pustaka-ilustrasi kasus...docx

53
TINJAUAN PUSTAKA 1. HORMON STEROID 1.1 KELENJAR ADRENAL Kedua kelenjar adrenal, yang masing-masing mempunyai berat kira-kira 4 gram, terletak di kutub superior kedua ginjal. 1 Kelenjar adrenal terdiri dari dua lapis yaitu korteks dan medula adrenal. Korteks adrenal menghasilkan banyak hormon steroid, dan yang paling penting adalah kortison, aldosteron, dan androgen adrenal, sedangkan medula adrenal menghasilkan katekolamin. Penyakit-penyakit kelenjar adrenal yang menyebabkan endokrinopati seperti sindrom cushing, penyakit addison, hiperaldosteronisme, dan sindrom hiperplasia adrenal kongenital. 2 1.1.1 Korteks adrenal Sel-sel korteks dapat mensintesis kolesterol dan mengambilnya dari sirkulasi. Kolesterol diubah menjadi 5-pregnenolon yang merupakan bahan dasar semua steroid. 2,3 Steroid yang penting adalah: a. Kortisol (hidrokortison) Disekresi setiap hari, umumnya berasal dari zona fasikulata (lapisan tengah) dan zona retikularis

Transcript of pustaka-ilustrasi kasus...docx

TINJAUAN PUSTAKA

1. HORMON STEROID1.1 KELENJAR ADRENAL Kedua kelenjar adrenal, yang masing-masing mempunyai berat kira-kira 4 gram, terletak di kutub superior kedua ginjal.1 Kelenjar adrenal terdiri dari dua lapis yaitu korteks dan medula adrenal. Korteks adrenal menghasilkan banyak hormon steroid, dan yang paling penting adalah kortison, aldosteron, dan androgen adrenal, sedangkan medula adrenal menghasilkan katekolamin. Penyakit-penyakit kelenjar adrenal yang menyebabkan endokrinopati seperti sindrom cushing, penyakit addison, hiperaldosteronisme, dan sindrom hiperplasia adrenal kongenital.21.1.1 Korteks adrenal Sel-sel korteks dapat mensintesis kolesterol dan mengambilnya dari sirkulasi. Kolesterol diubah menjadi 5-pregnenolon yang merupakan bahan dasar semua steroid.2,3 Steroid yang penting adalah:a. Kortisol (hidrokortison)Disekresi setiap hari, umumnya berasal dari zona fasikulata (lapisan tengah) dan zona retikularis (lapisan dalam) korteks adrenal.1 Kortisol adalah salah satu jenis glukokortikoid dengan aktivitas yang sangat kuat, mencakup kira-kira 95% dari seluruh aktivitas glukokortikoid).2,4b. Dehidroepiandrosteron (DHEA)Disekresi oleh lapisan yang sama dan kira-kira dalam jumlah yang sama dengan kortisol.1,5c. AldosteronMerupakan salah satu jenis mineralokortikoid dengan aktivitas yang sangat kuat, mencakup kira-kira 90% dari seluruh aktivitas mineralokortikoid.2 Disekresi oleh zona glomerulosa (lapisan luar) yang juga memproduksi beberapa jenis kortikosteroid lain dan sedikit testosteron dan estrogen.1Zona dan steroidogenesisZona-zona korteks adrenal yang terpisah mensintesis hormon spesifik, menunjukkan kemampuan enzimatis setiap zona untuk mentransformasi dan hidrolisis steroid tertentu. Zona luar (glomerulosa) mengandung enzim untuk biosintesis aldosteron, dan zona dalam (fasikulata dan retikularis) adalah tempat biosintesis kortisol dan androgen.2,3 Zona glomerulosa yang menghasilkan aldosteron, apabila terjadi gangguan aktivitas 17-hydroxylase maka tidak dapat mensintesis 17-hidroxipregnenolon dan 17-hidroksiprogesteron yang merupakan prekursor kortisol dan androgen adrenal. Sintesis aldosteron oleh zona ini terutama diatur oleh renin-angiotensi dan kalium. Zona fasikulata dan retikularis menghasilkan kortisol, androgen adrenal, dan sejumlah kecil estrogen. Zona-zona ini terutama diatur oleh ACTH.21.1.2 Medula adrenalMerupakan 20% bagian kelenjar, terletak di pusat kelenjar dan secara fungsional berkaitan dengan sistem saraf simpatis, mensekresi hormon-hormon epinefrin dan norepinefrin sebagai respon terhadap rangsangan simpatis. Selanjutnya, hormon-hormon ini akan menyebabkan efek yang hampir sama dengan perangsangan langsung pada saraf-saraf simpatis di seluruh bagian tubuh.11.2 STEROID Steroid adrenal mengandung 19 dan 21 atom karbon. Steroid C19 dengan satu gugus keton pada C117 dinamakan 17-ketosteron. Steroid C19 mempunyai aktivitas predominan androgenik. Steroid C21 dengan gugus hidroksil pada posisi 17 dinamakan 17-hidroksikortikosteron. Steroid C21 mempunyai kandungan glukokortikoid dan mineralokortikoid. Glukokortikoid adalah steroid C21 yang bekerja predominan pada metabolisme intermediet, sedangkan mineralokortikoid adalah steroid C21 yang bekerja predominan pada metabolisme kalium dan natrium.2

Gambar 1.Biosintesis steroid dalam kelenjar adrenal.2Sekresi kortisol diatur oleh tiga sistem yang bekerja serentak:21) Pelepasan kortisol berlangsung bergelombang menyebabkan adanya ritme diurnal sekresi kortisol sehingga terjadi kadar plasma maksimal pada jam 06.00 dan menurun sampai kira-kira setengah maksimum pada jam 22.00. Ritme intrinsik ini diatur oleh otak yang dicetuskan oleh cahaya melalui hipotalamus yang melepaskan corticotropin releasing factor (CRF) dan ACTH dilepaskan hipofisis.2) Melalui respon terhadap stres mental dan fisis, juga melalui CRF dan ACTH. Respon berlangsung hanya beberapa menit dan menghasilkan kortisol dan menyimpannya dalam jumlah yang mampu meningkatkan kadar kortisol plasma sesuai kebutuhan. 3) Melalui mekanisme umpan balik dengan pengaturan sekresi ACTH oleh kortisol (dan oleh glukokortikoid sintetik), sedangkan produk steroid lain dari korteks adrenal tidak mempunyai efek ini. 2. SINDROM CUSHING Insidens sindrom cushing ini adalah 1,2-2,4 per 1 juta penduduk dan prevalensinya adalah sekitar 40 per 1 juta penduduk. Kortisol plasma berlebihan (hiperkortisolisme) menyebabkan suatu gambaran yang dikenal dengan sindrom Cushing.62.1 DEFINISI Cushing melukiskan suatu sindrom yang ditandai dengan obesitas badan (truncal obesity), hipertensi, mudah lelah, kelemahan, amenorea, hirsutisme, striae abdomen berwarna ungu, edema, glikosuria, osteoporosis, dan tumor basofilik hipofisis. Sindrom ini kemudian dinamakan sindrom cushing.62.2 ETIOLOGI DAN KLASIFIKASIKlasifikasi sindrom cushing berdasarkan penyebab:Tabel 1. Klasifikasi Sindrom Cushing Berdasarkan Penyebab

Penyebab Sindrom Cushing

Hiperplasia Adrenal Sekunder terhadap kelebihan ACTH hipofisis Disfungsi hipotalamik hipofisa Mikro dan makroadenoma yang menghasilkan ACTH hipofisis Sekunder terhadap tumor neuroendokrin yang menghasilkan ACTH atau CRH (karsinoma bronkogenik, karsinoid timus, karsinoma pankreas, adenoma bronkus)Hiperplasia Noduler AdrenalNeoplasia Adrenal Adenoma KarsinomaPenyebab eksogen, iatrogenik Penggunaan glukokortikoid jangka lama Penggunaan ACTH jangka lama

Tanpa mempertimbangkan etiologi, semua kasus sindrom cushing endogen disebabkan oleh peningkatan produksi kortisol oleh adrenal. Pada kebanyakan kasus penyebabnya adalah hiperplasia adrenal bilateral oleh karena hipersekresi ACTH hipofisis atau produksi ACTH oleh tumor non-endokrin.6,7 Individu yang mempunyai tumor hipofisis yang menghasilkan ACTH dipastikan sebagai penyakit Cushing, tanpa mempertimbangkan apakah tumor dikenali secara radiografi.6Tumor non-endokrin bisa mensekresi polipeptida yang secara biologik, kimiawi, dan imunologik tak dapat dibedakan dari ACTH dan CRH dan menyebabkan hiperplasia adrenal bilateral. Tanda-tanda dan simtom khas dari sindrom cushing tidak bisa dijumpai atau minimal dengan produksi ACTH ektopik, alkalosis hipokalemik merupakan manifestasi yang predominan. Kebanyakan dari kasus ini berkaitan dengan primitive small cell (oat cell) tipe dari karsinoma bronkogenik atau tumor timus, pankreas, ovarium, karsinoma medula tiroid, atau adenoma bronkus. Pasien dengan tumor karsinoid atau feokromositoma mempunyai perjalanan klinis yang lebih lama dan biasanya menunjukan gambaran cushingoid tipikal. Tumor-tumor ini bisa memproduksi ACTH dalam jumlah besar, steroid biasanya jelas meningkat, dan bisa dijumpai pigmentasi kulit. Hiperpigmentasi pada pasien dengan sindrom cushing hampir selalu menunjukkan tumor ekstra adrenal baik diluar atau didalam kranium.6,7,82.2 PATOFISIOLOGISindrom cushing endogen adalah kondisi klinis yang terjadi akibat peningkatan sekresi endogen kortisol jangka panjang sehingga terjadi peningkatan kadar kortisol bebas di dalam plasma, ditandai dengan hilangnya mekanisme umpan balik normal aksis hipotalamo-pituitari-adrenal dan irama sikardian sekresi kortisol. Kondisi lainnya dimana juga terjadi peningkatan kadar kortisol bebas di dalam plasma tanpa disertai Cushingoid state, seperti pada perawatan ICU jangka lama, tidak dikelompokkan pada sindrom Cushing.7 Hubungan antara peningkatan kadar glukokortikoid dengan hipertensi sangat kompleks dan masih belum dimengerti sepenuhnya. Mekanismenya meliputi peningkatan angiotensinogen yang dihasilkan oleh hati, pengaturan sistem sentral fungsi barorefleks, tonus simpatis, inhibisi vasodilator dan peningkatan sistem vasokonstriktor pada jaringan pembuluh darah, peningkatan reaktivasi pembuluh darah oleh glukokortikoid terhadap norepinefrin, pengaruh sodium dan volume homeostasis, dan peningkatan aktivitas local endothelial growth factor. Enzim 11 -hydroxysteroid dehydrogenase-1 yang mengaktifkan kortisol dari bentuk 11-keto menyebabkan terjadinya obesitas viseral dengan resistensi insulin dan dislipidemia.8 Dari pengamatan yang dilakukan disimpulkan bahwa penyakit ataupun sindrom cushing pada umumnya disertai dengan depresi berat dan ansietas seiring dengan peningkatan produksi dan sekresi glukokortikoid seperti kortisol. Peningkatan sekresi kortisol ini diperkirakan memainkan peranan penting dalam patofisiologi terjadinya depresi pada pasien cushing.8Efek glukokortikoid pada metabolisme lipid adalah kompleks. Kortisol meningkatkan lipolisis seluruh tubuh, tetapi hiperkortisolemia kronik menyebabkan peningkatan massa lemak. Glukokortikoid menginduksi aktivitas hormon sensitif lipase dalam jaringan adiposa, meningkatkan hidrolisis trigliserida di dalam jaringan adiposa. Hiperkortisolemia menstimulasi aktivitas lipoprotein lipase yang kemudian berpotensi menyebabkan hiperinsulinemia, menyebabkan terjadinya lipolisis intravaskular, dan meningkatkan ambilan asam lemak tidak jenuh dan gliserol dari jaringan adiposa. Telah diperlihatkan bahwa glukokortikoid menghambat aktivitas protein kinase yang diaktivasi oleh AMP dalam jaringan adiposa, diperkirakan merupakan mekanisme tambahan untuk menjelaskan terjadinya deposisi jaringan lemak viseral dan obesitas sentral pada pasien hiperkortisolemia.92.3 GEJALA DAN TANDABanyak tanda dan gejala sindrom cushing yang menyertai kerja glukokortikoid. Mobilisasi jaringan ikat suportif perifer menyebabkan kelemahan otot dan kelelahan, osteoporosis, striae kulit, dan mudah berdarah bawah kulit. Peningkatan glukoneogenesis hati dan resistensi insulin menyebabkan gangguan toleransi glukosa. Diabetes melitus klinis dijumpai pada 20% pasien yang mungkin bersifat individu dengan predisposisi diabetes. Hiperkortisolisme mendorong penumpukan jaringan adiposa pada tempat-tempat tertentu khususnya di wajah bagian atas (moon face), daerah antara kedua tulang belikat (buffalo hump) dan mesenterik (obesitas badan). Alasan untuk distribusi yang aneh dari jaringan adiposa ini belum diketahui, tetapi berhubungan dengan resistensi insulin dan atau peningkatan kadar insulin. Wajah tampak pletorik tanpa disertai dengan peningkatan kadar sel darah merah. Hipertensi sering terjadi, dan bisa dijumpai perubahan emosional, mudah tersinggung dan emosi labil sampai depresi berat, bingung, atau psikosis. Pada wanita, peningkatan kadar androgen adrenal dapat menyebabkan timbulnya jerawat, hirsutisme, dan oligomenore atau amenorea. Beberapa tanda dan simtom pada pasien hiperkortosolisme yaitu obesitas, hipertensi, diabetes, dan osteoporosis adalah non-spesifik dan karena itu kurang membantu dalam mendiagnosis hiperkortisolisme. Sebaliknya tanda-tanda mudah berdarah, striae yang khas, miopati dan virilisasi (meskipun kurang sering) adalah lebih sugestif sindrom cushing.6Tanda yang membedakan pasien sindrom cushing dengan pseudo-cushing adalah ditemuinya miopati proksimal, mudah terjadinya lebam, dan kelemahan. Sementara buffalo hump, obesitas, hirsutisme sulit digunakan untuk membedakannya.7,8 Masalah yang terkait dengan sindrom cushing, seperti diabetes melitus dan hipertensi dapat menjadi alasan utama pasien mencari pertolongan medis.7,9 Kecuali pada sindrom cushing iatrogenik, kadar kortisol plasma dan urine meningkat. Kadang-kadang hipokalemia, hipokloremia, dan alkalosis metabolik dijumpai, terutama dengan produksi ACTH ektopik.6,102.4 DIAGNOSIS Problem diagnostik adalah membedakan pasien dengan sindrom cushing ringan dari hiperkortisolisme fisiologis ringan atau pseudo-Cushing. Termasuk didalamnya fase depresi gangguan afektif, alkoholisme, penghentian dari intoksikasi alkohol, atau gangguan makan seperti anoreksia dan bulimia nervosa.6,11 Untuk skrining awal dilakukan tes supresi deksametason tengah malam. Diagnosis definif ditetapkan bila gagal menurunkan kortisol urin menuju ke 7,5 mg per hari, tetapi kurang atau sama dengan 30 mg prednison atau setara perhari.19 Menurut Balo. 2013, metilprednisolon adalah salah satu glukokortikoid yang poten dengan salah satu efek samping adalah terjadinya supresi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal dan sindrom cushing pada pemberian dosis lebih dari 20 mg prednison atau setara dengan 16 mg metilprednisolon per hari selama lebih dari 3 minggu.26Diagnosis differensial yang dikirkan pada pasien ini adalah Pseudo-Cushingoid state. Pseudo-Cushingoid state difikirkan karena adanya gejala depresi pada pasien serta tidak begitu jelasnya tanda-tanda Cushing yang dapat menegaskan adanya suatu sindrom cushing. Menurut Price, et.al.1998, adanya miopati proksimal, easy bruising, dan fragilitas kulit adalah tanda utama yang dapat membedakan kedua kondisi ini. Psedu-Cushing state didefinisikan sebagai suatu kondisi klinis yang menyerupai sindrom cushing disertai bukti hiperkortisolisme, tetapi mengalami perbaikan dengan teratasinya kondisi yang mendasarinya. Pada pasien depresi yang disertai dengan gejala cushing, memiliki respon yang baik pada pemeriksaan insulin-induced hypoglicemia.7 Dengan penelusuran lebih lanjut, disimpulkan bahwa pasien ini belum mengalami depresi, melainkan hanya merupakan perubahan mood yang wajar. Pasien ini mengalami gangguan cemas dan perubahan mood terkait dengan sindrom cushing yang sudah dideritanya sebelumnya. Hormon kortisol ini berhubungan dengan sindrom depresi, dan pasivitas.23 Starkman, et.al. 2000, menyatakan bahwa mood depresi pada tiga perempat pasien yang diteliti. Amin biogenik telah berperanan dalam regulasi hipotalamus terhadap pelepasan hormon dari hipofisis anterior, termasuk ACTH. Ada banyak literatur yang menyatakan hubungan antara amin biogenik ini dengan depresi. Setidaknya, beberapa kejadian depresi ini juga berhubungan dengan defisiensi relatif atau absolut dari katekolamin, norepinefrin tertentu, khususnya reseptor adrenergik di otak. Selain itu, adanya peptida neuroaktif mungkin merupakan hal yang sangat penting. Satu contoh peptida adalah -endorfin, berasal dari prekursor yang sama dengan ACTH di hipofisis anterior. -endorfin dan ACTH disekresikan secara bersamaan dalam jumlah yang meningkat sebagai respon terhadap stimulus ACTH. Kadar -endorfin ditemukan meningkat pada pasien dengan sindrom cushing. Peranannya dalam penyakit psikiatrik belum dimengerti sepenuhnya. Walaupun pada studi sebelumnya melaporkan adanya gejala psikiatrik pada pasien yang diberikan -endorfin atau antaginis opiat.24 Atrofi otak dan perubahan pada hipokampus yang disebabkan oleh peningkatan sekresi kortisol diperkirakan memainkan peranan penting dalam hal terjadinya gejala psikiatrik pada pasien. Mekanisme pasti yang diinduksi oleh glukokortikoid ini pada hipokampus adalah berkurangnya volumenya.25Efek fisiologi glukokortikoid termasuk pengaturan metabolisme protein, karbohidrat, lemak, dan asam nukleat. Glukokortikoid meningkatkan kadar glukosa darah dengan bekerja sebagai antagonis insulin dan dengan menekan sekresi insulin. Dengan demikian, menghambat ambilan glukosa perifer, meningkatkan glukoneogenesis dan meningkatkan kandungan glikogen hati. Hal ini adalah faktor yang menyebabkan terjadinya glucose intolerance pada pasien ini yang berujung pada diabetes mellitus. Glukokortikoid mengatur mobilisasi asam lemak dengan meningkatkan aktivitas lipase sel oleh lipid mobilizing hormone (misal: katekolamin dan peptida hipofisa). Kerja kortisol pada protein dan jaringan adiposa berbeda pada bagian tubuh berbeda. Contoh, dosis farmakologik kortisol dapat menurunkan matriks protein pada kolumna vertebralis (tulang trabekula), tetapi pada tulang panjang (terutama tulang padat) dipengaruhi hanya sedikit; hal yang sama, massa jaringan adiposa menurun, sedangkan lemak abdomen dan interscapular bertambah.6Pasien ini mengalami leukositosis dengan neutrofilia serta limfopenia relatif. Leukositosis neutrofilik dan limfopenia relatif berhubungan dengan sindrom cushing ini. Reseptor glukokortikoid diekspresikan pada leukosit dan diketahui memainkan peranan penting pada adesi dan rekrutment leukosit dari sumsum tulang. Menurut Iraqi, et.al, 2014, pasien cushing dengan leukositosis adalah sekitar 40% kasus. Sebagian besar kasus akan mengalami remisi seiring dengan penurunan kadar glukokortikoid dalam darah.27 Insiden terjadinya limfopenia relatif pada pasien cushing adalah sangat jarang yaitu sekitar 19,4 10,8%.28Penyebab neoplasia adrenal pada pasien ini belum bisa disingkirkan. Kira-kira 20-25% pasien dengan sindrom cushing menderita neoplasia adrenal. Tumor ini biasanya unilateral dan kira-kira setengahnya adalah ganas (maligna). Dua bentuk spesifik menyebabkan hiperplasia nodular: penyakit autoimun familial pada anak-anak atau dewasa muda (disebut displasia korteks multinodular berpigmen) dan hipersensitifitas terhadap gastric inhibitory polypeptide.6 Oleh karena itu, pada pasieni ini masih bisa difikirkan untuk dilakukan pemeriksaan radiologis lanjutan yaitu CT Scan adrenal. Insufisiensi adrenal dapat terjadi pada pasien ini akibat penggunaan kortikosteroid. Melalui mekanisme umpan balik negatif, cushing iatrogenik dapat menyebabkan supresi adrenal dengan kadar kortisol endogen yang rendah. Supresi adrenal tergantung pada potensi, dosis, rute, durasi menggunakan preparat steroid. Adrenal insufisiensi dapat diantisipasi dengan pemberian prednisol 7,5 mg/hari selama lebih dari 3 minggu. Diagnosis dibuat berdasarkan konsentrasi kortisol dalam sirkulasi yang rendah yang gagal mengalami peningkatan saat dilakukan tes ACTH. Pasien dengan putus obat kortikosteroid seringkali mengalami gejala kelemahan, sulit tidur, nyeri-nyeri sendi berisiko mengalami krisis adrenal.31, 32Diagnosis systemic lupus erythematosus (SLE) pada pasien ini belum bisa dipastikan karena tidak adanya data laboratorium yang dapat menjadi dasar diagnostik pada pasien ini. Terhadap pasien ini dilakukan pemeriksaan ANA (antibodi antinuklear), dan anti ds-DNA yang merupakan antibodi terhadap native DNA. ANA yang positif ditemukan pada 98% pasien, ini adalah tes yang sensitif untuk skrining. Titer yang tinggi dari anti ds-DNA spesifik untuk SLE, tetapi juga memiliki korelasi dengan aktivitas penyakit, vaskulitis, dan nefritis.20 Diagnosis banding yang difikirkan pada pasien ini adalah artritis rheumatoid (AR) dengan skor ACR-EULAR 2010 adalah 5. Hal ini difikirkan sebagai diagnosis banding karena adanya nyeri-nyeri sendi kecil yang terjadi secara simetris pada pasien ini, walaupun karakteristik nyeri sendinya tidak begitu khas untuk AR. Perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa Anti-CCP apabila tidak terbukti adanya SLE pada pasien ini.29 Diagnosis banding lainnya dari SLE ini juga difikirkan adanya polimiositis dengan gejala adanya kelemahan, yang berhubungan dengan artralgia, mialgia. Untuk diagnosis pasti polimiositis ini perlu dilakukan pemeriksaan enzim otot yang mengalami peningkatan. Antibodi spesifik anti-Jo-1 dapat membantu membedakan polimiositis dengan SLE.30Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah dilakukan tappering off metilprednisolon yang diturunkan 4 mg per 2 minggu. Tujuan terapi adalah menormalisasi kadar kortisol serum. Pada pasien juga perlu diwaspai terjadinya insufisiensi adrenal.

DAFTAR PUSTAKA1. Guyton, Arthur C. Hormon Adrenokortikal dalam: Fisiologi Kedokteran. 2006. Jakarta: EGC. Hal. 1203-901. Piliang, Syafril, Chairul Bahri. Hormon Steroid dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2009. Jakarta: FKUI. Hal. 1995-20001. Brandt, Mark. Steroid Hormone Biosynthesis. 2003. P.1-61. BioHealth Diagnostics. Steroidal Hormone Principal Pathways. San Diego: Canon St. 20041. Craigie, Eilidh, John J. Mullin, Matthew A. Bailiy. Glucocorticoids and Mineralocorticoids. Weinhem: Verlag. 2008. P.1-371. Piliang, Syafril, Chairul Bahri. Hiperkortisolisme dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2009. Jakarta: FKUI. Hal. 2001-41. Price, John Newell, Peter Trainer, Michael Besser, Ashley Grossman. The Diagnosis and Differential Diagnosis of Cushings Syndrome and Pseudo-Cushings States. 1998. London: St. Bartholomews Hospital. P.647-651. Singer, Eugenia, Sebastian Strohm, Ursula Gobel, Markus Bieringer, Dierk Schmidt, Wolfgang Schneider. Cushings Disease, Hypertension, and Other Sequels. 2015. Germany: HELIOS. P.1001-51. Greenman, Yona. Management of Dyslipidemia in Cushings Syndrome. Israil: Tel-Aviv-Sourasky Medical Centre. 2010. P.91-951. Sharma, S.T, L.K Nieman, R.A Feelders. Comorbidities in Cushings disease. Netherlands: CE Rotterdam. 2015. P.187-921. Patient Information. Cushings Syndrome And Cushings Disease. 2013 Update1. The Endocrine Societys Clinical Guideline. The Diagnosis of Cushings Syndrome: An Endocrine Society Clinical Practice Guideline. P.5-211. Terzolo, M, A.Pia, G.Reimondo. Subclinical Cushings syndrome: definition and management. Italy: San Luigi. 2011. P.12-61. Prevedello, Daniel M, Sue M.Challinor, Nestor D.Tomycz, Paul Gardner, Ricardo L.Carrau, Carl Snyderman, et.al. Diagnosing, Managing Cushings Disease: A Multidisciplinary Overview. Pittsburgh: Syndermann. 2009. P.19-231. Iwasaki, Kiroaki. Reversible alterations in cardiac morphology and functions in a patient with cushings syndrome. 2014. Japan: Toshiba Ronkan Hospital1. Salles, Gil, Claudia Cardoso, Arnando R.Nogueira, Katia Bloch, Elizabeth Muxfeldt. Importance of the electrocardiographic strain pattern in patients with resistant hypertension. 2006. Brasil: Federal University of Rioi de Janeiro. P.437-411. Feelders, Richard A, and Leo J. Hofland. Medical Treatment of Cushings Disease. Netherlands: Erasmus Medical Centre. 2013. P.425-351. Karnath, Bernard, and Olugbenga Babatunde Ojo. Cushings Syndrome. Texas: Hospital Physician. 2008. P.25-91. Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik. Rekomendasi Pehimpunan Reumatologi Indonesia 20111. Menachem, Erez. Systemic Lupus Erythematosus. Israel: Sheba Medical Centre. 2010. P.665-721. Tsokos, George. Systemic Lupus Erythematosus. Israel: Deaconnes Medical Centre. 2011. P.2110-211. Mok CC, C S Lau. Pathogenesis of systemic lupus erythematosus. Hongkong: Koon Road. 2003. P.481-81. Boyle, Robert. The Anatomy and Physiology of The Human Stress Response. New York: Springer. 2013. P.1-171. Starkman, Monica, David E. Schteingart, Anthony Schork. Depressed Mood and Other Pscyhiatric Manifestations of Cushings Syndrome: Relationship to Hormone Levels. America: Elsevier. 1981. P.1-81. YF, Chen, Li YF, Chen Y, Sun QF. Neuropsychiatric disorders and cognitive dysfunction in patients with cushings disease. England Journal. 20131. Balo, Timea. Cushings Syndrome. 3rd Dept of Internal Medicine. 20131. Iraqi, Masri, Robenshtok E, Tzvetov G, Manistersky Y, Shimon I. Elevated White Blood Cell Count in Cushings Disease. Pubmed. 20141. T, Okamoto, Obara T, Ito Y, Izuo M, Yamashita T, Kanaji Y, et.al. Relative Lymphopenia in Cushings Syndrome. Japan: Pubmed. 19931. Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Diagnosis dan Pengelolaan Artritis Reumatoid. 20141. Jaw Ji, Tsai. SLE: Differential diagnosis with other connective tissue diseases. Section of Allergy and clinical Immunology Cathay General Hospital. 20041. Stewart, P. Iatrogenic Adrenal Suppression: diagnosis and management. UK: Harrogate. 20091. Emmelweis Egyetem, Altalnos Orvostudomnyi Kar, II. Belgygyszati Klinika, Budapest. Treatment of iatrogenic Cushing syndrome: questions of glucocorticoid withdrawal. Hungary: Pubmed. 2007