Psikologi Pendidikan Tgs 1 (Review Buku)
-
Upload
meylia-azurah -
Category
Documents
-
view
222 -
download
9
Transcript of Psikologi Pendidikan Tgs 1 (Review Buku)
TUGAS REVIEW BUKU PSIKOLOGI PENDIDIKAN
(Tugas ini disusun untuk Tugas Matakuliah Psikologi Pendidikan, Jurusan
Pendidikan Bahasa Inggris, Semester II B)
Oleh :
Meylia Azurah : 1113014000043
Dosen:
Ibu Zikri Neni Iska, Dra.,M.Psi
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
FAKULTAS ILMU TARBIYAH & KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
BIODATA BUKU
Judul Buku : Psikologi Pendidikan (Landasan Kerja Pemimpin
Pendidikan)
Pengarang : Drs. Wasty Soemanto
Penerbit : PT. Renika Cipta
Jumlah Hal : 226 Halaman
Cetakan : ketiga, Maret, 1990
Pentingnya psikologi dalam pendidikan menjadi bahasan utama yang
dibahas pada bab pertama dalam buku “Psikologi Pendidikan” oleh Drs. Wasty
Soemanto. Banyak orang berpendapat bahwa tujuan pendidikan dasar adalah
mempersiapkan generasi muda untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi. Pendidikan tinggi akhirnya dimaksudkan untuk mempersiapkan para
mahasiswa untuk dapat memperoleh sukses dalam karir dan kehidupan pribadi,
serta mampu berpatisipasi di dalam masyarakat. Semua ini kemudian
dimaksudkan untuk menjadikan negara lebih maju dari pada negara-negara
yang lain (hal.1). Kenyataannya banyak masyarakat yang kecewa dengan
pendidikan indonesia karena tidak mendapatkan hasil pendidikannya yang
diharapkan. Setelah mengecap pendidikan di Indonesia dengan mati-matian
membiayai dan menempuh pendidikan tersebut, akhirnya mereka tidak
mendapat kebahagiaan dan pekerjaan yang sesuai dengan pendidikannya.
Terlepas siapa yang bersalah dalam hasil pendidikan di Indonesia yang
terpenting adalah “Bagaimana kita mengusahakan agar pendidikan berguna
bagi kebahagiaan manusia, sehingga murid-murid di sekolah merasa sesuai dan
tidak merasa terpisah dari masyarakat dan lingkungannya.” (hal.3)
Konsepsi pendidikan di Indonesia telah terjadi perubaan besar dalam 20
abad ini, di mana murid-murid harus diajar dengan diberi pengetahuan sebanyak
mungkin dalam berbagai mata pelajaran. Sehingga mengakibatkan murid
bersifat pasif dan hanya tinggal menerima apa yang disuguhkan oleh guru. Lalu
berangsur-angsur menuju ke arah sistem progresif. Berdasarkan studi psikologi
belajar yang baru serta sosiologi pendidikan, maka masyarakat pendidikan
mengehendaki agar pengajaran memperhatikan minat, kebutuhan dan kesiapan
anak didik untuk belajar, serta dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial
sekolah. Seperti yang di gagaskan oleh John Dewey mengenai "Pendidikan
Progresif" bukan bermaksud agar sekolah-sekolah dirubah total menjadi sekolah
ala John Dewey tetapi sebagian besar konsepsi pendidikan semacam itu tidak
bertentangan dengan pendidikan yang berdasarkan demokrasi Pancasila. John
Dewey ingin mengubah situasi semacam itu dengan jalan: “Memberi
kesempatan kepada murid untuk belajar secara individually learning, memberi
kesempatan kepada murid untuk belajar melalui experiencing, memberikan
motivasi, dan bukan perintah, mengikut sertakan murid di dalam setiap aspek
kehidupan sekolah, menyadarkan murid bahwa hidup itu dinamis (hal. 4).”
Berbagai pengajaran lama seperti "Sistim drill", pengajaran melalui
hafalan yang verbalistis serta aktivitas-aktivitas belajar mekanis di kelas,
seharusnya sudah tidak diterapkan lagi. Pengajaran yang memberikan
kemerdekaan anak didik dalam melakukan dan menemukan berbagai hal
hendaknya diberikan kepada anak didik, terlebih-lebih dalam kegiatan-kegiatan
ekstrakurikuler. “Dapat di garis bawahi bagi dunia pendidikan kita, pendidikan
hendaknya berlangsung secara psikologis” (hal.4). Jadi perhatian utama dalam
pendidikan harus ditunjukan kepada anak didik.
Berbicara mengenai situasi pengajaran Indonesia, kita tidak dapat
menutupi kenyataan dimana sekolah-sekolah masih mengutamakan penguasaan
mata pelajaran-mata pelajaran dan berakibat peranan dan minat guru-guru
ataupun murid-murid-murid masih banyak dibatasi oleh policy serta pengawasan
dari pihak pemerintah. Pendidikan kita masih belum banyak memperhatikan
minat dan kebutuhan anak didik. Memang ada kemungkinan, bahwa
keberhasilan pendidikan kita adalah tidak lepas hubungannya dengan
keterampilan guru-guru dalam mengelola belajar-mengajar. Sedangkan
pendidikan kita sekarang belum banyak yang memperhatikan minat dan
kebutuhan anak didik dan masih banyak digumuli dengan masalah-masalah
kompetensi lembaga pendidikan serta pemenuhan dunia kerja akan tenaga
kerja. Maka sudah seharusnya sekarang di era yang modern ini pendidikan kita
hendaknya melayani kebutuhan dan hakikat psikologis anak didik. "Pendidikan
seharusnya mempunyai kreasi-kreasi baru di sepanjang waktu dengan
berorientasi kepada sifat dan hakikat anak didik" (hal.7)
Apabila kita meneliti dunia pendidikan dalam praktek, masih banyak guru-
guru yang menganggap pekerjaan mereka tidak lebih dari menumpahkan air ke
dalam botol kosong. Sedangkan guru yang benar-benar berhasil adalah guru
yang sadar bahwa dia mengajarkan sesuatu kepada murid-murid yang berharga
dan berkembang. Dengan itu pula para guru dapat sudah memberikan harapan
agar mereka menghormati pekerjaan mereka sebagai guru. “Pekerjaan guru
adalah lebih bersifat psikologis dari pada pekerjaan seorang dokter, insyinyur,
atau ahli hukum.” Oleh karena itu guru hendaknya tak pernah bosan dengan
pekerjaannya dan terus mengenal anak didik serta mendalami kehidupan
kejiwaan anak didik sepanjang waktu.
Sekolah-sekolah yang menekankan disiplin ketat terhadap murid-murid di
kelas serta menjadikan disiplin sebagai alat yang penting untuk menyampaikan
bahan pelajaran kepada murid-murid, maka sekolah-sekolah tersebut belum
memberi tempat yang tinggi dan terhormat terhadap psikologi dalam dunia
pendidikan. Dalam pendidikan, kepatuhan memang sangat perlu, tetapi
sebaiknya kepatuhan itu tidak sepihak. Sebaiknya kepatuhan terjadi secara
timbal-balik dan melibatkan semua pihak di dalam proses pendidikan, baik itu
anak didik, pendidik, kurikulum, maupun fasilitas pendidikan. Maka dalam hal ini
penerapan psikologi dalam belajar memerlukan pemikiran yang dalam sehingga
perlakuan pendidik terhadap anak didik sesuai dengan sifat dan hakikat anak
didik.
Di awal buku ini kita diberi pengertian, pemahaman, dan kesadaran
bahwa pengetahuan psikologis tentang anak didik menjadi hal yang sangat
penting dalam pendidikan, oleh karena itu pengetahuan tentang psikologi sudah
seharusnya menjadi kebutuhan untuk para pendidik. Karena belajar-mengajar
merupakan prilaku inti dalam proses dan pendidikan psikologi itu berorientasi
kepada sifat dan hakikat anak didik sebagai manusia yang berkembang. Inti
persoalan psikologis dalam proses pendidikan adalah terletak pada anak didik,
sebab pendidikan pada hakikatnya adalah pelayanan bagi bagi anak didik.
Pelayanan pendidikan sesuai dengan sifat dan hakikat menjadi salah satu yang
penting, agar pelayanan tersebut merubah tingkah laku anak didik ke arah
pribadi yang optimal.
Selanjutnya pada bab II buku ini menjelaskan tentang sifat dan
hakikat kejiwaan manusia.
Para ahli mengatakan bahwa kepribadian manusia berupa kombinasi
antara badan dan jiwa. Menurut John Amos Comenius, manusia mempunyai tiga
komponen jiwa yang menggerakan aktifitas jiwa-raga yaitu syaraf pertumbuhan,
perasaan, dan intelek. Oleh karena itu bisa dikatakan manusia mempunyai tiga
sifat dasar yaitu, sifat biologis (manusia tumbuh secara alami dengan prinsip-
prinsip biologis dengan menggunakan lingkungannya), sifat hewani (adanya
perasaan hakiki, manusia mengalami desakan-desakan internal untuk mencari
keseimbangan hidup dan melalui peralatan inderanya, manusia menjadi sadar
dan menuruti keinginan-keinginan dan seleranya), dan sifat intelektual (manusia
dapat membedakan baik buruknya obyek) (hal.11).
Dalam usaha menerangkan hakikat manusia, banyak para ahli
mengungkapkan versi kekuatan-kekuatan umum jiwa manusia. Salah satunya
John Locke berpendapat bahwa akal merupakan kekuatan vital untuk
mengembangkan diri dan akal mempunyai kekuatan-kekuatan serta material
untuk melatih kekuatan-kekuatan itu. “Ada dua kekuatan akal manusia yaitu
pertama, kekuatan berpikir yang disebut pengertian (pengertian tersebut
memerlukan keterlibatan enam kekuatan mental manusia yaitu
mengamati/pengamat, mengingat/pengingat, imajinasi, kombinasi aktivet
psikus, abstraksi/pikiran, pemakaian tanda/simbolis) dan yang kedua, kekuatan
kehendak yang disebut kemauan (kemauan adalah kekuatan untuk memilih)
(hal.13).
Segenap tingkahlaku manusia mempunyai latarbelakang psikologis. Oleh karena
itu aktifitas-aktifitas manusia itu dapat dicari hukum-hukum psikologis yang
mendasarinya. Para pendidik juga harus memahami kekuatan-kekuatan jiwa
anak didik, hal ini penting agar pendidik dapat lebih mengenal hakikat anak
didik. Sehingga mereka mampu membimbing belajar anak didik lebih tepat dan
efektif.
Aktivitas-aktivitas kejiwaan manusia terdiri dari :
1. Pengamatan (dalam hal ini pengamatan indera).
Pengamatan merupakan fungsi primer, sebab dapat dikatakan
bahwa pengamatan merupakan pintu gerbang bagi masuknya setiap
stimuli, ide, atau pengaruh dari luar diri.stimuli atau pengaruh dari luar itu
dapat berasal dari lingkungan fisis, pengalaman, maupun pendidikan.
Dengan mengamati, seseorang dapat mengenal dunia nyata. Pengenalan
terhadap dunia nyata dapat sangat menentukan perkembangan pribadi
seseorang. Cara-cara penyajian dunia pengamatan berjumlah sama
dengan jumlah alat indera, yakni: pengelihatan, pendengaran, perabaan,
pembauan, dan pengucapan. Masing-masing menghasilkan sifat-sifat
sensoris yang berbeda.
Oleh karena fungsi pengamatan sangat strategis dalam diri seseorang,
maka pendidikan hendaknya menaruh perhatian besar terhadap kondisi
peralatan indera serta bekerjanya indera anak didik. Perhatian pendidikan
terhadap anak hal ini dapat diwujudkan antara lain dengan:
a) Tindakan metodologis: dengan pemilihan serta penggunaan
metode mengajar-belajar yang efektif bagi perkembangan
pengamatan serta pribadi anak didik secara keseluruhan.
b) Tindakan manajerial: dengan penyelenggaraan pengelolaan
kelas untuk menciptakan situasi dan kondisi lingkungan yang
kondusif bagi proses belajar-mengajar, baik secara fisiologis
maupun secara psikologis.
2. Tanggapan
Tanggapan bisa diartikan sebagai bayangan yang jadi kesan yang
dihasilkan dari pengamatan. Menurut Johanh Frederich (1776-1841),
tanggapan adalah merupakan unsur dasar dari jiwa manusia. Tanggapan
dipandang sebagai kekuatan psikologis yang dapat menolong atau
menimbulkan keseimbangan, atau merintangi atau merusak
keseimbangan (hal.24)
Pentingnya peranan tanggapan bagi tingkahlaku, maka pendidikan
hendaknya mampu mengembangkan dan mengontrol tanggapan-
tanggapan yang ada pada anak didik, sehingga akan berkembang suatu
kondisi si motivatif bagi perbuatan belajar anak didik.
3. Fantasi
Fantasi bisa didefinisikan sebagai aktivet imajiner untuk membantu
tanggapan-tanggapan baru dengan dengan pertolongan tanggapan-
tanggapan baru dengan pertolongan tanggapan-tanggapan lama yang
telah ada, dan tanggapan yang baru itu tidak harus sama atau sesuai
dengan benda-benda yang ada. Kegunaan fantasi antara lain :
a) Dengan fantasi orang dapat memahami dan menghargai kultur
orang lain.
b) Dengan fantasi, orang dapat keluar dari ruang dan waktu,
dehingga ia dapat memahami hal-hal yang ada dan terjadi di
tempat lain dan di waktu yang lain, misalnya dalam mempelajari
ilmu bumi dan sejarah.
c) Fantasi dapat membantu seseorang dalam mencari
keseimbangan hidup batin.
d) Fantasi memungkinkan seseorang untuk dapat membuat
perencanaan untuk dilaksanakan di masa mendatang. (hal25-
26)
Oleh karena banyaknya kegunaan fantasi bagi kehidupan manusia,
maka pendidikan hendaknya berusaha mengembangkan fantasi anak
didik secara sehat, mislanya melalui kegiatan ekspresif.
4. Ingatan.
Mengingat berarti menyerap atau melekatkan pengetahuan dengan
jalan pencaman secara aktif. Ingatan dapat dikatakan kuat apabila kesan-
kesan yang tersimpan bertahan lama. Dan dapat dikatakan luas apababila
kesan-kesan tersimpan sangat bervariasi dan banyak jumlahnya.
Dalam hal ingatan, pendidik hendaknya mengetahui bahwa masing-
masing individu adalah unik, maka daya ingatan masing-masing anak
didikpun berbeda-beda. Metode belajar-mengajar yang tepat, pembagian
waktu belajar yang tepat, serta pencipta kondisi-kondisi belajar yang
menunjang. Untuk membantu anak didik memperlancar aktivitet
reproduksi, latihan dan penyempurnaan bahasa sangat penting.
5. Pikiran
Pikiran dapat diartikan sebagai kondisi letak hubungan antar bagian
pengetahuan yang telah ada dalam diri yang dikontrol oleh akal. Disini
akal adalah sebagai kekuatan yang mengendalikan pikiran. Setiap
keputusan yang kita ambil merupakan hasil pekerjaan melaui pikiran.
Setiap keputusan akan mengarahkan dan mengendalikan tindakan atau
tingkah laku. Dengan demikian akal/pikiran dapat dikatakan sangat
menentukan didalam perubahan tingkah laku manusia serta dalam
mengembangkan aspek-aspek kepribadian lainnya.
Oleh karena itu, pendidikan hendaknya memberikan bimbingan yang
sebaik-baiknya bagi perkembangan akal anak didik.
6. Perhatian
Perhatian dapat diartikan dari dua macam, yaitu:
a) Perhatian adalah pemusatan tenaga/kekuatan jiwa tertuju
kepada sesuatu obyek.
b) Perhatian adalah pendayagunaan kesadaran untuk mnyertai
sesuatu aktivet. (hal. 32)
Ditinjau dari segi kepentingan pendidikan dan belajar, pemilihan
jenis perhatian yang efektif untuk memperoleh pengalaman belajar adalah
hal yang penting bagi subyek yang belajar. Pemilihan cara kerja perhatian
oleh anak didik ini dapat dibimbing oleh pihak pendidik atau lingkungan
belajarnya.
7. Perasaan
Perasaan dapat diartikan sebagai suasana psikis yang mengambil
bagian pribadi dalam situasi, dengan jalan membuka diri terhadap suatu
hal yang berbeda dengan keadaan atau nilai dalam diri. Pada umumnya
perasaan bersangkutan dengan fungsi mengenal, artinya perasaan dapat
timbul karena mengamati, menanggap. Perasaan banyak mendasari dan
juga mendorong tingkahlaku manusia. Suasana jiwa anak didik sangat
mempengaruhi kegaairahan belajarnya. Agar belajar anak dapat
berlangsung efektif pendidikan hendaknya menciptakan situasi
sedemikian rupa, sehingga menimbulkan perasaan-perasaan yang baik
yang dapay menambah kegairahan anak didik untuk belajarnya.
8. Kemauan
Kemauan adalah bukan aktifitas ataupun usaha kejiwaan. Kemauan
yang juga disebut kekuatan kehendak, dapat diartikan sebagai kekuatan
untuk memilih dan merealisir suatu tujuan. Tujuan ini merupakan pilihan
di atara berbagai tujuan yang bertentangan. Oleh karena kemauan
berdasarkan hasil belajar, maka pendidikan mempunyai peranan penting
dalam mengendalikan kemauan anak didik untuk belajar lebih lanjut.
Pendidikan hendaknya mampu memberikan pengalaman belajar
sedemikian rupa, sehingga pengalaman itu memperkuat kemauan anak
didik untuk belajar lebih lanjut.
Pada bab III buku ini membahas tentang pertumbuhan dan
perkembangan manusia.
Pengertian tumbuh sendiri berbeda dengan berkembang. Arti
pertumbuhan pribadi sebagai perubahan kuantitatifpada material pribadi
sebagai akibat dari adanya pengaruh lingkungan. Terdapat hukum-hukum yang
mengatur pertumbuhan, yaitu:
1) Pertumbuhan adalah kuantitatif serta kualitatif.
2) Pertumbuhan merupakan suatu proses yang berkesinambungan dan
teratur.
3) Tempo pertumbuhan adalah tidak sama.
4) Taraf perkembangan berbagai aspek pertumbuhan adalah berbeda-
beda.
5) Kecepatan serta pola pertumbuhan dapat dimodifikasikan oleh kondisi-
kondisi didalam dan di luar badan.
6) Masing-masing individu tumbuh menurut caranya sendiri yang unik.
7) Pertumbuhan adalah kompleks, dan semua aspeknya saling
berhubungan.
Adapun hukum-hukum dalam perkembangan antara lain:
1) Perkembangan adalah kualitatif.
2) Perkembangan sangat dipengaruhi oleh proses dan hasil belajar.
3) Usia ikut mempengaruhi perkembangan.
4) Masing-masing individu mempunyai tempo perkembangan yang
berbeda-beda.
5) Dalam keseluruhan periode perkembangan, setiap species
perkembangan individu mengikuti pola umum yang sama.
6) Perkembangan dipengaruhi oleh hereditas lingkungan.
7) Perkembangan yang lambat dan dapat dipercepat.
8) Perkembangan meliputi proses individuasi dan integrasi.
Selanjutnya pada bab IV buku ini membahas tentang hereditas
dan lingkungan.
Hereditas dapat diartikan sebagai pewarisan atau pemindahan biologis
karakteristik individu dari pihak orang tuanya. Sedangkan pengertian lingkungan
mencakup segala material dan stimuli di dalam dan di luar diri individu, baik
bersifat fisiologis(lingkungan meliputi material jasmaniah didalam tubuh seperti
gizi, vitamin, air, zat asam, suhu, sistem saraf,dan lain-lain), psikologis (selera,
keinginan, perasaan, tujuan-tujuan, minat, kebutuhan, emosi an kapasitas
intelektual), maupun sosia-kultural (interaksi dan kondisi eksternal).
Setiap perkembangan pribadi seseorang merupakan hasil interkasi antara
hereditas dan lingkungan. Individu dan perkembangannya adalah produk dari
hereditas dan lingkuangan. Sifat-sifat yang herediter sangat sukar diubah,
meskipun pada generasi-generasi berikutnya diadakan modifikasi intensif
misalnya dengan program-program eugenic, sterilisasi atau perkawinan selektif.
Sedangkan sifat-sifat yang tumbuh akibat pengaruh lingkungan relatif lebih
mudah untuk diubah melalui perbaikan-perbaikan pendidikan, sosial dan politik.
Selanjutnya pada bab V dibuku ini membahas tinjauan psikologis
tentang belajar.
Belajar menurut James O. Whittaker, “Learning may be defined by as the
process by which behavior originates is altered through training or experience.”
Proses di mana tingkahlaku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau
pengalaman. Sedangkan menurut Cronbach dalam bukunya “Educational
Psychology” “Learning is shown by change in behavior as a result of
experience.” Dengan demikian yang dimaksud belajar efektif adalah melalui
pengalaman. (hal. 99)
Dalam proses belajar, seseorang berinteraksi langsung dengan obyek belajar
dengan menggunakan semua alat inderanya. Belajar merupakan proses dasar
dari pada perkembangan hidup manusia. Dengan belajar, manusia melakukan
perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkahlakunya berkembang.
Ada beberapa aktivitas belajar, yaitu:
1) Mendengarkan
2) Memandang
3) Meraba, membau, mencicipi,mengecap
4) Menulis/mencatat
5) Membaca
6) Mengamati ihtisar/ringkasan/menggaris bawah
7) Menyusun paper atau kertas kerja
8) Mengamati tabel-tabel, diagram-diagram dan bagan-bagan
9) Mengingat
10) Berpikir
11) Latihan atau praktek
Dalam belajar banyak faktor-faktor yang mempengaruhi hal belajar.
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi belajar, yaitu :
a. Faktor-faktor stimuli belajar, (segala hal di luar individu yang
merangsang individu itu untuk mengadakan reaksi atau perbuatan
belajar). Faktor-faktor stimuli belajar, yaitu:
1) Panjangnya bahan pelajaran
2) Kesulitan bahan belajar
3) Berartinya bahan pelajaran
4) Berat-ringannya tugas
5) Suasana lingkungan eksternal
b. Faktor-faktor metode belajar, ( metode yang dipakai oleh guru
menimbulkan perbedaan yang berarti bagi proses belajar). Faktor-
faktor metode belajar menyangkut hal-hal berikut:
1) Kegiatan berlatih atau praktek
2) Overlearning dan drill
3) Resitasi selama belajar
4) Pengenalan tentang hasil-hasil belajar
5) Belajar dengan keseluruhan dan dengan bagian-bagian
6) Penggunaan modalitet indera.
7) Penggunaan set dalam belajar
8) Bimbingan dalam belajar
9) Kondisi-kondisi insetif
c. Faktor-faktor individual
1) Kematangan
2) Faktor usia dan kronologis
3) Faktor perbedaan jenis kelamin
4) Pengalaman sebelumnya
5) Kapasitas mental
6) Kondisi kesehatan jasmani
7) Kondisi kesehatan rohani
8) Motivasi
Pada babVI buku ini membahas tentang tinjauan teoritis tentang
belajar.
Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan, maka berbarengan
dengan itu bermuculan pula berbagai teori tentang belajar. Di dalam masa
perkembangan psikologi pendidikan di jaman mutakir ini muncullah beberapa
aliran psikologi pendidikan, masing-masing yaitu: psikologi behavioristik,
psikologi kognitif, dan psikologi humanistik. Dalam setiap periode perkembangan
aliran-aliran tersebut bermunculan teori-teori tentang belajar, yaitu:
a. Teori-teori belajar dari psikologi behavioristik
Mereka berpendapat bahwa tingkahlaku manusia itu dikendalikan
oleh ganjaran “reward” atau penguatan “reinforcement” dari lingkungan.
Guru-guru yang menganut pandangan ini berpendapat, bahwa tingkahlaku
murid-murid merupakan reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada
masa lalu dan masa sekarang, dan bahwa segenap tingkahlaku adalah
merupakan hasil belajar.
b. Teori-teori belajar dari psikologi kognitif
Mereka berpendapat bahwa tingkahlaku seseorang senantiasa
didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi
di mana tingkahlaku itu terjadi. Dalam situasi belajar, seseorang terlibat
langsung dalam situasi itu dan memperoleh “Insight” untuk pemecahan
masalah.
c. Teori-teori belajar dari humanistik
Perhatian psikologi humanistik yang terutama tertuju pada masalah
bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-
maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-
pengalaman mereka sendiri. Tujuan utama para pendidik ialah
membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu
masing-masing individu untuk mengenal diri mengenal diri mereka sndiri
sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam mewujudkan
potensi-potensi yang ada pada diri mereka.
Pada bab VII buku ini membahas tentang hal ikhwal intelegensi
kita.
Super dan cites mengemukakan suatu definisi intelegnsi sebagai
berikut: “Intelegence has frequently been defined as teh ability to adjust
to the enviroment or to learn from experince” (sebagai kemampuan
menyesuaikan diri dengan lingkunag atau belajar dari pengalaman) (hal.
133). Lalu Garret (1996) mengemukakan pendapatnya yang lebih
operasional sebagai berikut: “Intelligence includes at least the abilities
demanded in the solution of problems which require the comprehension
and use of symbols” (intelegensi setidak-tidaknya mencakup kemampuan-
kemampuan yang diperlukan untuk pemecahan masalah-masalah yang
memerlukan pengertian serta menggunakan simbol-simbol) (hal.134).
Dari pengertian-pengertian diatas dapat dilihat bahwa intelegensi
merupakan kemampuan “problem solving” dalam seala situasi yang baru
atau yang mengandung masalah. Dan intelegensi mempunyai teori-teori
seperti, teori uni factor, two factors, multi factors, primary mental abilities,
dan sampling.
Pada bab VIII buku ini membahasa pentingnya pengenalan
tentang anak didik dalam pendidikan.
Dalam bab ini dijelaskan faktor-faktor umum yang perlu dikenal seperti:
a. Hakekat anak: anak adalah seseorang yang berada pada sesuatu masa
perkembangan tertentu dan mempunyai potensi menjadi dewasa.
b. Kebutuhan pokok anak: kebutuhan pokok dapat dapat dibagi dalam
tiga aspek, yaitu; jasmani, kejiwaan, dan rohani.
c. Langkah-langkah perkembangan: perkembangan ini sangat
dipengaruhi oleh lingkungan yang mengambil peranan besar dalam
membentuk watak anak. Masa perkembangan ini penting untuk dikenal
karena memberi kepada anak masalah-masalah khusus, pengalaman-
pengalaman tertentu dan kesiapan untuk memiliki keterampilan dan
penguasaan-penguasaan yang berguna bagi masa perkembangannya
berikutnya.
Siapakah yang perlu mengenal anak? Pertanyaan tersebut muncul di
dunia pendidikan. Dan jawabannya adalah semua orang yang ikut
berpartisipasi dalam proses pendidikan dan pengajaran anak, hendaknya
mengenal pribadi anak didik. Dan dapat disimpulkan “Makin kita
mengenal diri sendiri, makin kita mengenal orang lain. Makin kita terampil
mengembangkan dan mengubah diri sendiri makin kita berhasil menolong
orang mengembangkan diri.” (hal.174)
Pada bab IX membahas tentang “READINESS” dalam hal belajar.
Banyak yang menganggap readiness sebagai kesiapan ayau kesediaan
seseorang untuk berbuat sesuatu. Cronbach memberikan pengertian
tentang readiness sebagai sifat atau kekuatan yang membuat seseorang
dapat bereaksi dengan cara tertentu. Readiness seseorang itu merupakan
sifat-sifat dan kekuatan pribadi yang berkembang. Perkembangan ini
memungkinkan orang itu untuk dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya serta mampu memecahkan persoalan yang selalu
dihadapinya. Adapun prinsip-prinsip bagi perkembangan readiness adalah
sebagai berikut.
1) Semua aspek pertumbuhan berinteraksi dan bersama membentuk
readiness.
2) Pengalaman seorang ikut mempengaruhi pertumbuhan fisiologis
individu.
3) Pengalaman mempunyai efek kuantitatif dalam perkembangan funsgi-
fungsi kepribadian individu, baik yang jasmaniah maupun rohaniah.
4) Apabila readiness untuk melaksanakan kegiatan tertentu terbentuk
pada diri seseorang, maka saat-saat tertentu dalam kehidupan
seseorang merupakan masa formatif bagi perkembangan pribadinya.
Jelaslah bahwa apa yang telah dicapai oleh seseorang pada masa-mas
ayang lalu akan mempunyai arti bagi aktivitas-aktivitasnya sekarang. Apa
yang telah terjadi pada saat sekarang akan memberikan sumbangan
terhadap readiness individu di masa mendatang.
Pada bab X buku ini membahas motivasi bagi belajar manusia.
Motivasi ialah suatu proses yang tersimpul, salah satu proses yang
bertalian dengan “a mediating variable”. Motivasi ini tak dapat
diamati secara langsung, namun tersimpul dari tingkahlaku yang
nampak. Kita menggunakan konsep motivasi untuk menerangkan
tenaga yang mendasari dalam tingkah laku.
Kita mendefinisikan motivasi sebagai suatu perubahan tenaga
yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi pencapaian
tujuan. Karena kelakuan manusia itu mencapai tujuan, kita dapat
menyimpulkan bahwa perubahan tenaga yang memberi kekuatan
bagi tingkahlaku mencapai tujuan, telah terjadi di dalam diri
seseorang.
Apabila tujuan tercapai, maka “the state of motivation berkurang.
Orang yang berusaha mencapai tujuan itu bila tercapai akan
memberi kepuasan baginya, dan ramalannya barangkali melesat.
Kita telah membedakan antara motives dan needs. Motibes adalah
wujud khusus yang menimbulkan motivasi. Sedangkan needs
merupakan potensialitas tetap yang dimptivasi dengan cara
tertentu. Timbulnya kebutuhan dalam diri seseorang adalah
menunjukkan bahwa orang itu termotivasi dengan cara tertentu.
Masalah bagi guru ialah bagaimana menggunakan motives dan needs
murid-murid untuk mendorong mereka bekerja mencapai tujuan
pendidikan. Dalam usaha mencapai tujuan itu, perubahan tingkahlaku
diharapkan terjadi. Oleh karena itu, tugas guru adalah memotivasi murid
untuk belajar demi tercapainya tujuan yang diharapkan, serta di dalam
proses memperoleh tingkahlaku yang diinginkan.
Pada bab terakhir XI dibuku ini membahas tentang pemikiran ke
arah aplikasi psikologi belajar.
Implikasi Teori-Teori Belajar Dari Psikologis Behavioristik
Dalam implikasi teori-teori belajar dari psikologis behavioristik terdapat
prosedur-prosedur pengembangan tingkah laku baru. Terdapat dua
metode untuk mengembangkan pola tingkahlaku baru, yaitu:
a) Shaping
Fraziner (1969) mengemukakan lima langkah perbaikan tingkahlaku
belajar murid:
1. Datang di kelas pada waktunya
2. Berpartisipasi dalam belajar dan merespon guru.
3. Menunjukkan hasil tes-tes dengan baik
4. Mengerjakan pekerjaan rumah
5. Penyempurnaan
b) Modelling
Modelling adalah suatu bentuk belajar yang tak dapat
disamakan dengan classical conditioning maupun operant conditioning.
Dalam modeling, seseorang yang belajar mengikuti kelakuan orang
lain sebagai model. Tingkahlaku manusia lebih banyak dipelajari
melalui mendeling atau imitasi daripada melalui pengajaran langsung.
Terdapat juga prosedur-prosedur pengendalian atau perbaikan
tingkahlaku.
a) Memperkuat tingkahlaku bersaing
b) Ekstinguis
c) Satiasi
d) Perubahan lingkungan stimuli
e) Hukuman
Selanjutnya berikut ini adalah langkah-langkah bagi guru dalam
mengadakan analisa dan modifikasi tingkah laku.
a) Rumuskan tingkahlaku yang diubah secara operasional
b) Amatilah frekuensi tingkahlaku yang perlu diubah.
c) Ciptakan situasi belajar atau treatment sehingga terjadi
tingkahlaku yang diinginkan.
d) Identifikasikan “reinforcers” yang potencial.
e) Perkuatlah tingkahlaku yang diinginkan, dan jika perlu gunakan
prosedur-prosedur untuk memperbaiki tingkah laku yang tidak
pantas.
f) Catatlah tingkahlaku yang diperketat untuk menentukan
kekuatan-kekuatan atau frekuensi respon yang telah
ditingkatkan.
Implikasi Teori-Teori Belajar Psikologi Kognitif
Merek a bependapat bahwa tingkahlaku seseorang selalu didasarkan pada
kognisi yaitu suatu perbuatan mengetahui atau perbuatan pikiran
terhadap situasi di mana tingkahlaku itu terjadi. Tiga tokoh penting
pengembang teori psikologi kognitif, yaitu:
1) Piaget, yang mengemukakan tentang perkembangan kognitif anak
sesuai dengan perkembangan usia (a cognitive developmental)
2) Bruner, yang mengembangkan psikologi kognitif dengan menemukan
metode belajar “discovery”.
3) Ausubel, yang berpendapat: jika pengetahuan disusun dan disajikan
dengan baik, siswa akan dapat belajar dengan efektif melalui buku tes
dan metode-metode ceramah.
Dari metode-metode tidak dapat ditarik kesimpulan metode mana yang
paling efektif. Hal itu tergantung pada tujuan instruksionalnya, sifat dan
kecakapan murid, minat dan kecakapan guru di dalam mengajar (strategi
mengajar).
Implikasi Teori Belajar Humanistik
a) Guru sebagai fasilitator
Psikologi hmanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Ini
merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa guuidelenes
(petunjuk).
1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasan
awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas.
2. Fasilitator mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber
untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa
untuk membantu mencapai tujuan mereka.
3. Fasilitator dapat menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu
sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
b) Ciri-ciri Humanistik mengenai guru-guru yang baik.
Menurut Combs dan kawan-kawan, ciri-ciri guru yang baik ialah:
1. Guru yang mempunyai anggapan bahwa orang lain itu mempunyai
kemampuan untuk memecakan masalah mereka sendiri.
2. Guru yang melihat bahwa orang lain mempunyai sifat ramah, dan
bersahabat dan bersifat ingin berkembang.
3. Guru cenderung melihat orang lain sebagai orang yang sepatutnya
dihargai.
4. Guru yang melihat orang-orang dan prilaku mereka sebagai pada
dasarnya berkembang dari dalam; jadi bukan merupakan produk
dari peristiwa-peristiwa eksternal yang dibentuk dan digerakkan.
Dia melihat orang-orang itu mempunyai kreativitas dan dinamika;
jadi bukan orang yang pasif tau lamban.
5. Guru menganggap orang lain itu ada pada dasarnya dapat
dipercaya dan dapat diandalkan dalam pengertian dia akan
berprilaku menurut aturan-aturan yang ada.
6. Guru yang melihat orang lain itu dapat memenuhi dan
meningkatkan dirinya; bukan menghalangi apalagi mengancam.