projet de recherche final

28
NAMA PENYUSUN : SAFIRA RISQI AMALIA NIM : 2350408014 PROGRAM STUDI : SASTRA PRANCIS JURUSAN : BAHASA DAN SASTRA ASING A. Judul Skripsi Kepribadian Marxian Menurut Erich Fromm dalam Drama Les Bonnes Karya Jean Genet (sebuah tinjauan psikologi sastra) B. Latar Belakang Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang dihasilkan manusia dengan menggunakan bahasa sebagai alat pelahirnya. Karya sastra diciptakan bukan hanya untuk menghibur, tetapi juga bermanfaat bagi pembacanya. Dengan ditunjang oleh daya imajinasi dan kreasi serta ketajaman mata hatinya, pengarang lewat karya sastra menghadirkan bukan hanya sebagai sesuatu yang menyenangkan, tetapi juga bermanfaat. Tidaklah mengherankan apabila karya sastra menambah kekayaan batin setiap penikmatnya. Ia mampu menjadikan para penikmat lebih mengenal manusia dengan kemanusiaannya 1

description

projet de recherche final

Transcript of projet de recherche final

NAMA PENYUSUN : SAFIRA RISQI AMALIANIM: 2350408014PROGRAM STUDI: SASTRA PRANCISJURUSAN: BAHASA DAN SASTRA ASINGA. Judul SkripsiKepribadian Marxian Menurut Erich Fromm dalam Drama Les Bonnes Karya Jean Genet (sebuah tinjauan psikologi sastra)B. Latar BelakangKarya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang dihasilkan manusia dengan menggunakan bahasa sebagai alat pelahirnya. Karya sastra diciptakan bukan hanya untuk menghibur, tetapi juga bermanfaat bagi pembacanya. Dengan ditunjang oleh daya imajinasi dan kreasi serta ketajaman mata hatinya, pengarang lewat karya sastra menghadirkan bukan hanya sebagai sesuatu yang menyenangkan, tetapi juga bermanfaat. Tidaklah mengherankan apabila karya sastra menambah kekayaan batin setiap penikmatnya. Ia mampu menjadikan para penikmat lebih mengenal manusia dengan kemanusiaannya karena yang disampaikan dalam karya sastra tersebut tidak lain adalah manusia dengan segala macam perilakunya (Sudjiman 1988:12).Dalam buku Pengantar Ilmu Sastra yang diterbitkan pada tahun 1984, Jan van Luxemburg, Mieke Bal dan Willem G. Weststjeijn mengungkapkan bahwa sastra merupakan sebuah ciptaan, kreasi, bukan pertama-tama sebuah imitasi, mengkaji beberapa disiplin ilmu. Keragaman sastra, khususnya sebagai perwujudan genre, dengan sendirinya memerlukan bentuk dan cara-cara pemahaman yang juga berbeda. Keragaman sastra mencerminkan keragaman latar belakang sosial budayanya. Sastra merupakan refleksi dari kehidupan suatu masyarakat, yang kemudian diolah kembali oleh pengarang sehingga terciptalah suatu karya sastra.Penulis memilih karya Jean Genet sebagai objek penelitian karena pengarang tersebut memiliki banyak karya yang terkenal. Selain itu, pengarang tidak hanya berprofesi sebagai penulis, tetapi juga sebagai aktivis politik. Dengan kedua profesi tersebut, Jean Genet menuangkan semua fakta-fakta sosial yang ia lihat dan alami ke dalam sebuah karya sastra. Genet lebih sering menulis naskah drama, pada karyanya dia bisa menghidupkan jiwa tokoh dengan gaya bahasanya. Cerita pada drama tersebut merepresentasikan kondisi masyarakat saat itu. Drama Les Bonnes dibuat pada masa emas kapitalisme abad XX yang banyak mempengaruhi berbagai kalangan masyarakat. Genet memberikan pandangan lain dari sosok pembantu. Dia menggambarkan perasaan pembantu yang terkurung dengan pekerjaan dan dijauhkan dari kehidupan sosial. Tidak hanya dari kalangan borjuis saja yang bisa menikmati hidup layaknya manusia pada umumnya. Orang atau masyarakat pada umumnya menganggap pembantu hanya sebagai pembantu saja, tidak sebagai manusia sebenarnya yakni sebagai mahluk sosial. Les Bonnes merupakan karya yang berisi kritikan terhadap kaum borjuis dan masyarakat lain yang memandang rendah kaum proletar. Banyak dari beberapa karya Genet juga telah dipentaskan dan difilmkan. Selain hal tersebut penulis juga tertarik menganalisis konflik pada tokoh utama yang karakter pribadinya terpengaruh oleh struktur sosial. Pada karya Les Bonnes, Genet membuktikan realita terjadinya praktek kelas pada masyarakat yang disebabkan oleh kapitalisme. Selain itu, drama ini terinspirasi oleh realita nyata yang terjadi di Perancis yang dikenal dengan tragedi "Les Soeurs Papin". Drama ini mengisahkan dua orang pembantu dan seorang majikan yang bertindak sewenang-wenang. Atas perlakuan buruk yang mereka dapatkan setiap hari, maka terbesit dalam pikiran kedua pembantu tersebut untuk membunuh sang majikan. Beberapa pihak lain juga mengangkat tragedi tersebut ke dalam film dan buku.

C. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan dalam skripsi ini dirumuskan sebagai berikut:1. Bagaimana karakter tokoh utama (pembantu) dalam drama Les Bonnes karya Jean Genet berdasarkan teori kepribadian marxian Erich Fromm ?2. Bagaimana konflik yang muncul antara dua kelas sosial yang berlawanan (dilema eksistensi) dalam drama Les Bonnes karya Jean Genet berdasarkan teori kepribadian marxian Erich Fromm ?3. Bagaimana mekanisme pelarian diri tokoh pembantu dalam drama Les Bonnes karya Jean Genet berdasarkan teori kepribadian marxian ?D. Tujuan PenelitianBerkaitan dengan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:1. Mendeskripsikan karakter tokoh utama (pembantu) dalam drama Les Bonnes karya Jean Genet berdasarkan teori kepribadian marxian Erich Fromm.2. Mendeskripsikan konflik yang muncul antara dua kelas sosial yang berlawanan (dilema eksistensi) dalam drama Les Bonnes karya Jean Genet berdasarkan teori kepribadian marxian Erich Fromm.3. Mendeskripsikan mekanisme pelarian diri tokoh pembantu dalam drama Les Bonnes karya Jean Genet berdasarkan teori kepribadian marxian.Untuk mendeskripsikan hal tersebut di atas, penulis akan menggunakan teori kepribadian marxian yang dipaparkan oleh Erich Fromm.E. Manfaat PenelitianDalam penelitian ini terdapat dua manfaat penelitian, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk:1. Melengkapi khasanah pengetahuan sastra dengan alternatif bentuk pendekatan teori dengan mengaplikasikan teori kepribadian marxian dengan isi drama.2. Penelitian ini dapat menambah wawasan tentang sastra dan kepribadian marxian dalam kaitannya dengan dunia sastra.3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman dan perbandingan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.Adapun secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat:1. Penulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca bahwa ilmu sastra dapat saling melengkapi dengan bidang-bidanng ilmu yang lainnya, misalnya psikologi sastra.2. Memberikan ide bagi mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Asing untuk menganalisis lebih lanjut lagi mengenai kajian psikologi sastra yakni mengenai teoritisi kepribadian marxian yang terkandung dalam karya sastra.F. Metodologi Penelitian1.1 Pendekatan PenelitianPendekatan yang digunakan untuk meneliti drama ini adalah pendekatan psikologi sastra. Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktifitas kejiwaan. Karya sastra dipandang sebagai fenomena psikologis yang menampilkan aspek-aspek kejiwaan melalui tokoh-tokoh jika teks berupa drama atau prosa (Endraswara 2003:96).Jatman dalam Endaswara (2003:97) berpendapat bahwa karya sastra dan psikologi memang memiliki pertautan yang erat, secara tidak langsung dan fungsional. Pertautan tidak langsung, karena baik sastra maupun psikologi memiliki objek yang sama yaitu kehidupan manusia. Psikologi dan manusia memiliki hubungan fungsional karena sama-sama mempelajari keadaan kejiwaan orang lain, bedanya dalam psikologi gejala tersebut nyata, sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif.Oleh karena itu, penulis akan menggunakan teori psikologi yaitu teori kepribadian marxian menurut Erich Fromm.1.2 Objek PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian deskriptif analisis. Objek penelitian ini adalah karakter tokoh utama yang terpengaruh oleh struktur sosial, yang selanjutnya dihubungkan dengan teori kepribadian marxian menurut Erich Fromm.1.3 Sumber DataSumber data dalam penelitian ini adalah drama yang berjudul Les Bonnes karya Jean Genet beserta kalimat-kalimat atau data-data yang berhubungan dengan karakter tokoh utama yang dipengaruhi oleh struktur sosial.1.4 Metode dan Teknik Pengumpulan DataAgar memperoleh data yang sesuai dengan tema penelitian ini, diperlukan suatu teknik atau metode yang sesuai dengan objek penelitian. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah teknik pustaka, karena sumber data diperoleh dari sumber tertulis. Pendekatan psikologis yang digunakan peneliti untuk menganalisis drama Les Bonnes karya Jean Genet.1.5 Metode dan Teknik Analisis DataMetode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, yaitu penelitian terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar jika diperlukan, bukan berbentuk angka (Endaswara 2003:5). Ciri-ciri terpenting metode kualitatif, adalah: a) memberikan perhatian utama pada makna dan pesan, sesuai dengan hakikat objek, b) lebih mengutamakan proses dibandingkan dengan hasil penelitian, c) tidak ada jarak antara subjek peneliti dengan objek peneliti, subjek peneliti sebagai instrument utama, d) desain dan kerangka penelitian bersifat sementara sebab penelitian bersifat terbuka, e) penelitian bersifat alamiah (Ratna 2008:47). Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik kepustakaan. Teknik ini mencakupi kegiatan mengumpulkan, mendeskripsikan, dan menganalisis korpus data secara kritis.G. Landasan TeoriTeori Kepribadian MarxianTeori kepribadian marxian merupakan teori gabungan dari teori Freud dengan teori Marx. Freud lebih merumuskan bahwa karakter seseorang ditentukan oleh faktor biologis dan Marx melihat manusia dideterminasi oleh masyarakat, terutama oleh sistem ekonomi. Hal tersebut ditunjukan dengan penelitiannya tentang hubungan antara kelas-kelas ekonomi dan jenis-jenis kepribadian. Fromm menggabungkan kedua teori tersebut karena ia yakin bahwa banyak temuan Freud seperti peran ketidaksadaran dalam tingkah laku manusia sangat signifikan untuk memahami kepribadian manusia. Dalam teorinya, Fromm ingin menunjukan perhatiannya terhadap perjuangan manusia yang tidak pernah menyerah untuk memperoleh martabat dan kebebasan, dalam kaitannya dengan kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan orang lain (Alwisol 2009:121)1. Dilema EksistensiMenurut Fromm, hakekat manusia bersifat dualistik, paling tidak terdapat empat dualistik di dalam diri manusia: Manusia sebagai binatang dan sebagai manusiaManusia sebagai binatang memiliki banyak kebutuhan fisiologik yang harus dipenuhi. Sedangkan manusia sebagai manusia memiliki kebutuhan kesadaran diri, berfikir, dan berimajinasi. Hidup dan matiKesadaran diri dan pikiran manusia telah mengetahui bahwa dia akan mati, tetapi manusia berusaha mengingkarinya. Ketidaksempurnaan dan kesempurnaanManusia mampu mengkonsepkan realisasi diri yang sempurna, tetapi karena hidup itu pendek kesempurnaan tidak dapat dicapai. Kesendirian dan kebersamaanManusia adalah pribadi yang mandiri, sendiri tetapi manusia juga tidak bisa menerima kesendirian.Dilema-dilema eksistensi tidak akan pernah terselesaikan. Namun seseorang harus menjembatani dualisme ini, karena semua gerak di dunia ini dilatarbelakangi oleh pertentangan dua kelompok ekstrim yakni tesa dan antitesa. Pertentangan itu akan menimbulkan sintesa, yang pada dasarnya dapat dipandang sebagai tesa baru yang akan memunculkan antitesa lain. Konflik yang dibawa dari lahir antara tesa-antitesa eksistensi manusia disebut dilema eksistensi.Terdapat dua cara menghindari dilema eksistensi, pertama dengan menerima otoritas dari luar tunduk kepada penguasa dan menyesuaikan diri dengan masyarakat. Dengan cara tersebut manusia (yang menjadi budak dari penguasa) mendapatkan perlindungan atau rasa aman. Cara kedua, bersatu dengan orang lain atau kelompok lain menciptakan ikatan dan tanggung jawab bersama dari masyarakat yang lebih baik.Masyarakat kapitalis menempatkan seseorang sebagai korban dari pekerjaan mereka sendiri. Konflik antara kecenderungan mandiri dengan ketidak-berjayaan dapat merusak mental. Ciri seseorang yang bermental sehat menurut Fromm adalah seseorang yang mampu bekerja produktif sesuai dengan tuntutan lingkungan sosialnya, sekaligus mampu berpartisipasi dalam kehidupan sosial yang penuh cinta (Alwisol 2009:25).2. Kebutuhan ManusiaPada umumnya kata kebutuhan diartikan sebagai kebutuhan fisik, yang oleh Fromm disebut sebagai kebutuhan aspek kebinatangan dari manusia. Kebutuhan manusia dalam arti kebutuhan sesuai dengan eksistensinya sebagai manusia. Menurut Fromm kebutuhan manusia dikelompokan menjadi dua, yaitu; kebutuhan untuk menjadi bagian dari sesuatu dan menjadi otonom dan kebutuhan memahami dunia dan beraktivitas.2.1 Kebutuhan Kebebasan dan Keterikatn Keterhubungan (relatedness)Kebutuhan mengatasi perasaan kesendirian dan terisolasi dari alam dan dirinya sendiri. Kebutuhan untuk bergabung dengan makhluk lain yang dicintai, menjadi bagian dari sesuatu. Hubungan paling memuaskan bisa positif yakni hubungan yang didasarkan pada cinta, perhatian, tanggung jawab, penghargaan, dan pengertian dari orang lain. Namun bisa menjadi negatif yakni hubungan yang didasarkan pada kepatuhan atau kekuasaan. Keberakaran (rootedness)Kebutuhan keberakaran adalah kebutuhan untuk memiliki ikatan-ikatan yang membuatnya betah di dunia. Manusia menjadi asing dengan dunianya karena dua alasan; pertama, dia direnggut dari akar-akar hubungannya oleh situasi, kedua, fikiran dan kebebasan yang dikembangkannya sendiri justru memutus ikatan alami dan menimbulkan perasaan isolasi/tak berdaya. Menjadi Pencipta (transcendency)Manusia menyadari dirinya sendiri dan lingkungannya, oleh karena itu kemudian merasa ketakutan terhadap alam semesta, yang membuatnya menjadi merasa tak berdaya. Seseorang membutuhkan peningkatan diri, berjuang untuk mengatasi sifat pasif dikuasai alam menajdi aktif, bertujuan dan bebas, berubah dari makhluk ciptaan menjadi pencipta. Sama halnya seperti pada keterhubungan, transendensi bisa positif (menciptakan sesuatu) atau negatif (menghancurkan sesuatu). Kesatuan (unity)Keterpisahan, kesepian, dan isolasi semuanya bersumber dari kemandirian dan kemerdekaan, untuk apa orang mengejar kemandirian dan kemerdekaan kalau hasilnya justru kesepian dan isolasi? Dari dilema ini muncul kebutuhan unitas. Identitas (identity)Kebutuhan untuk menjadi aku, kebutuhan untuk sadar dengan dirinya sendiri sebagai sesuatu yang terpisah. Manusia harus merasakan dapat mengontrol nasibnya sendiri, harus bisa membuat keputusan, dan merasa bahwa hidupnya nyata-nyata miliknya sendiri. Orang yang sehat, tidak banyak membutuhkan menyesuaikan diri dengan kelompok, tidak mudah menyerah, tidak mau mengorbankan kebebasan dan individualitanya untuk bisa diterima lingkungan.2.2 Kebutuhan Untuk Memahami dan Beraktifitas Kerangka Orientasi (frame of orientation)Manusia selalu dihadapkan dengan fenomena alam yang membingungkan dan realitas yang menakutkan, mereka membuthkan hidupnya menjadi bermakna. Kerangka orientasi merupakan seperangkat keyakinan mengenai eksistensi hidup, perjalanan hidup-tingkah laku bagaimana yang harus dikerjakannya, yang mutlak dibutuhkan untuk memperoleh kesehatan jiwa. Kerangka Kesetiaan (frame of devotion)Kebutuhan untuk memiliki tujuan hidup yang mutlak. Manusia membutuhkan sesuatu yang dapat menerima seluruh pengabdian hidupnya, sesuatu yang membuat hidupnya menjadi bermakna. Kerangka pengabdian adalah peta yang mengarahkan pencarian makna hidup, menjadi dasar dari nilai-nilai dan titik puncak dari semua perjuangan. Keterangsangan Stimulasi (excitation-stimulation)Kebutuhan untuk melatih sistem syaraf, untuk memanfaatkan kemampuan otak. Manusia membutuhkan bukan sekedar stimulus sederhana (misalnya: makanan), tetapi juga stimuli yang mengaktifkan jiwa (misalnya: puisi). KeefektivanKebutuhan untuk menyadari eksistensi diri melawan perasaan tidak mampu dan melatih kompetensi.3. Mekanisme Pelarian DiriNormalitas adalah keadaan optimal dari pertumbuhan (kemandirian) dan kebahagiann (kebersamaan) dari individu. Pada dasarnya ada dua cara untuk memperoleh makna kebersamaan dalam kehidupan. Pertama, mencapai kebebasan positif yakni berusaha menyatu dengan orang lain, tanpa mengorbankan kebebasan dan integritas pribadi. Kedua, memperoleh rasa aman dengan meninggalkan kebebasan dan menyerahkan bulat-bulat individualitas dan integritas diri kepada sesuatu (bisa seseorang atau lembaga) yang dapat memberi rasa aman. Cara memperoleh rasa aman dengan berlindung di bawah kekuatan orang lain didefinisikan oleh Fromm sebagai mekanisme pelarian. Ada tiga mekanisme pelarian diri, yaitu otoritarianisme, destruktif, dan konfromitas. OtoritarianismeKecenderungan untuk menyerahkan kemandirian diri dan menggabungkanya dengan seseorang atau sesuatu di luar dirinya, untuk memperoleh kekuatan yang dirasakan tidak dimilikinya. Kebutuhan untuk menggabung dengan partner yang memiliki kekuatan bisa berupa masokisme atau sadisme. Masokisme merupakan hasil dari perasaan dasar tidak berdaya, lemah dan inferior yang dibawa saat menggabungkan diri dengan orang atau institusi yang memiliki kekuatan, sehingga kekuatan itu tertuju atau menindas dirinya.Sedangkan sadisme seperti masokisme dipakai untuk meredakan kecemasan dasar melalui penyatuan diri dengan orang lain/institusi. Ada tiga jenis sadisme yang saling berkaitan yakni; membuat orang lain tergantung kepada dirinya sehingga memperoleh kekuatan dari orang lain yang lebih lemah, mengeksploitasi dan mengambil keuntungan dari orang lain, dan kecenderungan melihat orang lain sengsara secara fisik atau psikis. PerusakanSeperti otoritarianisme, destruktif berakar pada perasaan kesepian, isolasi, dan tek berdaya. Destruktif mencari kekuatan tidak melaui membangun hubungan dengan pihak luar, tetapi melalui usaha membalas/merusak kekuatan orang lain. Penyesuaian Bentuk pelarian dari perasaan kesepian dan isolasi berupa penyerahan individualita dan menjadi apa saja seperti yang diinginkan kekuatan dari luar. Seseorang menjadi robot, mereaksi persis seperti yang direncanakan dan mekanis menuruti kemauan orang lain. Semakin dia menyesuaikan diri, semakin dia merasa tak berdaya. Dan semakin tak berdaya dia harus semakin menyesuaikan diri. Seseorang hanya dapat memecah lingkaran penyesuain diri dengan ketakberdayaan ini kalau bisa mencapai realisasi diri atau kebebasan yang positif.H. Sistematika PenulisanDalam penyusunan skripsi ini penulis memaparkan sistematika penulisan yang terdiri dari 5 bab, yaitu sebagai berikut Bab I yang memaparkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II memaparkan landasan teori yang digunakan sebagai pedoman penulisan skripsi yang meliputi: psikologi sastra, teori kepribadian marxian Erich Fromm, hakekat manusia, dilema eksistensi, dan mekanisme pelarian diri. Bab III berisi pembahasan metodologi penelitian yang meliputi: pendekatan penelitian, objek penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data. Bab IV memuat analisis data. Pada bab ini menjelaskan tentang hasil penelitian dan pembahasan, yang berisi tentang analisis karakter tokoh utama dalam roman Les Bonnes karya Victor Hugo berdasarkan teori behaviorisme. Bab V berisi penutup, yaitu berupa kesimpulan dan saran.Kelima Bab ini dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran.I. Analisis DataDrama Les Bonnes menceritakan tentang dua orang saudara yang bekerja sebagai pembantu pada masa kapitalisme. Dalam kesehariannya mereka mencurahkan perasaannya akan keterasingan dari pekerjaan sebagai pembantu. Perhatikan kutipan di bawah ini :Elle se laisse avec lassitude tomber sur le fauteuil.Solange : Il fait lourd ce soir. Il a fait lourd toute la journe.Claire : Oui.Solange : Et cela nous tue, Claire. (page 33)Dengan keadaan lelah dia membiarkan dirinya jatuh ke kursi.Solange : Cuaca mendung sore ini. Keadaannya berat setiap hari.Claire : Iya.Solange : Dan hal itu membunuh kita, Claire.Pada kutipan di atas, terlihat adanya keterasingan tokoh terhadap dunia luar, bahwa hari-hari yang mereka lalui menjadi berat. Hal ini dikuatkan oleh kutipan berikut: il a fait lourd ce toute la journe, et cela nous tue (keadaannya berat setiap hari, dan hal itu membunuh kita). Dari kutipan di atas dapat dilihat adanya alienasi yang tokoh pemabantu. Alienasi atau disebut juga keterasingan yaitu situasi ketika manusia tidak mengalami dirinya sebagai pelaku ketika menguasai dunia, tetapi juga berarti bahwa dunia (alam, benda-benda dan manusia sendiri) tetap asing bagi manusia itu sendiri (Fromm 2004:58). Sewajarnya manusia pembantu juga berhak untuk mendapatkan haknya sebagai manusia. Kebutuhannya akan keterhubungan dengan orang lain dan mengikatkan diri dengan kehidupan.Dalam buku Konsep Manusia Menurut Marx yang diterbitkan pada tahun 2001, Erich Fromm mengungkapkan bahwa dalam Kemerdekaan dan kebebasan, bagi Marx didasarkan pada perilaku mencipta diri. Seorang manusia tidak menganggap dirinya merdeka jika dia tidak menjadi majikan bagi dirinya sendiri, dan dia hanya dapat menjadi majikan untuk dirinya sendiri ketika meminjamkan eksistensinya untuk dirinya sendiri. Dengan kata lain, jika seseorang bisa menegaskan dan mengungkapkan bahwa dia tidak hanya bebas dari (free from) tetapi juga bebas untuk (free to).Masyarakat kapitalis menempatkan orang sebagai korban dari pekerjaan mereka sendiri. Konflik antara kecenderungan mandiri dengan ketidakberjayaan dapat merusak kesehatan mental. Normalitas atau situasi mental yang sehat adalah keadaan optimal dari pertumbuhan (kemandirian) dan kebahagiaan (kebersamaan) dari individu. Ketika seseorang merasa tertekan dengan keadaan, maka dia cenderung akan melakukan pertahanan atau bisa juga perlawanan. Perlawanan dilakukan demi meraih kebebasan dari kondisi sebelumnya. Perhatikan kutipan di bawah ini :Sonnerie la porte dentre de lappartement.Solange : Cest elle. Cest elle qui rentre. (Elle prend sa soeur aux poignets). Claire, tu es sre de tenir le coup?Claire : Il en faut combien?Solange : Mets-en dix. Dans son tileul. Dix cachets de gardnal. Mais tu noseras pas.Claire, elle se dgage, va arranger le lit. Solange la regarde un instant.Jai le tube sur moi. DixSolange, trs vite : Dix. Neuf ne suffiraient pas. Davantage la ferait vomir. Dix. Fais le tileul trs fort. Tu as compris. (page 63-64)Terdengat suara pada pintu masuk apartemen.Solange : Itu dia. Itu dia yang pulang. (Dia meraih pergelangan tangan saudaranya). Claire, kamu yakin untuk bertahan?Claire : Ini diperlukan berapa banyak?Solange : Berikan sepuluh. Dalam air tilleulnya. Sepuluh tablet obat penenang. Tapi kamu tidak berani.Claire, dia melepaskan diri dan pergi menata tempat tidur. Solange melihanya seketika. Aku mempunyai tabung. Sepuluh.Solange, sangat cepat : Sepuluh. Sembilan tidak akan cukup. Lebih banyak maka akan membuatnya muntah. Sepuluh. Buatlah air tilleul sangat keras. Kamu mengerti.Dari kutipan di atas mengindikasikan bahwa, kedua pembantu tersebut sedang mempersiapkan minuman tilleul yang diberikan obat dengan dosis tinggi untuk sang majikannya. Hal tersebut merupakan salah satu mekanisme pelarian diri tokoh proletar. Untuk memperoleh rasa aman, tokoh pembantu melakukan perlawanan dengan tindakan destruktif. Hal ini dikuatkan dengan kutipan kalimat berikut: neuf ne suffiraient pas. Davantage la ferait vomir. Dix. Fais le tilleul trs fort (sembilan tidak akan cukup. Lebih banyak maka akan membuatnya muntah. Sepuluh. Buatlah air tilleul sangat keras).

Daftar PustakaAlwisol. 2009. Teori Kepribadian. Malang: UMM Press.Endaswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.From, Erich. 2004. Konsep Manusia Menurut Marx. Yogyakarta: Pustaka PelajarJan van Luxemburg, Mieke Bal dan Willem G. Weststeijn. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PT Gramedia.Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

16