Profesionalisme pendidikan

19
PROFESIONALISME PENDIDIKAN A. Pendahuluan Dalam pembangunan secara keseluruhan dirasakan perlu profesionalitas; praktek kerja dengan tingkat mutu keahlian tinggi yang menunjang produktifitas. Profesionalitas dalam bidang hukum, khususnya notaris, dan kedokteran relatif sudah mapan; mutu prakteknya mendapat pengakuan, ada kode etik, ada undang-undang, ada organisasi. Bidang konsultasi dan kewartawanan sudah mulai mengarah pada profesionalitas, begitu pula pada kemiliteran sudah mengumandangkan konsep prajurit dan profesional. Pertanyaannya yang paling relevan dalam kajian saat ini, bagaimana dalam dunia pendidikan; apakah guru, kepala sekolah, konselor dan pengelola sistem pendidikan semuanya telah profesional? Seberapa jauh pendidikan mampu meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) kita dan jati diri bangsa dalam mengembangkan demokrasi dan memupuk persatuan bangsa? Sebuah pertanyaan yang sering terlontarkan, terkesan bernada klise, namun memiliki jangkauan yang dalam. Sedikitnya terdapat tiga syarat utama yang harus diperhatikan dalam pembangunan pendidikan agar dapat berkonsentrasi terhadap peningkatan Sumber Daya

description

Profesionalisme Pendidikan

Transcript of Profesionalisme pendidikan

Page 1: Profesionalisme pendidikan

PROFESIONALISME PENDIDIKAN

A. Pendahuluan

Dalam pembangunan secara keseluruhan dirasakan perlu

profesionalitas; praktek kerja dengan tingkat mutu keahlian tinggi yang

menunjang produktifitas. Profesionalitas dalam bidang hukum, khususnya

notaris, dan kedokteran relatif sudah mapan; mutu prakteknya mendapat

pengakuan, ada kode etik, ada undang-undang, ada organisasi. Bidang

konsultasi dan kewartawanan sudah mulai mengarah pada

profesionalitas, begitu pula pada kemiliteran sudah mengumandangkan

konsep prajurit dan profesional. Pertanyaannya yang paling relevan dalam

kajian saat ini, bagaimana dalam dunia pendidikan; apakah guru, kepala

sekolah, konselor dan pengelola sistem pendidikan semuanya telah

profesional? Seberapa jauh pendidikan mampu meningkatkan Sumber

Daya Manusia (SDM) kita dan jati diri bangsa dalam mengembangkan

demokrasi dan memupuk persatuan bangsa? Sebuah pertanyaan yang

sering terlontarkan, terkesan bernada klise, namun memiliki jangkauan

yang dalam.

Sedikitnya terdapat tiga syarat utama yang harus diperhatikan

dalam pembangunan pendidikan agar dapat berkonsentrasi terhadap

peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), yakni : (1) Sarana Gedung,

(2) buku yang berkualitas, dan (3) guru serta tenaga kependidikan yang

profesional. Hal ini diungkapkan oleh Wardiman Djoyonegoro dalam

wawancara dengan Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) tanggal 16

Agustus 2004, beliau mengemukakan bahwa “hanya 43% guru yang

memenuhi syarat”, yang berarti sebagian besar guru (57%) tidak mau

atau belum memenuhi syarat, tidak kompeten, dan tidak profesional.

Pantas kalau kualitas pendidikan kita jauh dari harapan, dan kebutuhan.

Pendidikan yang dilakukan selama ini baru mampu menghasilkan lulusan

yang memiliki kemampuan dalam bidang tertentu saja. Pendidikan selama

Page 2: Profesionalisme pendidikan

ini belum mampu membangkitkan kemauan peserta didik untuk

melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan umat. Padahal

dalam kapasitasnya yang sangat luas pendidikan memiliki peran dan

pengaruh positif terhadap segala bidang kehidupan dan perekembangan

manusia dengan berbagai aspek kepribadiannya.

Di indonesia, orang pandai sudah cukup banyak, orang terampil

juga sudah membludak. Masalahnya bagaimana agar mereka memiliki

kemauan untuk memanfaatkan kepandaian dan keterampilannya bagi

pemecahan berbagai persoalan masyarakat dan bangsa, dalam skala

kecil sekalipun, bukan malah menambah masalah dan menghambat

pembangunan. Uraian ini tidak tanpa alasan, buktinya dapat disaksikan

betapa banyak para peserta didik yang keluyuran di mall pada jam-jam

efektif belajar. Mengapa mereka lebih senang bermain daripada belajar?.

Ini adalah tantangan, khususnya bagi para guru, bagaimana menciptakan

pembelajaran yang mengairahkan, menantang nafsu peserta didik, dan

menyenangkan.

Guru merupakan orang yang harus digugu dan ditiru, dalam arti

orang yang memiliki kharisma atau wibawa hingga perlu untuk untuk ditiru

dan diteladani. Mengutip pendapat Laurence D. Hazkew dan Jonathan C.

Mc London dalam bukunya “This is Teaching” : Guru adalah seorang yang

mempunyai kemampuan dalam menata dan mengelola kelas. Sedangkan

menurut Jean D. Grambs dan C. Morris Mc. Clare dijelaskan bahwa guru

adalah mereka yang secara sadar mengarahkan pengalaman dan tingkah

laku dari seseorang individu hingga terjadilah pendidikan. Jadi, guru

adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam

mendidik, mengajar dan membimbing peserta didik. Orang yang disebut

guru adalah orang yang memiliki kemampuan merancang program

pembelajaran serta mampu menata dan mengelola kelas agar peserta

didik dapat belajar dengan baik dan nyaman, hingga pada akhirnya dapat

mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses

Page 3: Profesionalisme pendidikan

pendidikan. Untuk itu, diperlukan guru yang kreatif, profesional, dan

menyenangkan, sehingga mampu menciptakan iklim pembelajaran yang

kondusif, suasana pembelajaran yang menantang, dan mampu

membelajarkan dengan menyenangkan. Hal ini penting dilakukan dalam

setiap pembelajaran karena guru memiliki peranan yang sangat

menentukan keberhasilan pendidikan secara keseluruhan. Kualitas

pembelajaran sangat tergantung pada kemampuan profesional guru,

terutama dalam memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik

secara efektif dan efisien.

B. Hakikat Profesi dan Kaitannya

Perlu adanya pemahaman mengenai definisi profesi, profesional,

profesionalisme, profesionalitas, dan profesionalisasi. Secara bahasa;

Profesi berarti nomina-kondisi, keadaan pekerjaan ; Profesional berarti

ajektiva yang bisa juga nomina, sifat atau orang ; profesionalisme berarti

nomina-paham, kesepakatan keyakinan; profesionalitas berarti nomina-

produk, kadar ; profesionalisasi berarti nomina-produk, kadar ;

profesionalisasi berarti nomina-proses.

Lebih rinci dijelaskan Profesi berarti jabatan atau pekerjaan yang

menuntut landasan pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dsb)

tertentu dan etika khusus anggotanya. Hal ini memiliki makna tidak bisa

dilakukan oleh sembarang orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan

secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu. Dua hal pokok yang

ditunjukkan untuk suatu profesi adalah pengetahuan dan persiapan

akademik. Profesi merujuk pada pekerjaan. Pekerjaan di sini dengan

sendirinya melahirkan pelayanan keahlian khusus diperoleh melalui apa

yang disebut profesionalisasi.

Profesional memiliki keterkaitan dengan kemampuan seseorang/

individu yang melakukan bidang pekerjaan yang membutuhkan keahlian

tertentu. Kemampuan seseorang dalam menjalankan profesi tertentu.

Page 4: Profesionalisme pendidikan

Profesional menunjuk pada dua hal, pertama orang yang menyandang

satu profesi; misalnya, “Dia seorang profesional”, kedua, penampilan

seseorang dalam melakukan pekerjaannya sesuai dengan profesinya.

Dalam pengertian kedua ini istilah profesional dikonsentraksikan dengan

“non-profesional”

Profesionalisme menunjuk kepada mutu, kualitas tindak tanduk

yang merupakan ciri suatu profesi, atau orang yang profesional, menunjuk

kepada komitmen para anggota suatu profesi tertentu untuk

meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus

mengembangkan strateg-strategi yang digunakan dalam melakukan

profesi tersebut.

Profesionalitas adalah perihal profesi, keprofesian, mengacu pada

keahlian yang mereka miliki dalam rangka melakukan pekerjaannya. Jadi

seorang prfofesional tidak akan mau mengerjakan sesuatu yang memang

bukan bidangnya.

Profesionalisasi adalah usaha menjadikan suatu jabatan sebagai

pekerjaan profesional; upaya dan proses peningkatan dasar, kriteria,

standar kemampuan, keahlian, etika dan perilindungan suatu profesi.

Profesionalisasi menunjuk pada proses peningkatan kualifikasi maupun

kemampuan para anggota profesi. Pada dasarnya merupakan

serangkaian proses pengembangan profesional baik dilakukan melalui

pendidikan/latihan “prajabatan”.

Pengertian profesi sebagai jabatan/pekerjaan yang memberikan

pelayanan intelektual spesialistik yang sangat tinggi dengan sifat-sifat

utamanya antara lain :

(1) Penguasaan ilmu dan kemampuan/keahlian menerapkannya,

seperangkat sikap dan teknik yang ditujukan sebagai pelayanan bagi

kepentingan kemanusiaan;

(2) Standar keberhasilan yang diukur oleh kesempurnaan melayani

kebutuhan manusia, bukan diukur oleh keuntungan pribadi;

Page 5: Profesionalisme pendidikan

(3) Keterpanggilan untuk menjalankan praktek itu,

dipertanggungjawabkan lewat pendidikan dan ujian, serta pengawasan

hukum serta melalui asosiasi dan kode etik lainnya.

Jika dalam masa pendidikan/latihan pra-jabatan itu profesionalsasi

lebih banyak ditentukan oleh lembaga (Comunity of scholars, faculty

members) dengan berpegang pada kaidah-kaidah akademik dan latihan

praktek yang standar, maka setelah bekerja profesionalisasi lebih banyak

tergantung kepada setiap individu profesional tersebut. Profesi

mempunyai ciri-ciri utama sebagai berikut :

1. Fungsi dan signifikansi sosial : suatu profesi merupakan suatu

pekerjaan yang memiliki fungsi dan signfikansi sosial yang crucial.

2. Keterampilan/keahlian; untuk mewujudkan fungsi ini, dituntut derajat

keterampilan/keahlian tertentu.

3. Pemerolehan keterampilan tersebut bukan bukan hanya dilakukan

secara rutin, melainkan bersifat pemecahan masalah atau

penanganan situasi kritis yang menuntut pemecahan dengan

menggunakan teori dan metode ilmiah.

4. Batang tubuh ilmu; suatu profesi dudasarkan kepada suatu disiplin

ilmu yang jelas, sistematis dan eksplisit (a systemic body of

knowledge) dan bukan hanya common sense.

5. Masa pendidikan; upaya mempelajari dan menguasai batang tubuh

ilmu dan keterampilan/keahlian tersebut membutuhkan masa latihan

yang lama, bertahun-tahun, dan tidak cukup hanya beberapa bulan.

Hal ini dilakukan pada tingkat perguruan tinggi.

6. Aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional; proses peniddikan

tersebut juga merupakan wahana untuk sosialisasi nilai-nilai

profesional di kalangan para siswa / mahasiswa.

7. Kode etik dalam memberikan pelayanan kepada klien, seorang

profesional berpegang teguh kepada kode etik yang pelaksanaannya

Page 6: Profesionalisme pendidikan

dikontrol oleh organisasi profesi. Setiap pelanggaran terhadap kode

etik dapat dikenakan sanksi.

8. Kebebasan untuk memberikan judgment; anggota suatu profesi

mempunyai kebebasan untuk menetapkan judgment-nya sendiri dalam

menghadapi atau memecahkan sesuatu dalam lingkup kerjanya.

9. Tanggung jawab profesional dan otonomi; komitmen pada suatu

profesi adalah melayani klien dan masyarakat dengan sebaik-baiknya.

Tanggungjawab profesi profesional harus diabdikan kepada mereka.

Oleh karena itu, praktek profesional itu otonom dari campur tangan

pihak luar.

10.Pengakuan dan imbalan sebagai; sebagai imbalan dari pendidikan dan

latihan yang lama, komitmennya dan seluruh jasa yang diberikan

kepada klien, maka seorang profesional mempunyai prestise yang

tinggi di mata masyarakat dan karenanya juga imbalan yang layak.

C. Perlunya Profesionalisasi dalam Pendidikan

Dalam rangka menjaga dan meningkatkan layanan profesi secara

optimal serta menjaga agar masyarakat jangan sampai dirugikan oleh

orang-orang yang tidak bertanggungjawab, tuntunan jabatan profesional

harus sangat tinggi. Profesi kependidikan, khususnya profesi keguruan

mempunyai tugas utama melayani masyarakat dalam dunia pendidikan.

Sejalan dengan alasan tersebut, jelas kiranya bahwa profesioanalisasi

dalam bidang keguruan mengandung arti peningkatan segala daya dan

usaha dalam rangak pencapaian secara optimal layanan yang akan

diberikan kepada masyarakat. Sehingga dimunculkan sejumlah asumsi

yang melandasi pekerjaan mendidik sebagai profesi sehingga perlu ada

profesi sehingga perlu ada profesionalisasi dalam pendidikan, yakni

sebagai berikut :

1) Subjek pendidikan adalah manusia dengan segala potensinya untuk

berkembang. Karena itu, pendidikan dilandasi oleh nilai-nilai

Page 7: Profesionalisme pendidikan

kemanusiaan; pendidikan menghargai martabat manusia, manusia

yang memiliki kemauan, pengetahuan, emosi dan perasaan.

2) Dalam melakukan aktivitasnya, pendidikan dilakukan secara sadar

dan bertujuan, jadi intensional. Ia tidak dilakukan secara random.

Oleh karena ada unsur tujuan ini, maka pendidikan menjadi normatif,

diikat oleh norma-norma dan nilai-nilai, baik yang bersifat universal

maupun yang nasional atau lokal yang menjadi acuan pelaku

pendidikan, yaitu pendidik, peserta didik, dan pengelola pendidikan

itu.

3) Oleh karena yang dihadapi oleh pendidikan adalah manusia dengan

segala teka-tekinya (enigma), maka ada teori-teori pendidikan yang

merupakan jawaban kerangka hipotesis tentang bagaimana

seharusnya pendidikan dilakukan.

4) Dalam memandang manusia, pendidikan bertolak dari asumsi yang

positif tentang potensi manusia. Potensi yang baik itulah yang harus

dikembangkan, yang oleh Norton (1977) disebut sebagai “daimon”

yakni suatu potensi yang unggul pada diri manusia ( a potential

excellence in personhood). Pendidikan merupakan usaha

mengembangkan potensi manusia yang baik (education as

development).

5) Inti pendidikan terjadi dalam prosesnya, yaitu situasi pendidikan yang

memungkinkan terjadi dialog antara pendidik dan terdidi. Dialog

memungkinkan terdidik untuk tumbuh ke arah tujuan yang

dikehendaki oleh pendidik yang selaras dengan nilai-nilai yang

dijunjung tinggi oleh masyarakat.

6) Tujuan utama pendidikan terletak pada dimensi intrinsiknya, yakni

menjadikan manusia sebagai manusia yang baik, yang dalam tujuan

pendidikan nasional digambarkan sebagai manusia yang beriman,

bertaqwa, berbudi luhur dst. Oleh karena pendidikan tidak

berlangsung dalam kevakuman dari tuntutan masyarakat.

Page 8: Profesionalisme pendidikan

Karena asumsi-asumsi dan karakteristik-karakteristik pekerjaan

kependidikan yang demikian, maka terlalu penting jika pendidikan

dilakukan secara random, hanya menurut “common sense”. Pendidikan

harus dilakukan secara profesional. Konsekuensinya, diperlukan upaya-

upaya yang sistematis dan intensional dalam rangka profesionalisasi

tenaga kependidikan yang dibahas dalam bagian selanjutnya.

D. Cakupan Profesi Kependidikan

Profesi kependidikan merupakan suatu payung yang melingkupi

berbagai profesi seperti dikemukakan dalam Undang-Ungdang nomor 20

tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS). Dalam

lingkup tenaga kependidikan ini termasuk guru, laboran, pengembang

kurikulum, pustakawan, administrator, konselor.

Pekerjaan indduknya adalah pendidikan, namun profesionalisasi

dilakukan dalam setiap sub-profesi, yang disebutkan di atas. Oleh sebab

itu, setiap diskusi mengenai profesi-profesi dalam lingkup pendidikan tidak

dapat dilepaskan dari payungnya yaitu profesi kependidikan.

Bagaimanakah hubungan antara pfofesi-profesi (sub-profesi)

kependidikan dapat didiskusikan di bawah ini :

PENGELOLA PENDIDIKAN

PENILIK/PENGAWASPENDIDIKAN

PENELITI PENDIDIKAN

LABORAN

TEKNISI SUMBERBELAJAR

PUSTAKAWAN

KONSELOR

PENDIDIK/ GURU

PROFESI PENDIDIKAN

Page 9: Profesionalisme pendidikan

Dalam pengertian di atas, profesi kependidikan umumnya

menunjukkan kepada profesi-profesi yang bergerak dalam lingkup

persekolahan. Hal ini berarti bahwa memang sekolah merupakan basis

dari profesi pendidikan.

Akan tetapi timbul masalah, karena dengan pengertian yang

terbatas ini, maka seolah-olah diluar sekolah profesi kependidikan

terbatas ruang geraknya, atau bahkan tidak mempunyai hak hidup.

Bagaimana, misalnya, dengan pendidikan luar sekolah?. Selain itu, akan

timbul kesan seakan-akan pendidikan yang harus digarap secara

profesional dan oleh tenaga-tenaga kependidikan yang profesional hanya

terbatas di sekolah. Padahal pendidikan berlangsung pula di luar sekolah,

dalam masyarakat, melalui wadah pendidikan non formal. Pendidikan

yang berlangsung di luar lingkup persekolahan pun harus dilakukan

secara profesional.

Selain tenaga pendidikan yang di rujuk Undang-Undang sistem

Pendidikan Nasional, yang pada hakekatnya bukan penetapan limitatif itu,

sesungguhnya profesi kependidikan mengacu pula kepada pendidikan

luar sekolah. Ini berarti bahwa pendidikan yang berlangsung di luar

dinding sekolah pun harus dilakukan secara profesional.

E. Profesi Kependidikan dan Ilmu Pendidikan

Keberadaan pekerjaan-pekerjaan di bidang kependidikan sebagai

profesi masih banyak dipertanyakan. Apakah pendidikan merupakan

suatu prfesi, dan apakah pekerjaan mendidik merupakan pekerjaan

profesional? Pertanyaan ini berlangsung lama, bukan hanya di indonesia,

melainkan juga di negara-negara maju.

Mungkin rumusan pertanyaan pun kurang jelas. Di bawah ini ada

rumusan lain. Apakah pekerjaan-pekerjaan mengajar dan mendidik pada

umumnya sudah dinyatakan sebagai profesi oleh peraturan rundang-

undangan ? Lalu adakah perbedaan dalam tingkat – tingkat dan mutu

Page 10: Profesionalisme pendidikan

keahlian bagi praktek pekerjaan itu, sehingga keahlian profesional itu

dapat dibedakan dari keahlian non-profesional?

Mungkin sekali keraguan muncul juga karena beberapa kenyataan,

di antaranya :

(1) Beragamnya latar belakang pendidikan orang-orang yang bergerak

dalam profesi ini.

(2) Tiadanya acuan baku mengenai praktek atau perilaku profesional

tenaga kependidikan yang disepakati bersama (dan dikuatkan hukum)

(3) Tiadanya perbedaan yang nyata dalam performans tenaga

kependidikan yang yang berlatar belakang pendidikan tenaga

kependidikan dengan yang di luar tenaga kependidikan.

(4) Tidak / Belum ada perbedaan dari tingkat / derajat mutu keahlian

dalam keguruan dan bidang pendidikan pada umumnya.

Keadaan ini berpangkal dari ketidakjelasan konsep pendidikan.

Pendidikan cenderung hanya diartikan mengajar. Padahal mendidik itu

membesarkan anak melalui medium pendidikan. Yang terjadi sekarang

melalui pengajaran di sekolah – sekolah pada umumnya bukan mendidik

dalam arti “membesarkan” anak, melainkan memindahkan atau

mengajarkan pengetahuan/informasi.

Status Ilmu Pendidikan memang banyak didiskusikan akhir-akhir

ini. Ini mengaitkan dengan timbulnya sorotan bahkan gugatan terhadap

mutu pendidikan. Kemudian orang mulai secara kritis menoleh kepada hal

yang lebih mendasar, mungkin pangkalnya terletak pada ketidakjelasan

status ilmu pendidikan itu sendiri. Diagnose sementara yang masih

bersifat hipotesis menyatakan bahwa ilmu pendidikan (di kita) sedang

mengalami krisis identitas. Batang tubuhnya tak jelas, batas-batasnya

kabur, strukturnya sebagai “a body of knowledge” samar – samar.

Struktur dan kerangka dasar Ilmu Pendidikan harus di cari, dan

rumusan itu bisa terus berekembang. Ada pandangan bahwa sosok Ilmu

Pendidikan masa depan akan lebih berorientasi futuristik, seraya

Page 11: Profesionalisme pendidikan

mengakomodasi perkembangan dalam masyarakat dan bidang –bidang

dalam keilmuan yang lain. Sikap kalangan ilmuan pendidikan yang secara

ketat terkungkung (atau mengungkung diri?) dalam tembok –tembok yang

disebutnya batas-batas disiplin akan kurang relevan. Memang batas itu

harus ada, tetapi orang harus mau melihat Ilmu Pendidikan secara inter –

dan multi –multi disipliner.

Tantangan global masa kini mengharuskan orang-orang bergerak

dalam bidang ini untuk melihat pedidikan jauh lebih luas dari apa yang

sering diartikan secara sempit dalam konteks persekolahan. Untuk bisa

berperan dalam mengentaskan martabat manusia dan mengantarkan

mereka dalam melakukan transformasi budaya, maka kalangan ilmuan

pendidikan ditantang untuk juga mau melihat realitas dunia yang semakin

ruwet dan penuh degan berbagai trend dan bahkan ketidak-pastian. Untuk

itu, studi-studi antropologi , sosiologi, ekologi, dll perlu menjadi menu para

ahli pendidikan.

F. Perlindungan Terhadap Profesi Kependidikan

Suatu perkembangan yang menggembirakan muncul, menyusul

keluarnya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, lalu muncul pula Undang-Undang Nomor 14 tahun

2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam kedua undang-undang tersebut,

secara khusus dibicarakan mengenai tenaga kependidikan. Ini

menunjukkan bahwa kedudukan tenaga kependidikan begitu penting

dalam rangka upaya memajukan pendidikan secara keseluruhan.

Bagi profesi kependidikan, undang-undang sistem pendidikan

nasional dan undang-undang guru dan dosen mempunyai arti yang

sangat penting, karena dalam undang-undang ini, profesi kependidikan

telah jelas dasar hukumnya, bahkan pekerjaan guru secara tegas telah

dilindungi keberadaanya. Insan-insan pendidikan (yaitu tenaga

kependidikan dan murid) dilindungi secara hukum, mempunyai hak-hak di

samping kewajiban-kewajibannya.

Page 12: Profesionalisme pendidikan

Gagasan mendasar yang dikandung Undang-undang Sistem

Pendidikan Nasional dan Undang-undang Guru dan Dosen dalam

kaitannya dengan tenaga kependidikan ialah perlindungan dan

pengakuan yang lebih pasti terhadap jabatan guru khususnya dan tenaga

kependidikan umumnya. Profesi-profesi ini secara tegas akan dilindungi,

dihargai, diakui, dan dijamin keberadaannya secara hukum. Perlindungan

itu secara eksplisit dikemukakan dalam banyak pasal, baik pada Undang-

undang Sistem Pendidikan Nasional maupun undang-undang Guru dan

Dosen. Prinsip-prinsip tersebebut berlaku untuk tenaga kependidikan

pada semua jenjang pendidikan. Proteksi terhadap jabatan tenaga

kependidikan menyangkut juga lembaga penghasilnya, yakni LPTK.

Dengan adanya 2 Undang-Undang tersebut berkaitan erat dengan

dasar pengakuan status profesional tenaga kependidikan ialah adanya

perlindungan hukum bagi tenaga kependidikan dalam menjalankan

tugasnya. Hal ini membuktikan adanya keistimewaan kepada tenaga

kependidikan karena memiliki “dua jenis” perlindungan hukum, yaitu

sebagai warga negara biasa dan sebagai tenaga kependidikan.

Perlindungan hukum begitu penting bagi tenaga kependidikan,

karena hanya dengan ada jaminan ini maka mereka akan terbebas dari

rasa terancam tidak berani mengambil resiko, tidak mampu mengambil

keputusan mandiri. Padahal sifat-sifat semacam ini justru merupakan ciri-

ciri yang seharusnya melekat pada orang-orang profesional, termasuk

tenaga kependidikan. Perlindungan hukum bagi tenaga kependidikan

memerlukan penjabaran lebih lanjut, dan yang lebih penting lagi adalah

implementasnya secara nyata jangan sampai jaminan ini hanya ada di

atas kertas.