rabies
-
Upload
mardiyyah-wahab -
Category
Documents
-
view
221 -
download
2
description
Transcript of rabies
Manifestasi Klinis:
Rabies memiliki case-fatality rate dari penyakit infeksi manapun. Periode
inkubasi (interval waktu dari paparan virus sampai onset penyakit) rabies biasanya
1-3 bulan, pada kasus yang jarang bisa dalam waktu 2 minggu sampai > 1 tahun.
Setelah periode inkubasi, gejala klinis rabies terbagi dalam 3 fase: fase prodromal,
fase neurologik akut, dan fase koma/kematian (Fauci et al, 2012).
Fase Durasi Tanda/Gejala
Periode inkubasi 1-3 bulan -
Prodormal 1-7 hari Demam, malaise, nyeri
kepala, nausea, muntah,
agitasi, paresthesia lokal,
nyeri
Fase neurologik akut
- Ensefalitik (80%) 1-7 hari Demam, bingung,
berhalusinasi,
hiperaktivitas, spasme
faringeal
(Hidrofobia/aerofobia),
kejang
- Paralitik (20%) 2-10 hari Paralisis flaccid ascending
- Koma/Kematian 1-14 hari -
Fase prodormal
Gejalanya non-spesifik, antara lain demam, malaise, nyeri kepala, nausea,
dan muntah. Gelisah atau agitasi juga dapat terjadi. Paresthesia, nyeri, atau gatal
dekat tempat inokulasi terjadi pada 50-80% pasien. Luka biasanya sembuh pada
tahap ini, dan gejala dapat menggambarkan infeksi radix dorsalis lateralis atau
ganglia sensorik kranial (Fauci et al, 2012).
Rabies Encephalitis
Manifestasinya mirip dengan encephalitis yang disebabkan virus yang
lain. Adapun manifestasinya antara lain demam, bingung, berhalusinasi,
memberontak, spasme otot, hiperaktivitas, dan kejang. Hiperestesia dengan
1
sensitivitas yang berlebihan terhadap cahaya terang, suara yang keras, sentuhan,
bahkan dengan tiupan yang lembut sangat sering terjadi. Disfungsi autonomik
umum terjadi dan menyebabkan hipersalivasi, keringat berlebih, perlunakan
jaringan otot, dilatasi pupil, dan/atau priapisme. Gambaran khas pada rabies
encephalitis yaitu episode hipereksitabilitas diikuti periode luciditas yang menjadi
lebih pendek seiring perkembangan penyakit yang berakhir menjadi koma. Rabies
encephalitis paling dibedakan dengan keterlibatan batang otak awal, yang
menghasilkan gejala klasik hidrofobia dan aerofobia: kontraksi diafragma dan otot
aksesoris pernafasan, faring, dan laring yang nyeri dan involunter ketika menelan
air (hidrofobia) atau menghirup udara (aerofobia). Gejala tersebut disebabkan
karena disfungsi neuron batang otak akibat terinfeksi yang secara normal
menghambat neuron inspiratori dekat nukleus ambiguus, menghasilkan refleks
bertahan (defensif) yang berlebihan untuk melindungi traktus respirasi.
Kombinasi antara hipersalivasi dan disfungsi faring juga menimbulkan tampilan
klasik mulut berbusa. Disfungsi batang otak berkembang dengan cepat, dan koma
terjadi dalam hitungan hari hingga kematian. Komplikasi akhir dapat meliputi
gangguan keseimbangan air (Syndrome of Inappropriate Anti-Diuretic Hormone
atau Diabetes Insipidus), edema pulmonum non-kardiogenik, dan aritmia jantung
akibat disfungsi batang otak dan/atau myokarditis (Fauci, 2012).
Rabies Paralitik
Kelemahan otot lebih menonjol dan tanda-tanda utama rabies ensefalitis
seperti hidrofobia, aerofobia, dan kesadaran fluktuatif jarang ditemukan. Rabies
paralitik dicirikan dengan kelemahan otot yang terjadi di awal dan jelas, sering
dimulai di ekstremitas yang tergigit dan menyebar, menghasilkan quadriparesis
dan kelemahan fasial. Keterlibatan sfingter umum terjadi, tapi keterlibatan
sensorik biasanya ringan. Sering salah didiagnosis sebagai Guillain-Barre
Syndrome. Pasien dengan rabies paralitik umumnya bertahan hidup sedikit lebih
lama dibandingkan pasien dengan rabies encephalitis, tetapi gagal organ multipel
tetap terjadi meskipun sudah diberi perawatan suportif secara penuh (Fauci et al,
2012).
2
3
Gambar. Representasi skematik patogenesis rabies (Fauci et al, 2012).
Fauci, Anthony S., Dan L. Longo, Dennis L. Kasper, J. Larry Jameson,
Joseph Loscalzo, Stephen L. Hauser, 2012, Harrison’s Principles of Internal
Medicine, 18th edition, The McGraw-Hills Companies, Inc., The United States of
America.
4
Gambar. Spasme hidrofobik otot inspirasi pada pasien dengan rabies encepahlitis, yang berusaha menelan air (Fauci et al., 2012).