Makalah Rabies
Transcript of Makalah Rabies
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Rabies merupakan penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang
disebabkan oleh virus rabies. Penyakit anjing gila ini mempunyai sifat zoonotik yaitu
penyakit yang dapat ditularkan dari hewan pada manusia. penyakit anjing gila atau rabies ini
bisa menular kepada manusia melalui gigitan.
Rabies berasal dari kata latin “rabere” yang berarti “gila”, di Indonesia dikenal
sebagai penyakit anjing gila. Rabies merupakan suatu penyakit hewan menular akut yang
bersifat zoonosis (dapat menular ke manusia). Secara resmi, kasus rabies di Indonesia
pertama kali dilaporkan oleh Esser tahun 1884 pada seekor kerbau. Tahun 1889 oleh Penning
dilaporkan terjadi pada seekor anjing, dan kejadian pada manusia dilaporkan oleh Eilerts de
Haan pada tahun 1894. Semua kejadian kasus ini terjadi di Jawa Barat.
Daerah di Indonesia yang saat ini masih tertular rabies sebanyak 16 propinsi,
meliputi: Pulau Sumatera (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera
Selatan dan Lampung), Pulau Sulawesi (Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara), Pulau Kalimantan (Kalimantan Tengah,
Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur) dan Pulau Flores. Dan kasus terakhir yang terjadi
adalah Propinsi Maluku (Kota Ambon dan Pulau Seram).
Propinsi DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat telah dinyatakan bebas dari rabies
melalui SK Menteri Pertanian No. 566 Tahun2004 setelah dilakukan evaluasi dari hasil
surveilans yang dilakukan oleh Balai Besar Veteriner Wates tidak ditemukan kasus rabies di
Propinsi DKI Jakarta dan Banten sejak tahun 1996, dan Propinsi Jawa Barat sejak tahun
2001. Dengan diterbitkannya SK Mentan bebas rabies ini, maka seluruh Pulau Jawa telah
bebas rabies karena Jawa Timur, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta telah lebih dahulu
dibabaskan berdasarkan SK Mentan No. 897 Tahun 1997.
1
Propinsi terbaru yang tertular rabies adalah Maluku tepatnya di Kota Ambon dan
Pulau Seram. Sebelumnya Propinsi Maluku merupakan daerah bebas rabies secara historis.
Kasus gigitan anjing pertama kali dilaporkan tanggal 28 Agustus 2003 di kota Ambon oleh
Puskesmas Lateri dan Urimesing. Sampai bulan November 2003 dilaporkan telah memakan
17 orang korban jiwa, sedangkan sampai dengan bulan Mei 2004 jumlah korban jiwa tercatat
21 orang.
Sebaran rabies yaitu Kota Ambon (Kecamatan Teluk Ambon Baguala, Nusaniwe dan
Sirimau) dan Kabupaten Maluku Tengah, yaitu di kecamatan Salahatu, Leihitu, Amahai dan
Kairatu. Penyebab penyebaran virus rabies di Maluku diduga melalui anjing yang diduga
berasal dari Propinsi Sulawesi Tenggara (Kendari) yang dibawa oleh para nelayan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah yang dimaksud dengan penyakit rabies ?
2. Apa penyebab dari penyakit rabies ?
3. Bagamaina gejala klinis dan perjalanan penyakit rabies ?
4. Bagaimana epidemiologi dari penyakit rabies ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah penyakit rabies
2. Untuk mengetahui pengertian penyakit rabies
3. Untuk mengetahui etimologinya
4. Untuk mengetahui gambaran klinis rabies
5. Untuk mengetahui diagnosinya
6. Untuk mengetahui epidemiologi menurut umur dan jenis kelamin
7. Untuk mengetahui epidemiologi tempat
8. Untuk mengetahui pencegahan penyakit rabies
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Metode Penyelidikan
Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah metode penelitian non eksperimen yang merupakan
deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian yang mempelajari
dinamika korelasi antara faktor-faktor dengan efek dengan cara pendekatan observasi atau
pengumpulan data sekaligus pada suatu saat atau variable independent dan dependent
diobservasi satu kali secara bersamaan dan dalam waktu yang bersamaan (point time
approach).
Variable independent yaitu pengetahuan dan sikap masyarakat tentang rabies,
sedangkan variable dependent yaitu perilaku pencegahan rabies. Selain itu keuntungan cross
sectional adalah kemudahan dalam penelitian yang sederhana dan ekonomis dalam hal waktu,
hasilnya cepat diperoleh serta memungkinkan penggunaan populasi dari masyarakat umum.
Populasi dan Sample
- Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari obyek penelitian atau obyek yang akan diteliti.
Populasi dalam penelitian ini adalah warga Tabanan, Bali yang memelihara anjing, kucing
maupun kera.
Provinsi Bali memiliki luas ± 4000 Km2 memiliki populasi anjing yang cukup
tinggi yaitu 500.000 – 600.000 ekor, berarti tiap 1 Km2 memiliki populasi sekitar 150 ekor
anjing. Untuk wilayah Tabanan yang memiliki luas sekitar 3,5126 Km2 berarti memiliki
sekitar 527 ekor anjing. Sedangkan jumlah penduduk desa Tabanan yaitu sebanyak 4.315
jiwa atau 1.187 kepala keluarga. Rasio perbandingan antara anjing dan penduduk yaitu:
populasianjingjumlah penduduk
. Jadi rasio kepadatan anjing dibanding jumlah penduduk adalah setiap 8 –
9 orang adalah 1 ekor anjing yang beresiko menggigit orang tersebut.
3
- Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang akan diteliti dan dianggap
mewakili seluruh populasi. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah
menggunakan teknik cluster, karena sumber data sangat luas atau besar yakni populasinya
heterogen dan terdiri atas kelompok yang masing – masing heterogen. Maka caranya adalah
berdasarkan daerah dari populasi yang telah ditetapkan. Cluster dilakukan dengan cara
melakukan randomisasi dalam dua tahap yaitu randomisasi untuk cluster / menentukan
sampel daerah, kemudian randomisasi / menentukan orang / unit yang ada di wilayahnya /
dari populasi cluster yang terpilih.
Rumus proporsi pada populasi yang terbatas :
n = N Z21−a
2. p(1−p)
( N−1 ) d2+Z2 1−a2
. p(1−p)
Keterangan :
d = penyimpangan terhadap populasi, biasanya o.o5
Z2a/2 = standart deviasi normal, ditentukan 1,96 ( derajat kepercayaan 95% )
P = proporsi untuk sifat tertentu yang terjadi pada individu
N = besarnya populasi
n = besarnya sampel
Cara Mengumpulkan Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer yaitu data yang diambil dari sumbernya langsung yang dirumuskan
melalui kuesioner dan diisi langsung oleh responden mengenai rabies. Data sekunder yaitu
data yang diambil oleh peneliti dari dinas kesehatan, puskesmas, kantor kepala desa, dan hasil
survey.
Penyebaran kuesioner ini dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh pengurus desa
dengan cara mengedarkan suatu daftar pertanyaan yang berupa formulir – formulir, diajukan
4
secara tertulis kepada subyek untuk mendapatkan tanggapan, informasi, jawaban, dan
sebagainya, dimana melalui pendekatan untuk mendapatkan persetujuan dari calon untuk
menjadi responden. Responden dibiarkan untuk mengisi angket sendiri, hal ini agar
responden dapat lebih jujur dalam memberikan informasi, tanpa tekanan dari pihak manapun
setelah semua pertanyaan terjawab.
Secara ringkas proses pengumpulan data sebagai berikut :
1. Pengumpulan data
2. Pengolahan data
3. Penyajian data
4. Analisa
5. Penarikan kesimpulan
Cara Mengolah Data
Ada beberapa kegiatan yang dilakukan dalam pengolahan data, yaitu :
1. Editing, yaitu mencakup tentang kualitas isian dalam alat pengumpulan data dan
memeriksa kelengkapan isian dan lembar observasi, apabila tidak lengkap diperbaiki
dan mengulang pengumpulan data terhadap responden tersebut.
2. Coding, yaitu member kode untuk jawaban menggunakan huruf dan angka yang telah
ditentukan.
3. Scoring, yaitu pemberian skor untuk setiap variable. Dari langkah – langkah yang
diberi skor, dilakukan penjumlahan skor dan dikategorikan berdasarkan ketentuan :
kurang dari ( ≤ ) median berarti pengetahuan baik, diatas atau sama dengan ( ≥ )
median berarti pengetahuan kurang.
4. Entry Data, yaitu jawaban yang sudah diberi kode kategori kemudian dimasukkan
dalam table dengan menghitung frekuensi data.
5. Cleaning Data, yaitu data yang telah dientry diecek kembali untuk memastikan bahwa
data tersebut telah bersih dari kesalahan, baik kesalahan dalam pengkodean maupun
kesalahan dalam membaca kode, dengan demikian diharapkan data tersebut benar –
benar siap untuk dianalisa.
6. Mengeluarkan Informasi, yaitu disesuaikan dengan tujuan penelitian yang dilakukan.
5
7. Tabulasi Langsung, yaitu system pengolah data yang langsung ditabulasi oleh
kuesioner. Tabulasi ini dilakukan dengan memasukkan data dari kuesioner kedalam
kerangka table.
8. Computer, yaitu untuk mengolah data dengan computer, peneliti terlebih dahulu perlu
melakukan program tertentu, baik yang sudah tersedia maupun program yang sudah
disiapkan secara khusus dapat ditambahkan bahwa dalam ilmu – ilmu social banyak
sekali digunakan program SPSS ( Statistical Package for Social Sciences ).
Cara Menganalisis Data
Dari data yang diperoleh kemudian dilaksanakan analisis untuk mendapatkan
hubungan pengetahuan dan sikap masyarakat tentang rabies dengan perilaku pencegahan
rabies. Desain pendekatan ini adalah deskriptif analitik melalui pendekatan cross sectional
dengan metode analisa data secara kuantitatif.
Proses pengolahan data dilakukan dengan :
1. Analisis Univariant
Analisis ini digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi dari
variable independent ( karakteristik individu yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, penghasilan, agama, suku, riwayat digigit anjing, kondisi dan lokasi luka, variable
pengetahuan tentang rabies, sikap masyarakat dan variable dependent ( perilaku pencegahan
rabies ).
Rumus yang digunakan untuk mengetahui presentase masing – masing variable :
P = fn
x 100%
Keterangan :
P = presentase ( % )
f = jumlah jawaban
n = jumlah skor maksimal
6
2. Analisis Bivariant
Analisis bivariant dilakukan untuk melihat hubungan antara variable independent
dengan variable dependent. Uji yang digunakan yaitu :
a. Chi Square
Uji Chi Square digunakan karena variable dependent dan independent dalam
hal ini bersifat kategorik. Penelitian ini menggunakan batas bermakna secara
statistic sebesar 5%, sehingga jika diperoleh nilai p > alpha, maka hasil
perhitungan statisticnya tidak bermakna, artinya tidak ada hubungan signifikan
antara variable dependent dengan variable independent. Sebaliknya jika diperoleh
p < alpha, maka hasil perhitungan statisticnya bermakna, artinya ada hubungan
signifikan antara variable dependent dengan variable independent.
Rumus Chi Kuadrat ( Chi Square ) :
X2 = ∑ ¿¿
Keterangan :
X2 = Chi Kuadrat
0 = frekuensi observasi
E = frekuensi harapan
b. Odds Ratio ( OR )
Hasil dari uji Chi Square hanya dapat menyimpulkan ada atau tidaknya
perbedaan proporsi antar kelompok. Dengan demikian uji Chi Square tidak dapat
mengetahui kelompok mana yang memiliki resiko lebih besar dibanding
kelompok lain. Nilai OR meliputi nilai ekstinasi untuk terjadinya outcome sebagai
adanya pengaruh variable independent, perubahan satu unit independent akan
menyebabkan perubahan nilai sebesar nilai OR pada variable independent.
Estimasi Convidence Interval ( CI ) OR ditetapkan pada tingkat kepercayaan 95%.
Interprestasi Odds Ratio :
7
I. OR = 1, artinya tidak ada hubungan
II. OR < 1, artinya tidak ada efek proteksi atau perlindungan
III. OR > 1, artinya sebagai factor resiko
B. Hasil Penyelidikan
Pemastian KLB
Telah terjadi KLB Rabies pada suatu Wilayah tertentu apabila memenuhi salah satu
kriteria :
1. Peningkatan jumlah kasus gigitan hewan tersangka rabies menurut periode waktu
(mingguan/harian) disuatu kecamatan,desa/kelurahan dibandingkan dengan periode
sebelumnya.
2. Terdapat satu kasus klinis Rabies pada manusia.
Gambaran Klinis
1. Pada Hewan
Gejala klinis pada hewan dibagi menjadi tiga stadium :
a) Stadium Prodromal
Keadaan ini merupakan tahapan awal gejala klinis yang dapat berlangsung antara 2-3
hari. Pada tahap ini akan terlihat adanya perubahan temperamen yang masih ringan. Hewan
mulai mencari tempat-tempat yang dingin/gelap, menyendiri, reflek kornea berkurang, pupil
melebar dan hewan terlihat acuh terhadap tuannya. Hewan menjadi sangat perasa, mudah
terkejut dan cepat berontak bila ada provokasi. Dalam keadaan ini perubahan perilaku mulai
diikuti oleh kenaikan suhu badan.
b) Stadium Eksitasi
Tahap eksitasi berlangsung lebih lama daripada tahap prodromal, bahkan dapat
berlangsung selama 3-7 hari. Hewan mulai garang, menyerang hewan lain ataupun manusia
yang dijumpai dan hipersalivasi. Dalam keadaan tidak ada provokasi hewan menjadi murung
terkesan lelah dan selalu tampak seperti ketakutan. Hewan mengalami fotopobi atau takut
8
melihat sinar sehingga bila ada cahaya akan bereaksi secara berlebihan dan tampak
ketakutan.
c) Stadium Paralisis.
Tahap paralisis ini dapat berlangsung secara singkat, sehingga sulit untuk dikenali atau
bahkan tidak terjadi dan langsung berlanjut pada kematian. Hewan mengalami kesulitan
menelan, suara parau, sempoyongan, akhirnya lumpuh dan mati.
2. Pada Manusia
Gejala klinis pada manusia dibagi menjadi empat stadium.
a) Stadium Prodromal
Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang susunan saraf pusat adalah perasaan
gelisah, demam, malaise, mual, sakit kepala, gatal, merasa seperti terbakar, kedinginan,
kondisi tubuh lemah dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari.
b) Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka kemudian
disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap ransangan sensoris.
c) Stadium Eksitasi
Tonus otot-otot akan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala berupa eksitasi
atau ketakutan berlebihan, rasa haus, ketakutan terhadap rangsangan cahaya, tiupan angin
atau suara keras. Umumnya selalu merintih sebelum kesadaran hilang. Penderita menjadi
bingung, gelisah, rasa tidak nyaman dan ketidak beraturan. Kebingungan menjadi semakin
hebat dan berkembang menjadi argresif, halusinasi, dan selalu ketakutan. Tubuh gemetar atau
kaku kejang.
d) Stadium Paralis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadangkadang
ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang bersifat
progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang yang memperlihatkan gejala
paresis otot-otot pernafasan.
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
9
Diagnosa rabies secara laboratorium didasarkan atas :
a. Penemuan badan negri (negri body)
b. Penemuan antigen
c. Penemuan virus (isolasi)
Antigen, badan negri dan virus banyak ditemukan pada sel saraf (neuron) sedangkan
kelenjar ludah dapat mengandung antigen dan virus tetapi badan negri tidak selalu dapat
ditemukan pada kelenjar ludah anjing. Adanya kontaminasi pada specimen dapat
mengganggu pemeriksaan dan khususnya untuk ”isolasi virus” pengiriman harus dilakukan
sedemikian rupa sehingga kelestarian hidup virus dalam specimen tetap terjamin sampai ke
laboratorium.
Bahan pemeriksaan dapat berupa seluruh kepala, otak, hippocampus, cortex cerbri
dan cerebellum, preparat pada gelas objek dan kelenjar ludah. Bila negri body tidak
ditemukan, supensi otak (hippocampus) atau kelenjar ludah sub maksiler diinokulasikan
intrakranial pada hewan coba (suckling animals), misalnya hamster, tikus (mice) atau kelinci
(rabbits).
Cara diagnosis rabies secara laboratoris dapat dilakukan dengan :
1. Mikroskopis untuk melihat dan menemukan badan negri, yakni pewarnaan cepat
Sellers, FAT (Fluorescence Antibody Technique) dan histopatologik.
2. Antigen-antibody reaksi dengan uji virus nertralisasi, gel agar presipitasi atau reaksi
peningkatan komplemen dan FAT.
3. Isolasi virus secara biologis pada mencit atau in vitro pada biakan jaringan diikuti
identifikasi isolat dengan cara pewarnaan FAT atau uji virus netralisasi.
Etiologi
10
Virus rabies merupakan virus RNA, termasuk dalam familia Rhabdoviridae, genus
Lyssa. Virus berbentuk peluru atau silindris dengan salah satu ujungnya berbentuk kerucut
dan pada potongan melintang berbentuk bulat atau elip (lonjong).
Virus tersusun dari ribonukleokapsid dibagian tengah, memiliki membrane selubung
(amplop) dibagian luarnya yang pada permukaannya terdapat tonjoloan (spikes) yang
jumlahnya lebih dari 500 buah. Pada membran selubung (amplop) terdapat kandungan lemak
yang tinggi.
Virus berukuran panjang 180 nm, diameter 75 nm, tonjolan berukuran 9 nm, dan jarak
antara spikes 4-5 nm. Virus peka terhadap sinar ultraviolet, zat pelarut lemak, alkohol 70 %,
yodium, fenol dan klorofrom. Virus dapat bertahan hidup selama 1 tahun dalam larutan
gliserin 50 %. Pada suhu 600 C virus mati dalam waktu 1 jam dan dalam penyimpanan kering
beku (freezedried) atau pada suhu 40 C dapat tahan selama bebarapa tahun.
Gambar Struktur Virus Rabies
Gambaran Epidemiologi Menurut Umur dan Jenis Kelamin
11
Rabies telah menyebabkan kematian pada orang dalam jumlah yang cukup banyak.
Tahun 2000, World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa setiap tahun di dunia
ini terdapat sekurang-kurangnya 50.000 orang meninggal karena rabies, kepekaan terhadap
rabies kelihatannya tidak berkaitan dengan usia, seks atau ras.
Tabel Distribusi Penderita Rabies Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di Wilayah
Tabanan sejak awal rabies menulari Provinsi Bali hingga Februari 2011
Golongan
Umur
(Thn)
Laki-Laki Perempuan JumlahKasus Mati Kasus Mati Kasus Mati
< 1 0 0 0 0 0 01 -4 2 0 3 0 5 0
5 – 14 0 0 2 0 2 015 – 44 1 1 2 0 3 1
45 ke atas 2 0 0 0 2 0Jumlah 5 1 7 0 12 1
Sumber : Data Primer
Dari Tabel diatas menunjukkan bahwa kasus terbanyak pada golongan umur 1-4 tahun
sebanyak 5 kasus sedangkan dilihat dari jenis kelamin, kasus terbanyak pada jenis kelamin
Perempuan sebanyak 7 kasus.
Gambaran Epidemiologi Menurut Tempat
Beberapa daerah di Indonesia yang saat ini masih tertular rabies sebanyak 16 propinsi,
meliputi Pulau Sumatera (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera
Selatan, dan Lampung), Pulau Sulawesi (Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara), Pulau Kalimantan (Kalimantan Tengah,
Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur) dan Pulau Flores. Kasus terakhir yang terjadi
adalah Propinsi Maluku (Kota Ambon dan Pulau Seram).
12
Tabel Distribusi KLB Rabies Menurut Golongan Tempat di Wilayah Tabanan sejak awal
rabies menulari Provinsi Bali hingga Februari 2011
No. Desa Jumlah
Penduduk
Jumlah
Kasus
Jumlah
Kematian
AR (%) CFR (%)
1. Buahan 927 1 0 0,11 0
2. Kediri 699 11 1 1,57 9,09
3. Biaung 2079 0 0 0 0
4. Timpag 700 0 1 0 10
5. Kamasan 887 0 0 0 0
6. Delog 729 0 0 0 0
7. Klating 638 0 0 0 0
8. Semeladeg 1508 0 0 0 0
J u m l a h 8166 12 1 0,15 8,3
Sumber : Data Primer
Dari Tabel diatas menunjukkan bahwa kasus terbanyak berada di Desa Kediri sebanyak
11 Kasus (AR = 1,57 %) dan Kasus Kematian berada di Desa Kediri sebanyak 1 kasus (CFR
= 9,09 %).
13
C. Pembahasan
Hewan Penular Rabies di Kabupaten Tabanan
Berdasarkan data epidemiologi rabies yang didapat dari Dinas Peternakan Provinsi
Bali, Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Balai Besar Veteriner Denpasar, dan survey lapangan,
dari 18 kasus rabies pada manusia yang menyebabkan kematian di Tabanan (Oktober 2008
hingga 22 Februari 2011),. Semua kasus rabies di Tabanan disebabkan oleh anjing (Tabel 1).
Anjing penular rabies tersebut tercatat anjing dewasa maupun masih anakan.
Kasus rabies pertama kali muncul di wilayah selatan pulau Bali, tepatnya pada 12
Oktober 2008 di Kecamatan Kuta Selatan, Desa Jimbaran di Banjar Taman Griya.
Selanjutnya rabies menyebar ke desa-desa yang berada disekitarnya. Dari awal munculnya
kasus rabies hingga April 2009 rabies hanya ditemukan di wilayah selatan Bali tepatnya di
kawasan Semenanjung Bukit, selatan Bandar Udara Ngurah Rai (Gambar 1). Hal ini berarti
rabies telah tertahan di kawasan Semenanjung Bukit Badung selama 6 bulan dan selama
beberapa bulan kasus pada manusia karena rabies tidak tejadi.
Kondisi ini terjadi mungkin karena suksesnya program pemerintah dalam
penanggulangan rabies, dan tidak terjadi mobilisasi HPR dari daerah tertular ke daerah bebas.
Mengingat posisi dari Semenanjung Bukit Badung yang berada di selatan Bandar Udara
Ngurah Rai, maka sangatlah mungkin jika rabies bisa diatasi dengan cepat.
Posisi bandar udara dapat digunakan sebagai faktor penghambat laju penyebaran
rabies, karena anjing (HPR) tidak dapat melewati pagar pembatas bandara, kecuali melalui
jalan raya (jalan By Pass Ngurah Rai) selebar kurang lebih 40 meter yang hampir selalu padat
lalu lintas. Selain itu di sebelah kiri dan kanan jalan tersebut ditumbuhi tanaman
bakau/mangrove yang dialiri air laut.
14
Gambar 1. Bandar Udara Ngurah Rai sempat berperan sebagai physical barier penyebaran
rabies dari Badung Peninsula ke daerah Bali lainnya.
Rabies Menyebar ke Kabupaten Tabanan
Rabies pertama kali keluar dari wilayah Semenanjung Bukit, diketahui dari adanya
kasus diwilayah Kab Tabanan pada Agustus 2009. Pada Agustus 2009 rabies kembali
menimbulkan korban jiwa manusia di desa Buahan, Tabanan. Hal ini sangat
mengkhawatirkan karena jarak dari desa Buahan ke Semenanjung Bukit berkisar 40 km. Hal
ini mungkin dikarenakan perpindahan anjing dari kawasan Semenanjung Bukit. September
2009 rabies menulari desa Kediri dan desa Timpag, serta terus menular ke desa lainnya
( gambar 2, 3, 4 ).
15
Gambar 2. Awal rabies menulari desa Buahan kab Tabanan
Gambar 3. Penyebaran rabies di Kab Tabanan
16
Gambar 4. Penyebaran rabies di Provinsi bali
Banyaknya penularan rabies yang disebabkan oleh anjing ini karena sistem
pemeliharaan anjing yang ada di Bali. Anjing yang ada di Bali 5-25% adalah anjing yang
berpemilik yang berada di pekarangan rumah, dan umumnya anjing ras, diikat dan
dikandangkan dalam pekarangan rumah yang berpagar dan berpintu. Selebihnya sekitar 70-
90% anjing yang berpemilik lainnya hidup bebas (free range), tidak diikat/dikandangkan,
sehingga anjing tersebut dapat berada di luar rumah atau pekarangan pemiliknya, dan sekitar
5% terdapat anjing tanpa pemilik yang hidup mandiri tanpa bantuan manusia (Putra et al,
2009). Anjing yang hidup bebas tetapi berpemilik inilah yang beresiko menjadi penular
rabies pada manusia.
Anjing-anjing tanpa pemilik mencari makanan di sekitar pemukiman warga, di
semak-semak, dan di sekitar tempat pembuangan sampah. Pada saat mencari makan tersebut
terjadilah kontak dengan anjing peliharaan dan sebaliknya ketika berada di semak-semak dan
hutan kemungkinan dapat terjadi kontak dengan satwa liar dan ternak warga (Prabowo,
2009). Namun hingga saat ini belum ada laporan mengenai rabies pada satwa liar.
17
Sebaran daerah tertular rabies
Semenjak kasus rabies pertama kali muncul di Provinsi Bali yaitu November 2008,
rabies terus menimbulkan korban meninggal dunia. Dengan asumsi bahwa Desa Buahan
tertulari rabies pada Agustus 2009, dan tidak ditemukannya kasus rabies di daerah lain, maka
dapat diartikan bahwa rabies hanya aktif di Semenanjung Bukit. Dalam kaitan ini keberadaan
Bandara Ngurah Rai sebagai physical barier diharapkan telah mampu menahan laju
penyebaran kasus rabies di Provinsi Bali tanpa campur tangan manusia. Kalau asumsi ini
benar, berarti rabies telah terisolasi di Semenanjung Bukit selama 6 bulan.
Sesungguhnya merupakan waktu yang cukup lama, dan jika sistem pemberantasan
rabies dapat siterapkan secara cepat dan tepat, sangat memungkinkan jika rabies dapat di
hapuskan pada saat awal kejadian. Vaksinasi semestinya dijadikan tulang punggung utama
dalam pemberantasan kasus rabies dengan rata-rata vaksinasi diatas 75% pada HPR, seperti
pernah dilakukan di Peru (Lombard et al., 1988).
Mengantisipasi semakin meluasnya rabies di Bali, Pemerintah Bali mengeluarkan
aturan-aturan yang tertuang dalam Perda Bali yang mengatur tentang tata cara penanganan
rabies. Pada perda tersebut melarang masyarakat untuk memindahkan Hewan Penular Rabies
(HPR) dari suatu daerah kedaerah lain yang ada di Bali, memasukkan atau mengeluarkan
HPR dari Bali, melakukan vaksinasi HPR di seluruh Kab/Kota di Bali, membuat kandang
karantina HPR yang tidak di vaksin dan tidak bertuan, dan melakukan eliminasi.
Dengan adanya peraturan tersebut, pemerintah pun melakukan vaksinasi, eliminasi,
dan penyuluhan. Namun vaksinasi yang dilakukan masih kurang dari yang diharapkan yaitu
70% dari populasi HPR yang ada. Hal ini dibuktikan dengan jumlah HPR yang divaksin di
kawasan Semenanjung Bukit pada Desember 2009 2.857 ekor dari populasi HPR 8.046,
berarti jumlah yang divaksin hanya sekitar 26% (Putra at al, 2009). Jumlah ini tentu masih
jauh dari jumlah minimal HPR yang harus divaksin, sehingga rabies pun menyebar ke daerah
lain.
Upaya pemerintah untuk membebaskan Bali dari rabies juga diimbangi oleh peran
serta masyarakat Bali dengan cara melakukan eliminasi HPR, berperan aktif dalam program
vaksinasi, dan di beberapa daerah masyarakat membuat tim antisipasi rabies yang bertugas
untuk mengeliminasi dan memvaksinasi HPR (Lestyawati, 2011).
18
Akibat kurang efektifnya pemberantasan rabies di Semenanjung Bukit Badung,
selanjutnya rabies muncul di Desa Buahan Kabupaten Tabanan pada tanggal 22 Agustus
2009 yang berjarak 38 km dari daerah tertular. Sumber penularan hingga saat ini belum dapat
dipastikan, kuat dugaan berasal dari daerah semenanjung bukit. Berdasarkan waktu kejadian
dan masa inkubasi rabies, dapat diperkirakan bahwa anjing yang selaku penular rabies
tersebut terjangkiti rabies pada bulan April 2009. Kejadian ini dapat dijadikan indikasi kuat
bahwa penutupan daerah tertular rabies belum sepenuhnya berjalan secara efektif, demikian
juga masih rendahnya pemahaman masyarakat pemilik anjing terhadap bahaya rabies
(Lestyawati, 2011).
Dikawasan baru tersebut sudah tidak terdapat lagi barrier yang dapat menghalangi
percepatan penularan rabies. Dampaknya setelah kasus tersebut, terjadi lagi kasus rabies di
desa Kediri Kabupaten Tabanan (13 September 2009), Desa Biaung, desa Timpag, dan
akhirnya rabies lebih meluas ke desa lainnya di Tabanan dan Kabupaten disekitarnya.
Munculnya rabies di daerah baru tertular sebagai akibat dari masyarakat yang memindahkan
anjingnya dari daerah tertular ke daerah bebas. Tingginya angka kematian ini dapat
disebabkan oleh banyaknya anjing tertular rabies akibat vaksinasi anjing yang kurang merata,
karena sulitnya proses vaksinasi yang dilakukan di lapangan, 70% anjing sulit
dipegang/ditangkap.
19
BAB I
PENUTUP
A. Kesimpulan
Telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit Rabies di Desa Buahan dan Kediri
di Wilayah Tabanan sejak awal rabies menulari Provinsi Bali hingga Februari 2011 sebanyak
12 Kasus (AR = 0,15%) dan 1 Kematian (CFR = 8,3%).
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa jumlah desa yang tertular rabies di
Kabupaten Tabanan 13 desadan disebabkan sepenuhnya oleh anjing. Penyebaran rabies di
Provinsi Bali terjadi karena adanya perpindahan Hewan Pembawa Rabies (HPR) dari daerah
tertular ke daerah bebas yang dibantu oleh manusia.
B. Rekomendasi
Pemberantasan rabies di Bali pada umumnya dan Tabanan khususnya dapat dilakukan
dengan kerjasama dan dukungan dari semua pihak, baik dari masyarakat, pemerintah,
maupun LSM. Dengan cara meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai rabies,
memanfaatkan sistem hukum adat yang ada di Bali, memanfaatkan faktor penghambat alami
penyebaran rabies (sungai, tebing, jalan raya, rawa), dan perbaikan cara distribusi vaksin.
Selain itu gubernur juga diminta membentuk badan ad hoc antirabies, memberikan
vaksin sebanyak 70 persen anjing yang ada di Bali, serta melakukan eliminasi secara selektif
untuk anjing tanpa pemilik atau sakit yang sulit disembuhkan serta diduga telah tertular
rabies.
20
Daftar Pustaka
Ridwan, 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat Surveilans Epidermiologi Sebuah
Pengantar. FKM-UNHAS. Hal. 50-59
Sugiyono, Prof. Dr. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Atfabeta. Bandung. Hal.
Sutrisna, Bambang. 1986. Pengantar Metoda Epidemiologi. PT. Dian Rakyat. Jakarta.
Hal. 22-33
Bustan, M.N. 2006. Pengantar Epidemiologi. Rineka Cipta. Jakarta. Hal. 84-105
Nur Nasry Noor, Bahan kuliah Epidemiologi Dasar. FKM. Unhas.
21