LAPORAN KEGIATAN MONITORING RABIES · PDF fileVirus rabies dikeluarkan bersama air liur ......
Transcript of LAPORAN KEGIATAN MONITORING RABIES · PDF fileVirus rabies dikeluarkan bersama air liur ......
1
LAPORAN KEGIATAN
MONITORING RABIES DIWILAYAH KERJA
BALAI VETERINER BUKITTINGGI TAHUN 2014
BAB. I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Rabies adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh virus. Penyakit ini
menginfeksi hewan domestik dan liar. Penyakit rabies merupakan penyakit zoonosis
yang sangat penting artinya bagi kesehatan masyarakat, karena apabila penyakit
tersebut menyerang manusia dan apabila tidak sempat atau terlambat mendapat
perawatan medis akan mengakibatkan kematian dengan gejala klinis yang
mengharukan. Lebih dari 55.000 orang meninggal karena rabies setiap tahunnya dan
95 % dari kematian tersebut terjadi di Asia dan Afrika. Menurut World Health
Organization (WHO), rabies terjadi di lebih dari 150 negara, termasuk Indonesia.
Virus rabies dikeluarkan bersama air liur hewan yang terinfeksi dan ditularkan
melalui gigitan, cakaran atau melalui kulit yang terluka (Bingham, 2005; Kang et al.,
2007). Kasus klinis rabies pada hewan maupun manusia selalu berakhir dengan
kematian. Penyakit Rabies menimbulkan dampak psikologis seperti kepanikan,
kegelisahan, kekhawatiran, kesakitan dan ketidaknyamanan pada orang-orang yang
terpapar. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan pada daerah tertular terjadi karena
biaya penyidikan, pengendalian yang tinggi, serta tingginya biaya postexposure
treatment. Disamping itu, kerugian akibat pembatalan kunjungan wisatawan, terutama
di daerah yang menjadi tujuan wisata penting di dunia, seperti Bali.
Rabies telah ada di Indonesia sejak abad ke-19 dan telah tersebar disebagian
besar wilayah. Rabies dilaporkan pertama kali oleh Stchorl pada tahun 1884, yaitu
pada seekor kuda di Bekasi, Jawa Barat. Selanjutnya kasus rabies pada kerbau
dilaporkan pada tahun 1889, kemudian rabies pada anjing dilaporkan oleh Penning
tahun 1890 di Tangerang. Kasus rabies pada manusia dilaporkan oleh Eilerts de Haan
pada seorang anak di Desa Palimanan, Cirebon tahun 1894. Selanjutnya rabies
2
dilaporkan semakin menyebar kebeberapa wilayah di Indonesia, yaitu Sumatra Barat,
Jawa Tengah dan Jawa Timur tahun 1953,Sulawesi Selatan tahun 1959, Lampung
1969, Aceh tahun 1970, Jambi dan DI Yogyakarta tahun 1971. Rabies di Bengkulu,
DKI Jakarta, dan Sulawesi Tengah di laporkan tahun 1972, Kalimantan Timur tahun
1974 dan Riau tahun 1975. Pada dekade 1990-an dan 2000-an rabies masih terus
menjalar ke wilayah yang sebelumnya bebas historis menjadi tertular, yaitu Pulau
Flores tahun 1998, Pulau Ambon dan Pulau Seram tahun 2003, Halmahera dan
Morotai tahun 2005, Ketapang tahun 2005, serta Pulau Buru tahun 2006. Kemudian
Pulau Bali dilaporkan tertular rabies tahun 2008, Pulau Bengkalis dan Pulau Rupat di
Propinsi Riau tahun 2009 (Direktorat Kesehatan Hewan, 2006; Kepmentan, 2008)
Pengendalian penyakit rabies umumnya dilakukan dengan vaksinasi dan
eliminasi anjing liar/diliarkan, disamping program sosialisasi, dan pengawasan lalu
lintas hewan penular rabies (HPR). Vaksinasi massal merupakan cara yang efektif
untuk pencegahan dan pengendalian rabies. Upaya untuk mengendalikan rabies
dengan vaksinasi dan eliminasi anjing yang tidak optimal tidak banyak memberikan
hasil. Di daerah-daerah tertentu, kasus rabies bahkan semakin meningkat (Adjid et
al., 2005). Hal ini mungkin disebabkan karena cakupan vaksinasi yang tidak memadai.
Cakupan vaksinasi merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam
pengendalian suatu penyakit, disamping kualitas vaksin, teknik aplikasi dan waktu
pelaksanaan vaksinasi (Rahman dan Maharis, 2008; Touihri et al.,2011). penanganan
vaksin yang tidak baik (misalnya rantai dingin yang tidak terpenuhi), salah aplikasi
dapat menyebabkan vaksin yang diberikan tidak mampu lagi memberikan protektivitas
pada anjing yang divaksin.
Masalah-masalah tersebut dapat diatasi dengan melakukan surveilans
serologis untuk deteksi antibodi pasca vaksinasi, Deteksi antibodi rabies sangat
penting dilakukan untuk mengetahui efektivitas vaksin rabies. Jenis vaksin tampaknya
menghasilkan respon imun yang berbeda. Hasil penelitian Minke et al. (2009)
menunjukkan bahwa vaksin Rabisin menginduksi respon kebal tertinggi pada hari 14
setelah vaksinasi yaitu 87%. Vaksin yang lain, yaitu Nobivac, disebutkan menginduksi
kekebalan yang lebih seragam yang mencapai 100% (Minke et al. 2009). Penelitian
yang dilakukan di Nigeria (Ohore et al. 2007) menunjukkan bahwa titer antibodi
tertinggi dicapai antara 3 sampai 6 bulan pasca vaksinasi (PV) dan terendah antara 9
sampai 12 bulan PV.
3
Wilayah kerja BPPV Regional II termasuk daerah endemis rabies, namun
beberapa kepulauan (Kepulauan Mentawai dan Kepulauan Riau) yang berada
diwilayah kerja BPPV Regional II dinyatakan bebas rabies secara historis. Dalam
rangka pengendalian dan penanganan penyakit rabies perlu dilakukan koordinasi
lintas sektoral, yang mana oleh pemerintah pusat telah dilakukan rapat koordinasi
yang diikuti Menko Kesra, Menkes dan Mentan maka, dibahas beberapa langkah
langkah percepatan pengendalian dan penanganan penyakit Rabies.
Mengingat arti penting penyakit ini berdasarkan aspek sosial-ekonomi dan
aspek kesehatan masyarakat. Kebijakan Pemerintah dalam memberantas Rabies
dilaksanakan dengan alasan utama untuk perlindungan kesehatan manusia dan
mencegah penyebarannya pada hewan domestik dan satwa liar. Dalam mencapai
tujuan itu Pemerintah mengatur dengan melaksanakan strategi dibawah ini
(Departemen Pertanian, 2007):
Karantina dan pengawasan lalu lintas terhadap hewan penular Rabies
diwilayah/daerah untuk mencegah penyebaran penyakit
Pemusnahan hewan tertular dan hewan yang kontak untuk mencegah sumber
virus Rabies yang paling berbahaya.
Vaksinasi semua hewan yang dipelihara didaerah tertular untuk melindungi
hewan terhadap infeksi dan menguangi kontak terhadap manusia.
Penelusuran dan surveilans untuk menentukan sumber penularan dan arah
pembebasan dari penyakit; dan
Kampanye peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness) untuk
memfasilitasi kerjasama masyarakat terutama dari pemilik hewan dan
komunitas yang terkait.
Dalam upaya mendukung program diatas, sesuai dengan tupoksi balai, Bvet
Bukittinggi tiap tahun rutin melaksanakan program monitoring rabies di wilayah kerja
Reg II. Demikian juga untuk tahun 2014 Bvet Bukittinggi melakukan monitoring rabies
salah satu kegiatannya adalah surveilans postvaksinasi rabies
1.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan vaksinasi Rabies di
wilayah kerja Bvet Bukit Tinggi dengan melihat tingkat antibodi protektif yang
ditimbulkan sebagai bahan masukan dalam menyusun kegiatan pengendalian
4
1.3. Input
1. Data lokasi pengambilan sampel
2. Sampel yang diperoleh
3. Peralatan pengambilan sampel
4. Petugas Pelaksana
1.4. Keluaran
Tersedianya laporan tentang keberhasilan pelaksanaan vaksinasi Rabies
secara laboratories
1.5. Manfaat
Tersedianya data laboratoris yang dapat dipakai sebagai dasar untuk tindakan
pengendalian rabies, diharapkan rencana Indonesia bebas rabies dapat tercapai.
Dengan bebasnya Indonesia dari rabies akan menimbulkan rasa aman masyarakat,
untuk daerah-daerah wisata rasa aman ini akan meningkatkan jumlah wisatawan yang
datang. Pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan.
1.6. Sasaran
Sasaran dari kegiatan monitoring rabies adalah HPR terutama anjing
postvaksinasi yang ada di daerah yang dikunjungi. Besaran sampel disesuaikan
dengan target sampel Bvet Bukittinggi (berdasarkan kemampuan balai dalam
menyediakan bahan uji). Dilapangan sampel diambil berdasarkan realisasi vaksinasi
rabies yang dilakukan Tahun 2013 di masing-masing propinsi di wilayah kerja Bvet
Bukitinggi
Tabel 1. Data Realisasi vaksinasi rabies Propinsi Sumbar 2013
Kab/kota Populasi HPR Target
Vaksinasi Realisasi Vaksinasi
1 Kepulauan Mentawai 8.112 8.112 -
2 Pesisir Selatan 16.877 20.707 -
3 Solok 25.277 20.332 2.315
4 Sijunjung 9.464 10.290 -
5 Tanah Datar 38.598 36.592 4.284
6 Padang Pariaman 19.894 18.480 1.467
7 Agam 31.860 28.833 1.190
8 Limapuluh Kota 33.460 32.982 7.938
9 Pasaman 8.067 5.210 1.477
10 Solok Selatan 9.941 8.522 2.124
11 Dharmasraya 40.925 7.581 735
12 Pasaman Barat 7.375 7.317 2.806
5
II Kota
13 Padang 18.263 14.382 1.089
14 Solok 3.419 3.419 1.891
15 Sawahlunto 4.626 4.626 1.213
16 Padang Panjang 2.408 1.995 500
17 Bukittinggi 2.600 1.848 64
18 Payakumbuh 7.931 7.799 -
19 Pariaman 1.453 1.269 987
Total 29.580
Tabel 2. Data Realisasi vaksinasi rabies Propinsi Jambi
No Kabupaten Populasi Real Vaksinasi
HPR (ekor) Rabies
1 Kerinci 9.388 4.440
2 Merangin 9.752 1.123
3 Sarolangun 11.449 2.112
4 Batang Hari 3.789 3.150
5 Muaro Jambi 7.000 2.000
6 TanjabTimur 2.821 2.695
7 Tanjab Barat 2.907 2.082
8 Tebo 5.302 2.091
9 Bungo 7.189 1.872
10 Kota Jambi 7.792 2.300
11 Kota Sei.Penuh 6.961 3.249
Jumlah 74.350 27.114
Tabel 3. Data Realisasi vaksinasi rabies Propinsi Riau
No Kabupaten Populasi Real Vaksinasi
HPR (ekor) Rabies
1 Pekanbaru 36.156 4.127
2 Kampar 27.441 5.000
3 Rohul 19.000 8.000
4 Rohil 22.097 511
6
5 Inhu 14.518 2.564
6 Inhil 26.492 2.500
7 Bengkalis 19.935 742
8 Dumai 10.173 5.300
9 Siak 15.089 5.909
10 Kuansing 11.642 2.900
11 Pelalawan 12.121 502
12 Meranti 7.055 0
Jumlah 221.719 38.055
1.7. Target dan lokasi pengmbilan sampel
Besaran sampel yang akan dikoleksi berdasarkan kemampuan balai
menyediakan kit pemeriksaan dan target balai yaitu 800 sampel dengan lokasi
pengambilan sampel dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Rencana Lokasi yang akan dikunjungi
No Nama Lokasi
Jumlah Sampel
Realisasi
vaksinasi 2013 Besaran sampel
1 Kab.Solok 2.315 2.315/91.863x800= 20
2 Tanah Datar 4.284 4.284/91.863x800= 37
3 Padang Pariaman 1.467 1.467/91.863x800= 13
4 Agam 1.190 1.190/91.863x800= 10
5 Limapuluh Kota 7.938 7.938/91.863x800= 69
6 Pasaman 1.477 1.477/91.863x800= 13
7 Solok Selatan 2.124 2.124/91.863x800= 19
8 Dharmasraya 735 735/91.863x800= 6
9 Pasaman Barat 2.806 2.806/91.863x800= 24
10 Padang 1.089 1.089/91.863x800= 10
11 Kota Solok 1.213 1.213/91.863x800= 11
12 Pariaman 987 987/91.863x800= 9
13 Kerinci 4.440 4.440/91.863x800= 39
14 Merangin 1.123 1.123/91.863x800= 10
15 Sarolangun 2.112 2.112/91.863x800= 18
7
16 Batang Hari 3.150 3.150/91.863x800= 27
17 Muaro Jambi 2.000 2.000/91.863x800= 17
18 TanjabTimur 2.695 2.695/91.863x800= 24
19 Tanjab Barat 2.082 2.082/91.863x800= 18
20 Tebo 2.091 2.091/91.863x800= 18
21 Bungo 1.872 1.872/91.863x800= 16
22 Kota Jambi 2.300 2.300/91.863x800= 20
23 Kota Sei.Penuh 3.249 3.249/91.863x800= 28
24 Pekanbaru 4.127 4.127/91.863x800= 36
25 Kampar 5.000 5.000/91.863x800= 44
26 Rohul 8.000 8.000/91.863x800= 70
27 Inhu 2.564 2.564/91.863x800= 22
28 Inhil 2.500 2.500/91.863x800= 22
29 Bengkalis 742 742/91.863x800= 7
30 Dumai 5.300 5.300/91.863x800= 46
31 Siak 5.909 5.909/91.863x800= 52
32 Kuansing 2.900 2.900/91.863x800= 25
Jumlah 91.863 800
8
BAB. II
MATERI DAN METODE
2. MATERI DAN METODE
2.1. Materi
Serum darah anjing postvaksinasi (minimal 1 bulan postvaksinasi dan
maksimal 6 bulan postvaksinasi) di daerah yang dikunjungi. Bahan
pemeriksaan berupa Kit Elisa antibody Rabies Produksi Pusvetma Surabaya
dan Bio-Rad
2.2. Metode
Metode pemeriksaan yang dilakukan berupa pemeriksaan antibody rabies
secara Elisa. Hasil pemeriksaan berupa status protektif dan tidak protektif
berdasarkan nilai Optical density (OD) serum yang diperiksa
Prosedur uji ELISA KIT Platelia II KIT Rabies Bio-Rad
Mikroplate dikeluarkan dari kemasan, kemudian serum sampel, serum kontrol
positif (R4a 0,5EU) dan kontrol negatif (R3) diencerkan dengan perbandingan 1: 100
dalam larutan pengencer (R6). Sedangkan serum kontrol positif standar (R4b),
diencerkan 1:100 (sebagai S6 dengan titer 4EU) dalam larutan pengencer (R6),
selanjutnya dari S6 tersebut diencerkan secara serial dua kali (500μl S6 ditambah
500μl R6) menjadi S5 (2EU), demikian seterusnya dengan cara yang sama menjadi
S4(1EU), S3(0,5EU), S2(0,25EU) dan S1 (0,125EU). Kemudian masing-masing
serum sampel dan serum kontrol, dimasukkan 100 μl ke dalam sumuran mikroplate.
Mikroplate ditutup dan diinkubasikan pada suhu 37°C selama 1 jam. Mikroplate dicuci
sebanyak 3 kali. Kemudian ditambahkan 100 μl conjugate yang telah diencerkan pada
semua lubang. Tutup mikroplate dan diinkubasikan 1 jam pada suhu 37°C. Mikroplate
dicuci sebanyak 5 kali. Kemudian ditambahkan 100 μl substrat pada semua sumuran,
dan diinkubasikan pada suhu kamar selama 30 menit dalam kondisi gelap. Kemudian
ditambahkan 100 μl stop solution pada semua sumuran. Setelah 30 menit, dilakukan
pembacaan optical density pada panjang gelombang 450 nm sampai 620 nm.
Penghitungan dilakukan ke dalam EU dari masing-masing OD sampel dengan
menggunakan rumus yang sudah disediakan dalam KIT. Titer 0,5 EU atau lebih
dianggap protektif.
9
Prosedur uji ELISA Kit Rabies Pusvetma Surabaya
Serum sampel di inaktivasi dengan memanaskan dalam penangas air dengan
suhu 56ºC selama 30 menit, kemudian diencerkan 1:100 dengan menambahkan 2,5
μl sampel serum dengan 247,5 μl PBST. Selanjutnya diencerkan serum kontrol positif
1:100 yakni 10 ul Kontrol Positif (sebagai K4 dengan titer 4 EU) dalam 990 ul PBST,
selanjutnya dari K4 tersebut diencerkan secara serial dua kali (500μl K4 ditambah
500μl PBST) menjadi K2 (2EU), demikian seterusnya dengan cara yang sama
menjadi K1(1EU), K0,5(0,5EU), K0,25(0,25EU) dan K0,125 (0,125EU ). Kontrol
negatif diencerkan dengan pengenceran 1 : 100 dengan mengambil 2,5 ul kontrol
negatif ditambahkan 247,5 ul PBST, demikian juga dengan kontrol ST 1 EU
diencerkan dengan pengenceran 1 : 100. Serum sampel dan kontrol dimasukkan pada
sumuran mikroplate masing-masing 100 μl dan sumuran H11 dan H12 tanpa serum,
tetapi dimasukkan 100 ul PBST sebagai blank. Kemudian mikroplate ditutup dengan
plastik penutup dan diinkubasikan pada suhu 37ºC selama 60 menit. Selanjutnya
cairan serum pada mikroplate uji dibuang dan dilakukan pencucian sebanyak 4-5 kali.
Cairan pencuci yang tersisa dalam jumlah kecil dalam mikroplat dikeringkan dengan
cara membalikkan mikroplat di atas kertas tissue tebal. Kemudian tambahkan
konjugat yang telah diencerkan(16.000 x) sebanyak 100 μl per sumuran. Mikroplat
ditutup kembali dan diinkubasikan pada suhu 37ºC selama 60 menit. Selanjutnya
cairan dibuang dan dilakukan pencucian sebanyak 4- 5 kali dan ditambahkan substrat
sebanyak 100 μl pada setiap sumuran. Plate diinkubasikan pada suhu kamar, dalam
kondisi gelap selama 10 menit. Terakhir ditambahkan 100μl stop solution pada setiap
sumuran. Pembacaan densitas optik (OD = Optical Density) pada pembaca (Reader)
dengan panjang gelombang 405nm. Selanjutnya dihitung Equivalent Unit (EU) dari
masing-masing OD sampel dengan menggunakan rumus yang sudah disediakan
dalam KIT. Titer serum 0,5 EU atau lebih dianggap protektif.
10
BAB.III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan monitoring postvaksinasi rabies dilakukan secara aktif dan pasif.
Pada monitoring aktif pengambilan sampel untuk pemeriksaan rabies dilakukan oleh
tim Bvet langsung ke beberapa kabupaten/kota yang berada diwilayah kerja Bvet
Bukittinggi. Dilapangan pengambilan sampel berkoordinasi dengan Dinas Peternakan
dan Kesehatan Hewan atau yang membawahinya. Dalam perencanaan pada setiap
kab/kota akan diambil serum postvaksinasi rabies untuk uji serologis dengan metode
uji ELISA yang dimaksutkan untuk mengetahui protektifitas vaksinasi yang sudah
dilakukan dilapangan. Sedangkan untuk monitoring pasif dilakukan berdasarkan
sampel yang dikirimkan oleh dinas peternakan dan kesehatan hewan /yang
membawahi fungsi dinas peternakan atau dikirim langsung oleh pemilik HPR atau
dikirim oleh karantina.
Tabel 5. Jumlah sampel monitoring aktif rabies 2014 di Propinsi Sumatera Barat
No Kab/Kota Total Serum
1 Agam 10 2 50 Kota 124 3 Bukittinggi 28 4 Tanah Datar 20 5 Padang 10 6 Padang Panjang 24 7 Pasaman 36 8 9 10 11 12 13
Kota Solok Kab. Solok Selatan Kab. Padang Pariaman Kota Pariaman Kab.Pasaman Barat Kab.Damasraya
45 25 11 4
27 26
Total 390
Pengambilan sampel dilakukan di beberapa kab/kota Propinsi diwilayah kerja
Bvet Bukittinggi, Dari Propinsi Sumatera Barat (tabel 5) total sampel yang diambil
sebanyak 390 sampel berasal dari: Kabupaten Agam sebanyak 10 serum
posvaksinasi, Kabupaten 50 Kota dikoleksi sebanyak 124 serum postvaksinasi, dari
Kota Bukittinggi sebanyak 28 serum postvaksinasi, 20 sampel serum postvaksinasi
dikoleksi dari Kabupaten Tanah Datar, 10 sampel serum postvaksinasi dikoleksi dari
Kota Padang, dari Kota Padang Panjang berhasil diambil sebanyak 24 sampel serum
postvaksinasi, dari Kabupaten Pasaman sebanyak 36 sampel serum postvaksinasi,
11
45 sampel serum postvaksinasi dari Kota Solok. Dari Kabupaten Solok Selatan
sebanyak 25 sampel, 11 sampel serum postvaksinasi dari kabupaten Padang
Pariaman, 4 serum postvaksinasi dari Kota Pariaman. Sebanyak 27 sampel serum
postvaksinasi dari Kabupaten Pasaman Barat dan 26 sampel serum postvaksinasi
dari Kabupaten Damasraya.
Tabel 6. Jumlah sampel monitoring rabies 2014 di Propinsi Jambi
No Kab/Kota Total Serum
1 Kerinci 43 2 Tanjab Timur 25 3 Tanjab Barat 20 4 Sungai Penuh 35 5 6 7 8 9 10
Tebo Merangin Sarolangon Jambi Muaro Bungo Muaro Jambi
20 15 20 15 25 27
Total 245
Sedangkan untuk Propinsi Jambi sampel dikoleksi dari Kabupaten Kerinci
sebanyak 43 serum postvaksinasi, 25 sampel serum postvaksinasi dari Kabupaten
Tanjab Timur, sebanyak 20 serum postvaksinasi dari Kabupaten Tanjab Barat, 35
serum postvaksinasi dari Kota Sungai Penuh, dari Kabupaten Tebo sebanyak 20
sampel serum postvaksinasi, 15 serum postvaksinasi dari Kabupaten Merangin, 20
serum postvaksinasi dari Kabupaten Sarolangon, sebanyak 15 serum postvaksinasi
dari Kota Jambi, serta 25 serum postvaksinasi dari Kabupaten Muaro Bungo dan
sebanyak 27 serum postvaksinasi dari Kabupaten Muaro Jambi. Total sampel
monitoring postvaksinasi dari Provinsi Jambi sebanyak 245 sampel (tabel 6)
Total sampel dari Provinsi Riau yang diperoleh sebanyak 215 serum (tabel 7),
berasal dari; Kabupaten Inhil sebanyak 2 sampel serum postvaksinasi. Dari Kota
Bengkalis barhasil dkoleksi sebanyak 28 sampel serum postvaksinasi, 23 sampel
serum postvaksinasi dari Kabupaten Rohul, 37 sampel dari Kabupaten Kuansing, 25
sampel dari Kabupaten Kampar, sebanyak 25 sampel dari Kota Pekanbaru, 35 sampel
serum postvaksinasi dikoleksi dari Kabupaten Dumai dan 21 sampel dari Kabupaten
Siak serta 19 sampel dari Kabupaten Inhu.
Total sampel monitoring postvaksinasi secara aktif sebanyak 850 serum
postvaksinasi (390 + 245 + 215), ini memenuhi target sampel yang direncanakan.
12
Tabel 7. Jumlah sampel monitoring aktif rabies 2014 di Propinsi Riau
No Kab/Kota Total Serum
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inhil Bengkalis Rohul Kuansing Kampar Pekanbaru Dumai Siak Inhu
2 28 23 37 25 25 35 21 19
Total 215
Pada grafiks 1 dapat dilihat hasil pemeriksaan serologis serum postvaksinasi
rabies dari beberapa kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Barat. Di Kabupaten Agam
dari 10 serum yang diperiksa 10 serum (100 %) protektif, Kabupaten 50 Kota dari 124
serum yang diperiksa 111 serum (90%) protektif. Kota Bukittinggi dari 28 serum yang
diperiksa 17 serum (61 %) protektif. Kabupaten Tanah datar dari 27 serum yang
diperiksa 10 serum (37%) protektif. Kota Padang dari 10 serum yang diperiksa 2
serum (20 %) protektif. Kota Padang Panjang dari 24 serum yang diperiksa 15 serum
(63 %) protektif. Kabupaten Pasaman dari 36 serum yang diperiksa 9 serum (25%)
protektif. Kota Solok dari 45 serum yang diperiksa 31 serum (69 %) protektif. Dari 25
sampel sampel yang diperiksa di Kabupaten Solok Selatan sebanyak 15 sampel
protektif (60%). Kabupaten Padang Pariaman 7 serum protektif (64%) dari 11 sampel
yang diperiksa. Dari 4 sampel yang diperiksa di Kota Pariaman 3 sampel protektif
(75%). 12 sampel protektif (44%) dari 27 sampel yang diperiksa dari Kabupaten
Pasaman Barat. 22 sampel protektif (48%) di Kabupaten Damasraya dari 46 sampel
serum postvaksinasi yang diperiksa. Hasil uji pada garafiks 1, 2 dan 3 dibawah
merupakan hasil uji dari serum postvaksinasi yang berasal dari monitoring aktif dan
monitoring pasif rabies di wilayah kerja BVet Bukittinggi.
Uji serologis 437 (390 + 47) serum postvaksinasi dari Propinsi Sumatera Barat
menunjukkan hasil 60 % protektif (247 + 17 sampel protektif). Kalau dibandingkan
dengan hasil monitoring postvaksinasi Tahun 2013 terjadi peningkatan. Pada Tahun
2013 hanya 33,4% yang protektif (laporan kegiatan monitoring rabies 2013 BVet
Bukittinggi).
13
Grafiks 1. Hasil pemeriksaan serologis serum postvaksinasi rabies Prop. Sumbar
Grafiks 2. Hasil pemeriksaan serologis serum postvaksinasi rabies Prop. Jambi
10
124
28
27
10
24
36
45
25
11
4
27
46
10
111
17
10
2
15
9
31
15
7
3
12
22
100
90
61
37
20
63
25
69
60
64
75
44
48
0 20 40 60 80 100 120 140
Agam
50 Kota
Bukittinggi
Tanah Datar
Padang
Padang Panjang
Pasaman
Kota Solok
Kab. Solok Selatan
Kab. Padang Pariaman
Kota Pariaman
Kab.Pasaman Barat
Kab.Damasraya
Protektifitas vaksinasi Rabies Prov.Sumbar
Prresentase Protektif Serum Protektif Total Sampel
14
43
25
20
36
20
15
20
277
25
27
8
23
6
14
8
2
12
86
9
5
19
92
30
39
40
13
60
31
36
19
0 50 100 150 200 250 300
Kerinci
Tanjab Timur
Tanjab Barat
Sungai Penuh
Tebo
Merangin
Sarolangon
Jambi
Muaro Bungo
Muaro Jambi
Protektifitas vaksinasi di Prov. Jambi
Prresentase Protektif Serum Protektif Total Sampel
15
Grafiks 2 menggambarkan hasil pemeriksaan serologis serum postvaksinasi di
beberapa kabupaten/kota di Propinsi Jambi. Sebanyak 43 serum yang di periksa dari
Kabupaten Kerinci, 8 serum (19%) protektif. Sebanyak 25 serum yang diperiksa dari
Kabupaten Tanjab Timur, 23 serum (92%) protektif. Sebanyak 20 serum yang
diperiksa dari Tanjab Barat, 6 serum (30%) protektif. Dari 36 serum yang diperiksa di
Kota Sungai Penuh sebanyak 14 sampel (39%) protektif. Dari 20 serum yang diperiksa
di kabupaten Tebo sebanyak 8 sampel (40%) protektif. Dari 15 serum yang diperiksa
di kabupaten Merangin sebanyak 2 sampel (12%) protektif. Sebanyak 20 serum yang
diperiksa dari Kabupaten Sarolangun, 12 serum (60%) protektif. Sebanyak 277 serum
yang diperiksa dari Kota Jambi, 86 serum (31%) protektif. Sebanyak 25 serum yang
diperiksa dari Kabupaten Muaro Bungo, 9 serum (36%) protektif. Serta dari 27 serum
yang diperiksa dari Kabupaten Muaro Jambi, 5 serum (19%) protektif.
Hasil pemeriksaan serum yang berasal dari Propinsi Jambi 34 % protektif, 173
(97 + 76 serum ) protektif dari 508 (245 + 263) serum yang diperiksa
Dari grafik 3 dapat dilihat di Propinsi Riau, monitoring rabies secara aktif
dilakukan pada; Kabupaten Inhil, dimana dari 2 serum yang diperiksa tidak ada yang
(0%) protektif. Kabupaten Bengkalis dari 28 sampel yang diperiksa sebanyak 14
(50%) protektif. Dari Kabupaten Rohul 23 sampel yang diuji semua protektif (100%).
Kabupaten Kuansing dari 37 sampel yang diperiksa sebanyak 7 (19%) protektif.
Kabupaten Kampar dari 25 sampel yang diperiksa sebanyak 13 (52%) protektif. Kota
Pekanbaru dari 25 sampel yang diperiksa sebanyak 16 (64%) protektif. Kota Dumai
dari 106 sampel yang diperiksa sebanyak 72 (68%) protektif. Sedangkan 21 sampel
yang diperiksa dari Kabupaten Siak sebanyak 8 sampel (38%) protektif dan dari 19
sampel yang diperiksa di Kabupaten Inhu 10 sampel (53%) protektif.
Dari 286 (215 + 71) sampel yang diperiksa di Provinsi Riau sebanyak 163 (117+
46) sampel (60 %) protektif.
16
Grafik 3. Hasil pemeriksaan serologis serum post vaksinasi rabies Prop. Riau
2
28
23
37
25
25
106
21
19
0
14
23
7
13
16
72
8
10
0
50
100
19
52
64
68
38
53
0 20 40 60 80 100 120
Inhil
Bengkalis
Rohul
Kuansing
Kampar
Pekanbaru
Dumai
Siak
Inhu
Chart Title
Prresentase Protektif Serum Protektif Total Serum
17
Grafiks 4. Presentase serum protektif/provinsi
Pada grafiks 4 diatas dapat dilihat tingkat keberhasilan vaksinasi di Provinsi
Sumbar sebesar 60%, di Provinsi Riau protektifitas vaksinasi sebesar 60%, hasil ini
menunjukkan peningkatan dari tahun sebelumnya tetapi masih perlu ditingkatkan lagi
di tahun mendatang untuk mewujudkan Indonesia bebas rabies Tahun 2020.
Sedangkan tingkat protektifitas vaksinasi yang dilakukan oleh Provinsi Jambi masih
rendah hal ini perlu perhatian lebih, baik dalam hal vaksin yang digunakan, cara
penyimpanan vaksin sebelum diaplikasikan, pelaksana vaksinasi, kondisi hewan
waktu vaksinasi juga bisa mempengaruhi hasil vaksinasi.
Sementara syarat minimal untuk melindungi suatu populasi dari penyakit
menular paling tidak 70 persen populasi mengandung antibodi protektif. Ini berarti bisa
dicapai jika cakupan vaksinasi 100% dengan angka protektifitas 70% atau jika
cakupan vaksinasinya 70% dari populasi maka angka protektifitasnya harus 100%.
Pada pelaksanaannya dilapangan cakupan vaksinasi masih dibawah 100% dan jika
hasil juga masih rendah, hal ini belum memenuhi syarat minimal untuk melindungi
populasi dari penyakit rabies. Rendahnya protektifitas vaksinasi disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain mungkin handling vaksin yang tidak baik misalnya rantai
dingin yang tidak terpenuhi karena sarana penyimpanan vaksin dibanyak daerah
sangat minim, atau jika sudah ada sarana penyimpan vaksin yang memenuhi syarat
tapi kenyataannya di daerah sering terjadi pemadaman aliran listrik dan daerah tidak
punya genset sehingga akan dapat mempengaruhi potensi vaksin yang digunakan
,kemungkinan aplikasi vaksin yang tidak tepat, dan anjing dalam masa inkubasi.
Selain itu keberhasilan suatu vaksinasi ditentukan juga oleh kualitas vaksin, teknik
aplikasi dan ketepatan waktu pelaksanaan vaksinasi. Beberapa faktor yang dapat
60 60
34
0
10
20
30
40
50
60
70
Sumbar Riau Jambi
presentase sero protektif
18
mempengaruhi potensi atau kualitas suatu vaksin di antaranya waktu kedaluarsa,
penanganan rantai dingin vaksin mulai dari produsen sampai konsumen, faktor
stabilitas dan penyimpanan yang tidak sesuai dengan rekomendasi produsen.
Untuk itu perlu dilakukan kajian lebih lanjut, apakah hal ini disebabkan oleh
rantai dingin yang tidak terpenuhi dalam penanganan vaksin di lapangan, ataukah
adanya kesalahan dalam aplikasi, waktu vaksinasi yang kurang tepat, atau mungkin
data vaksinasi yang kurang akurat, misalnya anjing yang sebenarnya belum divaksin
tetapi dilaporkan sudah divaksinasi. Atau perlu dipertimbangkan menggunakan vaksin
rabies yang berbeda dengan vaksin rabies yang dipakai sebelumnya. Untuk Sumatera
Barat pada Tahun 2014 mulai menggunakan vaksin yang berbeda dari yang
digunakan pada tahun 2013. Hasil vaksinasi Tahun 2014 di Provinsi Sumatera Barat
naik significan dibandingkan hasil vaksinasi pada Tahun 2013. Pada Tahun 2013 hasil
vaksinasi hanya 33,4% yang protektif, pada Tahun 2014 ini sebanyak 63% protektif.
Tabel 8. Jumlah sampel monitoring pasif rabies 2014 dari Propinsi Sumatera Barat
No Kab/Kota Total Serum
Protektif Tidak Protektif
1 Damasraya 40 14 26 2 Tanah datar 7 3 4
Total 47 17 30
Tabel 9. Jumlah sampel monitoring pasif rabies 2014 dari Propinsi Jambi
No Kab/Kota Total Serum
Protektif Tidak Protektif
1 Kab Sungai Panuah 1 0 1 2 Kota Jambi 262 76 186
Total 263 76 187
Tabel 10. Jumlah sampel monitoring pasif rabies 2014 dari Propinsi Riau
No Kab/Kota Total Serum
Protektif Tidak Protektif
1 Dumai 71 46 25
Total 71 46 25
Untuk mencapai Indonesia bebas rabies Tahun 2020 Direktorat Kesehatan
Hewan membuat road map pembebasan rabies, dengan kegiatan pokok :
1. Mempertahankan daerah bebas melalui kegiatan :
19
Kontrol lalu lintas HPR khususnya anjing, peningkatan kapasitas surveillans
untuk deteksi penyakit, respon cepat terhadap dugaan kasus rabies, kontrol
populasi, koordinasi dan kolaborasi lintas sektoral dan pencegahan didaerah
resiko tinggi.
2. Membebaskan daerah tertular melalui kegiatan :
Vaksinasi massal, kontrol lalu lintas HPR khususnya anjing, peningkatan
kapasitas surveilans (termasuk deteksi dini), peningkatan kapasitas
pengendalian dan penanggulangan (harus ada respon cepat juga), kontrol
populasi dan koordinasi dan kolaborasi antar sektoral.
Program yang dicanangkan untuk mencapai Indonesia bebas rabies Tahun
2020 akan berhasil jika dilakukan dengan gerakan nyata serta komitment dan
kolaborasi yang kuat intra dan antar sektoral. Serta meningkatkan peran dan
kesadaran masyarakat tentang bahaya rabies dan pentingnya program pemerintah
dalam upaya pembebasan wilayah Indonesia dari rabies. Untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat perlu ditingkatkan kegiaatan KIE, serta perlu undang-undang
tentang HPR disertai dengan penegakan hukum serta sanksi-sanksinya jika terjadi
pelanggaran.
20
BAB.IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 KESIMPULAN
1. Dari 286 serum posvaksinasi asal Propinsi Riau yang diperiksa 60% (163
serum ) protektif.
2. Hasil serologis 437 serum postvaksinasi dari Propinsi Sumatera Barat 60%
(264 serum) yang protektif
3. Dari 508 serum postvaksinasi asal Propinsi Jambi yang diperiksa 173 serum
(34%) protektif.
4.2 .SARAN
1. Masih perlu ditingkatkan pelaksanaan program vaksinasi dalam hal cakupan
vaksinasi yang dilakukan
2. Penggunaan vaksin yang bermutu dan aplikasi vaksin yang sesuai standart
3. Perlu ditingkat pengawasan lalu lintas HPR
4. Perlu ditingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya rabies dan pentingnya
peran masyarakat dalam membantu program pemerintah untuk mewujudkan
Indonesia bebas rabies 2020
5. Perlu ditingkat koordinasi dan kolaborasi intra dan antar sektoral.
6. Program kontrol populasi HPR perlu dilakukan terutama pada daerah-daerah
dengan kasus gigitan HPR tinggi atau pada daerah-daerah yang secara historis
bebas rabies.
21
DAFTAR PUSTAKA
Adjid.R.M.A., A.Sarosa, T.Syapriati, dan Yuningsih. 2005. Penyakit rabies diIndonesia dan pengembangan teknik diagnosisnya. Wartazoa. 15(4 ) : 165-172
Balai Veteriner Bukittinggi. 2013. Penyidikan Penyakit Rabies Dalam Rangka
Pemberantasan Penyakit Rabies di Wilayah Kerja Balai Veteriner. Balai Veteriner Bukittinggi. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian.
Bingham J. 2005. Canine Rabies Ecology in Southern Africa. Emerging Infectious
Diseasses. 11(9) : 1337-1341. www.cdc.org. Diakses Maret 2011. Direktorat Kesehatan Hewan. 2006. Pedoman Pengendalian Rabies
Terpadu.Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Peternakan, Direktorat Kesehatan Hewan.
Kang B., J.S.Oh, C.S.Lee, B.K.Park, Y.N.Park, K.S.Hong, K.G.Lee, B.K.Cho, and
D.S.Song. 2007. Evaluation of Rapid Immunodiagnostic Test kit for Rabies Virus. Journal of Virology Methods.145(2007): 30-36
Minke.J.M., J.Bauvet, F.Cliquet, M.Wasniewski, A.L.Gulot, L.Lemaiter, C.Cariou,
V.Cozette, L.Vergne dan P.M.Guigal. 2009. Comparison of Antibody Responses After vaccination with two inactivated rabies vaccines. Short communication. Vet.Microbiology. 133 (2009) : 283-286.
Rahman A. dan R. Maharis. 2008. Analisis Keberhasilan Vaksin Oral Rabies Sebagai
Perbandingan Pengendalian Rabies di Indonesia. Buletin Pengujian Mutu Obat Hewan.13 (2008).
Touihri L., I. Zaouia, K.Elhili, K.Dellagi, and C.Bahloul. 2011. Evaluation of Mass
Vaccination Campaign Coverage Against Rabies in Dogs in Tunisia. Zoonoses and Public Health, 58: 110-118. Doi:10.1111/j.1863- 2378.2009.01306.x