Problem Solving Fisika
-
Upload
elkaphiaherawati -
Category
Documents
-
view
23 -
download
1
description
Transcript of Problem Solving Fisika
ISSN : 1858-330X
PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TIPE CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) UNTUK MENINGKATKAN KETUNTASAN BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VIII-E
SMPN 1 MA’RANG KABUPATEN PANGKEP
Dewi Hikmah & Muhammad Natsir Jurusan Fisika Universitas Negeri Makassar
ABSTRAK
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan jumlah siswa yang mencapai kriteria ketuntasan belajar fisika melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah tipe Creative Problem Solving (CPS) pada siswa kelas VIII-E SMPN 1 Ma’rang Kabupaten Pangkep. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII-E SMPN 1 Ma’rang tahun pelajaran 2009-2010 dengan jumlah 24 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes dan observasi. Hasil analisis data memperlihatkan bahwa: (1) pada siklus I, skor rata-rata hasil belajar siswa mencapai 62,12 dari skor ideal 100, dan persentase siswa yang mencapai kriteria ketuntasan minimal sebesar 66,67% (2) pada siklus II, skor rata-rata hasil belajar siswa mencapai 79,74 dari nilai ideal 100 dan persentase siswa yang mencapai kriteria ketuntasan minimal sebesar 91,30%. (3) keaktifan siswa dalam proses pembelajaran juga mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II.
KATA KUNCI: ketuntasan belajar, pembelajaran berbasis masalah, problem solving
I. PENDAHULUAN
Sumber daya manusia yang kreatif tidak
mungkin tumbuh secara alami melainkan harus
melalui suatu proses yang dilakukan secara
sistematis, konsisten, profesional dan
berkesinambungan. salah satu diantaranya
dengan melatih mereka kreatif dalam setiap
kegiatan pembelajaran di sekolah.
Salah satu mata pelajaran yang membuka
peluang bagi siswa untuk mengembangkan
kreativitasnya sekaligus mengasah keterampilan
berpikirnya adalah mata pelajaran sains (fisika).
Untuk menciptakan teknologi baru agar tidak
terbelakang dari dunia ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK), maka fisika pun memegang
peranan sangat penting dalam hal tersebut,
bahkan dapat dikatakan teknologi takkan ada
tanpa fisika.
Peluang itu ada karena Fisika merupakan
suatu ilmu yang empiris, dan mempunyai
konsep yang bersifat abstrak sehingga sehingga
diperlukan kreativitas berpikir untuk
mempelajarinya.
Oleh karena itu, idealnya dalam belajar
fisika fakta, konsep dan prinsip-prinsip tidak
boleh diterima begitu saja oleh siswa tanpa
melalui pemahaman dan penalaran karena tidak
akan mengembangkan kemampuan berpikirnya.
Tetapi kenyataannya, dalam proses
pembelajaran di kelas lebih banyak diarahkan
kepada kemampuan untuk menghafal informasi.
Akibatnya siswa akan kaya dengan teori tetapi
sangat miskin dalam aplikasi.
Berdasarkan observasi dan informasi yang
diperoleh dari salah seorang guru fisika SMP
Negeri 1 Ma’rang tentang proses pembelajaran
yang dilaksanakan selama ini di sekolah
tersebut mengungkapkan bahwa pembelajaran
fisika yang dilakukan di sekolah itu masih
berorientasi pada pola pembelajaran yang lebih
banyak didominasi oleh guru. Pengembangan
potensi siswa khususnya kreativitas berpikir
selama pembelajaran belum optimal, sehingga
berakibat pada perolehan hasil belajar siswa
yang tidak optimal pula. Kategori ketuntasan
belajar untuk mata pelajaran IPA Fisika di
sekolah tersebut adalah 60, meskipun demikian
JSPF Vol. 10, September 2009 | 1
ISSN : 1858-330X
masih banyak siswa memperoleh nilai di bawah
standar ketuntasan tersebut. Biasanya hanya
sekitar 30% dari jumlah siswa yang memenuhi
standar tersebu.
Untuk meningkatkan jumlah siswa yang
memenuhi standar ketuntasan tersebut,
diperlukan suatu upaya nyata salah satu
diantaranya adalah memperbaiki proses
pembelajaran yang terjadi di kelas melalui
penggunaan model pembelajaran yang berbeda
dari sebelumnya. Penggunaan model
pembelajaran itu diharapkan dapat membuat
siswa menggunakan konsep fisika dan
mengingatnya lebih lama.
Penggunaan model pembelajaran yang
sesuai dengan karakteristik materi yang
diajarkannya akan membuat guru dapat
berkomunikasi baik dengan siswanya, membuka
wawasan berpikir yang beragam dari seluruh
siswa, sehingga siswa dapat mempelajari
seluruh konsep dengan baik Jika hal itu
tercapai, maka siswa tidak lagi bosan belajar
fisika, bahkan siswa yang tadinya membenci
pelajaran ini menjadi bersemangat dan mulai
menyukai fisika sedikit demi sedikit.
Salah satu model pembelajaran yang
dapat membuat siswa menjadi lebih aktif dan
kreatif, dalam menyelesaikan soal-soal fisika,
menumbuhkan motivasi dan minat siswa dalam
belajar, adalah model pembelajaran berbasis
masalah. Tipe Creative Problem Solving (CPS) .
Penggunaan model pembelajaran ini diharapkan
dapat menjawab permasalahan berikut ini;
Apakah jumlah siswa yang memenuhi standar
ketuntasan belajar minimal dalam matapelajaran
fisika dapat ditingkatkan melalui penggunaan
model pembelajaran berbasis masalah. Tipe
Creative Problem Solving (CPS) .
II. LANDASAN TEORI
1. Pengertian Belajar dan Hasil Belajar
Belajar diartikan sebagai proses
seseorang memperoleh berbagai kecakapan,
keterampilan, dan sikap. Belajar dapat diartikan
pula sebagai suatu proses yang dilakukan oleh
individu untuk memperoleh perubahan perilaku
baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari
pengalaman individu itu sendiri dalam
berinteraksi dengan lingkungannya.
Berdasarkan uraian tersebut, maka secara
umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan
perubahan seluruh tingkah laku individu yang
relative menetap sebagai hasil pengalaman dan
interaksi dengan lingkungan sehingga
menimbulkan perubahan dari aspek kognitif,
psikomotorik, dan afektif.
Hasil belajar adalah hasil yang dicapai
setelah melakukan sesuatu usaha dalam
menguasai pengetahuan atau keterampilan
yang dikembangkan dalam mata pelajaran
lazimnya yang ditunjukkan dengan nilai tes atau
angka yang diberikan pada mata pelajaran
tertentu.
2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Arends (Trianto, 2007: 1), model
pembelajaran adalah suatu perencanaan atau
suatu pola yang digunakan sebagai pedoman
dalam merencanakan pembelajaran di kelas
atau tutorial. Model pembelajaran mengacu
pada pendekatan pembelajaran yang akan
digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan
pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan
pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan
pengelolaan kelas.
Menurut Arends (1997), pengajaran
berbasis masalah merupakan suatu model
pembelajaran dimana siswa mengerjakan
permasalahan yang otentik dengan maksud
untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri,
JSPF Vol. 10, September 2009 | 2
ISSN : 1858-330X
mengembangkan inkuiri dan keterampilan
berpikir tingkat tinggi, mengembangkan
kemandirian dan kepercayaan diri. Sejalan
dengan pendapat di atas, Muhammad Natsir
(2004) menambahkan, pengajaran berbasis
masalah adalah kegiatan pembelajaran yang
dilakukan untuk membantu siswa
mengembangkan kemampuan berpikir,
pemecahan masalah dan keterampilan
intelektual, belajar berbagai peran orang
dewasa melalui pelibatan mereka dalam
pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi
pebelajar siswa yang mandiri.
Ciri-ciri khusus model pembelajaran
berbasis masalah atau Problem Based
Instruction (PBI) yaitu :
Pengajuan pertanyaan atau masalah.
Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.
Penyelidikan autentik. PBI mengharuskan
siswa melakukan penyelidikan autentik
untuk mencari penyelesaian nyata
terhadap masalah nyata.
Menghasilkan produk atau karya dan
memamerkannya.
Kerja sama. Seperti halnya model
pembelajaran kooperatif, PBI dicirikan
oleh siswa yang bekerja sama satu
dengan yang lainnya.
3. Manfaat Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Trianto (2007), manfaat khusus
yang diperoleh dari metode Dewey adalah
metode pemecahan masalah. Tugas guru
adalah membantu para siswa merumuskan
tugas-tugas, dan bukan menyajikan tugas-tugas
pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari
buku, tetapi dari masalah yang ada di
sekitarnya.
Pengajaran berbasis masalah terdiri dari 5
langkah utama yang dimulai dengan
memperkenalkan siswa kepada suatu situasi
masalah dan diakhiri dengan penyajian dan
analisis hasil kerja siswa. Kelima langkah
tersebut dijelaskan berdasarkan pada langkah-
langkah di bawah ini :
Tabel 2.1. Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah
Tahap Tingkah Laku GuruTahap-1
Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.
Tahap-2Mengorganisasika
n siswa untuk belajar
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Tahap-3Membimbing penyelidikan
individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untukmendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
Tahap-4Mengembangkan dan menyajikan
hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
Tahap-5Menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan
masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
(Sumber: Trianto, 2007:72)
4. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Tipe Creative Problem Solving (CPS)
Creative Problem Solving (CPS) merupakan
variasi pembelajaran berbasis masalah melalui
teknik sistematik dalam mengorganisasikan
gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu
permasalahan. Sintaksnya adalah: mulai dari
fakta aktual sesuai dengan materi bahan ajar
melalui Tanya jawab lisan, identifikasi
permasalahan dan fokus-pilih, mengolah pikiran
JSPF Vol. 10, September 2009 | 3
ISSN : 1858-330X
sehingga muncul gagasan orisinil untuk
menentukan solusi, persentase, dan diskusi.
Pada dasarnya sintaks CPS ini sama dengan
sintaks pembelajaran berdasarkan masalah,
hanya saja pada CPS ini masalah yang
disajikan telah disusun secara sistematik dan
terorganisir.
Tabel 2.2. Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah Tipe CPS
Tahap Tingkah Laku GuruTahap-1
Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, mengajukan fenomena atau fakta berupa demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah serta memotivasi siswa untuk terlibat dalam penyelesaian masalah yang dipilih (fase-1 CPS)
Tahap-2Mengorganisasika
n siswa untuk belajar
Guru membimbing siswa melakukan identifikasi masalah dan merumuskan sebuah masalah autentik sesuai dengan materi yang diajarkan (fase-2 CPS)
Tahap-3Membimbing penyelidikan
individual maupun kelompok
Guru memotivasi siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen sehingga muncul gagasan orisinil untuk menemukan solusi (penyelesaian masalah) (fase-3 CPS).
Tahap-4Mengembangkan dan menyajikan
hasil karya
Guru membantu dan mengarahkan siswa dalam menyiapkan laporan persentase atau menyelesaiakn soal-soal yang relevan dengan materi (fase-4 CPS)
Tahap-5Menganalisi dan
mengevaluasi proses
penyelesaian masalah
Guru membimbing siswa dalam menganalisis dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah (fase-5 CPS)
(Dimodifikasi dari model pembelajaran
berbasis masalah)
3. Kerangka Pikir
III. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan
kelas dengan tahapan-tahapan pelaksanaan
yang meliputi : perencanaan, pelaksanaan
tindakan, pengamatan atau observasi, analisis,
dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa
kelas VIII-E SMPN 1 Ma’rang Kabupaten
Pangkep.
1. Variabel dan Defenisi Operasional
Variabel
Berdasarkan rumusan masalah yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka variable
penelitiannya ada dua, yaitu pembelajaran
berbasis masalah tipe Creative Problem Solving
(CPS) dan ketuntasan belajar fisika.
Pembelajaran berbasis masalah tipe Creative
Problem Solving (CPS) adalah kegiatan
pembelajaran yang dilakukan dengan pola
orientasi siswa pada masalah,
mengorganisasikan siswa untuk belajar,
membimbing penyelidikan individual maupun
kelompok, mengembangkan dan menyajikan
hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi
proses penyelesaian masalah.
JSPF Vol. 10, September 2009 | 4
KEGIATAN BELAJAR MENGAJARKEGIATAN BELAJAR MENGAJAR
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TIPE CPSPENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TIPE CPS
SISWASISWAGURUGURU
ORIENTASI SISWA PADA MASALAHORIENTASI SISWA PADA MASALAH
BERPIKIR TINGKAT TINGGI
KOLABORASI DALAM MENYELESAIKAN MASALAH
AKTIVITAS SISWA MENINGKATAKTIVITAS SISWA MENINGKAT
ISSN : 1858-330X
Ketuntasan belajar yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah penguasaan konse% yang
ditunjukkan melalui skor tes hasil belajar.
2. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini
dilaksanakan dalam dua siklus, tiap siklus
memiliki tahapan sebagai berikut: 1) tahap
perencanaan, 2) tahap pelak-sanaan tindakan,
3) tahap pengamatan dan pengumpulan data, 4)
tahap refleksi. Siklus I dan II berlangsung
sebanyak empat kali pertemuan (8 jam
pelajaran).
Adapun desain model penelitian yang
akan digunakan selama penelitian ini, adalah :
Gambar 3.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas
Tahap perencanaan :
a. Menelaah kurikulum SMPN 1 Ma’rang kelas
VIII mata pelajaran fisika.
b. Melakukan diskusi dengan guru mata
pelajaran fisika pada sekolah tempat
penelitian untuk membahas materi yang akan
diajarkan.
c. Menentukan pokok bahasan yang akan
diajarkan pada pelaksanaan siklus I melalui
pembelajaran berbasis masalah tipe Creative
Problem Solving (CPS).
d. Mempersiapkan perangkat pembelajaran
untuk delapan kali pertemuan.
e. Menyusun format lembar observasi dan.
f. Menyiapkan tes hasil belajar untuk
digunakan pada akhir pelaksanaan kegiatan.
Tahap pelaksanaan tindakan
Melakukan kegiatan pembelajaran sesuai pola
berikut:
a. Orientasi siswa pada masalah, meliputi
b. Mengorganisasikan siswa untuk belajar :
c. Membimbing penyelidikan individual maupun
kelompok :
d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses
penyelesaian masalah :
f. Melakukan evaluasi sebagai hasil akhir dari
pelaksanaan siklus.
Tahap pengamatan atau observasi
Tahap observasi dilaksanakan pada saat
pemberian tindakan berlangsung. Adapun aspek
yang diobservasi untuk aktivitas siswa, yaitu :
a. Orientasi siswa pada masalah, meliputi
1. Mencatat tujuan pembelajaran yang
disampaikan oleh guru.
2. Membaca buku paket.
3. Berdiskusi dengan temannya.
4. Memberikan jawaban sementara ketika
diberikan masalah di awal
pembelajaran.:
b. Mengorganisasikan siswa untuk belajar :
1. Berkelompok dengan temannya
2. Aktif dalam merumuskan sebuah
masalah
c. Membimbing penyelidikan individual
maupun kelompok :
JSPF Vol. 10, September 2009 | 5
Perencanaan Tindakan I
Pengamatan dan pengumpulan data
Refleksi
SIKLUS I
Perencanaan tindakan II
Tindakan II
Pengamatan/Pengumpulan
Data II
Refleksi II
SIKLUS II
Hasil
ISSN : 1858-330X
1. Menjawab pertanyaan yang diajukan
oleh guru
2. Menanggapi jawaban dari siswa lain
d. Mengembangkan dan menyajikan hasil
karya
1. Aktif dalam mengerjakan LKS
2. Aktif berdiskusi dengan
kelompoknya
3. Menuliskan hasil diskusi atau
mengerjakan soal di papan tulis
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses
penyelesaian masalah :
1. Memberikan jawaban permasalahan
yang diberikan oleh guru
2. Memperhatikan jawaban permasalahan
dari guru
3. Mencatat informasi yang diberikan oleh
guru.
Tahap refleksi
Refleksi dilakukan pada setiap siklus,
berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh
pada tahap observasi, Hasil refleksi selanjutnya
dijadikan pertimbangan untuk membuat
perencanaan untuk siklus II
3. Teknik Pengumpulan dan Analisis
Data
Teknik pengumpulan data yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Data hasil belajar siswa dikumpulkan melalui tes
hasil belajar dalam bentuk essay tes, data
aktivitas siswa dan aktifitas guru dikumpulkan
melalui observasi. Data yang terkumpul
dianalisis dengan menggunakan analisis statistik
deskriptif dan kualitatif. Indikator keberhasilan
dari penelitian ini adalah minimal 85 persen
siswa mencapai skor tes hasil belajar minimal
60.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Gambaran Ketuntasan Belajar Siswa
Adapun analisis persentase skor
perolehan hasil belajar fisika siswa setelah
penerapan model pembelajaran berbasis
masalah tipe Creative Problem Solving (CPS)
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.1.Perbandingan hasil belajar tiap siklus
Siklus Skor Perolehan SiswaSkor
tertinggiSkor
terendahRata-rata
1 88,00 40,00 62,122 100,00 48,00 79,74
Tabel 4.2 Perbandingan ketuntasan belajar fisika siswa tiap siklus
Siklus Frekuensi Persentase (%)
Tuntas Tidak tuntas
Tuntas Tidak tuntas
1 16 8 66,67 33,332 21 2 91,30 8,70
Dari tabel 4.1, tampak bahwa dari 24
orang siswa SMPN 1 Ma’rang Kab. Pangkep
yang menjadi subjek penelitian dapat diuraikan
sebagai berikut :
a. 66,67 % siswa kelas VIII-E SMPN 1 Ma’rang
Kab. Pangkep dikategorikan tuntas pada
siklus 1 dan meningkat menjadi 91,30 %
pada siklus 2.
b. 33,33 % siswa kelas VIII-E SMPN 1 Ma’rang
dikategorikan tidak tuntas dan menurun
menjadi 8,70 % pada siklus 2.
Hasil ini menunjukkan bahwa
ketuntasan belajar fisika siswa kelas VIII-E
SMPN 1 Ma’rang dalam mempelajari materi IPA
Fisika melalui penerapan pembelajaran berbasis
masalah tipe CPS pada siklus 2 telah mencapai
target indikator keberhasilan dalam penelitian
yaitu 91,30 % yang memiliki nilai di atas KKM
dari 85 % yang ditargetkan. Hal ini menunjukkan
bahwa pembelajaran fisika dengan menggu-
JSPF Vol. 10, September 2009 | 6
ISSN : 1858-330X
nakan pembelajaran berbasis masalah tipe CPS
pada siklus 2 berhasil meningkatkan hasil
belajar fisika siswa kelas VIII-E SMPN 1
Ma’rang Kab. Pangkep.
Dari perbandingan hasil observasi
pada siklus I dan siklus II jika dilihat dari
persentase perolehan maka dapat dikatakan
bahwa terjadi peningkatan aktivitas siswa.
Keberhasilan tersebut antara lain disebabkan
oleh. Usaha yang dilakukan oleh peneliti adalah
untuk membuat LKS siswa lebih menarik
dibandingkan dengan LKS yang biasa ia
gunakan dan penggunaan media power point
untuk mendukung praktikum pada siklus II. Hal
ini membuat siswa kreatif dan berusaha mencari
sendiri jawaban dari permasalahan yang
dimunculkan, sehingga siswa dapat lebih
memahami materi fisika karena mereka yang
menemukannya sendiri (bermakna).
Dari hasil evaluasi kegiatan di siklus 1
menunjukkan bahwa ketuntasan belajar fisika
siswa kelas VIII-E SMPN 1 Ma’rang Kab.
Pangkep belum mencapai target yang
diharapkan, yakni baru 66,67 % yang
memperoleh nilai 60 ke atas dari 85% yang
ditargetkan.
2. Gambaran Kegiatan siswa dalam Pembelajaran
Tabel 4.7 Hasil observasi siswa kelas VIII-E SMPN 1 Ma’rang Kab. Pangkep pada siklus 1 dan 2.
Indikator PenilaianSiklus 1 Siklus 2
Ket.Rerata %
Rerata
%
Tahap-1: Orientasi Siswa pada MasalahMencatat tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh guru.
15,33 63,89 22,00 91,67 Meningkat
Membaca buku paket 17,00 70,83 18,33 76,39 MeningkatBerdiskusi dengan temannya 5,67 23,61 5,67 23,61 TetapMemberikan jawaban sementara ketika diberikan masalah di awal pembelajaran
2,33 9,72 6,33 26,39 Meningkat
Tahap-2: Mengorganisasikan Siswa untuk BelajarBerkelompok dengan temannya 22,67 94,44 24,00 100 MeningkatAktif dalam merumuskan sebuah masalah 7,33 30,56 8,67 36,11 MeningkatTahap-3: Membimbing Penyelidikan Individual Maupun KelompokMenjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru 3,67 15,28 7,67 31,94 MeningkatMenanggapi jawaban dari siswa lain 2,33 9,72 8,33 34,72 MeningkatTahap-4: Mengembangkan dan Mengevaluasi Proses Penyelesaian MasalahAktif dalam mengerjakan LKS 13,33 55,56 17,33 72,22 MeningkatAktif berdiskusi dengan kelompoknya 12,33 51,39 16,00 66,67 MeningkatMenuliskan hasil diskusi atau mengerjakan soal di papan tulis
7,00 29,17 9,00 37,50 Meningkat
Tahap-5: Menganalisis dan Mengevaluasi Proses Penyelesaian MasalahMemberikan jawaban terhadap permasalahan yang dimunculkan.
4,33 18,06 6,33 26,39 Meningkat
Memperhatikan jawaban permasalahan dari guru 15,67 65,28 23,67 98,61 MeningkatMencatat informasi yang diberikan oleh guru. 16,00 66,67 24,00 100 Meningkat
JSPF Vol. 10, September 2009 | 7
ISSN : 1858-330X
Hasil analisis data observasi
merekomendasikan beberapa hal yang perlu
diperbaiki pada siklus kedua yaitu:
1. Kesiapan siswa saat orientasi masalah,
2. Keberanian siswa untuk menjawab
pertanyaan.
3. Kemampuan siswa bekerja sama
mengerjakan LKS nya.
Upaya untuk memperbaiki hal tersebut
di siklus II dilakukan dengan cara sebagai
berikut: Pada saat orientasi masalah guru tidak
berdiri di depan kelas (di depan kelompok 1 dan
2), tetapi di tengah kelas untuk mengontrol
seluruh kelompok. Untuk membangkitkan
keberanian siswa untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan dan bekerjasama dalam kelompok,
Guru memberikan motivasi dan arahan kepada
kelompok yang terdeteksi kurang berani dan
kurang kerjasama di siklus 1.
Berdasarkan hasil analisis data yang telah
dilakukan pada bagian sebelumnya,maka
secara deskriptif penelitian ini dapat
menunjukkan perbedaan hasil belajar yang
diperoleh siswa pada siklus I dan siklus II hal ini
berarti bahwa penerapan pembelajaran berbasis
masalah tipe CPS dapat meningkatkan hasil
belajar siswa. Keberhasilan ini tercapai antara
lain karena dalam pembelajaran berbasis
masalah tipe CPS, siswa diberi kesempatan
untuk mengalami sendiri, berkreasi
menyelesaikan masalah dengan cara mereka
sendiri. Hal ini sejalan dengan yang
diungkapkan Pepkin (2004), yaitu ketika siswa
dihadapkan pada permasalahan, siswa diberi
kesempatan untuk memilih dan
mengembangkan tanggapannya, sehingga
siswa tidak hanya menghafal tanpa pikir.
Pembelajaran berbasis masalah tipe
CPS memiliki keunggulan sebagai berikut :
1. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar
sehingga pengetahuan dapat diserapnya
dengan baik.
2. Dilatih untuk dapat bekerja sama dengan
siswa lain.
3. Siswa memiliki keterampilan dan cara
berpikir sesuai konsep IPA.
Hal ini dapat dilihat dari keaktifan siswa
dalam mengikuti pembelajaran, yaitu pada saat
mereka diorientasikan pada masalah, baik pada
siklus I maupun pada siklus II. Mereka pada
umumnya mulai mandiri untuk mencari tahu
masalah yang dikemukakan oleh guru.
Selain keuggulannya, pembelajaran
berbasis masalah tipe CPS memiliki kelemahan,
yaitu, membutuhkan banyak waktu tatap muka.
Membutuhkan persiapan yang matang oleh
seorang guru. Untuk mengatasi hal ini, guru
terlebih dahulu menyiapkan segala perangkat
pembelajaran, termasuk LKS serta kebutuhan
praktikum.
V. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan
pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya
bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan
bahwa penggunaan Model pembelajaran
berbasis masalah tipe Creative Problem Solving
(CPS). dalam pembelajaran Fisika di kelas VIII-
E SMP Negeri 1 Ma’rang Kab. Pangkep dapat
meningkatkan jumlah siswa yang memenuhi
standar ketuntasan belajar minimum (KKM)
Saran-saran
Untuk meningkatkan ketuntasan belajar
fisika dengan menerapkan pembelajaran
berbasis masalah tipe Creative Problem Solving
(CPS) direkomendasikan untuk menempuh
langkah-langkah sebagai berikut :
JSPF Vol. 10, September 2009 | 8
ISSN : 1858-330X
a. Dalam mengorganisasikan siswa untuk
belajar, sebaiknya guru membagi siswa
ke dalam kelompok kecil, 4-5 orang
(adanya kerja sama antara siswa dapat
memperbanyak peluang siswa untuk
saling berdialog dalam mengembangkan
keterampilan sosial dan keterampilan
berpikir).
b. Untuk memaksimalkan keaktifan siswa
dalam belajar dan mengembangkan
keterampilan sosial dan keterampilan
berpikir, LKS yang dibuat oleh guru
sebaiknya hanya mencantumkan alat
dan bahan yang dibutuhkan. Guru
memberikan kesempatan kepada siswa
untuk melaksanakan praktikum dengan
prosedur kerja mereka sendiri.
c. Guru bertindak sebagai fasilitator yang
baik bagi siswa sehingga mereka dapat
lebih kreatif dalam pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Anonim, 2008, Filosofi Belajar Tuntas (Mastery Learning), http://www.bandono.web.id, 24 juli 2008, diakses 24 agustus 2009.
Anonim, 2009, Model Pembelajaran Creative Problem Solving dengan Video Compact Disk dalam Pembelajaran Matematika, http://rmakoe.wordpress.com, 29 januari 2009, diakses 06 Mei 2009.
Anonim, 2009, Membuat Belajar Matematika
Bahri Djamarah, Syaiful & Zain, Aswar. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Asdi Mahasatya.
Gredler, Margaret E. Bell. 1994. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hamalik, Oemar. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamzah B. Uno, Haji. 2007. Model Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Ibrahim, Muslimin. 2000. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Kunandar. 2008. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: RajaGrafindo Pratama.
Lutfizulfi, 2008, Model-model Pembelajaran Inovatif untuk Digunakan Guru, http://www.infogue.com, 06 Agustus 2009.
Nasution, S. 1999. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Natsir, Muhammad. 2004. Stategi Pembelajaran Fisika. Makassar : Laboratorium Jurusan Fisika Universitas Negeri Makassar.
Peterkambey, 2007, Kreativitas adalah benih kesuksesan, http://www. Sabdaspace.org, 23 Juli 2007, diakses 24 agustus 2009.
Sagala, Syaiful. 2007. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Slameto. 2001. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tiro, Muhammad Arif. 1999. Dasar-dasar Statistika. Makassar: State University of Makassar Press.
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka.
JSPF Vol. 10, September 2009 | 9