Presus Syndrome Nefrotik
-
Upload
reska-mahdar -
Category
Documents
-
view
266 -
download
0
Transcript of Presus Syndrome Nefrotik
BAB I
KASUS
I.1 Identitas Pasien
Nama : Tn.A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 25 Tahun
Alamat : Kreyo
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Tgl. Masuk : 26-07-2010
Tgl. Keluar : 30-07-2010
I.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Bengkak seluruh badan sejak 10 hari sebelum masuk Rumah Sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan perut membesar sejak 10 hari yang lalu,tanpa
disertai dengan nyeri. Semakin lama bengkak menjalar ke tungkai bawah, tungkai atas, ke
perut, kemudian genitalia. Pasien juga mengeluh bengkak pada kelopak mata terutama saat
bangun tidur yang berkurang saat siang dan sore hari.Keluhan bengkak juga diikuti dengan
perasaan mual tanpa muntah.selain itu pasien mengeluh terasa sesak pada dada dan mudah
lelah ,Keluhan bengkak disertai dengan buang air kecil yang menjadi jarang, yaitu 1-2 kali
sehari dan sedikit jumlahnya +/- ¼ gelas, berwarna kuning keruh tanpa disertai rasa nyeri.
Buang air besar tidak ada kelainan.pada daerah kulit pasien mengaku tidak terdapat gatal-
gatal dikulit.lalu mata tidak berwarna kuning kuning, dan riwayat minun-minuman beralkohol,
tranfusi darah serta pemakaian jarum suntik juga disangkal oleh pasie
Riwayat Penyakit Dahulu Pasien menyangkal pernah menderita penyakit serupa sebelumnya. Pasien juga menyangkal pernah menderita sakit tenggorokan, sakit kuning, kontak dengan penderita sakit kuning, riwayat hipertensi, riwayat kencing manis, dan riwayat alergi pemakaian obat-obatan atau makanan. Pasien menyangkal pernah menderita sariawan yang berkepanjangan ataupun kemerahan pada kulit setelah terpapar sinar Matahari
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit darah tinggi, sakit jantung, ginjal,
kencing manis, alergi dan asma.
I.3 PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 140/100 mmHg
Nadi : 80x / menit, reguler
Pernapasan : 20 x /menit, dispneu (+)
Suhu : 36.60 C
Ikterus : -/-
Oedema : +/+
Cyanotik : -/-
Anemia : -/-
Ptechia : -
Turgor kulit : Baik
Tinggi Badan : 162 cm
Berat badan : 75 Kg
Status gizi : - BB ideal = (TB-100)X10%
= 62 X 10%
= ± 60 kg
- IMT › BB/TB² = 75/2,62
= 28,6 Kg/m² (gizi lebih)
KEPALA
Bentuk : Normal, simetris
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-)
sklera iktrerik (-)
pupil isokor kanan = kiri,
Refleksi cahaya (+).
Telinga : Bentuk normal, simetris, membran timpani intak
Hidung : Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi
Mulut : Bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor, tidak hiperemis
LEHER
Inspeksi : Bentuk normal, deviasi trakhea (-)
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan KGB
JVP tidak meningkat (5-2 cmH2O)
THORAKS
- Inspeksi : Bentuk dada kanan = kiri simetris
pergerakan napas kanan = kiri.
Iktus kordis tidak tampak
Spider naevi (-)
- Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri
Iktus kordis teraba di sela iga V garis midclaviculla kiri
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Batas atas : sela iga III garis sternalis kanan
Batas kanan : sela iga IV garis parasternalis kanan
Batas kiri : sela iga V garis midklavikula kiri
Batas paru hati : sela iga IV garis midklavikula kanan
Peranjakan hati: sulit dinilai
- Auskultasi : Pernapasan vesikuler, rhonki -/- , wheezing -/-
bunyi jantung I-II murni, reguler
ABDOMEN
- Inspeksi : Perut membesar simetris
vena kolateral (-)
caput Medussae (-)
umbilikus tidak menonjol
- Palpasi : Nyeri tekan abdomen (+)
hepar dan lien sulit dinilai
- Perkusi : Shifting dullnes (+)
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
GENITALIA
Edema skrotum (+)
EKSTREMITAS
- Superior : Hangat
Eritema palmaris (-/-)
Sianosis (-/-)
Clubbing finger (-/-)
edema (+/+)
- Inferior : Hangat
edema (+/+)
pitting edema pretibial (+)
Sianosis (-/-)
I.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
I.4.1.Pemeriksaan Laboratorium
DARAH RUTIN
Darah Rutin Tgl (26-juli-2010)
Hemoglobin : 13,8 g/dl 11,0 – 17,0
Leukosit : 9,3 H 103/μl 4,0 – 10,0
Limfosit : 2,9 103/μl 1,0 – 5,0
Monosit : 1,0 103/μl 0,1 – 1,0
Granulosit : 5,4 H 103/μl 2,0 – 8,0
Hematokrit : 42,1 % 35,0 – 55,0
MCV : 88,4 μm3 80,0 – 100,0
MCH : 29,0 pg 26,0 – 34,0
MCHC : 32,8 g/dl 31,0 – 35,5
Trombosit : 415 103/μl 150 - 400
KIMIA KLINIK
Fungsi Hati
- Protein total : 3,53 g/dl 7,0 – 9,0
- Albumin : 1,20 g/dl 3,5 – 5,0
- Globulin : 2,33 g/dl 1,5 – 3,0
- Bilirubin total : 0,18 mg/dl 0,1 – 1,2
- Bilirubin direk : 0,10 mg/dl 0,0 – 0,25
- Bilirubin indirek : 0,08 mg/dl - 0,75
- SGOT : 23 U/l 0 - 38
- SGPT : 14 U/l 0 - 41
- Alkali phospatase : 76 U/l 0 – 258
Elektrolit
- Natrium : 143 mmol/L 136 – 145
- Kalium : 5,6 mmol/L 3,5 – 5,1
- Clorida : 111 mmol/L 97 – 111
- Kalsium : 1,16 mmol/L 1,15 – 1,29
Lipid
- Kolesterol total : 548 mg/dl (-220/Resiko tinggi)
- HDL : 29 mg/dl 45 – 65/35 - 55
- LDL : 404 mg/dl <150
- Trigliserid : 483 mg/dl (-150/Resiko tinggi)
Fungsi Ginjal
– Ureum : 63,9 mg/dl 10 -50
– Kreatinin : 0,82 mg/dl 0,6 – 1,38
– Uric Acid : 3,24 mg/dl 3,34 – 7,0
Fungsi Hati tanggal 27 juli 2010
- Albumin : 1,39 g/dl 3,5 – 5,0
Urine rutin tanggal 27 juli 2010
Warna : kuning
pH : 8
Berat jenis : 1020
Nitrit : negatif
Protein : +3
Glukosa : negatif
Keton : negatif
Bilirubin : negatif
Urobilinogen : negatif
SEDIMEN
Leukosit : +2-4/LPB
Eritrosit : +1-2/LPB
Epitel : negatif
Kristal : negatif
Bakteri : negatif
Silinder : negatif
Pemeriksaan urin 24jam (Esbach) tanggal 28 juli 2010
Urin esbach : 27,03 g/24jam nilai rujukan : < 0,5 gr / 24 jam
I.4.2 Pemeriksaan radiologi
1. USG
USG Abdomen upper-lower
Hasil :
Hepar :ukuran dan echostruktur normal.sudut lancip.tepi licin sistema bilier dan vasa hepatica tak melebar. tak tampak massa atau nodul.Vf :anechoic,dinding tebal,tak tampak massa ataupun batu.Pancreas :ukuran dan echostruktur normal.Lien :ukuran dan echostruktur normal.Ren :ukuran dan echostruktur ren normal.batas cortex dan medula tegas.Tak tampak batu ataupun massa.
VU :terisi cairan cukup,dinding licin,tak tampak massa maupun batu.
Kesan :1. Penebalan dinding vesica felea dd/hypoalbumin,cholecystitis.2. Ascites dan effuse pleura bilateral3. Tak tampak kelainan pada hepar,pancreas,lien,ren dan VU.
I.5 DIAGNOSIS KERJA
SYNDROM NEFROTIK
I.6 DIAGNOSIS BANDING
Nefritik syndrom
Gagal ginjal
I.7 PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
I.8 PENATALAKSANAAN
1. Tirah baring
2. Diet rendah garam dan protein 40 gr/hari
3. Diet rendah kolesterol <600 mg/hari
4. Medikamentosa
- Prednison 50 mg/hari 4.3.3 tab ( setara dengan 1 mg/kgBB/hari)
- Furosemid 2 x 40 mg tab
- Ranitidin 2 x 1 amp IV
- Roborantia (Curcuma 3 x 1 tab)
- Antacida syr 3 x CI
- Spironolakton 1 x 100 mg
- KSR 3 x 1 tab
I.9 PEMERIKSAAN AJURAN
1. LED
2. Rasio albumin globulin
3. KGDS
4. Rontgen toraks PA
5. C3/C4
6. ANA Test/ anti ds-DNA
7. biopsy ginjal
I.10 FOLLOW UP
Tanggal 26-07-2010 27-07-2010 28-07-2010Keluhan - Perut bengkak
- Nafas sesak- Sulit BAK- Udem kaki (+)- Udem skrotum
(+)
- Perut bengkak- Nafas sesak (-) - Udem kaki(+)- Udem skrotum (+)
- Perut bengkak berkurang
- nafas sesak (-)- Udem berkurang
Pemeriksaan fisik - Kesadaran - TD- Nadi - Pernapasan - Suhu - Berat badan
CM140/100mmHg
82x/mnt27x/mnt37,30 C75 kg
CM120/80mmHg
84x/mnt36x/mnt36,40 C75 kg
CM130/90mmHg
82x/mnt22x/mnt36,20 C75kg
Mata- Sklera ikterikThorak
Cor pulmoAbdomen- Shifting dullnes
( - )
Dlm batas normal
( + )
( - )
Dalam batas normal
( + )
( - )
Dalam batas normal
( + )
- Lingkar perutGenital- edema Ekstremitas Inferior- Oedem
89 cm(+)
( + )
89 cm(+)
( + )
88 cm(+)
( + )
Diagnosa- sindroma nefrotik - sindroma nefrotik - sindroma nefrotik
Penatalaksanaan- Bed rest- Furosemid 2 x 40mg- KSR 3 x 1 tab- Spironolakton 1 x 100 mg- Prednisone 4.3.3 tab- Ceftriaxon 2 x 1gr iv- Diet rendah protein- Pasang kateter- Pungsi asites
(+)(+)(+)(+)(+)(+)(+)(+)(-)
(+)(+)(+)(+)(+)(+)(+)(+)(-)
(+)(-)(-)(+)(+)(+)(+)(+)(-)
Pemeriksaan anjuran tambahan
urin esbachAlb : glob
Urin esbachAlb : glob
-
Tanggal 29-07-2010 30-07-2010
Keluhan - Perut bengkak- Nafas sesak(-)- Sulit BAK- Udem skrotum
(+)
- Perut bengkak- Nafas sesak (-) - Udem kaki(+)- Udem skrotum (+)
Pemeriksaan fisik - Kesadaran - TD- Nadi - Pernapasan - Suhu - Berat badan
CM130/90mmHg
82x/mnt24x/mnt36,50 C73 kg
CM1400/100mmHg
80x/mnt20x/mnt36,60 C73 kg
Mata- Sklera ikterikThorak
Cor pulmoAbdomen- Shifting dullnes- Lingkar perutGenital
( - )
Dlm batas normal
( + )87 cm
(+)
( - )
Dalam batas normal
( + )87 cm
(-)
- edema Ekstremitas Inferior- Oedem
( + ) ( + )
Diagnosa- sindroma nefrotik - sindroma nefrotik
Penatalaksanaan- Bed rest- Furosemid 2 x 40mg- Neurodex 3x1tab- Spironolakton 1 x 100
mg- Prednisone 4.4.4 tab - Ciprofloxacin 2x500 gr- Diet rendah protein- Pasang kateter- Pungsi asites
(+)(+)(+)(+)(+)(+)(+)(+)(+)(-)
(+)(+)(+)(+)(+)(+)(+)(+)(+)(-)
Pemeriksaan anjuran tambahan
urin esbachalb : glob
Urin esbachAlb : glob
I.11.RESUME
Pasien laki-laki usia 25 tahun datang ke Rumah Sakit Arjawinangun dengan keluhan
edema anasarka. Keluhan semakin lama menjalar menjadi edema ekstremitas, asites dan edema
genetalia. Edema palpebra yang dirasakan terutama pagi hari yang berkurang pada siang hari.
Pada pemeriksaan fisik tampak pasien sakit sedang, edema anasarka, edema palpebra, edema
pretibial, pitting edema, edema skrotum, asites (+). Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin
didapatkan hasil trombositosis ringan. Pada pemeriksaan laboratorium profil lipid didapatkan
peningkatan kolesterol total, LDL dan Trigliserid. Pada pemeriksaan fungsi hati didapatkan
penurunan kadar protein total dan albumin. Pada pemeriksaan elektrolit didapatkan peningkatan
kadar kalium. Pada pemeriksaan urine rutin didapatkan hasil protein +3 dan pada pemeriksaan
esbach didapatkan hasil 27,03 g/24jam.
BAB II
PEMBAHASAN
I. DEFINISI
Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu gambaran klinik penyakit glomerular yang
ditandai dengan proteinuria masif > 3,5 gram/24 jam disertai hipoalbuminemia <3,5 gr/dl, edema
anasarka, hiperlipidemia, lipiduria, hiperkolesterolemia.
Pada proses awal untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus
ditemukan. Protenuria masif merupakan tanda khas SN. Umumnya pada SN fungsi ginjal normal
kecuali sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir (PGTA).
ETIOLOGI
Sebab yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai satu penyakit autoimun. Jadi
merupakan suatu reaksi antigen-antibodi.
Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi :
I. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Resisten terhaap semua pengobatan. Gejala adalah edema pada masa neonatus.
Pencangkokan ginjal pada masa neonatus telah dicoba, tapi tidak berhasil.
Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya.
II. Sindrom nefrotik sekunder
1. Malaria kuartana atau parasit lain
2. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
3. Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosisis vena renalis.
4. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan
lebah, racun oak, air raksa.
5. Amilodisosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membrano proliferatif
hipokomplementamik.
III. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui sebabnya).
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan
mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk. Membagi dalam 4 golongan
yaitu :
1. Kelainan minimal
Dengan mikrospok biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan
mikroskop elektron terdapat IgG atau imunoglobulin bet-1C pada dinding kapiler
glomerulus.
Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak daripada orang dewasa.
2. Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang tersebar
tanpa proliferasi set. Tidak sering ditemukan pada anak.Prognosis kurang baik.
3. Glomerulonefritis proliferatif
a. Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus.
Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus.
Pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.
Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang timbul setelah infeksi dengan
Streptococcus yang berjalan progresif dan pada sindrom nefrotik.
Prognosis jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan
setelah pengobatan yang lama.
b. Dengan penebalan batang lobular (lobular stalk thickening)
Terdapat proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel simpai
(kapsular) dan viseral.
c. Dengan bulan sabit (crescent)
Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel simpai
(simpai (kapsular) dan viseral.
d. Glomerulonefritis membranopliferatif.
Proliferasi sel mesangial dan penempaan fibrin yang menyerupai
membrana basalis di mesangium. Titer globulin beta-1C atau beta 1A rendah.
e. Lain-lain.
Misalnya perubahan proliferasi yang tidak khas.
IV. Glomeruloksklerosis fokal segmental.
Pada kelainan ini yang menyolok sklerosis glomerulus. Sering disertai dengan atrofi
tubulus. Prognosis buruk.
III. PATOFISIOLOGI
Reaksi antigen antibodi menyebabkan permeabilitas membran basalis glomerulus
meningkat diikuti oleh kebocoran protein.
a. PROTEINURIA
Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat kerusakan
glomerulus. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus (MBG) mempunyai
mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama
berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik
( change barrier). Pada SN kedua mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu.
Proteiunuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran molekul protein
yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila molekul protein yang keluar terdiri dari
molekul kecil misalnya albumin, sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar terdiri
dari molekul besar seperti imunoglobulin.
b. HIPOALBUMINEMIA
Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin hati dan
kehilangan protein melalui urin. Pada SN hipoalbuminemia disebabkan oleh proteinuria
masif dengan akibat penurunan tekanan onkotik plasma. Untuk mempertahankan tekanan
onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan sintesis
albumin hati tidak berhasil menghalangi timbulnya hipoalbuminemia. Diet tinggi protein
dapat meningkatkan sintesis albumin hati, tetapi tidak mendorong peningkatan ekskresi
albumin melalui urin. Hipoalbuminemia dapat pula terjadi akibat peningkatan reabsorbsi dan
katabolisme albumin oleh tubulus proksimal.
c. EDEMA
Keterangan klinik pembentukan edema pada sidnrom nefrotik sudah dianggap jelas
dan secara fisiologik memuaskan, namun beberapa data menunjukkan bahwa mekanisme
hipotesis ini tidak memberikan penjelasan yang lengkap. Teori klasik mengenai
pembentukan edema ini (underfilled theory) adalah menurunnya tekanan onkotik
intravaskular yang menyebabkan cairan merembes keruang interstisial. Dengan
meningkatnya permealiblitas kapiler glomerulus, albumin keluar menimbulkan albuminuria
dan hipoalbuminemia.
Hipoalbuminemia menyebabkan menurunya tekanan onkotik koloid plasma
intravaskular. Keadaan ini menyebabkan meningkatnya cairan transudat melewati dinding
kapiler dari ruagn intravaskular ke ruang interstial yang menyebabkan terbentuknya edema.
Sebagai akibat pergeseran cairan volume plasma total dan volume darah arteri dalam
peredaran menurun dibanding dengan volume sirkulasi efektif. Menurunnya volume plasma
atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal.
Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha badan untuk menjaga volume dan tekanan
intravaskular agar tetap normal dan dapat dianggap sebagai peristiwa kompensasi sekunder.
Retensi cairan, yang secara terus-menerus menjaga volume plasma, selanjutnya akan
mengencerkan protein plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma dan
akhirnya mempercepat gerak cairan masuk ke ruang interstisial. Keadaan ini jelas
memperberat edema sampai terdapat keseimbangan hingga edema stabil.
Kelainan glomerulus
Albuminuria
Hipoalbuminemia
Tekanan onkotik hidropatik koloid plasma
Volume plasma
Retensi Na renal sekunder
Edema
Terbentuknya edema menurut teori underfilled
IV. DIAGNOSIS
Diagnosis Sindroma Nefrotik ditentukan dari anamnesa pasien, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa pasien akan ditemukan bengkak seluruh tubuh,
edema palpebra terutama pagi hari yang berkurang pada siang dan sore hari, kadang-kadang
ditemukan pasien dengan keluhan sesak nafas. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan
edema anasarka, dan asites. Pada pemeriksaan penunjang akan didapatkan hasil proteinuria
masif >3,5 gram/24jam, hipoalbuminemia <3,5 gram/dl, hiperlipidemia, lipiduria,
hiperkoagulabilitas. Diagnosis pasti penderita SN dengan biopsi ginjal.
V. TERAPI
a. Nonfarmakologis:
- Istirahat dan diet rendah garam. Istirahat di tempat tidur akan sangat bermanfaat untuk pasien
asites karena SN. Konsumsi garam empedu perlu dikurangi hingga kira-kira 40-60 rnEq/hari.
Kira-kira 20 % pasien asites akan mengalami perbaikan diuresisnya hanya dengan istirahat dan
diet rendah garam.
- Restriksi protein. Pasien diminta untuk diet rendah protein 0,8 gram/kgBB ideal/hari
+ ekskresi protein dalam urin/24 jam
- Diet rendah kolesterol <600 mg/hari
- Berhenti merokok
b. Farmakologis
- Pengobatan edema dapat diberikan obat diuretik loop (furosemid, spironolakton)
- Pengobatan proteinuria dengan penghambat ACE dan atau antagonis reseptor
Angiotensin II (captopril).
- Pengobatan dislipidemia dengan golongan statin.
- Pengobatan etiologi penyakit Glomerular dapat diberikan dari golongan steroid
(prednison)
VI. KOMPLIKASI
1. gagal ginjal kronik
2. infeksi
3. tromboemboli
4. malnutrisi
VII. PROGNOSIS
Prognosis sindroma nefrotik tergantung dari beberapa factor antara lain umur,
jenis kelamin, penyulit pada saat pengobatan dan kelainan histopatologi ginjal. prognosis
pada umur muda lebih baik daripada umur lebih tua, pada wanita lebih baik daripada laki-
laki. Makin dini terdapat penyulitnya, biasanya prognosisnya lebih buruk. Kelainan minimal
mempunyai respons terahdap kortikosteroid lebih baik dibandingkan dengan lesi dan
mempunyai prognosis paling buruk pada glomerulonefritis proliferatif. Sebab kematian pada
sindroma nefrotik berhubungan dengan gagal ginjal kronis disertai sindroma uremia, infeksi
sekunder (misalnya pneumonia).
DAFTAR PUSTAKA
1.Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.
2.Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta :
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.
3.Mirzanie, Hanifah. Internoid. Yogyakarta: Tosca Enterprise. 2005.
4.Purnawan Junadi, Atiek. S. Soemasto, Gusna Amelz. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Kedua,
Penerbit Media Aescullapius, FKUI, 1982.