ANALISA PROBLEMA SERTA CARA MENGATASI KERETAKAN …
Transcript of ANALISA PROBLEMA SERTA CARA MENGATASI KERETAKAN …
ANALISA PROBLEMA SERTA CARA MENGATASI
KERETAKAN PADA BALOK PADA BANGUNAN GEDUNG DI
KOMPLEK KRAKATAU MAS MEDAN ( Studi Kasus )
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas
Dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh
Ujian Sarjana Teknik Sipil
Disusun oleh :
WAHYUDI
06 0404 049
SUBJURUSAN STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT Tuhan
Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah, serta innayah-Nya
hingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul “ANALISA
PROBLEMA SERTA CARA MENGATASI KERETAKAN PADA BALOK
PADA BANGUNAN GEDUNG DI KOMPLEK KRAKATAU MAS MEDAN”.
Tugas akhir ini disusun untuk diajukan sebagai syarat dalam ujian sarjana
teknik sipil bidang studi struktur pada fakultas teknik Universitas Sumatera Utara
(USU) Medan. Penulis menyadari bahwa isi dari tugas akhir ini masih banyak
kekurangannya. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya
pemahaman penulis. Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari bapak dan
ibu dosen serta rekan mahasiswa untuk penyempurnaan tugas akhir ini.
Penulis juga menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak, tugas akhir ini tidak mungkin dapat diselesaikan dengan baik. Oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang senantiasa penulis cintai yang dalam
keadaan sulit telah memperjuangkan dan mengorbankan segalanya baik tenaga,
pikiran dan harta hingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada :
1. Bapak Dr.Ing.Johannes Tarigan. Selaku Ketua Departemen Teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan
pikiran untuk memberikan bimbingan dalam menyelesaikan tugas akhir ini
2. Bapak Ir. Syahrizal, M.T Selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas
Sumatera Utara.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna, M.T selaku pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan bimbingan yang luar
biasa kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
4. Bapak/Ibu staf pengajar jurusan teknik sipil Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuan dan kemudahan
dalam penyelesaian administrasi.
6. Untuk teman-teman teknik sipil USU stambuk 2006. Selain itu penulis juga
ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Musteker yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
7. Seluruh rekan-rekan mahasiswa-mahasiswi jurusan teknik sipil USU.
Akhir kata penulis mengharapkan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Medan, Mei 2013
Hormat Saya,
Penulis
Wahyudi
NIM : 06 0404 049
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Pada umumnya bangunan gedung di Kota Medan tidak direncanakan secara
baik dan dibangun dengan pengawasan yang buruk, sehingga beresiko besar terhadap
keretakan struktur maupun non struktur. Struktur bangunan gedung di Kota Medan
sebagian besar terdiri dari beton bertulang yang dirancang untuk memenuhi usia
layan tertentu. Seiring dengan usianya, akan terjadi penurunan kualitas beton yang
akan mempengaruhi daya dukung terhadap beban – beban yang bekerja. Kondisi
lingkungan yang agresif dan korosif akan memicu degradasi kemampuan layan dari
elemen – elemen struktur beton. Untuk mengatasi hal tersebut telah banyak
dilakukan langkah – langkah perbaikan struktur beton.
Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisa faktor penyebab terjadinya
keretakan balok pada bangunan gedung yang berasal dari sifat beton itu sendiri
seperti rangkak dan susut, faktor bahan dan material pembentuk balok beton
bertulang seperti mutu beton dan baja tulangan yang digunakan serta gaya – gaya
yang bekerja seperti momen lentur, gaya geser dan torsi yang mana proses
perhitungan nya berdasarkan SNI 03-2847-2002 dan melakukan perbaikan struktur
balok yang retak dengan metode injeksi dengan material epoxy dan metode grouting.
Berdasarkan analisis yang diperoleh bahwa sebagian besar penyebab
keretakan balok pada bangunan gedung tersebut adalah disebabkan oleh besarnya
momen negatif maksimum balok dibandingkan dengan momen maksimum portal
dari masing-masing tipe balok tersebut dengan besar perbandingan mencapai 80 %.
Sehingga untuk acuan perencanaan dipakai lah nilai momen negatif maksimum balok
tersebut agar balok selalu dalam kondisi aman.
Kata kunci : Balok Beton Bertulangan Rangkap, SNI 03-2847-2002, Retak Balok.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
ABSTRAK..................................................................................................................iii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iv
DAFTAR TABEL........................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................x
DAFTAR NOTASI...................................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1. Latar Belakang..................................................................................................1
1.2. Perumusan Masalah..........................................................................................3
1.3. Pembatasan Masalah.........................................................................................3
1.4. Maksud dan Tujuan...........................................................................................4
1.5. Metode Pengumpulan Data...............................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6
2.1. Pengertian Beton dan Beton Bertulang.............................................................6
2.1.1. Kelebihan Beton Bertulang Sebagai Suatu Bahan Struktur.....................6
2.1.2. Kelemahan Beton Bertulang Sebagai Suatu Bahan Struktur...................8
2.2. Sifat – Sifat Beton Bertulang.............................................................................9
2.2.1. Sifat Jangka Pendek................................................................................9
2.2.1.1. Kuat Tekan.................................................................................9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2.1.2. Modulus Elastisitas Statis........................................................11
2.2.1.3. Modulus Elastisitas Dinamis.....................................................13
2.2.1.4. Perbandingan Poisson...............................................................13
2.2.1.5. Kuat Tarik.................................................................................14
2.2.1.6. Kuat Geser................................................................................15
2.2.2. Sifat Jangka Panjang..............................................................................16
2.2.2.1. Rangkak....................................................................................16
2.2.2.2. Susut..........................................................................................17
2.3. Persyaratan Bahan Penyusun Beton Bertulang................................................19
2.3.1. Persyaratan Air........................................................................................19
2.3.2. Persyaratan Semen..................................................................................19
2.3.3. Persyaratan Pasir.....................................................................................22
2.3.4. Persyaratan Kerikil..................................................................................22
2.3.5. Persyaratan Baja Tulangan.....................................................................23
2.4. Jenis-Jenis Retak Pada Balok Beton Bertulang...............................................25
2.4.1. Retak Akibat Penurunan Plastis...............................................................25
2.4.2. Retak Akibat Susut Plastis ( Plastic Shrinkage Cracks ).........................26
2.4.3. Retak Rambut ( Microcracking ).............................................................26
2.4.4. Retak Vertikal ( Retak Lentur )...............................................................27
2.4.5. Retak Miring ( Retak Geser )...................................................................27
2.4.6. Retak Puntir ( Torsion Crack ).................................................................27
2.5. Metode Kekuatan Pada Balok Beton Bertulang...............................................27
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.5.1. Anggapan - Anggapan.............................................................................30
2.6. Peraturan dan Standard Perencanaan Berdasarkan SK SNI 03-2847-2002.......31
2.6.1. Faktor Keamanan.....................................................................................32
2.6.1.1. Faktor Beban...............................................................................32
2.6.1.2. Faktor Reduksi Kekuatan ( )....................................................33
2.6.2. Prinsip Hitungan Struktur Beton Bertulang.............................................34
2.6.3. Tinggi Penampang Minimal Balok..........................................................36
2.6.4. Rasio Tulangan Maksimal dan Minimal Serta Faktor Momen pikul
Maksimal Balok.......................................................................................36
2.7. Balok Persegi Panjang dengan Tulangan Rangkap.............................................40
2.7.1. Pengertian Balok Tulangan Rangkap.......................................................40
2.7.2. Distribusi Regangan dan Tegangan.........................................................40
2.7.3. Tinggi Blok Tegangan Beton Tekan........................................................43
2.7.4. Momen Nominal dan Momen Rencana Balok.........................................44
2.7.5. Nilai a Untuk Baja Tulangan.....................................................................46
2.7.6. Balok dengan Tulangan Tekan Belum Leleh............................................51
2.7.7. Skema Hitungan Beton Bertulang Rangkap.............................................52
2.8. Tulangan Geser Balok.........................................................................................54
2.8.1. Retak Balok Akibat Gaya Geser.................................................................54
2.8.2. Perencanaan Tulangan Geser / Begel Balok...............................................56
2.8.2.1. Pertimbangan Dalam Perhitungan Tulangan Geser / Begel......56
2.8.2.2. Skema Hitungan Begel Balok....................................................59
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.9. Tulangan Torsi Balok..........................................................................................61
2.9.1. Arti / Pengertian Torsi........................................................................61
2.9.2. Perilaku Torsi Sebelum Terjadi Retak................................................62
2.9.3. Perilaku Torsi Setelah Terjadi Retak..................................................64
2.9.4. Perencanaan Tulangan Torsi...............................................................67
2.9.4.1. Pertimbangan Untuk Perencanaan Tulangan Torsi...............67
BAB III METODELOGI PENELITIAN.............................................................73
3.1. Data Umum Studi Kasus................................................................................73
3.2. Data Teknis Studi Kasus................................................................................73
3.3. Skema Penyelesaian Tugas Akhir..................................................................74
BAB IV ANALISA PERHITUNGAN...................................................................75
4.1. Perhitungan Beban Balok Arah Melintang Dan Memanjang Pada
Pelat Atap.........................................................................................................75
4.1.1.Perhitungan Momen Primer Serta Beban Merata Ekivalen Untuk
Berbagai Bentuk Pembebanan Berdasarkan Rumus Umum Yang
Ada...........................................................................................................75
4.1.2. Perhitungan Beban Mati Serta Beban Hidup Untuk Masing-
Masing Tipe Pada Pelat Atap..................................................................80
4.2. Perhitungan Momen Rencana Balok ( Mr Balok )............................................82
4.3. Perhitungan Momen Perlu Balok maximum ( Mu Balok Max ) Untuk Masing
Masing Tipe Dengan Cara Mekanisme............................................................84
4.4. Perhitungan Gaya Geser / Lintang Balok Untuk Masing
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Masing Tipe.....................................................................................................94
4.5. Perhitungan Momen Torsi / Puntir Balok Untuk Masing
Masing Tipe....................................................................................................101
BAB V METODE PERBAIKAN KERETAKAN BALOK...........................110
5.1. Metode Injeksi Dengan Material Epoxy.........................................................110
5.1.1. Pembersihan..........................................................................................110
5.1.2. Pemasangan Napples.............................................................................110
5.1.3. Pemasangan Sealent..............................................................................111
5.1.4. Pemasangan Instalasi.............................................................................111
5.1.5. Mixing Dan Injeksi Epoxy.....................................................................111
5.1.6. Finishing................................................................................................112
5.2.Metode Grouting..............................................................................................112
5.2.1. Pekerjaan Chipping................................................................................113
5.2.2. Pekerjaan Cetakan Micro Concrete.......................................................114
5.2.3. Pekerjaan Pouring / Grouting................................................................114
5.2.4. Pekerjaan Coating Lapisan Pelindung...................................................115
5.2.5. Finishing................................................................................................115
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................116
6.1. Kesimpulan ....................................................................................................116
6.2. Saran...............................................................................................................118
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................119
LAMPIRAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
HAL
Tabel 2.1 Jumlah Semen Minimum Dan Nilai Faktor Air Semen
Maksimum................................................................................................20
Tabel 2.2 Tinggi ( h ) Minimal Balok Non Pratekan Atau Pelat Satu Arah
Bila Lendutan Tidak Dihitung..................................................................36
Tabel 2.3 Rasio Tulangan Maksimal ( maks ) Dalam Persen ( % )..........................37
Tabel 2.4 Rasio Tulangan Minimal ( min ) Dalam Persen ( % )..............................38
Tabel 2.5 Faktor Momen Pikul Maksimal ( Kmaks ) Dalam MPa.............................39
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
HAL
Gambar 1.1 Jenis Retakan Pada Balok...................................................................2
Gambar 2.1 Kurva Tegangan – Regangan Beton Yang Umum, Dengan Pem-
bebanan Jangka – Pendek ( Jack C. McCormac,2001 )....................11
Gambar 2.2 Modulus Tangent Dan Modulus Sekan Pada Beton
( Nawy,2001).....................................................................................13
Gambar 2.3 Uji Pembelahan Silinder ( Jack C.McCormac,2001 ).......................15
Gambar 2.4 Kurva Regangan – Waktu ( Nawy, 2001 )........................................16
Gambar 2.5 Kurva Susut – Waktu ( Nawy, 2001 )...............................................17
Gambar 2.6 Grafik Tegangan – Regangan Baja...................................................24
Gambar 2.7 Perilaku Lentur Pada Beban Kecil....................................................27
Gambar 2.8 Perilaku Lentur Pada Beban Sedang...................................................29
Gambar 2.9 Perilaku Lentur Dekat Beban Unlimit.................................................30
Gambar 3.0 Skema Dasar Hitungan Beton Bertulang.............................................35
Gambar 3.1 Distribusi Regangan Dan Tegangan Pada Balok Tulangan
Rangkap...............................................................................................41
Gambar 3.2 Distribusi Regangan Pada Penampang Balok Dengan Tulangan
Tarik Dan Tulangan Tekan Lebih Dari 1 Baris...................................46
Gambar 3.3 Skema Hitungan Momen Rencana Balok ( Penampang Balok
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dengan Tulangan Rangkap )................................................................53
Gambar 3.4 Retak Balok Akibat Gaya Geser...........................................................54
Gambar 3.5 Lokasi Geser Maksimal ( Vud ) Untuk Perencanaan............................57
Gambar 3.6 Skema Hitungan Begel Balok...............................................................60
Gambar 3.7 Contoh Torsi Keseimbangan.................................................................61
Gambar 3.8 Retak Akibat Torsi Menurut Analogi Rangka Ruang...........................65
Gambar 3.9 Contoh Acp Dan Pcp.............................................................................68
Gambar 4.0 Definisi Aoh Dan Ph.............................................................................69
Gambar 4.1 Skema Hitungan Tulangan Torsi..........................................................72
Gambar 4.2 Skema Penyelesaian Tugas Akhir.........................................................74
Gambar 4.3 Tampak Atas Denah Bangunan Yang Ditinjau.....................................75
Gambar 4.4 Pembebanan Pada Pelat Atap Dengan Metode Amplop.......................76
Gambar 4.5 Pekerjaan Chipping Pada Metode Grouting........................................113
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR NOTASI
wc = Berat beton ( kg/m3 )
fc’ = Mutu beton ( MPa )
fy = Mutu baja ( MPa )
Ec = Modulus elastisitas beton ( MPa )
Es = Modulus elastisitas baja ( MPa )
fr = Modulus keruntuhan ( MPa )
M = Momen maksimum ( Nmm )
b = Lebar balok ( mm )
h = Tinggi balok ( mm )
d = Tinggi efektif penampang balok ( mm )
= Regangan
e = Regangan elastis
c = Rangkak
sh = Susut
t = waktu
As = Luas tulangan tarik ( mm2 )
As’ = Luas tulangan tekan ( mm2 )
s = Regangan tarik baja
c = Regangan tarik beton
c = Berat jenis beton ( KN/m3 )
c’ = Regangan tekan beton
y = Regangan tarik baja tulangan pada saat leleh
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
NT = Gaya tarik ( N )
ND = Gaya tekan ( N )
fc = Tegangan tarik beton ( MPa )
fc’ = Tegangan tekan beton ( MPa )
fs = Tegangan tarik baja ( MPa )
U = Kombinasi beban terfaktor ( KN, KN/m, atau KNm ).
D = Beban mati / Dead load ( KN, KN/m, atau KNm ).
L = Beban hidup / Life load ( KN, KN/m, atau KNm ).
A = Beban hidup atap ( KN, KN/m, atau KNm ).
R = Beban air hujan ( KN, KN/m, atau KNm ).
W = Beban angin / Wind load ( KN atau KN/m ).
E = Beban gempa / Earth Quake Load ( KN atau KNm ).
= Faktor reduksi kekuatan
Rr = Kuat rencana ( KNm )
Rn = Kuat nominal ( KNm )
Ru = Kuat perlu ( KNm )
a = Tinggi blok tegangan beton tekan persegi ekivalen ( mm )
c = Jarak antara garis netral dan tepi serat beton tekan ( mm )
Cc = Gaya tekan beton ( KN )
ds = Jarak antara titik berat tulangan tarik dan tepi serat beton tarik ( mm )
Mn = Momen nominal aktual ( KNm )
Ts = Gaya tarik baja tulangan ( KN )
1 = Faktor pembentuk tegangan beton tekan persegi ekivalen, yang bergantung
mutu beton ( fc’ )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
cu’ = Regangan tekan beton maksimal
= Rasio tulangan
K = Faktor momen pikul
Mns = Momen nominal yang dihasilkan oleh gaya tekan tulangan ( KNm )
Mnc = Momen nominal yang dihasilkan oleh gaya tekan beton ( KNm )
Mr = Momen rencana pada penampang balok ( KNm )
Mu = Momen perlu pada penampang balok ( KNm )
Vr = Gaya geser rencana ( KN )
Vn = Kuat geser nominal ( KN )
Av,u = Luas begel perlu per meter panjang balok ( mm2 )
Vc = Gaya geser yang ditahan oleh beton ( KN )
Vs = Gaya geser yang ditahan oleh begel ( KN )
v = Tegangan geser torsi ( MPa )
T = Momen torsi ( Nmm )
Ao = Luasan yang dibatasi oleh garis pusat ( centerline ) dinding pipa ( mm2 )
t = Tebal dinding pipa ( mm )
tc = Tebal dinding pipa ekivalen ( mm )
Acp = Luasan yang dibatasi oleh tepi luar penampang ( mm2 )
Pcp = Keliling penampang ( mm )
fyv = Tegangan leleh tulangan sengkang ( MPa )
fyl = Tegangan leleh tulangan longitudinal ( MPa )
= Sudut retak = 45o untuk non prategang
Mo = Momen primer ( KNm )
L = Panjang bentang balok ( m )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
qekiv = Beban merata ekivalen ( KN/m’ )
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Beton merupakan elemen struktur bangunan yang telah dikenal dan banyak
dimanfaatkan sampai saat ini. Beton banyak mengalami perkembangan, baik dalam
pembuatan campuran maupun dalam pelaksanaan konstruksinya. Salah satu
perkembangan beton yaitu pembuatan kombinasi antara material beton dan baja
tulangan menjadi satu kesatuan konstruksi yang dikenal sebagai beton bertulang.
Beton bertulang banyak diterapkan pada bangunan-bangunan seperti :
gedung, jembatan, perkerasan jalan, bendungan, tandon air dan berbagai konstuksi
lainnya. Beton bertulang pada bangunan gedung terdiri dari beberapa elemen
struktur, misalnya balok, kolom, pelat lantai, pondasi, sloof, ring balok, ataupun pelat
atap.
Beton bertulang sebagai elemen balok harus diberi penulangan yang berupa
penulangan lentur ( memanjang ) dan penulangan geser. Penulangan lentur dipakai
untuk menahan pembebanan momen lentur yang terjadi pada balok. Penulangan
geser ( penulangan sengkang ) digunakan untuk menahan pembebanan geser ( gaya
lintang ) yang terjadi pada balok.
Semua elemen struktur balok, baik struktur beton maupun baja, tidak terlepas
dari masalah gaya geser. Gaya geser umumnya tidak bekerja sendirian, tetapi
berkombinasi dengan lentur, torsi atau gaya normal.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Percobaan – percobaan yang telah dipublikasikan menunjukkan bahwa sifat
keruntuhan akibat gaya geser pada suatu elemen struktur beton bertulang adalah getas
(brittle), tidak daktail, dan keruntuhannya terjadi secara tiba - tiba tanpa ada peringatan.
Hal tersebut disebabkan kekuatan geser struktur beton bertulang terutama tergantung
pada kekuatan tarik dan tekan beton. Keadaan ini sangat berbeda dengan tujuan
perencanaan yang selalu menginginkan suatu struktur yang daktail. Sehingga
meskipun, prediksi keruntuhan geser cukup sulit, seorang perencana harus berupaya
agar jenis keruntuhan geser tidak terjadi.
Untuk memahami mekanisme retak , kita tinjau suatu balok yang ditumpu
secara sederhana ( yaitu dengan tumpuan sendi pada ujung yang satu dan tumpuan rol
pada ujung lainnya ), kemudian diatas balok diberi beban cukup berat, balok tersebut
dapat terjadi 2 (dua) jenis retakan, yaitu retak yang arahnya vertikal dan retak yang
arahnya miring ( lihat gambar 1.1 ).
retak miring retak miring
A retak vertikal B
Gambar 1.1: Jenis retakan pada balok
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Retak vertikal terjadi akibat kegagalan balok dalam menahan beban lentur,
sehingga biasanya terjadi pada daerah lapangan (bentang tengah ) balok, karena pada
daerah ini timbul momen lentur paling besar. Retak miring terjadi akibat kegagalan
balok dalam menahan beban geser, sehingga biasanya terjadi pada daerah ujung
(dekat tumpuan ) balok, karena pada daerah ini timbul gaya geser / gaya lintang
paling besar.
1.2. Perumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam tugas akhir ini ialah penyebab terjadinya
keretakan balok bangunan gedung serta metode mengatasi keretakan tersebut .
Penyebab keretakan tersebut baik dari sifat-sifat beton itu sendiri, material serta
bahan pembentuk beton bertulang maupun beban / gaya-gaya yang bekerja.
1.3. Pembatasan Masalah
Karena luasnya cakupan masalah dalam pembahasan tugas akhir ini, maka
penulis membuat beberapa batasan masalah yang sesuai dengan tingkat pendidikan
dan pengetahuan penulis. Pada penulisan tugas akhir ini, batasan-batasan yang
digunakan adalah :
1. Kasus yang ditinjau adalah gedung yang berfungsi sebagai rumah tinggal 4
(empat) lantai yang berbentuk seperti ruko dengan tinggi masing-masing
lantai 4 m.
2. Balok yang mengalami keretakan tersebut berada di lantai 4 (empat).
Sedangkan pada lantai 1(satu), 2(dua), dan 3(tiga) tidak mengalami
keretakan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Balok yang dianalisa di misalkan merupakan balok persegi diatas perletakan
jepit-jepit.
4. Ukuran dimensi masing-masing balok adalah 20 x 30 cm.
5. Panjang bentang balok arah melintang adalah 3.60 m dan memanjang adalah
masing-masing 1.65 m; 4 m; dan 4 m .
6. Faktor penyebab keretakan yang akan ditinjau diantaranya:
6.a. faktor dari sifat beton itu sendiri antara lain: rangkak dan susut.
6.b. faktor bahan dan material pembentuk balok beton bertulang antara lain:
Semen, pasir, kerikil,fas, maupun tulangan bajanya.
6.c. beban / gaya-gaya dalam yang bekerja antara lain: momen lentur, gaya
geser, dan torsi.
7. Beban / gaya-gaya luar seperti beban gempa tidak diperhitungkan, yang
diperhitungkan hanya beban mati dan beban hidup.
8. Metode / cara perbaikan keretakan antara lain:
7.a. metode injeksi dengan material epoxy.
7.b. metode grouting pada balok beton bertulang.
9. Analisis perhitungan berdasarkan SNI 03-2847-2002.
1.4. Maksud Dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk menganalisa
penyebab terjadinya keretakan balok pada bangunan gedung yang ditinjau dan
mencari solusi yang tepat dalam mengatasi keretakan tersebut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1.5. Metode Pengumpulan Data
Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis melakukan metode pengumpulan
data dengan cara sebagai berikut :
1. Metode Observasi adalah metode pengamatan langsung ke lapangan dimana
penulis melakukan pengukuran as-as bangunan pada arah melintang dan
memanjang, pengukuran tinggi antar lantai, pengukuran dimensi balok yang
ditinjau serta wawancara secara langsung dengan pihak terkait mengenai
bangunan tersebut.
2. Metode Studi Literatur, yaitu mencari acuan dan petunjuk sebagai bahan
masukan dari buku-buku daftar pustaka maupun akses internet yang erat
hubungannya dengan topik masalah yang akan dibahas.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Beton dan Beton Bertulang
Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah, atau
agregat-agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat
dari semen dan air membentuk suatu massa mirip-batuan. Terkadang, satu atau lebih
bahan aditif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu,
seperti kemudahan pengerjaan (workability), durabilitas, dan waktu pengerasan.
Seperti substansi-substansi mirip batuan lainnya, beton memiliki kuat tekan yang
tinggi dan kuat tarik yang sangat rendah.
Beton bertulang adalah suatu kombinasi antara beton dan baja dimana
tulangan baja berfungsi menyediakan kuat tarik yang tidak dimiliki beton.
2.1.1. Kelebihan Beton Bertulang Sebagai Suatu Bahan Struktur
Beton bertulang boleh jadi adalah bahan konstruksi yang paling penting.
Beton bertulang digunakan dalam berbagai bentuk untuk hampir semua struktur
besar maupun kecil bangunan, jembatan, perkerasan jalan, bendungan, dinding
penahan tanah, terowongan, jembatan yang melintasi lembah ( viaduct ), drainase
serta fasilitas irigasi, tangki, dan sebagainya.
Sukses besar beton sebagai bahan konstruksi yang universal cukup mudah dipahami
jika dilihat dari banyaknya kelebihan yang dimilikinya. Kelebihan tersebut antara
lain :
1. beton memiliki kuat tekan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
kebanyakan bahan lain.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Beton bertulang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap api dan air,
bahkan merupakan bahan struktur terbaik untuk bangunan yang banyak
bersentuhan dengan air. Pada peristiwa kebakaran dengan intensitas rata-
rata, batang-batang struktur dengan ketebalan penutup beton yang
memadai sebagai pelindung tulangan hanya mengalami kerusakan pada
permukaannya saja tanpa mengalami keruntuhan.
3. Struktur beton bertulang sangat kokoh.
4. Beton bertulang tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi.
5. Dibandingkan dengan bahan lain, beton memiliki usia layan yang sangat
panjang. Dalam kondisi-kondisi normal, struktur beton bertulang dapat
digunakan sampai kapan pun tanpa kehilangan kemampuannya untuk
menahan beban. Ini dapat dijelaskan dari kenyataannya bahwa kekuatan
beton tidak berkurang dengan berjalannya waktu bahkan semakin lama
semakin bertambah dalam hitungan tahun, karena lamanya proses
pemadatan pasta semen.
6. Beton biasanya merupakan satu-satunya bahan yang ekonomis untuk
pondasi tapak, dinding basement, tiang tumpuan jembatan, dan bangunan-
bangunan semacam itu.
7. Salah satu ciri khas beton adalah kemampuannya untuk dicetak menjadi
bentuk yang sangat beragam, mulai dari pelat, balok, dan kolom yang
sederhana sampai atap kubah dan cangkang besar.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8. Di sebagian besar daerah, beton terbuat dari bahan-bahan lokal yang murah
(pasir, kerikil, dan air) dan relatif hanya membutuhkan sedikit semen dan
tulangan baja, yang mungkin saja harus didatangkan dari daerah lain.
9. Keahlian buruh yang dibutuhkan untuk membangun konstruksi beton
bertulang lebih rendah bila dibandingkan dengan bahan lain seperti
struktur baja.
2.1.2. Kelemahan Beton Bertulang Sebagai Suatu Bahan Struktur
Untuk dapat mengoptimalkan penggunaan beton, perencana harus mengenal
dengan baik kelemahan-kelemahan beton bertulang disamping kelebihan-
kelebihannya. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain :
1. Beton mempunyai kuat tarik yang sangat rendah, sehingga memerlukan
penggunaan tulangan tarik.
2. Beton bertulang memerlukan bekisting untuk menahan beton tetap di
tempatnya sampai beton tersebut mengeras. Selain itu, penopang atau
penyangga sementara mungkin diperlukan untuk menjaga agar bekisting
tetap berada pada tempatnya, misalnya pada atap, dinding, dan struktur-
struktur sejenis, sampai bagian-bagian beton ini cukup kuat untuk
menahan beratnya sendiri. Bekisting sangat mahal. Di Amerika Serikat,
biaya bekisting berkisar antara sepertiga hingga dua pertiga dari total biaya
suatu struktur beton bertulang, dengan nilai sekitar 50%. Sudah jelas
bahwa untuk mengurangi biaya dalam pembuatan suatu struktur beton
bertulang, hal utama yang harus dilakukan adalah mengurangi biaya
bekisting.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Rendahnya kekuatan per satuan berat dari beton mengakibatkan beton
bertulang menjadi berat. Ini akan sangat berpengaruh pada struktur-
struktur bentang panjang dimana berat beban mati beton yang besar akan
sangat mempengaruhi lentur momen .
4. Sifat-sifat beton sangat bervariasi karena bervariasinya proporsi campuran
dan pengadukannya. Selain itu, penuangan dan perawatan beton tidak bisa
ditangani seteliti seperti yang dilakukan pada proses produksi material lain
seperti struktur baja dan kayu.
2.2. Sifat-sifat Beton Bertulang :
Pengetahuan yang mendalam tentang sifat-sifat beton bertulang sangat
penting sebelum memulai mendesain struktur beton bertulang. Beberapa sifat-sifat
beton bertulang antara lain :
2.2.1. Sifat Jangka Pendek :
2.2.1.1. Kuat Tekan
Kuat tekan beton (f’c) dilakukan dengan melakukan uji silinder beton dengan
ukuran diameter 150 mm dan tinggi 300 mm pada umur 28 hari dengan tingkat
pembebanan tertentu. Selama periode 28 hari silinder beton ini biasanya ditempatkan
dalam sebuah ruangan dengan temperatur tetap dan kelembapan 100%.
Kurva tegangan-regangan pada gambar dibawah menampilkan hasil yang
dicapai dari uji kompresi terhadap sejumlah silinder uji standar berumur 28 hari yang
kekuatannya beragam.
• Kurva hampir lurus ketika beban ditingkatkan dari nol sampai kira-kira 1/3 -
1/2 kekuatan maksimum beton.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
• Diatas kurva ini perilaku betonnya nonlinear. Ketidak linearan kurva
tegangan-regangan beton pada tegangan yang lebih tinggi ini mengakibatkan
beberapa masalah ketika kita melakukan analisis struktural terhadap
konstruksi beton karena perilaku konstruksi tersebut juga akan nonlinear
pada tegangan-tegangan yang lebih tinggi.
• Satu hal penting yang harus diperhatikan adalah kenyataan bahwa berapa
pun besarnya kekuatan beton, semua beton akan mencapai kekuatan
puncaknya pada regangan sekitar 0,002.
• Beton tidak memiliki titik leleh yang pasti, sebaliknya kurva beton akan tetap
bergerak mulus hingga tiba di titik kegagalan (point of rupture) pada
regangan sekitar 0,003 sampai 0,004.
• Banyak pengujian yang telah menunjukkan bahwa kurva-kurva tegangan-
regangan untuk silinder-silinder beton hampir identik dengan kurva-kurva
serupa untuk sisi balok yang mengalami tekan.
• Harus diperhatikan juga bahwa beton berkekuatan lebih rendah lebih daktail
daripada beton berkekuatan lebih tinggi, artinya beton-beton yang lebih
lemah akan mengalami regangan yang lebih besar sebelum mengalami
kegagalan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 2.1: Kurva tegangan – regangan beton yang umum,
dengan pembebanan jangka-pendek (Jack C. McCormac,2001)
2.2.1.2. Modulus Elastisitas Statis
Beton tidak memiliki modulus elastisitas yang pasti. Nilainya bervariasi
tergantung dari kekuatan beton, umur beton, jenis pembebanan, dan karakteristik dan
perbandingan semen dan agregat. Sebagai tambahan, ada beberapa defenisi mengenai
modulus elastisitas :
a. Modulus awal adalah kemiringan diagram tegangan-regangan pada titik
asal dari kurva.
b. Modulus tangen adalah kemiringan dari salah satu tangent (garis singgung)
pada kurva tersebut di titik tertentu di sepanjang kurva, misalnya pada
50% dari kekuatan maksimum beton.
c. Kemiringan dari suatu garis yang ditarik dari titik asal kurva ke suatu titik
pada kurva tersebut di suatu tempat di antara 25% sampai 50% dari
kekuatan tekan maksimumnya disebut Modulus sekan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
d. Modulus yang lain, disebut modulus semu (apparent modulus) atau
modulus jangka panjang, ditentukan dengan menggunakan tegangan dan
regangan yang diperoleh setelah beban diberikan selama beberapa waktu.
Peraturan ACI menyebutkan bahwa rumus untuk menghitung modulus
elastisitas beton yang memiliki berat beton (wc) berkisar dari 1500-2500 kg/m3.
Ec = wc1,5 (0,043) √ fc’ ( 2.01 )
Dimana :
wc : berat beton (kg/m3)
fc’ : mutu beton (Mpa)
Ec : modulus elastisitas (Mpa)
Dan untuk beton dengan berat normal beton yang berkisar 2320 kg/m3
Ec = 4700 √fc’ ( 2.02 )
Beton dengan kekuatan diatas 40 Mpa disebut sebagai beton mutu-tinggi. Pengujian
telah menunjukkan bahwa bila persamaan ACI yang biasa digunakan untuk
menghitung Ec dipakai untuk beton mutu tinggi , nilai yang didapat terlalu besar.
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan di Cornell University, persamaan berikut ini
direkomendasikan untuk digunakan pada beton dengan berat normal yang memiliki
nilai fc’ antara 40 Mpa dan 80 Mpa, dan untuk beton ringan dengan fc’ 40 dan 60
Mpa.
Ec = ( 3,32 √fc’ + 6895 ) wc ( 2.03 )
2320
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 2.2: Modulus tangent dan modulus sekan pada beton ( Nawy,2001 )
2.2.1.3. Modulus Elastisitas Dinamis
Modulus elastisitas dinamis, yang berkorespondensi dengan regangan-
regangan sesaat yang sangat kecil, biasanya diperoleh dari uji sonik. Nilainya
biasanya lebih besar 20%-40% daripada nilai modulus elastisitas statis dan kira-kira
sama dengan modulus nilai awal. Modulus elastisitas dinamis ini biasanya dipakai
pada analisa struktur dengan beban gempa atau tumbukan.
2.2.1.4. Perbandingan Poisson
Ketika sebuah beton menerima beban tekan, silinder tersebut tidak hanya
berkurang tingginya tetapi juga mengalami ekspansi (pemuaian) dalam arah lateral.
Perbandingan ekspansi lateral dengan pendekatan longitudinal ini disebut sebagai
Perbandingan Poisson(Poisson’s ratio). Nilainya bervariasi mulai dari 0,11 untuk
beton mutu tinggi dan 0,21 untuk beton mutu rendah, dengan nilai rata-rata 0,16.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2.1.5. Kuat Tarik
Kuat tarik beton bervariasi antara 8% sampai 15% dari kuat tekannya. Alasan
utama dari kuat tarik yang kecil ini adalah kenyataan bahwa beton dipenuhi oleh
retak-retak halus. Retak-retak ini tidak berpengaruh besar bila beton menerima beban
tekan karena beban tekan menyebabkan retak menutup sehingga memungkinkan
terjadinya penyaluran tekanan. Jelas ini tidak terjadi bila balok menerima beban
tarik.
Kuat tarik beton tidak berbanding lurus dengan kuat tekan ultimitnya ( fc’).
Meskipun demikian, kuat tarik ini diperkirakan berbanding lurus terhadap akar
kuadrat dari ( fc’). Kuat tarik ini cukup sulit untuk diukur dengan beban-beban tarik
aksial langsung akibat sulitnya memegang spesimen uji untuk menghindari
konsentrasi tegangan dan akibat kesulitan dalam meluruskan beban-beban tersebut.
Sebagai akibat dari kendala ini, diciptakanlah dua pengujian yang agak tidak
langsung untuk menghitung kuat tarik beton. Keduanya adalah uji modulus
keruntuhan dan uji pembelahan silinder.
Modulus keruntuhannya fr ditentukan dari rumus lentur. Pada rumus-rumus
berikut ini :
fr = 6M ( 2.04 )
bh2
Dimana : fr = modulus keruntuhan ( N / mm2 )
M = momen maksimum ( Nmm )
b = lebar balok ( mm )
h = tinggi balok ( mm )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berdasarkan beratus-ratus hasil pengujian, peraturan ACI menyebutkan nilai
modulus keruntuhan fr sama dengan 7,5 √fc’ , dimana fc’ dalam satuan psi. Kuat
tarik pada saat terjadi pembelahan disebut sebagai kuat pembelahan-silinder (split-
cylinder strength) dan dapat dihitung dengan rumus berikut ini:
fr = 2P ( 2.05 )
LD
Dimana : P = gaya tekan maksimum ( N )
L = panjang ( mm )
D = diameter silinder ( mm )
Gambar 2.3: Uji pembelahan silinder (Jack C. McCormac, 2001)
2.2.1.6. Kuat Geser
Melakukan pengujian untuk memperoleh keruntuhan geser yang betul-betul
murni tanpa dipengaruhi oleh tegangan-tegangan lain sangatlah sulit. Akibatnya,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pengujian kuat geser beton selama bertahun-tahun selalu menghasilkan nilai-nilai
leleh yang terletak di antara 1/3 sampai 4/5 dari kuat tekan maksimumnya.
2.2.2. Sifat Jangka Panjang :
2.2.2.1. Rangkak
Rangkak atau aliran material lateral adalah peningkatan regangan terhadap
waktu akibat beban yang terus menerus berkerja. Deformasi awal akibat beban
adalah regangan elastis, sementara regangan tambahan akibat beban yang sama yang
terus berkerja adalah regangan rangkak.. Asumsi ini karena deformasi awal yang
tercatat hanya berupa sedikit efek yang bergantung pada waktu. Pada Gambar 2.4
terlihat bahwa laju rangkak berkurang seiring bertambahnya waktu. Rangkak tidak
dapat diamati secara langsung, namun dapat ditentukan dengan mengurangkan
regangan elastis dengan regangan susut dari deformasi total. Meskipun rangkak dan
susut merupakan fenomena yang tidak independent, dapat diasumsikan bahwa
superposisi tegangan berlaku, sehingga :
Regangan total ( t )= Regangan elastis ( e )+ rangkak ( c )+ susut ( sh ) (2.06 )
Gambar 2.4 : Kurva regangan-waktu ( Nawy,2001 )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Faktor–faktor yang mempengaruhi rangkak adalah:
a. Kekuatan
Rangkak berkurang bila kenaikan kekuatan semakin besar.
b. Perbandingan campuran
Bila fas dan volume pasta semen berkurang, maka rangkak berkurang.
c. Agregat
Rangkak bertambah bila agregat makin halus.
d. Perawatan
Kurangnya perawatan menyebabkan beton mudah rangkak .
e. Umur
Kecepatan rangkak berkurang sejalan dengan umur beton.
2.2.2.2. Susut
Pada dasarnya ada dua jenis susut, susut plastis dan susut pengeringan. Susut
plastis terjadi selama beberapa jam pertama sesudah pengecoran beton segar
dicetakan.
Susut pengeringan adalah berkurangnya volume elemen apabila terjadi
kehilangan kandungan air akibat penguapan . Pada Gambar 2.5 dapat terlihat laju
susut terhadap waktu.
Gambar 2.5: Kurva susut-waktu ( Nawy,2001 )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Faktor-faktor yang mempengaruhi susut pengeringan:
a. Agregat.
Agregat beraksi menahan susut pada semen. Jadi beton dengan
kandungan agregat lebih banyak akan lebih tahan terhadap susut.
b. Rasio air/semen.
Semakin tinggi rasio air/semen, semakin besar pula efek susut.
c. Ukuran elemen beton.
Semakin besar elemen beton, maka semakin kecil susutnya.
d. Kondisi kelembaban disekitar.
Pada daerah dengan kelembaban yang tinggi laju susut akan lebih kecil.
e. Banyaknya penulangan.
Beton bertulang akan lebih sedikit mengalami susut dibanding dengan
beton polos.
f. Bahan additive.
Penambahan bahan yang bersifat untuk mempercepat pengerasan beton
akan mengakibatkan beton banyak mengalami susut.
g. Jenis semen.
Semen jenis cepat kering akan mengakibatkan beton banyak mengalami
susut.
h. Karbonansi.
Susut karbonansi diakibatkan oleh reaksi antara karbondioksida (CO2)
yang ada di atmosfer dan yang ada di pasta semen. Banyaknya susut
gabungan bergantung pada urutan proses karbonasi dan pengeringan. Jika
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
keduanya terjadi secara simultan, maka susut yang terjadi akan lebih
sedikit.
2.3. Persyaratan Bahan Penyusun Beton Bertulang
Kualitas beton bertulang sangat ditentukan oleh kualitas bahan penyusunnya.
Oleh karena itu agar diperoleh beton bertulang yang baik, maka harus dipilih bahan
penyusun yang berkualitas baik pula. Bahan penyusun yang baik ini mempunyai
persyaratan-persyaratan tertentu yang sedapat mungkin dipenuhi.
2.3.1. Persyaratan Air
Menurut Peraturan Beton Bertulang Indonesia Tahun 1971 ( PBBI-1971 ), air
yang digunakan untuk membuat beton bertulang harus bersih, tidak boleh
mengandung minyak, asam, alkali, garam-garam, zat organik atau bahan-bahan lain
yang bersifat merusak beton dan baja tulangan. Nilai banding berat air dan semen
untuk suatu adukan beton dinamakan water cement ratio (w.c.r. ). Agar terjadi
proses hidrasi yang sempurna dalam adukan beton, pada umumnya dipakai nilai
water cement ratio ( w.c.r. ) sebesar 0,40 – 0,60 ( Anis Rahmawati, 2011 ) tergantung
mutu beton yang hendak dicapai. Semakin tinggi mutu beton yang ingin dicapai
umumnya menggunakan nilai w.c.r. rendah, sedangkan di lain pihak, untuk
menambah daya workability (kelecakan, sifat mudah dikerjakan ) diperlukan nilai
w.c.r. yang lebih tinggi.
2.3.2. Persyaratan Semen
Menurut SII 0013-81 ( Tjokrodimuljo, 1996 ), semen ( sering disebut dengan:
semen portland ) yang dipakai di Indonesia dibagi menjadi 5 jenis, yaitu :
a. Jenis I : Semen portland untuk penggunaan umum, tidak memerlukan
persyaratan khusus.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b. Jenis II : Semen portland untuk beton tahan sulfat dan mempunyai panas
hidrasi sedang.
c. Jenis III : Semen portland untuk beton dengan kekuatan awal tinggi (cepat
mengeras ).
d. Jenis IV : Semen portland untuk beton yang memerlukan panas hidrasi
rendah.
e. Jenis V : Semen portland untuk beton yang sangat tahan terhadap sulfat.
Tabel 2.1 : Jumlah semen minimum dan nilai faktor air semen
maksimum
Keterangan Jumlah semen minimum
per m3 beton ( kg )
Nilai faktor air semen
maksimum
Beton di dalam ruang
bangunan :
a. Keadaan keliling
korosif
b. Keadaan keliling
korosif disebabkan
oleh kondensasi
atau uap-uap
korosif
275
325
0,60
0,52
Beton diluar ruang
bangunan :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. Tidak terlindung
dari hujan dan terik
matahari langsung
b. Terlindung dari
hujan dan terik
matahari langsung
325
275
0,6
0,6
Beton yang masuk ke
dalam tanah :
a. Mengalami
keadaan basah
kering berganti-
ganti
b. Mendapat
pengaruh sulfat
alkali dari tanah
atau air tanah
325
375
0,55
0,52
Beton yang kontiniu
berhubungan dengan air :
a. Air tawar
b. Air laut
275
375
0,57
0,52
Sumber PBI “ 71”
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.3.3. Persyaratan Pasir
Pasir merupakan agregat halus yang mempunyai ukuran diameter 1 mm – 5
mm. Pasir yang digunakan sebagai bahan beton bertulang, harus memenuhi syarat
berikut :
1. Berbutir tajam dan keras.
2. Bersifat kekal, yaitu tidak mudah lapuk / hancur oleh perubahan cuaca,
seperti terik matahari dan hujan.
3. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 % dari berat keringnya. Jika
kandungan lumpur lebih dari 5 %, maka pasir tersebut harus dicuci.
4. Tidak boleh digunakan pasir laut ( kecuali dengan petunjuk staf ahli ),
karena pasir laut ini banyak mengandung garam yang dapat merusak
beton / baja tulangan.
2.3.4. Persyaratan Kerikil
Kerikil merupakan agregat kasar yang mempunyai ukuran diameter 5 mm –
40 mm. Sebagai pengganti kerikil dapat pula dipakai batu pecah ( split ). Kerikil atau
batu pecah yang mempunyai ukuran diameter lebih dari 40 mm tidak baik untuk
pembuatan beton.
Kerikil atau batu pecah yang digunakan sebagai bahan beton bertulang, harus
memenuhi syarat berikut :
1. Bersifat padat dan keras, tidak berpori.
2. Harus bersih, tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1 %. Jika
kandungan lumpur lebih dari 1 %, maka kerikil / batu pecah tersebut
harus dicuci.
3. Pada keadaan terpaksa, dapat dipakai kerikil bulat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.3.5. Persyaratan Baja Tulangan
a. Jenis baja tulangan
Menurut SNI 03-2847-2002, tulangan yang dapat digunakan pada elemen
beton bertulang dibatasi hanya pada baja tulangan dan kawat baja saja. Belum
ada peraturan yang mengatur penggunaan tulangan lain, selain dari baja
tulangan atau kawat baja tersebut.
Baja tulangan yang tersedia di pasaran ada 2 jenis, yaitu baja tulangan polos
(BJTP) dan baja tulangan ulir atau deform (BJTD). Tulangan polos biasanya
digunakan untuk tulangan geser / begel / sengkang, yang mempunyai
tegangan leleh ( fy ) minimal sebesar 240 Mpa ( disebut BJTP-24 ), dengan
ukuran 6, 8, 10, 12, 14, dan 16 ( dengan adalah simbol yang
menyatakan diameter tulangan polos ). Tulangan ulir / deform digunakan
untuk tulangan longitudinal atau tulangan memanjang, dan mempunyai
tegangan leleh ( fy ) minimal 300 Mpa ( disebut BJTD-30 ).
b. Kuat tarik baja tulangan
Meskipun baja tulangan juga mempunyai sifat tahan terhadap beban tekan,
tetapi karena harganya cukup mahal, maka baja tulangan ini hanya
diutamakan untuk menahan beban tarik pada struktur beton bertulang,
sedangkan beban tekan yang bekerja cukup ditahan oleh betonnya.
Hubungan antara tegangan dan regangan tarik baja tulangan dilukiskan pada
gambar 2.6.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 2.6 : Grafik Tegangan – Regangan Baja
Beberapa karakteristik material dapat dilihat dari grafik diatas :
1. perilaku elastis: perilaku elastis terjadi apabila tegangan yang terjadi masih
dalam area elastis. Dimana pada daerah elastis ini kurva yang terbentuk
adalah garis linier. Jadi pada pada daerah ini tegangan yang terjadi
proporsional terhadap regangan yang terjadi. Titik akhir dari garis linier
ini disebut dengan batas elastis.
2. leleh : tegangan yang terjadi sedikit diatas area elastis akan menyebabkan
material berdeformasi secara permanen. Perilaku ini disebut dengan leleh.
Peristiwa leleh ini terjadi pada dua buah titik antara tegangan leleh bawah
dimana tegangan tidak berubah tetapi regangan terus meningkat hingga
titik leleh atas.
3. strain hardening : ketika material telah mencapai titik leleh atas tegangan
dapat ditingkatkan dan menghasilkan kurva yang terus meningkat tetapi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
semakin datar hingga mencapai tegangan ultimate. Kurva tersebut disebut
dengan strain hardening.
4. necking : setelah melewati tegangan ultimate kurva menurun hingga
mencapai tegangan patah. Pada area kurva ini tegangan turun kemudian
regangan bertambah tetapi luas permukaan berkurang pada sebuah titik.
Hal ini yang disebut dengan necking.
c. Modulus elastisitas baja tulangan.
Dari hubungan tegangan- regangan tarik baja tulangan pada gambar 2.6,
terlihat sudut (sloope) yaitu sudut antara garis lurus kurva yang ditarik dari
kondisi tegangan nol sampai tegangan leleh fy dan garis regangan s.
Modulus elastisitas baja tulangan ( Es ) merupakan tangens dari sudut
tersebut. Menurut pasal 10.5.2 SNI 03-2847-2002, modulus elastisitas baja
tulangan non pratekan Es dapat diambil sebesar 200.000 Mpa.
2.4. Jenis – Jenis Retak Pada Balok Beton Bertulang
Dibawah ini akan disajikan jenis-jenis retak berdasarkan sifat-sifat bahan
penyusun dan gaya-gaya yang bekerja pada beton bertulang tersebut.
2.4.1. Retak Akibat Penurunan Plastis
Retak akibat penurunan plastis disebabkan perbedaan penurunan sebagai
akibat bleeding. Bleeding mungkin tidak tampak karena penguapan yang lebih cepat
dari naiknya air ke permukaan.
Semua upaya yang mengurangi pendarahan ( bleeding ) akan mengurangi
resiko retak plastis, misalnya faktor air semen yang rendah ( misalnya 0,48 ),
campuran yang lebih kohesif, bentuk agregat yang lebih baik ( tidak pipih atau
memanjang ), pemadatan yang baik, perlindungan yang cukup terhadap angin dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
perawatan yang baik. Air-entrain juga akan membantu untuk mencegah retak.
Sedangkan retarder yang memperlambat set akan memperpanjang kemungkinan
terjadinya retak.
2.4.2. Retak Akibat Susut Plastis ( Plastic Shrinkage Cracks )
Retak disebabkan oleh susut akibat menguapnya air. Penguapan yang cepat
dari kelembaban permukaan yang terekspos dari beton segar bisa terjadi setelah
penyelesaian ( finishing ) rampung, tapi sebelum perawatan ( curing ) dimulai. Jika
pada tahap ini pendarahan ( bleeding ) telah berhenti, tetapi kekuatan tarik beton
masih sangat minim, maka kondisi ini kondusif untuk terjadinya retak penyusutan
plastis.
Bila kecepatan penguapan lebih dari 1 kg / m2 / jam ( Departemen PU,2004 ),
resiko retak penyusutan plastis adalah tinggi. Pada iklim tropis, kondisi seperti ini
adalah umum, apalagi bila temperatur betonnya sendiri sudah tinggi.
2.4.3. Retak Rambut ( Microcracking )
Dari penyelidikan yang cukup lama telah terbukti bahwa retak-retak rambut
( lebar maksimum 0,25 mm ) tidaklah mempengaruhi ketahanan beton bilamana
penutup beton cukup tebal dan beton dipadatkan dengan baik. Retak rambut ini
terjadi karena :
1. Tegangan akibat susut
Retak yang menjembatani ( bridging crack ) mulai timbul pada tegangan
sebesar 0,7 – 0,9 strees / strength ( Laboratorium Metalurgi
Surabaya,2001 ).
2. Pendarahan ( bleeding )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.4.4. Retak Vertikal ( Retak Lentur )
Retak vertikal terjadi akibat kegagalan balok dalam menahan beban lentur,
sehingga biasanya terjadi pada daerah lapangan (bentang tengah ) balok, karena pada
daerah ini timbul momen lentur paling besar.
2.4.5. Retak Miring ( Retak Geser )
Retak miring terjadi akibat kegagalan balok dalam menahan beban geser,
sehingga biasanya terjadi pada daerah ujung (dekat tumpuan ) balok, karena pada
daerah ini timbul gaya geser / gaya lintang paling besar.
2.4.6. Retak Puntir ( Torsion Crack )
Retak puntir ( torsi ) ini sebenarnya hampir mirip dengan retak geser.
Bedanya, pada retak puntir ini retaknya melingkar di sekeliling balok.
2.5. Metode Kekuatan Pada Balok Beton Bertulang
.
Gambar 2.7: Perilaku Lentur Pada Beban Kecil
Untuk membahas metode kekuatan lebih lanjut, berikut ini diberikan tinjauan
ulang perilaku balok beton bertulang bentangan sederhana untuk memikul beban
yang berangsur meningkat dari mula-mula kecil sampai pada suatu tingkat
pembebanan yang menyebabkan hancurnya struktur.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pada beban kecil, dengan menganggap belum terjadi retak beton, secara
bersama-sama beton dan baja tulangan bekerja menahan gaya-gaya di mana gaya
tekan ditahan oleh beton saja. Distribusi tegangan akan tampak seperti pada gambar
2.7 dimana distribusi tegangannya linear, bernilai nol pada garis netral dan sebanding
dengan regangan yang terjadi. Kasus demikian ditemui bila tegangan maksimum
yang timbul pada serat tarik masih cukup rendah, nilainya masih di bawah modulus
of rupture.
Pada beban sedang, kuat tarik beton dilampaui dan beton mengalami retak
rambut seperti tampak pada gambar 2.8. Karena beton tidak dapat meneruskan gaya
tarik melintasi daerah retak, karena terputus-putus, baja tulangan akan mengambil
alih memikul seluruh gaya tarik yang timbul. Distribusi tegangan untuk penampang
pada atau dekat bagian yang retak tampak seperti pada gambar 2.8, dan hal yang
demikian diperkirakan akan terjadi pada nilai tegangan beton sampai dengan 1/2 fc’ .
Pada keadaan tersebut tegangan beton tekan masih dianggap bernilai sebanding
dengan nilai regangannya.
Pada beban yang lebih besar lagi, nilai regangan serta tegangan tekan akan
meningkat dan cenderung untuk tidak lagi sebanding antara keduanya, dimana
tegangan beton tekan akan membentuk kurva non linear. Kurva tegangan di atas
garis netral (daerah tekan) berbentuk sama dengan kurva tegangan-regangan beton
seperti tergambar pada gambar 2.9.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 2.8 : Perilaku Lentur Pada Beban Sedang
Pada gambar 2.9 dapat dilihat distribusi tegangan dan regangan yang timbul
pada atau dekat keadaan pembebanan unlimit, dimana apabila kapasitas batas
kekuatan beton terlampaui dan tulangan baja mencapai luluh, balok mengalami
hancur. Sampai dengan tahap ini, tampak bahwa tercapainya kapasitas unlimit
merupakan proses yang tidak dapat berulang. Komponen struktur telah retak dan
tulangan baja meluluh, mulur, terjadi lendutan besar, dan tidak akan dapat kembali
ke panjang semula. Bila komponen lain dari sistem mengalami hal yang sama,
mencapai kapasitas unlimitnya, struktur secara keseluruhan akan remuk dalam strata
runtuh atau setengah runtuh meskipun belum hancur secara keseluruhan. Walaupun
tidak dapat dijamin sepenuhnya untuk dapat terhindar dari keadaan tersebut, namun
dengan menggunakan beberapa faktor aman maka tercapainya keadaan unlimit dapat
diperhitungkan serta dikendalikan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 2.9 : Perilaku Lentur Dekat Beban Unlimit
2.5.1. Anggapan - Anggapan
Pendekatan dan pengembangan metode perencanaan kekuatan didasarkan
atas anggapan-anggapan sebagai berikut :
1) Bidang penampang rata sebelum terjadi lenturan, tetap rata setelah terjadi
lenturan dan tetap berkedudukan tegak lurus pada sumbu bujur balok (prinsip
Bernoulli). Oleh karena itu, nilai regangan dalam penampang komponen
struktur terdistribusi liniear atau sebanding lurus terhadap jarak ke garis
netral (prinsip Navier).
2) Tegangan sebanding dengan regangan hanya sampai pada kira-kira beban
sedang, dimana tegangan beton tekan tidak melampaui + 1/2 fc’ . Apabila
beban meningkat sampai beban unlimit, tegangan yang timbul tidak
sebanding lagi dengan regangannya berarti distribusi teganga tekan tidak lagi
liniear. Bentuk blok tegangan beton tekan pada penampangnya berupa garis
lengkung dimulai dari garis netral dan berakhir pada serat tepi tekan terluar.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tegangan tekan maksimum sebagai kuat tekan lentur beton pada umumnya
tidak terjadi pada serat tepi tekan terluar, tetapi agak masuk kedalam.
3) Dalam memperhitungkan letak resultan gaya tarik yang bekerja pada tulangan
baja, baja tulangan dianggap teregang secara serempak dengan nilai regangan
diukur pada pusat beratnya. Apabila regangan baja tulangan ( s ) belum
mencapai luluh ( y ), nilai tegangan baja tulangan adalah Es.fs . Hal yang
demikian menganggap bahwa untuk tegangan baja tulangan yang belum
mencapai fy , maka tegangan sebanding dengan regangannya sesuai hukum
Hooke. Sedangkan untuk regangan yang sama atau lebih besar dari y , maka
tegangan baja tidak lagi sebanding dengan regangannya dan digunakan fy .
Sehubungan dengan anggapan no 3, bentuk penampang di daerah tarik dan
besarnya selimut beton tidaklah mempengaruhi kekuatan lentur. Tinggi
penampang yang menentukan adalah tinggi efektif d, yaitu jarak dari serat
tepi tekan terluar terhadap titik berat tulangan tarik. Regangan beton tekan
maksimum pada serat tepi tekan terluar ( b’ ) sebagai regangan unlimit
ditetapkan sebesar 0.003 ( PBI 1971 menggunakan 0.0035). Penetapan nilai
tersebut didasarkan atas hasil-hasil pengujian yang menunjukkan bahwa
umumnya regangan lentur beton hancur berada di antara nilai 0.003 dan
0.004. untuk semua keadaan dianggap bahwa letakan antara baja-tulangan
dengan beton berlangsung sempurna, tanpa terjadi gelinciran.
2.6. Peraturan dan Standard Perencanaan Berdasarkan SK SNI 03-2847-2002
Dalam tugas akhir ini akan digunakan metode kuat batas sebagai perencanaan
struktur beton bertulang. Karena metode kuat batas (ultimate strength design) di
peraturan SK SNI T-15-1991-03 dan SK SNI 03-2847-2002 sebagai metode utama
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dalam perencanaan struktur beton bertulang, Sedangkan metode beban kerja
(working stress design) sebagai metode alternatif.
2.6.1. Faktor Keamanan
Agar dapat terjamin bahwa suatu struktur yang direncanakan mampu
menahan beban yang bekerja, maka pada perencanaan struktur digunakan faktor
keamanan tertentu. Faktor keamanan ini terdiri atas 2 ( dua ) jenis, yaitu :
1). Faktor keamanan yang berkaitan dengan beban luar yang bekerja pada
Struktur , disebut faktor beban.
2). Faktor keamanan yang berkaitan dengan kekuatan struktur ( gaya dalam ),
disebut faktor reduksi kekuatan ( ).
2.6.1.1. Faktor Beban
Besar faktor beban yang diberikan untuk masing-masing beban yang bekerja
pada suatu penampang struktur akan berbeda-beda, tergantung dari jenis kombinasi
beban yang bersangkutan. Menurut pasal 11.2 SNI 03-2847-2002, agar supaya
struktur dan komponen struktur memenuhi syarat kekuatan dan layak pakai terhadap
bermacam-macam kombinasi beban, maka harus dipenuhi ketentuan dari kombinasi-
kombinasi beban berfaktor sebagai berikut :
a). Jika struktur atau komponen struktur hanya menahan beban mati D saja,
maka dirumuskan :
U = 1,4.D ( 2.07 )
b). Jika berupa kombinasi beban mati D dan beban hidup L, maka dirumus
kan :
U = 1,2.D + 1,6.L + 0,5. ( A atau R ) ( 2.08 )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
c). Jika berupa kombinasi beban mati D, beban hidup L dan beban angin W,
maka diambil pengaruh yang besar dari dua macam rumus berikut :
U = 1,2.D + 1,0.L + 1,6.W + 0,5. ( A atau R ) ( 2.09 )
U = 0,9.D + 1,6.W ( 2.10 )
d). Jika pengaruh beban gempa E diperhitungkan, maka diambil yang besar
dari dua macam rumus berikut :
U = 1,2.D + 1,0.L + 1,0.E ( 2.11 )
U = 0,9.D + 1,0.E ( 2.12 )
Dengan :
U = Kombinasi beban terfaktor , KN, KN/m’, atau KNm.
D = Beban mati ( Dead Load ), KN, KN/m’, atau KNm.
L = Beban hidup ( Life Load ), KN, KN/m’, atau KNm.
A = Beban hidup atap, KN, KN/m’, atau KNm.
R = Beban air hujan, KN, KN/m’, atau KNm.
W = Beban angin ( Wind Load ), KN, atau KN/m’.
E = Beban gempa ( Earth Quake Load ), KN, atau KNm, ditetapkan ber
dasarkan ketentuan SNI 03-1726-1989-F, Tata cara Perencanaan
Ketahanan Gempa Untuk Rumah dan Gedung, atau penggantinya.
2.6.1.2. Faktor Reduksi Kekuatan ( )
Ketidakpastian kekuatan bahan terhadap pembebanan pada komponen
struktur dianggap sebagai faktor reduksi kekuatan , yang nilainya ditentukan
menurut pasal 11.3 SNI 03-2847-2002 sebagai berikut :
1). Struktur lentur tanpa beban aksial ( misalnya : balok ),
= 0,80 ( 2.13 )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2). Beban aksial dan beban aksial dengan lentur
a). Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur,
= 0,80 ( 2.14 )
b). Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur
( 1 ). Komponen struktur dengan tulangan spiral atau sengkang ikat,
= 0,70 ( 2.15 )
( 2 ). Komponen struktur dengan tulangan sengkang biasa,
= 0,65 ( 2.16 )
3). Geser dan torsi,
= 0,75 ( 2.17 )
4). Tumpuan pada beton,
= 0,65 ( 2.18 )
2.6.2. Prinsip Hitungan Struktur Beton Bertulang
Hitungan struktur beton bertulang pada dasarnya meliputi 2 buah hitungan,
yaitu hitungan yang berkaitan dengan gaya luar dan hitungan yang berkaitan dengan
gaya dalam.
Pada hitungan dari gaya luar, maka harus disertai dengan faktor keamanan
yang disebut faktor beban sehingga diperoleh kuat perlu Ru. Sedangkan pada
hitungan dari gaya dalam, maka disertai dengan faktor aman yang disebut faktor
reduksi kekuatan sehingga diperoleh kuat rencana Rr = Rn. Selanjutnya, agar
struktur mampu memikul beban dari luar yang bekerja pada struktur tersebut, maka
harus dipenuhi syarat bahwa kuat rencana Rr = Rn minimal sama dengan kuat perlu
Ru.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Prinsip hitungan struktur beton bertulang yang menyangkut gaya luar dan
gaya dalam tersebut secara jelas dapat dilukiskan dalam bentuk skematis, seperti
tampak pada gambar 3.0.
Gambar 3.0 : Skema Dasar Hitungan Beton Bertulang
Hitungan struktur beton bertulang
Hitungan gaya dalam
Beban mati, beban hidup
Hitungan gaya luar
Momen, gaya geser,
dan torsi
Kuat rencana Rr = Rn
Kuat nominal Rn
Kuat perlu Ru
Syarat: Rr atau Rn > Ru
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.6.3. Tinggi penampang minimal Balok
Jika persyaratan lendutan tidak diperhitungkan secara detail, maka SNI
Beton 2002 memberikan tinggi penampang ( h ) minimal pada balok maupun pelat
seperti tercantum pada tabel 2.2, tanpa melaksanakan pengecekan terhadap lendutan.
Tabel 2.2 : Tinggi ( h ) Minimal Balok Non Pratekan atau Pelat Satu Arah Bila
Lendutan Tidak Dihitung
Komponen
struktur
Tinggi
minimal, h
Dua tumpuan Satu ujung
menerus
Kedua ujung
menerus
Kantilever
Komponen
yang tidak
menahan atau
tidak disatukan
dengan partisi
atau konstruksi
lain yang akan
rusak karena
lendutan yang
besar
Pelat solid satu
arah
L/20 L/24 L/28 L/10
Balok atau
pelat jalur satu
arah
L/16 L/18,5 L/21 L/8
2.6.4. Rasio tulangan maksimal dan minimal serta faktor momen pikul mak-
simal balok
Berdasarkan SNI 03-2847-2002 rasio tulangan maksimal dan minimal serta
faktor momen pikul maksimal balok dapat ditentukan berdasarkan mutu beton ( fc’ )
dan mutu baja tulangan ( fy ) seperti yang tercantum pada tabel dibawah ini :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.3 : Rasio Tulangan Maksimal ( maks ) dalam persen ( % )
Mutu
Beton fc’
( Mpa )
Mutu baja
tulangan
fy ( Mpa )
240 300 350 400 450 500
15 2,419 1,805 1,467 1,219 1,032 0,887
20 3,225 2,408 1,956 1,626 1,376 1,182
25 4,032 3,010 2,445 2,032 1,720 1,478
30 4,838 3,616 2,933 2,438 2,064 1,773
35 5,405 4,036 3,277 2,724 2,306 1,981
40 5,912 4,414 3,585 2,980 2,522 2,167
45 6,344 4,737 3,846 3,197 2,707 2,325
50 6,707 5,008 4,067 3,380 2,862 2,458
55 7,002 5,228 4,245 3,529 2,988 2,567
60 7,400 5,525 4,486 3,729 3,157 2,712
Catatan untuk tabel 2.3 :
1). Jika mutu beton ( fc’ ) dan atau baja tulangan ( fy ) tidak sesuai dengan yang ter-
cantum pada tabel 2.3 di atas, maka rasio tulangan maksimal ditentukan berdasar
kan persamaan dibawah ini :
maks = 0,75. b = 382,5. 1 . 𝑓𝑐 ′
(600+𝑓𝑦 ).𝑓𝑦 ( 2.19 )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.4 : Rasio Tulangan Minimal ( min ) dalam Persen ( % )
Mutu
beton fc’
( Mpa )
Mutu baja
tulangan
fy ( Mpa)
240 300 350 400 450 500
≤ 31,36 0,583 0,467 0,400 0,350 0,311 0,280
35 0,616 0,493 0,423 0,370 0,329 0,296
40 0,659 0,527 0,452 0,395 0,351 0,316
45 0,699 0,559 0,479 0,419 0,373 0,335
50 0,737 0,589 0,505 0,442 0,393 0,354
55 0,773 0,618 0,530 0,464 0,412 0,371
60 0,807 0,645 0,553 0,484 0,430 0,387
Catatan untuk tabel 2.4 :
1). Jika mutu beton dan atau mutu baja tulangan tidak sesuai dengan yang tercantum
pada tabel 2.4 di atas, maka rasio tulangan minimal ditentukan berdasarkan persa
maan dibawah ini :
a). Jika mutu beton fc’ ≤ 31,36 Mpa, maka nilai min = 1,4
𝑓𝑦 . ( 2.20 )
b). Jika mutu beton fc’ > 31,36 Mpa, maka nilai min = √𝑓𝑐′
4.𝑓𝑦 ( 2.21 )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.5 : Faktor Momen Pikul Maksimal ( Kmaks ) dalam Mpa
Mutu
beton fc’
( Mpa )
Mutu baja
tulangan
fy ( Mpa )
240 300 350 400 450 500
15 4,4839 4,2673 4,1001 3,9442 3,7987 3,6627
20 5,9786 5,6897 5,4668 5,2569 5,0649 4,8836
25 7,4732 7,1121 6,8335 6,5736 6,3311 6,1045
30 8,9679 8,5345 8,2002 7,8883 7,5973 7,3254
35 10,1445 9,6442 9,2595 8,9016 8,5682 8,2573
40 11,2283 10,6639 10,2313 9,8296 9,4563 9,1087
45 12,1948 11,5704 11,0930 10,6509 10,2407 9,8593
50 13,0485 12,3683 11,8497 11,3705 10,9266 10,5145
55 13,7846 13,0535 12,4977 11,9850 11,5109 11,0716
60 14,6670 13,8816 13,2853 12,7358 12,2283 11,7583
Catatan untuk tabel 2.5 :
1). Jika mutu beton ( fc’) dan atau mutu baja tulangan ( fy ) tidak sesuai dengan yang
tercantum pada tabel 2.5 di atas, maka faktor momen pikul maksimal ditentukan
berdasarkan persamaan dibawah ini :
Kmaks = 382,5.1.𝑓𝑐′.(600+𝑓𝑦−225.1)
( 600+𝑓𝑦 )^2 ( 2.22 )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SNI 03- 2847-2002 pasal 12.2.7.3 menentukan nilai 1 berdasarkan mutu
beton ( fc’ ) sebagai berikut :
Untuk fc’ ≤ 30 MPa, maka 1 = 0,85 ( 2.23 )
Untuk fc’ > 30 MPa, maka 1 = 0,85 – 0,05.(fc′−30 )
7 ( 2.24 )
Tetapi 1 ≥ 0,65 ( 2.25 )
2.7. Balok Persegi Panjang Dengan Tulangan Rangkap
2.7.1. Pengertian Balok Tulangan Rangkap
Yang dimaksud dengan balok beton bertulangan rangkap ialah balok beton
yang diberi tulangan pada penampang beton daerah tarik dan daerah tekan. Dengan
dipasangnya tulangan pada daerah tarik dan tekan, maka balok akan lebih kuat dalam
hal menerima beban yang berupa momen lentur.
2.7.2. Distribusi regangan dan tegangan
Regangan dan tegangan yang terjadi pada balok dengan penampang beton
bertulangan rangkap dilukiskan seperti pada gambar 3.1. Pada gambar 3.1 ini
dilengkapi dengan beberapa notasi yang akan dipakai untuk perhitungan selanjutnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 3.1 : Distribusi Regangan dan Tegangan pada Balok Tulangan Rangkap
Keterangan notasi gambar 3.1 :
a = tinggi blok tegangan beton tekan persegi ekivalen = 1.c, dalam mm
As = luas tulangan tarik, mm2
As’ = luas tulangan tekan, mm2
b = lebar penampang balok, mm
c = jarak antara garis netral dan tepi serat beton tekan, mm
Cc = gaya tekan beton, KN
Cs = gaya tekan baja tulangan, KN
d = tinggi efektif penampang balok, mm
ds = jarak antara titik berat tulangan tarik dan tepi serat beton tarik, mm
ds’ = jarak antara titik berat tulangan tekan dan tepi serat beton tekan, mm
Es = modulus elastisitas baja tulangan, diambil sebesar 200.000 Mpa
fc’ = tegangan tekan beton yang diisyaratkan pada umur 28 hari, Mpa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
fs = tegangan tarik baja tulangan = s.Es dalam Mpa
fs’ = tegangan tekan baja tulangan = s’ .Es dalam Mpa
fy = tegangan tarik baja tulangan pada saat leleh, Mpa
h = tinggi penampang balok, mm
Mn= momen nominal aktual, KNm
Ts = gaya tarik baja tulangan, KN
1 = faktor pembentuk blok tegangan beton tekan persegi ekivalen, yang nilainya ber
gantung pada mutu beton, lihat persamaan ( 2.23 ) sampai dengan persamaan
( 2.25 ).
c’= regangan tekan beton, dengan c’ maksimal (cu’) = 0,003.
s = regangan tarik baja tulangan = fs / Es ( 2.26 )
s’= regangan tekan baja tulangan = fs’ / Es ( 2.27 )
y = regangan tarik baja tulangan pada saat leleh = fy / Es = fy /200000 ( 2.28 )
Pada perencanaan beton bertulang, regangan tulangan tarik selalu
diperhitungkan sudah leleh, yaitu s = y dengan y = fy / Es atau y = fy / 200000.
Sedangkan untuk tulangan tekan, regangan tulangan tekan (s’) belum tentu leleh.
Nilai regangan tulangan tekan s’ dapat dihitung / ditentukan dari distribusi
regangan pada gambar 3.1 ( b ), dengan penjabaran rumus berikut :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
𝑐
cu′ =
𝑐−𝑑𝑠′
𝑠′
𝑠′ =
𝑐−𝑑𝑠′
c x cu’
Dengan memasukkan nilai a = 1.c atau c = a / 1 dan regangan batas tekan beton
cu’= 0,003 diperoleh:
𝑠′ =
𝑎−1.𝑑𝑠′
a x 0,003 ( 2.29 )
Tegangan tekan baja tulangan fs’ dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan ( 2.27 ) dan persamaan ( 2.29 ), serta dengan modulus elastisitas beton Es
= 200000 Mpa, sehingga diperoleh:
fs’= 𝑎−1.𝑑𝑠′
a x 600 dan fs’ harus ≥ 0 ( 2.30 )
Jika fs’ ≥ fy maka dipakai fs’ = fy ( 2.31 )
2.7.3. Tinggi blok tegangan beton tekan
Tinggi blok tegangan beton tekan persegi ekivalen ( a ) pada balok dengan
tulangan rangkap dihitung berdasarkan prinsip keseimbangan gaya, yaitu gaya tarik
dan gaya tekan yang terjadi pada penampang balok. Untuk gaya tarik pada balok,
gaya tarik oleh beton diabaikan, ssehingga hanya ada gaya tarik oleh baja tulangan
saja ( Ts ). Sedangkan untuk gaya tekan balok terdiri atas 2 jenis, yaitu gaya tekan
baja tulangan ( Cs ) dan gaya tekan beton ( Cc ). Pada hitungan struktur beton
bertulang, baja tulangan tarik dimanfaatkan sepenuhnya sampai pada batas leleh,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sehingga tegangan tarik fs = fy, tetapi baja tulangan tekan belum tentu leleh, sehingga
tegangan tekan baja tetap sebesar fs’.
Dengan prinsip keseimbangan antara gaya tarik dan gaya tekan pada
penampang balok tersebut akan memberikan nilai a sebagai berikut:
Ts = Cs + Cc
As . fy = As’. fs’+ 0,85.fc’.a.b
Jika tulangan tekan sudah leleh, maka nilai fs’= fy, sehingga diperoleh:
As . fy = As’. fy + 0,85.fc’.a.b
a = (As−As′).fy
0,85.fc′.b ( 2.32 )
2.7.4. Momen nominal dan momen rencana balok
Jika ada 2 buah gaya sama besar yang bekerja dengan arah berlawanan pada
jarak tertentu, maka dapat menimbulkan momen kopel yang besarnya sama dengan
gaya yang bekerja dikalikan dengan jaraknya.
Pada penampang balok bertulangan rangkap seperti telah dilukiskan pada
gambar 3.1, penampang balok bagian atas bekerja 2 buah gaya tekan ke kiri ( Cc dan
Cs ), sedangkan penampang balok bagian bawah bekerja 1 buah gaya tarik ke kanan
( Ts ) ( lihat gambar 3.1(c) ). Gaya tekan dan gaya tarik tersebut sama besar dan
bekerja berlawanan arah, sehingga menimbulkan momen yang disebut momen
nominal aktual ( Mn ). Untuk mempermudah hitungan, maka nilai momen nominal
Mn pada penampang balok diperhitungkan dengan cara menentukan / menghitung
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
besar gaya tekan kemudian dikalikan dengan jarak antara gaya tekan dan gaya tarik
pada penampang. Selanjutnya, karena gaya tekan pada penampang balok ada 2
macam ( Cc dan Cs ), maka momen nominal Mn yang terjadi pada hakikatnya
merupakan jumlah antara momen nominal yang dihasilkan dari gaya tekan beton Cc
( disebut Mnc ) dan momen nominal yang dihasilkan dari gaya tekan baja tulangan Cs
( disebut Mns ). Jika momen nominal Mn sudah dapat dihitung, maka dengan mudah
dapat dihitung pula momen rencana Mr yaitu Mr = . Mn, dengan beban lentur=0,8.
Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan dengan beberapa rumus
sebagai berikut :
Mn = Mnc + Mns ( 2.33 )
Mnc = Cc . ( d – a/2 ) dengan Cc = 0,85.fc’.a.b ( 2.34 )
Mns = Cs . ( d – ds’) dengan Cs = As’ . fs’ ( 2.35 )
Mr = . Mn dengan = 0,8 ( 2.36 )
dengan:
Mn = momen nominal aktual penampang balok, KNm.
Mnc = momen nominal yang dihasilkan oleh gaya tekan beton, KNm.
Mns = momen nominal yang dihasilkan oleh gaya tekan tulangan, KNm.
Mr = momen rencana pada penampang balok, KNm.
Notasi lainnya yang tertulis pada persamaan ( 2.33 ) sampai dengan persamaan
(2.36) dapat dilihat pada keterangan gambar 3.1.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.7.5. Nilai a untuk baja tulangan
Pada perencanaan beton bertulang, baja tulangan tarik dimanfaatkan
kekuatannya sampai batas leleh, atau tegangan tulangan tarik ( fs ) besarnya sama
dengan tegangan leleh baja tulangan ( fy ). Pada kenyataannya , tulangan tarik
maupun tulangan tekan dapat dipasang lebih dari 1 baris, seperti dilukiskan pada
gambar 3.2.
Gambar 3.2 : Distribusi Regangan pada Penampang Balok dengan Tulangan
Tarik dan Tulangan Tekan Lebih dari 1 Baris
a). Nilai a pada batas tulangan tarik leleh. Dari distribusi regangan pada gambar
3.2 (b) dapat dipahami bahwa agar baja tulangan tarik ini sudah leleh, maka nilai c
jangan terlalu besar. Semakin besar nilai c, semakin kecil regangan baja tulangan
tarik ( s ) yang akan terjadi. Dengan gambar 3.2 (b) tersebut dapat dihitung batas
nilai a ( a = 1.c ) yang merupakan nilai a maksimal agar tulangan tarik pada baris
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
paling dalam ( baris terjauh dari tepi serat tarik ) sudah leleh ( diberi kan notasi
amaks leleh), pada penjabaran rumus berikut:
𝑐
cu′ =
𝑑𝑑−𝑐
𝑠𝑑 → 𝑑𝑑= jarak tepi serat tekan ke tulangan tarik pada baris paling
dalam, 𝑠𝑑 adalah regangan tulangan tarik paling dalam.
𝑠𝑑 . 𝑐 = cu’. dd - cu’. c
(𝑠𝑑 + cu’ ). c = cu’. dd
c = cu’.dd
𝑠𝑑 + cu’ ( 2.37 )
Jika dimasukkan nilai cu’ = 0,003 ( saat beton retak ) dan 𝑠𝑑 = y = fy / Es atau
𝑠𝑑 = fy / 200000 ( tulangan tarik paling dalam sudah leleh ) ke persamaan
( 2.37 ), diperoleh:
c= 0,003.dd
𝑓𝑦/200000 + 0,003 =
600.dd600+fy
( 2.38 )
Nilai c pada persamaan ( 2.38 ) adalah nilai c maksimal agar tulangan tarik
pada baris paling dalam sudah leleh. Jika dimasukkan nilai a ( a = 1.c ) ke
dalam persamaan ( 2.38 ), maka diperoleh nilai a maksimal agar tulangan
tarik paling dalam leleh ( amaks leleh ) seperti:
amaks leleh = 600. 1.dd
600+fy ( 2.39 )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Untuk tulangan tarik yang tidak lebih dari 2 baris, praktis diambil
dd = d ( 2.40 )
b). Nilai a pada batas tulangan tekan leleh. Untuk tulangan tarik, jika nilai a semakin
besar, maka regangan tulangan tarik (s) semakin kecil. Untuk tulangan tekan
akan terjadi sebaliknya, yaitu semakin besar nilai a, semakin besar pula nilai reg
angan tulangan tekan (s’), dan semakin kecil nilai a, semakin kecil pula nilai s’.
Jika nilai a sangat kecil, maka tulangan tekan belum leleh ( lihat gambar 3.2 (b)).
Dari penjelasan tersebut, maka dapat dihitung nilai a minimal agar tulangan
tekan pada baris paling dalam ( baris terjauh dari tepi serat tekan ) sudah leleh
( diberikan notasi amin leleh ), dengan penjabaran rumus berikut ( perhatikan gam
bar 3.2 (b)):
𝑐
cu′ =
c−𝑑𝑑′
𝑠𝑑′ → 𝑑𝑑′= jarak tepi serat tekan ke tulangan tekan pada baris pa
ling dalam,𝑠𝑑adalah regangan tulangan tekan pa
ling dalam.
𝑠𝑑′. 𝑐 = cu’. c - cu’.dd’
cu’.dd’= ( cu’ - sd’).c
c = cu’.dd’
cu’ − sd’ ( 2.41 )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jika dimasukkan nilai cu’= 0,003 ( saat beton retak ) dan 𝑠𝑑′ = y = fy / Es atau
𝑠𝑑′ = fy / 200000 ( tulangan tekan paling tepi sudah leleh ) ke persamaan
( 2.41 ), diperoleh:
c = 0,003.dd′
0,003−fy/200000 =
600.dd′600−fy
( 2.42 )
Jika dimasukkan nilai a ( a = 1.c ) ke dalam persamaan ( 2.42 ), maka diperoleh
nilai a minimal agar tulangan tekan paling tepi leleh ( amin leleh ) seperti berikut:
amin leleh = 600.1.dd′
600−fy ( 2.43 )
Untuk perhitungan praktis, biasanya dipakai
dd’= ds’ ( 2.44 )
c). Manfaat nilai amaks leleh dan amin leleh pada hitungan beton bertulang. Nilai
amaks leleh dan amin leleh ini berguna untuk mengetahui kondisi tulangan tarik dan
tulangan tekan pada suatu penampang balok beton, apakah semua tulangan tarik
dan semua tulangan tekan sudah leleh atau belum.
Pada prinsip perencanaan balok beton bertulang, semua tulangan tarik diper
hitungkan sudah leleh. Jika ada sebagian tulangan tarik yang belum leleh ( ter
utama tulangan tarik pada baris paling dalam ), sebaiknya dimensi balok diper
besar sedemikian rupa sehingga diperoleh semua tulangan tarik tersebut sudah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
leleh. Kondisi tulangan tarik sudah leleh atau belum leleh dapat diketahui deng
an cara menghitung nilai a ( tinggi blok tegangan tekan beton persegi ekivalen )
dengan persamaan ( 2.32 ), kemudian dibandingkan dengan nilai amaks leleh pada
persamaan ( 2.39 ) atau persamaan ( 2.40 ), sehingga diperoleh 2 kemungkinan
berikut:
1). Jika nilai a ≤ amaks leleh, berarti semua tulangan tarik sudah leleh.
2). Jika nilai a > amaks leleh, berarti tulangan tarik pada baris paling dalam belum
leleh, maka sebaiknya dimensi balok diperbesar.
Prinsip perencanaan balok beton bertulang tidak mengharuskan bahwa semua
tulangan tekan leleh. Jadi jika terjadi tulangan tekan belum leleh tetap diper
bolehkan, meskipun hal ini akan mengurangi kekuatan balok dalam mendukung
beban yang bekerja. Kondisi tulangan tekan sudah leleh atau belum leleh dapat
diketahui dengan cara menghitung nilai a ( tinggi blok tegangan tekan beton
persegi ekivalen ) dengan persamaan ( 2.32 ), kemudian dibandingkan dengan
nilai amin leleh pada persamaan ( 2.43 ) atau persamaan ( 2.44 ), sehingga diper
oleh 2 kemungkinan berikut :
1). Jika nilai a ≥ amin leleh berarti semua tulangan tekan sudah leleh, sehingga nilai
tegangan tekan tulangan sama dengan tegangan lelehnya ( fs’ = fy ).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2). Jika nilai a < amin leleh, berarti tulangan tekan pada baris paling dalam belum
leleh, sehingga nilai tegangan tekan tulangan masih lebih kecil daripada tega
ngan lelehnya ( fs < fy ).
2.7.6. Balok dengan tulangan tekan belum leleh
Untuk keadaan penampang balok beton bertulang tulangan tekan belum leleh,
berarti regangan: s’ < y. Regangan dan tegangan tekan dari baja tulangan dapat
ditentukan dengan persamaan sebelumnya, yaitu persamaan ( 2.29 ) untuk nilai
regangan ( s’ ) dan persamaan ( 2.30 ) untuk nilai tegangan ( fs’ ).
Keseimbangan antara gaya tarik ( Ts ) dan gaya tekan ( Cs dan Cc ) pada
penampang balok akan memberikan hitungan berikut:
Ts = Cs + Cc
Ts - Cs - Cc = 0
As . fy – As’. fs’ – 0,85. fc’.a.b = 0
Dengan memasukkan nilai fs’ pada persamaan ( 2.30 ), diperoleh:
As . fy – As’.a−1 .ds′
a x 600 - 0,85. fc’.a.b = 0
X a
a.As . fy - As’. ( a - 1. ds’ ) x 600 - 0,85. fc’.a2.b = 0
(0,85. fc’.b).a2 + ( 600.As’- As.fy ).a – 600. 1. ds’. As’= 0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
2 . a2 +
600.As.′−As.fy
2.0,85.fc′ .b
.a - 600.1..ds′.As′
2.0,85fc.b = 0 ( 2.45 )
Diambil notasi p dan q dari persamaan ( 2.45 ), yaitu :
p = 600.As.′−As.fy
1,7.fc′ .b
( 2.46 )
q = 600.1..ds′.As′
0,85fc.b ( 2.47 )
p dan q dimasukkan ke persamaan ( 2.45 ), maka menjadi :
1/2.a2 + p.a – 1/2.q = 0
𝑎1,2 =−𝑝±√𝑝2−
4.1
2.(−
1
2.𝑞)
2.1/2
𝑎1,2 = √𝑝2 +q – p
Karena nilai a selalu positif ( a ≥ 0 ), maka diperoleh nilai a berikut:
𝑎 = (√𝑝2 +q ) – p ( 2.48 )
2.7.7. Skema hitungan beton bertulang rangkap
a). Menentukan momen rencana balok. Untuk menghitung momen rencana balok
( Mr ) diperlukan data yang berkaitan dengan dimensi ( b, h, d, ds, dan ds’ ), mutu
bahan beton bertulang ( fc’ dan fy ), dan tulangan longitudinal yang terpasang
pada balok ( As dan As’ ). Skema hitungan momen rencana balok dapat dilihat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pada gambar 3.3.
Gambar 3.3: Skema Hitungan Momen Rencana Balok ( Penampang Balok
dengan Tulangan Rangkap )
Data : dimensi balok ( b,h,d,ds,ds’ ), mutu bahan ( fc’, fy ),
dan tulangan terpasang ( As, As’ )
Dikontrol nilai = ( As – As’ ) / (b.d), syarat : ≤ maks
dengan: maks = 0,75. b = 382,5. 1 . 𝑓𝑐 ′
(600+𝑓𝑦 ).𝑓𝑦
( nilai maks boleh diambil dari tabel 2.3 yang sesuai )
Dikontrol tulangan tekan untuk menetapkan nilai a berikut:
a = ( 𝐴𝑠−𝐴𝑠′).𝑓𝑦
0,85.𝑓𝑐′.𝑏
dan amin leleh = 600.1.𝑑𝑑′
600−𝑓𝑦
Untuk a ≥ amin leleh, berarti tulangan tekan sudah
leleh, nilai a sudah betul :
Mnc = 0,85.fc’.a.b.( d-a/2)
Mns = As’.fy.( d-ds’ )
Mn = Mnc + Mns
Untuk a < amin leleh, tulangan tekan belum leleh,
nilai a dihitung lagi dengan:
p = 600.As.′−As.fy
1,7.fc′ .b
; q = 600.1..ds′.As′
0,85fc.b
𝑎 = (√𝑝2 +q ) – p ; fs’= 𝑎−1.𝑑𝑠′
a x 600
Mnc = 0,85.fc’.a.b.( d- a/2)
Mns = As’.fs’.( d-ds’ )
Mn = Mnc + Mns
Dihitung momen rencana, Mr = . Mn
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.8. Tulangan Geser Balok
2.8.1. Retak Balok Akibat Gaya Geser
Untuk memberikan gambaran yang cukup jelas tentang bekerjanya gaya geser/
gaya lintang pada balok, diambil sebuah elemen kecil dari beton yang berada di
dekat ujung balok, kemudian elemen tersebut diperbesar sehingga dapat dilukiskan
gaya-gaya geser di sekitar elemen beton seperti tampak pada gambar 3.4.
Pada gambar 3.4 (a), akibat berat sendiri dan beban-beban diatas balok, maka
pada tumpuan kiri maupun kanan timbul reaksi ( RA dan RB ) yang arahnya keatas,
sehingga pada tumpuan kiri terjadi gaya lintang/ gaya geser sebesar RA ke atas.
Gambar 3.4: Retak Balok Akibat Gaya Geser
Gaya lintang RA ini berakibat pada elemen beton ( yang diperbesar ) pada
gambar 3.4 (b) sebagai berikut:
1). Arah reaksi RA ke atas, sehingga pada permukaan bidang elemensebelah kiri ter
jadi gaya geser dengan arah ke atas pula.
2). Karena elemen beton berada pada keadaan stabil, berarti terjadi keseimbangan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
gaya vertikal pada elemen beton, sehingga pada permukaan bidang elemen se
belah kanan timbul gaya geser ke bawah. Kedua gaya geser pada kedua per
mukaan bidang ( bidang kiri dan kanan ) ini besarnya sama.
3). Akibat gaya geser ke atas pada permukaan bidang kiri, dan gaya geser ke bawah
pada permukaan bidang kanan, maka pada elemen beton timbul momen yang
arahnya sesuai dengan arah putaran jarum jam.
4). Karena elemen beton berada pada keadaan stabil, berarti terjadi keseimbangan
momen pada elemen beton, sehingga momen yang ada harus dilawan oleh momen
lain yang besarnya sama tetapi arahnya berkebalikan, yaitu berlawanan dengan
arah putaran jarum jam.
5). Momen lawan yang arahnya berlawanan dengan arah putaran jarum jam pada
item (4) dapat terjadi, jika pada permukaan bidang elemen sebelah atas ada gaya
geser dengan arah ke kiri, dan pada permukaan bidang elemen sebelah bawah ada
gaya geser dengan arah ke kanan. Kedua gaya geser terakhir ini besarnya juga
sama.
Pada gambar 3.4 (c), terjadi keadaan berikut:
1). Gaya geser ke atas pada permukaan bidang kiri dan gaya geser ke kiri pada permu
kaan bidang atas, membentuk resultant R yang arahnya miring ke kiri-atas.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2). Gaya geser ke bawah pada permukaan bidang kanan dan gaya geser ke kanan
pada permukaan bidang bawah, juga membentuk resultant R yang arahnya miring
ke kanan-bawah.
3). Kedua resultant yang terjadi dari item 1 dan item 2 tersebut sama besarnya, tetapi
berlawanan arah dan saling tarik-menarik.
4). Jika elemen beton tidak mampu menahan gaya tarik dari kedua resultant R, maka
elemen beton akan retak dengan arah miring, membentuk sudut α ≈ 45º.
2.8.2. Perencanaan Tulangan Geser / Begel Balok
2.8.2.1. Pertimbangan dalam perhitungan tulangan geser / begel
Beberapa rumus yang digunakan sebagai dasar untuk perhitungan tulangan
geser / begel balok yang tercantum dalam pasal-pasal SNI 03-2847-2002, yaitu
sebagai berikut:
1). Pasal 13.1.1 SNI 03-2847-2002, gaya geser rencana, gaya geser nominal, gaya ge
ser yang ditahan oleh beton dan begel dirumuskan:
Vr = . Vn dan . Vn ≥ Vu ( 2.49 )
Vn = Vc + Vs ( 2.50 )
dengan:
Vr = gaya geser rencana, KN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Vn = kuat geser nominal, KN
Vc = gaya geser yang ditahan oleh beton, KN
Vs = gaya geser yang ditahan oleh begel, KN
= faktor reduksi geser = 0,75
2). Pasal 13.1.3.1 SNI 03-2847-2002, nilai Vu boleh diambil pada jarak d
( menjadi Vud ) dari muka kolom ( lihat gambar 3.9 ) sebagai berikut:
Vud = Vut + x
y . ( Vu – Vut ) ( 2.51 )
Gambar 3.5: Lokasi Geser Maksimal ( Vud ) untuk Perencanaan
3). Pasal 13.3.1 SNI 03-2847-2002, gaya geser yang ditahan oleh beton ( Vc ) di
hitung dengan rumus:
Vc = 1/6.√𝑓𝑐′ .b.d ( 2.52 )
4). Pasal 13.5.6.1 SNI 03-2847-2002, gaya geser yang ditahan oleh begel ( Vs )
dihitung berdasarkan persamaan ( 2.49 ) dan persamaan ( 2.50 ):
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Vs = ( Vu - .Vc ) / ( 2.53 )
5). Pasal 13.5.6.6 SNI 03-2847-2002:
Vs harus ≤ 2/3. √𝑓𝑐′ .b.d ( 2.54 )
Jika Vs ternyata > 2/3. √𝑓𝑐′ .b.d, maka ukuran balok diperbesar ( 2.55 )
6). SNI 03-2847- 2002, luas tulangan geser per meter panjang balok yang diperlukan
( Av,u ) dihitung dengan memilih nilai terbesar dari rumus berikut:
a). Pasal 13.5.6.2, Av,u = 𝑉𝑠 .𝑆
𝑓𝑦.𝑑 dengan
S = panjang balok 1000 mm ( 2.56 )
b). Pasal 13.5.5.3, Av,u = 𝑏.𝑆
3.𝑓𝑦 dengan
S = panjang balok 1000 mm ( 2.57 )
c). Pasal 13.5.5.3, Av,u =
75.√𝑓𝑐′.
.𝑏.𝑆
1200.𝑓𝑦 dengan
S = panjang balok 1000 mm ( 2.58 )
7). Spasi begel ( s ) dihitung dengan rumus berikut :
a). s = 𝑛.
1
4..𝑑𝑝2.𝑆
𝐴𝑣,𝑢 dengan
S = panjang balok 1000 mm ( 2.59 )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b). Pasal 13.5.4.1 untuk Vs < 1/3. √𝑓𝑐 ′.. 𝑏. 𝑑 , maka
s ≤ d/2 dan s ≤ 600 mm ( 2.60 )
c). Pasal 13.5.4.3 untuk Vs > 1/3. √𝑓𝑐 ′.. 𝑏. 𝑑 , maka
s ≤ d/4 dan s ≤ 300 mm ( 2.61 )
dengan:
n = jumlah kaki begel ( 2, 3, atau 4 kaki )
dp= diameter begel dari tulangan polos, mm.
2.8.2.2. Skema hitungan begel balok
Pada hitungan / perencanaan begel balok, diperlukan data-data yang meliputi:
dimensi balok ( b, h, d, ds ), mutu bahan ( fc’, fy ), dan gaya geser ( Vu , Vn ). Untuk
mempermudah hitungan pada perencanaan begel balok, maka dibuat skema hitungan
seperti pada gambar 3.6.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 3.6: Skema Hitungan Begel Balok
Data: dimensi balok ( b,h, d, ds, ds’), mutu
bahan ( fc’, fy ), gaya geser ( Vu, Vn )
Gaya geser berfaktor yang ditahan beton ( Vc ):
Vc = . 1/6.√𝑓𝑐′ .b.d dengan = 0,75
Ditentukan daerah penulangan
Daerah Vu < . Vc /2 Daerah . Vc /2 < Vu < . Vc Daerah Vu > . Vc
Gaya geser yang ditahan
begel ( Vs ) = ( Vu - . Vc ) /
Tidak perlu
begel, atau
dipakai begel
dengan
diameter
kecil ( 6)
spasi s ≤ d/2
dan s ≤ 600
mm
Dipakai luas begel perlu minimal per
meter panjang balok ( Av,u ) yang
besar:
Av,u =
75.√𝑓𝑐′.
.𝑏.𝑆
1200.𝑓𝑦 atau Av,u =
𝑏.𝑆
3.𝑓𝑦
( S= 1000 mm )
Dipilih luas begel perlu per meter
panjang balok (Av,u ) yang besar:
Av,u = 𝑉𝑠 .𝑆
𝑓𝑦.𝑑 ; Av,u =
75.√𝑓𝑐′.
.𝑏.𝑆
1200.𝑓𝑦
Av,u = 𝑏.𝑆
3.𝑓𝑦 dengan S = 1000 mm
Untuk Vs < 1/3. √𝑓𝑐 ′.. 𝑏. 𝑑
Untuk Vs > 1/3. √𝑓𝑐 ′.. 𝑏. 𝑑
Untuk Vs > 2/3. √𝑓𝑐 ′.. 𝑏. 𝑑
Ukuran
balok terlalu
kecil ( harus
diperbesar )
Dihitung spasi begel (s):
s = 𝑛.
1
4..𝑑𝑝2.𝑆
𝐴𝑣,𝑢
dengan n dan dp = jumlah
kaki dan diameter begel.
Dikontrol spasi begel (s):
s ≤ d/2 dan s ≤ 600 mm
Dikontrol spasi begel (s):
s ≤ d/4 dan s ≤ 300 mm
Dihitung spasi begel (s):
s = 𝑛.
1
4..𝑑𝑝2.𝑆
𝐴𝑣,𝑢
dengan S = 1000 mm
selesai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.9. Tulangan Torsi Balok
2.9.1. Arti / pengertian torsi
Torsi ( twist ) atau momen puntir adalah momen yang bekerja terhadap
sumbu longitudinal balok / elemen struktur. Torsi dapat terjadi karena adanya beban
eksentrik yang bekerja pada balok tersebut. Selain itu, pada umumnya torsi dijumpai
pada balok lengkung dan elemen struktur pada struktur portal ruang ( lihat gambar
3.7 ).
Gambar 3.7: Contoh Torsi Keseimbangan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.9.2. Perilaku torsi sebelum terjadi retak
Retak torsi diagonal akan terjadi pada saat tegangan tarik utama mencapai
kekuatan tarik beton ( fcr ). Besar tegangan geser yang dapat menyebabkan retak
diagonal ( vcr ) pada beton adalah :
Vcr = fcr ( 2.62 )
dan fcr = 0,33.√𝑓𝑐′ ( Pasal 13.4.2.2 SNI 03-2847-2002 ) ( 2.63 )
Untuk penampang pipa dinding tipis, tegangan geser torsi ( v ) dapat dihitung
pada persamaan ( 2.64 ), yaitu:
v = T
2. 𝐴𝑜 . 𝑡 ( 2.64 )
dengan:
v = tegangan geser torsi, Mpa.
T = momen torsi, Nmm.
Ao= luasan yang dibatasi oleh garis pusat ( centerline ) dinding pipa, mm2.
t = tebal dinding pipa, mm.
Untuk penampang selain pipa dinding tipis, hubungan antara v dan T dapat
diturunkan dari teori elastik atau teori plastik. Hasil yang diperoleh umumnya
bersifat kompleks, sehingga perlu pendekatan.
Salah satu cara pendekatan yang dilaksanakan, yaitu berdasarkan
konsep/prinsip bahwa sebagian besar torsi ditahan oleh tegangan geser di sekitar tepi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
luar penampang. Dengan cara ini, penampang akual dapat dimodelkan sebagai pipa
dinding tipis ekivalen dengan dimensi luar sama dengan penampang aktual, tetapi
mempunyai dinding setebal tc dengan persamaan:
tc = 3. Acp
4. Pcp ( 2.65 )
dengan:
tc = tebal dinding pipa ekivalen, mm.
Acp = luasan yang dibatasi oleh tepi luar penampang, mm2.
Pcp = keliling penampang, mm.
Nilai Ao pada persamaan ( 2.64 ) dapat dihitung berdasarkan dimensi luar dan
ketebalan dinding pipa ekivalen, yang umumnya didekati dengan:
Ao = 2/3. Acp ( 2.66 )
Subsitusi dari persamaan ( 2.64 ), persamaan ( 2.65 ) dan persamaan ( 2.66 )
menghasilkan persamaan berikut:
v = T
2. 𝐴𝑜 . 𝑡 Ao = 2/3. Acp dan t = tc
v = 3.T
4. 𝐴𝑐𝑝. 𝑡𝑐 tc = 3/4 . ( Acp/Pcp )
sehingga:
v = T . Pcp
𝐴𝑐𝑝2 ( 2.67 )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dengan memandang nilai v pada persamaan ( 2.67 ) sebagai nilai vcr dan fcr pada
persamaan ( 2.62 ) dan persamaan ( 2.63 ), serta T sebagai Tr, maka diperoleh
hitungan berikut:
Vcr = Tr. Pcp
Acp2
Tr = Vcr. Acp2
Pcp
Tr = 0,33.√fc′ . Acp2
Pcp ( 2.68 )
Pasal 13.6.1 SNI 03-2847-2002 menyatakan bahwa pengaruh puntir ( torsi ) pada
balok dapat diabaikan jika momen puntir berfaktor Tu lebih kecil dari pada 25 % kali
Tr pada persamaan ( 2.68 ) dengan mempertimbangkan faktor reduksi kekuatan .
Dengan demikian diperoleh persamaan berikut:
Tu ≤ . √fc′
12
Acp2
Pcp dengan = 0,75 ( untuk geser dan torsi ) ( 2.69 )
2.9.3. Perilaku torsi setelah terjadi retak
Setelah terjadi retak, torsi akan ditahan oleh tegangan tekan diagonal beton
yang mengelilingi balok dengan sudut ( lihat gambar 3.8 ). Komponen tangensial
dari tegangan ini merupakan aliran geser ( shear flow ) q, yang diperlukan untuk
menahan/ menyeimbangi gaya torsi. Sehingga q dapat dihitung :
q = T
2. Ao ( 2.70 )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Keseimbangan gaya vertikal pada elemen ( lihat gambar 4.2 (b) ), menghasilkan gaya
tarik begel ( Avt . fv ) dan gaya berat elemen ( q.tan.s ) berikut:
Avt . fv = q.s. tan ( 2.71 )
Sehingga:
Avt . fv = T
2. Ao .s. tan
Avt . fv
s =
T
2. Ao . tan ( 2.72)
Gambar 3.8: Retak Akibat Torsi menurut Analogi Rangka Ruang
Berdasarkan persamaan ( 2.72 ) diatas, maka pasal 13.6.3.6 SNI 03-2847-
2002 menyatakan, bahwa kebutuhan tulangan sengkang tambahan untuk torsi
dirumuskan berikut:
Avt
s =
Tn
2. Ao.fyv. Cot dengan Ao = 0,85. Aoh ( 2.73 )
dengan:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
fyv = tegangan leleh tulangan sengkang, Mpa.
= sudut retak = 45o untuk non prategang.
Komponen longitudinal dari tegangan tekan diagonal ditahan oleh tulangan
longitudinal ( lihat gambar 4.2 (c) ), sehingga diperoleh:
Nt = At . ft = q . cot . ph ( 2.74 )
Penyelesaian dari persamaan ( 2.74 ) dan persamaan ( 2.71 ) menghasilkan
hitungan berikut:
1). Persamaan ( 2.74 ): At = ( q . cot . ph ) / ft
2). Persamaan ( 2.71 ): q = ( Avt . fv ) / ( s tan ).
3). Dari item 1) dan item 2): At = ( Avt . fv. cot. Ph ) / ( s . ft . tan )
Jadi diperoleh luas tulangan longitudinal untuk menahan torsi ( At ) berikut:
At = Avt
s .ph.
fv
ft .cot2 ( 2.75 )
Persamaan ( 2.75 ) di atas digunakan pada pasal 13.6.3.7 SNI 03-2847-2002,
bahwa tulangan longitudinal tambahan yang dibutuhkan untuk menahan torsi
dihitung dengan rumus berikut:
At = Avt
s .ph.
fyv
fyl .cot2 ( 2.76 )
dengan:
At = luas tulangan longitudinal torsi, mm2.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ph = keliling daerah yang dibatasi oleh sengkang tertutup, mm2.
fyl = tegangan leleh tulangan longitudinal, Mpa.
Dari gambar 3.8 (c) dapat diketahui, bahwa setelah terjadi retak, maka
ketahanan torsi pada penampang beton disumbangkan oleh sengkang/begel tertutup
(Vt), tulangan longitudinal ( Nt ), dan tegangan tekan diagonal ( Dt ).
2.9.4. Perencanaan Tulangan Torsi
2.9.4.1. Pertimbangan untuk perencanaan tulangan torsi
Dasar perencanaan terhadap torsi yang digunakan dalam SNI 03-2847-
2002 adalah analogi pipa dinding tipis dan analogi ruang. Beberapa pertimbangan
yang perlu diperhatikan untuk torsi pada balok adalah sebagai berikut:
1). Tulangan yang dibutuhkan untuk torsi harus ditambahkan pada tulangan yang di-
butuhkan untuk menahan momen lentur ( tulangan longitudinal ) dan untuk mena
han geser ( begel ). Jadi tulangan torsi berupa tulangan longitudinal dan begel ter-
tutup yang ditambahkan.
2). Pasal 13.6.1 SNI 03-2847-2002, pengaruh puntir dapat diabaikan jika momen pun
tir terfaktor Tu memenuhi syarat berikut:
Tu ≤ . √fc′
12
Acp2
Pcp dengan = 0,75 ( 2.77 )
dengan ( lihat gambar 3.9 ):
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Acp = luas penampang keseluruhan, termasuk rongga pada penampang berongga
( daerah yang diarsir ), mm2.
Pcp = keliling penampang keseluruhan ( keliling batas terluar daerah yang diarsir)
mm.
Gambar 3.9: Contoh Acp dan Pcp
3). Pasal 13.6.3.4 SNI 03-2847-2002, kekuatan leleh tulangan torsi ( fy ): fy harus
≤ 400 MPa.
4). Pasal 13.6.3.1 SNI 03-2847-2002, dimensi penampang melintang harus meme-
nuhi syarat berikut:
a). Penampang solid:
( 𝑉𝑢
𝑏.𝑑 )2+ (
𝑇𝑢.𝑃ℎ
1,7.𝐴𝑜ℎ2 )2 ≤ . (
𝑉𝑐
𝑏.𝑑 +
2.√𝑓𝑐′
3 ) ( 2.78 )
b). Penampang berongga:
(𝑉𝑢
𝑏.𝑑) + (
𝑇𝑢 .𝑃ℎ
1,7. 𝐴𝑜ℎ2) ≤ . ( 𝑉𝑐
𝑏.𝑑 +
2.√𝑓𝑐′
3 ) ( 2.79 )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dengan Aoh dan Ph masing-masing luas dan daerah keliling yang diarsir pada gam
bar 4.0.
Gambar 4.0: Definisi Aoh dan Ph
5). Pasal 13.6.3.3 SNI 03-2847-2002, untuk penampang berongga, jika tebal dinding
(t) < Aoh/Ph, maka persamaan ( 2.79 ) menjadi:
( 𝑉𝑢
𝑏.𝑑 ) + (
𝑇𝑢
1,7. 𝐴𝑜ℎ .𝑡 ) ≤ . (
𝑉𝑐
𝑏.𝑑 +
2.√𝑓𝑐′
3 ) ( 2.80 )
6). Pasal 13.6.3.5 SNI 03-2847-2002, tulangan yang dibutuhkan untuk torsi ditentu-
kan berdasarkan :
Tr = . Tn dan Tr ≥ Tu ( 2.81 )
dengan:
Tr = momen puntir/torsi rencana, Nmm.
Tn = kuat torsi nominal, Nmm.
Tu = torsi terfaktor atau torsi perlu, Nmm.
7). Pasal 13.6.3.6 SNI 03-2847-2002, kebutuhan tulangan sengkang tambahan untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
torsi per meter panjang balok ( S = 1000 mm ):
Avt = Tn. S
2. Ao.fyv. Cot dengan Ao = 0,85. Aoh ( 2.82 )
dengan:
Avt = luas tulangan torsi ( sengkang ) per meter, mm2.
S = bentang balok yang dipasang sengkang torsi = 1000 mm.
fyv = tegangan leleh tulangan sengkang, MPa.
= sudut retak = 450 untuk non prategang.
8). Pasal 13.6.3.7 SNI 03-2847-2002, tulangan longitudinal tambahan yang dibutuh-
kan untuk menahan torsi:
At = Avt
s .ph.
fyv
fyl .cot2 ( 2.83 )
dengan :
At = luas tulangan longitudinal torsi, mm2.
Ph = keliling daerah yang dibatasi oleh sengkang tertutup, mm2.
fyl = tegangan leleh tulangan longitudinal, MPa.
9). Pasal 13.6.5 SNI 03-2847-2002, luas tulangan torsi total minimal:
a). Pasal 13.6.5.2 SNI 03-2847-2002, luas total begel ( untuk geser dan torsi ) per
meter panjang balok ( S = 1000 mm ):
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
( Avs + Avt ) ≥ 75.√fc′ . b. S
1200.fyv dan ( Avs + Avt ) ≥
b. S
3.fyv ( 2.84 )
b). Pasal 13.6.5.3 SNI 03-2847-2002, luas total tulangan longitudinal ( untuk tula
ngan lentur dan torsi )
( At + Ast ) ≥ {5. √fc′.Acp
12.fyl− (
Avt
s) . Ph.
fyv
fyl} dan
𝐴𝑣𝑡
𝑠 ≥
𝑏
6. 𝑓𝑦𝑣 ( 2.85 )
10). Pasal 13.6.6.1 SNI 03-2847-2002, spasi tulangan begel torsi ( s ):
s harus ≤ Ph /8 dan s harus ≤ 300 mm ( Ph lihat gambar 4.4 ) ( 2.86 )
11). Pasal 13.6.6.2 SNI 03-2847-2002 :
a). Tulangan longitudinal torsi dipasang di sekeliling perimeter dalam begel ter
tutup dengan spasi ( s ):
s harus ≤ 300 mm ( 2.87 )
b). Diameter tulangan longitudinal torsi harus :
D ≥ 10 mm dan D ≥ s/24 ( 2.88 )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tidak
Ya
\
Gambar 4.1: Skema Hitungan Tulangan Torsi
Data : dimensi balok ( b, h, d, ds ), mutu
bahan ( fc’, fy ), dan beban torsi ( Tu )
Kontrol dimensi penampang dengan
persamaan ( 2.78 ) s/d persamaan
( 2.80 )
Tu > . √fc′
12
Acp2
Pcp ( ? )
Tidak perlu
tulangan torsi
Luas begel perlu
per meter ( Av,u )
Luas tul. Longitudinal
terpasang ( Ast = As + As’ )
Dihitung luas tul.
Longitudinal torsi ( At ) :
At = Avt
s .ph.
fyv
fyl .cot2
Dikontrol luas total tulangan longitudinal ( tulangan
lentur dan torsi ) dengan syarat:
( At + Ast ) ≥ {5. √fc′.Acp
12.fyl− (
Avt
s) . Ph.
fyv
fyl}
dan 𝐴𝑣𝑡
𝑠 ≥
𝑏
6. 𝑓𝑦𝑣
Dihitung jumlah tulangan longitudinal torsi:
n = ( Ast + At ) – Ast / ( ¼ . . D2 ) dengan D ≥ 10 mm.
Tulangan longitudinal torsi dipasang di sekeliling
begel tertutup dengan jarak s ≤ 300 mm
Selesai
Dihitung jarak begel ( s ):
s = ( n.1/4..dp2.S ) / ( Av,u + Avt )
s ≤ Ph/8 dan s ≤ 300 mm.
Jika Vs < 1/3.√𝑓𝑐′ .b.d, maka s ≤ d/2
Jika Vs > 1/3.√𝑓𝑐′ .b.d, maka s ≤ d/4
Dikontrol luas total begel ( geser
dan torsi ) dengan syarat:
a). ( Av,u + Avt ) ≥ 75.√fc′ . b. S
1200.fy
b). ( Av,u + Avt ) ≥ b. S
3.fyv
Dihitung Avt /s, dan luas tulangan
sengkang torsi per meter ( Avt ):
( S = 1000 mm, dan sudut = 450 )
a). 𝐴𝑣𝑡
𝑠=
𝑇𝑛
2.0,85.𝐴𝑜ℎ.cot
b). Avt = 𝑇𝑛. 𝑆
2.0,85.𝐴𝑜ℎ.cot
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1. Data Umum Studi Kasus
1. Nama Studi : Komplek Perumahan Krakatau Mas Medan
2. Pemilik Studi : Developer Perumahan Krakatau Mas Medan
3. Lokasi Studi : Jln. Bukit Barisan II No: 12 D - Medan
4. Sumber Dana : Swasta
5. Konsultan Struktur : PT. Duta Raya Sejati
3.2. Data Teknis Studi Kasus
1. Jenis Bangunan :Berbentuk seperti ruko 4 lantai dengan tinggi masing-
masing lantai 4 m yang berfungsi sebagai tempat
tinggal.
2. Jenis Retakan Balok : Balok persegi dengan retak vertikal dan retak miring
yang terjadi di lantai 4. Sedangkan lantai 1,2,dan 3
tidak mengalami keretakan.
3. Panjang Bentang Balok : -Melintang : 3,60 m
-Memanjang : 1,65 m ; 4,0 m ; dan 4,0 m.
4. Dimensi Balok : -Lebar ( b ) = 20 cm ; -Tinggi ( h ) = 30 cm.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Jumlah Tulangan Balok: -Atas : 2 buah ; -Bawah : 3 buah.
6. Diameter Tulangan :- Balok : 12 mm ; - Sengkang : 8 mm.
7. Mutu Beton ( fc’) : 20 Mpa.
8. Mutu Baja ( fy ) : 240 Mpa.
9. Tebal Pelat Atap : 10 cm.
3.3. Skema Penyelesaian Tugas Akhir
Gambar 4.2 : Skema Penyelesaian Tugas Akhir
Review dan studi kepustakaan serta
pembahasan teori-teori yang berkaitan
dengan retak balok serta cara mengatasinya
Peninjauan langsung ke lokasi
pengambilan data ( lokasi studi )
Analisis hasil perhitungan dan kesimpulan
Analisis data berdasarkan formula-formula
yang ada
Pengambilan data-data dari lokasi dengan
pengukuran secara langsung dan
wawancara dengan pihak konsultan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB IV
ANALISA PERHITUNGAN
4.1. Perhitungan Beban Balok Arah Melintang dan Memanjang Pada
Pelat Atap
Perhitungan beban-beban yang dipikul oleh struktur balok pada suatu
bangunan gedung adalah sangat penting sekali. Dimana kita dapat mengetahui
seberapa besar kemampuan balok tersebut untuk dapat memikul beban-beban yang
berada diatasnya. Beban-beban tersebut dapat berupa beban mati ataupun beban
hidup. Beban-beban mati tersebut diantaranya seperti pelat atap, spesi, plafond &
M/E serta water proofing. Sedangkan beban hidup diantaranya seperti beban air
hujan. Dibawah ini akan ditampilkan denah bangunan yang ditinjau, dimana telah
mengalami keretakan pada balok pelat atapnya. Dimana bentang terpanjang arah
melintang nya sebesar 3,60 m dan arah memanjang nya sebesar 4 m.
3,60 m
1,65 m
4,0 m
4,0 m
Gambar 4.3 : Tampak Atas Denah Bangunan Yang Ditinjau
Terjadi keretakan
pada balok
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3,60 m
1,65 m
4,0 m
4,0 m
Gambar 4.4 : Pembebanan Pada Pelat Atap Dengan Metode Amplop
4.1.1. Perhitungan Momen Primer Serta Beban Merata Ekivalen
Untuk Berbagai Bentuk Pembebanan Berdasarkan Rumus
Umum Yang Ada
Tipe A.
A
B
C
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
➢ Untuk beban trapesium
Mo= ( q )L2
96 ( 1 +
𝑏
𝐿 ) ( 5-
𝑏2
𝐿2 )
= ( 𝑞 )( 3,6 )2
96 ( 1 +
1,95
3,6 ) ( 5-
1,952
3,62 )
= 0,980q
➢ Untuk beban segitiga
Mo= 5
96 ( q ) L2
= 5
96 ( q ) ( 3,6 )2
= 0,675q
➢ Akibat beban merata ekivalen
Mo= 1
12 qekiv L2
0,980q + 0,675q = 1
12 qekiv ( 3,6 )2
1,655q = 1,08 qekiv
qekiv = 1,532q
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tipe B.
➢ Untuk beban trapesium
Mo= ( 𝑞 )𝐿2
96 ( 1 +
𝑏
𝐿 ) ( 5 -
𝑏2
𝐿2 )
= ( 𝑞 )( 4 )2
96 ( 1+
0,4
4 ) ( 5-
0,42
42 )
= 0,915q
➢ Akibat beban merata ekivalen
Mo= 1
12 qekiv L2
0,915q = 1
12 qekiv ( 4 )2
0,915q = 1,333 qekiv
qekiv = 0,686q
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tipe C.
➢ Untuk beban segitiga
Mo= 2 5
96 ( 2q ) L2
= 2 5
96 ( 2q ) ( 3,6 )2
= 2,7q
➢ Akibat beban merata ekivalen
Mo= 1
12 qekiv L2
2,7q = 1
12 qekiv ( 3,6 )2
2,7q = 1,08 qekiv
qekiv = 2,5q
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.1.2. Perhitungan Beban Mati Serta Beban Hidup Untuk Masing – Masing
Tipe Pada Pelat Atap
• Tipe A
a. Beban Mati ( qD ) Permeter terdiri dari :
➢ Pelat atap ( tebal = 10 cm ) = 1 x 0,1 x 24 = 2,4 KN/m’
➢ Spesi ( tebal = 2 cm ) = 1 x 0,02 x 21 = 0,42 KN/m’
➢ Plafond dan M / E = 1 x 0,18 = 0,18 KN/m’
➢ Water Proofing = 1 x 0,05 = 0,05 KN/m’
Jumlah qD = 3,05 KN/m’
➢ qekiv = 1,532 x 3,05 = 4,673 KN/m’
➢ Berat Balok = 0,2 x 0,3 x 24 = 1,44 KN/m’
➢ Berat Dinding = 0,15 x 0,8 x 17 = 2,04 KN/m’
Jumlah qD = 8,153 KN/m’
b. Beban Hidup ( qL ) Permeter terdiri dari :
➢ Beban Hidup ( qL ) Atap = 1 x 1,0 KN/m2 = 1,0 KN/m’
➢ qekiv = 1,532 x 1,0 = 1,532 KN/m’
• Tipe B
a. Beban Mati ( qD ) Permeter terdiri dari :
➢ Pelat atap ( tebal = 10 cm ) = 1 x 0,1 x 24 = 2,4 KN/m’
➢ Spesi ( tebal = 2 cm ) = 1 x 0,02 x 21 = 0,42 KN/m’
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
➢ Plafond dan M / E = 1 x 0,18 = 0,18 KN/m’
➢ Water Proofing = 1 x 0,05 = 0,05 KN/m’
Jumlah qD = 3,05 KN/m’
➢ qekiv = 0,686 x 3,05 = 2,092 KN/m’
➢ Berat Balok = 0,2 x 0,3 x 24 = 1,44 KN/m’
➢ Berat Dinding = 0,15 x 0,8 x 17 = 2,04 KN/m’
Jumlah qD = 5,572 KN/m’
b. Beban Hidup ( qL ) Permeter terdiri dari :
➢ Beban Hidup ( qL ) Atap = 1 x 1,0 KN/m2 = 1,0 KN/m’
➢ qekiv = 0,686 x 1,0 = 0,686 KN/m’
• Tipe C
a. Beban Mati ( qD ) Permeter terdiri dari :
➢ Pelat atap ( tebal = 10 cm ) = 1 x 0,1 x 24 = 2,4 KN/m’
➢ Spesi ( tebal = 2 cm ) = 1 x 0,02 x 21 = 0,42 KN/m’
➢ Plafond dan M / E = 1 x 0,18 = 0,18 KN/m’
➢ Water Proofing = 1 x 0,05 = 0,05 KN/m’
Jumlah qD = 3,05 KN/m’
➢ qekiv = 2,50 x 3,05 = 7,625 KN/m’
➢ Berat Balok = 0,2 x 0,3 x 24 = 1,44 KN/m’
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
➢ Berat Dinding = 0,15 x 0,8 x 17 = 2,04 KN/m’
Jumlah qD = 11,105 KN/m’
b.Beban Hidup ( qL ) Permeter terdiri dari :
➢ Beban Hidup ( qL ) Atap = 1 x 1,0 KN/m2 = 1,0 KN/m’
➢ qekiv = 2,50 x 1,0 = 2,50 KN/m’
4.2. Perhitungan Momen Rencana Balok ( Mr Balok )
Berdasarkan hasil survey ke lapangan di dapatkan data-data sebagai berikut :
• As = 3 12 = 339,3 mm2 ; As’ = 2 12 = 226,2 mm2
• h = 300 mm ; b = 200 mm
• ds = 60 mm ; ds’ = 60 mm
• d = 300 – 60 = 240 mm
• fc’ = 20 Mpa ; fy = 240 Mpa.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
➢ Kontrol nilai berikut :
= ( As−As′)
b . d =
( 339,3−226,2 )
200 . 240 = 0,00236.
maks = 0,75 . b = 382,5.1.fc′
(600+fy).fy =
382,5.0,85.20
(600+240).240 = 0,03225.
➢ Syarat = 0,00236 < maks = 0,03225....................ok!!!!!!
➢ Kontrol tulangan tekan untuk menetapkan nilai a berikut :
a = ( As−As′).fy
0,85.fc′.b =
(339,3−226,2).240
0,85.20.200 = 7,984 mm.
amin leleh = 600.1.ds′
600−fy =
600.0,85.60
600−240 = 85 mm.
➢ Karena nilai a < amin leleh , berarti tulangan tekan belum leleh, nilai a dihitung
lagi dengan :
p = 600.As′−As.fy
1,7.fc′.b =
600.226,2−339,3.240
1,7.20.200 = 7,984 mm.
q = 600.1.ds′.As′
0,85.fc′.b =
600.0,85.60.226,2
0,85.20.200 = 2035,8 mm.
a = ( √𝑝2 + 𝑞) - p = ( √ 7,9842 + 2035,8) - 7,984 = 37,837 mm.
fs’ = a−1.ds′
a x 600 =
37,837−0,85.60
37,837 x 600 = 208,732 N/mm2.
➢ Dihitung momen nominal aktual penampang balok berikut:
Mnc = 0,85.fc’.a.b.( d – a/2 )
= 0,85.20.37,837.200. ( 240 – 37,837/2 )
= 28441206,43 Nmm.
Mns = As’.fs’. ( d – ds’)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
= 226,2.208,732. ( 240 – 60 )
= 8498732,112 Nmm.
Mn = Mnc + Mns
= 28441206,43 + 8498732,112
= 36939938,54 Nmm.
➢ Maka, momen rencana nya adalah:
Mr = . Mn
= 0.80.36939938,54
= 2955195,083 Nmm
= 2,9552 KNm.
4.3. Perhitungan Momen Perlu Balok Maximum( Mu Balok Max )
Untuk Masing-Masing Tipe Dengan Cara Mekanisme
• Tipe A
Dik : Struktur seperti tergambar !
Dengan load factor : DL = 1,3 ; : LL = 1,7 ; L = 3,6 m ; h = 4 m.
H = 0,3 . .V KN
qDL = 8,153 KN/m’ ; qLL = 1,532 KN/m’
h =4 m
L =3,6 m
A
B C
D
qH
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dit : Mp maks ( Mu maks ) ?
Penyelesaian : H = 0,3 . .V KN = 0,3 ( 1,3.8,153 + 1,7.1,532 ) . 3,6
= 14,260 KN.
4.Mp. = ( qDL. DL + qLL . LL ). 0,5. 3,6. 1,8
4 Mp = ( 8,153.1,3 + 1,532.1,7 ).0,5. 3,6. 1,8
Mp = 10,695 KNm.
4.Mp. = ( qDL. DL + qLL . LL ). 0,5. 3,6. 1,8
4 Mp = ( 8,153.1,3 + 1,532.1,7 ).0,5. 3,6. 1,8
Mp = 10,695 KNm
Mp Mp
MpMp
a. Mekanisme tunggal
b. Mekanisme tunggal
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2 Mp. + 2 Mp. 2 = 14,260 . 4
6 Mp = 14,260 . 4
Mp = 9,507 KNm.
3 Mp. + Mp. 2 = 14,260 . 4
5 Mp = 14,260 . 4
Mp = 11,408 KNm.
c. Mekanisme goyang
Mp
Mp
MpMp
2
2
d. Mekanisme goyang
MpMp
2
MpMp
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Mp. + 2 Mp. 3 + 3 Mp. 2 = ( 8,153.1,3 + 1,532.1,7 ).0,5. 3,6. 1,8 + 14,260 . 4
13 Mp = 99,819
Mp = 7,678 KNm.
❖ Didapat Mu maksimum portal = 11, 408 KNm
Pada balok diatas perletakan jepit – jepit pada tipe A tersebut akan terjadi momen
negatif maksimum sebesar Mmaks- = 1/12.q.L2
➢ Momen akibat beban mati :
MD = 1/12.qD.L2 = 1/12 ( 8,153 ). ( 3,6 )2 = 8,805 KNm.
➢ Momen akibat beban hidup :
ML = 1/12.qL.L2 = 1/12 ( 1,532 ). ( 3,6 )2 = 1,655 KNm.
➢ Momen perlu maksimum balok adalah :
Mu maks = 1,2 ( 8,805 ) + 1,6 ( 1,655 ) = 13,214 KNm.
❖ Didapat Mu maksimum negatif = 13,214 KNm.
e. Mekanisme kombinasi
MpMp
2
3
2
2Mp Mp
Mp
Mp
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
• Tipe B
Dik : Struktur seperti tergambar !
Dengan load factor : DL = 1,3 ; : LL = 1,7 ; L = 4 m ; h = 4 m.
H = 0,3 . .V KN
qDL = 5,572 KN/m’ ; qLL = 0,686 KN/m’
Dit : Mp max ( Mu max ) ?
Penyelesaian : H = 0,3 . .V KN = 0,3 ( 1,3.5,572 + 1,7.0,686 ) . 4
= 10,092 KN.
4.Mp. = ( qDL. DL + qLL . LL ). 0,5. 4. 2
4 Mp = ( 5,572.1,3 + 0,686.1,7 ).0,5. 4. 2
Mp = 8,410 KNm.
h =4 m
L =4,0 m
A
B C
D
qH
Mp Mp
MpMp
a. Mekanisme tunggal
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.Mp. = ( qDL. DL + qLL . LL ). 0,5. 3,6. 1,8
4 Mp = ( 5,572.1,3 + 0,686.1,7 ).0,5. 4. 2
Mp = 8,410 KNm.
2 Mp. + 2 Mp. 2 = 10,092 . 4
6 Mp = 10,092 . 4
Mp = 6,728 KNm.
b. Mekanisme tunggal
c. Mekanisme goyang
Mp
Mp
MpMp
2
2
d. Mekanisme goyang
MpMp
2
MpMp
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3 Mp. + Mp. 2 = 10,092 . 4
5 Mp = 10,092 . 4
Mp = 8,074 KNm.
Mp. + 2 Mp. 3 + 3 Mp. 2 = ( 5,572.1,3 + 0,686.1,7 ).0,5. 4. 2 + 10,092 . 4
13 Mp = 74,007
Mp = 5,693 KNm.
❖ Didapat Mu Maksimum portal = 8, 410 KNm
Pada balok diatas perletakan jepit – jepit pada tipe A tersebut akan terjadi momen
negatif maksimum sebesar Mmaks- = 1/12.q.L2
➢ Momen akibat beban mati :
MD = 1/12.qD.L2 = 1/12 ( 5,572 ). ( 4 )2 = 7,429 KNm.
➢ Momen akibat beban hidup :
ML = 1/12.qL.L2 = 1/12 ( 0,686 ). ( 4 )2 = 0,915 KNm.
➢ Momen perlu maksimum balok adalah :
Mu maks = 1,2 ( 7,429 ) + 1,6 ( 0,915 ) = 10,379 KNm.
❖ Didapat Mu maksimum negatif = 10,379 KNm.
e. Mekanisme kombinasi
MpMp
2
3
2
2Mp Mp
Mp
Mp
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
• Tipe C
Dik : Struktur seperti tergambar !
Dengan load factor : DL = 1,3 ; : LL = 1,7 ; L = 3,6 m ; h = 4 m.
H = 0,3 . .V KN
qDL = 11,105 KN/m’ ; qLL = 2,50 KN/m’
Dit : Mp max ( Mu max ) ?
Penyelesaian : H = 0,3 . .V KN = 0,3 ( 1,3.11,105 + 1,7.2,50 ) . 3,6
= 20,181 KN.
4.Mp. = ( qDL. DL + qLL . LL ). 0,5. 3,6. 1,8
4 Mp = ( 11,105.1,3 + 2,50.1,7 ).0,5. 3,6. 1,8
Mp = 15,136 KNm.
h =4 m
L =3,6 m
A
B C
D
qH
Mp Mp
MpMp
a. Mekanisme tunggal
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.Mp. = ( qDL. DL + qLL . LL ). 0,5. 3,6. 1,8
4 Mp = ( 11,105.1,3 + 2,50.1,7 ).0,5. 3,6. 1,8
Mp = 15,136 KNm.
2 Mp. + 2 Mp. 2 = 20,181 . 4
6 Mp = 20,181 . 4
Mp = 13,454 KNm.
b. Mekanisme tunggal
c. Mekanisme goyang
Mp
Mp
MpMp
2
2
d. Mekanisme goyang
MpMp
2
MpMp
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3 Mp. + Mp. 2 = 20,181 . 4
5 Mp = 20,181 . 4
Mp = 16,145 KNm.
Mp. + 2 Mp. 3 + 3 Mp. 2 = ( 11,105.1,3 + 2,5.1,7 ).0,5. 3,6. 1,8 + 20,181 . 4
13 Mp = 141,268
Mp = 10,867 KNm.
❖ Didapat Mu Maksimum portal = 16,145 KNm
Pada balok diatas perletakan jepit – jepit pada tipe A tersebut akan terjadi momen
negatif maksimum sebesar Mmaks- = 1/12.q.L2
➢ Momen akibat beban mati :
MD = 1/12.qD.L2 = 1/12 ( 11,105 ). ( 3,6 )2 = 11,993 KNm.
➢ Momen akibat beban hidup :
ML = 1/12.qL.L2 = 1/12 ( 2,50 ). ( 3,6 )2 = 2,70 KNm.
➢ Momen perlu maksimum balok adalah :
Mu maks = 1,2 ( 11,993 ) + 1,6 ( 2,70 ) = 18,712 KNm.
❖ Didapat Mu maksimum negatif = 18,712 KNm.
e. Mekanisme kombinasi
MpMp
2
3
2
2Mp Mp
Mp
Mp
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.4. Perhitungan gaya geser / lintang balok untuk masing-masing tipe
• Tipe A
Diketahui:
Balok 200/300, ds = ds’= 60 mm.
- Tulangan atas 212 , bawah 312.
- Mutu bahan: fc’= 20 MPa, fy = 240 MPa.
- Tulangan untuk begel 8.
- Beban mati ( termasuk berat sendiri balok ) qD = 8,153 KN/m’, beban hidup
qL = 1,532 KN/m’.
Ditanya : Kontrol apakah balok tersebut aman terhadap geser ?
Penyelesaian :
ds = 60 mm, jadi d = 300 – 60 = 240 mm = 0,24 m.
qu = 1,2.qD + 1,6 qL = 1,2 ( 8,153 ) + 1,6 ( 1,532 ) = 12,235 KN/m’
Gaya geser, Vu = qu . L = 12,235 . 3,6 = 44,046 KN = 44.046 N
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.Vc = . 1/6. √𝑓𝑐′ .b.d = 0,75. 1/6. √20 . 200. 240 = 26.832,816 N.
.Vc /2 = 26.832,816 / 2 = 13.416,408 N.
( Vu - .Vc /2 ) / x = Vu / 3,6 → x = 3,6. ( Vu - .Vc /2 ) / Vu
= 3,6. ( 44.046 – 13.416,408 ) / 44.046
= 2,50 m.
Vs = ( Vu - . Vc ) / = ( 44.046 – 26.832,816 ) / 0,75 = 22.950,912 N.
Untuk daerah sepanjang x = 2,50 m, karena Vu > . Vc , maka dipilih luas begel perlu
per meter panjang balok ( Av,u ) yang besar berikut :
Av,u = Vs.S
fy.d =
22.950,912 .1000
240.240 = 398,453 mm2. ( yang dipilih ).
Av,u = 75.√fc′.b. S
1200.fy =
75.√20. 200. 1000
1200.240 = 232,924 mm2.
Av,u = b. S
3.fy =
200 . 1000
3 . 240 = 277,778 mm2.
1/3. √𝑓𝑐′ .b.d = 1/3. √20 . 200. 240 = 71.554,175 N.
Karena Vs < 1/3. √𝑓𝑐′ .b.d, maka dihitung spasi begel ( s ) :
s = n.
1
4..(dp)^2.S
Av,u =
1.1
4..(8)^2.1000
398,453 = 126,088 mm.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kontrol spasi begel (s):
s ≤ ( d/2 = 240/2 = 120 mm )
126,088 mm > 120 mm..........NOT OK !!
• Tipe B
Diketahui:
Balok 200/300, ds = ds’= 60 mm.
- Tulangan atas 212 , bawah 312.
- Mutu bahan: fc’= 20 MPa, fy = 240 MPa.
- Tulangan untuk begel 8.
- Beban mati ( termasuk berat sendiri balok ) qD = 5,572 KN/m’, beban hidup
qL = 0,686 KN/m’.
Ditanya : Kontrol apakah balok tersebut aman terhadap geser ?
Penyelesaian :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ds = 60 mm, jadi d = 300 – 60 = 240 mm = 0,24 m.
qu = 1,2.qD + 1,6 qL = 1,2 ( 5,572 ) + 1,6 ( 0,686 ) = 7,784 KN/m’
Gaya geser, Vu = qu . L = 7,784 . 4 = 31,136 KN = 31.136 N
.Vc = . 1/6. √𝑓𝑐′ .b.d = 0,75. 1/6. √20 . 200. 240 = 26.832,816 N.
.Vc /2 = 26.832,816 / 2 = 13.416,408 N.
( Vu - .Vc /2 ) / x = Vu / 4→ x = 4. ( Vu - .Vc /2 ) / Vu
= 4. ( 31.136 – 13.416,408 ) / 31.136
= 2,28 m.
Vs = ( Vu - . Vc ) / = ( 31.136 – 26.832,816 ) / 0,75 = 5737,579 N.
Untuk daerah sepanjang x = 2,50 m, karena Vu > . Vc , maka dipilih luas begel perlu
per meter panjang balok ( Av,u ) yang besar berikut :
Av,u = Vs.S
fy.d =
5737,579 .1000
240.240 = 99,611 mm2.
Av,u = 75.√fc′.b. S
1200.fy =
75.√20. 200. 1000
1200.240 = 232,924 mm2.
Av,u = b. S
3.fy =
200 . 1000
3 . 240 = 277,778 mm2. ( yang dipilih ).
1/3. √𝑓𝑐′ .b.d = 1/3. √20 . 200. 240 = 71.554,175 N.
Karena Vs < 1/3. √𝑓𝑐′ .b.d, maka dihitung spasi begel ( s ) :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
s = n.
1
4..(dp)^2.S
Av,u =
1.1
4..(8)^2.1000
277,778 = 180,864 mm.
Kontrol spasi begel (s):
s ≤ ( d/2 = 240/2 = 120 mm )
180,864 mm > 120 mm..........NOT OK !!
Ternyata spasi begel yang didapat dari perhitungan tipe A dan B lebih besar
dibandingkan dengan spasi begel yang telah ditetapkan peraturan. Maka pada balok
ini dapat terjadi keretakan akibat geser.
• Tipe C
Diketahui:
Balok 200/300, ds = ds’= 60 mm.
- Tulangan atas 212 , bawah 312.
- Mutu bahan: fc’= 20 MPa, fy = 240 MPa.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
- Tulangan untuk begel 8.
- Beban mati ( termasuk berat sendiri balok ) qD = 11,105 KN/m’, beban hidup
qL = 2,50 KN/m’.
Ditanya : Kontrol apakah balok tersebut aman terhadap geser ?
Penyelesaian :
ds = 60 mm, jadi d = 300 – 60 = 240 mm = 0,24 m.
qu = 1,2.qD + 1,6 qL = 1,2 ( 11,105 ) + 1,6 ( 2,50 ) = 17,326 KN/m’
Gaya geser, Vu = qu . L = 17,326 . 3,6 = 62,374 KN = 62,374 N
.Vc = . 1/6. √𝑓𝑐′ .b.d = 0,75. 1/6. √20 . 200. 240 = 26.832,816 N.
.Vc /2 = 26.832,816 / 2 = 13.416,408 N.
( Vu - .Vc /2 ) / x = Vu / 3,6→ x = 3,6. ( Vu - .Vc /2 ) / Vu
= 3,6. ( 62.374 – 13.416,408 ) / 62.374
= 2,83 m.
Vs = ( Vu - . Vc ) / = ( 62.374 – 26.832,816 ) / 0,75 = 47.388,245 N.
Untuk daerah sepanjang x = 2,83 m, karena Vu > . Vc , maka dipilih luas begel perlu
per meter panjang balok ( Av,u ) yang besar berikut :
Av,u = Vs.S
fy.d =
47.388,245 .1000
240.240 = 822,713 mm2. ( yang dipilih ).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Av,u = 75.√fc′.b. S
1200.fy =
75.√20. 200. 1000
1200.240 = 232,924 mm2.
Av,u = b. S
3.fy =
200 . 1000
3 . 240 = 277,778 mm2.
1/3. √𝑓𝑐′ .b.d = 1/3. √20 . 200. 240 = 71.554,175 N.
Karena Vs < 1/3. √𝑓𝑐′ .b.d, maka dihitung spasi begel ( s ) :
s = n.
1
4..(dp)^2.S
Av,u =
1.1
4..(8)^2.1000
822,713 = 61,066 mm.
Kontrol spasi begel (s):
s ≤ ( d/2 = 240/2 = 120 mm )
61,066 mm < 120 mm..........OK !!
Ternyata spasi begel yang didapat dari perhitungan tipe C lebih kecil dari spasi begel
yang telah ditetapkan peraturan. Maka balok ini aman terhadap geser.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.5. Perhitungan momen torsi / puntir balok untuk masing-masing tipe
• Tipe A
Sedia
Diketahui :
Balok 200/300, bentang 3,6 m.
ds = 60 mm, jadi d = 300 – 60 = 240 mm = 0,24 m
- Mendukung pelat setebal 100 mm, dengan panjang 1,8 m.
- Beban hidup di atas pelat = 1 KN/m2.
- Momen balok : Ujung M(-) = 1
12 . ԛ. L2
Lapangan M(+) = = 1
24 . ԛ. L2
- Tersedia tulangan D12, 8.
- Mutu : fc’ = 20 MPa , fy = 240 Mpa.
- Struktur terlindung ( tidak berhubungan dengan keadaan cuaca )
- Berat beton c = 24 KN/m3.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ditanya : Kontrol apakah dimensi penampang balok memenuhi persyaratan / tidak
terhadap beban puntir
Penyelesaian :
-Momen puntir ( torsi ) balok
Momen puntir ini diakibatkan oleh beban yang bekerja diatas pelat.
Besar momen puntir Tu = ½ .qu pelat . a2 , dan ditahan oleh 2 tumpuan jepit.
Diambil bentang pelat 1 m.
qD pelat = 0,1 . 3,6 . 24 = 8,64 KN/m’
qL pelat = 3,6 . 1 = 3,6 KN/m’
qu pelat = 1,2 ( 8,64 ) + 1,6 ( 3,6 ) = 16,128 KN/m’
Untuk 2 tumpuan, Tu = 1/2. ( 16,128 ) . 1,82 = 26,127 KNm
Untuk 1 tumpuan, Tu = 26,127 / 2 = 13,0635 KNm.
-Momen lentur balok
Beban mati :
Berat pelat 100 mm = 0,1 . 1,9 . 24 = 4,56 KN/m’
Berat balok 200/300 = 0,2 . ( 0,3 – 0,1 ) . 24 = 0,96 KN/m’ ( + )
qD = 5,52 KN/m’
Beban hidup per meter qL = 1 . 1,9 = 1,9 KN/m’
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Beban perlu qu = 1,2 qD + 1,6 qL
= 1,2 ( 5,52 ) + 1,6 ( 1,9 ) = 9,664 KN/m’
Momen balok : Ujung Mu(-) = 1/12 . q . L2
= 1/12 . ( 9,664 ) . ( 3,6 )2 = 10,437 KNm.
Lapangan Mu(+) = 1/24 . q . L2
= 1/24 . ( 9,664 ) . ( 3,6 )2 = 5,219 KNm.
-Gaya lintang / gaya geser balok
Vu = 1/2 . qu . L = 1/2 . ( 9,664 ) . ( 3,6 ) = 17,3952 KN = 17395,2 N
Vc = 1/6 . √𝑓𝑐′ . b . d = 1/6 . √20 . 200. 240 = 35777,088 N
1). Kontrol dimensi balok terhadap puntir
Aoh = luas batas daerah begel terluar, dan ph = keliling batas begel terluar.
Aoh = ( 200 – 2. 40 ) . ( 300 – 2. 40 ) = 26400 mm2
Ph = 2 . ( ( 200 – 2 .40 ) + ( 300 – 2 . 40 ) ) = 680 mm.
√(Vu
b.d)
2+ (
T𝑢.𝑃ℎ
1,7.𝐴 𝑜ℎ2)
2 = √(
17395,2
200.240)
2+ (
13,0635.106.680
1,7.264002 )2
= 7,506 MPa.
. (𝑉𝑐
𝑏.𝑑+
2. √𝑓𝑐′
3) = 0,75. (
35777,088
200.240+
2 √20
3) = 2,795 MPa.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Karena 7,506 MPa > 2,795 MPa, maka dimensi balok tidak memenuhi syarat.
• Tipe B
Diketahui :
Balok 200/300, bentang 4 m.
ds = 60 mm, jadi d = 300 – 60 = 240 mm = 0,24 m
- Mendukung pelat setebal 100 mm, dengan panjang 1,8 m.
- Beban hidup di atas pelat = 1 KN/m2.
- Momen balok : Ujung M(-) = 1
12 . ԛ. L2
Lapangan M(+) = = 1
24 . ԛ. L2
- Tersedia tulangan D12, 8.
- Mutu : fc’ = 20 MPa , fy = 240 Mpa.
- Struktur terlindung ( tidak berhubungan dengan keadaan cuaca )
- Berat beton c = 24 KN/m3.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ditanya : Kontrol apakah dimensi penampang balok memenuhi persyaratan / tidak
terhadap beban puntir
Penyelesaian :
-Momen puntir ( torsi ) balok
Momen puntir ini diakibatkan oleh beban yang bekerja diatas pelat.
Besar momen puntir Tu = ½ .qu pelat . a2 , dan ditahan oleh 2 tumpuan jepit.
Diambil bentang pelat 1 m.
qD pelat = 0,1 . 4,0 . 24 = 9,6 KN/m’
qL pelat = 4,0 . 1 = 4,0 KN/m’
qu pelat = 1,2 ( 9,6 ) + 1,6 ( 4,0 ) = 17,92 KN/m’
Untuk 2 tumpuan, Tu = 1/2. ( 17,92 ) . 1,82 = 29,0304 KNm
Untuk 1 tumpuan, Tu = 29,0304 / 2 = 14,5152 KNm.
-Momen lentur balok
Beban mati :
Berat pelat 100 mm = 0,1 . 1,9 . 24 = 4,56 KN/m’
Berat balok 200/300 = 0,2 . ( 0,3 – 0,1 ) . 24 = 0,96 KN/m’ ( + )
qD = 5,52 KN/m’
Beban hidup per meter qL = 1 . 1,9 = 1,9 KN/m’
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Beban perlu qu = 1,2 qD + 1,6 qL
= 1,2 ( 5,52 ) + 1,6 ( 1,9 ) = 9,664 KN/m’
Momen balok : Ujung Mu(-) = 1/12 . q . L2
= 1/12 . ( 9,664 ) . ( 4,0 )2 = 12,885 KNm.
Lapangan Mu(+) = 1/24 . q . L2
= 1/24 . ( 9,664 ) . ( 4,0 )2 = 6,443 KNm.
-Gaya lintang / gaya geser balok
Vu = 1/2 . qu . L = 1/2 . ( 9,664 ) . ( 4,0 ) = 19,328 KN = 19328 N
Vc = 1/6 . √𝑓𝑐′ . b . d = 1/6 . √20 . 200. 240 = 35777,088 N
1). Kontrol dimensi balok terhadap puntir
Aoh = luas batas daerah begel terluar, dan ph = keliling batas begel terluar.
Aoh = ( 200 – 2. 40 ) . ( 300 – 2. 40 ) = 26400 mm2
Ph = 2 . ( ( 200 – 2 .40 ) + ( 300 – 2 . 40 ) ) = 680 mm.
√(Vu
b.d)
2+ (
T𝑢.𝑃ℎ
1,7.𝐴 𝑜ℎ2)
2 = √(
19328
200.240)
2+ (
14,5152.106.680
1,7.264002 )2
= 8,341 MPa.
. (𝑉𝑐
𝑏.𝑑+
2. √𝑓𝑐′
3) = 0,75. (
35777,088
200.240+
2 √20
3) = 2,795 MPa.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Karena 8,341 MPa > 2,795 MPa, maka dimensi balok tidak memenuhi syarat.
• Tipe C
Diketahui :
Balok 200/300, bentang 3,6 m.
ds = 60 mm, jadi d = 300 – 60 = 240 mm = 0,24 m
- Mendukung pelat setebal 100 mm, dengan panjang 1,8 m.
- Beban hidup di atas pelat = 1 KN/m2.
- Momen balok : Ujung M(-) = 1
12 . ԛ. L2
Lapangan M(+) = = 1
24 . ԛ. L2
- Tersedia tulangan D12, 8.
- Mutu : fc’ = 20 MPa , fy = 240 Mpa.
- Struktur terlindung ( tidak berhubungan dengan keadaan cuaca )
- Berat beton c = 24 KN/m3.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ditanya : Kontrol apakah dimensi penampang balok memenuhi persyaratan / tidak
terhadap beban puntir
Penyelesaian :
-Momen puntir ( torsi ) balok
Momen puntir ini diakibatkan oleh beban yang bekerja diatas pelat.
Besar momen puntir Tu = ½ .qu pelat . a2 , dan ditahan oleh 2 tumpuan jepit.
Diambil bentang pelat 1 m.
qD pelat = 0,1 . 3,6 . 24 = 8,64 KN/m’
qL pelat = 3,6 . 1 = 3,6 KN/m’
qu pelat = 1,2 ( 8,64 ) + 1,6 ( 3,6 ) = 16,128 KN/m’
Untuk 2 tumpuan, Tu = 1/2. ( 16,128 ) . 1,82 = 26,127 KNm
Untuk 1 tumpuan, Tu = 26,127 / 2 = 13,0635 KNm.
-Momen lentur balok
Beban mati :
Berat pelat 100 mm = 0,1 . 1,9 . 24 = 4,56 KN/m’
Berat balok 200/300 = 0,2 . ( 0,3 – 0,1 ) . 24 = 0,96 KN/m’ ( + )
qD = 5,52 KN/m’
Beban hidup per meter qL = 1 . 1,9 = 1,9 KN/m’
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Beban perlu qu = 1,2 qD + 1,6 qL
= 1,2 ( 5,52 ) + 1,6 ( 1,9 ) = 9,664 KN/m’
Momen balok : Ujung Mu(-) = 1/12 . q . L2
= 1/12 . ( 9,664 ) . ( 3,6 )2 = 10,437 KNm.
Lapangan Mu(+) = 1/24 . q . L2
= 1/24 . ( 9,664 ) . ( 3,6 )2 = 5,219 KNm.
-Gaya lintang / gaya geser balok
Vu = 1/2 . qu . L = 1/2 . ( 9,664 ) . ( 3,6 ) = 17,3952 KN = 17395,2 N
Vc = 1/6 . √𝑓𝑐′ . b . d = 1/6 . √20 . 200. 240 = 35777,088 N
1). Kontrol dimensi balok terhadap puntir
Aoh = luas batas daerah begel terluar, dan ph = keliling batas begel terluar.
Aoh = ( 200 – 2. 40 ) . ( 300 – 2. 40 ) = 26400 mm2
Ph = 2 . ( ( 200 – 2 .40 ) + ( 300 – 2 . 40 ) ) = 680 mm.
√(Vu
b.d)
2+ (
T𝑢.𝑃ℎ
1,7.𝐴 𝑜ℎ2)
2 = √(
17395,2
200.240)
2+ (
13,0635.106.680
1,7.264002 )2
= 7,506 MPa.
. (𝑉𝑐
𝑏.𝑑+
2. √𝑓𝑐′
3) = 0,75. (
35777,088
200.240+
2 √20
3) = 2,795 MPa. Karena
7,506 MPa > 2,795 MPa, maka dimensi balok tidak memenuhi syarat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB V
METODE PERBAIKAN KERETAKAN BALOK
5.1. Metode Injeksi Dengan Material epoxy
Pada dasarnya perbaikan yang dilakukan bertujuan untuk menghentikan sama
sekali terjadinya oksidasi pada tulangan beton sekaligus merekatkan kembali beton
yang sudah terputus dengan dilakukan injeksi epoxy resin, sedemikian sehingga tidak
terjadi lagi oksidasi pada baja tulangan dan beton kembali lagi pada kekuatan
semula. Adapun metode kerja untuk perbaikan keretakan balok dengan injeksi epoxy
resin adalah sebagai berikut :
5.1.1. Pembersihan
Permukaan retakan dibersihkan dengan sikat kawat dilanjutkan dengan sikat
ijuk sampai benar – benar bersih dari segala kotoran seperti : minyak , debu dan
lainnya hingga celah retakan terlihat jelas.
5.1.2. Pemasangan Napples
➢ Kaki Napples diolesi dengan Sealent Agent (Nitobond EC ) agar Napples
dapat melekat pada permukaan retakan beton.
➢ Napples dipasang dengan menggunakan stick Napples. Posisi Napples harus
tegak lurus dan kemudian ditekan sampai Napples tidak bergerak lagi,
selanjutnya stick Napples ditarik kembali. Jarak pemasangan Napples satu
dengan lainnya berkisar antara 15 s/d 20 cm.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5.1.3. Pemasangan Sealent
Setelah Napples tidak bergerak , selanjutnya dipasang penutup retakan
dengan sealent.
5.1.4. Pemasangan Instalasi
➢ Setelah ± 8 jam “ T “ pembagi dipasang pada Napples , kemudian Napples
tersebut dihubungkan dengan Napples yang lain dengan menggunakan
Connected tubing ( selang penghubung ) dalam satu rangkaian. Setiap
rangkaian terdiri dari 5 Napples yang disambungkan dalam suatu jaringan
tertutup dengan 2 – 3 rangkaian lainnya , sehingga dalam satu jaringan
terdapat antara 10 s/d 15 Napples
➢ Untuk membagi aliran cairan Epoxy pada setiap ujung rangkian digunakan
“T “ pembagi yang kemudian dihubungkan dengan mesin injeksi LPI-P
dengan menggunakan selang penghubung.
5.1.5. Mixing dan Injeksi epoxy
➢ Setelah instalasi siap terpasang , maka dilakukan mixing dengan
menggunakan tabung pengaduk. Pencampuran material Conbextra EP 10
TG dilakukan sesuai dengan persyaratan , yaitu Hard : Base = 1 : 3
➢ Untuk memperoleh campuran yang homogen digunakan mixer dan
padle mixer yang sesuai , yaitu yang berkecepatan rendah.
➢ Setelah cairan Epoxy mencapai homogenitas , maka cairan tersebut
dimasukan kedalam tabung injeksi pada mesin LPI – P untuk segera
dilakukan proses injeksi.
➢ Selama proses Injeksi berlangsung dilakukan pengawasan pada :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. Sumber tekanan dan Compressor
b. Cairan dalam tabung yang dapat menimbulkan panas akibat cairan
mendekati waktu setting dan persiapan mixing jika cairan dalam
tabung sudah mendekati habis.
c. Napples yang sedang diinjeksi untuk segera ditutup bila sudah penuh.
➢ Proses Injeksi dianggap selesai apabila terlihat tanda – tanda sebagai
berikut:
a. Kecepatan aliran Epoxy terlihat sangat lambat
b. Pada sela – sela kaki Napples timbul cairan Epoxy juga pada retakan
lain yang jaraknya berdekatan pada retakan yang sedang mengalami
proses injeksi.
5.1.6. Finishing
Setelah ± 12 Jam cairan Epoxy sudah berfungsi dengan baik , sehingga
Napples sudah dapat dipotong dengan Gerinda.
5.2. Metode Grouting
Metode Grouting dilakukan pada beton yang mengalami spalling, kropos
dan kerusakan retak retak dengan kedalaman retakan yang cukup dalam
dan lebar,retakan sampai selebar 20 mm, hingga tulangan tidak
terlindungi lagi oleh selimut beton dan dapat mengakibatkan tulangan
mengalami korosi.
Tahapan perbaikan beton dengan metode Grouting :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5.2.1. Pekerjaan Chipping
Pekerjaan chipping dimaksudkan untuk mengupas beton yang sudah
mengalami spalling atau crack, chipping dilakukan hingga ketebalan tertentu, atau
sampai tulangan terlihat dan ada jarak kira-kira satu jari dengan permukaan beton
yang lama. Dalam gambar 4.9 ini dibuat untuk chipping pada balok/kolom +/-5 Cm
pada bagian sisi-sisinya. Untuk pelaksanaan chipping dipergunakan Electric Hammer
Drill dengan kapasitas 8 – 10 kg, yang dimaksud untuk menghindari getaran yang
berlebihan. Apabila pelaksanaan chipping sudah selesai, maka hasil chipping
dibersihkan dengan High Pressure Water Jetting dengan maksud untuk
membersihkan hasil chipping dari sisa-sisa debu dan sekaligus memberikan
penjenuhan terhadap beton existing.
Gambar 4.5 : Pekerjaan Chipping Pada Metode Grouting
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5.2.2. Pekerjaan Cetakan Micro Concrete
Cetakan micro concrete dibuat bentuknya sesuai dengan kebutuhan. Cetakan
tersebut dibuat dari bahan multiplek lapis film dengan ketebalan 18 mm yang
diperkuat dengan besi siku L. 50.50.5. dan bout dia 10mm. Pekerjaan pembuatan
cetakan micro concrete dilakukan di workshop dengan menggunakan peralatan :
Mesin las listrik , mesin potong besi dan alat bantu lainnya.
Pemasangan cetakan micro concrete di lapangan dilakukan dengan
menggantung cetakan tersebut menggunakan Dyna Bolt.
5.2.3. Pekerjaan Pouring / Grouting
Pekerjaan pouring adalah : pekerjaan pelapisan / pengecoran beton pada
bagian beton yang dikupas untuk mengembalikan pada domensi awal dari komponen
struktur saluran. Ketebalan pouring pada pelat bagian bawah adalah 5-10 cm.
Persiapan pekerjaan pouring : Sebelum dilakukan pouring , dilakukan persiapan /
instalasi terhadap peralatan yang digunakan , yaitu : Tabung Sagola , mesin
kompresor , slang ∅ 1 ½ inch dan Hand mixer untuk mencampur material
(Renderoc HF Premix) dengan air bersih. Tabung sagola dihubungkan dengan
lubang inlet pada bekisting oleh slang ∅ 1 ½ inch Setelah instalasi siap , maka
dilakukan pencampuran material Renderoc HF Premix dengan air , pencampuran
dilakukan menggunakan peralatan Hand mixer yang mempunyai paddle mixer
berbentuk spiral , kecepatan pengadukan adalah : 400 sampai 500 putaran permenit.
Pengadukan dilakukan pada ember pengaduk dengan komposisi 30 Kg Renderoc
HF Premix dicampur dengan ± 4,0 liter air bersih selama ± 2 – 3 menit
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sampai terlihat material tercampur merata. Kemudian material yang telah tercampur
tersebut dituang kedalam tabung Sagola untuk selanjutnya di masukan kedalam
cetakan dengan menggu nakan tekanan compressor sebesar 2 –3 bar sampai merata
memenuhi seluruh ruang didalam cetakan tersebut. Setelah seluruh ruang dalam
cetakan dipenuhi oleh material yang terindikasi dengan keluarnya material dari
lubang outlet , maka tekanan dihentikan dan slang pada lubang inlet dipotong dan
lubang inlet ditutup dengan mengikat sisa slang yang terpotong tersebut dan
selanjutnya bekisting dibuka setelah waktu setting dari material terlampaui atau ± 9
jam.
5.2.4. Pekerjaan Coating lapisan pelindung
Setelah bekisting dibuka pada struktur beton , maka diperlukan coating, untuk
melindungi beton baru dari zat-zat kimia yang merusak konstruksi beton. Untuk itu
digunakan materian Curseal. Pelaksanaan coating dilakukan dengan menggunakan
alat kuas yang langsung diapliaksikan pada permukaan beton secara merata.
5.2.5. Finishing
Setelah menunggu ± 12 Jam, maka materian Curseal yang telah diolesi pada
permukaan beton tadi sudah dapat berfungsi dengan baik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. KESIMPULAN
Dari analisis yang dilakukan oleh penulis pada bab-bab sebelumnya maka
dapat disimpulkan :
1. Pada perhitungan momen perlu balok ( Mu balok ) pada tipe A,B,dan
C didapatkan bahwa Mu balok nya lebih besar dibandingkan dengan
momen rencana balok ( Mr balok ) yang diperoleh dari perhitungan
berdasarkan data-data dilapangan. Ini berbanding terbalik dengan
syarat bahwa ( Mr > Mu). Maka pada ketiga balok ini dapat terjadi
keretakan akibat beban lentur.
Tipe A ( Mu = 13,214 KNm > Mr = 2,955 KNm ).
Tipe B ( Mu = 10,379KNm > Mr = 2,955 KNm ).
Tipe C ( Mu = 18,712 KNm > Mr = 2,955 KNm ).
2. Pada perhitungan momen maksimum portal diperoleh nilai yang lebih
kecil dibandingkan dengan momen negatif maksimum balok setelah
dilakukan pengecekan terhadap balok tipe A, B, serta C. Sehingga
untuk acuan perencanaan dipakai lah nilai momen negatif maksimum
agar balok tetap dalam kondisi aman.
Tipe A ( Mu- maks =13,214 KNm > Mu maks portal = 11,408 KNm )
Tipe B ( Mu- maks =10,379 KNm > Mu maks portal = 8,410 KNm )
Tipe C ( Mu- maks-=18,712 KNm > Mu maks portal = 16,145 KNm )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Pada perhitungan gaya geser / lintang pada tipe balok A dan B
ternyata kedua balok tersebut tidak aman terhadap geser yang
ditunjukkan dengan besar nya jarak antar begel ( s ) . Ini berbanding
terbalik dengan syarat bahwa ( s ≤ d /2 ). Maka pada kedua balok ini
dapat terjadi keretakan akibat gaya geser.
Tipe A ( s = 126,088 mm > d/2 = 120 mm ).
Tipe B ( s = 180,864 mm > d/2 = 120 mm ).
Sedangkan pada balok tipe C aman terhadap geser yang ditunjukkan
dengan ( s = 61,066 mm < d/2 = 120 mm ).
4. Pada perhitungan momen torsi / puntir balok pada tipe A,B, dan C di
dapatkan bahwa dimensi penampang balok untuk ketiga tipe tersebut
sudah tidak memenuhi syarat SNI 03-2847-2002 pasal 13.6.3.1
sebagai berikut :
√(Vu
b.d)
2+ (
T𝑢.𝑃ℎ
1,7.𝐴 𝑜ℎ2)
2 ≤ . (
𝑉𝑐
𝑏.𝑑+
2. √𝑓𝑐′
3)
Tipe A ( 7,506 MPa > 2,795 MPa ).
Tipe B ( 8,341 Mpa > 2,795 MPa ).
Tipe C ( 7,506 Mpa > 2,795 Mpa ).
Ini menunjukkan bahwa dimensi penampang balok untuk ketiga tipe
tersebut terlalu kecil untuk menahan beban besar yang dihasilkan
sehingga dapat menimbulkan keretakan pada balok.
5. Keretakan pada balok bisa juga disebabkan oleh rangkak maupun
susut yang dipengaruhi oleh komposisi beton dan kondisi lingkungan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6. Mutu beton maupun jenis tulangan yang tidak sesuai dengan standard
yang telah direncanakan dapat juga mengakibatkan keretakan pada
balok.
6.2. SARAN
1. Dalam merencanakan struktur bangunan yang komponen strukturnya
menggunakan balok beton bertulang dianjurkan supaya mengikuti
peraturan yang telah ditetapkan SNI maupun PBI seperti faktor
keamanan yang berkaitan dengan beban luar yang bekerja pada
struktur , disebut faktor beban maupun faktor keamanan yang
berkaitan dengan kekuatan struktur / gaya dalam , disebut faktor
reduksi kekuatan ().
2. Lebih mengutamakan keselamatan dan kekuatan bangunan dari pada
keuntungan sepihak untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan
seperti keruntuhan bangunan.
3. Apabila terlihat ada keretakan pada struktur bangunan seperti balok
agar segera mengambil langkah untuk memperbaiki nya dengan
metode-metode yang ada seperti metode injeksi dengan material
epoxy maupun metode grouting.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
Asroni, H. Ali, 2010. Balok Dan Pelat Beton Bertulang, Edisi pertama,
Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta.
Dipohusodo, Istimawan, 1994. Struktur Beton Bertulang Berdasarkan SK
SNI T-15-1991-03 Departemen Pekerjaan Umum RI, Penerbit
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Djojowirono, S., 1984. Konstruksi Bangunan Gedung, Biro penerbit Keluarga
Mahasiswa Teknik Sipil, Fakultas Teknik, UGM, Yogyakarta.
Ferguson, M.P., Budianto Sutanto, dan Kris Setianto, Dasar – dasar beton
bertulang, Edisi ke empat, versi SI, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Hermawan. Jurnal. “Tinjauan Rambat Retak Dan Lebar Retak Pada Balok “
McCormac, Jack.C. dan Sumargo, Ph.D, 2003. Desain Beton Bertulang, Jilid 1,
Edisi Kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Nawy, E.G. dan Bambang Suryoatmono, 1990. Beton Bertulang – Suatu
Pendekatan Dasar, Penerbit P.T. Eresco, Bandung.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GAMBAR : PENGUKURAN PANJANG BALOK ARAH
MEMANJANG
GAMBAR : PENGUKURAN PANJANG BALOK ARAH
MELINTANG
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GAMBAR : PENGUKURAN DIMENSI BALOK
GAMBAR : PENGUKURAN TINGGI ANTAR PELAT
ATAP DENGAN PELAT LANTAI 4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GAMBAR : TEAM PT. DUTA RAYA SEJATI
GAMBAR : RETAK DI TENGAH BENTANG BALOK
MEMANJANG
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GAMBAR : TAMPAK DEPAN BANGUNAN
GAMBAR : BANGUNAN YANG BERFUNGSI SEBAGAI
TEMPAT TINGGAL
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GAMBAR : LANTAI 4 YANG MENGALAMI
KERETAKAN
GAMBAR : RETAK YANG TERJADI DI DEKAT
TUMPUAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA