PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS...
Transcript of PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS...
PERAN PENDAMPING DALAM MEMBENTUK KEMANDIRIAN
ANAK TERLANTAR DI YAYASAN SAYAP IBU
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.)
Oleh :
Lina Mardiana
106054102060
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H / 2013 M
PERAN PENDAMPING DALAM MEMBENTUK KEMANDIRIAN ANAK
TERLANTAR DI YAYASAN SAYAP IBU
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.)
Oleh :
Lina Mardiana
106054102060
Di Bawah Bimbingan
Nurhayati Nurbus, M.Si
NIP. 19740809 199803 2 020
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H / 2013 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi be1judul Peran Pendamping Dalam Membentuk Kemandirian ADak Terlantar Di Yayasan Sayap Ibu telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN SyarifHidayatuUah Jakarta. Pada 31 Juli 2013. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Satjana Kesejahternan Sosial (S.Sos) pada Program Studi Kesejahteraan Sosial.
Jakarta 31 Juli 2013
Sidang MUDaqasyab
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
~~-Siti Napsiyah, MSW. Ahmad Zaky, M,Si
NIP :19740101 2001122003 1977 11272007101001
Penguji I Penguji II
Ismet Firdaus, M.Si. aida M.Si.
197512272007101001 198005272007102001
LEMBAR PERNYATAAN
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah dicantumkan
sesuai dengan ketentuan yang telah berlaku di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupaka hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 21 Juli 2013
Lina Mardiana
i
ABSTRAK
Lina Mardiana
Peran Pendamping Dalam Membentuk Kemandirian Anak Terlantar di
Yayasan Sayap Ibu.
Anak terlantar adalah anak yang karena sesuatu sebab orang tuanya tidak
dapat menjalankan kewajibannya sehingga kebutuhan anak tidak dapat terpenuhi
dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial. Anak-anak tersebut
membutuhkan peran orang dewasa yang peduli untuk mengasuh dan mendidiknya
agak dapat hidup mandiri dikemudian hari. Salah satu lembaga sosial yang peduli
terhadap anak terlantar adalah Yayasan Sayap Ibu (YSI). Pada awalnya, yayasan
tersebut hanya menampung anak-anak balita umur 0-5 tahun, namun hingga saat
ini, anak yang berada di Yayasan Sayap Ibu sudah ada yang duduk di bangsku
Sekolah dasar (SD). Anak-anak tersebut ditampung dan dididik untuk menjadi
anak yang mandiri di kemudian hari. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui bagaimana peran pendamping dalam membentuk
kemandirian anak terlantar yang duduk di bangku Sekolah dasar (SD) di Yayasan
Sayap Ibu.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan Metode deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu melalui
observasi mendalam, wawancara dan dokumentasi. Informan penelitian ini adalah
1 orang pendamping/pengasuh panti, 2 orang anak panti, dan 1 orang pengurus
Yayasan Sayap Ibu. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penulis mengumpulkan seluruh data hasil wawancara, kemudian diseleksi,
dirangkum, dan dipilih hal-hal penting dan pokok, kemudian dikategorikan dan
disusun secara sistematis.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa peran pendamping dalam
membentuk kemandirian anak terlantar sangat terlihat dari pelaksanaan program
kerja dan pola hidup sehari-hari di panti asuhan. Pendamping melakukan
pembimbingan dan mengasuh anak dengan sistemik dan terarah sesuai dengan
program pendampingan anak sehari-hari. Program panti tersebut meliputi,
kursus-kursus, pembagian tugas anak-anak panti, pola hidup sehari-hari, hiburan,
dan pergaulan dengan masyarakat. Melalui program-program tersebut, anak dapat
menyerap nilai-nilai hidup yang sangat kental dengan kedisiplinan pembangunan
mental kemandirian untuk hidupnya nanti.
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahi robbil 'alamin. Segala puji hanya milik Allah SWT atas
segala nikmat, rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran Pendamping dalam Membentuk
Kemandirian Anak Terlantar di Yayasan Sayap Ibu.” Judul skripsi ini tercipta
karena penulis pernah melakukan praktikum dua di yayasan tersebut.
Skripsi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh Gelar
Sarjana Sosial (S.Sos.) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Harus diakui, dengan serta keterbatasan yang ada sangatlah berat menyelesaikan
skripsi ini, akan tetapi motivasi dalam diri penulis mendongkrak semangat dan
memecah hambatan-hambatan yang ada Betapapun perjuangan yang penulis
lakukan demi terselesaikannya skripsi ini, tidak sebanding dengan kebahagiaan
yang penulis dapat.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama Mama dan
Bapak tercinta yang telah sabar tak putus asa memberi dukungan baik moril
maupun materil sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Insyallah anak mu ini,
akan selalu berjuang untuk membahagiakan Mama dan Bapak. Kepada kakak dan
adik-adikku yang bahu-membahu mendorong penulis menyelesaikan skripsi ini.
Kepada kekasih hati, Suami ku tercinta yang selalu menemani penulis dalam suka
maupun duka, I love You Beyb. Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan cinta
iii
yang mereka berikan dengan balasan yang berlipat. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, M.A. Selaku Rektor Universitas
Islam Negeri, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Arief Subhan, M.A. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Nurhayati Nurbus, M.Si Selaku pembimbing yang dengan tulus
memberikan pengarahan, petunjuk dan motivasi kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Siti Napsiyah, MSW ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta atas arahannya.
5. Bapak Ahmad Zaky, M.Si selaku sekretaris Jurusan Kesejahteraan Sosial
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas dukungan dan bantuannya.
6. Dosen-dosen Jurusan Konsentrasi Kesejahteraan Sosial yang telah
mendidik dan memberikan dispensasi waktunya terhadap skripsi ini.
7. Pihak Yayasan Sayap Ibu Jakarta yang sudah mengizinkan menjalankan
praktikum dua dan melakukan penelitian skripsi ini (Ibu Maryono, Ibu
Rini Suroso, Ibu Osa, Ibu Ipung, Bapak Hadi, Ibu Umi) dan adik-adik
yang berada di Yayasan Sayap Ibu (Joni, Jaya, Akbar, Vikri, Mulia).
8. Kepada teman-teman kessos 2006 yang berbagi pengalaman yaitu : teman
praktikum dua Alwi Dhuha, Abdul Hayyi, Fitrah, Mega, Jali, Chris, Afrida
thanks atas support-nya
iv
Akhirnya, Tiada gading yang tak retak andai pun retak jadikanlah sebagai
ukiran, begitupun dengan skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Namun demikian penulis sangat berharap kiranya skripsi ini dapat
memberikan manfaat dan kontribusi yang positif terhadap wawasan mahasiswa
secara umum, khususnya mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga
skripsi sederhana ini dapat membawa`manfaat bagi pembacanya, amin.
Jakarta, 23 Juli 2013
Lina Mardiana
(106054102060)
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... v
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. .. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ............................................... 9
1. Pembatasan Masalah .................................................................................. 9
2. Perumusan Masalah ................................................................................. . 9
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ....................................................... 9
1. Tujuan Penelitian .................................................................................. . 9
2. Manfaat Penelitian ................................................................................ 10
a. Manfaat Praktis .................................................................................. 10
b. Manfaat Akademis ............................................................. .............. 10
D. Metodologi Penelitian ………..............……………………...……………… 11
1. Pendekatan Penelitian………………………… …………..............… 11
2. Jenis Penelitian ………………………………………............................. 12
3. Teknik Pengumpulan Data ………………………….......……………… 13
a. Observasi ............................................................................................ 13
b. Wawancara ….. ......................................................................... 13
d. Catatan Lapangan ................................................................................. 14
e. Dokumentasi ........................................................................................ 14
4. Sumber Data……………………………………….......................…. 15
5. Tempat dan Waktu penelitian ..…..…………….................................. 15
6. Subjek, Informan, dan Objek Penelitian…….................................……… 15
7. Teknik Analisis Data………………………….....................…………….. 16
vi
8. Teknik Keabsahan Data…………………………....…………................. 18
9. Teknik Penulisan ...................................................................................... 18
E. Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 18
F. Sistematika Penulisan ............................................................................ .... 19
BAB II. LANDASAN TEORI …….................................................................. 21
A. Pengertian Anak Terlantar……………………………................................... 21
B. Definisi Kemandirian……………………..................................................… 24
1. Ciri-ciri Kemandirian . ............................................................................. 25
2. Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian .............................................. 28
a. Faktor Internal .................................................................................. 28
b. Faktor External ................................................................................. 29
C. Peranan Panti Asuhan ..................................................................................... 31
D. Definisi Pendamping ..................................................................................... 33
BAB III. GAMBARAN UMUM LEMBAGA …..............……………...… 38
A. Sejarah Pendirian…………………………………….......................… 38
1. Dasar Hukum……………………….................................................… 40
2. Visi dan Misi ......................................................................................... 41
3. Tugas Pokok ........................................................................................... 41
4. Kedudukan ............................................................................................. 42
5. Kegiatan Yayasan Sayap Ibu…………………….................................... 43
6. Pendanaan Yayasan Sayap Ibu………………….…………….....…….. 43
7. Tujuan………………………………….................................................. 44
8. Fungsi…………………………………...................................………... 45
9. Prinsip Kegiatan……………………..............................................……. 46
10. Sarana dan Prasarana……………...........................………………… 46
vii
11. Data Karyawan .................................................................................... 47
12. Data Anak Asuh Tingkat Sekolah Dasar ............................................. 48
BAB IV. TEMUAN DAN ANALISA …................……………………… 49
A. Pembahasan……………………………………........................………...… 49
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………................……………..….. 60
A. Kesimpulan……………………………………........................……...….... 60
B. Saran………………………………………….........................……..…….. 60
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 62
LAMPIRAN .................................................................................................... 65
Pedoman Wawancara………..........................………………………..……… 65
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan bagian yang terpenting dalam kelangsungan hidup
manusia, karena anak sebagai generasi penerus dalam suatu keluarga. Sejak lahir
anak diperkenalkan dengan pranata, aturan, norma dan nilai-nilai budaya yang
berlaku melalui pembinaan yang diberikan oleh orang tua dalam keluarga. Proses
sosialisasi pertama kali terjadi dalam lingkungan keluarga melalui pembinaan
anak yang diberikan oleh orang tuanya. Di sini pembinaan anak sebagai bagian
dari proses sosialisasi yang paling penting dan mendasar karena fungsi utama
pembinaan anak adalah mempersiapkan anak menjadi warga masyarakat yang
mandiri.
Kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara
kumulatif selama perkembangan, di mana individu akan terus belajar untuk
bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan. Individu
akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak sendiri. Dengan kemandirianya,
seseorang dapat mememilih jalan hidupnya untuk dapat berkembang dengan lebih
mantap.
Desmita mengungkapkan pengertian kemandirian sebagai kemampuan
untuk mengendalikan dan mengatur pikiran, perasaan dan tindakan sendiri secara
bebas serta berusaha sendiri untuk mengatasi perasaan-perasaan malu dan keragu-
raguan. Lebih dari itu Desmita menjelaskan bahwa kemandirian biasanya ditandai
2
dengan kemampuan menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur
tingkah laku, bertanggung jawab, mampu menahan diri, membuat keputusan
sendiri, serta mampu mengatasi masalah tanpa ada pengaruh dari orang lain.1
Keutuhan keluarga sangat diperlukan dan penting dalam kemandirian
anak. Kehadiran orang tua memungkinkan adanya rasa kebersamaan sehingga
memudahkan orang tua mewariskan nilai-nilai moral yang dipatuhi dan ditaati
dalam berperilaku, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi
manusia yang mandiri. Oleh karena itu, mereka membutuhkan pertolongan dari
orang dewasa yaitu melalui pendidikan dan pelatihan dalam hal ini adalah
keluarga, terutama orang tua.
Adanya tuntutan dan kedudukan yang sama sebagai warga negara maka
anak perlu mendapatkan perhatian secara khusus dengan pembinaan sikap dan
perilaku sosial anak. Dengan demikian untuk terbentuknya pendewasaan
seseorang anak dibutuhkan interaksi sosial.2 Untuk dapat mandiri seseorang
membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan dari keluarga serta
lingkungan sekitarnya, agar dapat mencapai otonomi atas dirinya sendiri.
Pada saat ini peran orang tua dan peran respon dari lingkungan sangat
diperlukan bagi anak sebagai “penguat” untuk setiap perilaku yang telah
dilakukannya. “Keutuhan” orang tua (ayah dan ibu) dalam sebuah keluarga sangat
dibutuhkan dalam membantu anak untuk memiliki dan mengembangkan dasar-
1 Desmita. 2011. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Rosdakarya, h. 185
2 Walgito, Bimo 1990. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta: Yayasan
Penerbitan Fakultas Psikologi UGM. h. 160
3
dasar disiplin diri. Berbeda halnya dengan anak terlantar, tidak adanya orang tua
membuat anak menjadi kurang perhatian dan pendidikan terabaikan.
Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan persoalan
sosial yang komplek. Hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan
pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak
bermasa depan jelas, dan keberadaan mereka tidak jarang menjadi “masalah” bagi
banyak pihak, keluarga, masyarakat dan negara. Namun, perhatian terhadap nasib
anak jalanan tampaknya belum begitu besar dan solutif. Padahal mereka adalah
bagian dari warga Negara yang harus dilindungi, dijamin hak-haknya, sehingga
tumbuh-kembang menjadi manusia dewasa yang mandiri, bermanfaat, beradab
dan bermasa depan cerah.
Menurut UUD 1945, “anak terlantar itu dipelihara oleh negara”. Artinya
pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pembinaan
anak-anak terlantar, termasuk anak jalanan. Hak-hak asasi anak terlantar dan anak
jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak-hak asasi manusia pada umumnya,
seperti halnya tercantum dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, dan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan
Convention on the Right of the Child (Konvensi tentang hak-hak anak). Mereka
perlu mendapatkan hak-haknya secara normal sebagaimana layaknya anak, yaitu
hak sipil dan kemerdekaan (civil righ and freedoms), lingkungan keluarga dan
pilihan pemeliharaan (family envionment and alternative care), kesehatan dasar
dan kesejahteraan (basic health and welfare), pendidikan, rekreasi dan budaya
4
(education, laisure and culture activites), dan perlindungan khusus (special
protection).3
Kehidupan anak-anak terlantar bisa berubah menjadi liar karena tidak
terkontrol oleh keluarga, maupun norma atau hukum yang berlaku di masyarakat.
Hal ini menjadi perhatian khusus bagi lembaga sosial untuk membina mereka
yakni panti asuhan. Salah satu alternatif yang banyak dilakukan oleh keluarga
yang tidak mampu memelihara anaknya adalah dengan menitipkan si anak
tersebut ke panti asuhan. Ada yang menitipkannya secara terang-terangan, ada
pula yang diam-diam membuangnya, supaya si anak tersebut berharap ada yang
mau membesarkannya. Pikirannya, perasaan, dan tingkah laku anak terlantar pada
umumnya tidak terorganisir dengan baik dalam dirinya. Sehingga wajar bila
acapkali kita sering melihat perkataan ataupun tindakan mereka yang negatif atau
kurang sopan.
Dalam mengatasi masalah sosial khususnya masalah anak terlantar, maka
pemerintah, lembaga sosial, atau pihak yang perduli terhadap persoalan ini,
menyediakan panti-panti dalam pembinaan para penyandang masalah sosial.
Panti-panti yang ada mempunyai program tertentu disesuaikan dengan
penyandang masalah sosial yang dibinanya. Menurut A. Mangunhardjana,
pembinaan adalah suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang belum
dimiliki dengan tujuan membuat orang yang menjalaninya membetulkan dan
mengembangkan pengetahuan dan kecakapan yang sudah ada, serta mendapatkan
33
UUD 1945
5
pengetahuan yang baru untuk mencapai tujuan hidup dan kerja yang sudah
dialami secara efektif.4
Anak yang sudah dalam pengawasan panti disebut dengan penghuni panti
atau anak asuh. Dengan demikian anak pada panti diharapkan adanya perubahan
sifat, sikap, sehingga menghasilkan tindakan-tindakan yang sesuai dengan norma-
norma yang berkembang di masyarakat. Peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh
panti bertujuan untuk mengarahkan setiap anak untuk dapat beradaptasi dengan
lingkungannya. Kehidupan di panti diciptakan sedemikian rupa seperti layaknya
sebuah keluarga, sehingga anak akan merasakan lebih nyaman dan merasakan
kasih sayang serta pemeliharaan yang baik terhadap kondisi fisik dan
psikologisnya.
Konflik yang terjadi dalam diri seorang anak seringkali tidak dapat
diselesaikan oleh orang tua atau orang terdekat sekalipun. Pola asuh yang salah
arah menjadi mereka secara psikologis trauma menghadapi orang tua mereka.
Keluarga yang seharusnya menjadi tempat pertama dan utama tidak dapat lagi
mereka rasakan dan yang lebih parah lagi si anak lahir tidak dapat menemukan
tempat sosialisasi utama yakni sebuah keluarga. Semua dirasakan sebagai akibat-
akibat dari masalah yang menimpa anak.
Anak-anak terlantar yang tinggal di panti asuhan memiliiki latar belakang
yang berbeda, namun kesemuanya tidak menghambat anak untuk bergaul atau
4 A. Mangunhardjana. 1986. Pembinaan: Arti dan Metodenya, Yogyakarta: Kanisius.
h.12
6
berinteraksi antar sesama mereka. Walaupun terkadang ada saja yang tertutup
sehingga menghalanginya untuk dapat berinteraksi dengan orang lain.
Sejak tahun 1990-an justru semakin banyak anak yang tinggal dipanti
asuhan, karena orang tuanya didera kemiskinan. Mereka tak sanggup lagi, bahkan
untuk memberi makan anaknya saja. Di wilayah DKI Jakarta, terdapat lima panti
asuhan dan satu panti asuhan khusus untuk remaja. Daya tampung seluruhnya
sekitar 960 anak. Disamping panti milik pemerintah, ada pula sekitar 60 panti
asuhan yang dikelola swasta. Daya tampung panti asuhan terbatas sekitar 50-125
anak, tergantung kemampuan masing-masing panti. Kalau dari segi sandang,
pangan dan papan mungkin sebagian besar panti bisa memenuhinya tetapi dana
pendidikan masih sulit. Pengelola panti diharapkan bisa memberi rasa aman dan
nyaman bagi anak-anak yang menjadi tanggung jawabnya. Meski diakuinya, sulit
dibagi pengelola panti untuk benar-benar berfungsi sebagai orang tua dalam arti
yang sebenarnya. Selain anak dipanti jumlahnya banyak, tenaga pengelolaan panti
asuhan pun biasanya terbatas.
Salah satu panti asuhan yang terdapat di Jakarta adalah Yayasan Sayap
Ibu. Panti ini dikelola oleh pemerintah dan cukup terkenal di daerah Barito II,
Jakarta selatan. Panti asuhan atau yayasan ini berfungsi sebagai lembaga sosial di
mana dalam kehidupan sehari-hari, anak diasuh, dididik, dibimbing, diarahkan,
diberi kasih sayang, dicukupi kebutuhan sehari-hari. Agar anak tidak kehilangan
suasana seperti dalam keluarga, panti asuhan berusaha memberikan pelayanan
yang terbaik pada mereka dan menggantikan peran keluarga bagi anak.
7
Yayasan Sayap Ibu bertujuan untuk menolong anak balita terlantar umur
0-14 tahun, anak-anak tersebut dirawat sambil dicarikan keluarga angkat. Anak-
anak yang ada di dalam yayasan tersebut adalah anak-anak yang tidak mempunyai
ayah, ibu atau keduanya dan anak-anak dari keluarga miskin sehingga orang tua
tidak mampu memberikan kehidupan yang layak bagi anak.
Di dalam panti para pendamping berusaha secara maksimal mungkin
untuk mengantikan peran orang tua sebagai provider, protector, decision maker,
chilspesialiser and edukator dengan tujuan untuk memberikan pelayanan
kesejahteraan kepada anak-anak terlantar dan miskin dengan memenuhi
kebutuhan fisik, mental dan sosial agar kelak mereka mampu hidup layak dan
hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat.
Keunggulan yang terdapat di panti ini adalah, anak yang berada dalam
pengawasan panti diberikan berbagai macam latihan keterampilan tidak sekedar
ditampung dan diasuh saja. Sejak sedini mungkin mereka diajarkan tentang sikap
mandiri dalam kehidupan sehari-harinya. Peranan panti sebagai salah satu wadah
penyatuan dituntut untuk dapat meringankan masalah yang dihadapi anak-anak
terlantar.
Panti asuhan bergerak di bidang sosial kemanusiaan pada umumnya
memiliki program dan kegiatan yang kesemuanya ditujukan untuk kesejahteraan
dan kemandirian anak terlantar. Intinya anak terlantar butuh perhatian yang serius
dan penanganan yang khusus sehingga mereka dapat hidup seperti kebanyakan
anak-anak lain yang hidup dalam keluarga normal, memiliki bekal hidup untuk
kemandirianya dimasa yang akan datang.
8
Untuk dapat menjalankan program-program tersebut, peran pendamping
sosial sangat menentukan keberhasilan program penanganan anak dalam panti
asuhan. Merekalah yang mengarahkan, mengatur, serta mendidik anak panti
dalam keseharianya. Pendamping yang berperan sebagai orang tua pengganti bagi
anak terlantar berperan aktif dalam membentuk perilaku anak, terutam dalam
pembentukan kemandirian.
Untuk itu, sudah seharusnya anak terlantar mendapat penanganan serius
dan intensif terutama dari pendamping di panti asuhan untuk bekal hidup anak
dimasa mendatang. Bagaimana pendamping dalam membentuk kemandirian anak
terlantar membuat peneliti tertarik untuk dapat mengetahuinya lebih dalam.
Upaya pendamping dalam mengarahkan anak menjadi sosok yang mandiri
inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengupasnya dalam penelitian. Peran
pendamping tersebut, bisa menjadi standar dalam program pendampingan anak-
anak di panti-panti asuhan yang serupa. Namun dikarenakan keterbatasan dalam
penelitian, penulis hanya membahasnya dari program dan aktifitas keseharian di
panti asuhan Yayasan Sayap Ibu Cabang Cirendeu. Di sinilah anak-anak panti
asuhan tinggal, mereka semua masih duduk di (SD) Sekolah Dasar. Usia mereka
antara 6-13 Tahun.
Korelasi antara pendamping dan anak asuh usia SD dengan tujuan
tercapainya kemandirian anak inilah yang membuat peneliti tertarik untuk
meneliti permasalahan seperti dalam paparan di atas dengan judul “ PERAN
PENDAMPING DALAM MEMBENTUK KEMANDIRIAN ANAK DI
YAYASAN SAYAP IBU”.
9
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Mengingat terbatasnya waktu dan untuk fokus penelitian, dalam
melakukan penelitian ini, penulis membatasi permasalahan hanya pada
peran pendamping dalam membentuk kemandirian anak di Yayasan Sayap
Ibu. Hal ini menghindari dari terjadinya perluasan materi yang akan
dibahas selanjutnya. Pokok permasalahan yang akan di bahas adalah pada
peranan pendamping dalam membentuk kemandirian anak terlantar yang
sudah duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) dengan usia antara 5-13
Tahun yang berada di Yayasan Sayap Ibu Jakarta.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada pembatasan masalah tersebut, perumusan
masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana Peran Pendamping dalam
membentuk kemandirian anak di Yayasan Sayap Ibu“
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai penulis adalah
Untuk mengetahui bagaimana peran pendamping dalam membentuk
kemandirian anak asuh di Yayasan Sayap Ibu.
10
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Praktis
Dapat memberikan masukan kepada yayasan sayap ibu untuk
membuat kebijakan dalam rangka memaksimalkan peran Yayasan Sayap
Ibu dalam membentuk kemandirian anak asuh.
a. Untuk menambah wawasan bagi para pembaca umumnya dan bagi
penulis khusunya dan para calon pekerja sosial agar mendapat
gambaran umum tentang proses pelaksanaan pendampingan untuk
tercapainya kemandirian pada anak terlantar yang ada di Yayasan
Sayap Ibu.
b. Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi pembuat kebijakan
kesejahteraan sosial khususnya yang berkaitan dengan program
pendampingan untuk kemandirian anak terlantar
c. Merupakan masukan untuk penelitian-penelitian lebih lanjut,
khususnya penelitian terapan yang berkaitan dengan masalah
program pendampingan anak terlantar untuk mandiri.
b. Manfaat Akademis
a. Memberikan sumbangan pengetahuan mengenai program
pendampingan bagi anak-anak terlantar yang ada di Yayasan
Sayap Ibu.
11
b. Memberikan sumbangsih pengetahuan bagi kompetensi pekerja
sosial di bidang pelayanan sosial khususnya yang berkaitan dengan
peningkatan program kemandirian bagi anak terlantar.
D. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan penelitian
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif,
pendekatan kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan,
yaitu bersifat luwes, tidak terlalu rinci, tidak lazim mendefinisikan
suatu konsep, serta memberikan kemungkinan bagi perubahan-
perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar, menarik,
dan unik bermakna dilapangan. 5
Sedangkan menurut Bogdan dan Tailor dalam bukunya
sebagaimana di kutip oleh Lexy J. Moleong mendefinisikan tentang
metodologi kualitatif sebagai prosuder penelitian yang menghasilkan
data dan deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka pendekatan ini
diartikan pada latar dan individu secara holistik (utuh. jadi, dalam hal
ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam
5 Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2003) cet. Ket-2, h. 39
12
variabel atau hipotesis, tetapi perlu pemandangan sebagai bagian dari
suatu keutuhan. 6
Pendekatan kualitatif ini di pilih berdasarkan tujuan penelitian
yang ingin mendapatkan gambaran tentang Yayasan Sayap Ibu dalam
membentuk kemandirian anak dan bagaimana penanaman perilaku
kemandirian anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu dalam membantu
perkembangan anak terlantar.
2. Jenis Penelitian
Dilihat dari jenis penelitian, maka penelitian ini adalah
deskriptif. pada jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan
berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Dengan demikian,
laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk member
gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari naskah
wawancara, catatan lapangan, catatan atau memo, dan dokumentasi
resmi lainnya. 7
6 Lexy J. Meleong,“ Metodologi Penelitian Kualitatif”, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2000), h.3
7 Burhan, Analisis Data Penelitian Kualitatif. h. 42
13
Dalam penelitian destriptif ini penulisan gunakan dalam
menjelaskan dan menerangkan peran pendamping di Yayasan Sayap
Ibu dalam menanamkan kemandirian anak terlantar.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun untuk melaksanakan penelitian ini, teknik pengumpulan
data yang akan dilaksanakan adalah melalui:
a. Observasi
Teknik observasi yaitu penulis mendatangi Yayasa Sayap Ibu
untuk meminta izin melakukan pengamatan/penelitian secara langsung
terutama anak Sekolah Dasar (SD) yang ada di Yayasan Sayap Ibu. Di
sini penulis melakukan pengamatan langsung dalam mengikuti
kegiatan-kegiatan Yayasan Sayap Ibu terutama kegiatan yang dilakukan
anak sekolah tersebut seperti; (1) belajar di yayasan, (2) menjadi
pendamping dalam bermain dan belajar, dan mengikuti kegiatan
sehari-hari klien di panti asuhan dengan tujuan agar penulis
mendapatkan data yang akurat dan kongkret tentang masalah yang
diteliti penulis.
b. Wawancara (interview)
Wawancara ini untuk melengkapi pengumpulan data yang
diperlukan, selain melakukan observasi langsung dan dokumentasi
penulis juga melakukan wawancara langsung kepada pihak Yayasan
14
Sayap Ibu yang dianggap dapat memberikan informasi kepada penulis
ataupun kepada pihak lain yang berhubungan dengan masalah yang
penulis teliti. untuk kebutuhan ini, penulis melakukan wawancara
mendalam dengan 1 orang pengurus Yayasan Sayap Ibu, 1
pendamping, dan 2 orang klient
c. Catatan Lapangan
Catatan lapangan ialah catatan tertulis tentang apa yang
penulis dengar, lihat, alami, dan pikirkan dalam rangka pengumpulan
data dan refleksi terhadap data penelitian. penulis akan mencatat hasil
observasi selama masa penelitian berjalan. Hasil catatan tersebut akan
digunakan sebagai acuan serta pedoman dalam menguraikan hasil dan
temuan lapangan.8
d. Dokumentasi
Metode ini digunakan oleh peneliti guna mengumpulkan data-
data atau dokumen-dokumen yang menunjang terhadap penelitian.
dokumen-dokumen yang dikumpulkan yaitu berupa buku-buku, data
kepustakaan, brosur, artikel-artikel baik itu yang tertulis maupun
melalui internet, catatan, foto-foto kegiatan dan lain sebagainya yang
semuanya memiliki keterkaitkan yang tinggi terhadap peran
8 Moleong, Kualitatif, h. 153
15
pendamping dalam membantu perkembangan kemandirian anak
terlantar di Yayasan Sayap Ibu.
4. Sumber Data
1. Data Primer yaitu data-data yang diperoleh dari sumber utama
1 Orang Pengurus dan 1 Orang Pendamping dari Yayasan
Sayap Ibu serta 2 Orang anak Yayasan Sayap Ibu).
2. Data Sekunder yaitu data-data yang diperoleh dari literatur
yang berhubungan dengan tulisan.
5. Tempat dan Waktu Penelitian
Kegiatan atau penelitian ini dilakukan di dua tempat, yaitu
Yayasan Sayap Ibu pusat yang beralamat di Jl. Barito II No. 55
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dan di Unit Cirendeu. Sedangkan
waktu penelitiannya dimulai pada bulan September 2012 – Juli 2013.
6. Subyek, Informan dan Obyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah Pengurus Yayasan Sayap Ibu,
Pendamping dan anak itu Sendiri. Penulis sebagai peneliti berupaya
melakukan penelitian ini dengan menggunakan sudut pandang orang-
orang yang menjadi sumber data primer penelitian ini. Penulis
mengupayakan interaksi dengan subyek penelitian terjadi secara
16
alamiah dan tidak memaksa, sehingga tindakan dan cara pandangan
subyek tidak akan berubah.9
Informan adalah seseorang yang dapat memberikan
informasi mengenai situasi dan kondisi latar penelitian. Menurut
Bogdan dan Biklen dalam Moleong, pemanfaatan informan dalam
penelitian ini ialah agar dapat waktu yang relatif singkat banyak
informasi yang terjangkau.10
Dalam penelitian ini, penulis memilih
informan yang berhubungan dengan pelaksanaan pendampingan anak
Yayasan Sayap Ibu, yaitu 1 orang pengurus Yayasan Sayap Ibu, 1
orang Pendamping Yayasan Sayap Ibu dan 2 anak yang ada di
Yayasan sayap ibu yang masing duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).
7. Teknik Analisa Data
Dalam hal ini yang penulis lakukan adalah observasi ke
Yayasan Sayap Ibu, setelah observasi selesai penulis melakukan
wawancara kepada 1 orang pengurus Yayasan Sayap Ibu, 1 orang
pendamping serta 2 orang anak dan penulis juga mengabadikannya
dalam bentuk dokumentasi. Penulis mengamati seluruh data dan hasil
wawancara secara detail dan melakukan berulang-ulang dari awal
penelitian dan selama proses penelitian berlangsung, data yang penulis
kumpulkan kemudian penulis rangkum. Data yang terhimpun dan
9 Moleong, Kualitatif. h.23
10 Moleong, Kualitatif h. 112
17
menyeleksi sesuai dengan konsep-konsep penelitian. selanjutnya
penulis menyusun dalam catatan lapangan, kemudian data tersebut
diringkas, dirangkum, dipilih hal-hal yang penting dan pokok,
dikategorikan dan disusun secara sistematis dengan mengacu pada
perumusan masalah dan tinjauan teoritis yang berkaitan dengan
penelitian.
Dalam menganalisa data penulis menggunakan analisis
deskripsi, yaitu mendeskripsikan hasil temuan penelitian secara
sistematis, faktual dan akurat yang disertai dengan petikan hasil
wawancara.
Moh. Nasir Mengemukakan analisa data sebagai bagian
yang sangat penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisis data
tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan
masalah penelitian. 11
Data yang terkumpul selanjutnya penulis menganalisa
secara kualitatif. Data-data kualitatif dari hasil wawancara mendalam
yang berupa kalimat-kalimat atau pertanyaan pendapat tersebut di
analisa untuk mengetahui makna yang terkandung didalamnya, untuk
memahami keterlibatan dengan permasalahan yang sedang diteliti.
11 Moh. Nasir D, Metode Penelitian, (Jakarta: Graha Indonesia, 1993), h. 405
18
8. Teknik Keabsahan Data
Untuk memeriksa keabsahan data penulis menggunakan
teknik triangulasi. teknik triangulasi merupakan teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data
untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data tersebut.
Teknik triangulasi yang banyak digunakan adalah pemeriksaan
terhadap sumber lainnya. Dalam hal ini, penulis menggunakan anak
sebagai pengecekan keabsahan data yang penulis peroleh dari
pengurus dan pendamping.
9. Teknik Penulisan
Untuk permudah dalam penulisan skripsi ini maka penulis
mengacu pada pedoman penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis, dan
disertai) yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality
Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun
2008.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan ini, penulis melakukan tinjauan pustaka
sebagai langkah dari penyusunan skripsi yang penulis teliti agar
terhindar dari kesamaan judul dan lain-lain dari skripsi yang sudah ada
sebelum-sebelumnya. setelah mengadakan tinjauan pustaka, maka
penelitia menemukan beberapa skripsi yang hampir sama dari segi
19
judul yang penulis buat, tetapi penulis akan memaparkan dari sudut
yang berbeda, yaitu :
Skripsi Pertama
Nama : Supriyanti
Universitas : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Dakwah
dan
Komunikasi Jurusan Pengembangan Masyarakat
Konsentrasi Kesejahteraan sosial
Judul :Peran Yayasan Sayap Ibu dalam Membantu
Perkembangan Psikososial Anak Terlantar di
Taman Balita Sejahtera
Di dalam skripsi ini berbeda dengan judul, walaupun
mengambil objek dan tempat yang sama penulis buat, perbedaan itu
dengan judul skripsi yang penulis buat yaitu dalam
memberdayakan kesejahteraan anak.
F. Sistematika penulisan
Dalam hal sistematika penulisan ini penulis menggunakan
pedoman karya ilmiah yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality
Development and Assurance). Dan untuk mempermudah pembahasan
20
skripsi ini, secara sistematis penulisannya dibagi kedalam lima bab,12
yang
terdiri sub-sub bab. Adapun sistematikanya sebagai berikut :
BAB I
Bab ini adalah bab awal yang akan membahas tentang pendahuluan
di dalamnya penulis menguraikan latar belakang masalah, pembahasan
masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian baik
praktis maupun akademis, sistematika penulisan skripsi, serta metodologi
penelitian.
BAB II
Bab ini adalah bab kerangka pemikiran. merupakan bab yang
melandasi pemikiran dalam menganalisa dari data-data yang telah di
kumpulkan. kerangka pemikiran yang digunakan adalah teori-teori yang
berkaitan dengan perilaku kemandirian anak.
BAB III
Pada bab ini penulis membahas mengenai gambaran umum
lembaga Yayasan Sayap Ibu. Mulai dari kondisi demografi, sejarah,
program kerja, petugas dan tanggung jawabnya, dan fasilitas yang terdapat
dalam yayasan.
12
CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta sebagai pedoman penulisan skripsi ini.
21
BAB IV
Hasil dan pembahasan berisi tentang uraian hasil yang di peroleh
dari penelitian yang dilanjutkan dengan pembahasannya.
BAB V
Kesimpulan dan saran berisi tentang kesimpulan dan saran.
21
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Anak Terlantar
Dalam pengertian secara umum, anak merupakan hasil keturunan
langsung dari perkawinan antara seorang laki-laki dewasa dan seorang wanita
dewasa. Menurut KBBI pengertian anak adalah seorang manusia yang masih
kecil dan usianya berkisar enam sampai dengan enam belas tahun yang
mempunyai ciri-ciri fisik yang masih berkembang dan masih memerlukan
dukungan dari keluarganya dan lingkungannya.13
Sedangkan menurut
Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Pasal 1 ayat (1) didefinisikan
anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan.14
Anak sebagai anugerah yang mulia dari tuhan. Keluarga yang
sudah menikah pada umumnya merasa hidup tidak lengkap tanpa kehadiran
anak atau buah hati. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan
kebanyakan orang memilih untuk melakukan perkawinan yakni perkawinan
di dasarkan pada kesatuan kedua belah pihak dan berdasarkan agama dan
kepercayaan masing-masing. Hal ini diperkuat dengan UU No.1 Tahun 1974
bahwa “perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan
13
Tim Penyusun Kamus, Pusat Pengembangan Bahasa, Kamus Besar bahasa Indonesia
(Jakarta: Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), h. 35 14
UU Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002
22
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.15
Keluarga yang sudah terbina tidak semata-mata mengutamakan
kepentingan suami atau kepentingan istri saja akan tetapi harus pula
mengutamakan keperluan anak sebagai individu termuda dalam keluarga. Jika
keluarga sudah mampu menjalankan fungsinya sebagai tempat sosialisasi
pertama dan utama bagi anak maka keperluan anak sudah terpenuhi dengan
baik. Namun sayangnya dalam kehidupan masyarakat masih banyak sekali
anak yang tidak dapat kesempatan hidup dengan baik atau lebih baik.
Keluarga tidak memperhatikan kehidupan anak-anaknya bahkan melupakan
mereka. Bermacam-macam alasan yang diberikan oleh sebagian masyarakat
yang melalaikan kewajiban sebagai orang tua sehingga membuat anak
menjadi terlantar.
Menurut UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak 16
:
Yang dimaksud dengan anak terlantar adalah anak yang karena sebab orang
tuanya melalaikan kewajibannya sehingga anak tidak dapat dipenuhi secara
wajar baik itu kebutuhan rohani, jasmani maupun sosial. Hal tersebut
menjelaskan apa yang bahwa anak terlantar merupakan anak yang dilalaikan
oleh orang tuanya atau orang tua pengganti sehingga menyebabkan anak
tersebut perlu dilindungi semi kelangsungan hidupnya.
15
UU No 1 Tahun 1974 16
UU No. 4 Tentang Kesejahteraan Anak Tahun 1979
23
Dalam UUD 1945 pasal 34 ditegaskan, bahwa fakir miskin dan
anak terlantar dipelihara oleh negara.17
Negara dalam pemahaman ini dapat
berarti pemerintah dan masyarakat memiliki bertanggungjawab untuk dapat
memberi hak-haknya serta memberdayakanya untuk dapat hidup layak dan
mandiri.
John Bowlby seorang penasehat Kesejahteraan Anak WHO
menyimpulkan tentang sebab-sebab keterlantaran yang terjadi pada anak
sebagai berikut:
1. Karena kelompok keluarga itu tidak mau menerima:
a. Anak yang lahir diluar perkawinan
b. Anak tiri
2. Kelompok keluarga yang kuat ikatannya, tetapi tidak berjalan efektif:
a. Ekonomi yang sulit, sehingga keluarga menggangur
b. Orang tua yang menderita penyakit yang lama
c. Jika orang tua tidak stabil
3. Kelompok keluarga pecah:
a. Bencana alam, perang, kelaparan
b. Kematian orang tua
c. Orang tua yang tinggal di rumah sakit
d. Orang tua meninggalkan keluarga
e. Orang tua yang di penjara
f. Perceraian atau perpisahan orang tua
17
UUD 1945 Setelah Amandemen Keempat Tahun 2002 (Jakarta:Pustaka Setia:2004) h.28
24
g. Salah satu orang tua bekerja dirantau.18
Oleh berbagai sebab di atas maka anak menjadi terlantar baik
secara jasmani, rohani maupun sosial. Dengan demikian mereka berpisah
dengan keluarganya diantara mereka itu ada yang memperoleh perawatan
pengganti dari lembaga sosial yang disediakan oleh pemerintah yakni panti
asuhan.
Kehidupan anak-anak terlantar jika tidak dalam pengawasan akan
berubah menjadi liar karena terganggu perkembangan fisik dan
psikologisnya, anak menjadi mudah ikut-ikutan dengan lingkungan ataupun
seorang yang berpengaruh dalam hidupnya dan ia belum dapat memisahkan
dengan jelas apakah perbuatan tersebut sesuai dengan kebutuhannya dan tidak
melanggar kepentingan orang lain. Dengan demikian untuk mengurangi
akibat negatif yang ditimbulkan akibat keterlantaran anak maka anak perlu
disalurkan ke tempat penampungan yang memiliki program dan kegiatan
yang sesuai dengan kebutuhan anak sehingga anak terlantar dapat terpelihara.
B. Definisi Kemandirian
Kemandirian menurut Elkind dan Wainer merupakan penggolongan
indvidu yang mandiri sebagai orang yang mampu memenuhi kebutuhan diri
sendiri, individu mandiri secara rinci, yaitu apabila individu yang dapat
18
John Bowlby, Materal and Health, WHO. (Terjemah Departemen Sosial RI, Jakarta,
1952) h. 87
25
berdiri sendiri, memiliki inisiatif dan kreatif tanpa melupakan lingkungan dia
berada. 19
Sedangkan menurut Martin dan Stendler, Kemandirian ditunjukan
dengan kemampuan seseorang untuk berdiri di atas kaki sendiri dalam semua
aspek kehidupanya, ditandai dengan adanya inisiatif, kepercayaan diri yang
dimilikinya.20
Kemandirian seseorang ditentukan dari sikapnya, karena kemandirian
berkaitan erat dengan seseorang yang dilakukan karena sikap tampaknya
mempengaruhi tingkah laku melalui dua mekanisme yang berbeda. Kita dapat
memberikan pemikiran yang hati-hati pada sikap, kita kuat mampu
mempredisikan tingkah laku. Dalam situasi dimana kita tidak dapat
melakukan pemikiran tersebut mempengaruhi tingkah laku dengan
membentuk persepsi kita terhadap situasi.21
1. Ciri-ciri Kemandirian
Kemandirian merupakan salah satu kemampuan untuk mengatur
tingkah laku, menyeleksi, dan membimbing keputusan dan tindakan
seseorang tanpa kontrol dari orang lain atau tergantung pada orang lain.
Untuk mempermudah diperoleh tentang apa dan bagaimana maksud dari
orang yang mandiri, maka perlu diketahui ciri-ciri orang yang mandiri :
19
Nuryoto, Sarini. 1993 . Kemandirian Remaja Ditinjau Dari Tahap Perkembangan Jenis
Kelamin, dan Peran Jenis. Jurnal Psikologi. Thn XX No. 2 Yogyakarta:Fakultas Psikologi UGM.
h. 78 20
Afiatin, Tina. 1993 Persepsi pria dan Wanita Terhadap Kemandirian. Jurnal Psikologi.
Thn XX No. 1 Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. h.107 2121
Gerungan, W.A. 2004. Psikologi sosial. Bandung : PT. Rafika Aditama. h. 98
26
a. Memiliki kebebasan untuk bertingkah laku, membuat keputusan
sendiri, dan tidak merasa cemas, takut, malu jika keputusan yang
diambil tidak sesuai dengan keyakinan dan pilihan orang lain.
b. Mempunyai kemampuan untuk menemukan akar masalah, mencari
alternatif permasalahan, mengatasi masalah dan berani menghadapi
tantangan serta kesulitan tanpa bimbingan orang lain.
c. Mampu mengontrol dirinya dan perasaan agar tidak memiliki rasa
takut, ragu, cemas, tergantung yang berlebihan dalam berhubungan
dengan orang lain.
d. Mengendalikan diri untuk menjadi penilaian mengenai apa yang
terbaik bagi dirinya.
e. Bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan orang lain, yang
diwujudkan dengan membedakan kehidupan dirinya dengan orang
lain, namun tetap menujukan loyalitasnya.
f. Memiliki inisiatif yang baik melalui ide-idenya dan mewujudkan
dengan sertai kemampuan untuk mencoba hal yang baru.
g. Mempunyai rasa percaya diri yang kuat dengan menunjukan
keyakinan atas tingkah laku dilakukannya dan tidak takut pada
kegagalan.22
Selain uraian tentang ciri-ciri dari kemandirian perlu dipahami pula bahwa
ada beberapa aspek kemandirian yaitu, adalah :
22
Afiatin, tina. 1993. Persepsi pria dan wanita terhadap kemandirian. Jurnal psikologi Thn
XX no. 1 yogyakarta : fakultas psikologi UGM. h. 99
27
1. Emosi, aspek ini ditujukan dengan kemampuan mengontrol emosi dan
tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orang lain.
2. Ekonomi aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengatasi
berbagai masalah yang dihadapi.
3. Sosial aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengadakan
interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung dengan orang lain.23
Sedangkan menurut Laman, Very dan Frank (1982) Aspek-aspek
kemandirian antara lain :
1. Pengambilan keputusan: memiliki kemampuan untuk memilih maupun
menentukan suatu hal sesuai dengan apa yang diyakini
2. Kebebasan: mampu berprilaku percaya diri untuk menentukan jalan
hidup tanpa adanya bantuan orang lain.
3. Kontrol diri: mampu untuk menahan ekspresi dari emosi dan untuk
mengatur perilaku dalam situasi sosial.
4. Sikap asertif: memiliki kecenderungan maupun untuk menggunakan
hak dalam berhadapan dengan orang lain tanpa menyinggung
perasaannya.
5. Tanggung jawab terhadap diri dan orang lain: memiliki kesadaran
bahwa diri pribadi merupakan bagian dari manusia yang harus
23
Lukman, M. 2000. Kemandirian Anak Asuh di Panti Asuhan Yatim Islam Ditinjau dari
Konsep Diri Komperensi Interpersonal. Psikologi No 10. Yogya : Pusat Studi Agama dan
Pengembangan Potensi Umat Ramadani. h. 45
28
bertindak sesuai dengan norma sosial, serta mengetahui hak dan
kewajiban dalam masyarakat.24
2. Faktor yang mempengaruhi kemandirian
Dalam kehidupan masyarakat kita, motedo “mempengaruhi”
adalah metode yang penting digunakan, baik melalui radio, televisi,
majalah, maupun ceramah. Oleh karena itu sejumlah penyebab yang perlu
diperhatikan, yaitu sebagai berikut :
1. Individu sering mencari sumber informasi yang mendukung
pendapatnya yang sudah ada.
2. Banyak informasi melalui media massa tidak datang secara langsung
kepada kita, tetapi disampaikan oleh pemimpin opini dalam
sekelompok tempat kita bergabung.
3. Informasi yang menyimpan kerap kali diubah bentuknya sedemikian
rupa.25
Adanya beberapa faktor yang dapat menyebabkan kemandirian
seseorang terbentuk antara lain adalah :
a. Faktor internal
Faktok-faktor internal di dalam diri pribadi manusia itu, yaitu
selektifitasnya sendiri, daya pilihannya sendiri, atau minat
perhatiannya untuk menerima dan mengelola pengaruh-pengaruh yang
24
Kusumaatmaja, Anggara. 2002. Hubungan Kemandirian dengan Prestasi Akademik
Remaja Bungsu di Perguruan Tinggi. Depok : Universitas Indonesia. h.23 25
Mar’at, Samsunuwiyati dan Lieke Indieningsih Kartono.2006. Prilaku Manusia
:Penghantar Singkat Tentang Psikologi. Bandung : PT Refika Aditama. h. 37
29
datang dari luar dirinya itu. Dan faktor-faktor internal itu turut
ditentukan pula motif-motif dan sikap lainnya yang sudah terdapat
dari kemandirian seseorang adalah:
1. Faktor Pengembangan, Kemandirian dan Kematangan Anak
Seiring dengan pertumbuhan usia dan keterkaitan
kematangannya, manusia memiliki tahap perkembangan dan tugas
perkembangan berbeda. Secara psikologis, sehubungan dengan
tugas perkembangan tersebut, manusia yang dewasa dan matang
harus menjadi pribadi yang mandiri.26
2. Faktor Jenis Kelamin
Menurut Coger (1977) berpendapat bahwa laki-laki dituntut
untuk mandiri dari pada perempuan. Karena sebagian masyarakat
menganggap bahwa anak laki-laki memiliki tanggung jawab yang
besar terhadap kehidupannya massa depan keluarga.27
d. Faktok Eksternal
Dalam faktor eksternal ini adalah faktor yang berasal dari yang
mempengaruhi kemandirian seseorang. Salah satu sumber penting
yang jelas-jelas membentuk sikap kita untuk mencapai kemandirian
adalah: kita mengadopsi sikap kita dari orang lain melalui proses
pembelajaran. Pembelajaran ini terjadi melalui beberapa proses :
26
Chotimah, Chusnul. 2006 Perbedaan Kemandirian Anak Sulung dengan Bungsu. Fak.
Psikologi. Jakarta : UIN syarif hidayatullah. h. 23 27
Afiatin, Tina. 1993. Persepsi Pria dan Wanita Terhadap Kemandirian. Jurnal psikologi
Thn XX no. 1 Yogyakarta : fakultas psikologi UGM. h. 55
30
1. Pembelajaran berdasarkan asosiasi. Merupakan prinsip dasar
psikologi bahwa ketika sebuah stimulus muncul berulang-ulang
diikuti oleh stimulus yang lain, stimulus pertama akan segera
dianggap sebagai tanda-tanda berbagai munculnya stimulus yang
mengikutinya, classical conditioning yang terjadi melalui
penampilan stimuli dibawah ambang kesadaran seseorang.
2. Belajar untuk mempertahankan pandangan yang benar. Bentuk
dasar dari pembelajaran dimana respon yang menimbulkan hasil
positif atau mengurangi hasil negatif diperkuat.
3. Pembelajaran melalui observasi: belajar dari contoh. Salah satu
bentuk dasar belajar dimana individu mempelajari tingkah laku
atau pemikiran baru melalui observasi terhadap orang lain.
4. Perbandingan sosial dan pembentukkan sikap: sebuah dasar untuk
pembelajaran melalui observasi. Proses dimana kita
membandingkan diri kita dengan orang lain untuk menentukan
apakah pandangan kita terhadap kenyataan sosial betul atau salah.
Dari pengertian yang ada mengenai kemandirian maka, dapat
disimpulkan bahwa perilaku yang aktivitasnya diarahkan kepada diri
sendiri, tidak mengharapkan atau tergantung pada peran orang lain dan
mencoba memecahkan atau menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa
meminta bantuan kepada orang lain. Hal tersebut ditandai dengan adanya
aspe-aspek kemandirian yaitu Pengambilan keputusan, kebebasan,
kontrol diri, sikap asertif, tanggung jawab terhadap diri dan orang lain.
31
C. Peranan Panti Asuhan
Dalam pengertian secara umum, peranan selalu berhubungan dengan
perilaku atau tindakan yang harus ditampilkan oleh seseorang yang
menduduki posisi sosial, seperti yang dipaparkan oleh Nursal laten dan
Daniel Fernandez, bahwa:
Peranan adalah tingkah laku yang diharapkan dari seseorang sesuai
dengan status yang dimilikinya, baik statusnya dalam keluarga, masyarakat,
atau negara. Peranan merupakan aspek yang dinamis dari status sosial atau
kedudukan yang berbeda-beda pula. 28
Sedangkan peranan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa atau bisa juga
sesesorang yang mempunyai pengaruh.29
Dengan kata lain, peranan dapat
digunakan seseorang baik atas nama individu atau organisasi untuk
mempengaruhi.
Peranan tidak hanya dapat dikatakan suatu konsep yang dilakukan
individual saja, akan tetapi dapat dilakukan oleh organisasi atau lembaga
sosial. Panti asuhan adalah salah satu contoh lembaga kesejahteraan sosial
yang berfungsi untuk menampung anak-anak terlantar. Seperti diungkapkan
oleh Heru Sriyono, bahwa panti asuhan adalah lembaga sosial yang bergerak
dibidang kemanusiaan yang mengasuh serta membiayai kebutuhan hidup
28
Nursal laten dan Daniel Fernandez. 1996. Panduan Belajar Sosiologi. Jakarta: PT.
Galaksi Puspa Mega. h. 77
29 W.S. Poerwadarminta. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
h.715
32
anak-anak yang tinggal di panti asuhan hingga dewasa dan telah mendapat
pekerjaan.30
Dalam buku Pedoman Panti Asuhan diungkapkan, bahwa:
Panti asuhan merupakan salah satu lembaga kesejahteraan sosial yang
bertanggungjawab memberi pelayanan pengganti dalam pemenuhan
kebutuhan fisik, mental, sosial, pada anak asuh sehingga memperoleh
kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadian
sesuai dengan apa yang diharapkan.31
Dapat disimpulkan, bahwa panti asuhan merupakan lembaga sosial
yang mempunyai program pelayanan, kegiatan pelayanan, tenaga pelayanan,
serta fasilitas pelayanan. Untuk menjalankan seluruh aktifitas pelayanan
tersebut, seluruhnya dijalankan oleh tenaga pelaksana yang terorganisir dan
memiliki keahlian, untuk menjalankan program dengan menggunakan
fasilitas panti.
Seluruh pelayanan tersebut dijalankan untuk memfasilitasi anak-anak
panti agar mendapatkan hak selayaknya anak pada umumnya. Mereka diberi
pendidikan, ajaran moral, skill hidup, serta fasilitas yang memudahkan
mereka untuk dapat hidup mandiri setelah lepas dari panti.
Dalam keterkaitanya dengan kemandirian anak, sebagai institusi
lembaga sosial, panti asuhan memiliki peranan yang sangat penting. Program
30
Heru Sriyono. Masalah Psikologi yang Dialami Anak Asuh di Panti Asuhan Vincentius
Putra dan Vincentius putri. Jakarta: STKIP PGRI. h. 6
31 Direktorat Jendral Kesejahteraan Anak dan Keluarga. 1979. Rehabilitasi dan Pelayanan
Sosial. Jakarta: Depsos RI Pedoman Panti Asuhan. h.7
33
panti asuhan merupakan jenis pelayanan sebagai salah satu dasar pengasuh
anak secara menyeluruh, kegiatan-kegiatan tersebut meliputi:
1. Perencanaan program bidang pelayanan yang menyangkut anggaran,
sarana dan fasilitas asuhan serta pemenuhan kebutuhan tenaga.
2. Perencanaan program bidang kebutuhan fisik yang meliputi: penyedia
pangan, sandang, dan papan.
3. Perecanaan program bidang pembinaan dan pengembangan pribadi anak-
anak yang mencakup:
a. Pendidikan dan pelatihan
b. Rekreasi
c. Dan lain-lain
4. Perencanaan program bidang penyaluran dan pembinaaan lanjut.32
Dari pemaparan tersebut dapat terlihat bahwa progam kegiatan
pengembangan dan pemberdayaan sangat berperan aktif dalam usaha
membentuk kemandirian anak terlantar di yayasan.
D. Definisi Pendamping
Dilihat dari susunan katanya, bahwa istilah Pendamping terdiri dari
dua suku kata, yaitu: Pen/pe dan damping suku kata Pen/pe mengartikan
individu, orang yang sedang melakukan pekerjaan atau aktifitas tertentu.
Suku kata Damping mempunyai arti sisi atau samping terdekat, mitra, setara,
32
Direktorat Jendral Kesejahteraan Anak dan keluarga, h. 18
34
teman. Maka dapat diterangkan bahwa makna Pendamping adalah Individu
atau seseorang yang melakukan aktifitas menemani secara dekat dan
mempunyai kedudukan setara dengan yang ditemani.33
Prinsipnya antara yang ditemani dan yang menemani tak ada yang
dirugikan ataupun ketergantungan, merasa pintar dan bodoh. Intinya bahwa
harkat dan martabat setiap manusia adalah sama.
Sedangkan dalam bahasa inggris, pendamping berarti Colleague, juga
bisa ditafsirkan rekan, kolega, sahabat, sehingga maknanya sangat longgar.
Pendamping sosial merupakan satu strategi yang sangat menentukan
keberhasilan program pemberdayaan masyarakat. Sesuai dengan prinsip
pekerja sosial, yakni “membantu orang agar mampu membantu dirinya
sendiri”, pemberdayaan masyarakat sangat memperhatikan pentingnya
partisipasi masyarakat yang kuat. Dalam konteks ini, peranan seorang pekerja
sosial seringkali diwujudkan dalam kapasitasnya sebagai pendamping, bukan
sebagai penyembuh atau pemecah masalah /problem solver secara langsung.
34
Sebagai sebuah profesi, pekerja sosial/pendamping memiliki
karakteristik tertentu, yang membedakan pekerja sosial dengan profesi
lainnnya. Dunham menyatakan ada beberapa karakteristik dari profesi pekerja
sosial/pendamping, yaitu:
33
Sumber; http://hanjuang-mahardika.blogspot.com/2009/03/peran pendamping lsm dan
komunitas. 34
Edi Suharto, Ph.D., 2009. Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat; Kajian
Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: PT Rafika
Aditama. h. 93
35
a. Pekerja sosial merupakan kegiatan pemberian bantuan/helping
professional
b. Dalam ranah sosial, pekerjaan sosial memiliki makna bahwa kegiatan
pekerjaan sosial adalah kegiatan nirlaba /non profit/ dalam artian bahwa
profesi ini lebih mementingkan service/dalam artian yang luas/ dibanding
dengan sekedar mencari keuntungan /profit/ saja.
c. Kegiatan perantara /rujukan/ agar warga masyarakat dapat memanfaatkan
semua sumber daya yang terdapat dalam masyarakat.
Pekerja sosial atau pendamping merupakan profesi pertolongan yang
bertujuan untuk membantu individu, kelompok, dan masyarakat guna
mencapai tingkat kesejahteraan sosial, mental psikis, dan kemandirian yang
sebaik-baiknya.
Pada saat melakukan pendampingan sosial, ada beberapa peran
pekerjaan sosial/pendampingan dalam pembimbingan sosial. Mengacu pada
Ife 1995, Peran pendamping umumnya mencakup tiga peran utama, yaitu:
fasilitator, pendidik, perwakilan masyarakat, dan peran-peran teknis bagi
masyarakat yang didampinginya.35
a. Fasilitator
Merupakan peran yang berkaitan dengan pemberian motifasi,
kesempatan, dan dukungan bagi masyarakat. Beberapa tugas yang
berkaitan dengan peran ini antara lain menjadi model, melakukan mediasi,
35
Sumber: http://sunandar.blogspot.com/2009/2/peranan pekerja sosial.
36
dan negosiasi, memberi dukungan, membangun konsensus bersama serta
melakukan pengorganisasian dan pemanfaatan sumber.
Strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan tersebut meliputi:
pemberian harapan, pengurakan penolakan dan ambivalensi, pengakuan
dan pengaturan perasaaan-perasaan, mengidentifikasi dan pendoronga
kekuatan-kekuatan personal dan aset-aset sosial, pemilahan masalah
menjadi beberapa bagian sehingga mudah dipecahkan, dan pemeliharaan
semua fokus pada tujuan dan cara-cara pencapaianya (Barker, 1997: 49).36
b. Pendidik
Pendamping berperan aktif sebagai agen yang memberi masukan
positif dan direktif berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya seta
bertukar gagasan dengan engetahuan dan pengalaman masyarakat yang
didampinginya. Membangkitkan kesadaran masyarakat, menyampaikan
informasi, melakukan konfrontasi, menyelenggarakan pelatihan bagi
masyarakat adalah beberapa tugas yang berkaitan dengan peran pendidik.
c. Peran Perwakilan Masyarakat
Hal ini dilakukan dalam kaitannya dengan interaksi antara
pendamping dengan lembaga external atas nama dan demi
kependampingan masyarakat dampingannya. Pekerjaan sosial dapat
bertugas mencari sumber-sumber, melakukan pembelaan, menggunakan
36
Sumber: http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_tiga satu.htm Pendampingan
Sosial dalam Pengembangan Masyarakat.
37
media, meningkatkan hubungan masyarakat, dan membangun jaringan
kerja.37
d. Pelindung
Tanggung jawab pekerja sosial/pendamping terhadap masyarakat
didukung oleh hukum. Hukum tersebut memberikan legitimasi kepada
pekerja sosial untuk menjadi pelindung (protector) terhadap orang-orang
yang lemah dan rentan. Dalam melakukan peran sebagai pelindung
(guardian role), pekerja sosial bertindak berdasarkan kepentingan korban,
calon korban, dan populasi yang beresiko lainnya. Peranan sebagai
pelindung mencakup penerapan berbagai kemampuan yang menyangkut:
Kekuasaan, pengaruh, otoritas, dan pengawasan sosial.
37
Sumber: http:www.policy.hu/suharto/modul_a/making_tiga satu. Pendampingan sosial
dalam Pengembangan Masyarakat.
38
BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA
A. Sejarah Pendirian
Pada tahun 1955 penelantaran anak dan pembuangan bayi-bayi di jakarta,
baik yang ditinggal di Rumah Sakit maupun yang kemudian ditemukan di jalan
atau di tempat-tempat umum lainnya semakin banyak. keadaan inilah yang
kemudian mendorong beberapa antara lain : Ny. Sutomo, Ny. Soekardi dan Ny.
Garland Soenaryo mendirikan Yayasan dengan nama Yayasan Sayap Ibu.
Awalnya Yayasan Sayap Ibu bertujuan menolong anak-anak balita (bawah
tiga tahun), anak-anak tersebut dirawat sambil dicarikan keluarga angkat. untuk
kegiatan saat itu dana dibantu oleh Women’s International Club dan pemerintah
daerah. dalam perkembangannya tahun 1968 Yayasan Sayap Ibu melakukan
restrukturalisasi dan menempatkan diri dibawah Badan Pembina kegiatan
kesejahteraan sosial DKI Jakarta yang ketuanya Ny. J.S Nasution. Dalam
pengasuhan dan perawatan anak, kriteria anak ditingkatkan menjadi usia 0-5
tahun untuk memberikan tempat yang lebih baik dan terhindar dari banjir, oleh
Bapak Ali Sadikin, Gubernur DKI Jaya, Gedung Yayasan Sayap Ibu di jalan
bintaro direnovasi, sehingga dapat menampungan anak terlantar yang jumlahnya
saat itu bertambah banyak.
Tahun 1976, sebagai akibat banyaknya adopsi anak oleh warga Negara
asing yang dilakukan hanya dengan akte notaries saja sehingga jual beli anak
39
semakin marak, maka Gubernur DKI Jaya Bapak Ali Sadikin, mengeluarkan izin
mngakui Badan Konsultasi Pengangkatan anak Yayasan Sayap Ibu sebagai
lembaga resmi. Kemudian disusul dengan dikeluarkannya dengan Surat Edaran
dari Departemen Kehakiman No. JHA/1/2 tahun1978 tentang Prosedur
Pengangkatan anak WNI oleh WNA yang menentukan bahwa Notaris tidak boleh
membuat Akte adopsi anak WNI oleh WNA harus dilaksanakan dengan
Penetapan Pengadilan dan Mahkah Agung dengan Surat Edaran No. 2 tahun 1979
yang kemudian disempurnakan dengan SEMA No. 6 tahun 1983 tentang Prosedur
Pengangkatan Anak WNI oleh WNA dan anak WNA oleh WNI.
Pada tahun 1978 Ny. Nasution, sebagai Ketua Yayasan Sayap Ibu Pusat
membentuk 2 (dua) cabang yaitu : Yayasan Sayap Ibu cabang Jakarta dengan Ny.
Moch. Said dan Yayasan Sayap Ibu cabang Yogyakarta dengan ketua Ny. C.
Utaryo.
Dengan semakin meningkatnya jumlah anak terlantar yang harus dirawat
Yayasan Sayap Ibu pada tahun 1979, gedung Yayasan Sayap Ibu di Jalan Barito
dibangun kembali oleh Gubernur DKI Jakarta dengan wujud seperti sekarang
menjadi 2 (dua) lantai. Sekarang merupakan tempat perawatan anak balita
terlantar baik yang normal ataupun cacat.
Tahun 1981 Departemen Sosial, melalui peraturan pemerintah No. 13
tentang Organisasi Sosial yang dapat menyelenggarakan usaha penyatuan anak
terlantar (termasuk melaksanakan pengangkatan anak), ada 6 organisasi salah
satunya Yayasan Sayap Ibu cabang Jakarta.
40
Dengan berlakunya undang-undang yayasan yang baru, tahun 2005
Yayasan Sayap Ibu pusat di pindahkan ke Yogyakarta, Ketua adalah Ny. C.
Utaryo sementara Ny. J.S Nasution bertindak sebagai Pembina Yayasan Sayap
Ibu. Ketua Yayasan Sayap Ibu cabang Jakarta sejak tahun 2002 adalah Ny. Rien
Tjiptowinoto. Mulai tahun 2007, Ketua cabang Jakarta adalah Ny. M. Maryono,
dilantik pada bulan Febuari 2007.
1. Dasar Hukum
a. UU Tahun 1945
b. UU No. 6 Tahun 1974 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kesejahteraan Sosial
c. Per. Men. Sos. No. 13 Tentang ORSOS yang diizinkan
menyelenggarakan penyatunan anak terlantar termasuk
menyelenggarakan pengangkatan anak.
d. Surat Edaran Mahkamah Agung No.6 Tahun 1983 sebagai pengganti
SEMA No.2 Tahun 1979, Tentang Prosedur Pengangkatan Anak WNI
oleh WNA
e. Kep. Men. Sos. No.41/HUK/KEP/VII/1984 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak
f. UU No.23 Th. 2002 Tentang perlindungan anak
41
2. Visi dan misi
a. Di dalam Yayasan Sayap Ibu Jakarta memiliki visi terhadap anak yang
berada disana, visi tersebut guna menjelaskan tentang kesadaran dan
kepedulian kita semua terhadap anak yang diberikan Tuhan kepada kita.
Visi Yayasan Sayap Ibu adalah:
“Anak adalah amanah yang berhak akan perawatan dan perlindungan sejak
semasa dalam kandungan sesudah kelahiran.”
b. Begitu pula dengan misi yang diterapkan di Yayasan Sayap Ibu Jakarta
Yaitu:
“berusaha semaksimal mungkin melaksanakan usaha kesejahteraan anak
bagi anak yang terlantarkan secara holistic, terpadu dan bersinabungan
sampai anak dalam asuhannya dapat terentaskan dengan sebaik-biknya.”38
Cacatan : Istilah terlantarkan dalam hal ini
1) Tidak ada orang tua/wali yang merawatnya
2) Tidak diketahui orang tua atau kerabatnya
3) Orang tua/walinya tidak mau merawatnya atau terlantar
4) Karena sebab-sebab lain yang patut diberi pertolongan
3. Tugas Pokok
Yayasan Sayap Ibu adalah yayasan yang menyelenggarakan
pelayanan kesejahteraan sosial bagi bayi dan anak balita (bawah lima
tahun) terlantar, yang meliputi perawatan atau asuhan, pengasramaan.
Kemudian Yayasan Sayap Ibu juga melakukan pembinaan juga
perlindungan fisik, mental, sosial, dan spiritual. Walaupun anak-anak
38
Brosur Terbaru Yayasan Sayap Ibu 2009
42
hidup di panti namun pembinaan serta perlindungan bagi mereka akan
tetap terjamin.
Lalu tugas pokok lainnya adalah pelayanan atau sosialisasi,
pengembangan dan kesehatan dan yang terakhir adalah sebagai penyaluran
dan bina lanjut. Panti sosial sebagai lembaga yang menyelenggarakan
pelayanan agar anak-anak tumbuh kembang secara wajar maupun mandiri.
Meskipun mereka tidak dirawat oleh keluarga mereka sendiri, tetapi
mereka akan merasakan kasih sayang serta pembinaan dari panti sosial
agar merekan tumbuh dan berkembang seperti anak-anak yang berada
dalam suatu keluarga yang utuh.
4. Kedudukan
Yayasan Sayap Ibu Pusat telah menjadi anggota Dewan Nasional
Indonesia untuk Kesejahteraan sosial (DNIKS). Dua cabangnya di Jakarta
dan Yogyakarta merupakan anggota Badan Kordinasi Kegiatan
Kesejahteraan Sosial (BKKKS) bergerak dalam pelayanan pembinaan anak
balita terlantar. Dalam perkembangannya, Yayasan Sayap Ibu bekerja sama
dengan banyak pihak untuk memberikan pelayanan seperti pengangkatan
anak asuh, hak perwalian atau orang tua asuh melalui Badan Pengangkatan
Anak (BPA).
43
5. Kegiatan Yayasan Sayap Ibu
a. Penyelenggarakan Panti Anak Balita Terlantar
1) Perawatan dan pengasuh balita terlantar yang termasuk korban
kasus perdagangan anak.
2) Perawatan rehabilitas, Fisioterapi, bina wicara bagi anak yang
berkebutuhan khusus dan kesehatan.
3) Pendidikan Tumbuh Kembang Anak Asuh.
4) Pengetasan Anak
5) Kembali ke keluarga
6) Program pengasuhan keluarga
7) Pengangkatan Anak, konsultasi dan bantuan hukum Yayasan Sayap
Ibu memberikan layanan pengangkatan anak dengan dasar
keputusan Menteri Sosial RI No. 23/HUK/KM/1982 dan keputusan
Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. DIII.
7817/a/8/1976 baik domestik intercountry.
6. Pendanaan Yayasan Sayap ibu
Untuk menyelenggarakan usahanya, Yayasan Sayap Ibu membutuhkan
dana yang tidak sedikit. Dana terbesar diperoleh dari sumbangan masyarakat.
selain itu juga diperoleh bantuan dana rutin dari :
a. Pemerintah pusat (Departemen Sosial)
b. Pemerintah Daerah ( Dinas Sosial)
c. Yayasan Dharmais
44
d. Pihak-pihak swasta lainnya.
Selain dana, juga diperoleh sumbangan spontan dari masyarkat berupa
materi, bahan makanan dan barang. seluruh bantuan yang diperoleh digunakan
untuk membiayai yayasan. Pembiayaan terbesar di Yayasan adalah untuk biaya
hidup anak, perawatan kesehatan (termasuk tindakan operasi) dan biaya
operasional pengasuh atau pembantu perawat dan staf.
Yayasan Sayap Ibu memberikan pertanggung jawaban mengenai tugas dan
keuangan kepada Dewan Pengawasan Yayasan Sayap Iu, instansi pemerintah
yang bersangkutan dan kepada masyarakat.
7. Tujuan
a. Terjaminnya pertumbuhan kembang anak melalui kegiatan pengasuhan,
perawatan, pembelajaran dan perlidungan melalui proses pelayanan
komprehensif dan integratif anak usia dini secara optimal.
b. Tersedianya kesempatan bagi anak untuk memperoleh kelengkapan
asuhan, perawatan, pembinaan dan pendidikan yang baik sehingga
dapat terjamin kelangsungan hidup, tumbuh kembang, perlindungan
dan partisipasi.
c. Terhindar anak dari kemungkinan memperoleh tindakan kekerasan
/tindakan lain yang akan mengganggu/ mempengaruhi kelangsungan
hidup, tumbuh kembang anak, serta pembentukan kepribadian anak.
d. Terbantunya orang tua/ keluarga dalam memantapkan fungsi keluarga,
khususnya dalam melaksanakan pembinaan kesejahteraan anak di
45
dalam/ di luar keluarga. Dengan demikian lembaga pelayanan ini juga
merupakan upaya preventif dalam menghadapi kekhawatiran
keterlantaran melalui asuhan, perawatan, pendidikan dan bimbingan
anak balita.
8. Fungsi
a. Fungsi pewaratan dan pengasuhan (Day care Service)
1) Memberikan pengasuhan, pembelajaran dan pelanan kesehatan
pada anak
2) Memberikan pelayanan konsultasi ada orang tua/masyarakat
untuk mengembangkan system pengasuhan kelurga.
3) melakukan deteksi dini terhadap kompetensi dan gangguan
perkembangan anak
4) sebagai pusat pelayanan informasi, konsultasi, dan advokasi di
bidang pelayanan anak usia dini : memberikan layanan
konsultasi dan advokasi social mengenai tata cara
penyelenggarakan pengasuhan, perawatan, pembelajaran dan
perlindungan anak bagi orang tua dan pihak-pihak yang
berkepentingan dengan TBS (Taman Balita Sejahtera).
5) sebagai tempat pelatihan, pendidikan dan pemagangan
mengenai pengelolaan dan penyelenggarakan pelayanan anak
usia dini bagi pelaksana TBS maupun pelaksana perawatan dan
pengasuhan anak.
46
7. Prinsip Kegiatan
a. berorientasi pada pemenuhan kebutuhan anak secara individu. karena anak
merupakan individu yang unik, maka setiap anak memiliki kebutuhab
stimulasi yang berbeda.
b. kegiatan belajar dilakukan melalui bermain, dengan prinsip dasar bermain
sambil belajar. dengan metode strategi, sarana dan media belajar yang
merangsang anak untuk melakukan eksplorasi (menemukan dan
menggunakan benda-benda yang ada disekitarnya), serta merangsang
munculnya kreativitas dan inovatif yang akan membuat anak-anak tertarik,
focus, serius/konsentrasi.
c. menyediakan lingkungan yang mendukung proses belajar yang menarik dan
menyenangkan bagi anak dalam bermain.
d. dilaksanakan secara bertahap dengan memacu pada tahapan perkembangan
anak, dan stimulasi pendidikan bersifat menyeluruh mencakup semua aspek
perkembangan.
8. Sarana dan Pra Sarana
Yayasan Sayap Ibu mempunyai dua lantai sebagai Berikut :
Lantai I
Untuk kegiatan Panti dan Perkantoran :
TBS => I Ruang Isolasi => Ruang Begonia (Untuk Bayi usia 0-1 tahun) => ruang
karatina ( bayi baru terdiri dari, Ruang Speech terapi dan ruang Fisioterapi =>
Ruang Perkantoran, didalamnya terdapat Kepala Panti, Koordinator Panti,
47
Sekretariat dan Seorang Peksos => Dapur susu dan Dapur susu => Gudang dapur
(gudang makanan) => Ruang Pengurus Bendahara => Toilet umum => Ruang
anyeliir ( usia 2-8 tahun ) dipertengahan lantai bawah terdapat taman bermain
anak.
Lantai II
Untuk kegiatan Yayasan dan Asrama Karyawan /Karyawati dan Gudang :
Ruang Konseling => Ruang Sektetariat => Ruang Pengurus => Ruang BPA =>
Aula => Kamar Arsip => Gudang Mainan => Kamar Karyawan => Toilet
Karyawan => Ruang Logistik I (makanan Bayi) => Ruang Logistik II
(perlengkapan bayi) => Toilet Karyawati => Kamar Karyawati A => kamar
karyawati B => Ruang Belajar => Toilet => Mushola => Kamar pengurus =>
kamar karyawati.
9. Data Karyawan
1. Karyawan Rumah Tangga
a. Dapur : 3
b. Cleaning Service : 3
c. Laudry : 4
d. Taman : 1
e. Rumah tangga : 3
48
2. Bagian Perawatan
a. Ketua :
b. Asisten Ketua perawat : 1
c. Pengasuh : 24
d. Karyawan Intern : 37
e. Karyawan Ekstern : 18
10. Data Anak Asuh Tingkat Sekolah Dasar
Nama Tgl Lahir Tgl masuk L/P Umur Ket
Joni 16 juni
2001
3 Sept 2001 L 12 Thn
Jaya 24 Juni
2000
28 juni
2000
L 13 Thn
Mulia 16 Sept
2000
13 Juni
2001
L 13 Thn Tuna
Rungu
Oki 10 Okt
2001
5 Feb 2002 L 12 Thn
Ody 23 Okt
2005
2 mei 2005 L 8 Thn
Vikri 29 Sept
2000
28 Jan
2001
L 13 Thn Sumbing
Akbar 21 Feb
2002
14 Mart
2003
L 11 thn
49
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISA
A. Pembahasan
Anak merupakan bagian yang terpenting dalam kelangsungan hidup
manusia, karena anak sebagai generasi penerus dalam suatu keluarga. Sejak lahir
anak diperkenalkan dengan pranata, aturan, norma dan nilai-nilai budaya yang
berlaku melalui pembinaan yang diberikan oleh orang tua dalam keluarga. Proses
sosialisasi pertama kali terjadi dalam lingkungan keluarga melalui pembinaan
anak yang diberikan oleh orang tuanya. Di sini pembinaan anak sebagai bagian
dari proses sosialisasi yang paling penting dan mendasar karena fungsi utama
pembinaan anak adalah mempersiapkan anak menjadi warga masyarakat yang
mandiri.
Keutuhan keluarga sangat diperlukan dan penting dalam pendewasaan
anak. Kehadiran orang tua memungkinkan adanya rasa kebersamaan sehingga
memudahkan orang tua mewariskan nilai-nilai moral yang dipatuhi dan ditaati
dalam berperilaku, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi
manusia yang mandiri. Oleh karena itu, mereka membutuhkan pertolongan dari
orang dewasa yaitu melalui pendidikan dan pelatihan dalam hal ini adalah
keluarga, terutama orang tua.
Pada saat ini peran orang tua dan peran respon dari lingkungan sangat
diperlukan bagi anak sebagai “penguat” untuk setiap perilaku yang telah
50
dilakukannya. Berbeda halnya dengan anak terlantar, adanya disorganisasi
keluarga dalam hal ini tidak adanya orang tua kandung membuat anak menjadi
kurang perhatian dan pendidikan terabaikan.
Anak terlantar tidak bisa merasakan peran orang tua. Salah satu cara yang
dilakukan agar mereka tetap dalam pengasuhan adalah dengan menampung anak-
anak tersebut ke dalam suatu wadah, yaitu panti asuhan guna membantu
meningkatkan kesejahteraan anak dengan cara mendidik, merawat, membimbing,
mengarahkan dan memberikan ketrampilan-ketrampilan seperti yang diberikan
oleh orang tua dalam keluarga.
Para pendamping menerapkan cara-cara tertentu dalam pembentukan
perilaku anak asuh agar mereka menjadi pribadi yang mandiri sehingga mereka
memiliki pengalaman yang nantinya akan dijadikan pedoman bagi mereka agar
kelak mereka hidup di dalam lingkungan masyarakat dan mendapatkan suatu
bekal yaitu sebuah pengalaman bagi mereka dan juga pegangan hidup. Cara
tersebut yaitu dalam bentuk pendidikan yang diberikan dengan cara memberi
suatu pengertian sejak dini lalu dilatih secara berulang-ulang kemudian menjadi
kebiasaan dan akhirnya membudaya. Penanaman kemandirian juga disesuaikan
dengan jenjang sekolah anak asuh. Sesuai yang dituturkan oleh Ibu Sri Nooryarini
Soeroso selaku Kepala Bidang Pendidikan sebagai berikut:
“Tujuan dari pengasuhan anak di Yayasan ini adalah untuk mendidik anak,
agar menjadi manusia yang mandiri dan bermanfaat untuk masyarakat luas. Kami
di yayasan membuat program kerja untuk kegiatan rutin anak, itu sesuai dengan
tujuan dasar mereka di asuh. Makanya program kami, tidak jauh dari pendidikan,
pembekalan agama, sosial, dan keterampilan untuk mandiri. ................Untuk
51
menjalankan program kerja tersebut, kami memiliki pendamping yang tinggal
bersama anak panti di Cirende. ..........Pendamping inilah yang berperan aktif
memantau perkembangan anak, mengarahkannya, kami selalu berkordinasi. ”39
Seperti yang diungkapkan diatas, peran pendamping sangat penting dalam
pengasuhan anak di panti. Salah satu tujuan pendampingan tersebut yaitu untuk
menciptakan sumber daya manusia yang bermutu, berkualitas dan mandiri. Islam
sendiri mengajarkan bahwa setiap muslim hendaknya memiliki kualitas diri yang
baik. Karena apabila setiap muslim mampu menjadi manusia yang baik, dia akan
mampu menjadi pengemban peradaban manusia yang seimbang.
Penanaman nilai kemandirian pada anak di Yayasan Sayap Ibu, dilakukan
sesuai dengan usia anak. Karena kondisi mandiri dari jenjang usia seseorang itu
berbeda-beda. Anak usia SD (Sekolah Dasar) tentu berbeda dengan kemandirian
anak usia SMA atau Dewasa. Mereka masih pada tahap awal perkembangan
mental dan kebiasaan hidup sehari-hari. Hal tersebut sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Ibu Rini:
“Penanaman kemandirian pada anak Panti di Cirendeu, itu disesuaikan
dengan perkembangan usia mereka. Umur seperti mereka belum bisa untuk
mencuci baju mereka sendiri, masak sendiri, nyetrika, dll. Yang kami lakukan
untuk penanaman mental mandiri yaitu dengan aktifitas sehari-hari. Sederhana
saja, seperti mandi, makan, sekolah, piket, kursus, tinggal dikemas saja, cukup
untuk melatih kemandirian mereka.”40
Untuk melakukan program tersebut adalah tugas bersama dari seluruh
penggiat Yayasan Sayap Ibu, namun peranan ini dititik beratkan pada pendamping
sebagai sosok yang tinggal dan paling sering berinteraksi dengan anak asuh.
39
Wawancara Pribadi dengan Ibu sri Nooryarini Soeroso pada tanggal 26 Juni 2013 40
Wawancara Pribadi dengan Ibu sri Nooryarini Soeroso pada tanggal 26 Juni 2013
52
Tujuan merupakan faktor yang penting untuk menentukan pelaksanaan
program pendampingan anak terlantar. Program pendampingan yang dapat
digunakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Menurut Bapak Samsul Hadi,
petugas pendamping anak asuh di Yayasan Sayap Ibu, Tujuan program
pendampingan yang diterapkan di panti asuhan Yayasan Sayap Ibu, yaitu untuk
memberikan bimbingan, arahan dan mendidik anak asuh agar dapat tumbuh dan
berkembang secara wajar, mereka menjadi insan yang berilmu pengetahuan,
berakhlakul karimah, percaya diri, berkepribadian baik, mandiri dan bertaqwa
kepada Allah SWT.41
Peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh panti bertujuan untuk
mengarahkan setiap anak untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya.
Kehidupan di panti diciptakan sedemikian rupa seperti layaknya sebuah keluarga,
sehingga anak akan merasakan lebih nyaman dan merasakan kasih sayang serta
pemeliharaan yang baik terhadap kondisi fisik dan psikologisnya.
Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis, sangat tampak peran
pendamping dalam membentuk kemandirian pada anak asuh di Yayasan Sayap
Ibu. Anak-anak dibimbing dengan rapi dan terjadwal, aktitas sehari-hari anak asuh
terkontrol oleh pendamping yang setiap hari tinggal bersama mereka. Hal tersebut
pun terlihat dari kutipan wawancara berikut:
“Anak-anak disini setiap hari bangun jam 4.30 WIB. Lalu kami shalat
berjamaah, setelah itu mereka mandi untuk siap-siap berangkat sekolah. Nah, ada
beberapa orang yang bergilir piket untuk ngurus sarapan. ........petugas piket ini
41
Wawancara Pribadi dengan Bapak Samsul Hadi pada tanggal 28 Juni 2013
53
menyiapkan piring dan sendok di meja makan. Setelah itu, meraka dijemput
sekolah, sampai sore baru pulang.”42
Dari paparan jadwal rutin tersebut, terlihat bahwa program pendampingan
di Yayasan Sayap Ibu sudah rapi terbentuk, dan menjadi rutinitas keseharian.
Pendamping menekankan unsur disiplin kepada anak sebagai landasan kebiasaan
positif untuk anak dapat mandiri. Kedisiplinan inilah yang menjadikan anak
terbiasa melakukan hal yang positif secara berulang-ulang, dan menjadi karakter,
hingga anak terbiasa dan mandiri.
Disamping itu juga pendamping menekankan faktor pembagian tugas
dalam aktifitasnya, seperti pada kutipan di atas, beberapa anak menyiapkan piring
untuk sarapan. Pembagian tugas ini dapat membentuk mental kepemimpinan pada
anak asuh, untuk dapat mengkoordinir sesuatu yang sudah menjadi tanggung
jawabnya. Mental kepemimpinan inilah yang membuat anak dapat berfikir
superior dan tidak merasa minder dan kecil.
Di bidang pendidikan, aktifitas anak asuh selain bersekolah adalah kursus
mengaji, dan pelajaran sekolah. Kegiatan kursus tersebut rutin dilaksanakan setiap
1 minggu 2 kali. Yayasan Sayap Ibu mendatangkan guru dari luar, khusus untuk
mengajar anak panti. Pada kursus mengaji, anak diajarkan membaca Al-Quran
dan pengetahuan tentang agama. Sedangkan untuk kursus pelajaran sekolah, anak
diajarkan untuk bisa mengikuti pelajaran dan berprestasi di kelas masing-masing.
42
Wawancara Pribadi dengan Bapak Samsul Hadi pada tanggal 28 Juni 2013
54
Dalam memberikan materi kursus, guru undangan pun berkordinasi
dengan pendamping anak. Agar pendamping mengetahui perkembangan
pendidikan anak asuh. Untuk anak yang kurang dalam menangkap pelajaran, tak
jarang pendamping mengajarinya dalam situasi santai. Hal tersebut dilakukan
karena pendamping sadar betul bahwa pendidikan adalah faktor utama dalam
membentuk kemandirian anak. Seperti terungkap dalam kutipan wawancara
penulis dengan Bapak Hadi:
“Saya menganggap anak-anak ini sebagai anak sendiri. Urusan pelajaran,
saya selalu berusaha untuk membimbing anak-anak. Di Yayasan, kami bercita-
cita untuk menyekolahkannya sampai kuliah. .........pendidikan itu kan penting
buat anak nantinya, biar mereka bisa mandiri, bermanfaat, atau bisa berbakti di
Yayasan ini. ”43
Hal senada juga di katakan oleh Jaya, berdasarkan pengakuannya, apabila
tidak mengerti tentang pelajaran yang PR sekolahnya, ia bertanya kepada pak
Hadi. Bahkan ia diajari lebih dalam lagi tentang tema yang di tanyakannya.
(Suka diajarin belajar gak sama Pak Hadi?) suka.. (Belajar apa?) ngisi PR,
kalo gak bisa Jaya minta diunjukin.. 44
Salah satu peran pendamping sebagai pendidik adalah menjadi teman
belajar yang nyaman untuk anak. Anak antusias dan mau bertanya tentang apa
yang ingin diketahuinya. Termasuk dalam mengisi Tugas Sekolah.
Berbeda halnya dengan hari biasa, berdasarkan pengamatan dan hasil
wawancara penulis, Setiap hari libur, di Yayasan Sayap Ibu, pendamping
43
Wawancara Pribadi dengan Bapak Samsul Hadi pada tanggal 28 Juni 2013 44
Wawancara Pribadi dengan Jaya pada tanggal 30 Juni 2013
55
menjadikanya hari lebih leluasa dan menyenangkan untuk anak asuhnya, seperti
dalam kutipan wawancara berikut:
“Kalau hari libur, saya gak mau kasih mereka kegiatan yang belajar
melulu. ......... kita biasanya, pagi-pagi itu kerja bakti, si A ngebersihin halaman, si
B bersihin kamar mandi, si C bersihin kamar tidur, jadi anak-anak dibiasakan
kerja bakti bergotong royong untuk diri mereka sendiri. Kerja bakti selesai,
mereka biasanya main bola. Siang istirahat, sore main bola lagi. Mainnya di
lapangan belakang sama anak-anak kampung sini.”45
Dari pemaparan tersebut pun terlihat, bahwa anak-anak diarahkan untuk
mandiri secara aktif, anak asuh diberi tanggung jawab yang ringan, namun
memiliki unsur motivasi kuat untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Hal ini
dikarenakan anak akan berlomba untuk kerja bakti lebih rapi dan bersih,
dibanding anak asuh lainnya sesuai dengan tugas masing-masing.
Prinsip gotong royong ini pun, ketika dilakukan secara rutin, anak akan
paham dengan sendirinya, bahwa kegiatan kerja bakti setiap minggu adalah dari
anak, dan untuk anak. Kebersihan lingkungan untuk kenyamananya sendiri.
Disinilah peran pendamping sebagai fasilitator sangat penting. Seperti tertulis
pada BAB II bahwa Pendamping sosial merupakan satu strategi yang sangat
menentukan keberhasilan program pemberdayaan masyarakat. Sesuai dengan
prinsip pekerja sosial, yakni “membantu orang agar mampu membantu dirinya
sendiri”. 46
Joni, salah seorang anak asuh di Yayasan Sayap Ibu yang menjadi salah
satu informan penelitian penulis, berdasarkan hasil observasi, terlihat bergembira
45
Wawancara Pribadi dengan Bapak Samsul Hadi pada tanggal 28 Juni 2013 46
Edi Suharto, Ph.D., 2009. Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat; Kajian
Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: PT Rafika
Aditama. h. 93
56
sekali ketika membicarakan tentang hari libur sekolah. Menurutnya, aktifitas
liburan sekolah sangat menyenangkan. Bekerja bakti, menurut Joni sama dengan
bermain. Joni dan teman-temannya, melakukan kegiatan rutin tersebut sambil
bercanda dengan teman-temannya. Hal ini pun diperkuat dengan hasil wawancara
penulis:
“(Kamu kalau hari minggu ngapain?) Kerja bakti, main bola.. (Kalau kerja
bakti biasanya kamu ngapain?) Sapuin depan.. (Seru gak kalau kerja bakti?) Seru,
sambil becanda sama teman.”47
Anak-anak memandang aktifitas positif tersebut sebagian dari kegiatan
bermain. Hal ini pun terlihat dari anak-anak lain di yayasan Sayap ibu. Mereka
melakukan kegiatanya sambil bermain. Seperti pula yang dilakukan oleh Jaya,
salah satu fokus penelitian penulis, penulis melihat Jaya sedang menyapu dan pel
ruang nonton televisi. Sambil menyapu, Jaya menyanyi dengan teman satu
yayasannya, seolah-olah sapu adalah alat musik gitar.48
Dalam hal manfaat dari kerja bakti pun, anak asuh sudah mengerti bahwa
kegiatan tersebut adalah dari mereka dan untuk mereka. Seperti dalam kutipan
wawancara dengan Jaya berikut:
“(Kamu kalau libur ngapain?) Main bola, (Terus?) Bersih-bersih rumah..
(Kalau bersih-bersih itu hasilnya buat siapa sih?) Ya buat jaya sama teman-teman
juga.. (Terus?) Enak kalo bersih..49
Salah satu aspek yang diperhatikan pendamping untuk kemandirian anak
adalah kemandirian sosial anak di lingkungan masyarakat sekitar. Setiap hari
libur, anak-anak dipersilahkan bermain bola sampai sore hari di lapangan
lingkungan panti. Anak-anak secara tidak langsung dilatih untuk bergaul dengan
47
Wawancara Pribadi dengan joni pada tanggal 30 Juni 2013 48
Observasi 49
Wawancara Pribadi dengan jaya pada tanggal 30 Juni 2013
57
masyarakat sekitar bercengkrama dan membangun relasi baru diluar anak
Yayasan lainya. Medianya yaitu melalui permainan di lapangan sepak bola. Di
sana bukan hanya anak panti yang bermain sepak bola, melainkan juga
masyarakat sekitar. Secara otomatis, ada pergaulan yang terbentuk dari anak,
komunikasi dan membangun mental untuk menyadarkan mereka, bahwa mereka
sama dengan orang-orang lain, dan layak bergaul. Seperti diungkapkan oleh
Bapak Hadi:
“Saya sengaja menyuruh anak main bola di lapangan belakang, biar
mereka belajar bergaul, ngobrol sama orang-orang sekitar sini, biar anak bisa
belajar. Lagian saya gak mau anak-anak itu merasa berbeda dengan anak-anak
lain diluar yang memiliki orang tua. ........harapan saya anak-anak bisa termotivasi
semangat hidupnya untuk menjadi lebih baik.”50
Hal tersebut pun seperti yang di katakan oleh Joni, dalam petikan
wawancara dengan:
“(Punya teman anak sini gak?) Punya.. (Namanya siapa?) Ical, Temen
main bola.. (Akrab gak?) Akrab.. (Selain ical siapa lagi?) Banyak, ada Ari, Rafel,
dia suka jadi kiper kalo main..51
penulis memandang, ada keakraban antara Joni dan teman di sekitar Panti.
Joni memiliki kemampuan bergaul yang baik dengan orang lain, sehingga anak
memiliki relasi yang lebih dari sekedar teman satu panti. Kemampuan bergaul ini
penting untuk dimiliki anak sejak dini, agar sifat supel dan familiar tersebut bisa
terbawa hingga bermanfaan sampai anak besar nanti.
Dalam observasi, penulis melihat pendamping menjalankan salah satu
perannya sebagai pendidik dengan intens. Tidak hanya dalam pelajaran sekolah
50
Wawancara Pribadi dengan Bapak Samsul Hadi pada tanggal 28 Juni 2013 51
Wawancara Pribadi dengan joni pada tanggal 30 Juni 2013
58
atau tentang pendidikan agama, pendamping pun mendampingi anak dalam
menonton televisi. Mereka diarahkan untuk menonton tayangan-tayangan yang
positif sesuai dengan perkembangan usia mereka. Seperti yang diungkapkan oleh
Pak Hadi:
“Televisi pengaruhnya kuat buat anak. Saya memantau anak kalau lagi
nonton TV. Itu salah satu tugas saya. Jangan sampai anak jadi kasar, pikirannya
jorok, gara-gara salah nonton. Makanya, kadang saya dampingi anak. Nonton
yang enak-enak aja,ringan dan ada manfaatnya.”52
Arahan ini juga berlaku untuk Jaya. Dalam sebuah wawancara Jaya
menyatakan, bahwa dalam menonton televisi Bapak Hadi selalu mengawasi dan
mengatur dengan ketat waktu dan jenis tayangannya. Menurutnya,
“(Suka nonton TV?) Suka.. (Jam brapa aja kalau nonton?) Sore, kalau
malam gak boleh sama Pak Hadi.. (Nonton apa) Apa aja..53
Hal tersebut diberikan kepada anak asuh sebagai wujud dari tanggung
jawab pendamping untuk membimbing, mendidik dan melatih anak asuh agar
menjadi pribadi yang berakhlak dan mandiri. Sikap mandiri yang ditanamkan oleh
pendamping sangat mendukung untuk menanamkan kebiasaan pada anak asuh
agar tidak tergantung pada orang lain, akan tetapi juga tidak mengesampingkan
hubungan sosial.
Program pendampingan yang diterapkan dan dapat dikatakan baik dan
tepat apabila dalam mengasuh anak berhasil sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai. Di mana dalam mengasuh anak, seorang pengasuh tidak memaksakan
52
Wawancara Pribadi dengan Bapak Samsul Hadi pada tanggal 28 Juni 2013 53
Wawancara Pribadi dengan Jaya pada tanggal 30 Juni 2013
59
kehendak, akan tetapi harus memperhatikan keinginan anak yang bersifat positif.
Setiap orang tua sangat menginginkan anaknya menjadi orang yang sukses dan
taat pada perintah agama, begitu juga seoarang pendamping sangat menginginkan
anak yang diasuhnya menjadi orang yang sukses dengan tidak meninggalkan
ajaran agama yang telah diperoleh sejak kecil.
Kemandirian tidak hadir dengan sendirinya, ia dibentuk oleh kebiasaan
yang berulang-ulang. Terutama untuk anak usia SD (Sekolah Dasar) di Panti
asuhan, membutuhkan bimbingan dan arahan yang intensif dari pendampingnya.
Agar proses perkembangan anak dapat berjalan baik dan terarah. Anak terlantar
pun harus mendapatkan haknya seperti anak pada umumnya, untuk itulah
pentingnya sebuah panti asuhan yang memiliki program kerja pendidikan dan
pendampingan untuk mewujudkan tujuan memberdayakan manusia semaksimal
mungkin hingga bermafaat bagi masyarakat luas.
60
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada bab ini penulis menerangkan kesimpulan dari hasil penelitian mengenai peran
pendamping dalam membentuk kemandirian anak di Yayasan Sayap Ibu cabang Cirendeu:
1. Pendampingan anak yang di lakukan di Yayasan Sayap Ibu, bertujuan untuk dapat
mengasuh anak dan berupaya mendidik anak untuk dapat belajar hidup mandiri
sedini mungkin. Kemandirian ini berdasarkan kemampuan anak yang masih duduk
di bangku Sekolah Dasar. Mental kemandirian tersebut dibentuk melalui program
kerja yang menekankan anak pada keilmuan, skill live, dan kebiasaan hidup yang
dibangun dengan landasan disiplin dan mandiri.
2. Peran pendamping merupakan pelaksana dari program penanaman kemandirian
tersebut. Adanya program pendampingan, peraturan, tata tertib serta jadwal
keseharian membuat anak menjadi disiplin dan terbiasa untuk bersikap mandiri.
Anak terbiasa untuk menjalankan tugas-tugasnya, seperti pembagian tugas piket,
kerja bakti, atau tugas-tugas pendidikan lainya.
B. Saran
Berdasarkan hasil analisa penelitian beserta kesimpulan yang telah dijelaskan dalam
skripsi ini, penulis memiliki beberapa saran membangun untuk Yayasan Sayap Ibu, yaitu:
1. Jumlah pendamping di Yayasan Sayap Ibu cabang Cirendeu hanya satu orang saja,
sehingga kurang efektif dalam mengontrol anak secara keseluruhan. Untuk itu, perlu
ditambah agar pengontrolan anak menjadi lebih intens dan efektif.
61
2. Sarana dan prasarana bermain anak perlu ditambah. Dengan permainanlah anak
secara aktif melepaskan dirinya secara lebih bebas untuk berkreasi. Disamping itu
dengan sarana permainan yang memadai, hubungan antar teman dapat menjadi lebih
erat.
3. Perlu adanya pelatihan/training untuk pendamping, guna untuk menambah
pengetahuan tentang perkembangan kemandirian anak.
62
DAFTAR PUSTAKA
A Mangunhardjana, Pembinaan: Arti Dan Metodenya, (Yogyakarta: Kanisius,
1986)
Afiatin, tina, Persepsi Pria dan Wanita Terhadap Kemandirian. Jurnal psikologi
Thn XX no. 1, (Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1993)
Burhan Bugin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2003)
Chusnul Chotimah, Perbedaan kemandirian anak sulung dengan bungsu. Fak.
Psikologi, (Jakarta : UIN syarif hidayatulla, 2006)
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: Rosdakarya, 2011)
Direktorat Jendral Kesejahteraan Anak dan Keluarga, Rehabilitasi dan Pelayanan
Sosial. (Jakarta: Depsos RI, 1979
Edi Suharto, Ph.D, Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat;
Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial.
(Bandung: PT Rafika Aditama, 2009)
Gerungan, W.A.. Psikologi sosial, (Bandung : PT. Rafika Aditama, 2004)
Heru Sriyono, Masalah psikologi yang Dialami Anak Asuh Di Panti Asuhan
Vincentius Putra dan Vincentius putri. (Jakarta: STKIP PGRI, 1998)
63
John Bowlby, Materal and Health, WHO, (Jakarta: Terjemah Departemen Sosial
RI, 1952)
Kusumaatmaja, Anggara, Hubungan Kemandirian dengan Prestasi Akademik
Remaja Bungsu di Perguruan Tinggi, (Depok: Universitas Indonesia. 2002)
Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif”, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2000)
Lukman, M.. Kemandirian Anak Asuh di Panti Asuhan Yatim Islam Ditinjau dari
Konsep Diri Komperensi Interpersonal. Psikologi No 10, (Yogya : Pusat
Studi Agama dan Pengembangan Potensi Umat Ramadani, 2000)
Mar’at, Samsunuwiyati dan Lieke Indieningsih Kartono, Prilaku Manusia:
Penghantar Singkat Tentang Psikologi, (Bandung: PT Refika Aditama,
2006)
Moh. Nasir D, Metode Penelitian, (Jakarta: Graha Indonesia, 1993)
Nursal laten dan Daniel Fernandez, Panduan Belajar Sosiologi, (Jakarta: PT.
Galaksi Puspa Mega, 1996)
Nuryoto Sarini, . Kemandirian Remaja Ditinjau Dari Tahap Perkembangan Jenis
Kelamin, dan Peran Jenis. Jurnal Psikologi. Thn XX No. 2, (Yogyakarta:
Fakultas Psikologi UGM, 1993)
64
Tim Penyusun Kamus, Pusat Pengembangan Bahasa, Kamus Besar bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan)
Tina Afiatin, Persepsi pria dan Wanita Terhadap Kemandirian. Jurnal Psikologi.
Thn XX No. 1, (Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1993)
UUD 1945 Setelah Amandemen Keempat Tahun 2002, (Jakarta:Pustaka Setia,
2004)
Walgito, Bimo, Psikologi Sosial Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Yayasan
Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, 1990)
Internet:
Sumber; http://hanjuang-mahardika.blogspot.com/2009/03/peran pendamping lsm
dan komunitas.
Sumber: http://sunandar.blogspot.com/2009/2/peranan pekerja sosial dalama.
Sumber: http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_tiga satu.htm
Pendampingan Sosial dalam Pengembangan Masyarakat.
Sumber: http:www.policy.hu/suharto/modul_a/making_tiga satu. Pendampingan
sosial dalam Pengembangan Masyarakat.
66
PEDOMAN WAWANCARA UNTUK PENGURUS YAYASAN SAYAP IBU
Responden : Ibu Sri Nooryarini Soeroso
: Kepala Bidang Pendidikan
Hari/Tanggal :
Lokasi : YSI Cabang Cirendeu
1. P : Apa tujuan dari Yayasan Sayap Ibu mengasuh anak?
J : untuk mendidik anak agar mampu menjadi menjadi manusia yang
mandiri dan bermanfaat untuk masyarakat luas.
2. P: Berapa jumlah anak di YSI Cirendeu?
J: ada tujuh anak
3. P: Siapa yang bertanggung jawab dengan kondisi anak di YSI Cirendeu?
J: kami memiliki pendamping anak satu orang, namanya Bapak Samsul
Hadi, beliau ditemani oleh istrinya mengasuh dan mendampingi anak
sehari-hari.
4. P :Bagaimana YSI membentuk kemandirian pada anak asuh?
J : dengan hal yang sederhana, yaitu kegiatan sehari yang disiplin, tidak
dimanja. Anak-anak diberikan kegiatan positif.
5. P: Apa saja tugas pendamping anak di YSI?
J : mendampingi anak. Mulai dari bangun tidur, pendamping mengurus
anak-anak. Berangkat sekolah dan kursus di panti, pendamping yang
mengurusnya.
6. P : Bagaimana Yayasan mengajarkan kemandirian pada anak?
J : melalui kegiatan sehari-hari. Kami buatkan program, mulai dari piket,
jam-kursus, mainya anak, itu sudah kami jadwalkan. Yang menjalankan
program tersebut adalah pendamping, dia yang lebih detail.
67
PEDOMAN WAWACARA UNTUK PENDAMPING ANAK
Responden : Samsul Hadi
: Pendamping Anak Asuh
Hari/Tanggal :
Lokasi : YSI Cabang Cirendeu
1. P: Menurut bapak, apakah tujuan dari pendampingan anak asuh di YSI
Cirendeu?
J: untuk memberikan bimbingan, arahan, dan mendidik anak asuh agar
dapat tumbuh dan berkembang secara wajar.
2. P: Apakah kegiatan/rutinitas anak sehari-hari?
J: anak-anak bangun tidur jam 4.30 WIB. Lalu shalat berjamaah, setelah
itu mereka siap-siap untuk berangkat sekolah, ada yang bertugas piket
menyiapkan makan, setelah makan ada yang menjemput ntuk berangkat
sekolah, sore baru pulang.
3. P: Apakah ada pembagian tugas keseharian untuk anak?
J: kami memiliki jadwal piket untuk sehari-hari, jadwal membantu ibu
menyiapkan makan, ada juga jadwal piket kebersihan mingguan.
4. P: Apakah ada pendidikan eksternal di luar sekolah untuk anak?
J: ada, kursus mengaji dan kursus pelajaran sekolah
5. P: Bagaimana bapak mengarahkan anak untuk mandiri?
J: tidak memanjakan mereka, dan hidup disiplin
6. P: Apakah anak asuh menurut/patuh dengan bapak?
J: ada beberapa anak yang susah diatur, sering protes, namanya juga anak-
anak.
7. P: Nilai-nilai seperti apa yang bapak ajarkan
J: nilai kehidupan, seperti kemandirian, agama, pendidikan, gotong
royong, disiplin
8. P: Bagaimana tindakan-tindakan pengasuhan yang dilakukan dalam
rangka sosialisasi anak dengan lingkungan sekitar?
J: kalau anak mau main sama anak-anak di belakang (kampong) saya tidak
melarangnya.
9. P: Bagiamana cara pengasuh menanamkan nilai-nilai dan aturan-aturan
yang ada dalam panti asuhan?
J: disiplin
10. P: Apakah faktor-faktor yang menjadi hambatan bagi anak asuh dalam hal
kemandirian di panti asuhan?
J: anak-anak belum paham mengatur ego mereka. Jadi, kalau ada rebut
omong, marah-marahan, yaw ajar saja.
11. P: Apa harapan bapak/ibu terhadap anak asuh
J: saya bercita-cita untuk menyekolahkannya sampai kuliah, biar mereka
bias mandiri, bermanfaat atau bias berbakti kepada Yayasan ini.
68
PEDOMAN WAWANCARA UNTUK ANAK ASUH
Responden : Jaya
: Anak Asuh
Hari/Tanggal :
Lokasi : YSI Cabang Cirendeu
1. P: Bangun tidur jam berapa?
J: pagi
2. P: Berangkat Sekolah jam berapa?
J: setengah enam pagi
3. P: Pulang sekolah biasanya ngapain?
J: sore
4. P: Pinter nggak disekolah?
J: pinter
5. P: Sering ikut kursus?
J: sering
6. P: Dekat sama Pak Hadi gak?
J: dekat
7. P: Suka diomelin gak?
J: suka
8. P: Ade suka bersih-bersih lingkungan disini gak?
J: suka, kalau libur
9. P: Kalau hari libur biasanya ngapain?
J: Main bola, bersih-bersih rumah
10. P: Punya teman gak dilingkungan sini?
J: punya
11. P: Suka nonton tv gak
12. J: suka
13. P: Kalau nonton TV ditemanipak hadi gak?
J: suka.
69
PEDOMAN WAWANCARA UNTUK ANAK ASUH
Responden : Joni
: Anak Asuh
Hari/Tanggal :
Lokasi : YSI Cabang Cirendeu
14. P: Bangun tidur jam berapa?
J: pagi
15. P: Berangkat Sekolah jam berapa?
J: setengah enam pagi
16. P: Pulang sekolah biasanya ngapain?
J: sore, kalau ada kursus magrib.
17. P: Pinter nggak disekolah?
J: pinter
18. P: Sering ikut kursus?
J: sering
19. P: Dekat sama Pak Hadi gak?
J: deket
20. P: Suka diomelin gak?
J: suka, kalau berantem sama temen
21. P: Ade suka bersih-bersih lingkungan disini gak?
J: suka, kalau libur sekolah
22. P: Kalau hari libur biasanya ngapain?
J: kerja bakti, main bola
23. P: Punya teman gak dilingkungan sini?
J: punya
24. P: Suka nonton tv gak
25. J: suka
26. P: Kalau nonton TV ditemani pak hadi gak?
J: suka
70
Lampiran :
Aktivitas anak-anak panti di Yayasan Sayap Ibu
71