulis dalam Papyrus 4600 tahun yang lalu. Tulisan ini

mengandung uraian berbagai kondisi tulang di spina servikal, antara lain dislokasi vertebra dan

sprain. Tutankhamen di zaman purba telah menjelaskan tentang laminektomi servikal yang

pertama dan pada tahun 460 SM Hippocrates mempostulasi kejadian paralisis akibat cedera

servikal, serta menjadi salah satu penemu terapi traksi servikal. Ambrose Pare (1559) telah

melakukan reduksi pada dislokasi spina servikal dengan traksi dan melakukan bedah membuang

osteofit yang menyebabkan kompresi medulla spinalis. Pada tahun 1928 Crowe memberi istilah

whiplash untuk cedera kepala-leher sebagai akibat hiperekstensi melewati batas fisiologik

gerakan kepala-leher.1

Berbagai kondisi tersebut masih ditemukan saat ini, bahkan beberapa di antaranya

diperberat oleh meningkatnya penggunaan peralatan mekanik dalam pekerjaan serta kendaraan

bermotor. Pengetahuan kedokteran telah ber- kembang dalam diagnosis dan terapi, serta penilaian

awal yang teliti akan memandu penegakan diagnosis yang tepat serta aplikasi pemeriksaan yang

sesuai. Kemudian dilanjutkan dengan tatalaksana yang relevan berdasarkan pengetahuan yang

lengkap tentang anatomi fungsional yang terganggu (impaired) yang menyebabkan nyeri dan

kecacatan/disabilitas.

1

Page 2: refarat

BAB IIAnatomi dan Biomekanik

Leher merupakan bagian spina/tulang belakang yang paling bergerak (mobile), mempunyai tiga

fungsi utama, yaitu:1,2

1. menopang dan memberi stabilitas pada kepala;

2. memungkinkan kepala bergerak di semua bidang gerak;

3. melindungi struktur yang melewati spina, terutama medula spinalis, akar saraf, dan

arteri vertebra.

Spina servikal menopang kepala, memungkinkan gerakan dan posisi yang tepat. Semua

pusat saraf vital berada di kepala memungkinkan pengendalian penglihatan (vision),

keseimbangan vestibular, arahan pendengaran (auditory) dan saraf penciuman; secara esensial

mengendalikan semua fungsi neuromuskular yang sadar. Untuk itu maka kepala harus ditopang

oleh spina servikal pada posisi yang tepat agar memungkinkan gerakan spesifik untuk

menyelesaikan semua fungsi tersebut.

Kolumna servikal dibentuk oleh tujuh tulang vertebra. Spina servikal, C1-C7, terlihat dari

lateral membentuk lengkung lordosis dan kepala pada tingkat oksipitoservikal membentuk sudut

yang tajam agar kepala berada di bidang horizontal. Apabila dilihat dari anteroposterior maka

spina servikal sedikit mengangkat (tilt) kepala ke satu sisi. Hal tersebut dapat dijelaskan oleh faset

pada oksiput, atlas (C1) dan aksis (C2) yang sedikit asimetrik.

Spina servikal merupakan persatuan unit fungsional yang saling tumpang-tindih

(superimposed), masing-masing terdiri atas 2 badan, yang dipisahkan oleh diskus intervertebra

mulai di bawah aksis (C2). Unit fungsional spina servikal dibagi atas dua kolumna, yaitu kolumna

anterior yang terdiri atas vertebra, ligamen longitudinal dan diskus di antaranya, serta kolumna

posterior yang meliputi kanal oseus neural, ligamen posterior, sendi zygapophyseal, dan otot

erektor spina.3,4 Secara anatomis, foramen intervertebralis terletak di antara kedua kolumna

tersebut. Sebenarnya, otot servikal bagian anterior yaitu fleksor merupakan bagian dari kolumna

anterior. Untuk mengevaluasi secara fungsional maka spina servikal dibagi menjadi segmen

servikal atas (di- atas C3) dan segmen servikal bawah (C3-C7). Setiap segmen itu berfungsi

berbeda.

Vertebra C1 dan C2 berbeda dari vertebra yang lain. Atlas (C1) adalah struktur seperti

cincin tanpa badan dengan dua massa lateral yang berartikulasi dengan kondilus oksipitalis di

atas dan aksis (C2) di bawah. Aksis (C2) mempunyai badan, prosesus spinosus yang bifida, dan

2

Page 3: refarat

prosesus odontoid yang menonjol ke atas yang secara kongenital adalah badan atlas yang

menyatu (fused). Odon- toid berartikulasi dengan lengkung anterior atlas. Hubungan normal

tersebut memungkinkan pemisahan <3 mm antara lengkung anterior dan atlas. Sendi tersebut

dapat menjadi lemah oleh karena trauma atau penyakit seperti artritis rheu- matoid (RA).

Pemisahan 3 mm atau lebih dalam fleksi dan ekstensi dianggap tidak stabil dan merupakan

bukti instabilitas.

Atlas dan aksis dalam kombinasi dengan kranial-oksiput (CO) membantu fleksi, ekstensi

dan rotasi. Artikulasi atlanto- oksipital (CO-C1) memungkinkan fleksi 10º dan ekstensi 25º. Rotasi

terbanyak di spina servikal terjadi di persendian C1- C2, dengan rotasi 45º ke arah kiri atau kanan.

Sedikit derajat fleksi-ekstensi terlihat juga di persendian C1-C2. Sendi sinovial asli (true synovial

joint) terletak di antara lengkung anterior atlas dan prosesus odontoid.

Vertebra regio servikal bawah masing-masing serupa dalam bentuk dan fungsi dan dapat

dikatakan merupakan unit fungsional yang khas (typical). Vertebra C3-C7 mempunyai badan

kecil dan dimensi terpanjang pada bidang koronal. Prosesus spinosus bifida dari C3 sampai C6,

dan C7 mempunyai prosesus spinosus terpanjang yang mudah teraba pada palpasi. Sendi

zygapophyseal di servikal lebih konkaf dibandingkan di torakal dan lumbal. Orientasi faset di

servikal adalah 45º (dibandingkan 60º di torakal dan 90º di lumbal). Prosesus spinosus, prosesus

transversa dan lamina menjadi daerah perlekatan otot.

Di perbatasan C2 dan C3 terdapat perubahan bentuk persendian yang menyebabkan

perbedaan bermakna dalam fungsi serta merupakan daerah transisi yang mengubah gerakan dari

rotasi ke fleksi dan ekstensi. Terjadi sekitar 10º fleksi pada masing-masing segmen dengan fleksi

terbesar pada C4-C5 dan C5-C6. Fleksi lateral terjadi terutama di C3- C4 dan C4-C5. Pemindahan

horizontal (horizontal displace- ment) vertebra >3,5 mm saat fleksi dan ekstensi atau deformitas

angular >11º menandakan instabilitas spina. Semua gerakan servikal berpasangan sehingga

rotasi dikaitkan dengan fleksi lateral dan sebaliknya. Pembatasan lingkup gerak (ROM) dalam satu

bidang memungkinkan klinisi mendeteksi segmen yang terlibat terutama letaknya apakah di regio

servikal atas atau bawah.

Vertebra servikal yang tipikal (C3-C7) mempunyai sifat khusus, yaitu bagian anterior lebih

lebar dari posterior, yang menyebabkan lordosis servikal. Permukaan superior berbentuk

konkaf dari ujung ke ujung akibat prosesus uncinatus (uncovertebral bodies) yang juga disebut

sendi Luschka. Sendi tersebut muncul dari tepi posterolateral badan vertebra dan terletak di

3

Page 4: refarat

anterior akar saraf yang keluar dari foramen intervertebra.6 Sendi itu tidak ada saat lahir, tetapi

berkembang pada akhir dekade pertama kehidupan.

Walaupun masih kontroversial, sendi itu tidak termasuk sendi asli (true joint) karena tidak

mempunyai sinovium.7 Artikulasi uncovertebral disangka berkembang dari celah (clefts)

degeneratif atau dari resorpsi jaringan fibrosa di tepi supraposterolateral. Artikulasi tersebut

dapat berdegenerasi mengalami hipertrofi dan kalsifikasi bersamaan dengan degenerasi diskus.

Proses itu dapat mengakibatkan penyem- pitan foramen intervertebra sehingga menekan akar saraf

bahkan medulla spinalis. Permukaan inferior vertebra C3-C7 berbentuk konkaf anteroposterior

dan konveks la-teral. Foramen terletak di setiap prosesus transversum di setiap sisi badan vertebra.

Arteri vertebral melalui foramen itu.

Di antara dua vertebra, mulai di bawah C2, terdapat diskus intervertebralis, yang lebih

lebar anterior diban- dingkan posterior. Setiap diskus terdiri atas annulus dan nukleus, serta

mempunyai struktur dalam yang lunak disebut nukleus pulposus. Diskus intervertebralis

mempunyai suplai vaskuler sejak lahir sampai sekitar dekade kedua dalam kehidupan saat

pembuluh darah mulai terobliterasi dan mulai terjadi kalsifikasi lempeng ujung (endplates)

vertebra. Pada dekade ketiga diskus menjadi avaskuler, dan nutrisi diskus melalui difusi dialisat

melalui endplate serta imbibisi tekanan osmotik (osmotic gradient) ion yang larut di dalam

substansi diskus. Terdapat juga faktor mekanik untuk imbibisi. Pada saat diskus mengalami

penekanan ia mengeluarkan cairan dan saat relaks menyerap cairan, penekanan-relaksasi

bergantian tersebut memungkinkan diskus menyerap (imbi- bition) seperti busa. Elastisitas

serabut annular dan kompresibilitas nukleus memungkinkan aksi menyerap secara mekanik.

Nukleus berupa gel proteoglikan sangat terhidrasi (80% air) dan mengandung serabut

kolagen yang tersebar (<5%). Gel proteoglikan mengandung banyak kelompok sulfat bermuatan

negatif yang menarik dan mengikat air serta mencegah difusi ke luar. Nukleus secara utuh

terkandung di dalam tabung annular yang mempertahankan tekanan intrinsik.

Serabut kolagen dikelilingi secara esensial terkandung di dalam, lapisan gel proteoglikan yang

terhidrasi, yang memberi lubrikasi dan nutrisi pada fibril kolagen. Caranya serabut annular

melekat di endplate dan interface dengan setiap lapisan memungkinkan gerakan vertebra berse-

berangan di unit fungsional memberi gerakan fleksi, ekstensi dan sedikit rotasi.

4

Page 5: refarat

Mobilitas unit fungsional vertebra servikal dibatasi oleh elastisitas terbatas serabut annular

setiap annulus interver- tebral serta ligamen longitudinal anterior dan posterior (yang terikat pada

setiap vertebra dari kranium sampai sakrum).

Fleksi dibatasi oleh ligamen longitudinal posterior, ligamen intervertebra posterior,

elastisitas terbatas fascia otot ekstensor (erektor spina).

Fleksi berlebihan melewati batas fisiologis juga dibatasi oleh ligamen spinosum posterior

dan interspinosum serta elastisitas fascia otot erektor spina.

Ekstensi berlebihan dibatasi oleh kontak langsung lamina, faset dan prosesus spinosus

postero superior.

Gerakan unit fungsional ke arah manapun menyebabkan sedikit distorsi pada diskus

intervertebralis. Pada fleksi ke depan, ruang anterior diskus mengalami penekanan dengan

pemisahan simultan elemen posterior. Juga terjadi gerakan meluncur (gliding) vertebra superior di

atas vertebra berikut yang di bawahnya. Diskus intervertebralis tertekan di ante- rior serta melebar

di posterior, dan fleksi ini disertai sedikit gesekan (shear) anterior. Pemanjangan berlebihan

serabut annular posterior diskus dalam fleksi juga dibatasi oleh ligamen longitudinal posterior.

Ligamen pada spina servikal adalah:

1. ligamen transversum; menahan prosesus odontoid ke dalam notch yang terletak posterior di

pusat lengkung anterior, memungkinkan kepala dan atlas rotasi ke kiri dan kanan. Selain itu

mempertahankan prosesus odon- toid di daerah anterior kanal spina serta memberi ruangan cukup

bagi medulla spinalis. Apabila terjadi kerusakan pada ligamen, prosesus odontoid dapat bergerak

ke pos- terior dan menekan medulla spinalis. Pemeriksaan radiografik dapat memperlihatkan

aspek lateral spina servikal pada fleksi ke depan, atau dengan pencitraan MRI. Derajat

penekanan dapat dilihat secara klinis dengan pemeriksaan neurologik yang menunjukkan tanda

upper motor neuron,

2. ligamen alar; membatasi rotasi dan membatasi gerakan lateral prosesus odontoid, Apabila salah

satu ligamen alar rusak, dapat menye- babkan kepala dan atlas subluksasi ke lateral,

3. ligamen accessory atlantoaksial; membatasi derajat rotasi kepala terhadap atlas dan atlas terhadap

aksis, Kerusakan salah satu ligamen tersebut dapat menye- babkan gerakan berlebihan ke sisi

berlawanan. Dapat dilihat melalui pencitraan mulut terbuka (open mouth) dengan rotasi kepala

ke dua arah. Ligamen alar dan ac- cessory adalah ligamen pendek yang terikat pada dua struktur

5

Page 6: refarat

tulang berdekatan sehingga mudah cedera, misalnya karena rotasi berlebihan, tiba-tiba atau

paksa (forceful).

Otot leher secara fungsional dapat dibagi atas dua kelompok besar:

1. Otot yang membuat fleksi dan ekstensi kepala terhadap spina, disebut capital movers, yaitu

capital flexor terdiri atas rektus pendek dan kapitis longus, serta capital ex- tensor. Otot tersebut

terdiri atas 4 otot pendek yang berjalan dari basis kranium ke atlas (C1) dan aksis (C2):

posterior rectus capitis minor & major, obliquus capi- tis superior & inferior;

2. Otot yang membuat fleksi dan ekstensi seluruh sisa spina servikal, disebut cervical movers;

3. Otot yang lebih panjang seperti splenius capitis dan splenius cervicis terutama untuk rotasi

kepala, akan tetapi dapat juga menjadi ekstensor apabila berkontraksi bersamaan/bilateral.

4. Otot panjang dari spina torasik dan skapula yang membuat ekstensi, rotasi dan fleksi lateral

spina servikal, yaitu trapesius, levator scapulae, dll.

Massa terbesar otot leher terletak di bagian ekstensor segmen servikal atas: daerah

atlantoaksial, yang menandakan kebutuhan akan otot kuat di regio tersebut untuk menjaga

terhadap trauma. Massa terbesar otot fleksor terletak di regio servikal tengah (C4-C5) adalah

regio segmen servikal bawah yang mempunyai derajat gerak terbesar. Oleh karena itu merupakan

daerah yang mengalami pakai-aus mekanik (me- chanical wear & tear) serta paparan trauma dan

stress besar.

Saraf servikal dengan formasi pleksus servikobrakhial dan saraf ke kepala berperan

penting pada fungsi ekstremitas atas dan juga terlibat dalam produksi nyeri serta kecacatan.

Semua saraf servikal mengandung serabut sensoris dan motorik kecuali saraf C1 yang hanya

mempunyai serabut motorik.8 Akar saraf servikal atas (C1-C2 dan cabang dari C3) mempersarafi

kepala dan wajah. Akar saraf C2 juga disebut greater occipital nerve adalah sumber utama nyeri

kepala dan wajah apabila terjebak, tertekan, atau teregang, atau encroached. Hunter dan Mayfield

mempostulasikan bahwa saraf C2 terjebak di antara arkus posterior aksis (C1 verte- bra) dan

lamina aksis (C2). Oleh karena itu dapat dirusak apabila terjadi ekstensi berlebihan dari kepala

dengan rotasi simultan ke sisi.9 Namun demikian, secara anatomik tidak feasible.10 Akar saraf

C2 juga disangka terjebak dalam perja- lanannya melalui membran atlantoaksial posterior; juga

saat saraf ini menjadi saraf perifer ketika melalui daerah kecil yang dibentuk oleh situs

perlekatan kondilus oksipital otot trapesius atas dan otot sternokleidomastoid. Saraf greater

6

Page 7: refarat

occipital (C2 ke C3) keluar di antara percabangan kedua otot di atas dan ditahan di dalam sling

bernama Schultze’s bundle.

Di segmen servikal bawah (C3-C8) cabang sensoris dan motorik bersatu membentuk akar

saraf yang kemudian masuk foramen intervertebra. Saat memasuki foramen, akar ventral

(motorik) saraf spinal sangat dekat dengan sendi von Luschka, sedangkan akar dorsal

(sensoris) terletak dekat prosesus artikulasi dan simpai sendi. Secara normal akar saraf spinal

menempati hanya seperlima-seperempat dari foramen, dilindungi oleh penutup dan selubungnya.

Setiap akar, mengandung serabut sensoris dan motorik, diberi nomor menurut tingkat eksit dari

spina servikal serta distribusi terakhir ke ekstremitas atas. Setiap akar saraf berjalan turun

anterior dan lateral ke dalam foramen intervertebra terkandung di dalam selubung dura yang

selanjutnya mengandung serabut saraf otonomik segmental, kapiler, venules, limfatik, serabut

saraf nervosum, dan cairan spinal.

Saraf servikal keluar melalui kanal akar saraf sambil membagi diri menjadi :

1. ramus anterior, yang mensuplai otot prevertebra dan paravertebra serta membentuk pleksus

brachialis untuk ekstremitas atas;

2. ramus posterior, yang membagi menjadi cabang muskular, kutan, dan artikular untuk

struktur leher pos- terior termasuk otot postvertebral.

Ada dua komponen sistem saraf simpatetik yang mempengaruhi daerah spina servikal.

Semuanya terlibat dalam efek sirkulasi, kelenjar keringat, dan folikel rambut, tetapi bagaimana

mereka terkait dengan nyeri dari dan dalam daerah servikal masih kontroversial. Komponen

tersebut adalah rantai simpatik (sympathetic chain) dan saraf vertebralis (ver- tebral nerve). Semua

ramus saraf servikal adalah saraf post- ganglionic kelabu (gray) tak bermielin (unmyelinated) yang

telah muncul pada sinaps di ganglia, dengan serabut pregan- glionic dari spina torasik. Ramus

kelabu tersebut berlanjut dalam tiga arah:

1. mendampingi akar saraf ke dalam ramus primer anterior dan posterior ke tujuan (sensoris dan

motorik) di jaringan servikal posterior dan ekstremitas atas (ekstraforamina);

2. bersinaps dengan serabut postganglionic yang berlanjut ke mata, saraf cranial, arteri kepala dan

leher, dan ke pleksus kardiak (ekstraforamina);

3. Mendampingi cabang sensoris akar saraf spinal membentuk saraf sinuvertebral (saraf

Luschka atau saraf meningeal rekuren) untuk kembali melalui foramen intervertebra kedalam

kanalis spinalis. Saraf tersebut dianggap sebagai saraf sensoris ke dura, ligamen longi- tudinal

posterior, dan serabut diskus annular luar (intraforamina).

7

Page 8: refarat

Nyeri atau parestesi dihantar melalui saraf simpatetik. Nyeri di wajah, distribusi saraf

kranial, dan tengkorak dikaitkan pada iritasi suplai saraf simpatetik ke jaringan tersebut. Sindroma

Barre’-Lieou telah dikaitkan dengan iritasi saraf vertebra, dan gejala termasuk vertigo, nyeri fasial,

nyeri kepala, tinnitus, gangguan hidung, wajah memerah (facial flushing) dan parestesia faringeal.

Postur

Postur adalah sikap mahluk hidup pada waktu berdiri atau duduk tegak, dan

mempunyai aplikasi kosmetik bagaimana penampilan kita. Postur dipengaruhi faktor famil- ial

dan kongenital, termodifikasi oleh pelatihan dan kebiasaan, dipengaruhi peer appearance,

ditentukan oleh tuntutan okupasi dan selanjutnya dipengaruhi penyakit konsekuensi ortopedik

atau neurologik. Postur juga dapat mempengaruhi berbagai penyakit atau sindroma nyeri dan

kecacatan. Postur yang salah menambah perubahan jaringan pada struktur tulang, ligamen, otot

dan diperkirakan mempengaruhi jaringan diskogenik kolumna spinalis.

Seluruh spina pada bayi baru lahir mempertahankan postur in utero, yaitu fleksi total

(kifosis), tanpa kurva lordotik. Kurvatura spina pada bayi baru lahir membentuk kurva kifotik

yang sedikit lebih besar dari kurva kifotik fisiologik spina torasik yang menetap seumur hidup.

Kurva lordotik pertama kolumna vertebralis nampak di daerah servikal pada usia 6-8 minggu.

Pada tahap perkembangan maka anak baru lahir mengekstensikan kepalanya dari posisi

tengkurap. Ekstensi kepala-leher ini adalah aksi antigravitasi yang terjadi akibat kontraksi otot

ekstensor. Aksi tersebut terjadi akibat beberapa input proprioseptif dan inisiasi (pengawalan)

dari refleks righting dasar. Kurva lordotik servikal yang terakhir menetap sepanjang kehidupan

dengan variasi sehari-hari akibat perubahan posisi dan berbagai aktivitas.

Spina servikal fleksibel dan tunduk pada hukum gravitasi serta kepada dampak aksi

muskular. Oleh karena spina servikal adalah kurva teratas dan menopang kepala, maka tergantung

pada kurva kolum spinal lebih bawah yaitu kurva torasik, lumbal dan sakral. Semua kurva

fleksibel dan untuk tetap tegak tergantung pada tunjangan ligamen dan kapsular serta tonus

muskular. Tonus otot sangat predominan, akan tetapi bukan satu-satunya sumber tunjangan dan

merupakan faktor utama yang menentukan derajat kurvatura spinal dalam kaitannya dengan

pusat gravitasi.

8

Page 9: refarat

BAB II

Nyeri Leher dan Punggung Atas

Penelitian mutakhir telah menjelaskan jaringan mana di dalam spina servikal yang apabila

teriritasi atau terkena radang dapat menimbulkan nyeri. Produksi zat nosiseptif akibat reaksi jaringan

harus mempengaruhi saraf sensoris organ akhir (end organs) yang terletak di jaringan khusus yang

mampu mentransmisi sensasi nyeri.

Beberapa situs nosiseptif adalah:

1. ligamen longitudinal anterior,

2. annulus terluar (outer),

3. dura,

4. ligamen longitudinal posterior,

5. kapsul (simpai) faset,

6. otot,

7. ligamen.

Dua penyebab utama nyeri adalah: trauma dan artritis

Trauma mengimplikasikan suatu gaya eksternal yang harus menimbulkan perubahan di

dalam spina servikal melebihi gerakan/posisi normal segmen untuk menimbulkan kerusakan atau

gejala. Elastisitas atau plastisitas jaringan terlibat harus dilampaui dan/atau dirusak untuk

melepaskan zat kimia nosiseptor. Pemeriksaan lingkup gerak sendi (ROM = range of mo- tion)

sangat penting untuk mendeteksi keterbatasan gerak di setiap segmen. Nyeri biasanya

menyebabkan refleks kontraksi isometrik otot untuk membidai sendi yang mengalami trauma.

Kontraksi otot itu disebut spasme protektif, suatu refleks neuromuskular yang ditandai oleh

muscle guarding dan selanjutnya keterbatasan gerak. Pada spasme, rasa nyeri (tenderness) lebih

menyeluruh dan keterbatasan gerak lebih umum dibanding segmental pada keterbatasan artikular

ligamen.

Kontraksi otot yang berlanjut (sustained) pada leher dan punggung atas, seperti di bagian

lain sistem muskuloskeletal, disebut sindroma tension myositis (TMS).11 Hal itu diperkirakan

sebagai sisa ketegangan emosional (emotional tension) dan juga suatu sindroma okupasi akibat

9

Page 10: refarat

postur yang berlangsung lama (sustained postural occupa- tional syndrome) yang

menyebabkan iskemia otot.12,13

Latihan otot berlebihan juga dapat menyebabkan nyeri otot yang dapat menetap beberapa

jam setelah berhenti latihan. Secara EMG telah ditunjukkan penurunan amplitudo dari kontraksi

volunter maksimum dan ketidakmampuan serabut otot untuk relaksasi. Ketidakmampuan

relaksasi disebabkan disrupsi pada gelendong otot (muscle spindle) oleh kontraksi

berkepanjangan, elongasi dan perubahan iskemik. Metabolit (sampah metabolik) yang

disekresi oleh otot yang berkontraksi berkepanjangan, yang menjadi iritan lokal serta juga

nosiseptor adalah faktor/substance P, asam laktat dan potassium shift. Terapi panas lokal, diatermi

ultrasound (terapi panas dalam), massage, dan peregangan mengurangi TMS. Obat yang

menyebabkan relaksasi juga mengurangi nyeri ketegangan otot. Biofeedback dapat efektif

mengurangi ketegangan otot.

Kontraksi isometrik yang terlalu kuat dapat menye- babkan robekan serabut otot serta

edem. Radang perios- teum tempat otot melekat pada tulang serta jaringan subpe- riosteal juga

menimbulkan nyeri dan sakit lokal. Kontraksi otot berkepanjangan juga menyebabkan

penekanan berkepanjangan pada diskus intervertebra, yang selanjutnya mengurangi kemampuan

mukopolisakarida untuk menyerap zat makanan dan akhirnya menyebabkan degenerasi diskus.

Kontraksi isometrik berkepanjangan otot spina servikal menekan diskus serta menyebabkan

protrusi nukleus dan selanjutnya penonjolan (bulging) annulus, yang dapat menyebabkan

nyeri. Hal tersebut dapat dilihat pada pencitraan dengan magnetic resonance imaging (MRI).

Pencitraan (X-ray) yang menunjukkan pengurangan/ melurusnya lordosis servikal

menandakan spasme otot.

Postur yang salah dapat menyebabkan trauma pada berbagai aspek sistem muskuloskeletal,

terutama kolumna vertebra:

1. Postur kepala ke depan (forward head posture) terjadi akibat bertambahnya kifosis dorsal

spina yang meletakkan kepala di depan pusat gravitasi sehingga beban kepala menjadi

bertambah. Karena lordosis servikal bertambah, setiap unit fungsional juga menambah sudut

lordosisnya. Penambahan tersebut mendekatkan serta menekan aspek posterior diskus.

2. Bahu yang menggantung (droping shoulder) mempengaruhi spina servikal. Skapula berotasi

ke bawah, dada menggantung, rongga toraks berkurang sehingga kapasitas vital menurun dan

orang bertambah pendek. Karena otot trapesius berorigo pada spina servikal maka skapula yang

10

Page 11: refarat

tertekan memberi tegangan otot (strain) leher. Foramen intervertebra lebih menutup pada postur

lordotik servikal yang meningkat dan akar saraf tertekan.

3. Subluksasi akibat gaya eksternal. Cedera hiperfleksi dan hiperekstensi spina servikal dinamakan

cedera whiplash. Istilah itu diperkenalkan oleh Dr. Harold Crowe pada tahun 1928, sebagai efek

akselerasi-deselerasi yang tiba- tiba di leher dan tubuh bagian atas sebagian dampak eksternal

paksa. Saternus mempostulasi suatu gaya akselerasi (deselerasi) hebat yang mendislokasi skeleton

aksial yang stasioner menyebabkan efek khas pada kepala dan leher yang tidak dibatasi

(unrestrained). Hasilnya adalah peregangan hebat jaringan lunak, sendi intervertebra, akar saraf,

dan saraf perifer di bagian pos- terior spina servikal.

Tatalaksana Nyeri Leher dan Punggung Atas

Tatalaksana nyeri leher dan punggung atas terdiri atas tatalaksana farmakologik dan non

farmakologik. Tatalaksana non-farmakologik antara lain:

Modalitas

Modalitas fisik digunakan pada fase akut untuk membantu mengatasi nyeri.

Panas

Panas superfisial dapat memberi relaksasi dan mengurangi nyeri. Pemanasan dalam

(deep heating) seperti ultrasound sebaiknya dihindari pada fase akut karena dapat menambah

radang saraf yang bengkak sehingga menambah nyeri.14

TENS

TENS atau Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation, adalah bentuk elektroanalgesia

menggunakan stimulasi listrik frekuensi-tinggi intensitas-rendah dengan rentang 50-100 Hz.

Menurut teori kendali gerbang Melzack dan Wall, TENS secara khusus di tingkat tanduk dorsal

mengaktifkan serabut A-beta perifer sehingga memodulasi serabut A-delta dan C yang

mengangkut nyeri. Di samping itu TENS diperkirakan melepas opioid endogen di situs susunan

saraf pusat (CNS). TENS frekuensi rendah meningkatkan pelepasan metencephalin dan beta-

endorphin. TENS frekuensi-tinggi menyebabkan peningkatan dynorphin A.15

11

Page 12: refarat

Ortosis

Soft collar disarankan pada cedera akut jaringan lunak leher dan untuk jangka pendek.

Terdapat risiko keterbatasan ROM atau kehilangan kekuatan otot leher apabila lama

digunakan.17 Philadelphia collar yang lebih keras dapat diberikan pada malam hari waktu

tidur untuk memberikan posisi yang lebih rigid dan membantu mencegah penyempitan foramina

dengan menghindari ekstensi servikal. Soft collar masih memungkinkan gerakan servikal

fleksi/ekstensi 74,2º, fleksi lateral 92,3º dan rotasi 82,6º; sedangkan Philadelphia collar

memungkinkan fleksi/ekstensi 28,9º, fleksi lateral 66,4º dan rotasi 43,7º. 18

Massage dan Manipulasi

Manipulasi dan mobilisasi spinal digunakan untuk mengembalikan ROM normal dan

mengurangi nyeri. Walaupun belum ada penjelasan yang tepat tentang kerja manipulasi,

beberapa percaya bahwa penyesuaian sendi zygapophyseal memperbaiki signal aferen dari

mekanoreseptor ke sistem saraf perifer dan sentral. Normalisasi dengan sudut tarikan dan

pemisahan maksimum terjadi pada fleksi 24º.16 Beban sekurangnya 10 lb (4 kg) diperlukan untuk

impuls aferen memperbaiki tonus otot, mengurangi muscle guarding, dan metabolisme jaringan

lokal lebih efektif. Modifikasi fisiologis tersebut memperbaiki ROM dan mengurangi nyeri.

Massage mempunyai efek mekanik, refleks, neurologik dan psikologik. Tujuan terapi adalah

memberi sedasi dan relaksasi otot.

Stabilisasi

Stabilisasi servikotorasik merupakan program rehabilitasi yang dirancang untuk

membatasi nyeri, memaksimalkan fungsi, dan mencegah cedera lebih lanjut.2 Stabilisasi

termasuk fleksibilitas spina servikal, re-edukasi postur dan penguatan. Program tersebut

menekankan partisipasi aktif pasien. Mengembalikan ROM normal dan postur yang baik

diperlukan untuk menghindari mikrotrauma berulang pada struktur servikal akibat pola gerak yang

buruk. ROM penuh dibutuhkan untuk melatih spina servikotorasik dalam stabilisasi selama

bermacam aktivitas. ROM bebas nyeri ditentukan dengan meletakkan spina servikal pada posisi

yang mengurangi gejala. Awalnya, stabilisasi dimulai dengan menentukan ROM bebas nyeri

kemudian diaplikasikan di luar ROM sewaktu kondisi pasien membaik. Pembatasan apapun pada

12

Page 13: refarat

jaringan lunak atau sendi harus diterapi untuk membantu mencapai ROM spina servikal yang

normal.

Hal tersebut dicapai melalui latihan ROM pasif, mobilisasi spina, teknik mobilisasi

jaringan lunak, peregangan-sendiri, dan mengatur postur yang benar. Pelatihan postur dilakukan

dengan pasien duduk atau berdiri di depan cermin. Kemudian melakukan berbagai fungsi pindah

tempat (transfer) dengan mem- pertahankan neutral spine (postur yang benar) menggunakan

umpan balik dari cermin. Tujuannya adalah mengajarkan cara mempertahankan posisi neutral

spine dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Keterampilan proprioseptif tersebut diterapkan saat

latihan penguatan yang akan membuat pasien mampu mempertahankan spina servikal dalam posisi

stabil, bebas-nyeri dan aman saat melakukan aktivitas berat. Latihan penguatan otot harus

memperhatikan kondisi umum dan nyeri. pemberian analgesik/NSAID disinkronkan dengan

waktu latihan sehingga latihan dapat maksimal.

Traksi

Traksi servikal dapat membantu mengurangi gejala yang berkaitan dengan penekanan akar

saraf. Hot packs, massage, atau stimulasi listrik, atau kombinasi modalitas tersebut harus diberikan

sebelum traksi untuk membantu mengurangi nyeri dan memberi relaksasi otot.16 Traksi servikal

dapat dilakukan dengan menggunakan beban berat secara intermiten atau beban ringan secara

kontinu. Posisi leher dalam fleksi. Traksi servikal juga dapat diberikan melalui tarikan manual.

Pemisahan vertebra posterior dimungkinkan berkaitan melawan efek gravitasi pada kepala, dan

tarikan sebesar 25 lb (10 kg) diperlukan untuk meluruskan kurva lordotik servikal serta pemisahan

awal segmen vertebra posterior. Setelah dipastikan bahwa pasien mendapat manfaat traksi maka

penggunaan traksi rumah dengan beban ringan secara kontinu dapat disarankan.2

Kontraindikasi absolut untuk traksi adalah keganasan; penyakit infeksi seperti TBC,

osteomielitis atau discitis; osteoporosis; rheumatoid arthritis; penekanan medulla spinalis; hamil;

dan hipertensi atau penyakit kardiovaskuler. Herniasi diskus tengah (midline) daerah servikal juga

merupakan kontraindikasi karena traksi dapat menarik medulla sampai kontak dengan diskus.

Traksi harus dihentikan apabila terjadi mual, pusing, eksaserbasi disfungsi sendi

temporomandibuler, atau peningkatan nyeri di jaringan lunak leher.

Common Cervical Syndrome

13

Page 14: refarat

Cervical Sprain & Strain

Cedera sprain dan strain pada struktur spina servikal merupakan kondisi yang paling

sering dijumpai. Sprain adalah peregangan berlebihan atau robekan pada ligament atau tendon

atau keduanya, akibat trauma sendi. Strain adalah cedera pada otot. Cedera whiplash adalah

penyebab terbanyak dan mekanisme khas adalah cedera hiperekstensi pada spina servikal akibat

tabrakan. Impak tabrakan menyebabkan ekstensi servikal diikuti fleksi akibat peningkatan gaya G

(G force), menyebabkan cedera akselerasi dan deselerasi pada ligament, sendi faset, dan otot.20

Dapat juga terjadi cedera akar saraf dengan gejala radikuler, kemungkinan akibat cedera regang atau

dari perdarahan fokal. Ganglia akar dorsal C2 rentan cedera antara aksis dan atlas arkus vertebra

saat hiperekstensi, yang dapat menyebabkan neuralgia oksipital. 21

Riwayat penyakit biasanya termasuk nyeri leher dan sakit kepala. Gejala dapat juga dirujuk

ke ekstremitas atas. Pasien mengeluh fatique dan kekakuan leher. Nyeri berhubungan dengan

gerakan. Gejala lain adalah pusing, kepala ringan, sulit konsentrasi dan memori, perasaan aneh

pada kulit wajah, penglihatan kabur, sulit mendengar, tinni- tus dan masalah saraf kranial lain.2

Pemeriksaan fisik menunjukkan keterbatasan ROM leher dengan kualitas gerak yang buruk.

Tanda Spurling dan Lhermitte negatif. Nyeri palpasi sering ditemukan pada struktur anterior

maupun pos- terior leher. Apabila ada cedera pada sendi faset, ligamen atau kapsul terdapat nyeri

tekan pada sendi faset. Pemeriksaan neurologis biasanya normal. Abnormalitas sensasi lebih

banyak sklerotomal dan tanda radikuler kadang-kadang muncul dini setelah cedera, akan tetapi

hilang dalam 2 minggu. Pencitraan foto polos menunjukkan hilangnya kurvatura normal lordosis

servikal. MRI dan CT scan normal, akan tetapi dapat juga menunjukkan herniasi diskus, cedera

ligamen dan perdarahan.22 EMG dapat menyingkirkan adanya radikulopati pada pasien dengan

nyeri kontinu dan rujukan sensasi yang tidak biasa pada lengan. 2

Tatalaksana awal melibatkan penggunaan NSAID dan analgesik untuk mengendalikan

nyeri. Modalitas terapi fisik seperti panas dan TENS dapat membantu mengurangi nyeri dan

spasme. Massage yang tepat akan meningkatkan sirkulasi, mengurangi nyeri, dan memfasilitasi

latihan. Re-edukasi postural juga penting.

Cervical Disc Disorders

Disrupsi diskus interna (IDD), hernia nucleus pulposus (HNP) dan penyakit degeneratif

diskus (DDD) merupakan ketiga jenis gangguan diskus servikal yang sering dijumpai. Hernia

diskus ditemukan dengan MRI pada 10% orang yang tanpa gejala di bawah usia 40 tahun dan 5%

14

Page 15: refarat

pada yang di atas 40 tahun.23 MRI menunjukkan diskus degeneratif pada 25% orang tanpa gejala

di bawah usia 40 tahun dan hampir 60% pada mereka di atas 40 tahun. Radikulopati servikal relatif

sering merupakan konsekuensi HNP atau dapat disebabkan oleh pembentukan spur berkaitan

dengan penyakit diskus degeneratif. Walaupun tidak ada data tentang kejadian dan kekerapan

radikulopati servikal, 51% populasi dewasa pada suatu waktu mengalami nyeri leher dan lengan.

Aktivitas kerja dan merokok merupakan faktor tambahan pada anatomi ab- normal yang

mempredisposisi perkembangan radikulopati.2 Disrupsi diskus internal (internal disc disruption)

adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan perubahan patologik struktur interna

diskus. IDD ditandai sebagai abnormalitas nukleus pulposus atau annulus fibrosus tanpa deformasi

diskus eksterna. Gangguan tersebut disangka akibat atau degradasi nuklear terkait trauma, atau

cedera annular terisolasi dari kombinasi gerakan fleksi servikal dan rotasi. Cedera whiplash juga

dapat merupakan penyebab IDD servikal. Annulus terluar dari diskus servikal dipersarafi dan

merupakan sumber nyeri serta rujukan nyeri.

Diskus mulai berdegenerasi pada dekade ke-2 kehidupan, dimulai dengan robekan

sirkumferensial di annu- lus, terutama di aspek posterolateral setelah regangan (strain) berulang.

Beberapa robekan menyatu menjadi robekan ra- dial yang kemudian berlanjut menjadi fisura

radial yang meluas sampai ke nukleus. Diskus menjadi rusak lengkap dengan robekan sepanjang

diskus. Terjadi juga pengurangan tinggi diskus dengan penonjolan annular di perifer.

Proteoglikan dan air dari degradasi nukleus hilang melalui fisura. Akhirnya sela diskus menjadi

tipis dan dikaitkan dengan perubahan sklerotik vertebra serta pembentukan osteofit.2

Nyeri diskogenik tidak jelas dan difus dalam distribusi aksial. Nyeri dirujuk dari diskus ke

lengan biasanya dalam pola nondermatomal. Gejala dapat bervariasi menurut perubahan pada

tekanan intradiskal. Aktivitas seperti mengangkat dan maneuver vasalva yang cenderung

meningkatkan tekanan diskus, dapat memperberat gejala, sedangkan berbaring terlentang dapat

mengurangi gejala. Vibrasi juga cenderung menambah nyeri diskogenik. ROM aktif berkurang,

pemeriksaan neurologik biasanya normal. Nyeri bertambah dengan kompresi (penekanan) aksial

dan berkurang dengan distraksi. Titik nyeri atau titik picu miofasial sering dapat dipalpasi. Nyeri

radikuler dalam, dull dan achy, atau tajam, membakar dan berkualitas nyengat seperti listrik,

tergantung apakah keterlibatan primer adalah motor atau akar dorsal.2

Nyeri terkait radikulopati umumnya mengikuti pola dermatomal atau miotomal di bahu,

lengan dan tangan.24 Si- tus yang paling sering dari nyeri radikuler servikal adalah di daerah

interskapula, walaupun nyeri dapat menjalar ke oksiput, bahu atau lengan. Nyeri leher tidak

15

Page 16: refarat

selalu dikaitkan dengan radikulopati dan sering tidak ada. Pasien dengan radikulopati dapat juga

mengalami kesemutan dan kelemahan lengan atas bersamaan dengan nyeri.

Secara khas pasien dengan radikulopati menunjukkan penurunan lingkup gerak sendi

(ROM). Nyeri bertambah dengan ekstensi dan rotasi leher, serta membaik dengan fleksi. Dapat

terjadi penurunan sensasi terhadap nyeri, raba halus, atau vibrasi. Kelemahan anggota gerak atas

terjadi apabila akar saraf cukup tertekan, akan tetapi harus dibedakan dari kelemahan terkait nyeri.

Peningkatan refleks ekstremitas bawah atau tanda upper motor neuron (UMN) lain

menandakan kemungkinan mielopati dan memerlukan penanganan lebih agresif. Pencitraan

polos membantu mengevaluasi sela diskus dan tinggi badan vertebra, serta dapat

menggambarkan perubahan degeneratif tulang dan diskus. Pemeriksaan EMG membantu menilai

radikulopati atau neuropati perifer atau fokal. MRI dapat memberikan evaluasi anatomik lebih

mendalam dari diskus intervertebralis. Korelasi klinis harus selalu digunakan untuk

menginterpretasi hasil tes diagnostik dan khususnya studi anatomik seperti pencitraan. Tatalaksana

konservatif umumnya sama untuk nyeri diskogenik dengan atau tanpa radikulopati. Awalnya

dengan NSAID untuk pengendalian nyeri, dapat diberikan steroid oral pada radikulopati yang

tidak berespons baik dengan NSAID. Karena kebanyakan pasien dengan DDD adalah lanjut usia

maka NSAID harus diberikan dengan hati-hati, memperhatikan efek NSAID menurut teori COX.

Relaksan otot dapat diberikan sebagai penunjang analgetik.

Modalitas fisik awalnya digunakan untuk nyeri akut dan kemudian hanya apabila

diperlukan. Traksi servikal ber- manfaat untuk nyeri diskogenik dan gejala radikuler. Latihan

ROM secara aktif dan pasif diberikan untuk membantu mengembalikan fungsi normal. Setelah

masa akut lewat, pasien dilanjutkan ke peregangan aktif dan fleksibilitas rutin untuk spina servikal.

Selanjutnya adalah program penguatan dan stabilisasi. Pasien yang gagal dengan pengobatan

konservatif maupun prosedur suntikan spinal mungkin memerlukan tindakan bedah. Hasil

terbaik tindakan bedah diskus servikal adalah pada mereka dengan nyeri radikuler yang jelas.25

Spondilosis Servikal (Osteoartritis)

Istilah spondilosis dan osteoartritis digunakan saling tertukar dan sebagian memberikan

definisi terpisah. Spondilosis adalah perubahan degeneratif yang terjadi pada diskus

intervertebra dan badan vertebra. Osteoartritis (OA) digambarkan terjadi secara eksklusif di sendi

zygapophyseal dan uncovertebral (yang lebih mirip dengan OA di sendi lain). Faktor yang

berkontribusi adalah proses menua, trauma, aktivitas kerja, dan genetik. Pada orang di bawah usia

40 tahun, tanpa gejala, didapatkan dengan MRI, 40,25% dengan DDD dan 4% mengalami stenosis

16

Page 17: refarat

foramen.23 Pada di atas 40 tahun, hampir 60% mengalami DDD dan 20% mempunyai stenosis

foramen. Perubahan spondilotik dapat menyebabkan stenosis kanalis spinalis yang dapat

mengakibatkan mielopati dan stenosis lateral recess serta foramen yang dapat menyebabkan

radikulopati.

Diskus intervertebralis kehilangan hidrasi dan elastisitas saat menua, menyebabkan retak

dan fisura. Selanjutnya diskus kolaps karena inkompetensi biomekanik, menye- babkan annulus

menonjol ke luar. Ligamen sekitar juga kehilangan sifat elastis dan membentuk spur akibat

tarikan. Pembentukan spur uncovertebral terjadi akibat proses degeneratif di mana sendi faset

kehilangan tulang rawan menjadi sklerotik dan membentuk osteofit. Stenosis servikal didapat

(acquired) lebih sering akibat perubahan degeneratif seperti pembentukan osteofit, protrusion

diskus, hipertrofi ligamen atau hipertrofi sendi faset.2 Sekuele neurologik akibat stenosis kanalis

sentralis terjadi apabila diameter kanal kurang dari 12 mm pada bidang sagital dan stenosis

absolut dinyatakan apabila diameter kanal kurang dari 10 mm.27 Steno- sis spinal dengan gejala

mielopati dapat mencakup disfungsi kandung kemih dan bowel neurogenik, gangguan pola jalan

(gait), impotensi, dan perubahan fungsi seksual. Kelemahan tungkai dan spastisitas juga dapat

terjadi. Kelemahan dan kesemutan pada tingkat tertentu bertepatan dengan lokasi stenosis yang

terberat.28

Spondilosis servikal dapat menyebabkan nyeri radikuler akibat penjepitan akar saraf,

akan tetapi dapat juga menyebabkan nyeri sendi zygapophyseal.Nyeri sendi faset hanya terbatas

di leher dan bahu. Nyeri bertambah hebat dengan posisi berbeda dan dapat mengganggu tidur.

Tidak ada kesemutan atau kelemahan pada anggota gerak atas.Pemeriksaan fisik secara khas

menunjukkan penurunan ROM spina servikal, terutama ekstensi leher. Pemeriksaan neurologik

ditekankan pada deteksi tanda traktus panjang (long tract signs) yang konsisten dengan

mielopati, seperti Babinski dan kelemahan pada & di bawah tingkat lesi, serta tanda/gejala

radikulopati, seperti penurunan sensasi dan refleks, kelemahan dalam distribusi segmental.

Tes diagnostik termasuk pencitraan polos untuk melihat sendi uncovertebral, sendi faset,

foramen dan sela diskus intervertebra. MRI mengevaluasi kanalis spinalis dan fora- men dalam

hubungannya dengan medulla spinalis, thecal sac, dan akar saraf. Respons sensory evoked

potential (SEP) terlambat atau beramplitudo rendah dengan adanya mielopati, dan dapat dilakukan

berkala untuk mengevaluasi status perkembangan mielopati. EMG jarum dapat mengkonfirmasi

keterlibatan akar saraf pada gejala radikuler. CT scan dan mielografi merupakan pencitraan

17

Page 18: refarat

pilihan untuk mendokumentasi stenosis spinal dan foramen. MRI sendiri tidak cukup sensitif

dan dapat memberi hasil false-positive dan false-negative.

Tatalaksana nyeri spondilosis servikal dengan atau tanpa gejala radikuler dimulai dengan

pemberian NSAID. Modalitas terapi fisik dapat dicoba pemberian traksi dengan hati-hati. Terapi

panas yang dalam seperti ultrasound di- athermy dapat menurunkan nyeri dan selanjutnya gerak

sendi dapat ditingkatkan. TENS dan massage bermanfaat mengurangi nyeri dan spasme

otot daerah servikal. Mobilisasi seperti teknik energi otot juga bermanfaat, akan tetapi harus

diawasi dengan ketat karena mobilisasi berlebihan dapat menyebabkan mielopati. Program

latihan termasuk fleksibilitas, penguatan, stabilisasi dan kondisi aerobik. Rujukan bedah

dilakukan segera apabila evaluasi klinis dan tes neurodiagnostik positif untuk mielopati.

Nyeri Miofasial

Sindrom nyeri miofasial sering menyerupai sindrom radikulopati servikal dan sindrom

faset servikal. Sindrom itu juga dikenal dengan fibrositis dan fibromiositis. Pada tahun 1983

Travell dan Simons30 mendefinisikan komponen klinis utama karakteristik nyeri miofasial, yang

terpenting adalah titik picu (trigger points), taut band (pita kencang) dan local “twitch” response

(respon kedutan lokal) Nyeri miofasial harus dievaluasi lebih lanjut apabila pencitraan normal

pada orang dengan nyeri leher serta nyeri rujukan ke bahu dan lengan. Di daerah leher secara khas

melibatkan otot paraspina servikal dan otot trapesius atas. Tanda utama adalah muscle tenderness

di otot yang teraba keras, digambarkan sebagai nodul keras. Daerah itu disebut titik picu (trigger

points). Titik picu biasanya berlokasi di bagian tengah otot atau perut otot yang terlibat. Palpasi

otot yang relaks di bawah regangan pasif melokalisir titik nyeri tersebut berdiameter kurang dari 1

cm, dan penekanan lama sekitar 10 detik atau tusukan jarum menyebabkan nyeri rujukan zona

rujukan (zone of reference) khusus untuk otot tersebut.

Mungkin ada atau tidak ada nodul yang teraba dan titik picu sering terletak di dalam taut

band (pita tegang) di otot dengan ROM terbatas. Pita tegang adalah kelompok serabut otot yang

memendek yang dapat dipalpasi dengan menggeser kulit dan subkutan tegak lurus sepanjang

serabutotot. Setelah menemukan pita tegang maka palpasi sepanjang pita itu akan membawa ke

titik yang paling nyeri yaitu titik picu. Snapping palpation dari pita merupakan tanda yang lain

yaitu local twitch response.31Simons membuat kriteria klinis untuk diagnosis MPS, yaitu 5

kriteria mayor termasuk nyeri regional, nyeri rujukan atau gangguan sensasi di lokasi yang

diprediksi, taut band, titik nyeri sepanjang taut band, dan ROM terbatas. Satu dari 3 kriteria minor

18

Page 19: refarat

harus ada: (1) keluhan nyeri ditimbulkan oleh tekanan pada titik sakit/nyeri, (2) respons kedut

lokal, atau (3) nyeri hilang setelah peregangan atau suntikan.32

Fibromialgia

Smythe dan Moldofsky mendefinisikan kembali fibrositis untuk memasukkan bentuk luas

nyeri otot. Kriterianya mencakup antara lain nyeri tersebar luas selama 3 bulan, 12 atau 14 titik

nyeri, dan tidur terganggu, ditambah gangguan lain termasuk gangguan psikologik.2 Patofisiologi

fibromialgia tetap merupakan misteri. Teori dapat dibagi dalam 3 kelompok berdasarkan lokasi

mekanisme tersangka: (1) primer sentral, (2) kombinasi sentral dan perifer, (3) primer perifer.

Perbedaan fibromialgia dari MPS adalah umumnya MPS diperkirakan sebagai masalah lokal atau

19

Page 20: refarat

regional akibat trauma otot akut, sedangkan fibromialgia adalah masalah nyeri tersebar luas

mengenai lebih daripada hanya otot serta mempunyai gejala sistemik.

Tatalaksana Sindrom Nyeri Otot30

1. Menghilangkan faktor yang mengkontribusi, seperti defisiensi vitamin sikap dan mekanik

tubuh yang salah/ buruk, variasi anatomik seperti perbedaan panjang tungkai, pemakaian

berlebihan pada otot selama kerja/ vokasional, serta stres psikologis.

2. Pengobatan disfungsi motorik, yang tujuannya adalah mengurangi nyeri, mengembalikan

lingkup gerak sendi (ROM) normal, mengembalikan fungsi neuromuskuler normal, dan

memperbaiki kebugaran.

3. Terapi lokal, seperti spray & stretch menggunakan vapocoolant spray. Semprotan dingin

menimbulkan relaksasi otot yang memudahkan peregangan cukup. Terapi lain adalah

suntikan ke daerah dengan nyeri terhebat atau pada titik picu. Dapat juga dengan suntikan

kering disebut dry needling.31 Cara lain adalah penekanan iskemik (ischemic compression)

untuk mengobati titik picu, dengan teori bahwa penekanan terus-menerus di daerah patologis

menginduksi peningkatan aliran darah ke daerah tersebut saat penekanan dilepas sehingga

mengatasi iskemia pada otot dibawahnya. Tekanan bertahap ditingkatkan sampai sekitar 10

kg (30 lbs) pada jari yang menekan selama 1 menit.31

Kegagalan dalam Tatalaksana Nyeri Servikal2

1. Tempat tidur terlalu keras; akan menambah banyak rasa sakit dan nyeri, demikian juga

bantal yang terlalu keras; gunakan bantal yang dapat dibentuk.

2. Penggunaan berlebihan relaksan otot; yang hanya bermanfaat pada pasien yang tegang

dan konsisten tidak dapat merelaksasikan otot secukupnya untuk mencapai penyembuhan, karena

obat tersebut bekerja sentral untuk merelaksasi pasien daripada memberi efek langsung pada otot.

3. Penggunaan berlebihan obat nyeri; terutama analgesik narkotik, sebaiknya digunakan

hanya untuk jangka pendek.

4. Latihan dimulai terlalu dini; cedera akut muskuloskeletal

20

Page 21: refarat

21

Page 22: refarat

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Hall, Guyton. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC Penerbit

Buku Kedokteran.

2. Ganong. 2003. Review of Medical Physiology 23th Edition. Philadelphia:

McGraw Hill.

3. Tortora, Gerrard J. 2007. Human Anatomy and Physiology. Philadelphia:

Wiley.

4. Moore, K. L. 2006. Clinical Oriented Anatomy 5th Edition. Philadelphia:

Lippincott William and Willkins.

5. Anderson MK, Hall SJ, Martin, M: Sports Injury Management, 2nd ed.

Baltimore, Lippincott Williams & Wilkins, 2000.

6. Anatomic Variation: Text, Atlas and World Literature. Baltimore, Urban &

Schwarzenberg, 1988.

7. Ger R, Abrahams P, Olson T: Essentials of Clinical Anatomy, 3rd ed. New

York, Parthenon, 1996.

8. Halpern BC: Shoulder injuries. In Birrer RB, O'Connor FG (eds): Sports

Medicine for the Primary Care Physician, 3rd ed. Boca Raton, FL, CRC Press, 2004.

9. Keegan JJ, Garrett FD: The segmental distribution of the cutaneous nerves in

the limbs of man. Anat Rec 102:409, 1948.

10. Salter RB: Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System,

3rd ed. Baltimore, Lippincott Williams & Wilkins, 1999.

11. Fergusson MWJ (eds): Gray's Anatomy, 38th ed. Edinburgh, UK, Churchill

Livingstone, 1995.

22

Page 23: refarat

23