Peritonitis Tbc

25
TBC USUS Oleh: Charles Hasudungan Siregar Pembimbing: Dr Suryadi Soedarmo Sp.B

description

Ghh

Transcript of Peritonitis Tbc

TBC USUS

Oleh:Charles Hasudungan SiregarPembimbing:Dr Suryadi Soedarmo Sp.B

BAB IPENDAHULUAN

Terima kasih saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmatnya saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Terima kasih juga kepada dr Suryadi Soedarmo sebagai pembimbing referat saya yang telah dengan susah payaj mengarahkan saya untuk mengetahui lebih dalam mengenai ilmu bedah. Saya berharap laporan ini dapat berguna untuk saya dan teman-teman saya kedepannya. Saya mengetahui bahwa masih ba yak kekurangan dalam laporan ini, jika ada sesuatu yang tidak berkenan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Akhir kata saya ucapkan terima kasih.

Penulis

BAB IIANATOMI FISIOLOGIPeritoneumPeritoneum ialah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh. Peritoneum terdiri artas dua bagianutama, yaitu peritoneum parietal, yang melapisi dinding rongga abdominal, dan peritoneum visceral, yang melapisi semua organ yang berada di dalam rongga abdomen.Ruang yang berada diantara dua lapisan ini disebut ruang peritonial atau kantong peritoneum. Banyak lipatan atau kantong terdapat di dalam peritoneum; sebuah lipatan besar atau omentum mayor yang kaya akan lemak, bergantungan di sebelah depan lambung, lipatan kecil (omentum minor) berjalan dari porta hepatica setelah menyelaputi hati ke bawah, ke kurvatura minor lambung dan disini bercabang untuk menyelaputi lambung ini. Kolon juga terbungkus oleh peritoneum ini, kemudian berjalan ke atas dan berbelok ke belakang sebagai meso-kolon kea rah dinding posterior abdomen. Sebagian dari dari peritoneum ini membentuk mesentrium usus halus. Omentum besar dan kecil, mesentrium usus halus dan mesokolon, semua memuat penyaluran darah vaskuler dan limfe dari organ-organ yang diselaputinya.Fungsi peritoneum adalah menutupi sebagian besar dari organ-organ abdomen dan pelvis, membentuk perbatasan halus yang memungkinkan organ saling bergeseran tanpa ada pergesekan. Organ-organ digabungkan bersama dan menjaga kedudukan organ-organ tersebut tetap, dan mempertahankan hubungan perbandingan organ-organ terhadap dinding posterior abdomen. Sejumlah besar kelenjar limfe dan pembuluh darah yang termuat dalam peritoneum, membantu melindunginya terhadap infeksi.

Rongga abdomenAbdomen ialah rongga terbesar di dalam tubuh. Bentuknya lonjong dan meluas dari atas diafragma sampai pelvis di bawah. Rongga abdomen dibagi menjadi dua bagian, yaitu rongga sebelah atas yang lebih besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan lebih kecil.Batas-batas abdomen diatas diafragma. Di bawah pintu rongga masuk panggul, dari panggul besar di depan dan di kedua sisi, otot-otot abdominae, tulang- tulang aliaka da iga-iga sebelah bawah. Di belakang tulang punggung dan otot psoas dan kuadratus lumborum.Isi abdomen sebagian besar dari saluran pencernaan yaitu lambung, usus halus dan usus besar.Pembuluh limfe dan kelenjar, urat saraf, peritoneum dan lemak juga di jumpai di dalam rongga ini.1) LambungFungsi lambung adalah :a) menerima makanan dan bekerja sebagai sebagai penampung untuk jangka waktu pendekb) semua makanan dicairkan dan dicampurkan dengan asam hidroklorida. Dan dengan cara ini disiapkan untuk dicernakan oleh ususc) protein diubah menjadi peptoned) susu dibekukan dan kasein dikeluarkane) pencernaan lemak dimulai di dalam lambungf) khime, yaitu isi lambung yang cair disalurkan masuk duodenum.2) Usus halusUsus halus adalah bagian saluran pencernaan diantara lambung dan usus besar. Usus halus panjang, tube yang berliku-liku yang memenuhi sebagian besar rongga abdomen. Usus halus terdiri dari : duodenum, yeyunum dan ileum.a) DuodenumDuodenum adalah tube yang berbentuk C, dengan panjang kira-kira 25 cm, pada bagian belakang abdomen, melengkung melingkari pancreas.b) Yeyunum dan ileumYeyunum merupakan bagian pertama dan illem merupakan bagian kedua dari saluran usus halus. Semua bagian usus tersebut mempunyai panjang yang bervariasi mulai dari 300 cm sampai dengan 900 cm.Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorpsi bahan-bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dari dalam mulut dan lambung oleh kerja ptyalin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan yang masuk. Proses dilanjutkan dalam duodenum terutama oleh enzim-enzim pancreas yang menghidrolisis karbohidrat meliputi glukosa, maltosa dan galaktosa, lemak menjadi asam dan gliserol (dengan bantuan garam empedu pada keluaran empedu ke dalam duodenum oleh kontraksi kelenjar empedu) serta protein menjadi asam amino.Proses pencernaan disempurnakan oleh beberapa enzim dalam getah usus (sukus enterikus). Enzim-enzim ini terdapat pada brush bovaer vili dan mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorpsi.

PERITONITIS TUBERKULOSIS(TBC USUS)Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan utama di negara berkembang, disebabkan oleh paparan terhadap Mycobacterium tuberculosis (Mtb).Ekstra parutuberkulosis (TBEP) telah membuat kontribusi yang besar bagi beban TB, terutama sejak munculnya human immunodeficiency virus (HIV), dan TB limfadenitis (TBL) adalah bentuk yang paling umum dari suatu Ekstra paru tuberkulosis (TBEP). Studi menunjukkan bahwa infeksi dengan Mycobacterium bovis (Mb) terutama menyebabkan TBEP, terutama TBL, sementara konsumsi susu mentah memainkan peran utama dalam Mb infeksi pada manusia. Menurut laporan WHO, Ethiopia berada di peringkat 7 di antara 22 negara di seluruh dunia dengan beban TB yang tinggi, dan 3 dalam hal jumlah kasus TBEP. Di indonesisa tuberkulosis (TB) merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia. Jumlah penderita TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak setelah negara India dan Cina dengan jumlah sekitar 10% dari total jumlah penderita Tb di dunia. Diperkirakan setiap tahun terdapat 539.000 kasus baru dengan jumlah kematian sekitar 100.000. insiden kasus TB basil tahan asam (BTA) positif sekitar 110 dari 100.000 penduduk. Munculnya pandemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) / Acquired Immunodeficiency Virus (AIDS) didunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi HIV dengan TB akan meningkatkan resiko kejadian TB secara signifikan.

Tuberculosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau visceral yang disebabkan oleh kuma Mycobacterium tuberculosis, dan terlihat penyakit ini juga sering mengenai seluruh peritoneum, alat-alat system gastrointestinal, mesenterium dan organ genital interna. Penyakit ini jarang berdiri sendiri dan biasanya merupakan kelanjutan proses tuberkulosa dari tempat lain terutama dari tuberkulosa paru, namun sering ditemukan bahawa pada waktu diagnose ditegakkan proses tuberkulosa di paru sudah tidak kelihatan lagi. Hal ini bisa terjadi keranan proses tuberkulosa di paru mungkin sudah menyembuh terlebih dahulu sedangkan penyebarannya masih berlangsung di tempat lain.Di negara yang sedang berkembang peritonitis tuberkulosis masih sering dijumpai termasuk di Indonesia, sedangkan di Amerika dan negara Barat lainnya walaupun sudah jarang ada kecenderungan meningkat dengan meningkatnya jumlah penderita AIDS dan Imigran. Kerana perjalanan penyakitnya yang berlangsung perlahan-lahan dan sering tanpa keluhan atau gejala yang jelas maka diagnose sering tidak terdiagnosa atau terlambat ditegakkan.3 Tidak jarang penyakit ini mempunyai keluhan menyerupai penyakit lain seperti sirosis hati atau neoplasma dengan gejala asites yang tidak terlalu menonjol.

DefinisiPeritonitis tuberculosis adalah peradangan peritoneum yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis. Biasanya merupakan kelanjutan proses tiuberculosis di tempat lain, terutama paru-paru (Soeparwan, 1990: 662). Penyakit ini merupakan tuberculosis yang jarang, namun demikian merupakan salah satu penyebab peritonitis yang penting. Karena perjalanan penyakitnya perlahan-lahan, serta gejalanya yang tidak jelas, sering kali penyakit ini dikira sebagai neoplasma atau asites karena sirosis hati. Secara primer dapat terjadi karena penyebaran dari focus di paru, intestin atau saluran kemih.

EtiologiPenyebab dari Peritonitis Tuberculosis adalah mycobacterium tuberculosis. Pada umumnya peritonitis tuberculosis merupakan keadaan akibat adanya proses tuberculosis di tempat lain, terutama paru-paru. Namun demikian, sering juga dilaporkan bahwa sewaktu diagnosis peritonitis tuberculosis ditegakkan ternyata proses tuberculosis di paru sudah menyembuh atau tidak ada lagi. Hal ini mungkin terjadi oleh karena proses tuberculosis di paru dapat menyembuh dengan sendirinya walaupun sebenarnya di tempat lain masih terdapat penyebaran.Pada kebanyakan kasus peritonitis tuberculosis, penyebarannya tidak secara langsung berlanjut (kontinu) dari alat sekitarnya, tetapi lebih sering disebabkan karena reaktivitas proses laten yang terdapat di peritoneum yang diperoleh sewaktu terjadi penyebaran hematogen dari proses primer terdahulu. Oleh karena itu pulalah banyak kasus peritonitis tuberculosis tanpa ditemui ada kelainan di paru-paru Sebaliknya bisa juga terjadi peritonitis tuberculosis pada kejadian penyebaran hematogen atau proses tuberculosis milier. Pada sebagian kecil selain terjadi melalui penyebaran hematogen dapat juga melalui penyebaran langsung tuberculosis usus, tuberculosis alat genitalia interna atau akibat pecahnya kelenjar linfe mesentrium yang mengalami perkijauan.

EpidemiologiPeritonitis tuberkulosis lebih sering dijumpai pada wanita dibanding pria dengan perbandingan 1.5:1 dan lebih sering pada decade ke 3 dan 4. Peritonitis tuberkulosis dijumpai 2% dari seluruh tuberculosis paru dan 59.8% dari tuberculosis abdominal.5 Di Amerika Serikat penyakit ini adalah ke-6 terbanyak di antara penyakit TB extra-paru sedangkan penelitian lain menemukan hanya 5-20% dari penderita tuberculosis peritoneal yang mempunyai TB paru yang aktif. Pada saat ini dilaporkan bahawa kasus tuberculosis peritoneal di negara maju semakin meningkat dan peningkatan ini sesuai dengan meningkatnya insiden AIDS di negara maju.Di Asia dan Afrika yang dimana kasus tuberculosis masih merupakan suatu masalah masyarakat dan sangat banyak dijumpai, peritonitis tuberculosis masih merupakan masalah yang penting. Daldiono dengan cara laparoskopi menemukan sebanyak 15 kasus di RSCM Jakarta selama periode 1968-1972 sedangkan di Medan Zain Lh melaporkan ada 8 kasus selama periode 1993-1995.

PatogenesisPeritoneum dapat dikenai oleh tuberculosis melalui beberapa cara: 1. Melalui penyebaran hematogen terutama dari paru-paru2. Melalui sputum TB aktif yang tertelan 3. Melalui dinding usus yang terinfeksi 4. Dari kelenjar limfe ynag terinfeksi 5. Melalui tuba falopi yang terinfeksi

Peritonitis tuberkulosa terjadi bukan sebagai akibat penyebaran perkontinuitatum tapi sering kerana reaktifasi proses laten yang terjadi pada peritoneum yang diperoleh melalui penyebaran hematogen preses primer terdahulu ( infeksi laten Dorman infection). Seperti diketahui lesi tuberkulosa biasa mengalami supressi dan menyembuh. Infeksi masih dalam fase laten selama hidup namun infeksi tadi bisa berkembang menjadi tuberkulosa pada setiap saat, jika organism intarselluler tadi mulai bermutiplikasi secara cepat.

Patologi Terdapat 3 bentuk peritonitis tuberkulosa.1. Bentuk eksudatif Bentuk ini dikenal juga sebagai bentuk yang basah atau bentuk asites yang banyak, gejala yang menonjol adalah perut membesar dan berisi cairan (asites). Pada bentuk ini perlengketan tidak banyak dijumpai. Tuberkel sering dijumpai kecil-kecil berwarna putih kekuningan milier, Nampak tersebar di peritoneum atau pada alat-alat tubuh yang berada di rongga peritoneum. Disampaing partikel yang kecil-kecil yang dijumpai tuberkel lebih besar sampai sebesar kacang tanah. Disekitar tuberkel terdapat reaksi jariangan peritoneum berupa kongesti pembuluh darah. Eksudat dapat terbentuk cukup banyak, menutupi tuberkel dan peritoneum sehingga merubah dinding perut menjadi tegang. Cairan asites kadang-kadang bercampur darah dan kelihatan kemerahan sehingga mencurigakan kemungkinan adanaya keganasan. Omentum dapat terkena sehingga terjadi penebalan dan teraba seperti benjolan tumor.

2. Bentuk adhesif Disebut juga sebagai bentuk kering atau plastic dimana cairan tidak banyak dibentuk. Pada jenis ini lebih banyak terjadi perlengketan. Perlengketan yang luas antara usus dan peritoneum sering memberikan gambaran seperti tumor, kadang-kadang terbentuk fistel. Hai ini disebabkan kerna perlengketan dinding usus dan peritoneum parietal yang kemudiannya timbul proses nekrosis. Bentuk ini sering menimbulkan keadaan ileus obstruksi. Turberkel-tuberkel biasanya lebih besar.

3. Bentuk campuran Bentuk ini kadang-kadang disebut juga kista, pembengkakan kista terjadi melalui proses eksudasi bersama-sama dengan adhesi sehingga terbentuk cairan dalam kantong-kantong perlengketan tersebut. Beberapa penulis menggangap bahawa pembahagiaan ini lebih bersifat untuk melihat tingkat penyakit, dimana pada mulanya terjadi bentuk eksudatif dan kemudian bentuk adhesive. Pemberian histopatologi jaringan bipsi peritoneum akan memperlihatkan jaringan granulasi tuberkulosa yang terdiri dari sel-sel epitel dan sel datia Langerhans, dan pengkejuan umumnya ditemukan.

Gejala klinisGejala klinis bervariasi, pada umumnya keluhan dan gejala timbul perlahan-lahan sampai berbulan-bulan, sering pendrita tidak menyadari keadaan ini. Pada penelitian yang dilakukan di RSCM lama keluhan berkisar dari 2 minggu s/d 2 tahun dengan rata-rata lebih dari 16 minggu. Keluhan terjadi secara perlahan-lahan sampai berbulan-bulan disertai nyeri perut, pembengkakan perut, disusul tidak nafsu makan, batuk dan demam. Pada tipe plastic sakit perit lebih terasa dan muncul manifestasi seperti obstruksi.Tabel 1. Keluhan pasien peritonitis tuberkulosis menurut beberapa penulisKeluhan Sulaiman A 30 pasien %Sandikci 135 pasien %Manohar dkk 45 pasien %

Sakit perutPembengkakan perutBatuk Demam Keringat malamAnoreksia Berat badan menurunMencret 57504030263023208296-69-7380-35.973.1-53.9-46.944.1-

Pada pemeriksaan fisik gejala yang sering dijumpai adalah asites, demam, pembengkakan perut, nyeri perut, pucat dan kelelahan, tergantung lamanya keluhan. Keadaan umum pasien bisa masih cukup baik sampai keadaan kurus dan kahexia, pada wanita sering dijumpai peritonitis tuberkulosis disertai oleh proses tuberculosis pada ovarium atau tuba, sehingga pada alat genital bisa ditemukan tanda-tanda peradangan yang sering sukar dibedakan dengan kista ovari.

Tabel 2 : pemeriksaan jasmani pada 30 penderita peritonitis tuberkulosa di rumah sakit Dr.Cipto mangunkusumo Jakarta GejalaPersentase %

Pembengkakan perut dan nyeri51

Asites 43

Hepatomegali 43

Ronchi pada paru (kanan)33

Pleura efusi27

Splenomegali 30

Tumor intra abdomen20

Fenomena papan catur13

Limfadenopati 13

Terlibatnya pleura dan paru63 ( atas dasar foto thorax)

DiagnosisDiagnosa peritonitis tuberkulosis ditegakkan sama halnya seperti penegakkan diagnosa penyakit-penyakit yang lain yaitu harus meliputi dari temuan dalam anamnesa, pemeriksaan fisik, dan dibantu oleh beberapa hasil dari pemeriksaan penunjang.

Paustian in 1964 menyatakan untuk menegakkan diagnosa peritonitis tuberkulosis satu atau lebih dari empat criteria ini harus terpenuhi: (i) adanya bukti histologi tuberkel dengan nekrosis caseation; (ii) hasil biopsi yang bagus dari kelenjar getah bening mesenterika menunjukkan adanya tuberculosis; (iii) kultur atau biakan pada binatang percobaan menemukan pertumbuhan M. tuberculosis; (iv) hasil pemeriksaan histology menemukan bateri tahan asam pada lesi.

Pemeriksaan penunjang

Laboratorium Pemeriksaan darah tepi sering dijumpai adanya anemia penyakit kronis, leukositosis ringan ataupun leucopenia, trombositosis, gangguan faak hati dan sering dijumpai laju endap darah (LED) yang meningkat, sedangkan pada pemeriksaan tes tuberculin hasilnya sering negatif.2,10 Pada pemeriksaan analisa cairan asites umumnya memperlihatkan eksudat dengan protein > 3 gr/dl jumlah sel diatas 100-300 sel/ml. Biasanya lebih dari 90% adanya peningkatan limfosit LDH.9,11 Cairan asites yang perulen dapat ditemukan begitu juga cairan asites yang bercampur darah ( serosanguinous). Pemeriksaan basil tahan asam (BTA) didapati hasilnya kurang dari 5% yang positif dan dengan kultur cairan ditemukan kurang dari 20% hasilnya positif.Ada beberapa peneliti yang mendapatkan hampir 66% kultur BTAnya positif dan akan lebih meningkat lagi sampai 83% bila menggunakan kultur cairan asites yang telah disentrifugekan dengan jumlah cairan lebih dari 1 liter. Dan hasil kultur cairan asites ini dapat diperoleh dalam waktu 4-8 minggu.3,11 Perbandingan glukosa cairan asites dengan darah pada peritonitis tuberculosis < 0.96 sedangkan pada asites dengan penyebab lain rationya >0.96.1 Perbandingan serum asites albumin (SAAG) pada peritonitis tuberculosis ditemukan rationya 1.1 gr/dl ini merupakan cairan asites akibat hipertensi portal. Penurunan pH cairan asites dan peningkatan kadar laktat dapat dijumpai pada peritonitis tuberculosis dan berbeda dengan cairan asites pada sirosis hepatis yang steril, namun pemeriksaan pH dan kadar laktat cairan acites ini kurang spesifik dan belum merupakan suatu kepastian jerna hal ini juga dijumpai pada kasus asites oleh kerna keganasan atau spontaneous bacterial peritonitis.Pemeriksaan lain adalah pemeriksaan CA-125. CA-125 ( cancer antigen 125) termasuk tumor associates glycoprotein dan terdapat pada permukaan sel. CA-125 merupakan antigen yang terkait dengan karsinoma ovarium, antigen ini tidak ditemukan pada ovarium orang dewasa normal, namun CA-125 ini dilaporkan juga meningkat pada keadaan benigna dan maligna, dimana kira-kira 80% meningkat pada wanita dengan keganasan ovarium, 26% pada trimester pertama kehamilan, menstruasi, endometriosis dll juga pada kondisi bukan keganasan seperti gagal ginjal kronik, penyakit autoimun, sirosis hepatis, peradangan peritoneum seperti tuberc\kulosis, pericardium dan pleura. Zain LH di Medan pada tahun 1996 menemukan dari 8 kasus peritonitis tuberculosis dijumpai kadar CA-125 meninggi dengan kadar rata-rata 370.7 u/ml dan menyimpulkan bila dijumpai peninggian serum CA-125 disertai dengan cairan asites yang eksudat, jumlah sel >350/m3, limfosit yang dominan maka peritonitis tuberculosis dapat dipertimbangkan sebagai diagnosa.

Pemeriksaan RongtenTampak gambaran tuberculosis paru pada foto x-ray dada dapat mendukung diagnosa namun foto x-ray dada normal tidak dapat menyingkirkan kemungkinan diagnosa peritonitis tuberculosis. Sharma dkk melakukan kajian terhadap 70 kasus peritonitis tuberculosis mendapatkan terdapat sebanyak 22 kasus (46%) penderita mempunyai aktif lesi atau bekas lesi tuberculosis pada rontgen dadanya. Pemeriksaan rongten pada sistem pencernaan mungkin dapat membantu jika didapat kelainan usus kecil atau usus besar seperti terlihatnya gambaran obstruksi.

Ultrasonografi (USG)Pada pemeriksaaan USG dapat dilihat adanya cairan dalam rongga peritoneum yang bebas atau terfiksasi ( dalam bentuk kantong-kantong) menurut Rama & Walter B, gambaran USG tuberculosis yang sering dijumpai antara lain cairan yang bebas atau terlokalisasi dalam rongga abdomen, abses dalam rongga abdomen, massa di daerah ileosaecal dan pembesaran kelenjar limfe retroperitoneal, adanya penebalan mesentrium, perlengketan lumen usus dan penebalan omentum, mungkin bisa dilihat dan harus diperiksa dengan seksama.CT ScanPemeriksaan CT Scan untuk peritonitis tuberculosis tidak ada ditemui suatu gambaran yang khas, namun secara umum ditemui adanya gambaran peritoneum yang berpasir dan untuk pembuktiannya perlu dijumpai bersamaan dengan adanya gejala klinis dari peritonitis tuberculosis. Rodriguez E dkk yang melakukan suatu penellitian ang membandingkan peritonitis tuberculosis dengan peritoneal karsinoma dengan melihat gambaran CT Scan terhadap peritoneum parietalis mendapatkan, adanya gambaran peritoneum yang licin dengan penebala yang minimal dan pembesaran yng jelas menunjukkan suatu peritonitis tuberculosis sedangkan adanya nodul yang tertanam dan penebalan peritoneum yang teraktur menunjukkan peritoneal karsinoma.

Peritonoskopi ( Laparoskopi)Laparoskopi merupakan cara yang relative aman, mudah dan terbaik untuk mendiagnosa peritonitis tuberculosis terutama bila ada cairan asites dan sangat berguna untuk mendapatkan diagnosa pada pasien-pasien muda dengan symptom sakit perut yang tidak jelas penyebabnya dan cara ini dapat mendiagnosa peritonitis tuberculosis 85% sampai 95% dan dengan bantuan biopsy terarah dapt dilakukan pemeriksaan histology dan bisa menemukan adanya gambaran granuloma sebesar 85% sampai 90% dari seluruh kasus dan bila dilakukan kultur bisa ditemukan BTA hamper 75%. Hasil histology ynag lebih penting lagi adalah bila didapat granuloma yang lebih spesifik yaitu granuloma dengan pengkejuaan.Gambaran yang dapat dilihat pada peritonitis tuberculosis:1. Tuberkel kecil ataupun besar dengan ukuran yang bervariasi yang dijumpai tersebar luas pada dinding peritoneum, usus dan dapat juga dijumpai di permukaan hepar atau alat lain. 2. Perlengketan yang dapat bervariasi dari yang sedikit sampai luas diantara alat-alat di dalam rongga peritoneum. Sering keadaan ini merubah letak anatomi normal. Permukaan hepar dapat melengket pada dinding peritoneum da n sulit dikenali. Perlengketan diantara usus, mesenterium dan peritoneum dapat sangat ekstensif.3. Peritoneum sering mengalami perubahan dengan permukaan yang sangat kasar yang kadang-kadang berubah gambarannya menyerupai nodul.4. Cairan asites sering dijumpai berwarna kuning jernih, kadang-kadang cairan tidak jernih lagi tetapi menjadi keruh, cairan yang hemoragis juga dapatdijumpai.Biopsi dapat ditujukan pada turberkel-tuberkel secara terarah atau pada jaringan lain yang tersangka mengalami kelainan dengan menggunakan alat biopsi khusus sekaligus cairan dapat dikeluarkan. Walaupun pada umumnya gambaran laparoskopi peritonitis tuberculosis dapat dikenal dengan mudah, namun gambarannya bisa menyerupai penyakitlain seperti peritonitis karsinoma, kerna itu biopsi harus selalu diusahakan dan pengobatan sebaiknya diberikan jika hasil pemeriksaan patologi anatomi menyokong suatu peritonitis tuberculosis.Laparoskopi tidak selalu mudah dikerjakan dan dari 30 kasus, 4 kasus tidak dilakukan laparoskopi kerana secara teknis dianggap mengandung bahaya dan sukar dikerjakan. Adanya jaringan perlengketan yang luas akan merupakan hambatan dan kesulitan dalam memasukkan trokar dan lebih lanjut ruangan yang sempit di dalam rongga abdomen juga menyulitkan pemeriksaan dan tidak jarang alat laparoskopi terperangkap di dalam suatu rongga yang penuh dengan perlengketan, sehingga sulit untuk mengenal gambaran anatomi alat-alat yang normal dan dalam keadaan demikian maka sebaiknya dilakukan laparotomi diagnistik.

Laparatomi Dahulu laparatomi eksplorasi merupakan tindakan diagnosa yang sering dilakukan, namun saat ini banyak penulis menganggap pembedahan hanya dilakukan jika dengan cara yang lebih sederhana tidak memberikan kepastian diagnosa atau jika dijumpai indikasi yang mendesak seperti obstruksi usus, perforasi, adanya cairan asites yang bernanah.

PenatalaksanaanPada dasarnya pengobatannya sama dengan pengobatan tuberculosis paru, obat-obat seperti streptomisin, INH, Etambutol, Rifampisin, dan Pirazinamid memberikan hasil yang baik, dan perbaikan akan terlihat setelah 2 bulan pengobatan dan lamanya pengobatan biasanaya mencapai 9 sampai 18 bulan atau lebih.1 Beberapa penulis berpendapat bahawa kortikosteroid dapat mengurangi perlengketan peradangan dan mengurangi terjadinya asites. Terbukti juga penggunaan kortikosteriod dapat mengurangi kesakitan dan kematian, namun pemberian kortikosteroid ini harus dicegah pada daerah endemis dimana terjadi resistensi terhadap M. tuberculosis. Alrajhi dkk yang mengadakan penelitian secara retrospektif terhadap 35 pasien dengan peritoneal tuberkulosis mendapatkan bahawa pemberian kortikosteroid sebagai obat tambahan terbukti dapat mengurangi insidensi sakit perut dan sumbatan pada usus. Pada kasus-kasus yang dilakukan peritonoskopi sesudah pengobatan terlihat bahawa partikel menghilang namun di beberapa tempat masih terlihat adanya perlengketan.

Prognosis Peritonitis tuberkulosa jika dapat segera ditegakkan dan mendapat pengobatan umumnya akan menyembuh dengan pengobatan yang adequate.Kesimpulan1. Peritonitis tuberkulosis biasanya merupakan proses kelanjutan tuberkulosa di tempat lain.2. Gejala klinis bervariasi dan timbulnya perlahan-lahan sering terlambat didiagnosa.3. Dengan pemeriksaaan diagnostic, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya dapat membantu menegakkan diagnosa.4. Dengan penegakkan diagnosa yang tepat, dini dan pengobatan yang adequate biasanya pasien akan sembuh.

DAFTAR PUSTAKA

1. Zain LH. Tuberkulosis peritoneal. Dalam : Noer S ed. Buku ajar ilmu penyakit dalam Jakarta Balai penerbit FKUI, 1996: 403-62. Sulaiman A. Peritonitis tuberkulosa. Dalam : Sulaiman A, Daldiyono, Akbar N, dkk Buku ajar gastroenterology hepatologi Jakarta: informatika 1990: 456-613. Ahmad M. Tuberkulosis peritonitis : Fatality associated with delayed diagnosis. South Med J 1999: 92: 406-4084. Sandikci MU, Colacoglus, Ergun Y. Presentation and role of peritonoscopy and diagnosis of tuberculosis peritonitis . J Gastroenterol hepato 1992:7:298-3015. Manohar A dkk. Symptoms and investigative findings in year period. Gut, 1990; 31:1130-26. Marshall JB. Tuberculosis of gastroinstestinal tract and peritoneum, AMJ Gastroenterol 1993;88:989-997. Sibuea WH dkk. Peritonitis tuberculosa di RS DGI Tjikini KOPAPDI IV Medan; 1978:1318. Zain LH. Peran analisa cairan asites dan serum CA-125 dalam mendiagnosa TBC peritoneum: Acang N, Nelwan RHH, Syamsuru W ed. Padang : KOPAPDI X, 1996:959. Sulaiman A. peritonitis tuberculosa dalam: Hadi S dkk . Endoskopi dalam bidang Gastroentero Hepatologi Jakarta: PEGI 1980: 265-7010. Small Pm, Seller UM. Abdominal tuberculosis in : Strickland GT ed Hunters tropical medicine and emerging infection disease. 8th Philadepia: WB Sounders Company 2000: 503-4.