Proposal Pkl Susu SGM

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu merupakan salah satu bahan pangan yang mempunyai nutrisi penting bagi tubuh manusia, karena kandungan gizinya yang ideal, meliputi karbohidrat, protein, lemak, berbagai vitamin dan mineral penting. Kandungan nutrisi yang tinggi merupakan substrat yang ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme, sehingga produk susu segar tidak memiliki daya simpan yang lama karena mudah rusak. Pengolahan susu segar menjadi berbagai bentuk produk, pada dasarnya bertujuan untuk mencegah kerusakan susu lebih cepat atau memperpanjang umur simpan, sehingga konsumsi susu dan produk olahannya dapat lebih meluas diseluruh lapisan masyarakat dengan jumlah yang semakin meningkat. Namun perlu disadari bahwa untuk mengolah susu segar menjadi produk olahan yang bermutu, diperlukan standar mutu yang baik. Dengan makin sadarnya masyarakat akan pentingnya nilai gizi dari susu membuat permintaan susu dari tahun ketahun meningkat. Dengan peningkatan permintaan susu dari tahun ketahun menyebabkan banyak bermunculan produk susu dengan berbagai jenis dan rasa. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), membuat kemajuan juga dalam bidang pengolahan susu dibuktikan dengan berkembangnya industri-industri pengolahan susu yang berorientasi pada produk olahan susu. Teknologi dalam pengolahan telah

description

Proposal Praktek Kerja Lapang di Susu SGM

Transcript of Proposal Pkl Susu SGM

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Susu merupakan salah satu bahan pangan yang mempunyai nutrisi penting bagi tubuh

manusia, karena kandungan gizinya yang ideal, meliputi karbohidrat, protein, lemak,

berbagai vitamin dan mineral penting. Kandungan nutrisi yang tinggi merupakan substrat

yang ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme, sehingga produk susu

segar tidak memiliki daya simpan yang lama karena mudah rusak. Pengolahan susu segar

menjadi berbagai bentuk produk, pada dasarnya bertujuan untuk mencegah kerusakan susu

lebih cepat atau memperpanjang umur simpan, sehingga konsumsi susu dan produk

olahannya dapat lebih meluas diseluruh lapisan masyarakat dengan jumlah yang semakin

meningkat. Namun perlu disadari bahwa untuk mengolah susu segar menjadi produk olahan

yang bermutu, diperlukan standar mutu yang baik.

Dengan makin sadarnya masyarakat akan pentingnya nilai gizi dari susu membuat

permintaan susu dari tahun ketahun meningkat. Dengan peningkatan permintaan susu dari

tahun ketahun menyebabkan banyak bermunculan produk susu dengan berbagai jenis dan

rasa. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), membuat kemajuan

juga dalam bidang pengolahan susu dibuktikan dengan berkembangnya industri-industri

pengolahan susu yang berorientasi pada produk olahan susu. Teknologi dalam pengolahan

telah memungkinkan susu untuk disimpan lebih lama, dapat mengurangi tingkat kontaminasi

bakteri dan memiliki nilai lebih ekonomis.

Salah satu produk olahan susu yaitu susu bubuk dimana dengan pengolahan susu

bubuk masa simpan dari susu akan lebih lama. Menurut Hadiwiyoto (1994), Susu bubuk

adalah susu segar yang diuapkan sebagian besar kandungan airnya. Berbagai macam susu

bubuk dibuat, antara lain: susu bubuk penuh (whole milk), susu bubuk skim dan susu bubuk

krim. Banyak faktor yang mempengaruhi pengolahan susu bubuk mulai dari faktor material,

mesin peralatan, hygiene, proses, hingga packing. Maka dari itu perlu adanya observasi lebih

lanjut dalam mengetahui bagaimana proses pengolahan susu bubuk.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka dengan dilaksanakannya Praktek Kerja

Lapang di PT. Sari Husada Indonesia akan dapat diketahui secara langsung sistem

operasional pengolahan susu menjadi produk olahan yang bermutu dan dengan standar mutu

yang baik. Dipilihnya PT. Sari Husada Indonesia sebagai tempat Praktek Kerja Lapang

dikarenakan bahan baku yang diolah merupakan salah satu obyek kajian yang dipelajari di

jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

Malang. PT. Sari Husada Indonesia merupakan salah satu perusahaan skala besar yang

bergerak dalam industri pengolahan susu. Terletak di daerah yang sangat strategis, di Desa

Kemudo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Produk yang dihasilkan SGM Eksplor 3

(Presinutri), SGM Aktif 4 (Presinutri), Lactamil, Vitaplus, Vitalac dan lain-lain. Dengan

dilakukannya Praktek Kerja Lapang di PT. Sari Husada Indonesia ini diharapkan dapat

menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa sekaligus dapat membandingkan antara

teori dengan kenyataan di lapangan.

1.2 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang di PT. Sari Husada

Indonesia ini meliputi tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut:

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan Umum dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang ini adalah:

1. Menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama perkuliahan dalam bentuk

praktek kerja lapang.

2. Sebagai sarana studi banding antara ilmu pengetahuan yang diperoleh selama

perkuliahan dengan teknologi yang diterapkan di lapang serta menelaah bila terjadi

adanya perbedaan.

3. Melatih mahasiswa untuk bekerja mandiri di lapang sekaligus melatih penyesuaian

diri dengan kondisi di lapangan pekerjaan yang nantinya akan ditekuni.

4. Menambah pengalaman dan pengetahuan mahasiswa mengenai kondisi nyata di

lingkungan pekerjaan serta mengetahui permasalahan-permasalahan beserta

alternatif penyelesaiannya.

1.2.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang adalah:

1. Mengetahui secara umum sejarah, perkembangan, struktur organisasi dan aspek

tenaga kerja di PT. Sari Husada Indonesia.

2. Mempelajari proses pengolahan susu yang dilaksanakan di PT. Sari Husada

Indonesia.

3. Mempelajari seluruh aspek Ilmu dan Teknologi Pangan yang diterapkan di PT. Sari

Husada Indonesia yang meliputi tata letak dan peralatan yang digunakan,

pengolahan bahan baku, proses produksi, pengendalian mutu sanitasi dan hygienne

serta pengolahan limbah.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Susu dan Komposisinya

Susu merupakan cairan berwarna putih, yang diperoleh dari pemerahan sapi atau

hewan yang menyusui lainnya, yang dapat dimakan atau digunakan sebagai bahan pangan

yang sehat, serta tidak dikurangi komponen–komponennya atau ditambah bahan–bahan lain

(Hadiwiyoto, 1994).

Badan Standarisasi Nasional (BSN) (1998), menyatakan bahwa susu murni adalah

caiaran yang berasal dari sapi sehat dan bersih, dan diperoleh dengan cara yang benar, yang

kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat

perlakuan apapun. Susu segar adalah susu murni yang tidak mendapat perlakuan apapun

kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya.

Komposisi susu dari berbagai hewan menyusui sangat bervariasi tetapi pada dasarnya

mengandung komponen–komponen yang sama, yaitu: air, lemak susu, protein susu, laktosa,

mineral, asam sitrat, vitamin, enzim dan lain–lain. kisaran komposisi susu sapi yaitu : air 84–

89,5%, lemak 2,6–6%, protein 2,8–4%, laktosa 4,5–5,2%, dan abu 0,6–0,8% (Idris, 1992).

Faktor–faktor yang mempengaruhi komposisi susu, seperti: species, bangsa, umur,

musim, pakan, lama interval pemerahan, kegemukan induk pada waktu melahirkan, fase

laktasi, perbedaan individu, serta hal–hal lain yang dianggap kurang begitu penting (Idris,

1992).

2.2. Mikroorganisme Dalam Susu

Susu mengandung bermacam–macam unsur dan sebagian besar terdiri dari zat

makanan yang juga diperlukan bagi pertumbuhan bakteri. Oleh karenanya pertumbuhan

bakteri dalam susu sangat cepat pada suhu tertentu. Susu dalam ambing ternak yang sehatpun

tidak bebas dari hama dan mungkin mengandung sampai 500 organisme/mL. Jika ambing itu

sakit jumlah organisme dapat meningkat menjadi lebih besar dari 20.000 sel/mL (Buckle et

al,1987).

Beberapa kelompok bakteri yang sering terdapat pada susu segar diantaranya :

a. Bakteri Asam Laktat (BAL).

b. Bakteri Koliform.

c. Bakteri Asam Butirat.

d. Bakteri Asam Propionat.

e. Bakteri pembusuk.

Beberapa kapang yang sering terdapat pada susu diantaranya adalah Penicillium sp

yang sering disebut jamur susu dan Oospora lactis yang dapat menyebabkan ketengikan pada

mentega (Widowati, 2006).

2.3. Pelaksanaan Produksi

2.3.1. Proses Produksi Susu Bubuk

Susu bubuk adalah susu segar yang diuapkan semua kandungan airnya. Meski

demikian susu bubuk masih mengandung air dalam jumlah sangat sedikit, kurang dari 5%.

Berbagai macam susu bubuk dibuat, antara lain susu bubuk penuh (whole milk), susu bubuk

skim, dan susu bubuk krim (Hadiwiyoto, 1994).

Proses produksi susu bubuk adalah sebagai berikut :

1. Penerimaan Susu Segar

Beberapa tindakan penerimaan susu di perusahaan menurut Idris (1992) :

Grading, dimaksudkan agar diperoleh susu yang bermutu baik untuk diproses

lebih lanjut. Yang melaksanakan grading harus orang yang berpengalaman.

Untuk ini hanya dilakukan pengujian organoleptik terutama warna dan bau

guna memastikan apakah susu bisa diterima atau tidak.

Penuangan dan penimbangan, dimaksudkan untuk mengetahui jumlah susu

yang disetorkan ke pabrik pengolahan susu tersebut.

Pengambilan contoh dan pengujian susu, dapat dilakukan bersamaan dengan

waktu penuangan dan penimbangan.

Pencucian bis susu (can), dimaksudkan untuk menjamin sanitasinya. Milk can

harus dibersihkan dari sisa dengan menyiram dengan air bersih diikuti dengan

pembersihan memakai detergen, lalu dihapus hamakan dengan desinfektan

kemudian dikeringkan.

2. Pendinginan dan Penyimpanan

Idris (1992), menyatakan bahwa meskipun susu sudah dilakukan pendinginan perlu

dicek lagi suhunya. Pendinginan perlu dilakukan, terutama suhu susu dalam bis susu,

mengingat bahwa susu yang diterima di pabrik pada waktu itu belum tentu dapat segera

diproses, sebab :

Menunggu jumlah susu sesuai kapasitas alat, agar bekerjanya alat cukup

efisien.

Kemungkinan tidak langsung diproses pada saat itu juga.

Sandrou and Arvanitoyannis (2000), menyatakan bahwa susu segar harus mempunyai

kualitas mikrobiologis yang baik dan disimpan pada suhu rendah untuk jangka waktu

tertentu.

3. Penyaringan

Penyaringan dimaksudkan untuk memisahkan benda–benda asing yang kasar,

misalnya bulu atau rumput. Penyaringan dapat berlangsung dengan baik apabila susu tidak

terlalu dingin. Apabila terlalu dingin globula lemak dapat mengeras sehingga mungkin akan

tertinggal di atas saringan dan menyebabkan saringan menjadi buntu. Penyaringan sebaiknya

dilakukan pada tahap pemanasan pendahuluan sebelum dipasteurisasi. (Idris, 1992).

4. Klarifikasi

Idris (1992), menyatakan bahwa klarifikasi dimaksudkan untuk memisahkan benda–

benda asing yang lebih halus, misalnya sel–sel epitel, sel darah putih ataupun sel–sel bakteri.

Karenanya klarifikasi dapat pula untuk mengurangi jumlah bakteri dalam susu.

Sebelum pasteurisasi seharusnya susu harus dilakukan klarifikasi untuk

menghilangkan benda–benda asing yang tidak diinginkan (Sandrou and Arvanitoyannis,

2000). Proses klarifikasi atau pemisahan material asing dengan menggunakan sentrifugasi

dapat dipakai untuk memisahkan potensi cemaran fisik yang mungkin ada pada susu segar.

Cemaran fisik ini dapat berupa butiran batu, potongan pakan dan sebagainya yang berpotensi

berbahaya jika terikut pada produk akhir. Alat yang digunakan uintuk klarifikasi ini disebut

dengan clarifier (Widodo, 2003).

5. Pasteurisasi

Idris (1992), menyatakan bahwa tujuan pasteurisasi adalah untuk membunuh

mikroorganisme patogen serta sebagian besar mikroorganisme pembusuk.

Dalam pasteurisasi cara batch, sejumlah besar susu dipanaskan seluruhnya sampai

suhu tertentu selama suatu jangka waktu tertentu. Waktu dan suhu biasa dipergunakan adalah

30 menit pada suhu 65oC. Suhu diatas 66oC menyebabkan timbulnya flavour susu masak dan

kemungkinan rusaknya lapisan tipis disekitar butiran lemak sehingga mengurangi

kecenderungan susu tersebut untuk membentuk lapisan krim. Dalam metode HTST, susu

ditahan selama 15–16 detik pada suhu 71,7 0C dan 75 0C dengan menggunakan alat pemanas

berbentuk lempengan (plate type heatexchanger), suatu sistem di mana pengawasan suhu

harus dijaga sebaik mungkin. Akhir – akhir ini suatu proses pasteurisasi baru , yang disebut

proses Ultra High Temperature (UHT) telah dikembangkan. Susu dipanaskan sampai 125 0C

selama 15 detik atau 131 0C selama 0,5 detik. Pemanasan dilakukan di bawah tekanan tinggi

untuk menghasilkan perputaran (turbulence) dan mencegah terjadinya pembakaran susu pada

lempeng–lempeng alat pemanas (Buckle et al, 1987).

Proses pasteurisasi dan steriliasi dimaksudkan untuk membunuh patogen dan berbagai

mikrobia perusak lainnya yang mungkin ada pada susu segar. Proses ini sangat berguna

dalam menekan resiko bahaya mikrobiologi (microbial hazards). Pada industri susu bubuk,

proses pasteurisasi dan sterilisasi dilakukan dengan kontinyu menggunakan sistem direct

steam injection yaitu proses injeksi uap panas selama beberapa detik pada susu yang mengalir

(Widodo, 2003).

6. Condensing (Evaporasi)

Penguapan bertujuan membuat susu segar lebih kental, yaitu dengan menguapkan

sebagian air yang terkandung dalam susu, untuk mendapatkan total padatan kurang lebih 45-

50%. Alat yang digunakan untuk proses ini adalah evaporator (Buckle et al, 1987). Sandrou

and Arvanitoyannis (2000), menyatakan bahwa kondensasi yang sering digunakan adalah

dengan evaporasi, meskipun kebalikan dari osmosis/ultrafiltarasi atau pengembunan beku

yang mungkin diterapkan.

Menurut Widodo (2003), evaporasi merupakan tahapan kunci pada proses produksi

susu bubuk mengingat tahapan ini berfungi dalam menguapkan air susu. Proses evaporasi

dilakukan secara bertingkat mulai dari suhu sekitar 54-75oC pada kondisi vakum. Kondisi

vakum sangat memungkinkan penguapan air pada suhu di bawah 100oC. Semakin vakum,

semakin tinggi pula kemampuan penguapan air. Penguapan bertujuan membuat susu segar

lebih kental, yaitu dengan menguapkan sebagian air yang terkandung dalam susu, untuk

mendapatkan total padatan kurang lebih 45-50%. Alat yang digunakan untuk proses ini

adalah evaporator.

7. Homogenisasi

Lemak dalam susu dipisahkan globula lemaknya dimana tidak larut dalam air, yang

nantinya akan naik ke atas yang disebut lapisan krim. Sifat inilah yang digunakan dalam

memisahkan krim dari susu di dunia industri (Hall, 1999). Homogenisasi ditujukan untuk

membuat globula-globula lemak yang semula diameternya bervariasi menjadi seragam dan

tersebar merata pada setiap bagian susu (Idris, 1992).

8. Spray Drying and Cooling

Idris (1992), menyatakan bahwa ada berbagai cara pengeringan dengan

penyemprotan, namun dalam beberapa hal mempunyai prinsip umum yang sama. Masing–

masing cara memerlukan suatu ruangan pengering yang luas, yang dialiri udara panas dengan

velositas yang tinggi. Sebagian air dari susu lazimnya telah dikurangi dalam panci vakum.

Susu yang telah kental disemprotkan berupa partikel halus melalui suatu nozzle dengan

tekanan 100–400 atm, ke dalam ruangan yang berisi udara panas guna menguapkan setiap

kilogram air yang berada dalam susu, diperlukan uap (dari boiler) sekitar 2,5 Kg. Produk

yang telah kering kemudian akan jatuh ke dasar ruangan. Besar partikel berkisar 50–100

mikron, tergantung pada besarnya lubang nozzle, tekanan untuk penyemprotan,

posisi/kemiringan penyemprot, dan kekentalan susu yang disemprotkan. Sebagian dari

partikel – partikel yang sangat halus mungkin akan terikut ke dalam udara dan uap yang

dikeluarkan dari ruang pengering. Lubang untuk keluarnya udara tersebut dapat

diperlengkapi dengan saringan atau kain yang halus, atau disapu dengan semprotan susu yang

masuk. Udara yang mengandung uap itu dapat pula dilewatkan suatu siklon guna

memisahkan partikel–partikel yang sangat halus tadi, tergantung pada macam proses yang

digunakan. Susu bubuk selanjutnya jatuh ke dasar ruangan pengering maupun dasar dari

siklon segera dikeluarkan secara otomatis, misalnya dengan conveyor, atau dengan penyedot.

Ruangan yang tidak diperlengkapi dengan alat untuk mengeluarkan produk tersebut secara

otomatis, maka segera setelah proses pengeringan selesai produk dikeluarkan dengan sekop.

Pengeluaran produk dari dalam pengering sangatlah penting, mengingat bahwa suhu di situ

cukup tinggi. Susu bubuk selanjutnya dapat langsung dikemas dalam berbagai tipe bahan

pengemas.

Sandrou and Arvanitoyannis (2000), menyatakan bahwa udara yang digunakan pada

ruang pengering seharusnya dipenuhi syarat–syarat yaitu :

Ada saringan untuk menghilangkan partikel debu.

Kualitas mikrobiologis yang baik pada udara yang masuk ke ruang pengering

Udara yang tidak disaring yang berasal dari daerah yang terkontaminasi

Salmonella tidak boleh masuk ke ruang pengering.

Kelembaban udara, suhu inlet, suhu outlet dan pergerakan udara seharusnya

diawasi agar selalu konstan.

Susu bubuk yang masih panas seharusnya didinginkan dengan udara yang telah

disaring dimana kandungan mikobologisnya baik untuk menjaga adanya rekontaminasi pada

susu bubuk dan alat atau mesin seharusnya dijaga agar tetap kering agar mencegah

pertumbuhan mikroorganisme (Sandrou and Arvanitoyannis, 2000).

Idris (1992), proses pembuatan susu bubuk prinsip dasarnya mula–mula adalah sama

dengan pembuatan susu kental atau susu uapan, tetapi kemudian diteruskan dengan

pengeringan sampai kadar air dalam produk akhir tinggal 2–5% saja. Secara garis besar

adalah sabagai berikut :

a. Perlakuan pemanasan: minimal adalah pada suhu pateurisasi, dapat berkisar

antara 82–99 oC selama 15–30 menit ataupun 120–140 oC selama 15–25 menit.

b. Pengentalan: susu dikonsentrasikan sampai kadar air tertentu (tidak sampai

kering).

c. Pengeringan: susu yang telah dikentalkan diproses lebih lanjut sampai kadar

airnya tinggal 2–5%.

Berikut proses produksi susu bubuk dengan spray dryer menurut Sandrou and

Arvanitoyannis (2000) adalah sebagai berikut :

Susu segar

Skimming

Standardizing

Clarifying

Pasteurizing

Condensing

Homogenizing

Spray drying and colling

Packaging

Storing and distributing

Gambar 1. Diagram alir proses produksi susu bubuk

9. Packaging (Pengemasan)

Alasan alasan diperlukannya pengemasan untuk susu menurut Idris (1992) adalah

sebagai berikut :

Merupakan suatu cara untuk memberikan kemudahan pengangkutan dan

distribusi.

Perlindungan terhadap cemaran bakteri.

Perlindungan terhadap perubahan kimiawi.

Buckle et al (1987), menyatakan bahwa salah satu kelompok utama dari wadah–

wadah untuk konsumen atau penjualan adalah kotak yang dibuat dari kertas tebal dan karton

yang kaku dan dapat dilipat. Sandrou and Arvanitoyannis (2000), menyatakan bahwa bahan

pengemas seharusnya dibuat dengan higienis dan seharusnya tetap dijaga/disimpan agar

menjaga dari hewan pengerat dan debu. Pengemas seharusnya diberi informasi tentang lama

simpan dan cara penyajiannya.

Di dalam pengemasan bahan pangan terdapat dua macam wadah, yaitu wadah utama

yang langsung berhubungan dengan bahan pangan dan wadah kedua yang tidak langsung

berhubungan dengan bahan pangan. Wadah utama harus bersifat non toksik dan inert

sehingga tidak terjadi reaksi kimia yang dapat menyebabkan perubahan warna, flavour dan

perubahan lainnya. Selain itu untuk wadah utama biasanya diperlukan syarat-syarat tertentu

bergantung pada jenis makanannya, misalnya melindungi makanan dari kontaminasi,

melindungi kandungan air dan lemaknya, mencegah masuknya bau dan gas, melindungi

makanan dari sinar matahari, tahan terhadap tekanan atau benturan dan transparan

(Nurminah, 2002).

Nurminah (2002), menyatakan bahwa berbagai jenis bahan kemasan lemas seperti

misalnya polietilen, polipropilen, nilon polyester, dan film vinil dapat digunakan secara

tunggal unutk membungkus makanan atau dalam bentuk lapisan dengan bahan lain yang

direkatkan bersama. Kombinasi ini disebut laminasi. Sifat-sifat yang dihasilkan oleh laminasi

dari dua atau lebih film dapat memiliki sifat yang unik. Contohnya kemasan yang terdiri dari

lapisan kertas/polietilen/aluminium foil/polipropilen baik sekali untuk kemasan makanan

kering. Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan dibanding

bahan pengemas yang lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat, termoplastis dan

selektif terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik mampu berperan memodifikasi

ruang kemas selama penyimpanan. Plastik juga merupakan jenis kemasan yang dapat

menarik selera konsumen.

10. Storing and distributing (Penyimpanan dan Pemasaran)

Radiati (2005), menyatakan bahwa penyimpanan makanan harus dilakukan

sedemikian rupa sehingga :

1. Penyimpanan dilakukan di dalam almari/rak atau kotak/karton sehingga makanan

tidak bersentuhan langsung dengan lantai.

2. Makanan tidak boleh disimpan secara bertumpuk–tumpuk karena akan merusak

wadah pengemas sehingga dapat merusak wadah pengemas sehingga dapat merusak

produk dan dapat menimbulkan panas.

3. Penyimpanan produk dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kontaminasi

silang.

4. Prinsip penyimpanan yang lebih dahulu masuk harus keluar lebih dahulu.

5. Penyimpanan makanan harus terpisah dari bahan–bahan bukan makanan atau bahan

beracun.

6. Penyimpanan bahan mentah harus terpisah dari produk yang sudah diolah.

7. penyimpanan makanan yang tidak dikemas terpisah dari makanan yang dikemas.

8. Penyimpanan makanan harus dilakukan pada kondisi yang sesuai mesalnya makanan

kaleng, produk beku, produk ringan dan lain sebagainya.

2.4. Fortifikasi Zat Nutrisi

Dalam pembuatan susu formula ditambahkan beberapa zat nutrisi yang dibutuhkan

oleh tubuh diantaranya:

Prebiotik

Widowati (2006) menyatakan bahwa prebiotik adalah suplemen makanan yang

berfungsi sebagai substrat mikroflora usus. Bahan yang sering dipakai sebagai prebiotik

antara lain inulin, FOS (fructooligosacarida), GOS (galactooligosacarida), laktulosa,

laktitol, dan lain-lain.

Untuk membantu menunjang perkembangan bakteri baik di dalam usus, kita juga

perlu mengkonsumsi makanan yang mengandung senyawa prebiotik. Senyawa prebiotik

adalah nutrisi yang cocok bagi bakteri probiotik tetapi tidak disukai oleh bakteri patogen

(Anonymous, 2006a). Bentuk makanan sepertinya baru akan dikembangkan oleh industri

makanan, terutama industri susu dan makanan bayi yang mencampurkan prebiotik ke

dalamnya. Dosis pemberian prebiotik untuk bayi dan anak disesuaikan berat badannya.

Umumnya untuk dewasa 10 gram per hari, berarti untuk bayi jauh lebih kecil sekitar 167

mg per hari (Anonymous, 2006b).

DHA dan ARA

Docohexaenoic acid (DHA) dan arachidonic acid (AA), adalah komponen terbesar

dari long-chain polyunsaturated fatty acid (LC-PUFA),merupakan bahan yang yang

sangat penting bagi susunan syaraf pusat. Sebagai suatu bentuk asam lemak yang

essensial, LC-PUFA harus ditambahkan pada makanan. Dengan adanya kenyataan bahwa

DHA dan AA merupakan komponen penting dari asam lemak di otak, maka pemberian

DHA dan AA pada formula terutama bagi bayi prematur akan sangat bermanfaat dalam

pertumbuhan otaknya (Anonymous, 2006c).

Omega-3 Long chain PUFA (DHA + EPA) berasal dari minyak ikan laut dalam.

Omega-3 Long chain PUFA (lemak tak jenuh rantai panjang) terdiri atas: DHA

(Docohexaenoic acid) untuk membantu perkembangan otak dan fungsi penglihatan anak

dan EPA (Eicosapentaenoic acid) untuk membantu mengurangi resiko terserang stroke

dan penyakit jantung, tekanan darah tinggi, mengontrol kolesterol, membantu

menghindari kerusakan pembuluh darah karena penggumpalan darah dan penumpukan

lemak (Anonymous, 2006d). Studi klinis telah menunjukkan bahwa dalam kaitannya

dengan susu formula bayi, hanya jika kadar yang diberikan cukup tinggi serta diberikan

dalam durasi yang tepat, maka pemberian DHA dan ARA akan memberikan keuntungan

secara klinis (Anonymous, 2006e).

Madu

Madu adalah cairan lengket dan manis yang dihasilkan oleh lebah dan serangga

lainnya dari nektar bunga (Anonymous, 2006f). Setiap 1.000 gr madu bernilai 3.280

kalori. Nilai kalori 1 Kg madu setara dengan 50 butir telur atau 5,575 L susu atau 1,680

Kg daging (Anonymous, 2006g). Chick; Shin; and Ustonal (2001), menyatakan bahwa

madu adalah sirup alami yang mengandung fruktosa 38,5% dan glukosa 31,3%.

Kandungan gula yang lain dalam madu yaitu maltosa 7,2%, sukrosa 1,5%dan berbagai

oligosakarida 4,2%.

Kandungan madu asli antara lain: air 16-25%; gula (Devolose dan Dextrose) 75-83 %;

Sucrose 5%; Dextrin, Maltosa dan Gam 1-12%; abu 0,25%; lain-lain 28,75%

(Anonymous, 2006h). Selain itu dalam madu terdapat banyak sekali kandungan vitamin,

asam, mineral dan enzim yang berguna bagi tubuh sebagai pengobatan secara tradisional,

antibodi dan penghambat pertumbuhan sel kanker/tumor (Intanwidya, 2005).

2.5 Sanitasi

Thaheer (2005), menjelaskan bahwa sanitasi merupakan hal penting yang harus dimiliki

industri pangan dalam menerapkan Good Manufacturing Practices. Sanitasi dilakukan

sebagai usaha mencegah penyakit atau kecelakaan dari konsumsi pangan yang diproduksi

dengan cara menghilangkan atau mengendalikan faktor-faktor di dalam pengolahan pangan

yang berperan dalam pemindahan bahaya (hazard) sejak penerimaan bahan baku,

pengolahan, pengemasan dan penggudangan produk sampai produk akhir didistribusikan.

Dalam proses sanitasi diperlukan suatu prosedur standar yang dapat mencakup seluruh

area dalam produksi produk pangan. Prosedur standar yang digunakan adalah Sanitation

Standard Operating Procedures (SSOP). Menurut Food and Drug Administration USA maka

SSOP umumnya meliputi delapan aspek, yaitu (Thaheer, 2005):

1. keamanan air

2. kondisi/kebersihan permukaan yang kontak dengan makanan

3. pencegahan kontminasi silang

4. kebersihan pekerja

5. pencegahan atau perlindungan dari adulterasi

6. pelabelan dan penyimpanan yang tepat

7. pengendalian kesehatan karyawan

8. pemberantasan hama

2.6 Standar Mutu Susu

Di dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) Susu Segar nomor 01-3141-1998

dijelaskan bahwa Susu Segar adalah susu murni yang tidak mendapatkan perlakuan apa pun

kecuali proses pendinginan dan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Agar aman dikonsumsi

dan digunakan untuk proses pengolahan selanjutnya maka susu segar harus memenuhi syarat-

syarat tertentu. Berikut tabel syarat mutu susu segar berdasarkan SNI 01-3141-1998 menurut

BSN (1998).

Tabel 2.1. Syarat mutu susu segar berdasarkan SNI 01-3141-1998

No. PARAMETER SYARAT

2 3

1.SUSUNAN

SUSU

Berat Jenis (BJ) pada suhu 27,5ºC

Minimal 1,0280

Kadar lemak Minimal 3,0 %

Bahan Kering Tanpa lemak (BKTL) atau Soliod Non Fat (SNF)

Minimal 8,0%

Kadar Protein Minimal 2,7%

No. PARAMETER SYARAT

2 3

1.SUSUNAN

SUSU

Cemaran logam berbahaya:

- Timbal (Pb)

- Seng (Zn)

- Merkuri (Hg)

- Arsen (As)

Maksimum 0,3 ppm

Maksimum 0,5 ppm

Maksimum 0,5 ppm

Maksimum 0,5 ppm

2.KEADAAN SUSU

Organoleptik : warna, bau, rasa dan kekentalan

Tidak ada perubahan

Kotoran dan benda asing Negatif

Cemaran mikroba

- Total kuman

- Salmonella

- Escherichia coli (patogen)

- Coliform

- Streptococcus group B

- Staphylococcus aureus

Maksimum 1.000.000 CFU/ml

Negatif

Negatif

20 CFU/ml

Negatif

100 CFU/ml

Jumlah sel radang Maksimum 40.000 / ml

Uji Katalase Maksimum 3 cc

Uji Reduktase 2 - 5 jam

Residu antibiotika, pestisida dan insektisida

Sesuai dengan peraturan yang berlaku

Uji alkohol (70%) Negatif

Derajat Asam 6 - 7oSH

Uji Pemalsuan Negatif

Titik Beku -0,520 s/d -0,560oC

Uji Peroksidase Positif

Menurut SNI 01-2970-1999, susu bubuk adalah susu bubuk berlemak, rendah lemak

dan tanpa lemak dengan atau tanpa penambahan vitamin, mineral dan bahan tambahan

makanan yang diijinkan. Susu bubuk berlemak (full cream milk powder) adalah susu sapi

yang telah diubah bentuknya menjadi bubuk. Susu bubuk rendah lemak (party skim milk

powder) adalah susu sapi yang telah diambil sebagian lemaknya dan diubah bentuknya

menjadi bubuk. Susu bubuk tanpa lemak (skim milk powder) susu sapi yang telah diambil

lemaknya dan diubah bentuknya menjadi bubuk. Berikut tabel spesifikasi persyaratan mutu

bubuk SNI 01-2970-1999 menurut BSN (1998).

Tabel 2.2. Spesifikasi persyaratan mutu susu bubuk SNI 01-2970-1999

No. Jenis uji Satuan

Persyaratan

Susu bubuk berlemak

Susu bubuk rendah lemak

Susu bubuk tanpa lemak

1

2

3

4

5

6

7

8

Keadaan

a. Bau

b. Rasa

Air

Abu

Lemak

Protein

Pati

Cemaran logam

a. Tembaga Cu)

b. Timbal (Pb)

c. Seng (Zn)

d. Timah (Sn)

e. Raksa (Hg)

f. Arsen (As)

Cemaran mikroba

a. Angka lempeng Total

-

-

b/b, %

b/b, %

%

%

%

%

mg/kg

mg/kg

mg/kg

mg/kg

mg/kg

mg/kg

koloni/g

normal

normal

maks. 4,0

maks. 6,0

min. 26,0

min. 25,0

tidak ternyata

maks. 20,0

maks. 0,3

maks. 40,0

maks.

40,0/250,0*)

maks. 0,03

maks. 0,1

maks. 5 x 105

normal

normal

maks. 4,0

maks. 9,0

1,5-< 26,0

min. 26,0

tidak ternyata

maks. 20,0

maks. 0,3

maks. 40,0

maks.

40,0/250,0*)

maks. 0,03

maks. 0,1

maks. 5 x 105

normal

normal

maks. 4,0

maks. 9,0

maks. 1,5

min. 34,0

tidak ternyata

maks. 20,0

maks. 0,3

maks. 40,0

maks.

40,0/250,0*)

maks. 0,03

maks. 0,1

maks. 5 x 105

b. Bakteri Coliform

c. E. Coli

d. Salmonella

e. S. Aureus

APM

koloni/g

koloni/100g

koloni/g

maks. 20

negatif

negatif

1 x 102

maks. 20

negatif

negatif

1 x 102

maks. 20

negatif

negatif

1 x 102

CATATAN *) Untuk kemasan kaleng

BAB III

METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Praktek kerja lapang ini dilaksanakan di PT Sari Husada Indonesia, Jalan Yogya-Solo

Km 19, Desa Kemudo, Prambanan, Klaten Yogyakarta. Waktu pelaksanaan Praktek Kerja

Lapang ini yaitu mulai tanggal 21 Januari 2012 sampai 21 Februari 2012.

3.2 Metode Pelaksanaan

Metode pelaksanaan Praktek Kerja Lapang yang dilaksanakan di PT Sari Husada

Indonesia dengan sistem magang kerja dengan mengikuti aktivitas sesuai dengan kondisi

lapang. Praktek Kerja Lapang tersebut dilakukan melalui beberapa kegiatan, antara lain:

1. Kunjungan

Kunjungan ini dilakukan ke setiap departemen yang ada di PT Sari Husada Indonesia.

Kunjungan ini merupakan kegiatan awal Praktek Kerja Lapang, hal ini ditujukan untuk

pengenalan perusahaan secara keseluruhan.

2. Observasi

Teknik ini dilakukan dengan cara pengamatan dan peninjauan secara langsung terhadap

obyek kegiatan dalam manajemen produksi di lapangan, serta survey ke lokasi fasilitas

produksi.

3. Wawancara

Teknik ini dilakukan dengan tanya jawab secara langsung dengan pembimbing lapang

dan para pekerja yang ada di lokasi baik di fasilitas produksi maupun manajemen.

4. Dokumentasi

Teknik ini dilakukan dengan cara pencarian dan pengumpulan dokumen-dokumen,

laporan-laporan, buku-buku yang berhubungan dengan obyek pembahasan. Data yang

dikumpulkan antara lain :

- Data Primer, yaitu data yang berasal atau didapat secara langsung dari sumber

penelitian dan belum melalui proses pengumpulan serta pengolahan pihak lain

- Data Sekunder, yaitu data yang sudah diperoleh atau diolah atau tidak langsung

dari sumbernya.

5. Studi kepustakaan

Teknik ini dilakukan dengan bantuan dari bermacam-macam sumber pustaka yang

dimaksudkan untuk membandingkan hasil yang diperoleh selama pelaksanaan Praktek

Kerja Lapang dengan pencarian berbagai literatur yang berhubungan dengan obyek

pembahasan melalui perpustakaan.

3.3 Jadwal Kegiatan

Nama Kegiatan

Pelaksanaan bulan/minggu ke-Oktober November Desember Januari Februari Maret April Ket.

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 31 Penulisan Proposal2 Konsultasi Proposal3 Perbaikan Proposal4 Pengajuan proposal5 Aktivitas Lapang

a.Kondisi Umumb.Organisasic.Ketenagakerjaand.Pengamatan Lapang

e.Tata Letak & Peralatan

f.Aspek Teknologi Pertanian

g. Observasi Datah. Tugas Khususi. dll

6 Penulisan dan konsultasi laporan

7 Ujian8 Revisi9 Pengumpulan laporan

Berikut merupakan jadwal kegiatan pelaksanaan praktek kerja lapang yang kami ajukan:

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous . 2011a. 10 Alasan Mengkonsumsi Makanan Probiotik. (online), (http://cybermed.cbn.net.id/detil.asp?kategori=Food&newsno=492, diakses 10 Oktober 2011)

. 2011b. Prebiotik Atasi Masalah Diare. (online), (http://www.tabloid-nakita.com/artikel.php3?edisi=02102&rubrik=bayi, diakses 10 Oktober 2011)

. 2011c. Penambahan DHA Dan AA Pada Makanan Bayi. (online), (http://www.sehatgroup.web.id/review.asp?id=445, diakses 10 Oktober 2011)

. 2011d. Pentingnya Choline Dalam Proses Perkembangan Balita. (online), (http://www.mediaindo.co.id/berita.asp?id=92355, diakses 10 Oktober 2011)

.2011e. Madu. (online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Madu, diakses 10 Oktober 2011)

. 2011f. Madu Asli Keluaran Bermutu Secara Tradisional. ( online ), (http://putera5000.tripod.com/id1.htm2, diakses 10 Oktober 2011)

Badan Standarisasi Nasional ( BSN ). 1998. SNI 01-3141-1998 Tentang Susu Segar. Jakarta

Buckle, K.A; Edward, R.A; Fleet, G.H; Wooton, M. 1987. Ilmu Pangan, Diterjemahkan Oleh Purnomo, Hari dan Adiono. UI – Press. Yakarta

Chick, H; Shin, H.S; and Ustonal, Z. 2001. Growth And Acid Production By Lactic Acid Bacteria And Bifidobacteria Grown In Skim Milk Containing Honey. Institute Of Food Tecgnology. Michigan

Hadiwiyoto, S. 1994. Toeri Dan Prosedur Pengujian Mutu Susu Dan Hasil Olahannya. Liberty. Jakarta

Hall and Chapman, A. 1999. Milk Quality. Aspen Publisher, Inc. Gaithersburg, Maryland

Idris. 1992. Pengantar Teknologi Pengolahan Susu. Progam Studi Teknologi Hasil Ternak LUW Universitas Brawijaya. Malang

Intanwidyawati. 2005. Analisa Madu Dari Segi Kandungannya Berikut Khasiatnya Masing-Masing.(online),(http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg01046.html, diakses 10 Oktober 2011)

Nurminah. 2002. Peneletian Sifat Berbagai Bahan Kemasan Plastik Dan Kertas Serta Pengaruhnya Terhadap Bahan Yang Dikemas. USU Digital library. Sumatera Utara

Radiati. 2005. Manajemen Pengendalian Mutu Hasil Ternak. Progam Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.

Sandrou and Arvanitoyannis. 2000. Milk Powder. Food Science Section, New Zealand Dairy Research Institute. http://www.nzic.org.nz/ChemProcesses/dairy/3C.pdf . Diakses 10 Oktober 2011.

Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analisys Critical Control Point). Bumi Aksara. Jakarta.

Widowati. 2006. Ekstraksi, Karakterisasi, Dan Kajian Potensi Prebiotik Inulin Dari Umbi Dahlia (Dahlia pinnata L.). (online), (http://www.puslittan.bogor.net/addmin/downloads/Widowati.pdf, diakses 10 Oktober 2011)