PKM-GT, Pemanfaatan Limbah Pod Kakao Utuk Menghasilkan Etanol Sebagai Sumber Energi Terbarukan
PTK POD Ekonomi Simposnas (New)
-
Upload
joo123456789 -
Category
Documents
-
view
244 -
download
12
description
Transcript of PTK POD Ekonomi Simposnas (New)
BAB XII
COMMERCIAL
Tujuan suatu produk dibuat adalah untuk mencari keuntungan bagi produsen
pembuat, atau dengan kata lain produk tersebut harus memiliki nilai keekonomian
(commercial) yang baik. Hal serupa juga terjadi dalam industri perminyakan, suatu
proyek yang dikembangkan oleh kontraktor haruslah memiliki nilai ekonomi atau
dengan kata lain harus menguntungkan bagi kontraktor.
Hal ini terjadi karena proyek pengembangan lapangan membutuhkan biaya yang
cukup besar dari segi investasi, teknologi yang digunakan sampai pada fase
komersil.Resiko kegagalan yang cukup besar juga menyebabkan kontraktor harus
memikirkan sisi ekonomi secara serius untuk meminimalkan resiko-resiko tersebut.
Analisa keekonomian untuk suatu proyek pengusahaan lapangan migas adalah
evaluasi atau analisa atas keuntungan proyek yang disebut cash flow, yaitu sejumlah
uang yang diterima atau dikeluarkan dari waktu ke waktu sepanjang masa proyek.
Pengeluaran uang dari waktu ke waktu adalah untuk modal usaha atau investasi, biaya
operasi dan lain-lain. Sedangkan penerimaan uang dari waktu ke waktu adalah
sejumlah uang yang akan diterima sebagai hasil penjualan komoditi yang dalam hal ini
berupa minyak atau gas bumi.
12.1 Biaya Pengembangan Lapangan
Pada suatu lapangan yang masih mempunyai nilai ekonomis untuk dapat
dikembangkan lebih lanjut, maka selanjutnya dilakukan pemboran untuk mendapatkan
data-data yang lebih akurat dan lengkap.Dengan data ini nantinya dapat digunakan
untuk mengembangkan lapangan tersebut dan dapat dilihat nilai keekonimisannya.
Biaya pengenbangan Lapangan ini meliputi :
1. sunk cost / pre production cost ( POD I)
merupakan biaya pengembangan lapangan awal, yang merupakan
pengembangan lapangan pertama kali dalam suatu wilayah kerja.
2. biaya pemboran dan komplesi
merupakan biaya yang dikeluarkan untuk kegitan pemboran dan juga komplesi
pada suatu lapangan.Dalam pemboran yang harus benar – benar kita perhatikan
adalah efisiensinya, efisiensi yang dimaksud adalah bagaimana pemilihan casing
yang baik, bagaimana penyusunan drilling string yang efektif, serta bagaimana
lumpur yang akan digunakan pada tiap lapisan formasi, karena hal tersebut
menyangkut faktor pembiayaan
3. biaya fasilitas produksi,
biaya yang diperlukan untuk semua peralatan dipermukaan yang berfungsi untuk
menyalurkan fluida produksi dari kepala sumur menuju fasilitas pemisah hingga
sampai ke fasilitas penampungan. Secara garis besar, proses pengaliran fluida
hidrokarbon dari kepala sumur menuju tangki pengumpul dengan menggunakan
peralatan produksi
4. biaya ASR
merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menghentikan pengoperasian fasilitas
produksi dan sarana penunjang lainnya secara permanen dan menghilangkan
kemampuuannya untuk dapat dioperasikan kembali, serta melakukan pemulihan
lingkungan di wilayah kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.
5. biaya operasi langsung dan tak langsung
merupakan biaya yang dikeluarkan untuk terlaksananya kegiatan produksi
lapangan. Biaya ini merupakan pengeluaran untuk kegiatan rutin mulai dari
proses pengembangan lapangan sampai dengan produksi sumber daya migas
dapat terlaksana.
12.2 Project Economics
12.2.1 Kontrak Migas Indonesia
Seiring perkembangan di insonrsi bentuk KKS migas Indonesia talh melalui tiga
model, yaitu system konsesi, kontrak karya, dan bagi hasil.
12.2.1.1 Sistem Konsesi
Besarnya potensi sumber daya migas indonseia dan besarnya revenue yang
mungkin didapatkan pada saat itu, Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1899
mengeluarkan “Indische Mijn Wet (MWT) yang mana menurut ketentuan pasal 5a,
Pemerintah Hindia Belanda berwenang untuk melakukan eksplorasi dan eksploitas
serta mengadakan kerja sama dengan perusahaan minyak dalam bentuk kontrak 5A
atau system konsesi
Konsesi adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh Negara pemilik atau pemegang
kuasa sumber daya migas dengan kontraktor untuk melakukan eksplorasi dan, jika
berhasil, produksi serta memasarkan hasilnya tanpa melibatkan Negara pemberi
konsesi dalam manajemen operasi. Dengan system konsesi perusahaan kontraktor
tidak hanya diberikan kuasa migas tetpi diberikan pula hak menguasai hak atas tanah.
System konsesi ini dibatalkan setelang Bung Karno menerbitkan UU No 37 Prp
1960 yang mengharuskan system konsesi dibatalkan dan menggantinya dengan
system kontrak baru.
12.2.1.2 Sistem Kontrak Karya ( 1960 – 1963 )
Pada system kontrak karya ini kontraktor hanya diberi kuasa untuk menambang.
Minyak dan gas bumi yang dihasilkan bukan milik kontraktor. Mereka pun tidak punya
hak atas tanah permukaan. Kontraktor menjalankan manajemen operasi dengan
system profit sharing dengan pemerintah.
Pada masa itu, perusahaan perusahaan minyak milik pemerintah belanda sudah
ditiadakan oleh bung karno. Kontraktor – kontraktor swaasta yang ingin mengusahakan
minyak dan gas bumi harus menjadi kontraktor dari salah satu perusahaan minyak
Negara : Pertamin, Permina atau Permigas. Ketiga perusahaan ini yang sekarang
melebur menjadi Pertamina.
12.2.1.3 Sistem Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract)
Sistem Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) ini dikenalkan oleh
Jenderal TNI Sutowo. Sistem PSC dipakai hingga sekarang, meskipun dengan
beberapa perubahan. Tercatat tiga kali perubahan term and condition dari PSC ini.
Substansi PSC ini sangan berbada dari dua kontrak sebelumnya. Pada system
PSC ini minyak dan gas bumi yang dihasilkan adalah milik Negara. Negara juga
bertindak selaku kuasa pertambangan. Kontraktor hanya berhak menikmati nilai
ekonomi melalui bagi hasil produksi. Jika pada kontrak karya yang dibagi adalah
keuntungannya (profit sharing) atau berbentuk uang, maka pada PSC ini yang dibagi
adalah production sharing atau berbentuk minyak atau gas dan kontraktor wajib
memenuhi kebutuhan BBM dalam negri maksumuk 25 % dari bagian mereka.
Generasi Pertama ( 1960 – 1976 )
Produksi minyak dan gas bumi setiap tahun dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. 40 % pertama disebut sebagai cost oil yang dialokasikan untuk
pengembalian biaya eksplorasi dan eksploitasi
2. 60 % sisanya disebut sebagai profit oil atau equity oil yang dibagi :
Pertamina : 65 %
Kontraktor : 35 %
Jangka waktu eksplorasi selama 6 tahun dan dapat diperpanjang 2 kali
DMO sebesar 25 % dari milik kontraktor dengan pembayaran sebesar US$ 0.2 /
bbl
Generasi Kedua (1976 – 1988 )
Penerimaan Negara dibagi dalam dua kelompok yaitu :
Penerimaan Negara berupa pajak perseroan dan dividen termaksud
dalam peraturan perpajakan yang berlaku pada saat penandatanganan
perjanjian
Penerimaan Negara diluar pajak pajak dalam butir diatas, termasuk
bagian produksi yang diserahkan kepada Negara sebagai pemilik kuasa
atas sumber daya minyak dan gas bumi, kewajiban kontraktor
menyerahkan sebagian dari produksi yang diterimanya untuk kebutuhan
dalam negri, bea masuk. Iuran pembangunan daerah (PBB), bonus, dan
lain – lain.
Selisih antara pendapatan kotor pertahun dengan cost recovery, kemudian
dibagi antara pertamina dan kontrakto masing masing sebesar 65.91 % : 34.09
% untuk minyak dan 31.82 % : 68.18 % untuk gas.
Setelah dikenakan pajak 48 % maka pembagian produksi menjadi 71.15 % :
28.85 untuk minyak dan 42.31 % : 57.69 % untuk gas.
Jangka waktu eksplorasi selama 6 tahun dan tidak dapat diperpanjang (dalam
beberapa kontrak dapat diperpanjang satu kali selama 2 tahun)
DMO sebersar 25 % dari milik kontraktor sengan pembayaran sebesar US$ 0.2 /
bbl
Investasi Credit 20 %
Generasi Ketiga ( 1988 – sekarang )
Setelah ditetapkan Peraturan Perundang – undangan Pajak Baru dengan
demikian pembagian hasil berubah menjadi 71.15 % : 28.85 untuk minyak
dan 42.31 % : 57.69 % untuk gas. Dan bagian bersih setelah dikurangi pajak
menjadi 85 % : 15% untuk minyak dan 70 % : 30 % untuk gas
12.2.2 Sistem Kontrak Bagi Hasil di Indonesia
Kontrak bagi hasil PSC Indonesia
Kontraktor PSC mengadakan negosiasi mengenai suatu wilayah Kuasa
Pertambangan yang ditawarkan Pemerintah, setelah negosiasi menjadi
kesepakatan maka rancangan kontrak disampaikan pemerintah kemudian
ditandatangani oleh Mentri Pertambangan dan Energi Selaku Wakil Pemerintah.
Production Sharing Contract menganut prinsip pembagian hasil produksi migas
yang diperhitungkan setelah dipotong biaya. Kontraktor menanggung resiko dengan
pengertian apabila tidak menemukan migas yang dapat diproduksikan secara
komersial maka tidak ada kewajiban pengembalian biaya operasi, tetapi apabila
ditemukan migas yang dapat diproduksikan secara komersial maka kontraktor
dapat menerima kembali aluruh biara operasi yang dikeluarkan dari hasil produksi
yang telah dilakukan.
Gambar 12.1
Production Sharing Contract
Technical Assistance Contract (TAC)
TAC (Technical Assintance Contract) adalah sistem perhitungan bagi hasil yang
dilakukan antara pemerintah dengan kontraktor dilapangan yang sebelumnya
dikelola pertamina. Di sini dipisahkan antara non shareable oil yaitu produksi
(kesepakatan) apabila tidak terdapat investasi dan shareable oil ( yang dibagi) yaitu
produksi akibat investa kontraktor
Joint Operating Body (JOB)
JOB adalah bentuk PSC yang diberlakukan pada daerah yang telah dieksplorasi
dimana pemerintah sebagai pemegang maksimum 50 % participacing interest.
Pada paticipacing interest dari kontraktor diberlakukan PSC. Kontraktor
menanggung biaya dan dikembalikan dengan 50 % uplift oleh pertamina.Dalam
setiap PSC, kontraktor dan BP Migas membagi total produksi untuk setiap periode
berdasarkan suatu rasio yang disetujui oleh keduanya dibawah persyaratan dari
PSC tersebut.
12.2.3 Harga Minyak
Harga minyak merupakan hal yang sangat berpengaruh pada perhitungan
kontrak bagi hasil ini dan perubahan harga minyak bisa terjadi di setiap waktu. Dengan
naiknya harga minyak akan memacu Negara konsumen melakukan tindakan konservasi
dan effisiensi tinggi.
12.2.4 Operating Cost
Operating cost adalah biaya operasi harian dan biaya perawatan yang
dikeluarkan untuk produksi dan menjaga kelangsungan operasinya. Pengeluaran –
pengeluaran yang termasuk didalamnya antara lain gaji pegawai, material perbaikan –
perbaikan untuk operasi sehari – sehari, serta biaya umum dan administrasi yang jelas
akan mengurangi pendapayan yang di peroleh kontraktor dan pemerintah Indonesia.
Operating cost dinyatakan sebagai berikut :
Oil = Qo x Cost operating oil
12.2.5 First Tranche Petroleum
Ketentuan FTP ini mengatur bahwa sebelum kontraktor memperoleh
penggantian biaya atas biaya tang telah mereka keluarkan untuk eksplorasi minyak dan
gas bumi, maka lebih dahulu akan dikeluarkan 20 % dari hasil produksi untuk dibagi
antara Badan Pelaksana (BP Migas) dan kontraktor sebagaimana rumus hasil yang
telah disepakati dalam kontrak.
FTP = 20% x Gross revenue
FTP berlaku sejak kontrak baru ditanda tangai atau perpanjangn kontrak lama.
Dengan FTP ini pemerintah memperoleh keuntungan berupa nilai uang terhadap waktu
serta terjaminnya pendapatan sejak hari pertama produksi.
12.2.6 Gross Revenue
Gross revenue merupakan jumlah uang yang diperoleh dari hasil penjualan
minyak/gas yang diproduksikan. Dinyatakan sebagai berikut
GR = N x P
N = Jumlah minyak yang diproduksikan, bbl
P = Harga Minyak US$/bbl
12.2.7 Investment Credit
Investment Credit merupakan bentuk insentif pemerintah kepada kontraktor
migas untuk lebih memberikan daya saing investasi migas di Indonesia dibandingkan
negara lain. Jika kontraktor migas mendapatkan fasilitas investment credit berarti dia
memperoleh hak untuk meminta ganti kepada pemerintah sebesar prosentase tertentu
atas nilai investasi yang berhubungan langsung dengan pembangunan fasilitas
produksi.
. Investment credit dapat diperoleh apabila kontraktor dapat menjamin bahwa
pendapatan total dari Indonesia, meliputi pembagian Indonesia, Government Tax, dan
Domestic Market Obligation, minimal 25% dari kumulatif produksi sepanjang periode
operasi dari lapangan.
12.2.8 Cost Recovery
Kontraktor mempunyai kewajiban untuk terlebih dahulu mengeluarkan biaya
operasi yang diperlukan yang akan diganti di kemudian hari dari hasil penjualan atau
dengan mengambil bagian produksi yang dihasilkan. Jika dalam 1 tahun kalender
tertentu kontraktor tiddak mendapat penggantian biaya operasi, maka kekurangannya
akan diperhitungkan pada tahun berikutnya. Kekurangan ini disebut unrecovery cost.
Cost recovery adalah jumlah dari non capital, depresiasi capital, operating cost,
dan unrecovery cost tahun sebelumnya. Cost recovery dapat diperoleh kembali dengan
mengambil bagian dari gross revenue maka kekurangan tersebut dapat diambil dari
gross revenue tahun berikutnya.
Jenis biaya yang dikeluarkan oleh kontraktor dalam melakukan investasi adalah :
Biaya eksplorasi
Yang termasuk biaya eksplorasi adalah biaya pemboran dan komplesi
bagi sumur eksplorasi serta biaya pengumpulan data geologi. Pada
perhitungan biaya eksplorasi harga sumur kosong sama dengan harga
sumur produksi.
Biaya produksi
Adalah biaya yang diperlukan untuk melaksanakan produksi minyak dan
gas bumi termasuk di dalamnya biaya langsung seperti material, gaji
pegawai, pemeliharaan dan administrasi kantor serta lainnya.
Biaya Depresiasi
Adalah biaya penyusutan atau pengambilan investasi yang besarnya
ditentukan berdasarkan metode Straight Line.
Biaya amortisasi
Adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengeluaran investasi non
fisik seperti studi, survey dll.
12.2.9 Equity to be Split
Merupakan sisa keuntungan yang akan dibagi setelah dipotong biaya kepada
kontraktor dan pemerintah sesuai dengan split yang telah ditentukan.
12.2.10 Domestic Market Obligation (DMO)
DMO adalah kewajiban untuk memenuhi kebutuhan atas bahan bakar dalam
negri. Dalam hal ini kontraktor diwajibkan menjual kembali kepada Negara sebagian
hasil produksinya untuk pemenuhan kebutuhan bahan bakar tersebut.
Domestic Market Obligation ini adalah hasil penjumlahan contractor share
dengan FTP ke kontraktor dikalikan dengan persen kewajiban kontraktor. Maksimal
kewajiban kontraktor adalah 25 % dari produksi minyak mentah di setipa wilayah kerja.
DMO = 0,25 x [CS+FTPcontractor] x 0,9
12.2.11 Tax
Tarif pajak yang dikenakan 45% ( 35% untuk tarif baru ) untuk pajak perseroan
dan 20% untuk pajak atau bunga, deviden, dan royalty atau sama dengan 56% ( 48%
atau pajak baru ).
Penghasil Kontraktor yang dikenai pajak:
Total bagian kontraktor setelah dipotong DMO
Investment Kredit
DMO
12.2.12 Taxable Income
Taxable Income adalah bagian pendapatan kontraktor yang dikenal dengan
istilah pajak. Kriteria pajak yang dikenakan adalah seluruh bagian kontraktor yang
merupakan keuntungan. Pada kontrak bagi hasil di Indonesia berapa pun besarnya
tarif pajak hasil,bagi hasilnya akan tetap sama. Adapun untuk Taxable Income dapat
dituliskan sebagai berikut :
Taxable Income = Investment + Contr.Share + FTP.
12.2.13 Depresiasi
Depresiasi merupakan suatu cara penyusutan atau pengembalian kembali nilai
investasi kapital yang telah dikeluarkan berdasarkan waktu pemakaian atau
pengurangan nilai suatu barang kapital dimana biaya ini tidak dikembalikan sekaligus
semuanya tetapi dikembalikan secara bertahap pada saat produksi berlangsung
dengan adanya faktor penyusutan, karena waktu pemakaian yang dilakukan atas biaya-
biaya kapital dengan biaya tahun pertama yang dihitung baik sebelum atau sesudah
produksi.
Suatu barang atau modal kapital akan mengalami pengurangan nilai karena waktu dan
pemakaiannya. Faktor-faktor yang diperhitungkan dalam menghitung suatu barang
modal adalah:
Biaya awal (Initial Cost)
Biaya yang dapat diperoleh kembali (recoverable cost) pada waktu barang-
barang selesai atau tidak dapat dipakai lagi
Jangka waktu penggunaan barang modal
Ada beberapa metode depresiasi dalam perhitungan keekonomian, yaitu:
Straight Line Method
Declining Balance Method
Double Declining Balance Method
Straight Line Method
Pada metode ini depresiasi dihitung berdasarkan penyusutan nilai suatu
barang secara konstan selama waktu yang ditetapkan atau selama umur
ekonomis dari suatu barang tersebut. Depresiasi dapat dipercepat dan dapat
dilakukan sebagai kombinasi dari metode garis lurus. Lama waktu depresiasi
peralatannya adalah 4 tahun untuk peralatan pada lapangan minyak dan 8 tahun
untuk peralatan pada lapangan gas.
Metode ini dapat ditulis secara metematis secara berikut:
Depresiasi = Investasi kapital
Waktu depresiasi
Declining Balance Method
Pada metode ini mempunyai cara mendistribusikan nilai kapital
sedemikian rupa, sehingga depresiasi tahunan berkurang setiap tahun
berikutnya. Ini dapat ditempuh dengan membuat penurunan secara proporsional
sejak dari awal sampai akhir.
Metode ini dapat ditulis sebagai berikut:
(Depresiasi)1 = K x R
(Depresiasi)i = K x R(1-R)n
Dimana:
K = Investasi awal
R = Tingkat depresiasi = 1 / T
T = Jumlah tahun depresiasi
N = i – 1
Double Declining Balance Method
Metode ini hampir sama dengan Declining Balance Methode hanya saja
nilai barang pada metode ini berkurang dua kali lebih cepat.
Metode ini dapat ditulis sebagai berikut:
( Depresiasi )i = K x 2 R
( Depresiasi )i = K x 2R ( 1-2R )n
Biasanya di Indonesia untuk 4 tahun pertama menggunakan depresiasi Double
Declining Balance Method dan selanjutnya secara Straight Line Method untuk 3
tahun, sehingga pada tahun ke tujuh waktu depresiasi seluruh biaya kapital
sudah terpenuhi.
12.2.14 Government Share
Government Share merupakan bagian dari equity to be split yang menjadi milik
pemerintah atau bagian untuk pemerintah setelah dikurangi investment credit, FTP dan
cost recovery. Jadi dapat dirumuskan:
GS = Equity to be Split – Contractor Share
12.2.15 Contractor Share
Contractor Share merupakan bagian untuk kontraktor setelah dikurangi
investment credit, FTP dan Cost Recovery atau merupakan bagian dari equity to
be split yang menjadi milik kontraktor. Besarnya Contractor Share dapat ditentukan dari
persamaan berikut :
CS = Gas Split x Equity to be split
12.2.16 Government Take
Government take adalah bagian yang diterima oleh pemerintah setelah
dikurangi bagian kontraktor ditambah dengan hasil penarikan pajak atas pendapatan
kontraktor.
12.2.17 Contractor Take
Contractor take merupakan bagian yang dimiliki kontraktor setelah dipotong
pajak untuk pemerintah.
12.3 Indicator Keekonomian
Indicator keekonomian merupakan acuan untuk sebuah rencana pengembangan
lapangan bernilai ekonomis atau tidak ekonomis. Indicator keuntungan antara lain NPV
(Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return) atau ROR (Rate of Return), POT
(Pay Out Time), Profit to Investment Ratio (PIR).
12.3.1 Net Present Value (NPV)
Metode NPV merupakan metode penilaian investai yang digunakan untuk
menilai layak atau tidaknya suatu investasi. NPV menunjukkan besar keuntungan
secara absolute dari modal yang diinvesatasikan ke proyek , yaitu total pendapatan
(discounted) dikurangi total biaya (discounted) selama proyek. NPV > 0 berarti proyek
tersebut dapat menghasilkan cash flow dengan presentase yang lebih besar
dibandngkan dengan opportunity cost modal yang ditanamkan, jika NPV < 0 maka
investasi menimbulkan kerugian bagi perusahaan sedangkan jika NPV = 0 maka
investasi tidak menimbukan kerugian maupun keuntungan bagi perusahaan kalaupun
proyek dilaksanakan atau tidak dilaksanakan tidak berpengaruh pada keungan
perusahaan. Jadi, semakin besar nilai NPV, semakin baik poyek untuk dilanjutkan
12.3.2 IRR (Internal Rate of Return) atau ROR (Rate of Return)
Metode untuk mengukur tingkat investasi berupa satuan bunga dalam persen
(%). Mencari tingkat discount yang membuat NPV sama dengan nol atau diiharapkan
bernilai nol terhadap nilai sekarang biaya proyek. Suatu proyek dikatakan layak apabila
IRR lebih besar dari pada cost of capital (atau bunga bank).
12.3.3 Pay Out Time (POT)
Merupakan indicator yang menunjukkan berapa lama modal investasi dapat
kembali. Proyek yang mempunyai harga POT berarti baik untuk dikembangkan namun
POT juga menunjukkan resiko proyek. Semakin Panjang POT semakin besar pula
resiko yang dihadapi. Periode pengembalian atau sering disebut sebagai waktu yang
diperlukan supaya kumulatif penghasilan bersih sama dengan investasi yang biasanya
dalam satuan tahun. Dalam istilah umumnya adalah BEP (Break Even Point)
12.3.4 PIR (Profit to Investment Ratio)
PIR (Profit to Investment Rtaio) merupakan indicator tolak ukur sebelum
melakukan investasi. Untuk mendapatkan nilai PIR (Profit to Investment Ratio) dengan
membandingkan keuntyungan bersih yang tidak dipotong dengan investasi yang
ditanam, dapat dirumuskan sebaga berikut
PIR=Total NetCas h flowInvestasi
PIR ini mempunyai kelemahan yaitu tidak dapat mencerminkan waktu dan pola
pengembalian pendapatan yang dihasilkan dari suatu proyek dan tidak dapat
mengetahui gambaran total dari keuntungan yang dapat diperoleh. Bila PIR pada suatu
rencana pengembangan lapangan lebih besar dari suatu nilai minimum tertentu dimana
POT lebih singkat, maka usulan investasi tersebut dapat dipertimbangkan sebagai
suatu investasi yang cukup baik. Namun PIR tidak dapat dijadikan satu – satu nya
parameter yang bisa memutuskan apakah suatu rencana pengembangan lapangan
bisa langsung dilaksanakan atau tidak, dibutuhkan parameter – parameter lain untuk
menentukan itu.
12.4 Perhitungan ke-Ekonomian Lapangan X
Dalam perhitungan keekonomian ini menggunakan mekanisme pembagian
produksi dan pendapatan kontrak PSC.Perhitungan cash flow dari suatu proyek
pengembangan lapangan X dapat dilihat pada lampran.Berikut ini merupakan
parameter keekonomian dari lapangan yang akan dikebangkan, sebagai berikut :
Tabel 12.1
Parameter Keekonomian
CONTRACT YEARS
GASPRICE,US$/MMBTU 6.85
BEFORE
TAX AFTER TAX
CONTRACTOR SHARE 62,50% 35,00%
GOVERNMENT SHARE 37,50% 65,00%
GOVERNMENT TAX 44,00%
FTP 20,00%
PRODUCTION
CAPEX
OPEX
INVESTMENT CREDIT 00,00%
DMO REQUIREMENT 0%
DMO FEE, % OF MARKET CRUDE PRICE, US$/BBL 0%
GAS OPERATING
COST US$/MMSCF 1.00
Biaya Investasi yang dikeluarkan untuk masing – masing scenario adalah
sebagai berikut :
Tabel 12.2
Biaya Investasi
TOTAL BIAYA
SCENARIO TANGIBLE $ INTANGIBLE $ TOTAL MMUS$
SKENARIO 1
6 SUMUR INFILL + 15
WORKOVER
$
14,486,155
$
31,609,489
$
46,095,644
SKENARIO 2
4 SUMUR + KOMPRESOR
$
11,157,437
$
11,572,993
$
22,730,430
SCENARIO 3
20 SUMUR ( 5 sumur produksi, 6
sumur suspended, 4 sumur
injektor, 4 sumur abandoned )
$
41,087,183
$
44,056,970$
85,144,153
Perhitungan keekonomian berupa cashflow yang telah dihitung menggunakan
software Microsoft Excel agar lebih mudah untuk menjalankannya. Sebagai hasil
perhitungan indikator keekonomian untuk cash flow dari keempat scenario yang
dilampirkan pada tabel lampiran adalah sebagai berikut :
Tabel 12.3
Hasil Perhitungan
SKENARIO 1
SKENARIO 2
SKENARIO 3
GAS PRODUCTION MMSCF 428.670 428.670 521.038GROSS REVENUES, MMUS$ 27585,65 27585,65 3385,897INVESTMENT, MMUS$ 524,31 547,412 563OPERATING COST, MMUS$ 377,7 397,72 407,72MARR 15% 15% 15%CONTRACTOR NPV @15%,MMUS$ 174,37 190,19 184,36 ROR, % 31,62% 29,71 32,00% POT, YEARS 2,477 2,715 2,478 PIR 1,06 1,18 1,07 DPIR, @15% 0,33 0,35 0,33
Net Contractor Take, MMUS$ 555 648 601
GOVERMENTgoverment take, MMUS$ 1706 1590 2222
12.5 Analisa Sensitivitas
Biasanya evaluasi keekonomian dilengkapi dengan analisa sensitivitas guna
melihat seberapa sensitif pengaruh perubahan harga minyak, tingkat produksi, biaya
investasi dan biaya operasi terhadap perubahan Indikator keekonomiannya.
Selanjutnya dari indikator keekonomian dan analisa sensitivitas dapat ditentukan
tinggi rendahnya tingkat komersialitas suatu proyek pengusahaan lapangan migas.
Dengan analisa sensitivitas ini akan bisa diprediksi kerugian atau keuntungan dari satu
proyek bila salah satu atau lebih parameter ekonominya berubah. Hasil analisa
ditunjukkan dalam suatu diagram laba – laba (spider diagram).
Keuntungan dari analisa sensitivitas adalah :
Sangat membantu dalam mengidentifikasi besaran – besaran yang mempengaruhi
keuntungan (dilihat dari berapa besarnya perubahan keuntungan yang diakibatkan
oleh perubahan besaran tersebut).
Mudah dilakukan dengan komputer.
Kelemahan dari analisa sensitivitas :
Tidak memberikan indikasi kemungkinan sesuatu yang diandaikan akan terjadi.
Misal : berapa kemungkinan harga turun 20 persen.
Tidak memperlihatkan ketergantungan antar besaran–besaran yang mempengaruhi
keuntungan
Sensitivitas Lapangan Tango
Skenario 1
Pada skenario 1 adalah skenario basecase, jika kita menyewa FPU.
Berikut adalah analisis sensitivitas dan pembagian hasil antara pemerintah
dengan contractor :
50% 60% 70% 80% 90% 100%110%120%130%140%150%0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
OPEXPRICECAPEXPRODUCTION
Gambar12.2
Analisa Sensitivitas
COST RECOVERYNETT CONTRACTOR TAKEGOVERNMENT TAKE
Gambar 12.3
Diagram Pie Skenario 1
Skenario 2
Pada skenario 2 adalah skenario basecase, jika kita membangun FPU.
Berikut adalah analisis sensitivitas dan pembagian hasil antara pemerintah
dengan contractor :
0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% 140% 160%0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
35.00%
40.00%
45.00%
50.00%
OPEXPRICECAPEXPRODUCTION
Gambar 12.4
Analisa Sensitivitas
COST RECOVERYNETT CONTRACTOR TAKEGOVERNMENT TAKE
Gambar 12.5
Pie Diagram Skenario 2
Skenario 3
Pada scenario 3 adalah skenario pengembangan, yaitu Skenario 1 + 1
infill drilling di TMB. Berikut adalah analisis sensitivitas dan pembagian hasil
antara pemerintah dengan contractor :
50%60%
70%80%
90%100%
110%120%
130%140%
150%0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
OPEXPRICECAPEXPRODUCTION
Gambar 12.6
Analisa Sensitivitas
COST RECOVERYNETT CONTRACTOR TAKEGOVERNMENT TAKE
Gambar 12.7
Diagram Pie Skenario