ra

download ra

of 27

description

rheumatoid

Transcript of ra

BAB IPENDAHULUAN

Artritis reumatoid atau radang sendi merupakan suatu penyakit yang dapat terjadi pada semua kelompok ras dan etnik yang merupakan suatu penyakit autoimun yang mempengaruhi sendi-sendi tubuh antara lain sendi tangan, kaki, leher, panggul, pergelangan tangan dan organ internal lainnya. Artritis reumatoid ini merupakan penyakit autoimun akibat adanya reaksi antigen antibodi. Prevalensi artritis reumatoid ini bekisar 0,3-5,0%. Di Malang, Jawa Timur, prevalensi artritis reumatoid pada penduduk desa dan kota dilaporkan sebanyak 0,5% dan 0,6%. Walaupun prevalensinya tidak tinggi, nyeri dengan intensitas tinggi dan destruksi progresif menimbulkan penderitaan berat, cacat prematur dan kematian. Di AS, pasien memerlukan lebih dari 9 juta kunjungan dokter dan 250.000 perawatan di RS setiap tahun. Organisasi kesehatan sedunia (WHO) meyatakan bahwa beberapa juta orang telah menderita karena penyakit sendi dan tulang, dan angka tersebut diperhitungkan akan meningkat tajam karena banyak orang yang berumur lebih dari 50 tahun pada tahun 2020.Rheumatoid arthritis (RA) adalah gangguan kronis, inflamasi sistemik yang dapat mempengaruhi banyak jaringan dan organ, tetapi terutama menyerang sendi menyebabkan sinovitis inflamasi yang sering berkembang menjadi perusakan tulang rawan artikular. Sekitar 1% dari populasi dunia menderita rheumatoid arthritis, wanita tiga kali lebih sering daripada pria. Penyakit ini paling sering antara usia 40 dan 50 tahun, tetapi orang-orang dari segala usia bisa terkena. Ini bisa menjadi kondisi menonaktifkan dan menyakitkan, yang dapat menyebabkan kerugian besar fungsi dan mobilitas.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 DefinisiRheumatoid arthritis merupakan penyakit inflamasi autoimun sistemik, kronis dan eksaserbatif yang menyerang persendian dengan target jaringan sinovia. Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit multisistem kronis yang tidak diketahui penyebabnya. Ada berbagai manifestasi sistemik, dengan karakteristik RA yaitu inflamasi sinovitis persisten, yang biasanya melibatkan sendi perifer. Peradangan sinovial dapat menyebabkan kerusakan tulang rawan, erosi tulang dan perubahan integritas sendi yang merupakan ciri dari penyakit ini. 2.2 Epidemiologi Rheumatoid arthritis merupakan penyakit yang banyak dialami oleh penduduk dunia. Penelitian tahun 2012 menyatakan bahwa prevalensi penduduk dunia yang mengidap RA sebanyak 0,5 1 %. Angka prevalensi RA di Amerika mencapai 0,6%, dengan 1,06% nya adalah wanita (dua kali lipat dari laki-laki, yaitu 0,61%). Di China dan Jepang sendiri, terdapat 0,2 0,3 % penduduk yang menderita RA. Hal ini menunjukkan bahwa RA juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Selain itu, perbedaan prevalensi RA tiap daerah menunjukkan bahwa RA juga dipengaruhi oleh lingkungan.Pada salah satu penelitian tahun 2012, sebanyak 46,030 pasien dengan diagnosa RA teridentifikasi. Dua per tiga pasien adalah perempuan, dan kebanyakan pasien berusia paruh baya dan lansia. Penderita RA terbesar didapati pada pasien usia 50 59 tahun (27,7%), diikuti pasien dengan usia 60 69 tahun, dan kemudian di atas 70 tahun. Rata-rata usia pasien penderita RA adalah 57 tahun, sedangkan penyakit penyerta yang kerap membarengi adalah kardiovaskuler, kanker, dan diabetes. Di Indonesia sendiri, data penderita RA belum banyak dikaji. Pada tahun 2006, diketahui sebanyak 0,3 0,6 % penduduk Indonesia menderita RA. Di Indonesia AR sering mengenai penduduk dengan usia produktif, sehingga memberi dampak sosial dan ekonomi yang besar. Pada penelitian di Malang penduduk berusia diatas 40 tahun didapatkan prevalensi AR 0,5% di daerah Kotamadya dan 0,6% di daerah Kabupaten.

2.3 Etiologi 1. Faktor GenetikPenyebab penyakit rheumatoid arthritis (RA) belum diketahui secara pasti. Terdapat interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik berperan penting terhadap kejadian RA, dengan angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%. Hubungan HLA class II histocompatibility antigen, DRB1-9 beta chain (HLA-DRB1) dengan kejadian RA telah diketahui dengan baik, walaupun beberapa lokus non-HLA juga berhubungan dengan RA seperti daerah 18q21 dari gen TNFRSR11A yang mengkode aktivator reseptor nuclear factor kappa B (NF-B).Gen ini berperan penting dalam resorpsi tulang pada RA. Faktor genetik juga berperanan penting dalam terapi RA karena aktivitas enzim seperti methylenetetrahydrofolate reductase dan thiopurine methyltransferase untuk metabolisme methoraxate dan azathioprine ditentukan oleh faktor genetik. Pada kembar monozigot mempunyai angka kesesuaian untuk berkembangnya RA lebih dari 30% dan pada orang kulit putih dengan RA yang mengekspresikan HLA-DL1 atau HLA-DR4 mempunyai angka kesesuain sebesar 80%.

2. Hormon SeksPrevelansi RA lebih besar pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, sehingga diduga hormon seks berperanan dalam perkembangan penyakit ini. Pada observasi didapatkan bahwa terjadi perbaikan gejala RA selama kehamilan. Perbaikan ini diduga karena adanya aloantibodi dalam sirkulasi maternal yang menyerang HLA-DR sehingga terjadi hambatan fungsi epitop HLA-DR yang mengakibatkan perbaikan penyakit. Selain itu, terdapat juga perubahan profil hormon. Placental corticotropin releasing hormone secara langsung menstimulasi sekresi dehidroepiandrosteron (DHEA), yang merupakan androgen utama pada perempuan yang dikeluarkan oleh sel-sel adrenal fetus Androgen bersifat imunosupresi terhadap respon imun selular dan humoral. DHEA merupakan substrat penting dalam sintesis estrogen plasenta. Estrogen dan progesteron menstimulasi respon imun humoral (Th2) dan menghambat respon imun selular (Th1). Oleh karena pada RA respon Th1 lebih dominan sehingga estrogen dan progesteron mempunyai efek yang berlawanan terhadap perkembangan RA.

3. Faktor InfeksiBeberapa virus dan bakteri diduga sebagai agen penyebab. Organisme diduga menginfeksi sel induksi sel (host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga mencetuskan timbulnya penyakit. Walaupun belum ditemukan agen infeksi yang secara nyata terbukti sebagai penyakit.Tabel 2.1. Agen Infeksi yang Diduga sebagai Penyebab RA Agen infeksiMekanisme patogenik

MycoplasmaInfeksi sinovial langsung, superantigen

Parvovirus B19Infeksi sinovial langsung

RetrovirusInfeksi sinovial langsung

Enteric bacteriaKemiripan molekul

MycobacteriaKemiripan molekul

Epstein-Barr VirusKemiripan molekul

Bacterial Cell WallsAktivasi mikrofag

4. Protein heat shock (HSP)HSP adalah protein yang diproduksi oleh sel pada semua spesies sebagai respon terhadap stress. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam amino homolog. HSP tertentu manusia dan HSP mikobacterium tuberkulosis mempunyai untain 65% yang homolg. Hipotesisnya dalah antibodi dan sel T mengenali epitop HSP pad agen infeksi dan sel host. Hal ini memfasilitasi reaksi silang limfosit dengan sel host sehingga mencetuskan reaksi imunologis. Mekanisme ini dikenal sebagai kemiripan molekul (molecular mimcry).

2.4 Faktor Resiko Faktor risiko yang akan meningkatkan risiko terkenanya artritisreumatoid adalah:a. JenisKelaminPerempuan lebih mudah terkena AR daripada laki-laki.b. UmurArtritis reumatoid biasanya timbulantaraumur 40 sampai 60 tahun. Namun penyakit ini juga dapat terjadi pada dewasa tua dananak-anak (artritis reumatoid juvenil)c. Riwayat Keluargad. Radikal bebasContohnya radikal superokside dan lipid peroksidase yang merangsang keluarnya prostaglandin sehingga timbul rasa nyeri, peradangan dan pembengkakan.e. Faktor genetik dan lingkunganTerdapat hubungan antara HLA-DW4 dengan AR seropositif yaitu penderita mempunyai resiko 4 kali lebih banyak terserang penyakit ini.

2.5 PatogenesisBeberapa gen yang terkait patogenesis AR antara lain :1. MHC (mayor histocompatibility complex) kelas II : HLA-DR, HLA-DQ, HLA-DP, HLA-DM2. MHC kelas III : THF , HSP 703. Gen hormon : prolaktin, esterogen synthase4. Gen respons imun non MHC : T cell receptor a,d,b, imunoglobulin G heavy chain, imunoglobulin k light chain, chemokine receptor CCR5Fase inisiasiAdanya antigen eksogen yang mirip HLA kelas II yang mencetus AR. Antigen eksogen tersebut diproses dan dipresentasi oleh APC (antigen presenting cell) kepada sel T CD4+ otoreaktif. Sel T CD4+ otoreaktif yang teraktivasi kemudian mempengaruhi makrofag melalui IL-2 (interleukin 2) dan IFN- (interferon-g) untuk memproduksi sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-6, IL-18, TNF-, PG, molekul adhesi dan GM-CSF (Granulosit makrofag colony stimulating factor). Berbagai sitokin proinflamasi seperti TNF a, IL-1b meningkatkan produksi NO, COX-2. MMP yang berperan pada proses keradangan, resorpsi tulang dan destruksi sendi. Sel T CD4+ juga mempengaruhi sel B menghasilkan berbagai autoantibodi termasuk RF. Pembentukan kompleks imun oleh IgM RF atau IgG RF akan mengakitvasi kaskade komplemen, kemudian merekrut sel leukosit PMN, melepas molekul effektor untuk menimbulkan inflamasi dan destruksi sendi. Pada lapisan atas membrana sinovia, sinoviosit mengalami transformasi menjadi sinoviosit tipe A (Macrophage like)yang mengekspresikan HLA kelas II, sedangkan dibagian bawah terdapat sinoviosit tipe B. Hiperplasi jaringan sinovia terutama disebabkan karena proliferasi sinoviosit tipe B yang hidup lebih lama karena berkurangnya apoptosis. Mutasi gen p53 dan sentrin juga dapat menyebabkan penurunan apoptosis sinoviosit tipe BFase KronisTerjadi karena epitope spreading yaitu peningkatan jenis dan jumlah otoantigen, sehingga otoantigen mencetus AR tidak dapat dikenali lagi. Pada fase ini juga terjadi perubahan jenis sel, sitokin dan mediator inflamasi yang terlibat. Sel T CD4+ otoreaktif dan sel B otoreaktif keduanya berkontribusi pada epitope spreading. Sel B otoreaktif dapat berfungsi sebagai APC yang mempresentasi peptida tekurung (cryptic peptide) dan mengekspresi molekul kostimulator.

Gambar 2.1 Pathogenesis Rheumatoid arthritis

2.6 Patofisiologi Proses inflamasi yang lama pada persendian dapat menyebabkan empat tahap yaitu:a. Sinovitis yang terjadi karena kongesti dan edema pada membran synovial serta kapsula sendi. Infiltrasi oleh limfosit, makrofag, dan neutrofil membuat respons inflamasi lokal tersebut terus berlanjut. Sel-sel ini, disamping sel-sel synovial mirip-fibroblast, menghasilkan enzim yang membantu menguraikan tulang dan kartilago.b. Pannus menyebabkan penebalan lapisan jaringan granulasi yang akan menyelubungi serta menginvasi kartilago dan pada akhirnya, menghancurkan kapsula sendi serta tulang.c. Ankilosis fibrosa menyebabkan invasi fibrosa pada pannus dan pembentukan parut sehingga menyumbat rongga sendi, atrofi tulang dan ketidaksejajaran yang menyebabkan deformitas nyata dan disrupsi artikulasio tulang-tulang yang saling berhadapan sehingga terjadi atrofi otot serta ketidakseimbangan dan mungkin pula, dislokasi parsial (subluksasio)d. Kalsifikasi jaringan fibrosa yang mengakibatkan ankilosis tulang dan imobilitas total.

Gambar 2.2 Rheumatoid Arthritis

Gambar 2.3 Rheumatoid Arthritis2.7 Manifestasi klinisGejala klinis rheumatoid arthritis adalah kaku sendi pada waktu pagi hari, arthritis simetris, kebanyakan pada jari tangan. Pada fase lanjut bisa menyerang sendi kaki, bahu dan vertebra. Bisa terjadi manifestasi ekstraartikuler seperti nodul rheumatoid, vaskulitis dan menyerang organ vital (misalnya: nefritis).

Anamnesis a. Riwayat penyakit, diperlukan riwayat penyakit yang deskriptif dan kronologis.b. Umur, penyakit reumatik dapat menyerang semua umur, tetapi frekuensi penyakit terdapat pada umur tertentu, penyakit rheumatoid atritis banyak ditemukan pada usia lanjut.c. Jenis kelamin, penyakit rheumatoid arthritis lebih banyak diderita oleh wanita dari pada pria dengan perbandingan 3:1.d. Nyeri sendi, nyeri merupakan keluhan utama pada pasien dengan reumatik.. Pada pasien RA, nyeri paling sering terjadi pada pagi hari, membengkak disiang hari, dan sedikit lebih berat dimalam hari.e. Kaku sendi, merupakan rasa seperti diikat, pasien merasa sukar untuk menggerakan sendinya. Keadaan ini biasanya akibat desakan cairan yang berada disekitar jaringan yang mengalami inflamasi.f. Bengkak sendi dan deformitas, pasien sering mengalami bengkak sendi, perubahan warna, perubahan bentuk, dan perubahan posisi struktur ekstremitas (dislokasi atau sublukasi).g. Disabilitas dan handicap, disabilitas terjadi apabila suatu jaringan, organ, atau sistem tidak dapat bekerja secara adekuat. Handicap adalah apabila disabilitas menyebakan aktivitas sehari-hari terganggu, termasuk aktivitas sosial.h. Gejala siskemik, penyakit sendi inflamator baik yang disertai maupun tidak disertai keterlibatan multisystem akan menyebabkan peningkatan reaktan fase akut seperti peninggian LED atau CRP. Selain itu akan disertai dengan gejala siskemik seperti panas, penuruanan berat badan, kelelahan, lesu, dan mudah terangsang. Kadang-kadang pasien mengeluhkan hal yang tidak spesifik seperti merasa tidak enak badan. Pada orang tua disertai dengan gangguan mental.i. Gangguan tidur dan depresi, ganguan tidur dapat disebabkan oleh adanya nyerikronik, terbentuknya fase reaktan, obat anti inflamasi nonsteroid.Pemeriksaan Fisik :Pemeriksaan fisik pada sistem musculoskeletal meliputi:1) Gaya berjalan yang abnormal pada pasien RA yaitu pasien akan segera mengangkat tungkai yang nyeri atau deformasi, sementara tungkai yang nyeriakan lebih lama diletakkan dilantai, biasanya diikut oleh gerakan lengan yang asimetris, disebut gaya berjalan antalgik.2) Sikap/postur badan, pasien akan berusaha mengurangi tekanan artikular pada sendi yang sakit dengan mengatur posisi sendiri tersebut senyaman mungkin, biasanya dalam posisi fleksi.3) Deformasi, akan lebih terlihat pada saat bergerak.4) Perubahan kulit, kemerahan disertai dengan kemerahan disertai deskuamasi pada kulit disekitar sendi menunjukan adanya inflamasi pada sendi.5) Kenaikan suhu sekitar sendi, menandakan adanya proses inflamasi di daerah sendi tersebut.6) Bengkak sendi bisa disebabkan karena cairan, jaringa lunak, atau tulang.7) Nyeri raba8) Pergerakan sinovitis menyebabkan berkurangnya luas gerak sendi pada semua arah.9) Krepitus, merupakan bunyi yang dapat diraba sepanjang gerakan struktur yang diserang.10) Atrofi dan penurunan kekuatan otot.11) Ketidakstabilan.12) Gangguan fungsi, gangguan fungsi sendi dinilai dengan observasi pada penggunaan normal seperti bangkit dari kursi atau kekuatan menggenggam.13) Nodul sering ditemukan dalam berbagai atopic, umunya ditemukan pada permukaan ekstensor (punggung tangan, siku, tumit belakang, sacrum).14) Perubahan kuku, adanya jari tangan, timble pitting onycholysis atau serpihan darah.15) Pemeriksaan sendi satu persatu, meliputi pemeriksaan rentang pergerakan sendi, adanya bunyi krepitus dan bunyi lainnya.16) AR mempengaruhi berbagai organ dan sistem lainnya yaitu :a) Kulit : nodul subkutan (nodul rheumatoid) terjadi pada banyak pasien dengan RA yang nilai RF-nya normal, sering lebih dari titik-titik tekanan (misalnya, olekranon. Lesi kulit dapat bermanifestasi sebagai purpura teraba atau ulserasi kulit).b) Jantung : morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler yang meningkat pada pasien RA. Faktor resiko non tradisional tampak memainkan peran penting. Serangan jantung, disfungsi miokard, dan efusi perikrdial tanpa gejala yang umum dan gejala perikarditis konstriktif jarang. Miokarditis, vaskulitis koroner, penyakit katup, dan cacat konduksi kadang-kadang diamati.c) Paru : RA mempengaruhi paru-paru dalam beberapa bentuk termasuk efusi pleura, fibrosis interstisial, nodul (Caplan sindrom), dan obliterans bronchiolitis-pengorganisasian pneumonia.d) Ginjal : ginjal biasanya tidak terpengaruh oleh RA langsung. Umumnya akibat pengaruh obat-obatan (misalnya : obat anti-inflamatory peradangan (amyloidosis)).e) Vascular : lesi vaskuler dapat terjadi diorgan mana saja namun yang paling sering ditemukan di kulit. Lesi dapat hadir sebagai perpura gambling, borok kulit, atau infak digital.f) Hematologi : sebagian besar pasien aktif memiliki penyakit anemia kronis, termasuk anemia normokromik-normositik, trombositiosis, dan eosinofilik, meskipun yang terakhir ini sering terjadi. Leukopenia ditemukan pada pasien dengan sindrom Felty.g) Neurologis : biasanya saraf jeratan, seperti padasaraf median di carpal, lesi vasculitis, multiple mononeuritis, dan myelopathy leher rahim dapat menyebabkan konsekuensi serius neurologis.h) Okular : keratoconjunctivitis siscca adalah umum pada orang dengan RA dan sering manifestasi awal dari sindrom Sjogren sekunder. Mata mungkin juga episkleritis uveitis, dan scleritis nodular yang dapat menyebabkan scleromalacia.

Gambar 2.4 Manifestasi klinis Rheumatoid ArthritisKerusakan struktur artikular dan periartikular (tendon dan ligamentum) menyebabkan terjadinya deformitas. Bentuk-bentuk yang bisa ditemukan pada penderita AR dirangkum dalam tabel berikut.Tabel 2.2. Bentuk-bentuk Deformitas pada Artritis ReumatoidBentuk DeformitasKeterangan

Deformitas leher angsa (swan-neck)Hiperekstensi PIP dan fleksi DIP

Deformitas boutonnireFleksi PIP dan hiperekstensi DIP

Deviasi ulnaDeviasi MCP dan jari-jari tangan kearah ulna

Deformitas kunci piano (piano-key)Dengan penekanan manual akan terjadi pergerakan naik dan turun dari ulnar styloid, yang disebabkan oleh rusaknya sendi radioulnar.

Deformitas Z-thumbFleksi dan subluksasi sendi MCP I dan hiperekstensi dari sendi interfalang.

Arthritis multilansSendi MCP, PIP, tulang carpal dan kapsul sendi mengalami kerusakan sehingga terjadi instabilitas sendi dan tangan tampak mengecil (aperetta glass hand)

Halux valgusMTP I terdesak kearah medial dan jempol kaki mengalami deviasi kearah luar yang terjadi secara bilateral.

Gambar 2.5 Deformitas swan neck

Gambar 2.6 Deviasi ulna

2.7 Halux Vagus2.8 DiagnosisKriteria diagnosis sebelumnya menurut ACR 1987, sebagai berikut:1. Kaku pagi: kaku sekitar sendi paling sedikit selama 1 jam pada waktu pagi.2. Artritis pada 3 atau lebih area sendi yang ditentukan oleh dokter secara simultan. Terdapat pembengkakan jaringan lunak dan efusi, bukan hanya penulangan berlebihan (bony overgrowth). Ada 14 area sendi: interfalangs proksimal, metakarpofalangeal, pergelangan tangan, siku, lutut, pergelangan kaki dan metatarsophalangeal masing-masing kanan dan kiri.3. Artritis sendi tangan dan sekitarnya: pergelangan tangan, metakarpofalangeal, interfalangs proksimal.4. Artritis simetris: pada sendi yang sama (seperti pada kriteria 2) kanan dan kiri.5. Nodul reumatoid: nodul subkutan di atas penonjolan tulang, daerah ekstensor, daerah jukstaartikular yang ditentukan oleh dokter.6. Faktor rheumatoid serum: faktor rheumatoid yang positif dengan metode apapun. Hasil yang positif juga terdapat pada kurang dari 5% orang normal.7. Perubahan radiologis: kelainan khas pada tangan dan pergelangan tangan berupa erosi dan dekalsifikasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi.Kriteria 1-4 harus positif minimal 6 minggu. Untuk menegakkan diagnosis AR perlu minimal 4 kriteria. Kriteria ini mempunyai sensitivitas 91% dan spesifisitas 74%.Rheumatoid arthritis dapat dibagi menjadi 4 tipe dari 7 gejala berdasarkan American College of Rheumatology(2010), yaitu: a) Rheumatoid arthritis klasik, pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu. b) Rheumatoid arthritis defisit, pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.c) Probable rheumatoid arthritis, pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.d) Possible rheumatoid arthritis, pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.Tabel 2.3 Pemeriksaan penunjang diagnostic untuk ARPemeriksaanTemuan

Laju endap darah*Sering meningkat >30 mm/jam, bisa digunakan untuk monitor perjalanan penyakit.

C-reactive Protein (CRP)*Umumnya meningkat sampai > 0,7 picogram/mL, bisa digunakan untuk monitor perjalanan pernyakit.

Hemoglobin/hematocrit*Sering menurun, Hb rata-rata sekitar 10gr/dL, anemia normokromik, mungkin juga normositik atau mikrositik.

Jumlah leukosit*Mungkin meningkat

Jumlah trombosit*Biasanya meningkat

Fungsi hati*Normal atau fosfatase alkali sedikit meningkat.

Rheumatoid Factor (RF)*Hasilnya negatif pada 30% AR stadium dini. Jika pemeriksaan awal negatif dapat diulang setelah 6-12 bulan dari onset penyakit. Bisa memberikan hasil positif pada beberapa penyakit seperti SLE, scleroderma, sindrom Sjogren, penyakit keganasan, sarkoidosis, infeksi (virus, parasite atau bakteri). Tidak akurat untuk penilaian perburukan penyakit.

Foto polos sendi*Mungkin normal atau tampak adanya osteopenia atau erosi dekat celah sendi pada stadium awal penyakit. Foto pergelangan tangan dan pergelangan kaki penting untuk data dasar, sebagai pembanding dalam penelitian selanjutnya.

MRIMampu mendeteksi adanya erosi sendi lebih awal dibandingkan dengan foto polos. Tampilan struktur sendi lebih rinci.

Anticyclic citrullinated peptide antibody (anti-CCP)Berkorelasi dengan perburukan penyakit. Sensitivitasnya meningkat bila dikombinasi dengan pemeriksaan RF. Lebih spesifik dibandingkan RF. Tidak semua laboratorium memiliki fasilitas pemeriksaan anti-CCP.

Anti RA33Merupakan pemeriksaan lanjutan bila RF dan anti-CCP negatif.

Antinuclear Antibody (ANA)Tidak terlalu bermakna untuk penilaian AR.

Konsentrasi komplemenNormal atau meningkat.

Imunoglobulin (Ig)Ig -1 dan -2 mungkin meningkat.

Pemeriksaan cairan sendiDiperlukan bila diagnosis meragukan. Pada AR tidak ditemukan Kristal, kultur negatif dan kadar glukosa rendah.

Fungsi ginjalTidak ada hubungan langsung dengan AR, diperlukan untuk memonitor efek samping terapi.

UrinalisisHematuria mikroskopik atau proteinuria bisa ditemukan pada kebanyakan penyakit jaringan ikat.

*DIrekomendasikan untuk evaluasi awal AR.2.9 Diagnosis Banding1 Artritis viral (parvovirus, rubella, Chikungunya)2 Artritis reaktif (paskainfeksi tenggorok, gastrointestinal, seksual)3 Seronegative spondyloarthropathy (psoriasis, ankylosing spondylitis, inflammatory bowel disease)4 Penyakit kolagen (SLE, scleroderma)5 Polymyalgia rheumatic6 Gout kronis7 Fibromyalgia2.10 Management1. Non-farmakologisa. EdukasiPendekatan edukatif untuk pasien dan keluarga tentang penyakit dan pengobatannya untuk meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan. b. IstirahatPerencanaan aktivitas mutlak diperlukan bagi pasien rheumatoid arthritis karena penderita biasanya disertai dengan rasa lelah yang hebat. Kekakuan dan rasa kurang nyaman biasanya dapat diperingan dengan beristirahat.c. Latihan-latihan spesifikLatihan spesifik ini dapat berupa :1) Gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, minimal dua kali dalam sehari.2) Kompres panas pada sendi. Tujuan dari kompres panas ini untuk mengurangi nyeri pada sendi.Latihan latihan ini bertujuan untuk mempertahankan fungsi sendi.d. Alat pembantu dan adaptifAlat pembantu dan adaptif ini mungkin diperlukan saat melakukan aktivitas sehari-hari, seperti tongkat untuk membantu berdiri dan berjalan.

2. Terapi Farmakologisa. AnalgesikParasetamol 3x500-1000 mgb. NSAIDNSAID digunakan untuk terapi simtomatis, mengurangi nyeri. NSAID bekerja menghambat cyclooxygenase (COX) yang merubah derivat asam arakidonat menjadi PG. Terdapat 2 isoform COX, yaitu COX-1 yang menghasilkan PG bersifat protektif terhadap mukosa lambung dan vaskuler ginjal, serta COX-2 yang menghasilkan PG yang menimbulkan inflamasi (misalnya pada sendi). Hambatan NSAID pada COX-1 menekan PG yang protektif dan menimbulkan ES (efek samping) pada saluran cerna, sedangkan hambatan pada COX-2 mengurangi nyeri dan inflamasi. NSAID yang selektif terhadap COX-2 dapat mengurangi ES pada lambung. ES pada saluran cerna meliputi gastritis, duodenitis ringan sampai perdarahan berat lambung dan colon. Untuk mengurangi ES dianjurkan penggunaan bersama dengan penyekat H-2, atau penyekat pompa proton. Frekuensi ES pada ginjal adalah sekitar 5%, dari nefritis sampai gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis.c. DMARDs (Disease Modifying Anti-Rheumatoid Drugs)DMARDs digunakan untuk terapi kausal karena bisa menghambat progresifitas penyakit, tetapi efek baru terlihat setelah 4-16 minggu. Karena ES cukup tinggi perlu pemantauan ketat. DMARDs harus diberikan sedini mungkin dan tetap diberikan selama fase aktif AR.

Tabel 2.4 DMARDs (Disease Modifying Anti-Rheumatoid Drugs)DMARDs/dosisES(sering)ES (jarang)PemantauanKeuntungan

Klorokuin/Hidrokisklorokuin 200-400 mg/hariMual, pusingDeposisi di retina, leukopenia, trombopenia, hiperpigmentasiCek retina tiap 6 bulanTidak perlu pemantauan ketat, murah. Bisa digunakan jika dx belum pasti. Angka remisi +- 50%.

Sulfasalazin 500-2000 mg/hariMual, pusing, diare, ruam, stomatitis, oligospermia (reversible), ggg hatileukopeniaDL, LFT

Onset lebih cepat (8-12 mgg). Bisa digunakan jika dx belum pasti. Angka remsi +- 60%.

Metotreksa 5-30 mg/mingguMual, pusing, diare, ruam, stomatitis, ggg hati, alopesiaLeukopenia/TrombopeniaPneumonitisSepsisHepatitis Lymphoma

DL, LFT, RFT, hindari alkohol, tambahkan asam folat 1 mg/hariOnset lebih cepat (6-10 minggu), bisa digunakan pada dx yang belum pasti. Angka remisi +- 65%.

Azatioprin 1-2 mg/kgBBMual, pusingLeukopeniaSepsisLymphoma DL, LFTDapat digunakan pada ggg fx ginjal

Siklosporin 5 mg/kgBB/hariParaestesia, tremor, pusingHipertensiNefritisSepsisHypertrichosisHipertrofi gingivaDL, LFT, RFT, TensiAngka remisi +- 50%

Leflunomide 100 mg/hari (3 hari) 10-20 mg/hariAlopesia, diare, mual, ruamLeukopeniaHepatitisTrombopenia DL, LFT, RFT, TensiAngka remisi +- 50%

Kriteria remisi komplet:1. Kaku sendi pagi