Problema Dan Jiwa Keagamaan

download Problema Dan Jiwa Keagamaan

of 17

description

keagamaan

Transcript of Problema Dan Jiwa Keagamaan

PROBLEMA DAN JIWA KEAGAMAANBAB I PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang Sikap keagamaan merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama.

Sikap agama tersebut oleh adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsure kognitif, perasaan terhadap agama sebagai unsure konatif. Jadi sikap keagamaan merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan serta tindak keagamaan dalam diri seseorang. Hal ini menunjukkan bahwa sikap keagamaan menyangkut atau berhubungan erat dengan gejala kejiwaan.

1.2. Rumusan Masalah Dari pembahasan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana sikap keagamaan dan pola tingkah laku diperoleh ?

2. Bagaimana sikap keagamaan yang menyimpang ?

3. Factor apa saja yang mempengaruhi sikap keagamaan yang menyimpang.?

1.3. Tujuan Dari Rumusan masalah di atas maka dapat dicapai tujuan pokok yaitu:

1. Untuk mengetahui sikap keagamaan dan pola tingkah laku diperoleh

2. Untuk mengetahui sikap keagamaan yang menyimpang

3. Untuk mengetahui apa saja yang mempengaruhi sikap keagamaan yang menyimpang

BAB IIPROBLEMA DAN JIWA KEAGAMAAN2.1. Problema dan Jiwa Kegamaan . Agama menyangkut kehidupan batin manusia. Oleh karena itu kesadaran agama dan pengalaman agama seseorang lebih menggambarkan sisi-sisi batin dalam kehidupan yang ada kaitannya dengan sesuatu yang sacral dan dunia gaib. Dari kesadaran agama dan pengalaman agama ini pula kemudian muncul sikap keagamaan yang ditampilkan seseorang.

Pada garis besarnya teori mengungkapkan bahwa sumber jiwa keagamaan berasal dari factor intern dan factor interen manusia

Pendapat pertama menyatakan bahwa manusia adalah : Homo Kelegius (maklhuk agama) karena manusia sudah memiliki potensi untuk beragama. Potensi tersebut bersumber dari factor interen manusia yang termuat dalam aspek kejiwaan manusia seperti naluri, akal, perasaan maupun kehendak.

Teory kedua menyatakan bahwa jiwa keagamaan manusia bersumber dari factor ekstern manusia terdorong untuk beragama karena factor luar darinya seperti rasa takut, rasa ketergantungan ataupun rasa bersalah. (Sense of guilty) factor-faktor inilah yang menurut pendukung teori tersebut mendorong manusia menciptkan suatu tata cara pemujaan yang kemudian di kenal dengan agama..

2.2. Sikap Keagamaan dan Pola Tingkah LakuMengawali pembahasan mengenai sikap keagamaan. maka terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian mengenai sikap itu sendiri. Dalam pengertian umum, sikap dipandang sebagai seoerangkat.. reaksi-reaksi afektif terhadap objek tertentu berdasarkan hasi! penalaran, pemahaman clan penghayatan individu (Mar'at, 1982: 19). Dengan demikian, sikap terbentuk dari hasil belajar dan pengaiaman seseorang dan bukan sebagai pengaruh bawaan (faktor intern), seseorang, serta tergantung kepacia cbjek tertentu. Objek sikap o eh Edwards disebut sebagai psychological object (Mar'at. 1982: 21).Menurut Prof. Dr. Mar'at. meskipun belum lengkap Allport telah menghimpun sebanyak 13 pengertian mengenai sikap. Dari 13 pengertian itu dapat dirangkum menjadi 11 rumusan mengenai sikap. Rumusan umum tersebut adalah bahwa:1. Sikap merupakan hasil belajar yang diperoleh melalui pengalaman dan interaksi yang terus-menerus dengan lingkungan (attitudes are learned).2. Sikap selalu dihubungkan dengan objek seperti manusia, wawasan, peristiwa ataupun ide (attitudes bare referenl).3. Sikap dipercleh dalam berinteraksi dengan manusia lain baik di rumah, sekolah, tempat ibadat ataupun tempat lainnya melalui nasihat, teladan atau percakapan (attitudes are social learnings).4. Sikap sebagai wujud dari kesiapan untuk bertindak dengan cara-cara tertentu terhadap objek (attitudes have readiness to respond).5. Bagian yang dominan dari sikap adalah perasaan dan afektif, sepeni yang tampak dalam menentukan pilihan apakah positif, negatif atau ragu (attitudes are affective).6. Sikap merniliki tingkat intensitas terhadap objek tertentu yakni kuat atau lemah (attitudes are very intensive).7. Sikap bergantung kepacia situasi dan waktu, sehingga dalam situasi cocok (attitudes have a time dimension).8. Sikap dapat bersifat relatif consistent dalam sejarah hidup individu (attitudes have duration factor).9. Sikap merupakan bagian dari konteks. persepsi ataupun kognisi individu (attitudes are complex).10. Sikap merupakan peniiaian terhadap sesuatu yang mungkin rnern-punvai konsekuensi tertentu bagi seseorang atau vang bersang-kutan (attitudes are evaluations).11. Sikap merupakan penafsiran dan tingkah laku yang mungkin menjadi indikator yang sempurna atau bahkan tidak memadai (attitudes are infened).Rumusan tersebut menunjukkan ba'mva sikap merapakan predisposisi untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap objek tertentu yang mencakup komponen kognisi, afeksi, dan konasi. Dengan demikian sikap merupakan interaksi dari komponen-komponen tersebut secara kompleks.Merujuk kepada rumusan di atas, terlihat bagaimana hubungan sikap dengan pola tingkah laku seseorang. Tiga komponen psikologis yaitu kognisi, afeksi dan konasi yang bekerja secara kompleks merupakan bagian vang menentukan sikap seseorang terhadap sesuatu objek, baik yang berbentuk konkret maupun objek yang abstrak. Komponen kognisi akan menjawab tentang apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang objek. Komponen afeksi dikaitkan dengan apa yang dirasakan terhadap objek (senang atau tidak senang). Sedangkan, komponen konasi berhubungan dengan kesediaan atau kesiapan untuk bertindak terhadap objek (Mar'at. 1982: 21). Dengan demikian, sikap iangditampilkan seseorang merupakan hasil dari proses berpikir, merasa. dan pemilihan motif-motif tenentu sebagai reaksi terhadap sesuatu objek.Bagaimana bentuk sikap keagamaan seseorang dapat dilihat se-berapa jauh keterkaitan komponen kognisi, afeksi, dan konasi seseorang dengan masalah-masalah yang menyangkut agama. Hubungan tersebut jelasnya tidak ditentukan oleh hubungan sesaat, melainkan sebagai hubungan. proses, sebab. pembentukan sikap melalui hasil belajar dari interaksi dan pengalaman. Dan pembentukan sikap itu sendiri ternvata tidak semata-mata tergantung sepenuhnya kepada faktor eksternal melainkan juga dipengaruhi oleh kondisi faktor internal seseorang. Reaksi yang timbul dari sikap tertentu terhadap objek ditentukan oleh pengaruh faal, kepribadian. dan faktor eksternal: situasi, pengalaman dan harnbatan (Mar'at, 1982: 22). Hal ini mengisyaratkan ketiga faktor tersebut, yaitu pengaruh faal, kepribadian, dan faktor eksternal. Dalam kaitan. ini sikap didasarkan atas konsep evaluasi berkenaan dengan objek tertentu, menggugah motif untuk bertingkah laku. Sedangkan rnenunjt pandangan psikologi, sikap mengandung unsur penilaian dan reaksi afektif sehingga menghasilkan motif. Motif menentukan tingkah laku nyata (overt behaviour) sedangkan, reaksi afektif bersifat tertutup / cover tulis Mar'at (Mar'at, 1982:17).Mata rantai hubungan antara sikap dan tingkah laku terjalin dengan hubungan faktor penentu, yaitu motif yang mendasari sikap. Motif sebagai tenaga pendorong arah sikap negatif atau positif akan terlihat dalam tingkah laku nyata (oven behaviour) pada diri seseorang atau kelompok Sedanngkan motif yang dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu dapai diperkuat oleh komponen afeksi biasanva akan menjadi lebih stabil. Pada tingkat tertentu motif akan berperan sebagai central attitude vang akhimya akan membentuk predisposisi. Proses ini terjadi dalam diri seseonng terutama pada tingkat usia dini. Predisposisi menurut Mar'at merupakan sesuatu yang telah dimiiiki seseorang semenjak kecil sebagai hasil rembentukan dirinya sendiri (Mar'at, 1982:18). Dalam hubungan ini tergambar bagaimana hubungan pembentukan sikap keagamaan sehingga dapat menghasilkan bentuk pola tingkah laku keagamaan dengan jiwa keagamaan. Telaah psikologi dan psikologi agama tampaknya sudah mulai menyadari potensi-potensi dan daya psikis manusia yang berkaitan dengan kehidupan spiritual. Kemudian menempatkan potensi dan daya psikis tersebut sebagai sesuatu yang penting dalarn kehidupan manusia. Selain itu, mulai tumbuh suatu kesadaran bar- mengenai hubungan antara potensi dan daya psikis tersebut dengan sikap dan pola tingkah Iaku manusia.Berangkat dari telaah dan pandangan tersebut akan membawa pada kesimpu'an bahwa jiwa keagamaan sebenarnya merupakan bagian dari komponen intern psikis manusia. Pembentukan kesadaran agama pada diri seseorang pada hakikatnya tak lebih dari usaha untuk menum.huh dan mengembangkan potensi dan daya psikis. Namun. yang menjadi permasalahan krusial adaiah bagaimana usaha yang dilakukan agar bimbingan yang diberikan sejalan dengan hakikat potensi yang luhur tersebut. Menurut Gordon Allport. bahwa memang manusia memiiiki sifat-sifat dasar atau tabiat yang sarna. Sifat-sifat dasar ini ditampilkan dalam sikap yang secara totalitas ternhat sebsgai ciri-ciri kepribadian individu dan kemudian terangkum dalam sikap kelompok. Adanya perbedaan individu pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan situasi ling-kungan yang dihadapi masing-masing (Philip G. Zimbardo.l979:296). Merujuk kepada temuan ini. barangkali pemahaman sifat-sifat dasar yang merupakan ciri khas yang ada pada manusia dapat dikaitkan dengan konsep fitrah dalam pandangan Islam, jika hal ini dapat diterima, maka pembentukan sikap dan tingkah laku keagamaan dapat dilakukan sejaian dengan fitrah tersebut bila situasi lingkungan dibentuk sesuai dengan ketentuan ajaran agama yang prinsipil, yaitu ketauhidan.2.3. Sikap Keagamaan yang MenyimpangDalam pandangan psikologi agama. ajaran agama memuat norma norma yang dijaciikan pedoman oleh pemeluknya dalam bersikap dan bertingkah laku. Norma-norma tersebut. mengacu kepada pencapaian nilai-nilai luhur yang mengacu kepada pembentukan kepribadian dan keserasian hubungan sosial dalam upaya memenuhi ketaatan. kepada Zat Yang Supernatural. Dengan demikian. sikap keagamaan merupakan kecenderungan untuk memenuhi tuntutan dimaksud.Tetapi, dalam kenyataan hidup sehari-hari tak jarang dijumpai adanya penyimpangan yang terjadi.Sikap keagamaan yang menyimpang terjadi bila sikap seseorang terhadap kepercayaan dan keyakinan terhadap agama yang dianutnya mengalami perubahan. Perubahan sikap seperti itu dapat terjadi pada. orang per orang (dalam diri individu) dan- juga pada kelompok atau masyarakat. Sedangkan perubahan sikap itu memiliki tingkat kualitas dan intensitas yang mungkin berbeda dan bergerak secara kontinyu dari positif melalui areal netral ke arah negatif (Mar'at, 1982:17). Dengan demikian, sikap keagamaan yang menyimpang, sehubungan dengan perubahan sikap tidak selalu berkonotasi buruk Sikap keagamaan yang menyimpang dan tradisi keagamaan yang cenderung keliru mungkin akan menimbulkan suatu pemikiran dan gerakan pembaruan. seperti halnya Martin Luther. Demikian pula, Sidharta Gautama yang meninggalkan agama Hindu kemudian menjadi pelopor lahimya agama Budha. Keduanya merupakan contoh dari sekian banyak kasus sikap keagamaan yang menyimpang, namun yang positif. Selain itu, tak kurang pula kasus-kasus negatif yang bersumber dari adanya sikap keagamaan yang menyimpang ini, Sikap kurang toleran, fanatisme, fundamentals maupun sikap menentang merupakan sikap keagamaan yang rnenyimpang / Seseorang atau sekelompok penganut suatu agama mungkin saja bersikap kurang toleran terhadap agama lain ataupun aliran lain yang berbeda dari aliran agama yang dianutnya. Demikian pula, misalnya, terjadi sikap fanatik yang menyebabkan seseorang atau kelompok beranggapan bahwa hanya agama yang di- peluknya ssia sebagai yang paling benar. Selain itu, dapat pula terjadi 1 sikap yang fundamentals berupa sikap menentang terhadap agama yang berbeda dengan agama yang mereka anut.Sikap keagamaan yang menyimpang seperti itu merupakan masalah yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan tindakan yang negatif dari tingkat yang terendah hingga ke tingkat yang paling tinggi, seperti sikap regresif (menarik diri) hingga ke sikap yang demonsiratif (unjuk rasa). Sikap menyimpang seperti itu umumnya berpeluang untuk terjadi dalam diri seseorang maupun kelompok pada setiap agama. Perseteruan antar agama yang teriadi seperti peristiwa Perang Salib, munculnya gerakan IRA di Inggris (Iriandia Utara), hingga ke aliran-aliran keagamaan yang dianggap menyimpang misalnya, Children of God di Amerika maupun sekte kiamat di Jepang yang menamakan kelompoknya Awn Sbimikyd (Kebenaran Tertinggi). Selain dalam bentuk kelompok, sikap keagamaan yang menyimpang juga dapat rerjadi pada orang per orang. Dan biasanya sikap keagamaan yang menyimpang dalam bentuk kelompok aliran ataupun sekte berawal dari pengaruh sikap seorang tokoh. Seorang yang mempunyai pengaruh terhadap kepercayaan dan keyakinan orang lain, sebagai bagian dan tingkat pikir yang transendental Religius (Kasmiran Wuryo, 1982: 104).Masalah yang menyangkut sikap keagamaan ini umumnya tergan-tung hubungan persepsi seseorang mengenal kepercayaan dan keyakinan. Kepercayaan adalah tingkat pikir manusia dalam mengalami proses berpikir yang telah dapat membebaskan manusia dari segaia unsur-unsur yang terdapat di luar pikirannya. Sedangkan keyakinan adaiah suatu tingkat pikir yang dalam proses berpikir manusia telah menggunakan kepercayaan dan keyakinan ajaran agama sebagai penyempurnaan proses, pencapaian kebenaran, dan kenyataan yang terdapat di luar jang-kauan pikir manusia. (Kasmiran Wuryo, 1982: 104). Kepercayaan dan keyakinan merupakan hal yang abstrak sehingga. secara empirik sulit dibuktikan secara nyata mengenai kebenarannya. Oleh karena itu, pengauh yang ditimbulkan terhadap seseorang cenderung berwujud pengaruh psikologis. Pengaruh tingkat pikir ini memang memiliki variasi yang luas misalnya aliran sepeni sekularisme, liberalisme, sosialisme, fasisme, ma^erialisme, dan sebagainya. Tetapi di luar itu, ada juga pengaruh terhadap tingkat pikir yang lain seperti totemisme. magico, mistisisme, animisme. cinamisme, politeisme maupun monoteisme. Tingkat pikir yang kedua ini disebut dengan tingkat pikir atau tingkat berpikir transendental. religius (Kasmiran \Vuiyo, 1982: 105).S:ikap keagamaan yang menyimpang dapat terjadi, bila terjadi penyimp angan pada kedua tingkat pikir dimaksud, sehingga dapat memberi kepercayaan dan keyakinan baru pada seseorang atau kelompok. Apabila tingkat pikir tersebut mencapai tingkat kepercayaan serta keyakinan yang tidak sejalan dengan ajaran agama tertentu maka akan terjadi sikap keagamaan yang menyimpang, baik dalam diri orang per orang (individu) kelompok atau pun masyarakat. Sebab, sikap mcmiliki sasaran tertentu baik konkret maupun abstrak (Mar`at, 1982:18). 5ikap keagamaan yang menyimpang boleh dikatakan dapat terjadipada hampir semua bidang kehidupan manusia dan kaitannya dengan nilai-nilai ajaran agama. Penyimpangan tersebut mungkin menyangkut bidang keyakinan, ritual, doktrin. ataupun perangkat keagamaan. Kehadiran aliran ataupun sekte baru, dan ke luar dari nilai-nilai dasar ajaran agama formal, dapat dianggap sebagai sebuah penyimpangan. Penyimpangan sepeni ini lazimnya akan berkembang ke bentuk gerakan keagamaan.Di luar itu, sikap keagamaan yang menyimpang juga bisa termanifestasikan dalam pelanggaran terhadap nilai-nilai moral ataupun norma-norma agama. Perilaku penyimpangan ini disebut sebagai tindakan amoral. Bahkan bisa meningkat ke tindakan yang mengarah pada "per-mainan moral" (moralgames), yang di dalamnya batas baik-buruk, benar-salah, pantas -tidak pantas dibuat-jadi samar. Kecenderungan ini akan menggiring pada situasi imoralitas (Yasrif Amir Piliang. Kompas. 21 November 2005). Yasrif menyebutnya sebagai moralitas minimalis". Indikatornya, yang pertama, berupa tindakan melanggar atau melawan moral (a-morality). dengan melakukan aneka tindakan \an.g jahat, tak pantas atau tak arif. Kedua, tindakan "mempermainkan" prinsip atau nilai-nilai moral itu sendiri (immorality, dengan cara memutarbalikkan atau mempermainkan batas-batas moral antara baik/'jahat, benar/salah, atau pantas/tak pantas. Berangkat dari pemahaman ini. agaknya pelaku tindak korupsi dapat digolongkan sebagai pribadi yang terjangkit moralitas minimalis. Secara harfiah. korupsi berarti kebusukan. keburukan. kebejatan, ketidakjujuran. dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan diri kesucian (jut: Audi Hamzab, 2005:4). Korupsi didefinisikan sebagai Denyelewengan atau penggelapan (uang negara, perasahaan dan sebagainva) untuk keun-tungan pribadi atau orang lain (KBBI, 1990:462j. Diiihat dari pendekatan normatif, tindak korupsi bukan saja menyangkut pelanggaran. ncrma hukum, tetapi juga norma-norma agama. kebiasaan dan kesusilaan Jur. Andi Hamzab-.23). Sebagai fenomena sosial. korupsi bisa didekati daiam berbagai kajian ilmu-ilmu sosiai sepeni sosiologi. antropologi, politik. psikologi. dan ekonomi (AliefAulia Rezza. Kompas. 11 November 2005). termasuk psikologi agama.Tindak korupsi merupakan perbuatan yang akan menimbulkan dampak negatit bersifat ganda. Dalam Islam perbuatan ini tergolong sebagai fabsy (keji), yang mana mudharatnya tidak hanya menimpa diri pelakunya, tetapi juga orang lain (Alqur`an dan Terjemabannya. 1990: 98). Pada hakikatnya, pelaku kompsi telah melakukan perbuatan nista yang menganiaya dirinya sendiri dan sekaligus menimpakan petaka bagi orang lain. Disebut menganiaya diri sendiri karena pelaku tindak korupsi adalah sosok yang telah kehilangan jati dirinya sebagai manusia yang beradab. Sistem nilai yang ada dalam dirinya (moral, hukum, adat istiadat. maupun agama:) dihancurkan oleh keserakahan yang bersumber dari dorongan nafsunya.Dengan menggunakan pendekatan psikoanalisis, pelaku tindak korupsi adalah pribadi yang egonya dikalahkan oleh Id (Das Es). Kesadaran dirinya ditundukkan oleh dorongan naluriah. Hanya karena ingin memenuhi kenikmatan -hidup dan kesenangan pleasure principle). pelakunya bersedia mengorbankan unsur moral dan keadilan yang ada.Menurut Murtadha Muthahhari, dalam diri manusia tersembunyi dorongan untuk berpegang kepada nilai-nilai moral. Dorongan yang termasuk nilai-nilai utama (sinnmum bonum) ini biasa disebut sebagai akhlak yang baik. Dengan adanva dorongan ini maka manusia sejatinya memiliki kecenderungan untuk memanifestasikan nilai-nilai yang dimaksud dalam kehidupannya. Wujud konkritnya antara lain berupa kejujuran, amanah, ketakwaan, kesucian dan kehajikan lainnya (Murtadha Muthahhari, 1998: 52). Nilai-nilai utama ini merupakan bagian dari fitrah manusia. Dengan demikian tindak korupsi hanya mungkin terjadi, bila nilai-nilai utama yang dimaksud dimanipulasi dengan mendesekralisasikannva.Terlepas dari bagaimana bentuk dan caranya (modus operandi), tindak korupsi dilakukan secara sadar. Mungkin saja ada pengaruh luar (motif ekstririsik). Namun yang jelas dorongan intern pelaku (motif intrinsik) terkesan lebih dominan. Sumbernya adalah ada semacam perasaan ''tidak puas" terhadap kondisi yang ada. ingin memiliki sesuatu yang belum dimiliki. Dorongan seperti ini akan "membenih." sifat rakus yang apabila tidak dapat dibendung. lazimnya akan mendorong sese-orang untuk melakukan tindak korupsi.Agama sebagai sistem nilai. seben-mva berisi khasanah yang cukup lengkap untuk mengantisipasi muncuir.va gejolak sifat rakus itu. Dalani nilai-nilai ajaran Islam tindakan antisipasi: itu termuat antara lain di ibadah puasa. Setidaknya ada dua target utami yang terangkum di dalamnya, yakni imsak bi dan imsak 'an. Imsak bi berkaitan dengan upaya untuk menahan diri agar tidak melanggar ketentuan puasa itu sendiri. Atas dasar keyakinan, tetap berpegang teguh Berusa tegak di atas keyakinan itu, serta akan tetap mempertahankannya dengan seluruh hidupnya (Jalaiuddin Rahmat, 1991:142).Dijelaskan selanjutnya, bahwa imsak 'an (menahan.diri) dari pengaruh luar sebagai latihan dalarn rembentuk sikap lahir dan batin. Mewujudkan sosok pribadi takwa yang sejalan dengan capaian akhir dari ibadah puasa itu sendiri. Meminjan konsep imam Ghazali, Jalaluddin Rahmat menyebut enam tahapan dalam imsak 'an . Mulai dari menahan pandangan. menjaga lidah (ucapan), menahan pendengaran, menahan seluruh anggta. menahan selera, menahan suasana hati antara harap dan cemas terhadap ganjaran Allah.Di balik itu semua, sifat rakus dapat diantisipasi dengan bersukur. Mewujudkan rasa syukur teihadap nikmat Allah. "Di antara nikmat-nikmat itu ada yang binal bagaikan hewan-bewan hutan yang liar. Oleb sebab itu maka ikatlah nikmat itu dengan bersyukur kepada Allah. "Hindarilah sifat rakus, karena rakus itu merupakan kemiskinan yang nyata (Abdullah bin Nuh. 1986: 353). Pesan Rasul Saw. ini mengindikasikan adanya tindakan koruptif dengan kondisi psikologis pelakunya. Kufur nikmat (tidak bersyukur) dan sifat rakus (tak pernah merasa cukup.2.4.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Keagamaan yang MenyimpangSikap berfungsi menggugah motif untuk bertingkah laku. baik dalam bentuk tingkah laku nyata (overt behavior), maupun tingkah laku tertutup (coier behavior). Dengan demikian, sikap mempengaruhi dua bentuk reaksi seseorang terhadap objek, yaitu dalam bentuk nyata dan terselubung. Karena sikap diperoleh dari hasil belajar atau pengaruh lingkungan maka sikap dapat diubah, walaupun sulit (Mar'at, 1982: IS).Terjadinya sikap keagamaan yang menyimpang berkaitan erat dengan perubahan sikap. Beberapa teori psikologis mengungkapkan mengenai perubahan sikap tersebut, antara lain: teori stimulus dan respons. teori pertimbangan sosial, teori konsistensi dan teori fungsi (Mar'at, 19S2: 26-27). Masing-masing teori didasarkan atas pendekatan aliran psikologis tersebut.Teori stimulus dan repon yang memandang manusia sebagai organisme menyamakan perubahan sikap dengan proses belajar. Menurut teori ini ada tiga variabel yang-mempengaruhi terjadinya perubahan sikap, yaitu pengertian dan penerimaan (Mar`at, 1982: 27). Mengacu kepada teori ini, jika seseorang atau sekelompok memiliki perhatian terhadap sesuatu objek dan memahami objek dimaksud serta menerimanya. maka akan terjadi perubahan sikap. Objek itu sendiri menurut teori ini harus difungsikan sebagai stimulus agar dapat merespons perhatian, pengertian serta penerimaan oleh seseorang atau kelompok. Jadi, perubahan sikap sepenuhnya bergantung pada kemampuan lingkungan untuk mendapatkan stimulus yang dapat menimbulkan reaksi dalam bentuk respons. Hal ini menun.jukkan untuk mengubah sikap diperlukan kemampuan untuk merekayasa objek sedemikian rupa hingga menarik perhatian memberi pengertian hingga dapat diterima.Dalam kaitannya dengan sikap keagamaan yang menyimpang maka pengaruh stimulus yang relevan adalah segala bentuk objek yang berhubungan dengan keagamaan. Misalnya saja di dalam suatu masyarakat muncul aliran-aliran keagamaan tertentu yang berbeda dengan tradisi keagamaan yang berjalan. Kehadiran aliran tersebut kemudian menarik perhatian. sehingga terdorong untuk mengetahuinya lebih jauh. Hasil dari proses itu kemungkinan dapat memberi pengertian baru bagi mereka yang terlibat. Bila ada di antara yang ikut terlibat mcmpelajari aliran tersebut maka ada manfaat bagi dirinya, mereka akan menerimanya, sedangkan bagi yang menganggapnya tidak bermanfaat akan rnenolaknya. Kelompok yang pertama biasanya akan melangkah ke tingkat penerimaan dan dengan demikian akan terjadi perubahan pada diri mereka dalam menyikapi aliran baru yang mereka terima itu. Dilihat dari sudut tradisi keagamaan yang berlaku, sikap mereka ini dapat dikelompokkan sebagai sikap keagamaan yang menyimpang.Selanjutnya, teori kedua yaitu teor pertimbangan sosial melihat - perubahan sikap dari pendekatan psikologi sosial. Menurut teori ini perubahan sikap ditentukan oleh faktor internal dari faktor eksternal faktor internal yang mempengaruhi perubahan sikap adalah: 1) persepsi sosial 2) posisi sosial dan proses belajar sosial. Sedangkan faktor eksternal terdiri atas 1) faktor penguatan (ret iforcement); 2) komunikasi persuasif; dan 3) harapan yang di inginkan. Perubahan sikap menurut teori ini ditentukan oleh keputusan-keputusan sosiai sebagai hasil interaksi faktor internal dan eksternal (Mar'at, 1982: 35-36;.Perubahan sikap dalam kaitannya dengan sikap keagamaan yang menyimpang merujuk kepada teori pertimbangan sosial ini tampaknya menyangkut faktor status sosial seseorang dalam masyarakat. Penyimpangan sikap keagamaan yang dipengaruhi oleh status sosial ini cenderung dilatar belakangi harapan untuk mengembalikan kedudukan di dalam masyarakat. Misalnva seseorang yang semula dihormati dalam rnasyarakat kemudian mendapat saingan dari tokoh lain. Karena kalah dalam persaingan tersebut pandangan masyarakat beralih kepada tokoh pendatang baru. Maka untuk mengembalikan status yang pernah diperolehnya kemungkinan besar ia cenderung untuk melakukan suatu yang menyimpang guna menarik kembali perhatian masyarakat, yaitu untuk mengisi kekosongan wibawa yang hilang.Di lain pihak kemungkinan pula sikap keagamaan yang menyimpang ditampilkan seseorang tokoh dalam masyarabt daiam bentuk positif, atas dasar pertimbangan untuk kepentingan masyarakat banyak. Sikap keagamaan yang menyimpang seperti ini terlihat daiam kasus pembaharuan pemikiran keagamaan. Para tokoh reformer (mujaddid) umumnya menampilkan sikap keagamaan yang menyimpang dari tradisi keagamaan yang berjalan di masyarakat. Sikap keagamaan vang menyimpang seperti ini dalam sejarah keagamaan umumnya diakhiri dengan munculnya kelompok baru yang mampu mengubah tatanan tradisi keagamaan yang ada. Beberapa contoh yang mengacu kepada kasus ini antara lain seperti yang dilakubn oleh Sidharta Gautama. Martin Luther, Kaisar Konstamin, dan sejumlah tokoh pembaharuan dalam pemikiran keagamaan lainnya. Teori yang ketiga, yaitu teori konsistensi. Menurut teori ini perubahan sikap lebih ditentukan oleh faktor intern yang tujuannya untuk menyeimbangkan antara sikap dan perbuatan. Oleh karena itu teori konsistensi ini oleh Fritz Heider disebut balance theory (Mar'at, 1982:37),Osgood dan Tannenbaum menamakan conguity (keharmonisan), Festinger menyebutkan kan cognitive dissonance, serta Brohm menamakannya reactance (Mar'at, 1982:37-47). Walaupun berbeda dalam penamaan, namun intisari dari teori konsistensi ini adalah bahwa perubanan sikap merupakan proses yang terjadi pada diri seseorang dalam upaya untuk mendapatkan keseimbangan antara sikap dan perbuatan. Berdasarkan berbagai pertimbangan, maka seseorang kemudian memilih sikap tertentu sebagai dasar untuk bereaksi atau bertingkah laku.Dalam kehidupan keagamaan barangkali perubahan sikap ini berhubungan dengan konversi agama. Seseorang yang merasa bahwa apa yang dilakukan sebelumnya adalah keliru. berupaya untuk mcmpertimbangkan sikapnya. Pertimbangan tersebut melalui proses dari munculnya persoalan hingga tercapainya suatu keseimbangan. Keempat fase dalam proses terjadinya perubahan sikap itu adalah.:1. Munculnya persoalan yang dihadapi.2. Munculnya beberapa pengertian yang harus dipilih3. Mengambil keputusan berdasarkan salah satu pengertian yang dipilih.4. Terjadi keseimbangan.Pcrubahan sikap seperti ini. Menurut Heider dilatarbelakangi oleh perasaan senang dan tidak senang. sedangkan Osgood dan Tannenbaum menekankan pada penyamaan persepsi. Festinger lebih menekankan pada peran kognitif seperti halnya Brohm. Mengacu kepada teori ini perubahan sikap yang menyangkut kehidupan beragama dapat terjadi oleh karena adanya pengaruh dalam diri seseorang. Pengaruh tersebut menimbulkan persoalan hingga terjadi ketidakseimbangan dalam batin-nya. Untuk mengembalikan agar terjadi keseimbangan seperti semula, maka dilakukan pemilihan dari berbagai alternatif yang memungkinkan. Pemilihan alternatif dapat didasarkan atas pertimbangan aspek efektif maupun kognitif. Pilihan yang terbaik biasanya adalah yang paling cocok dan dapat memberi kestabilan pada diri seseorang. Kondisi tersebut dapat menimbulkan keharmonisan dan keseimbangan.Perubahan sikap yang dihubungkan dengan sikap keagamaan yang menyimpang menurut teori konsistensi ini terdapat dalam kasus-kasus konversi agama. Konversi pada dasarnya bersumber dari konflik yang terjadi dalam diri seseorang. Konflik tadi pada tingkat tertentu menimbulkan semacam kegelisahan batin sebagai persoalan yang harus mendapat pemecahan. Selanjutnya timbul beberapa kemungkinan untuk dijadikan pertimbangan dalam menemukan jalan ke luar. Pemilihan jalan ke luar vang cocok dan tepat biasanva adalah yang paling dapat memberikan ketenangan batin bagi yang bersangkutan.Menurut teori fungsi perubahan sikap seseorang dipengaruhi oleh kebutuhan seseorang. siap memiliki suatu fungsi untuk menghadapi dunia luar agar individu senantiasa menyesuaikan dengan lingkungan menurut kebutuhannya (Mar'at, 1982: 49). Katz berpendapat bahwa sikap memiliki empat fungsi yaitu, 1) fungsi instrumental; 2) fungsi penahanan diri; 3) fungsi penerima dan peniberi arti; dan 4) fungsi nilai ekspresif.Berdasarkan fungsi instrumental, manusia dapat membentuk sikap positif maupun negatif terhadap objek yang dihadapinya. Adapun fungsi pertahanan diri berperan untuk melindungi diri dari ancaman luar. Kemudian fungsi penerima dan memberi arti berperan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Selanjutnya, fungsi nilai ekspresif terlihat dalam pernyataan sikap sehingga tergambar bagaimana sikap seseorang atau kelompok terhadap sesuatu (Mar'at, 1982: 48).Teori fungsi ini mengungkapkan bahwa terjadinya perubahan sikap tidak berlangsung secara serta merta. melainkan melalui suatu proses penyeimbangan diri dengan lingkungan. Keseimbangan tersebut merupakan penyesuaian diri dengan kebutuhan.BAB III PENUTUP 3.1. KesimpulanSikap keagamaan dan interen diperoleh dari dari faktor interen dan externmanusia. Pendapat pertama menyatakan bahwa manusia adalah Homo Religius (maklhuk agama) karena manusia sudah memiliki potensi untuk beragama. Potensi tersebut bersumber dari factor interen manusia yang termuat dalam aspek kejiwaan manusia seperti naluri, akal, perasaan maupun kehendak.

Sikap keagamaan yang menyimpang terjadi bila sikap seseorang terhadap kepercayaan dan keyakinan terhadap agama yang dianutnya mengalami perubahan. Perubahan sikap seperti itu dapat terjadi pada. orang per orang (dalam diri individu) dan- juga pada kelompok atau masyarakat.Selain itu, tak kurang pula kasus-kasus negatif yang bersumber dari adanya sikap keagamaan yang menyimpang ini, Sikap kurang toleran, fanatisme, fundamentals maupun sikap mcnentang merupakan sikap keagamaan yang rnenyimpangFaktor yang mempengaruhi sikap keagamaan yang menyimpang adalah faaktor internal dan faktor eksternal.Faktor internal yang mempengaruhi perubahan sikap; persepsi sosial, posisi sosial danproses belajar sosial. Sedangkan penguatan komunikasi persuasif harapan yang diinginkan

3.2. SaranDalam pembuatan makalah ini apabila ada keterangan yang kurang bisa dipahami mohon maaf yang sebesar-besarnya dan kami sangat berterima kasih apabila ada kritik dan saran yang bersifat membangun seebagai penyempurna.

DAFTAR PUSATAKA Al Maliky, Muhammad, Alawy. Paham-Paham Yang Perlu Diluruskan. Terj: Indri Mahally Fikry. Jakarta; Fikahati Aneska.1994.

Al-Syaibany. Omar. Mohammad Al- Toomy. Falsafah Pendidikan Islam Terj. Hasan Langgulung. Jakarta: Bulan Bintang .