PROPOSAL PKL

38
KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga Proposal Praktek Magang ini dengan judul ‘’Proses pendinginan dan Pembekuan Ikan Kakap di CV 46 Banggai Laut Provinsi Sulawesi Tengah’’ dapat terselesaikan. Tak ada gading yang tak retak, penyusun menyadari bahwa proposal PKL ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penyusun mengharapakan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan pembuatan proposal lainnya ataupun tugas-tugas selanjutnya. Melalui lembaran ini penyusun mengucapakan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam segi materi maupun waktu. Sekian. Gorontalo, 3 Maret 2015 Penyusun

description

proses produksi ikan kakap beku

Transcript of PROPOSAL PKL

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

berkat dan rahmat-Nya sehingga Proposal Praktek Magang ini dengan judul ‘’Proses

pendinginan dan Pembekuan  Ikan Kakap di CV 46 Banggai Laut Provinsi Sulawesi

Tengah’’ dapat terselesaikan.

Tak ada gading yang tak retak, penyusun menyadari bahwa proposal PKL ini

masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penyusun mengharapakan kritik dan

saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan pembuatan proposal lainnya

ataupun tugas-tugas selanjutnya.

Melalui lembaran ini penyusun mengucapakan banyak terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu, baik dalam segi materi maupun waktu. Sekian.

Gorontalo, 3 Maret 2015

Penyusun

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : PROSES PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN IKAN KAKAP (lutjanus sp.) DI CV. 46 BANGGAI LAUT

NAMA : HADRI DJON

NIM : 632 411 060

JURUSAN : TEKNOLOGI PERIKANAN

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Faiza A. Dali, S.Pi, M.Si Nikmawati Yusuf, S.Ik, M.SiNIP.198405142008122003 NIP.197702082005012004

Mengetahui,

Ketua Jurusan Teknologi Perikanan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lukman Mile, S.Pi, M.SiNIP:

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.........................................................................................

1.2 Tujuan dan Manfaat.................................................................................

1.2.1 Tujuan.............................................................................................

1.2.2 Manfaat...........................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Ikan Kakap (lutjanus sp)..........................................................

2.2 Habitat Ikan kakap...................................................................................

2.2.1 Komposisi Kimia Umum Ikan Kakap ............................................

2.3 Pembekuan...............................................................................................

2.3.1 Prinsip Pembekuan..........................................................................

2.3.2 Metode Pembekuan.........................................................................

2.4 Persyaratan mutu dan keamanan pangan ikan beku................................

BAB III METODE PKL

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan PKL......................................................

3.2 Metode Pelaksanaan PKL........................................................................

3.3 Sumber Data.............................................................................................

3.3.1 Data Primer.....................................................................................

3.3.2 Data Sekunder.................................................................................

3.4 Teknik Pengumpulan Data.......................................................................

3.5 Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data.............................................

3.6 Kegiatan PKL...........................................................................................

3.6.1 Materi Kegiatan..............................................................................

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PRNDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia terdiri atas 17.502 buah pulau, dan garis pantai sepanjang 81.000 km

dengan luas wilayah perikanan di laut sekitar 5.8 juta km2 yang terdiri dari perairan

kepulauan teritorial seluas 3.1 juta km2 serta perairan Zona Ekonomi Esklusif

Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 juta km2. Fakta tersebut menunjukkan bahwa prospek

pembangunan perikanan dan kelautan Indonesia dinilai sangat cerah dan menjadi

salah satu kegiatan ekonomi yang strategis.

Sumberdaya ikan yang hidup di wilayah perairan Indonesia dinilai memiliki

tingkat keragaman hayati (bio-diversity) paling tinggi. Sumberdaya tersebut paling

tidak mencakup 37% dari spesies ikan di dunia (Kantor Menteri Negara Lingkungan

Hidup, 1994). Di wilayah perairan laut Indonesia terdapat beberapa jenis ikan bernilai

ekonomis tinggi antara lain: Tuna, cakalang, udang, tongkol, tenggiri, kakap, cumi-

cumi, ikan-ikan karang (kerapu, baronang, udang barong/lobster), ikan hias dan

kerang-kerangan termasuk rumput laut (Barani, 2004).

Ikan kakap (Lutjanus sp.) merupakan jenis ikan domersal, umumnnya ikan ini

mendiami perairan berdasar karang, dan yuwana. Ikan kakap sering ditemukan

menempati perairan hutan bakau atau di daerah yang banyak ditumbuhi rumput laut.

Ikan kakap mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi karena banyak diminati

konsumen baik sebagai ikan hias dengan ukuran 5-10 cm maupun sebagai ikan

komsumsi dengan bobot lebih dari 500 gr. Produksi ikan kakap di Indonesia sebagian

besar masih dihasilkan dari penangkapan di laut, dan hanya beberapa saja diantaranya

yang telah dihasilkan dari usaha pemeliharaan (budidaya).

Ikan kakap memiliki kandungan protein cukup tinggi. Bagi masyarakat maju,

makanan tidak hanya sekedar member rasa kenyang dan nikmat saja tetapi harus

mempunyai kandungan gizi yang tinggi, keamanan produk dan jaminan mutu yang

baik. Selain itu juga, ikan merupakan salah satu jenis pangan yang cepat mengalami

WIN7, 04/05/15,
YUWANA?
WIN7, 04/05/15,
DILENGKAPI DENGAN JUMLAH GIZI

kemunduran mutu sehingga membutuhkan penanganan khusus untuk menjaganya

agar tetap segar. Penanganan ikan bertujuan untuk menjaga mutu atau kualitas ikan

sesuai dengan standar yang diinginkan. Penurunan mutu ikan dapat terjadi segera

setelah ikan mengalami kematian, peristiwa ini terjadi karena mekanisme pertahanan

normal terhenti setelah ikan mati.

Penurunan mutu ikan dapat dihambat dengan perlakuan suhu rendah.

Penggunan suhu rendah (pendinginan dan pembekuan) dapat memperlambat proses-

proses biokimia yang berlangsung dalam tubuh ikan yang mengarah pada penurunan

mutu ikan (Junianto, 2003). Berbagai cara pengawetan telah banyak dilakukan, tetapi

sebagian besar diantaranya tidak mampu mempertahankan sifat-sifat alami ikan.

Salah satu cara mengawetkan ikan yang tidak mengubah sifat alami ikan adalah

pendinginan dan pembekuan (Murniyati dan Sunarman, 2000).

Ada beberapa hal yang melatar belakangi pengambilan judul Proses Produksi

Ikan Kakap Merah Beku yaitu, potensi pasar yang luas dan minat dari pasar

Internasional yang masyarakatnya gemar mengkomsumsi Sea food. Selanjutnya

produk pembekuan ikan kakap mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, jadi sangat

menarik untuk berperan di dunia pengolahan khususnya ikan kakap. CV. 99

merupakan salah satu industri perikanan. Industri ini merupakan salah satu penghasil

produk perikanan beku sekaligus pengespor produk ikan beku yang berada di

Banggai Laut, Sulawesi Tengah. yang telah menerapkan system rantai dingin.

Sehingga penulis sangat tertrik untuk melakukan Praktek Kerja Lapang di CV. 99.

1.2 Tujuan dan Manfaat

1.2.1 Tujuan

Tujuan Praktek Kerja Lapang ini adalah

1. Untuk mengetahui proses pembekuan ikan kakap di CV. 46 Banggai Laut;

2. untuk memperoleh tambahan ilmu pengetahuan, pengalaman dan

keterampilan dalam penanganan ikan khususnya proses pembekuan ikan

kakap.

1.2.2 Manfaat Praktek Kerja Lapang ini adalah

1. memberikan pengetahuan kepada mahasiswa mengenai proses pembekuan

ikan kakap di CV. 46 Banggai Laut. (2) dapat mengaplikasikan ilmu

pengetahuan yang diperoleh dan membandingkan ilmu tersebut dengan

penerapannya dilapangan. (3) melatih soft skill mahasiswa dalam dunia

kerja.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Ikan Kakap (Lutjanus sp.)

Nama kakap diberikan kepada kelompok ikan yang termasuk tiga genus yaitu

Lutjanus, Latidae dan Labotidae. Jenis-jenis yang termasuk Lutjanidae biasanya

disebut kakap merah, dan jenis lainnya yaitu Lates calcarifer yang termasuk suku

Latidae umumnya disebut kakap putih dan Lobotos surinamensis yang termasuk suku

Lobotidae disebut kakap batu (Hutomo et al. 1986). Kakap merah atau bambangan

sangat mudah dikenali dari warnanya yaitu mulai dari kuning kemerahan, merah

darah, merah tua kehitaman, sampai kuning kecoklatan, kecuali genus Macolor yang

berwarna biru gelap kehitaman.

Menurut Fishyforum (2008), bahwa secara morfologi, bentuk badan ikan

kakap merah memanjang sampai agak pipih. Mulutnya terletak pada bagian ujung

kepala (terminal), biasanya terdapat gigi taring (canine) pada rahangnya. Bagian

pinggir operculum biasanya bergerigi dan sisiknya ctenoid. Bagian depan dari kepala

tak bersisik atau pada bagian depan dari tutup insang terdapat beberapa baris sisik.

Sering terdapat bintik atau noda kehitaman (blotches). Sirip punggung tunggal

dengan jari-jari 9-12 jari-jari sirip keras dan 9-17 jari-jari sirip lemah yang bercabang.

Sirip dubur dengan 3 sirip keras dan 7-14 sirip lemah bercabang. Sirip ekor mulai

dari yang berbentuk truncate sampai berbentuk cagak yang dalam (deeply forked).

Secara lengkap taksonomi ikan kakap merah adalah sebagai berikut :

Klasifikasi Ikan Kakap Merah

Filum               : Chordata

Sub filum         : Vertebrata

Kelas               : Pisces

Sub kelas        : Teleostei

Ordo                : Percomorphi

Sub ordo         : Perciodea

Famili              : Lutjanidae

Sub famili        : Lutjanidae

Genus                         : Lutjanu

Spesies           : Lutjanus sp.

Ikan kakap memiliki ciri-ciri yaitu : Badan memanjang melebar, gepeng

kepala cembung, bagian bawah penutup insang bergerigi, gigi-gigi pada rahang

tersusun dalam ban-ban, ada gigi taring pada bagian terluar rahang atas, sirip

punggung berjari-jari keras 11 dan lemah 14, sirip dubur berjari-jari keras 3 lemah 8-

9, termasuk ikan buas, makannya ikan kecil dan invertebrata dasar laut. Hidup

menyendiri di daerah pantai sampai kedalaman 60 m. Dapat mencapai panjang 45-50

Cm dan warna bagian atas kemerahan/merah kekuningan, di bagian bawah merah

keputihan. Garis-garis kuning kecil diselingi warna merah pada bagian punggung di

atas garis rusuk.

Ikan ini menghuni hampir seluruh perairan pantai Indonesia. Bisa ditemukan

di sekitar kapal tenggelam, tandes, dan tanjungan. Konsentrasi kakap merah terpadat

umumnya terdapat di lepas pantai hingga kedalaman 60 meter (Gunarso, 1995).

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1 :

Gambar 1 : Kakap Merah (Lutjanus sanguineus)

2.2 Habitat Ikan Kakap

Ikan kakap umumnya menghuni daerah perairan karang ke daerah pasang surut

di muara, bahkan beberapa spesies cenderung menembus sampai ke perairan tawar.

Jenis ikan kakap berukuran besar umumnya membentuk gerombolan yang tidak

begitu besar dan beruaya ke dasar perairan menempati bagian yang lebih dalam dari

pada jenis yang berukuran kecil. Selain itu biasanya ikan kakap tertangkap pada

kedalaman dasar antara 40- 60 meter (Gunarso, 1995).

Jenis yang berukuran kecil seringkali dijumpai beragregasi di dekat permukaan

perairan karang pada waktu siang hari. Pada malam hari umumnya menyebar guna

mencari makanannya baik berupa jenis ikan maupun crustacea. Ikan-ikan berukuran

kecil untuk beberapa jenis ikan kakap biasanya menempati daerah bakau yang

dangkal atau daerah-daerah yang ditumbuhi rumput laut. Potensi ikan kakap jarang

ditemukan dalam gerombolan besar dan cenderung hidup soliter dengan lingkungan

yang beragam mulai dari perairan dangkal, muara sungai, hutan bakau, daerah pantai

sampai daerah berkarang atau batu karang.

Famili Lutjanidae utamanya menghuni perairan tropis maupun sub tropis, walau

tiga dari genus Lutjanus ada yang hidup di air tawar (Baskoro et al. 2004).

Penyebaran ikan kakap di Indonesia sangat luas dan hampir menghuni seluruh

perairan pantai Indonesia.

2.2.1 Komposisi Kimia Ikan Kakap

Ikan Kakap adalah bahan makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat

Indonesia.  Ikan Kakap mengandung energi sebesar 92 kilokalori, protein 20 gram,

karbohidrat 0 gram, lemak 0,7 gram, kalsium 20 miligram, fosfor 200 miligram, dan

zat besi 1 miligram.  Selain itu di dalam Ikan Kakap juga terkandung vitamin A

sebanyak 30 IU, vitamin B1 0,05 miligram dan vitamin C 0 miligram.  Hasil tersebut

didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram Ikan Kakap, dengan jumlah

yang dapat dimakan sebanyak 80 %.

(Sumber: http://www.organisasi.org/1970.Isi-kandungan-gizi-I).

Tabel 1.Komposisi Kimia Ikan Kakap

Kandungan Jumlah SatuanAir 77.0 gProtein 20.0 gLemak 0,7 gKalsium 20 MgBesi 1.0 mgVit A. 30.0 -

Sumber : Wibowo (1997)

Manfaat Ikan Kakap

Ikan kakap dengan berat 100 gram mengandung hampir 70 persen dari jumlah

kandungan selenium. Selenium dapat mendukung fungsi sel darah putih dan

diperlukan untuk kelenjar tiroid agar dapat berfungsi dengan benar. Selenium

merupakan antioksidan yang dapat mencegah senyawa radikal bebas menyebabkan

kerusakan DNA yang dapat menyebabkan penyakit rheumatoid arthritis, kanker dan

penyakit jantung. Kekuatan antioksidan selenium ini ditingkatkan ketika

dikombinasikan dengan sumber vitamin E.

Setiap 3 ons sajian ikan kakap yang dimasak memberikan 14% vitamin A.

Vitamin A penting untuk sistem kekebalan tubuh, juga untuk produksi dan

pemeliharaan tulang dan kesehatan kulit dan mata, vitamin A juga berperan dalam sel

reproduksi dan diferensiasi. Mengkonsumsi Vitamin A dalam jumlah yang cukup

setiap hari bisa menurunkan risiko terkena gangguan mata seperti katarak atau

degenerasi makula terkait usia. Vitamin A adalah nutrisi yang larut dalam lemak dan

membutuhkan sumber lemak makanan untuk diserap oleh usus.

Ikan kakap juga mengandung 444 miligram, atau 9,4 persen dari kebutuhan

harian akan kalium dengan porsi 3 ons daging kakap yang dimasak. Kalium

merupakan zat yang dapat berguna sebagai mineral dan elektrolit. Hal ini diperlukan

oleh tubuh untuk memicu enzim yang dibutuhkan dalam metabolisme energi dan

untuk kesehatan jantung dan rangka otot untuk berkontraksi dengan baik

Selain Selenium, Vitamin A, dan kalium. Ikan kakap juga mengandung 0.31

gram omega-3 asam lemak dalam setiap porsi 100 gram. Konsentrasi asam lemak

omega-3 kurang lebih sama dengan jumlah yang disediakan dengan porsi 3-ons

udang, lele, kepiting atau kerang. The American Heart Association (AHA)

melaporkan bahwa mengkonsumsi ikan yang kaya akan asam lemak omega-3 secara

teratur secara signifikan dapat mengurangi risiko penyakit jantung, aterosklerosis

(penyumbatan pada pembuluh darah) dan kolesterol tinggi.

(Sumber : http://Permathic.com/2015/kandungan-gizi-dan-manfaat-ikan-kakap)

2.3 Pembekuan

Pembekuan adalah proses mengawetkan produk makanan dengan cara hamper

seluruh kandungan air dalam produk menjadi es. Keadaan beku menyebabkan

aktivitas mikrobiologi dan enzim terhambat sehingga daya simpan produk menjadi

panjang. Jenis pembekuan terbagi menjadi dua golongan yaitu pembekuan cepat

(quick freezing) dan pembekuan lambat (Slow freezing) (Murniyati dan Sunarman,

2000).

Sedangkan menurut Afriyanto dan Liviawaty (1989) proses pembekuan

merupakan proses terjadinya pemindahan panas dari tubuh ikan yang bersuhu lebih

tinggi ke refrigerant yang bersuhu rendah dengan demikian kandungan air di dalam

tubuh ikan akan menjadi kristal es. Sebagian besar kandungan air di dalam tubuh ikan

merupakan air bebas (free water) yaitu sekitar 67% dan selebihnya merupakan air tak

bebas (bound water) yaitu cairan tubuh yang secara kimiawi terikat kuat dengan

substansi lain di dalam tubuh ikan, seperti molekul protein, lemak dan karbohidrat.

Fenny (2010), menambahkan bahwa teknologi pembekuan makanan adalah

teknologi pengawetan makanan dengan cara menurunkan suhu makanan hingga di

bawah titik beku air, membekukan makanan cenderung menjaga kesegaran makanan.

Suhu yang digunakan untuk membekukan bahan pangan umumnya di bawah -20C

(280F). Proses pembekuan makanan ini melibatkan pemindahan panas dari produk

makanan, dengan demikian akan terjadi perubahan fase air dari cari ke fase padat dan

membentuk kristal es. Adanya kristalisasi ini menyebabkan mobilitas air di dalam

makanan terbatas sehingga menyebabkan berkurangnya aktivitas iar di dalamnya.

Penurunan aktivitas air ini menjadi penghambat utama pertumbuhan mikroorganisme

dan aktivitas enzim di dalam produk makanan sehingga membuat makanan akan

menjadi lebih awet dan tidak mudah membusuk.

Setiap bahan pangan mempunyai suhu yang optimum untuk berlangsungnya

proses metabolism secara normal. Suhu penyimpanan yang lebih tinggi dari shu

optimum akan mempercepat terjadinya proses pembusukan. Suhu pendinginan

berkisar 50C sampai 100C, sedangkan suhu pembekuan adalah -200C sampai -800C.

Menyimpan bahan pangan pada suhu -200C sampai -800C diharapkan dapat

memperpanjang masa simpan bahan pangan. Hal ini disebabkan suhu rendah yang

dapat memperlambat aktivitas metabolism dan menghambat pertumbuhan mikroba.

Selain itu juga mencegah terjadinya reaksi-reaksi kimia dan hilangnya kadar air dari

bahan pangan (Muchtadi, 1997).

Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), pembekuan membutuhkan

pengeluaran panas dari tubuh ikan. Proses terbagi atas tiga tahapan, yaitu:

1) Pada tahap pertama suhu menurun dengan cepat hingga saat tercapainya

titik beku (200C hingga 00C).

2) Kemudian, pada tahapan kedua suhu turun perlahan-lahan (00C hingga

mencapai -50C) karena dua hal yaitu penarikan panas dari tubuh ikan bukan

berakibat pada penurunan suhu, melainkan berakibat pada pembekuan air di

dalam tubuh ikan dan terbentuknya es pada bagian luar dari ikan merupakan

penghambat bagi proses pendinginan dari bagian-bagian di dalamnya.

3) Pada tahapan ketiga, jika kira-kira ¾ bagian kandungan air sudah beku,

penurunan suhu berjalan cepat kembali (di bawah -50C).

Waktu yang dibutuhkan dalam pembekuan ikan untuk melintasi tahapan kedua

(00C hingga -50C) disebut thermal arrest time. Berdasarkan panjang pendeknya waktu

ini, pembekuan dibagi menjadi dua, yaitu pembekuan cepat (quick freezing) yang

tidak lebih dari dua jam dan pembekuan lambat (slow freezing atau sharp freezing)

yang lebih dari dua jam.

2.3.1 Prinsip Pembekuan

Pada dasarnya pembekuan sama dengan pendinginan yang dimaksudkan untuk

mengawetkan sifat-sifat alami produk yang dibekukan. Menurut wahyudi (2003),

keadaan beku menyebabkan bakteri dan enzim terhambat kegiatannya, sehingga daya

awet ikan beku lebih besar dibandingkan ikan yang hanya didinginkan. Pada suhu -

120C kegiatan bakteri telah dapat dihentikan, tetapi proses-prses enzimatis masih

terus berjalan. Kematian bakteri dalam keadaan beku disebabkan oleh hal-hal sebagai

berikut:

1) Sebagian besar air di dalam tubuh ikan telah berubah menjadi es dan

persediaan cairan menjadi sangat terbatas dengan demikian bakteri akan

mengalami kesulitan untuk menyerap makanan, sehingga hidupnya

terganggu karena bakteri hanya dapat menyerap makanan dalam bentuk

larutan.

2) Cairan di dalam sel bakteri yang ikut membeku mendesak dan memecah

dinding sel bakteri sehingga menyebabkan kematian bakteri.

3) Suhu rendah itu sendiri menyebabkan bakteri tidak tahan dan mati.

Pembekuan didasarkan pada dua prinsip yakni, (1) suhu yang sangat rendah

menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan memperlambat aktivitas enzim dan

reaksi kimiawi, (2) pembentukan kristal es yang menurunkan ketersediaan air bebas

di dalam pangan sehingga pertumbuhan mikroorganisme terhambat. Pada skala

domestik, pangan yang akan dibekukan diletakkan di dalam freezer di mana akan

terjadi proses pindah panas yang berlangsung secara konduksi (untuk pengeluaran

panas dari produk). Proses ini berlangsung selama beberapa jam, tergantung pada

kondisi bahan pangan yang akan dibekukan. Di industri pangan telah dikembangkan

metode pembekuan lainnya untuk mempercepat proses pembekuan yang

memungkinkan produk membeku dalam waktu yang pendek. Pembekuan cepat akan

menghasilkan kristal es berukuran kecil sehingga akan meminimalkan kerusakan

tekstur bahan pangan yang dibekukan (syamsir, 2008).

2.3.2 Metode Pembekuan

Metode pembekuan adalah suatu cara atau perlakuan dalam proses pembekuan

bahan pangan perikanan untuk menghasilkan mutu yang lebih baik. Di bawah ini ada

beberapa metode pembekuan berdasarkan panjang pendeknya waktu dan alat.

Menurut Adawyah (2007), berdasarkan panjang pendeknya waktu thermal

arrest¸ pembekuan dibagi menjadi dua yaitu:

1) Pembekuan Cepat (Quick Freezing)

Pembekuan cepat yaitu pembekuan dengan thermal arrest time tidak lebih dari

dua jam. Pembekuan cepat menghasilkan kristal es yang keci-kecil di dalam jaringan

daging ikan, jika ikan yang dibekukan dicairkan kembali maka kristal-kristal es yang

mencair akan diserap kembali oleh daging dan hanya sedikit yang mengalami drip.

Pembekuan cepat terdapat tiga metode yaitu:

(a) Pembekuan dengan aliran udara dingin (blast freezing): bahan pangan yang

akan didinginkan diletakkan dalam freezer yang dialiri udra dingin (suhu -400C

atau lebih rendah lagi) (Ilyas, 1993).

(b) Pembekuan dengan alat pindah panas tipe gesekan (scraped heat exchanger)

produk dibekukan dengan metode ini untuk mengurangi pembentukan kristal es

berukuran besar. Produk digesekkan pada permukaan pendingin dan kemudian

segera dibawa menjauh. Proses ini dilakukan secara berulang-ulang. (Murniyati

dan Sunarman, 2000).

(c) Pembekuan kriogenik (Criogenic freezing) yaitu nitrogen cair atau karbon

dioksida yang disemprotkan langsung pada bahan-bahan pangan berukuan kecil

seperti udang atau strawberry karena cairan nitrogen dan karbon dioksida

mempunyai suhu beku yang sangat rendah (berturut-turut -1960C dan -780C)

maka proses pembekuan akan berlangsung spontan (Syamsir, 2008).

Menurut Ilyas dan Moeljanto (1992), bahwa keuntungan dari pembekuan cepat

antara lain:

(a) Mencegah pembusukan oleh bakteri

(b) Mempertinggi produktivitas

(c) Di pabrik besar, memungkinkan penggunaan ban berjalan (conveyer) dan

peralatan otomatis

(d) Memungkinkan pemakaian freezer secara maksimum

(e) Bisa menhasilkan produk yang terkemas seragam s dan penampilan menarik.

2) Pembekuan Lambat (Slow Freezing atau Sharp Freezing)

Pembekuan lambat yaitu pembekuan dengan thermal arrest time lebih dari dua

jam. Pembekuan lambat akan menghasilkan kristal es yang besar-besar sehingga

dapat merusak jaringan daging ikan dan tekstru daging ikan setelah di thawing

menjadi kurang baik karena akan berongga-rongga dan banyak sekali drip yang

terbentuk (Adawyah, 2007).

Pembekuan lambat umumnya menyebabkan rendahnya kualitas produk karena

dinding otot cukup elastic untuk menampung kristal es yang lebih besar yang

mengkibatkan kerusakan yang berlebihan . selain itu, sebagian besar air dalam otot

ikan berbentuk gel dan terikat pada protein sehingga hanya sedikit cairan yang hilang

walaupun kerusakan sel benar-benar terjadi. Penurunan kualitas selama pembekuan

lebih berhubungan dengan perubahan sifat protein. Pembekuan menyebabkan

beberapa perubahan dalam protein, atau beberapa pengubahan dari kondisi asal

mereka, oleh sebab itu disebut dengan istilah “perubahan sifat” (denaturation)

(Annonymous, 2009).

Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), metode pembekuan berdasarkan alat

yang dipakai dibagi menjadi 5 macam, yakni:

1) Sharp Freezer, termasuk metode pembekuan lambat, yaitu produk

diletakkan di atas rak yang terbuat dari pipa pendingin.

2) Multi Plate Freezer¸ merupakan metode pembekuan yang memanfaatkan

susunan pelat aluminium sebagai pendingin, yaitu ikan dijepitkan di antara

pelat-pelat tersebut. Metode ini lebih efisien dan cepat membekukan produk.

3) Air Blast Freezer, merupakan metode yang memanfaatkan udara dingin,

yaitu dengan menghembuskan dan mengedarkan udara dingin ke sekitar

produk secara kontinyu

4) Immersion Freezer, merupakan metode yang memanfaatkan cairan dingin.

Pembekuan berlangsung cepat, sering dipraktekkan di kapal penangkapan

(udang dan tuna). Alatnya : Brine Freezer

5) Spray freezer, merupakan metode yang memanfaatkan cairan dingin dengan

menyemprot bahan brine dingin, bisa dipakai untuk membekukan ikan

lemuru dan dan kembung.

Pembekuan cepat dan pembekuan lambat mempengaruhi besar dan kecilnya

kristal es yang terbentuk. Semakin cepat pembekuan semakin kecil kristal es yang

terbentuk, sebaliknya semakin lama pembekuan semakin besar kristal es yang

terbentuk. Oleh karena itu, pada pembekuan lambat, produk beku jika dicairkan

kembali maka kristal yang mencair akan mendesak dan merusak susunan jaringan

daging, dengan demikian pembekuan lambat menghasilkan produk ikan bermutu

rendah karena terjadinya denturasi protein, khususnya pada suhu -10C dan -20C

(Syamsir, 2008).

a. Proses dan Tahapan Pembekuan

Ikan sebagian besar terdiri dari air yaitu sekitar 80%. Selama proses pembekuan

bagian terbesar (air) itu berubah dari fase cair menjadi fase padat atau es. Proses

pembekuan berarti pengenyahan panas dari ikan agar suhu ikan menurun melalui 00C

dan terus menurun melalui -200C hingga -300C dan boleh sampai -400C atau -500C.

Pembekuan ikan merupakan salah satu cara untuk mempertahankan kesegaran ikan,

hal ini disebabkan karena dengan pembekuan dapat menghentikan aktivitas

mikroorganisme pembusuk (Moeljanto, 1992).

Ikan membeku pada suhu antara -0,60C sampai -20C, atau rata-rata pada -10C.

kenyataannya sangat sulit membekukan keseluruhan cairan yang terdapat pada tubuh

ikan, karena air terikat pada tubuh ikan sangat sulit dibekukan dan memiliki titik

pusat beku yang sangat rendah. Pada umumnya, jika pembekuan sudah mencapai

-120C hingga -300C sudah dianggap cukup. Jika suhu sudah mencapai -550C hingga

-650C, maka seluruh tempat di dalam tubuh ikan akan membeku (Adawyah, 2007).

Adapun tahapan pembekuan terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:

1. Penerimaan Bahan Baku (Receiving)

Menurut Hadiwiyoto (1993), bahwa bahan baku yang diterima di unit

pengolahan diuji secara organoleptik, untuk mengetahui mutunya. Penerimaan bahan

baku harus ditangani dengan cermat dan saniter dalam kondisi dingin dengan tujuan

mempertahankan mutu bahan baku sesuai spesifikasi. Sedangkan persyaratan bahan

baku pada saat proses pembekuan harus sesuai dengan kualitas mutu produk ikan

beku. (BSN, 2014)

Karakteristik kesegaran bahan baku perikanan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1 : Karakteristik kesegaran bahan baku

Parameter Uraian

- Rupa dan warna

- Bau

- Daging

- Rasa

- Bersih, warna daging spesifik jenis ikan

- Segar spesifik jenis / bau rumput laut segar

- Elastis, padat dan kompak

- Netral sedikit manis

Sumber : Direktorat Pengolahan Hasil Perikanan, (2006).

Berdasarkan (SNI 2731.1:2010), bahwa mutu bahan baku harus bersih, bebas

dari bau yang menandakan pembusukan kemudian bebas dari tanda dekomposisi dan

pemalsuan serta bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta

tidak membahayakan kesehatan.

2. Sortasi

Menurut Afrianto (2008), sortasi pada bahan baku bertujuan untuk mendapatkan

bahan baku ikan dengan jenis, ukuran dan mutu yang seragam. Pemisahan ini akan

menjaga mutu bahan baku tetap baik, dengan bahan baku bermutu baik maka produk

ikan beku yang dihasilkan tentunya akan berkualitas baik.

3. Penimbangan (Weighting)

Penimbangan bahan baku dilakukan untuk mengetahui berat bahan baku yang

diterima dan penimbangan ini menjadi faktor utama dalam penetuan harga pembelian

bahan baku. Ikan ditimbang sesuai spesifikasi secara cepat, cermat dan saniter dalam

kondisi dingin. Penimbangan bahan baku bertujuan untuk mendapatkan ikan dengan

berat sesui spesifikasi (SNI 4110:2014).

4. Pencucian (Washing)

Ikan dicuci dengan air dingin suhu 00C – 50C untuk membersihkan ikan dari

sisa-sisa kotoran darah, benda asing dan mengurangi jumlah bakteri. Pencucian bahan

pangan bertujuan untuk mengurangi populasi mikroba alami (flora alami) yang

terdapat pada bahan pangan, sehingga populasinya tidak berpengaruh pada proses

selanjutnya. Pencucian dilakukan dengan air mengalir, bersih dan sudah didinginkan

antara suhu 0-50C (Afrianto, 2008).

5. Penyusunan dalam Pan

Penyusunan dalam wadah/pan hendaknya secara rapi dan teratur, dan wadah

tersebut dilapisi plastik untuk menjaga kontaminasi dari wadah yang digunakan. Ikan

disusun dalam pan secara cepat, cermat dan saniter dalam kondisi dingin. Penyusunan

bertujuan untuk mendapatkan susunan ikan yang rapi dan sesuai spesifikasi.(SNI

4110:2014).

6. Pembekuan

Ikan yang sudah tersusun dalam pan dibekukan dengan pembekuan cepat

sampai suhu pusat produk mencapai suhu pusat -180C. Pembekuan cepat

menggunakan alat pembeku Contact Plate Freezer (CPF) atau Air Blast Freezer

(ABF) untuk frozen block sedangkan untuk Individuao Quick Freezing (IQF) ikan

dibekukan dengan pembekuan cepat menggunakan alat pembeku Air Blast Freezer

(ABF).

7. Penanganan ikan setelah pembekuan

Menurut Adawyah (2007), ikan yang dikeluarkan dari Freezer harus segera

dilakukan penanganan lebih lanjut, diantaranya:

1. Glazing

Glazing merupakan cara untuk pemberian selimut es (glaze) pada ikan beku

dengan cara mencelupkan ikan ke dalam air, yang bertujuan untuk mengurangi

dehidrasi dan oksidasi. Glazing bertujuan untuk melapisi ikan agar tidak terjadi

pengeringan pada saat penyimpanan.

2. Pengemasan atau pengepakan (packing)

Pengemasan atau pengepakan perlu dilakukan tidak untuk melindungi produk, tetapi

juga untuk meningkatkan nilai estetika sehingga meningkatkan daya tarik terhadap

konsumen. Kemasan yang digunakan harus kedap udara untuk mengurangi terjadinya

oksidasi produk, kemasan juga harus dapat menahan uap air agar dapat mencegah

penguapan produk selama penyimpanan.

b. Persyaratan mutu dan keamanan pangan ikan beku

Penanganan ikan beku memiliki standar pengawasan terhadap hasil uji

organoleptik, mikrobiologi, kimia dan fisik. Standar ini berdasarkan SNI 4110:2014,

spesifikasi ikan beku. Standar ini dimaksudkan agar hasil penanganan ikan beku

bebas dari bahaya biologi, kimia maupun fisik yang dapat merusak kesehatan

manusia, sehingga aman untuk dikonsumsi. Persyaratan mutu dan keamanan pangan

ikan beku berdasarkan uji organoleptik, mikrobiologi, kimia dan fisik disajikan pada

table 2.

Tabel 2. persyaratan mutu dan keamanan pangan ikan beku

Parameter uji Satuan Persyaratana. Sensorib. Kimiaa

- Min. 7 (skor 1-9)

- Histaminc

- TVBMg1/kgMgN%

Maks. 100Maks. 20

c. Fisika- Suhu pusat

d. Cemaran Mikroba- ALT- Escherichia coli- Salmonella- Vibrio choleraa

- Vibrio parahaemolyticusa

- Listeria monocytogenesa,f

0C

Koloni/gAPM/gPer 25 gPer 25 gAPM/gPer 25 g

Maks. -18

Maks. 5,0 x 105

˂3NegativeNegative

˂3Negative

e. Cemaran logama

- Arsen (As)- Cadmium (Cd)

mg/gmg/gmg/gmg/g

Maks. 1,0Maks. 0,1Maks. 0,5b

Maks. 0,05d

e. Cemaran logama

- Merkuri (Hg)

- Timah (Sn)- Timbal (Pb)

mg/gmg/gmg/gmg/gmg/gmg/g

Maks. 0,5Maks. 1,0b

Maks. 40,0Maks. 0,3Maks. 0,4b

Maks. 0,2d

f. Cemaran fisika

- filthg. Racun hayatia

- ciguatoksina

0

Negatifh. Parasita

- Parsit cacing Ekor 0

Sumber: SNI 4110:2014 Ikan Beku

BAB III

METODE PKL

3.1Waktu dan Tempat Pelaksanaan PKL

Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dilaksanakan mulai tanggal Maret

sampai April 2011 di CV. 46 Banggai Laut, Provinsi Sulawesi Tengah.

3.2Metode Pelaksanaan PKL

Metode yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah

metode survey dan magang. Magang dapat diartikan sebagai proses belajar mengajar

antar sesama, dimana seorang pemagang mendapat pelajaran dari pengalaman kerja

pada suatu perusahaan, di bawah bimbingan seorang pembimbing eksternal.

Metode survey adalah pengamatan secara langsung di lapangan, dimana

pengamatan tersebut dilakukan untuk memperoleh fakta-fakta dan gejala yang ada

dan mencari keterangan-keterangan secara faktual dari suatu kelompok ataupun suatu

daerah (Nazir, 1998).

3.3 Sumber Data

3.3.1Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya. Baik

diperoleh secara langsung dengan cara wawancara, observasi dan alat lainnya. Data

primer yang didapat yaitu data yang diperoleh dari lapangan secara langsung mulai

dari penerimaan bahan baku hingga pemasaran.

Jenis daya primer yaitu berupa data kualitatif dan data kuantitatif.

1. Data kuantitatif merupakan data yang berbentuk bilangan. Kumpulan angka-

angka hasil observasi atau pengukuran sederhana. Data kuantitatif meliputi

jumlah bahan baku, jumlah alat dan bahan yang digunakan dalam proses

produksi, lama waktu produksi, jumlah tenaga kerja, jumlah produksi.

2. Data kualitatif merupakan serangkaian observasi dimana tiap observasi yang

terdapat dalam sampel atau populasi tergolong pada salah satu dari pada kelas-

kelas yang eksklusif secara bersama dan yang kemungkinannya tidak dapat

dinyatakan dalam angka-angka. Data kualitatif meliputi, mutu bahan baku, asal

bahan baku, penanganan yang dilakukan, proses pembekuan ikan, dan sanitasi

hygiene yang diterapkan.

3.3.2Data sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti

secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain).

Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah

tersusun dalam arsip (data dukumentar) yang dipublikasikan dan yang tidak

dipublikasikan. Jenis data sekunder yang dikumpulkan adalah data lokasi perusahaan,

ketenaga kerjaan, tata letak bangunan pabrik.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

            Menurut Narbuko dan Achmadi (2001), observasi adalah pengamatan yang

dilakukan secara langsung di lapangan mengenai fenomena sosial untuk pencatatan

langsung tentang hal-hal yang diketahui, mulai dari penerimaan bahan baku, proses 

pembekuan, hingga penyimpanan atau pemasaran produk.

b. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian

dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara penanya atau pewawancara

dengan penjawab atau responden dengan menggunakan daftar pertanyaan mengenai

proses pembekuan ikan kakap dalam bentuk utuh beku mulai dari penerimaan bahan

baku sampai penyimpanan produk, permasalahan yang dihadapi serta keadaan umum 

(Nazir, 1998).

c. Partisipasi

Partisipasi adalah mengikuti seluruh kegiatan pembekuan ikan mulai dari

penerimaan bahan baku, proses pembekuan, hingga penyimpanan atau pemasaran

hasil produksi secara aktif di lapangan.

3.5 Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data

Data yang telah terkumpul baik data primer maupun data sekunder akan

dilakukan pengolahan yang meliputi editing, tabulating dan analisa data.

Menurut Narbuko dan Achmadi (2001), yang dimaksud dengan :

1. Editing, adalah kegiatan mengecek, memeriksa, serta mengoreksi kembali data

yang telah terkumpul dari wawancara, observasi maupun literatur untuk

mengetahui kebenarannya.

2. Tabulating, adalah menyajikan data ke dalam bentuk tabel untuk mempermudah

dalam melaksanakan analisa data lebih lanjut.

3. Analisa data, adalah kegiatan mengolah data yang terkumpul untuk dijabarkan

dengan jelas tentang kegiatan atau proses pembekuan ikan kakap merah dalam

bentuk filet yang dilakukan sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan. Dalam

analisa data menggunakan analisa deskriptif. Metode ini adalah suatu metode

dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu kondisi untuk membuat

deskriptif, gambaran secara sistematis, faktual dan akurat.

3.6Kegiatan PKL

3.6.1Materi Kegiatan

Dalam Praktek Kerja Lapang (PKL) ini materi yang diambil mengenai proses

pendinginan dan pembekuan ikan kakap di CV. 46 Banggai Laut yang meliputi

semua tahapan proses pendinginan dan pembekuan ikan kakap, mulai dari

penerimaan bahan baku,sortasi, penimbngan, pencucian, penyusunan dalam wadah,

pembekuan, sampai penyimpanan hingga pemasaran produk akhir.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah. R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Afrianto. 2008. Proses Kerusakan Mutu Ikan Tuna. Jakarta : PT. Penebar Swadaya.

Anonnymous.2009.http://www.google.co.id/search?hl=id&q=sortasi+bahan+baku+pada+ikan+kakap&btnG=Telusuri&meta (Di akses tanggal 1 Maret 2015)

Fenny. 2010. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kanasius. Yogyakarta.

Fishyforum. 2008. Kakap Merah. http://fishyforum.blogspot.com/2008/02/ikan-kakap-merah-Lutjanus.sp-circumpectus.html. (Di akses tanggal 1 Maret 2015)

Gunarso, 1995 Klasifikasi ikan kakap  http://www.damandiri.or.id/file /iskandarzulkarnaenipbbab2.pdf (4 April, 2011)

Hadiwiyoto. 1993. Teknologi Hasil Perikanan. Teknik pembekuan Ikan. Jilid II. Paripurna. Jakarta.

Ilyas. 1993. Teknologi Refrigasi Hasil Perikanan. Jilid 1. CV. PARIPURNA. Jakarta

Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta

Murniyati dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kanasius. Yogyakarta

Muchtadi. 1997. Pertumbuhan Mikroba. Penebar Swadaya. Yogyakarta.

Narbuko, Cholid dan Abu achmadi. H. 2001. Metode penelitian. Bumi Aksara.   Jakarta.

Nazir, Muhammad. 1998. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta

Purnawijayanti, H. A. 2001. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja Pengolahan Makanan. Kanisius. Jakarta.

Purwaningsih, S. 1993.  Teknik Pembekuan Udang. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Syamsir, Elvira. 2008. Prinsip Pembekuan/Freezing. http://id.shvoong.com/exact- sciences/ 1799740 -prinsip-pembekuan-freezing-pangan/ (Di akses tanggal 1 Maret 2015

SNI 01-4110.2-2006. Persyaratan Bahan Baku. Jakarta.

SNI. 2731.1:2010. Karakteristik Kesegaran Bahan Baku. Jakarta

SNI. 4110:2014. Ikan Beku. Jakarta

Wahyudi. 2003. Memilah dan Membersihkan Udang. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Wibowo, S., 1997. Pembuatan bakso ikan dan bakso daging. Cetakan III PT. Penebar Swadaya, Jakarta