Presus Sindrom Nefrotik Novi
-
Upload
tarmidi-midzi -
Category
Documents
-
view
41 -
download
2
Embed Size (px)
Transcript of Presus Sindrom Nefrotik Novi

PRESENTASI KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEGON
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
Topik :Sindrom Nefrotik
Penyusun :Tarmidi (110 2007 273)
Identitas Pasien.
Nama : Ny.S
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : cawang, Jakarta
Alamat saat ini : Kubang laban Rt 02 Rw.02 kec.Jombang
No. catatan medik : xxxxxx
Masuk RSUD Cilegon : 23 November 2012
Pukul : 15.00 wib
II. Anamnesa
Dilakukan secara auto-anamnesa pada tanggal 24 November 2012 pukul 15.00 di ruangan Nusa Indah RSUD Cilegon.
Keluhan utama : sakit perut 3 hari SMRS
Keluhan tambahan : perut membuncit, muka,badan dan kedua kaki
bengkak, BAK keruh , badan lemas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Cilegon dengan keluhan sakit perut sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Sakit perut dirasakan melilit sejak tadi siang pukul 13.00,
secara tiba-tiba. Keluhan disertai dengan perut membuncit sejak 4 bulan yang lau. Dan
kedua kaki bengkak sejak 4 hari yang lalu. Awalnya bengkak dialami pada kedua
kelopak mata pada saat bangun tidur di pagi hari. Kemudian diikuti bengkak pada badan
1

dan pada kedua kaki.. Demam tidak ada, riwayat demam tidak ada. Buang air besar dan
buang air kecil lancar. Namun BAK sangat keruh yang sudah berlangsung 2 hari terakhir
ini..pasien juga mengeluh badanya terasa lemas.
Menurut pasien, 2 minggu yang lalu pasien sempat berobat ke dokter tapi tidak ada
perubahan dalam perut pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal
Riwayat pengobatan paru-paru sebelumnya disangkal.
Riwayat penyakit hipertensi disangkal.
Riwayat penyakit jantung disangkal.
Riwayat penyakit diabetes tidak diketahui.
Riwayat Asma dan alergi tidak diketahui.
Riwayat Penyakit Keluarga
Menurut pasien, di keluarga tidak pernah ada yang mengalami keluhan yang
sama seperti yang dialami pasien.
I. PEMERIKSAAN FISIK
Status present
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : CM
- GCS : E 4 M6 V5 GCS: 15
- Tekanan Darah : 130/70 mmHg
- Nadi : 88 x/menit, reguler.
- Respirasi : 22 x/menit regular
- Suhu : 36,50C
- Tinggi Badan : Tidak dilakukan
- BB : 50 kg
2

Status generalis
KEPALA
- Bentuk : Normal, simetris
- Rambut : Hitam, ikal, tidak mudah dicabut
- Mata : edema palpebra ODS
conjungtiva tidak anemis
Sklera tidak ikterik
Pupil isokor kanan-kiri
Refleks cahaya langsung (+/+)
- Telinga : Bentuk normal, simetris
membran timpani intake, serumen (-/-)
- Hidung : Bentuk normal
Septum di tengah – tidak deviasi
- Mulut : Bibir tidak sianosis
LEHER
- Inspeksi : Bentuk normal, tidak ada deviasi trakhea
- Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
JVP tidak meningkat
THORAKS ANTERIOR
Cor
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis teraba di 2cm lateral ICS IV
linea midklavikula sinistra
- Perkusi : Batas jantung kanan pada ICS V linea
sternalis dextra, batas jantung kiri pada 2cm lateral ICS V
linea midklavikula sinistra
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni
3

HR : 88 x/mnt, reguler, murmur (-) gallop(-)
Pulmo
- Inspeksi : Bentuk dada simetris, kanan = kiri
Pergerakan pernafasan kanan-kiri simetris
- Palpasi : Fremitus taktil kanan-kiri sama
- Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : Pernafasan vesikuler pada kedua lapangan paru, ronkhi (-)/(-),
wheezing (-)/(-)
THORAKS POSTERIOR
- Inspeksi : Punggung simetris, kanan = kiri
- Palpasi : Fremitus taktil kanan-kiri sama
- Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : Pernafasan vesikuler pada kedua lapangan paru, ronkhi (-)/(-),
wheezing (-)/(-)
ABDOMEN
Inspeksi : perut membuncit
Palpasi : NT epigastrium +, Undulasi +
Hati à tidak dapat di nilai
Limpa àtidak dapat dinilai
Ginjal à Ballotement -, nyeri ketuk CVA -
Perkusi : Shifting dullness +
Auskultasi : BU + normal
Lingkar perut : 83 cm
GENITALIA EXTERNA
Tidak dilakukan pemeriksaan
4

EKSTREMITAS
- Superior : Oedem (-/-)
- Inferior : Oedem (+/+), ulkus (-/-)
LABORATORIUM
Darah Lengkap,tanggal 22 -12-2011
- Hb : 13,1 gr/dl
- Leukosit : 10.650 /UL
- Ht : 39,3%
- Trombosit : 167.000 /UI
Kimia Darah
-GDS : 109mg/dl
Lemak darah
Kolesterol total : 447 mg/dl
Kolesterol HDL : 45mg/dl
Kolesterol LDL : 275mg/dl
Trigliserida : 127mg/dl
Fungsi Hati
- Protein total : 3,8g/dl
- Albumin : 1,9g/dl
- Globulin : 1,9g/dl
- SGOT : 22 U/I
- SGPT : 17 U/I
Elektrolit
5

Natrium : 134 mmol/L
Kalium : 3,2 mmol/L
Chloride : 102,3mmol/L
Fungsi Ginjal
-Ureum : 50 mg/dl
- Kreatinin : 1,39 mg/dl
HbsAg : Non reaktif
Urinalisa
Warna :kuning
Kekeruhan :keruh
Keton : (-)
Darah samar : -
Urobilinogen : +
Leukosit : 5 / lpb
Eritrosit :-
Epitel : (+)
Berat jenis : 1016
PH : 7,2
Albumin : +3
Glukosa :( -)
Urinalisa
DIAGNOSIS SEMENTARA : observasi acites
PENATALAKSANAAN
6

IVFD KaEN IB asnet
Cefotaksim 2x gr IV
Gastridin 2x1 ampul IV
Ketorolac 3x1 ampul IV
DISKUSI
Pasien ini diagnosis sementara nya adalah sebagai observasi asites berdasarkan
anamnesa, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan penunjang.
Anamnesis:
Sakit perut dirasakan melilit mendadak.
Perut membuncit sejak setengah bulan yang lalu.
Kedua kaki bengkak sejak 4 hari yang lalu.
Bengkak pada kelopak mata.
Bengkak pada badan dan kedua kaki.
Demam tidak ada.
2 minggu yang lalu pasien di rawat di RS.M di jakarta dengan sindrom nefrotik.
Pasien juga mempunyai riwayat minum alkohol beberapa tahun yang lalu.
Riwayat sakit kuning tidak ada.
Buang air besar dan buang air kecil lancar
BAK keruh.
7

Pemeriksaan Fisik:
- Pada abdomen tampak asites, dan kedua ekstrimitas inferior tampak edema.
- GCS : E 4 M 6 V 5 GCS: 15
- Tekanan Darah : 130/70 mmHg
- Nadi : 88 x/menit, reguler.
- Respirasi : 22x/menit
- Suhu : 36,5 0C
Pemeriksaan penunjang:
- Laboratorium:
Lemak darah
Kolesterol total : 447 mg/dl
Kolesterol HDL : 45mg/dl
Kolesterol LDL : 275mg/dl
Trigliserida : 175mg/dl
Fungsi Hati
SGOT : 22 U/I
SGPT : 17 U/I
Protein total : 3,8mg/dl
Albumin : 1,9mg/dl
Globulin : 1,9mg/dl
Elektrolit
Natrium : 134 mmol/L
Kalium : 3,2 mmol/L
Chloride : 102,3mmol/L
Fungsi Ginjal
-Ureum : 50 mg/dl
- Kreatinin : 1,39 mg/dl
8

HbsAg : Non reaktif
Urinalisa
Warna :kuning
Kekeruhan :keruh
Keton : (-)
Darah samar : -
Urobilinogen : +
Leukosit : 5 / lpb
Eritrosit :-
Epitel : (+)
Berat jenis : 1016
PH : 7,2
Albumin : +3
Glukosa :( -)
Untuk diagnosis pada pasien ini berdasarkan anmnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang di dapat sebaiknya: observasi asites ec sindrom nefrotik
Penatalaksanaan pada pasien ini kurang tepat:
IVFD KaEN IB asnet
Cefotaksim 2x gr IV
Gastridin 2x1 ampul IV
Ketorolac 3x1 ampul IV
Karena berdasarkan teori cara penatalaksanaan pada pasien sindrom nefrotik adalah :
Farmakologis :
Terapi khusus untuk sindroma nefrotik adalah pemberian kortikosteroid yaitu
prednison.
Pengobatan edema dengan loop diuretic
9

Pengobatan proteinuria dengan penghambat ACE dan atau antagonis reseptor
angiotensin II.
Pengobatan dislipidemia dengan golongan statin
Pengobatan hipertensi dengan target tekanan darah <125/75 mmHg.
Penghambat ACE dan antagonis reseptor angiotensin II sebagai pilihan obat
utama.
Pengobatan kausal sesuai etiologi SN.
Obat kortikosteroid menjadi pilihan utama untuk menangani sindroma nefrotik
(prednisone, metil prednisone) terutama pada minimal glomerular lesion (MGL), focal
segmental glomerulosclerosis (FSG) dan sistemik lupus glomerulonephritis. Seperti
yang telah diketahui bahwa pada sindrom nefrotik terjadi kerusakan akibat peradangan
pada glomerulus.
Adapun obat ini akan menekan proses inflamasi, proses alergi dan respon imun yang
terjadi pada membran glomerulus sehingga dapat menurunkan dan memperbaiki
permeabilitas membran basalis sehingga menjadi normal. Juga diberikan terapi
Furosemid untuk mempercepat diuresis karena furosemid merupakan diuretic kuat,
sehingga perbaikan klinik dapat segera dicapai. Dimana dengan pemberian furosemid
edema dapat berkurang, karena terjadi perubahan hemodinamik dan penurunan volume
cairan ekstrasel dengan cepat, sehingga alir balik vena dan curah ventrikel kanan
berkurang. Cairan diekskresikan melalui urin sehingga edema pun berkurang.
Selain itu, karena ditemukan hasil laboratorium Kreatinin (meningkat) yang
berarti kemungkinan adanya gangguan fungsi ginjal maka diberikan terapi furosemid.
Karena diuretic kuat juga digunakan pada penderita gangguan fungsi ginjal atau gagal
ginjal akut yang masih awal (baru terjadi).
Untuk mengatasi edema refrakter, diuretic kuat biasanya diberikan bersamaan
dengan diuretic lain, misalnya diuretic hemat kalium. Dalam hal ini pasien diberikan
terapi letonal (spironolakton) disamping terapi furosemid, dengan maksud mengurangi
ekskresi kalium, disamping memperbesar diuresis. Karena dari hasil laboratorium
didapatkan Natrium = 134 mmol/L (menurun) dan Kalium = 3,2 mmol/L (menurun),
maka terapi l spironolakton diberikan untuk mengurangi reabsorpsi Natrium di hilir
tubulus distal dan duktus kolingentes, sehingga ekskresi Kalium juga berkurang.
Untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin (hipoalbuminemia dan
proteinuria) yang dialami oleh pasien maka sebaiknya diberi terapi albumin
plasma ,karena meskipun biasanya sintesis protein di hati meningkat namun tidak
memadai untuk menggantikan kehilangan albumin dalam urin.
10

Dari hasil laboratorium ditemukan kolesterol = 447 (hiperkolesterolnemia),
sebaiknya diberikan terapi untuk menurunkan kadar kolesterolnya dengan obat
dislipidemia golongan statin.
BAB I
PENDAHULUAN
Nefrotik syndrom bukanlah penyakit yang berdiri sendiri, tetapi dapat menjadi
tanda pertama dari penyakit yang merusak unit penyaringan darah kecil (glomeruli)
di ginjal dimana urin dibuat. Nefrotik sindrom merupakan penyakit yang berhubungan
dengan ginjal, dimana kita ketahui bahwa organ kecil yang disebut ginjal berperan
dalam membersihkan darah dengan menyaring kelebihan air dan garam dan produk-
produk limbah dari makanan. Ginjal yang sehat menjaga protein dalam darah, yang
membantu darah menyerap air dari jaringan. Tapi ginjal dengan filter yang rusak
mungkin membiarkan kebocoran protein ke urin. Akibatnya, tidak cukup protein yang
11

tersisa di dalam darah untuk menyerap air. Air yang kemudian bergerak dari darah ke
jaringan tubuh inilah yang akhirnya menyebabkan pembengkakan.
Pembengkakan yang terjadi pada penderita sindrom nefrotikdapat terjadi di sekitar mata,
perut, dan kaki. Sangat umum terjadi pada penderita nefrotik sindrom buang air kecil
lebih sering daripada biasanya. Hal ini merupakan kelainan fisiologis yang wajar bagi
penderita sindrom nefrotik.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
SINDROM NEFROTIKSindrom nefrotik merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis
(GN) ditandai dengan edema anasarka, proteinuria massif ≥ 3,5 g/dl, hipoalbuminemia < 3,5 g/dl,hiperkolesterolemia dan lipiduria. Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan. Proteinuria massif merupakan tanda khas SN, akan tetapi pada SN berat yang disertai kadar albumin serum rendah, eksresi protein dalam urin juga berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada SN. Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan lipiduria, gangguan keseimbangan nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan metabolism kalsium dan tulang, serta hormone tiroid sering dijumpai pada pasien SN.Umumnya SN dengan fungsi ginjal normal kecuali sebagai kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Pada beberapa episode sindrom nefrotik
12

dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respons yang baik terhadap terapi steroid, akan tetapi sebagian lain dapat berkembang menjadi kronik.
ETIOLOGISindrom nefrotik dapat disebabkan oleh GN primer dan sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective tissue disease), akibat obat atau toksin, dan akibat penyakit sistemik seperti tercantum pada table 1.
Table 1. klassifikasi dan penyebab sindrom nefrotikGlomerulonefritis primer :GN lesi minimalGlomeruloskerosi fokalGN membranosaGN membranoproliferatifGN proliferative lain
Glomerulonefritis sekunder akibat :Infeksi HIV, Hepatitis virus B aau CSifilis, malaria, skistosomaTuberculosis, lepra.
Keganasan Adenokarsinoma paru, payudara , kolon, limfoma Hodgkin, myeloma multiple,
dan karsinoma ginjal.
Penyakit jaringan penghubungLupus eritematous sistemik, arthritis rheumatoid, MCTD mixed connective
tissue disease
Efek obat dan toksiObat antiinflamasi non-steroid, preparat emas, penisilinamin,probenesid, air
raksa, kaptopril, heroin.
Lain-lain :Diabetes mellitus , amiloidosis, pre eklampsia, rejeksi alograf kronik, refluks
vesikoureter, atau sengatan lebah.
Glomerulonefritis primer atau idiopatik merupakan penyebab SN tersering. Dalam kelompok GN primer , GN lesi minimal GNLM, glomerulosklerosia fokal segmental, GN membranosa, GN membranoproliferatif merupakan kelainan histopatologik yang sering ditemukian. Dari biopsy ginjal 387 pasien SN dewasa yang dikumpulkan di Jakarta antara 1990-1999 dan representative untuk dilaporkan, GNLM didapatkan pada 44,7%, GNMsP pada 14,2%, GSFS pada 11,6% , GNMP 8,0%, dan GNMN pada 6,5%.
13

Penyebab sekunder akibat infeksi yang sering dijumpai misalnya pada GN pasca infeksi streptokokus atau infeksi virus hepatitis B, akibat obat misalnya obat anti-inflamasi non-steroid atau preparat emas organic, dan akibat penyakit sistemik misalnya pada lupus eritematous sistemik dan diabetes mellitus.
EVALUASI KLINIKBerdasarkan pemikiran bahwa penyebab SN sangat luas maka anamnesis dan
pemeriksaan fisik , serta pemeriksaan urin termasuk pemeriksaan sedimen perlu dilakukan dengan cermat. Pemeriksaan kadar albumin dalam serum , kolesterol dan trigliserida juga membantu penuilaian terhadap SN. Anamnesis penggunaan obat, kemungkinan berbagai infeksi, dan riwayat penyakit sistemik lain perlu diperhatikan. Pemeriksaan serologic dan biopsy ginjal sering diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan menyingkirkan kemungkinan penyebab GN sekunder. Pemeriksaan serologic sering tidak banyak memberikan informasi dan biayanya mahal. Oleh karena itu sebaiknya pemeriksaan serologic hanya dilakukan berdasarkan indikasi yang kuat.
PROTEINURIAProteinuria disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein
akibat kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal membrane basal glomerulus mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul atau size barrier. Pada SN kedua mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu. Selain itu konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui MBG.
Proteinuria di bedakan menjadi selektif dan non selektif berdasarkan ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul kecil misalnya lbumin sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul besar seperti immunoglobulin. Selektivitas proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur MBG.
Pada SN yang disebabkan GNLM ditemukan proteinuria selektif. Pemeriksaan mikroskop electron memperlihatkan fusi dari foot processus sel epitel visceral glomerulus dan terlepasnya sel dari struktur MBG. Berkurangnya kandungan heparin sulfat proteoglikan pada GNLM menyebabkan muatan negative MBG menurun dan albumin dapat lolos ke dalam urin. Pada GSFS , peningkatan permeabilitas MBG disebabkan oleh suatu factor yang ikut dalam sirkulasi. Factor tersebut menyebabkan sel epitel visceral glomerulus terlepas dari MBG sehingga permeabilitasnya meningkat. Pada GNMN kerusakan struktur MBG terjadi akibat endapan kompleks imun di sun epiutel. Kompleks C5b-9 yang terbentuk pada GNMN akan meningkatkan permeabilitas MBG, walaupun mekanisme yang pasti belum diketahui.
HIPOALBUMINEMIA
Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin hati dan kehilangan protein melalui urin. Pada SN hipoalbuminemia disebabkan proteinuria massif dengan akibat penurunan tekana oskotik plasma. Untuk
14

mempertahankan tekanan onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan sintesis albumin.
Peningkatan sintesis albumin hati tidak berhasil menghalangi timbulnya hipoalbuminemia. Diet tinggi protein dapat meningkatkan sintesis albumin hati akan tetapi dapat mendorongpeningkatan eksresi albumin melalui urin. Hipoalbuminemia dapat pula terjadi akibat peningkatan reabsorpsi dan katabolisme albumin oleh tubulus proksimal.
EDEMA
Kenaikan tekanan hidrostatik terjadi pada gagal jantung. Penurunan tekanan onkotik terjadi pada sindrom nefrotik dan gagal hati. Hal ini biasanya berpikir bahwa fakta-fakta menjelaskan terjadinya edema pada kondisi ini. Namun, telah dikenal sejak 1950-an bahwa situasi ini lebih kompleks dan masih jauh dari sepenuhnya dipahami.
Penyebab edema yang umum ke seluruh tubuh dapat menyebabkan edema pada beberapa organ dan perifer. Sebagai contoh, gagal jantung parah dapat menyebabkan edema paru, efusi pleura, asites dan edema perifer, yang terakhir efek juga dapat berasal dari penyebab kurang serius.
Meskipun tekanan plasma rendah onkotik secara luas dikutip untuk edema nefrotik sindrom, kebanyakan dokter diketahui bahwa edema dapat terjadi sebelum ada kerugian yang signifikan protein dalam urin atau penurunan tingkat protein plasma. Untungnya ada penjelasan lain yang tersedia. Sebagian besar bentuk sindrom nefrotik disebabkan oleh perubahan biokimia dan struktural dalam membran basal kapiler di glomerulae ginjal, dan perubahan ini terjadi, jika untuk tingkat yang lebih rendah, di pembuluh jaringan lain sebagian besar tubuh. Sehingga hasil peningkatan permeabilitas yang mengarah ke protein dalam urin dapat menjelaskan edema jika semua kapal lain yang lebih permeabel juga.
Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori underfil menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan factor kunci terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari intervaskular ke jaringan interstitium dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume intravaskulaer tetati juga akan mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut.
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium sebagai defek renal utama. Retensi natrium oleh ginjal akan menyebabkan cairan ekstraseluler meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah terjadinya retensi natrium dan edema. Kedua mekanisme tersebut ditemukan secara bersama pada SN. Factor seperti asupan natrium, efek diuretic atau terapi steroid, derajat gangguan fungsi ginjal, jenis lesi glomerulus, dan keterkaitan dengan penyakit
15

jantung atau hati akan menentukan mekanisme mana yang lebih berperan. Mekanisme terjadinya edema pada SN dapat dilihat pada gambar 1.
16
Sindrom nefrotik
Peningkatan filtrasi albumin
Katabolisme ditubulus
Retensi sodium ginjal primer
hipoalbuminemia
Sintesis albumin hati sub optimal
Sindrom nefrotik
albuminuria
Tekanan onkotik menurun
Ekspansi volume ekstraseluler
Mekanisme local untuk mencegah
edema
Tekanan hidrostatik kapiler
meningkat

Gambar 1. Mekanisme edema pada sindrom nefrotik
Komplikasi pada SN Keseimbangan nitrogen
Proteinuria massif pada SN akan menyebabkan keseimbangan nitrogen menjadi negative. Penurunan masa otot sering ditemukan tetapi gejala ini tertutup oleh gejala edema anasarka dan baru tampak setelah edema menghilang. Kehilangan masa otot sebesar 10-20% dari masa tubuh lean body mass tidak jarang dijumpai pada SN.
Hiperlipidemia dan lipiduriaHiperlipidemia merupakan keadaan yang sering dijumpai atau sering menyertai
SN . kadar kolesterol umumnya meningkat sedangkan kadar trigliserid bervariasi normal sampai sedikit meninggi. Peningkatan kadar kolesterol disebabkan oleh meningkatnya LDL low density protein, lipoprotein utama pengangkut kolesterol. Kadar trigliserida yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan VLDL (very low density protein). Selain itu ditemukan pula peningkatan IDL intermediate density lipoprotein dan lipoprotein(LP)a
sedangkan HDL cenderung normal atau rendah. mekanisme terjadinya hiperlipidemia pada SN dihubungkan dengan peningkatan sintesis lipid dan lipoprotein hati dan menurunnya katabolisme. Semula diduga hiperlipidemia merupakan hasil stimulasi non
17

spesifik terhadap sintesis protein oleh hati. Oleh karena sintesis protein tidak berkolerasi dengan hiperlipidemia disimpulkan bahwa hiperlipidemia tidak langsung disebabkan oleh hipoalbuminemia. Hiperlipidemia dapat ditemukan pada SN dengan kadar albumin mendekati normal dan sebaliknya pada pasien dengan hipoalbuminemia. Hiperlipidemia dapat ditemukan pada SN dengan kadar albumin mendekati normal dan sebaliknya pada pasien dengan hipoalbuminemia kadar kolestrol dapat normal.
Tingginya kadar LDL pada SN disebabkan peningkatan sintesis hati tanpa gangguan katabolisme. Peningkatan sintesis hati dan gangguan konversi VLDL dan IDL menjadi LDL menyebabkan kadar VLDL tinggi pada SN. Menurunnya aktivitas enzim LPL diduga merupakan penyebab berkurangnya katabolisme VLDL pada SN. Peningkatan sintesis lipoprotein hati terjadi akibat tekanan onkotik plasma atau viskositas yang menurun. Penurunan kadar HDL pada SN disuga akibat berkurangnya aktivitas enzim LCAT lechitin cholesterol transferase yang berfungsi katalisasi pembentukan HDL. Enzim ini juga berperan mengangkut kolestrol dari sirkulasi menuju hati untuk katabolisme. Penurunan aktivitas enzim tersebut terkait dengan hipoalbuminemia yang terjadi pada SN. Lipiduria sering ditemukan pada SN dan ditandai dengan akumulasi lipid pada debris sel dan cast seperti badan lemak berbentuk oval dan fatty cast. Lipiduria lebih dikaitkan dengan proteinuria daripada dengan hiperlidemia.
HiperkoagulasiKomplikasi tromboemboli sering ditemukan pada SN akibat peningkatan
koagulasi intravascular. Pada SN akibat GNMN kecenderungan terjadinya thrombosis vena renalis cukup tinggi sedangkan SN pada GNLM dan GNMP frekuensinya kecil. Emboli paru dan thrombosis vena cukup dalam atau deep vein thrombosis sering dijumpai pada SN . Kelainan tersebut disebabkan oleh perubahan tingkat dan aktivitas berbagai factor koagulasi intrinsic dan ekstrinsik. Mekanisme hiperkoagulasi pada SN cukup kompleks meliputi peningkatan fibrinogen, hiperagregasi trombosit dan penurunan fibrinolisis. Gangguan koagulasi yang terjadi disebabkan peningkatan sintesis protein oleh hati dan kehilangan protein melalui urin.
Metabolisme kalsium dan tulang.Vitamin D merupakan ubsur penting dalam metabolism kalsium dan tulang pada
manusia. Vitamin D yang terikat protein akan dieksresikan melalui urin sehingga menyebabkan penurunan plasma.Oleh karena fungsi ginjal pada SN umumnya normal maka osteomalasi atau hiperparatiroidisme yang tak terkontrol jarang dijumpai. Pada SN juga terjadi kehilangan hormone tiroid yang terikat protein melalui urin dan penurunan kadar tiroksin plasma. Tiroksin yang bebas dan hormone yang menstimulasi tiroksin tetap normal sehingga secara klinis tidak menimbukan gangguan.
Infeksi Sebelum era antibiotic , infeksi sering merupakan penyebab kematian pada SN
terutama oleh organisme. Infeksi pada SN terjadi akibat defek imunitas humoral, selular, dan gangguan system komplemen. Penurunan IgG, IgA, dan gamma globulin sering ditemukan pada pasien SN oleh karena sistesis yang menurun atau katabolisme yang meningkat dan bertambah banyaknya yang terbuang melalui urin. Jumlah se T dalam
18

sirkulasi berkurang yang menggambarkan gangguan imunitas seluler. Hal ini dikaitkan dengan keluarnya transferin dan zink yang dibutuhkan oleh sel T agar dapat berfungsi normal.
Gangguan fungsi ginjalPasien SN mempunyai potensi untuk timbul gagal ginjal akut melalui berbagai
mekanisme. Penurunan volume plasma dan atau sepsis sering menyebabkan timbulnya nekrosis tubular akut. Mekanisme lain yang diperkirakan menjadi penyebab gagal ginjal akut terjadinya edema intrarenal yang menyebabkan kompresi pada tubulus ginjal.
Sindrom nefrotik dapat progresis dan berkembang menjadi PGTA. Proteinuria merupakan factor resiko penentu terhadap progresivitas SN. Progresivitas kerusakan glomerulus, perkembangan glomerulosklerosis, dan kerusakan tubulointertsitium dikaitkan dengan proteinuria. Hiperlipidemi juga dihubungkan dengan mekanisme terjadinya glomerulosklerosi dan fibrosis tubulointerstitium pada SN, walaupun peran terhadap progresivitas penyakitnya belum diketahui dengan pasti.
Komplikasi lain pada SN
Protein kalori malnutrisi dapat terjadi pada SN dewasa terutama apabila disertai proteinuria massif, asupan oral yang kurang, dan proses katabolisme yang tinggi. Hipertensi tidak jarang ditemukan sebagai komplikasi SN terutama dikaitkan dengan sodium dan air.Pengobatan Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap penyakit dasar dan pengobatan non-spesifik untuk mengurangi proteinuria, mengontrol edema dan mengobati komplikasi. Diuretic disertai diet rendah garam dan tirah baring dapat membantu mengontrol edema.
Furosemid oral dapat diberika dan bila resistensi dapat dikombinasi dengan tiazid, metalazon, dan atau acetazolamid. Control proteinuria dapat memperbaiki hipoalbuminemia dan mengurangi risiko komplikasi yang ditimbulkan. Pembatasan asupan protein 0,8-1,0 g/Kg BB/hrdapat mengurangi proteinuria. Obat penghambat enzim konversi angiotensin dan antagonis reseptor angiotensin II dapat menurunkan tekanan darah dan kombinasi keduanya mempunyai efek aditif dalam menurunkan proteinuria.
Resiko tromboemboli pada SN meningkat dan perlu mendapat penanganan. Walaupun pemberian antikoagulan jangka panjang masih kontroversi tetapi pada studi terbukti memberikan keuntungan. Dislipidemia pada SN belum secara meyakinkan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular tetapi bukti klinik dalam populasi menyokong pendapat perlunya mengontrol keadaan ini. Obat penurun lemak golongan statin seperti simvastatin, pravastatin, dan lovastatin dapat menurunkan kolesterol LDL, trigliserid dan meningkatkan kolesterol HDL.
19

BAB III
KESIMPULAN
Pada pasien sindrom nefrotik ini telah mengalami asites sejak ½ bln yll, edema
pada ekstremitas inferior,edema palpebra ODS, BAK lebih keruh dari biasanya,
yang merupakan salah satu gambaran klinis dari sindrom nefrotik.
Bengkak pada ektremitas bawah juga bisa terjadi pada pasien dengan diagnosis
CHF, tetapi pada pasien tidak terdapat gejala dyspneu ataupun ortopneu maka
diagnosis CHF dapat disingkirkan Pada pasien dengan CKD juga dapat terjadi
bengkak di seluruh tubuh ataupun di ekstremitas bawah, tetapi pada pasien ini
tidak ditemukan foetor uremik,, maupun cegukan (hiccup) sebagai tanda penting
dari CKD maka diagnosis CKD pada pasien ini pun dapat disingkirkan.
20

Bengkak seluruh tubuh atau bengkak pada ekstremitas bagian bawah juga dapat
terjadi pada pasien dengan SLE, akan tetapi pada pasien ini tidak ditemukan
bercak malar, fotosensitif, bercak diskoid, maupun kelainan darah sebagai tanda
penting dari SLE sehingga diagnosis SLE dapat disingkirkan. Pada pasien
dengan Malnutrisi protein juga dapat ditemukan bengkak pada sindrom nefrotik.
akan tetapi bengkak pada Malnutrisi disebabkan oleh intake protein yang kurang
bukan karena adanya proteinuria yang menyebabkan hypoalbuminemia, sehingga
dengan demikian diagnosis Malnutrisi protein juga dapat disingkirkan.
Kenaikan tekanan hidrostatik terjadi pada gagal jantung. Penurunan tekanan onkotik terjadi pada sindrom nefrotik dan gagal hati. Hal ini biasanya berpikir bahwa fakta-fakta menjelaskan terjadinya edema pada kondisi ini. Namun, telah dikenal sejak 1950-an bahwa situasi ini lebih kompleks dan masih jauh dari sepenuhnya dipahami.
Penyebab edema yang umum ke seluruh tubuh dapat menyebabkan edema pada beberapa organ dan perifer. Sebagai contoh, gagal jantung parah dapat menyebabkan edema paru, efusi pleura, asites dan edema perifer, yang terakhir efek juga dapat berasal dari penyebab kurang serius.
Meskipun tekanan plasma rendah onkotik secara luas dikutip untuk edema nefrotik sindrom, kebanyakan dokter diketahui bahwa edema dapat terjadi sebelum ada kerugian yang signifikan protein dalam urin atau penurunan tingkat protein plasma. Untungnya ada penjelasan lain yang tersedia. Sebagian besar bentuk sindrom nefrotik disebabkan oleh perubahan biokimia dan struktural dalam membran basal kapiler di glomerulae ginjal, dan perubahan ini terjadi, jika untuk tingkat yang lebih rendah, di pembuluh jaringan lain sebagian besar tubuh. Sehingga hasil peningkatan permeabilitas yang mengarah ke protein dalam urin dapat menjelaskan edema jika semua kapal lain yang lebih permeabel juga.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suwitra Ketut.SINDROM NEFROTIK. In: Perhimpunan dokter
spesialis penyakit dalam Indonesia. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam
jilid I, edisi IV. Jakarta, Pusat penerbit IPD FKUI,
2. Progresifvitas SINDROM NEFROTIK . Medika 2004 oct; 30
21

3. Suhardjono, Lydia Aida, EJ Kapojos, RP Sidabutat.sindrom nefrotik. In:
Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid II, edisi ketiga. Jakarta, Balai penerbit FKUI, 2001 :
22