Presus Peritonitis

download Presus Peritonitis

of 24

description

peritonitis

Transcript of Presus Peritonitis

  • i

    PRESENTASI KASUS

    PERFORASI GASTER

    Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti

    Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Bedah

    di Badan Rumah Sakit Daerah Wonosobo

    Diajukan Kepada:

    dr. Dimyati Ahmad, Sp.B

    Disusun Oleh:

    Ario Achwanu Shafa

    20090310162

    BAGIAN ILMU BEDAH

    BADAN RUMAH SAKIT DAERAH WONOSOBO

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

    2013

  • ii

    HALAMAN PENGESAHAN

    PRESENTASI KASUS

    PERFORASI GASTER

    Diajukan Untuk Memenuhi sebagian Syarat

    Kelulusan Program Profesi Dokter

    Di Bagian Ilmu Bedah RSUD Setjonegoro Wonosobo

    Disusun Oleh:

    Ario Achwanu Shafa

    20090310162

    Telah dipersentasikan pada:

    Tanggal: 20 Nopember 2013

    Disahkan oleh,

    Dokter Pembimbing

    (dr. Dimyati Ahmad, Sp. B)

  • iii

    KATA PENGANTAR

    Assalamualaikum Wr.Wb.

    Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas

    segala limpahan rahmat-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat

    menyelesaikan tugas refleksi kasus untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti

    ujian akhir program pendidikan profesi di bagian Ilmu Bedah dengan judul:

    PERFORASI GASTER

    Penulisan refleksi kasus ini dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak,

    oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih

    kepada:

    1. dr. Dimyati Ahmad, Sp.B sebagai dokter pembimbing dan dokter Spesialis

    Bedah RSUD Wonosobo.

    2. dr. Sunarto, Sp.B sebagai dokter Spesialis Bedah RSUD Wonosobo.

    3. Teman-teman koas angkatan 2009 serta tenaga kesehatan RSUD

    Wonosobo yang telah membantu penulis dalam menyusun tugas ini.

    Penulis menyadari dalam menyusun refleksi kasus ini, penulis masih

    memiliki banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi

    kesempurnaan penyusunan refleksi kasus di masa yang akan datang. Semoga

    dapat menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca pada

    umumnya.

    Wassalamualaikum Wr.Wb

    Wonosobo, 25 Nopember 2013

    Ario Achwanu Shafa

  • iv

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL i

    HALAMAN PENGESAHAN ii

    KATA PENGANTAR iii

    DAFTAR ISI iv

    BAB I. LAPORAN KASUS 1

    I. Identitas 1

    II. Anamnesis 1

    Keluhan Utama 1

    Keluhan Tambahan 1

    Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) 1

    Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) 1

    Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) 2

    Anamnesis Sistemik 2

    III. Resume Anamnesis 2

    IV. Pemeriksaan Fisik 3

    Keadaan Umum 3

    Vital Sign 3

    Status Generalis 4

    Status Lokalis 6

    V. Pemeriksaan Penunjang 6

    VI. Diferensial Diagnosis 7

    VII. Diagnosis 7

    VIII. Perjalanan Penyakit dan Instruksi Dokter 7

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

    I. Definisi 9

    II. Anatomi 9

    III. Fisiologi Lambung 10

    IV. Etiologi 12

    V. Gejala 14

  • v

    VI. Patofisiologi 15

    VII. Pemeriksaan Fisik 15

    VIII. Tes Konfirmasi 16

    IX. Diferensial Diagnosis 16

    X. Penatalaksanaan 17

    XI. Prognosis 17

    BAB III. PEMBAHASAN 18

    DAFTAR PUSTAKA 19

  • 1

    BAB I

    LAPORAN KASUS

    PERFORASI GASTER

    I. IDENTITAS

    Nama : Tn. Amed Dasri

    Umur : 80 tahun

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Alamat : Sukoharjo

    Agama : Islam

    Pekerjaan : Petani

    No. RM : 584900

    Tanggal Masuk RS : 11 Nopember 2013/19.45 WIB

    Tanggal Keluar RS : 22 Nopember 2013/13.00 WIB

    II. ANAMNESIS

    Dilakukan autoanamnesis dan pemeriksaan fisik pada tanggal 11 Nopember

    di ruang Bougenville RSUD Sejtonegoro.

    1. Keluhan Utama

    Nyeri seluruh lapang perut

    2. Riwayat penyakit Sekarang (RPS)

    Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Setjonegoro pada 11

    Nopember 2013 dalam keadaan sadar dengan keluhan nyeri seluruh

    lapang perut dan perut kembung sejak 2 hari yang lalu. Pasien mengaku

    belum BAB sejak 1 hari yang lalu namun masih bisa kentut. Pasien

    tidak memiliki masalah dalam berkemih. Pasien mengaku memiliki

    kebiasaan mengkonsumsi obat/jamu berupa puyer untuk meredakan

    sakit kepala selama 8 tahun.

    3. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)

    Pasien mengaku belum pernah mengalami hal serupa sebelumnya.

    Pasien mengaku memiliki riwayat hipertensi, namun pasien tidak

  • 2

    memiliki riwayat penyakit DM, jantung, dan ginjal. Pasien juga tidak

    pernah mondok di rumah sakit maupun memiliki riwayat operasi

    sebelumnya.

    4. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)

    Pasien menyatakan bahwa tidak ada anggota keluarga yang memiliki

    penyakit DM, jantung, hipertensi, dan ginjal.

    5. Riwayat Sosial dan Pribadi

    Pasien bekerja sebagai petani. Pasien mengaku minum dan makan tepat

    waktu tiga kali sehari. Hubungan dengan keluarga baik dan tidak ada

    masalah dalam rumah tangga pasien.

    6. Anamnesis Sistemik

    a. Sistem Serebrospinal : Tidak pusing, Tidak ada kelemahan

    anggota gerak.

    b. Sistem Respirasi : Tidak batuk, tidak pilek, tidak sesak

    nafas.

    c. Sistem Kardiovaskuler : Tidak nyeri dada, tidak berdebar-

    debar.

    d. Sistem Digestivus : BAB tidak lancar, tidak nyeri telan,

    tidak mual, tidak muntah, flatus, dan adanya nyeri perut.

    e. Sistem Urogenital : Tidak nyeri saat berkemih, tidak

    ada perdarahan saat berkemih, BAK lancar.

    f. Sistem Muskuloskeletal : Tidak nyeri gerak, tidak ada

    keterbatasan gerak.

    g. Sistem Integumentum : Tidak tampak pucat, suhu raba

    hangat, tidak basah.

    h. Kejiwaan : Tampak tenang.

    III. Resume Anamnesa

    Seorang laki-laki berusia 80 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD)

    pada 11 Nopember malam hari dengan keluhan nyeri seluruh lapang sejak 2

    hari yang lalu, perut mengalami distensi dan kaku. Pasien mengaku di

  • 3

    keluarga pasien tidak ada anggota keluarga yang memiliki gejala penyakit

    yang sama dengan pasien. Pasien memutuskan untuk datang berobat ke

    RSUD Setjonegoro karena khawatir keadaan pasien semakin memburuk.

    IV. PEMERIKSAAN FISIK

    1. Keadaan Umum

    Tampak lemas.

    Kesadaran: Compos mentis, GCS : E4V5M6.

    Vital Sign

    TD : 119/70 mmHg

    HR : 60 kali/menit, tegangan kuat, isi cukup, ritmis

    RR : 36 kali/menit

    T : 36,5

    2. Status Generalis

    a. Kulit:

    Warna coklat sawo matang, tidak ikterik, tidak

    hipo/hiperpigmentasi, tidak tampak tanda peradangan maupun

    massa abnormal, terjadi penurunan turgor kulit.

    b. Kepala:

    Rambut : Pendek ikal hitam beruban, distribusi merata, tidak

    mudah dicabut.

    Wajah : Simetris, tidak ada deformitas, dan tidak terdapat

    luka ataupun jejas.

    Mata : Penglihatan normal, conjungtiva tidak anemis,

    sklera tidak ikterik, pupil isokor, reflek cahaya positif.

    Hidung: Simetris, tidak ada deformitas tulang hidung, sekret

    hidung tidak ada, perdarahan tidak ada.

    Telinga: Serumen minimal, tidak terdapat sekret, tidak

    mengeluarkan darah.

  • 4

    Mulut dan mandibula: normal, mukosa bibir basah, tidak tampak

    kering, tidak tampak ada kelainan.

    c. Leher

    Simetris, tidak tampak massa abnormal, tidak ada tanda

    peradangan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar

    getah bening dan tiroid, JVP dalam batas normal.

    d. Thorax

    Paru-paru:

    Inspeksi

    Simetris kanan kiri, tidak ada deformitas, tidak ada ketinggalan

    gerak, tidak ada retraksi dinding dada. Ictus cordis tidak terlihat.

    Palpasi

    Fokal fremitus seimbang antara paru-paru kanan dan kiri, tidak

    ada pembesaran limfonodi axillaris, dan tidak ada nyeri tekan

    pada dada.

    Perkusi

    Seluruh lapang paru sonor, batas atas hepar SIC VI midclavicula

    kanan.

    Auskultasi

    Suara dasar paru vesikuler, tidak ada suara tambahan di semua

    lapang paru.

    Jantung

    Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat

    Palpasi : Letak IC pada SIC VIII di sebelah media linea

    midklavikularis sinistra.

    Perkusi : Batas Jantung

    Kanan atas : SIC V Linea Para Sternalis Sinistra

    Kanan bawah : SIC VIII Linea Para Sternalis Sinistra

    Kiri atas : SIC V Linea Anterior Axilaris sinistra

    Kiri bawah : SIC VIII Linea Anterior Axilaris sinistra

  • 5

    Auskultasi

    SI-SII regular normal, tidak terdapat bising jantung, murmur

    maupun gallop.

    e. Abdomen

    Lihat status lokalis

    e. Anogenital

    Tidak ada tanda peradangan, tidak ada kelainan.

    f. Ekstrimitas

    Superior : Bentuk normal anatomis, tidak deformitas, tidak

    terdapat nyeri gerak aktif dan pasif. Akral hangat dan tidak

    udem. Kekuatan 5/5.

    Inferior : Tidak terlihat adanya deformitas. Akral hangat dan

    tidak udem. Kekuatan 5/5.

    3. Status Lokalis: Abdomen

    Inspeksi

    Distended, dinding perut lebih tinggi daripada dinding dada,

    tidak tampak darm contour, tidak tampak darm steifung, tidak

    tampak adanya benjolan, tidak ada tidak tampak jejas atau tanda

    peradangan.

    Auskultasi

    Bising usus menurun.

    Perkusi

    Timpani, suara pekak hepar menghilang sebagian, tidak ada

    shifting dullnes.

    Palpasi

    Distended, defans muscular, hepar dan lien tidak teraba,

    ballotement ginjal negatif, tidak teraba adanya distensi pada

    kandung kemih, nyeri tekan seluruh lapang abdomen.

    Rectal Toucher

  • 6

    Tonus Musculus Spinchter Ani Kencang, Mukosa licin, Dinding

    tidak kolaps, Nyeri tekan seluruh dinding, Pole atas teraba,

    Terdapat sisa feses pada handscoen.

    V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    a. Laboratorium Darah

    Hemoglobin : 11,6 (11,7- 15,5) g/dL

    Leukosit : 12,5 (3,6 11,0) 10^3 /uL

    Eosinofil : 0,40% (2,00-4,00)%

    Basofil : 0,20% (0-1)%

    Netrofil : 94,00% (50-70)%

    Limfosit : 3,40% (25-40)%

    Monosit : 2,00% (2-8)%

    Hematokrit : 35% (35-47)%

    Eritrosit : 3,9 (4,40-5,90) 10^6/ul

    Trombosit : 186 (150-400) 10^3/ul

    MCV : 91 (80-100) fL

    MCH : 30 (26-34) pg

    MCHC : 33 (32-36) g/dL

    b. Kimia Klinik

    Ureum : 73,8 mg/dl (

  • 7

    VI. DIFERENSIAL DIAGNOSIS

    a. Perforasi Gaster

    b. Pankreatitis Akut

    c. Kolesistitis Akut

    VII. DIAGNOSIS

    Peritonitis ec Perforasi Gaster

    VIII. PERJALANAN PENYAKIT DAN INSTRUKSI DOKTER

    Jumat, 11 Oktober 2013

    TD : 110/60 mmHg

    HR : 64x/menit

    RR : 24x/menit

    Suhu : 36,5

    Kesadaran : Compos mentis

    Pernafasan : Reguler

    Kepala : Pupil isokor, Conjungtiva tidak anemis, Sklera tidak

    ikterik

    Leher : JVP normal, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

    Thorax : Cor: regular; Pulmo: Suara dasar vesikuler

  • 8

    Abdomen : Nyeri tekan seluruh lapang abdomen, distended, defans

    muscular, bising usus menurun

    Ekstremitas : tidak ada edema, akral hangat

    Diagnosa : Peritonitis

    Usulan : Operasi laparotomi CITO dengan GA

    IX. Tata Laksana Sementara

    Infus RL

    Injeksi Cefotaxim

    Injeksi Ketorolac

    Injeksi Ranitidin

  • 9

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Definisi

    Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen.

    Penyebab perforasi gastrointestinal adalah : ulkus peptik, inflamasi

    divertikulum kolon sigmoid, kerusakan akibat trauma, perubahan pada

    kasus penyakit Crohn, kolitis ulserasi, dan tumor ganas di sistem

    gastrointestinal. Perforasi paling sering adalah akibat ulkus peptik

    lambung dan duodenum. Perforasi dapat terjadi di rongga abdomen

    (perforatio libera) atau adesi kantung buatan (perforatio tecta). Perforasi

    gaster dapat menyebabkan peritonitis. Peritonitis adalah suatu inflamasi

    (iritasi) dari peritoneum, jaringan tipis yang melapisi dinding bagian dalam

    perut dan mencakup sebagian besar organ perut.

    B. Anatomi

    Lambung merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak di antara

    esofagus dan duodenum. Dari hubungan anatomi topografik lambung-

  • 10

    duodenum dengan hati, pankreas, dan limpa, dapat diperkirakan bahwa

    tukak peptik akan mengalami perforasi ke rongga sekitarnya secara bebas

    atau penetrasi ke dalam organ di dekatnya, bergantung pada letak tukak.

    Berdasarkan faalnya, lambung dibagi dalam dua bagian. Tiga perempat

    proksimal yang terdiri dari fundus dan korpus, berfungsi sebagai

    penampung makanan yang ditelan serta tempat produksi asam lambung

    dan pepsin, sedangkan dinding korpus, apalagi antrum, tebal, dan kuat

    lapisan ototnya.

    Ciri yang cukup menonjol pada anatomi lambung adalah peredaran

    darahnya yang sangat kaya dan berasal dari empat jurusan dengan

    pembuluh nadi besar di pinggir kurvatura mayor dan minor serta dalam

    dinding lambung. Di belakang dan tepi madial duodenum, juga ditemukan

    arteri besar (a.gastroduodenalis). Perdarahan hebat bisa terjadi karena erosi

    dinding arteri itu pada tukak peptik lambung atau duodenum.

    Vena dari lambung duodenum bermuara ke vena porta. Peredaran vena ini

    kaya sekali dengan hubungan kolateral ke organ yang ada hubungan

    embrional dengan lambung dan duodenum.

    Saluran limf dari lambung juga cukup rumit. Semuanya akan berakhir di

    kelenjar paraaorta dan preaorta di pangkal mesenterium embrional. Antara

    lambung dan pangkal embrional itu terdapat kelenjar limf yang letaknya

    tersebar di mana-mana akibat putaran embrional.

    Persarafan simpatis lambung seperti biasa melalui serabut saraf yang

    menyertai arteri. Impuls nyeri dihantarkan melalui serabut eferen saraf

    simpatis. Serabut parasimpatis berasal dari n.vagus dan mengurus sel

    parietal di fundus dan korpus lambung. Nervus vagus anterior (sinister)

    memberikan cabang ke kandung empedu, hati dan antrum sebagai saraf

    Laterjet anterior, sedangkan n.vagus posterior (dekstra) memberikan

    cabang ke ganglion seliakus untuk visera lain di perut kan ke antrum

    sebagai saraf Laterjet posterior.

    C. Fisiologi Lambung

  • 11

    Fungsi utama lambung adalah penerima makanan dan minuman,

    dikerjakan oleh fundus dan korpus, dan penghancur dikerjakan oleh

    antrum, selain turut bekerja dalam pencernaan awal berkat kerja kimiawi

    asam lambung dan pepsin.

    Motilitas

    Fungsi lambung yang berkaitan dengan gerakan adalah penyimpanan dan

    pencampuran makanan serta pengosongan lambung. Kemampuan lambung

    menampung makanan mencapai 1500 ml karena mampu menyesuaikan

    ukurannya dengan kenaikan tekanan intraluminal tanpa peregangan

    dinding (relaksasi reseptif). Fungsi ini diatur oleh n.vagus dan hilang

    setelah vagotomi. Ini antara lain yang mendasari turunnya kapasitas

    penampungan pada penderita tumor lambung lanjut sehingga cepat

    kenyang.

    Peristalsis terjadi bila lambung mengambang akibat adanya makanan dan

    minuman. Kontraksi yang kuat pada antrum (dindingnya paling tebal) akan

    mencampur makanan dengan enzim lambung, kemudian

    mengosongkannya ke duodenum secara bertahap. Daging tidak berlemak,

    nasi, dan sayuran meninggalkan lambung dalam tiga jam, sedangkan

    makanan yang tinggi lemak dapat bertahan di lambung 6-12 jam.

    Cairan lambung

    Cairan lambung yang jumlahnya bervariasi antara 500-1500 ml/hari

    mengandung lendir, pepsinogen, faktor intrinsik dan elektrolit, terutama

    larutan HCl. Sekresi basal cairan ini selalu ada dalam jumlah sedikit.

    Produksi asam merupakan hal yang kompleks, namun secara sederhana

    dibagi atas tiga fase perangsangan. Ketiga fase, yaitu fase sefalik, fase

    gastrik, dan fase intestinal ini saling mempengaruhi dan berhubungan.

    Fase sefalik

    Rangsang yang timbul akibat melihat, menghirup, merasakan, bahkan

    berpikir tentang makanan akan meningkatkan produksi asam melalui

    aktivitas n.vagus.

    Fase gastrik

  • 12

    Distensi lambung akibat adanya makanan atau zat kimia, seperti kalsium,

    asam amino, dan peptida dalam makanan akan merangsang produksi

    gastrin, refleks vagus, dan reflek kolinergik intramural. Semua itu akan

    merangsang sel parietal untuk memproduksi asam lambung.

    Fase intestinal

    Hormon enterooksintin merangsang produksi asam lambung setelah

    makanan sampai di usus halus. Seperti halnya proses sekresi dalam tubuh,

    cairan lambung bertindak sebagai penghambat sekresinya sendiri

    berdasarkan prinsip umpan balik. Keasaman yang tinggi di daerah antrum

    akan menghambat produksi gastrin oleh sel G sehingga sekresi fase gastrik

    akan berkurang. Pada pH di bawah 2.5 produksi gastrin mulai dihambat.

    D. Etiologi

    Perforasi non-trauma, misalnya :

    Akibat volvulus gaster karena overdistensi dan iskemia

    Spontan pasa bayi baru lahir yang terimplikasi syok dan stress ulcer.

    Ingesti aspirin, anti inflamasi non steroid, dan steroid : terutama pada

    pasien usia lanjut.

    Adanya faktor predisposisi : termasuk ulkus peptik

    Perforasi oleh malignansi intraabdomen atau limfoma

    Benda asing (misalnya jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi

    esofagus, gaster, atau usus dengan infeksi intraabdomen, peritonitis, dan

    sepsis.

    Perforasi trauma (tajam atau tumpul), misalnya :

    Trauma iatrogenik setelah pemasangan pipa nasogastrik saat endoskopi.

    Luka penetrasi ke dada bagian bawah atau abdomen (misalnya tusukan

    pisau)

    Trauma tumpul pada gaster : trauma seperti ini lebih umum pada anak

    daripada dewasa dan termasuk trauma yang berhubungan dengan

    pemasangan alat, cedera gagang kemudi sepeda, dan sindrom sabuk

    pengaman.

  • 13

    Dari hasil penelitian di RS Hasan Sadikin Bandung sejak akhir tahun 2006

    terhadap 38 kasus perforasi gaster, 32 orang di antaranya adalah

    pengonsumsi jamu (84,2 persen) dan dari jumlah itu, sebanyak 18 orang

    mengonsumsi jamu lebih dari 1 tahun (56,25 persen). Pasien yang paling

    lama mengonsumsi jamu adalah sekitar 5 tahun. Frekuensi tersering

    mengonsumsi jamu adalah seminggu tiga kali. Namun jamu yang mereka

    konsumsi adalah jamu plus obat kimia atau yang sering dikenal dengan

    jamu oplosan. Dari uji laboratorium, ternyata jamu tersebut mengandung

    bahan kimia. Sebagian besar zat kimia tersebut merupakan golongan obat

    yang bersifat antiperadangan dan antinyeri (anti-inflamasi) nonsteroid

    (NSAID) di antaranya fenilbutazon, antalgin, dan natrium diclofenac, serta

    golongan obat anti-inflamasi steroid di antaranya deksametosan dan

    prednisone

    Ruptur lambung akan melepaskan udara dan kandungan lambung ke dalam

    peritoneum. pasien akan menunjukkan rasa nyeri hebat, akut, disertai

    peritonitis. Dari radiologis, sejumlah besar udara bebas akan tampak di

    peritoneum dan ligamentum falsiparum tampak dikelilingi udara.

    Peritonitis disebabkan oleh pengumpulan darah, cairan tubuh, atau nanah

    di perut. Penyebab serius peritonitis yang paling banyak terjadi adalah

    perforasi dari saluran cerna yang menyebabkan inflamasi kimia diikuti

    segera dengan infeksi dari organisme usus. Peritonitis dapat juga

    merupakan hasil dari kondisi perut yang inflamasi seperti appendisitis,

    divertikulitis, obstruksi usus strangulata, pankreatitis, pelvic inflamatory

    disease, iskemia mesenterika. Darah intraperitoneal dari berbagai sumber

    seperti ruptur aneurysma, trauma, pembedahan, kehamilan ektopik

    mengiritasi dan menghasilkan peritonitis. Barium menyebabkan peritonitis

    berat dan harus tidak boleh diberikan kepada pasien dengan suspek

    perforasi saluran cerna. Shunt peritoneo-systemik, drain, dan kateter

    dialisis di cavum peritoneal cenderung membuat pasien terkena peritonitis,

    seperti cairan asam. Peritonitis dibagi menjadi 2 tipe, yaitu:

    Peritonitis Spontan

  • 14

    Peritonitis spontan biasanya disebabkan oleh infeksi asites, terkumpulnya

    cairan dalam cavum peritoneal. Hal ini biasanya berasal dari penyakit hati

    yang berat atau penyakit ginjal. Faktor resiko untuk penyakit hati termasuk

    konsumsi alcohol yang berlebihan dan penyakit lain yang mengarah ke

    sirosi, seperti hepatitis virus kronis (hepatitis B atau hepatitis C).

    Peritonitis spontan juga terjadi pada pasien yang sedang melakukan

    dialysis peritoneal untuk gagal ginjal. Peritonitis dapat juga terjadi akibat

    inflamasi, infeksi, atau luka pada usus. Contohnya pada appendicitis dan

    diverticulitis. Bakterial peritonitis spontan jarang sekali terjadi, dimana

    cavum peritoneal terinfeksi bakteri dari aliran darah.

    Peritonitis Sekunder

    Peritonitis sekunder adalah peradangan peritoneum karena kondisi lain,

    paling sering penyebaran infeksi dari saluran pencernaan. Peritonitis

    sekunder memiliki beberapa penyebab utama. Bakteri dapat masuk ke

    peritoneum melalui lubang (perforasi) pada saluran pencernaan. Lubang

    tersebut mungkin disebabkan oleh rupture appendix, ulkus lambung,

    perforasi colon, atau cedera, seperti luka tembak atau luka pisau.

    Peritonitis sekunder bisa juga terjadi ketika cairan empedu atau enzim

    pancreas bocor ke selaput rongga abdomen. Kontaminan asing juga dapat

    menyebabkan peritonitis sekunder jika mereka masuk ke dalam rongga

    peritoneal. Hal ini dapat terjadi selama penggunaan kateter dialysis

    peritoneal atau NGT. Peradangan rongga peritoneal disebabkan bakteri

    dapat mengakibatkan infeksi aliran darah (sepsis) dan penyakit yang parah.

    C. Gejala

    Peritonitis menyebabkan cairan bergeser ke dalam cavum peritoneal dan

    usus yang menyebabkan dehidrasi berat dan gangguan elektrolit. Sindrom

    respiratory distress dewasa dapat berkembang dengan cepat. Gagal ginjal,

    gagal hati, dan disseminated intravascular coagulation mengikuti. Wajah

    pasien akan menggambarkan tampilan seperti topeng khas wajah

    hippocratic.

    Perut sangat sakit, memburuk ketika disentuh atau ketika badan bergerak.

  • 15

    Terdapat distensi perut.

    Pada peritonitis dapat juga terjadi gejala lain, seperti demam, BAB sedikit

    atau tidak ada atau hanya gas, kelelalah, BAK sedikit, mual dan muntah,

    detak jantung yang cepat, sesak.

    D. Patofisiologi

    Dalam keadaan normal, lambung relatif bersih dari bakteri dan

    mikroorganisme lain karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan

    orang yang mengalami trauma abdominal memiliki fungsi gaster normal dan tidak

    berada dalam resiko kontaminasi bakteri setelah perforasi gaster. Namun, mereka

    yang sebelumnya sudah memiliki masalah gaster beresiko terhadap kontaminasi

    peritoneal dengan perforasi gaster. Kebocoran cairan asam lambung ke rongga

    peritoneal sering berakibat peritonitis kimia yang dalam. Jika kebocoran tidak

    ditutup dan partikel makanan mencapai rongga peritoneal, peritonitis kimia

    bertahap menjadi peritonitis bakterial. Pasien mungkin bebas gejala untuk

    beberapa jam antara peritonitis kimia awal sampai peritonitis bakterial kemudian.

    Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel inflamasi akut.

    Omentum dan organ dalam cenderung untuk melokalisasi tempat inflamasi,

    membentuk flegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi usus besar). Hipoksia

    yang diakibatkan di area memfasilitasi pertumbuhan bakteri anaerob dan

    menyebabkan pelemahan aktivitas bakterisid dari granulosit, yang mengarah pada

    peningkatan aktivitas fagosit granulosit, degradasi sel, hipertonisitas cairan

    membentuk abses, efek osmotik, mengalirnya lebih banyak cairan ke area abses,

    dan pembesaran abses abdomen. Jika tidak diterapi, bakteremia, sepsis general,

    kegagalan multi organ, dan syok dapat terjadi..

    E. Pemeriksaan Fisik

    Umumnya pasien mengeluh nyeri tekan epigastikum dan spasme otot tak

    involunter. Khas ia telah digambarkan sebagai rigiditas seperti papan. Bunyi

    peristaltik berkurang dan demam umumnya ringan. Mungkin ada variasi besar

    dalam gambarannya. Pada sekitar sepertiga pasien, mulainya nyeri tidak dramatis

    dan mungkin menyebabkan kelambatan lama dalam diagnosis. Hal ini terutama

    berlaku bagi pasien yang dirumah-sakitkan untuk penyakit lain.

  • 16

    F. Tes Konfirmasi

    Hitung leukosit meningkat ke sekitar 12.000, tetapi setelah 12 sampai 24

    jam meningkat ke 20.000 atau lebih. Amilase serum memperlihatkan peningkatan

    ringan karena absorpsi enzim oleh cavitas peritonealis bisa menyebabkan

    hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit.

    Foto polos abdomen memperlihatkan udara bebas di dalam cavitas

    peritonealis dalam sekitar 80 persen pasien. Foto thorax pasien dengan posisi

    tegak lebih mungkin memperlihatkan udara bebas dibandingkan foto abdomen.

    Jika pasien terlalu sakit untuk tegak, maka film dekubitus lateralis kiri bisa

    memperlihatkan udara bebas. Adanya udara bebas di dalam cavitas peritonealis

    dengan mendadaknya dimulai nyeri abdomen bersifat diagnostik ulkus peptikum

    perforata.

    Dalam pasien itu yang tak ada diperlihatkan udara bebas, tetapi dicurigai

    ulkus perforata, bisa dilakukan seri gastrointestinalis gawat darurat yang

    menggunakan materi kontras larut air. Lolosnya materi kontras dari lumen usus

    mengkonfirmasi diagnosis. Sehumlah ahli bedah telah menganjurkan pemasukan

    sonde nasogaster serta menyuntikkan udara ke dalam lambung dengan

    kepercayaan bahwa ia akan memperlihatkan udara bebas pada sinar-x.

    G. Diagnosis Banding

    Pankreatitis akuta dan kolestitis akuta bisa menyebabkan nyeri yang

    serupa dengan yang dialami pasien peritonitis akibat perforasi gaster. Tetapi

    umumnya nyeri dimulai akut dan tidak disertai oleh udara bebas. Amilase serum

    jauh lebih tinggi dalam kebanyakan pasien pankreatitis akuta. Divertikulum colon

    dan apendisitis akuta mungkin menyebabkan perforasi bebas. Kadang-kadang bisa

    timbul perforasi duodenum yang kecil dengan kebiciran cairan yang lambat

    menuruni saluran peritoneum lateral kanan, yang menimbulkan nyeri dan rigiditas

    otot abdomen dalam kuadran kanan bawah, yang menyerupai apendisitis akuta.

    Pasien yang dioperasi dengan diagnosis apendistitis akuta yang mempunyai

    appendix vermiformis normal atau apriapendisitis ringan dengan cairan di dalam

    saluran kanan harus dicurigai mendrita ulkus duodeni perforata, yang mungkin

    memerlukan insisi kedua untuk menutup perforasi.

  • 17

    H. Terapi

    Pasien yang dicurigai menderita perforasi akibat kimia harus mulai

    mendapat cairan intravena, darah diambil untuk pemeriksaan laboratorium yang

    tepat dan sonde nasogaster dipasang untuk mengosongkan lambung. Ia harus

    dilakukan sebelum pemeriksaan sinar-x untuk menentukan adanya udara bebas.

    Antibiotika intravena seperti sefoktisin atau ssefazolin harus diberikan prabedah.

    Secepat keadaan pasien distabilisasi dengan resusitasi cairan, diindikasikan

    operasi.

    Abdomen dieksplorasi melalui insisi garis tengah atas. Cairan yang telah

    bocor dari tractus gastrointestinalis diaspirasi dari cavitas peritoninealis, yang

    diikuti irigasi cavitas abdominalis dengan banyak saline steril.

    Dosis sedang dari analgesik IV tidak menutupi tanda peritoneal dan

    melihat kecemasan dan ketidaknyamanan sering mempermudah pemeriksaan.

    Antibiotik yang terpilih bertujuan pada basilus aerob gram negatif dan anaerob

    seperti penisilin laktamase inhibitor kombinasi atau pada pasien sakit kritis di

    ICU, imipenem (500 mg q6h IV) atau kombinasi obat seperti amppicillin

    ditambah metronidazole ditambah ciprofloxacin. Intervensi pembedahan sering

    dibutuhkan.

    I. Prognosis

    Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat

    dilakukan maka prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis,

    tindakan, dan pemberian antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya

    menjadi dubia ad malam.

    Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. Usia lanjut,

    adanya penyakit yang mendasari sebelumnya, malnutrisi dan timbulnya

    komplikasi akan meningkatkan resiko kematian.

  • 18

    BAB III

    PEMBAHASAN

    Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis awal pasien ini adalah

    Perforasi Gaster. Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa seorang laki-laki

    berusia 80 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada 11 Nopember

    malam hari dengan keluhan nyeri seluruh lapang perut dan perut kembung sejak 2

    hari yang lalu. Pasien mengaku belum BAB sejak 1 hari yang lalu namun masih

    bisa kentut. Pasien tidak memiliki masalah dalam berkemih. Pasien mengaku

    memiliki kebiasaan mengkonsumsi obat/jamu berupa puyer untuk meredakan

    sakit kepala selama 8 tahun. Oleh karena itu, pasien dalam kasus ini secara klinis

    didiagnosis sebagai penderita perforasi gaster.

  • 19

    DAFTAR PUSTAKA

    http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001335.htm diakses pada

    tanggal 15 Nopember 2013 di update pada tanggal 16 Mei 2013

    Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah Bagian 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Jakarta. 1992.

    Pieter, John, editor : Sjamsuhidajat,R. dan De Jong, Wim, Bab 31 : Lambung dan

    Duodenum, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC : Jakarta, 2004. Hal. 541-59.

    Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, editor : Mansjoer, Arif.,

    Suprohalta., Wardhani, Wahyu Ika., Setiowulan, Wiwiek., Fakultas Kedokteran

    UI, Media Aesculapius, Jakarta : 2000

    The MerckManual