Presus Kak Cici Fix
-
Upload
asri-paramytha -
Category
Documents
-
view
258 -
download
0
description
Transcript of Presus Kak Cici Fix
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Sdr.S
Usia : 21 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Sukajadi RT 12/7 No.7,Bandung
Status : belum menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal masuk : 28 November 2011
Tanggal periksa : 21 Agustus 2013
No.CM :
II. ANAMNESA (autoanamnesa)
1. Keluhan utama : Lemas sejak 3 hari SMRS
2. Keluhan tambahan : Pusing dan pucat
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan lemas pada seluruh badan sejak 3 hari SMRS.
Lemas muncul secara perlahan dan dirasakan semakin hari semakin memberat.
Sampai pasien tidak masuk kuliah 1 hari SMRS. Keluhan disertai rasa pusing
yang muncul bersamaan dengan keluhan utama dan sedikit tampak pucat. Pasien
juga tidak mengeluhkan adanya gangguan nafsu makan, rasa mual maupun
muntah. Buang air besar dan buang air kecil juga tidak ada masalah. Tidak ada
buang air besar berdarah ataupun muntah darah. Pasien juga menyangkal adanya
riwayat perdarahan, sesak nafas, kembung, nyeri perut dan demam. . Dalam
kesehariannya aktivitas pasien tidak ada hambatan. Pasien masih bisa belajar di
sekolah dan berolahraga tanpa gangguan berarti. Tapi setiap menjelang 2 bulan
post tranfusi terakhir, gejala lemas dan pusing ini baru terasa. Pasien telah
didiagnosis thalasemia beta mayor sejak usia 16 bulan di RSPAD berdasarkan
hasil laboratorium darah dan rutin melakukan transfusi darah tiap 2 bulan sekali
4. Riwayat penyakit dahulu
Sejak umur 8 bulan pasien didiagnosa mengalami Thalassemia. Tahun 2004
dilakukan operasi splenektomi di RSPAD.Sejak itu pasien rutin menerima tranfusi
setiap 1 bulan sekali,namun sekarang berkurang menjadi 2 bulan/kali. Pasien belum
pernah dirawat karena penyakit – penyakit infeksi seperti demam berdarah atau
tifus. Juga belum pernah mengalami trauma yang menyebabkan perdarahan.Pasien
juga tidak mempunyai riwayat alergi.
5. Riwayat penyakit keluarga
Ada saudara satu buyut pasien yang sebaya dengan pasien mengalami kelainan
yang sama. Pasien memiliki 1 saudara kandung berjenis kelamin perempuan dan tidak
menunjukkan gejala serupa dengan pasien. Begitu juga kedua orang tua pasien, tidak
mengalami gangguan tersebut.
6. Sosial Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai TNI. Sedangkan ibunya adalah ibu rumah tangga.
Untuk biaya berobat, pasien menggunakan ASKES dari ayahnya. Pasien termasuk
anak yang gemar bersosialisasi dan hubungan dengan teman-teman sekolah juga
cukup baik.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : lemah
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-Tanda Vital :
Tensi 110/70 mmHg
Nadi 84x/menit
Nafas 20x/menit
Suhu 36.8 °C
Berat badan : 55 Kg
Tinggi Badan : 165cm
BMI = 55 / (1.65)2 = 55 / 3.3 = 16.67, pasien termasuk Underweight
Kulit : Hiperpigmentasi
Pemeriksaan kepala
Bentuk : normocephal, simetris
Rambut : distribusi merata
Wajah : Fasies cooley’s, rodent like face
Mata : Simetris
: Conjungtiva anemis ( + / + ) .
: Sklera ikterik ( - / - )
THT : Normotia, liang telinga lapang, sekret -/- .
Hidung simetris, sekret -/-, deviasi (-).
Mukosa mulut lembab, sianosis (+)
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Pemeriksaan dada
Dinding dada : simetris, retraksi intercostal (-)
Paru
Inspeksi : Dinding dada simetris, tidak ada refraksi sela
iga.
Palpasi : Fokal fremitus kanan dan kiri sama.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, batas paru-
hepar ICS V.
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, wheezing (-) dan ronki.
(-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : Batas jantung
Kanan atas : ICS II
Kanan bawah : ICS IV
Kiri atas : ICS II
Kiri bawah : ICS V
Auskultasi : S1 > S2, reguler, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : Dinding cembung, bekas luka operasi di region sinistra
Palpasi : Datar, supel, bising usus (+) 3x/menit, nyeri tekan (-), Hepar
teraba 2cm di bawah arcus costae – 3cm di bawah processus
xyphoideus, Lien tidak teraba
Perkusi : tympani,nyeri ketok costo vertebrae (-)
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Pemeriksaan ekstremitas
sianosis (+), pucat (+), akral hangat, CRT <2”,
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap (21-8-2013) :
◦ Hb 6.5 g/dl (12 – 16)
◦ Ht 21% (40 – 52)
◦ Eritrosit 2.6 juta/Ul (4.3 – 6.0)
◦ Leukosit 82800/uL (4.800 – 10.800)
◦ Trombosit 295.000/uL (150.000 – 400.000)
◦ MCV 82 fL (80-96)
◦ MCH 25 pg (27-32)
◦ MCHC 31 g/dL (32-36)
V. RINGKASAN
Pasien datang dengan keluhan lemas pada seluruh badan sejak 3 hari SMRS.
Lemas muncul secara perlahan dan dirasakan semakin hari semakin memberat.
Sampai pasien tidak masuk kuliah 1 hari SMRS. Keluhan disertai rasa pusing yang
muncul bersamaan dengan keluhan utama dan sedikit tampak pucat. Pasien juga
tidak mengeluhkan adanya gangguan nafsu makan, rasa mual maupun muntah.
Buang air besar dan buang air kecil juga tidak ada masalah. Tidak ada buang air
besar berdarah ataupun muntah darah. Pasien juga menyangkal adanya riwayat
perdarahan, sesak nafas, kembung, nyeri perut dan demam. . Dalam kesehariannya
aktivitas pasien tidak ada hambatan. Pasien masih bisa belajar di sekolah dan
berolahraga tanpa gangguan berarti. Tapi setiap menjelang 2 bulan post tranfusi
terakhir, gejala lemas dan pusing ini baru terasa. Pasien telah didiagnosis thalasemia
beta mayor sejak usia 16 bulan di RSPAD berdasarkan hasil laboratorium darah dan
rutin melakukan transfusi darah tiap 2 bulan sekali.
Sejak umur 8 bulan pasien didiagnosa mengalami Thalassemia. Tahun 2004
dilakukan operasi splenektomi di RSPAD.Sejak itu pasien rutin menerima tranfusi
setiap 1 bulan sekali,namun sekarang berkurang menjadi 2 bulan/kali. Pasien belum
pernah dirawat karena penyakit – penyakit infeksi seperti demam berdarah atau
tifus. Juga belum pernah mengalami trauma yang menyebabkan perdarahan.Pasien
juga tidak mempunyai riwayat alergi.
Ada saudara satu buyut pasien yang sebaya dengan pasien mengalami kelainan yang
sama. Pasien memiliki 1 saudara kandung berjenis kelamin perempuan dan tidak
menunjukkan gejala serupa dengan pasien. Begitu juga kedua orang tua pasien,
tidak mengalami gangguan tersebut.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan:
Keadaan Umum : lemah
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-Tanda Vital :
Tensi 110/70 mmHg
Nadi 84x/menit
Nafas 20x/menit
Suhu 36.8 °C
Berat badan : 55 Kg
Tinggi Badan : 165cm
BMI = 55 / (1.65)2 = 55 / 3.3 = 16.67, pasien termasuk Underweight
Kulit : Hiperpigmentasi
Pemeriksaan kepala
Bentuk : normocephal, simetris
Rambut : distribusi merata
Wajah : Fasies cooley’s, rodent like face
Mata : Simetris
: Conjungtiva anemis ( + / + ) .
: Sklera ikterik ( - / - )
THT : Normotia, liang telinga lapang, sekret -/- .
Hidung simetris, sekret -/-, deviasi (-).
Mukosa mulut lembab, sianosis (+)
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Pemeriksaan dada
Dinding dada : simetris, retraksi intercostal (-)
Paru
Inspeksi : Dinding dada simetris, tidak ada refraksi sela
iga.
Palpasi : Fokal fremitus kanan dan kiri sama.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, batas paru-
hepar ICS V.
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, wheezing (-) dan ronki.
(-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : Batas jantung
Kanan atas : ICS II
Kanan bawah : ICS IV
Kiri atas : ICS II
Kiri bawah : ICS V
Auskultasi : S1 > S2, reguler, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : Dinding cembung, bekas luka operasi di region sinistra
Palpasi : Datar, supel, bising usus (+) 3x/menit, nyeri tekan (-), Hepar
teraba 2cm di bawah arcus costae – 3cm di bawah processus
xyphoideus, Lien tidak teraba
Perkusi : tympani,nyeri ketok costo vertebrae (-)
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Pemeriksaan ekstremitas
sianosis (+), pucat (+), akral hangat, CRT <2”,
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap (21-8-2013) :
◦ Hb 6.5 g/dl (12 – 16)
◦ Ht 21% (40 – 52)
◦ Eritrosit 2.6 juta/Ul (4.3 – 6.0)
◦ Leukosit 82800/uL (4.800 – 10.800)
◦ Trombosit 295.000/uL (150.000 – 400.000)
◦ MCV 82 fL (80-96)
◦ MCH 25 pg (27-32)
◦ MCHC 31 g/dL (32-36)
VI. DIAGNOSIS KERJA
Anemia hemolitik sedang ec thalasemia beta mayor
Status gizi underweight
Leukositosis
VII. PENGKAJIAN
1. Anemia hemolitik sedang ec thalasemia beta mayor
Anamnesa & pemeriksaan fisik:
Terdapat tanda & gejala anemia hemolitik : pasien merasa lemas,
pusing, tampak pucat pada konjungtiva dan ekstremitas, tampak sianosis pada
bibir dan ujung jari, sklera ikterik, hepatomegali.
LAB:
Hb 6.5 g/dl (12 – 16)
Ht 21% (40 – 52)
Eritrosit 2.6 juta/Ul (4.3 – 6.0)
Leukosit 82800/uL (4.800 – 10.800)
Trombosit 295.000/uL (150.000 – 400.000)
MCV 82 fL (80-96)
MCH 25 pg (27-32)
MCHC 31 g/dL (32-36)
Rencana Diagnostik
Cek DL post-transfusi
Fungsi hati (SGOT-SGPT)
Bilirubin total, direk, indirek
Serum iron
Protein darah (albumin, globulin)
Rencana Edukasi
Penjelasan tentang penyakit dan komplikasi
Penjelasan pencegahan komplikasi
2. Status Gizi Underweight
Anamnesa: IMT pasien 16,67 maka dikategorikan dalam keadaan underweight.
Rencana Diagnosa :
Pengaturan Diet
Jumlah kebutuhan kalori per hari:
- Kebutuhan kalori basal = BB ideal x 30 kal (laki-laki)
= 55 kg x 30 kal = 1650 kalori
- Kebutuhan untuk aktivitas ditambah 10 % (aktivitas ringan)
= 10% x 1650 = 165 kalori
Jadi kebutuhan kalori per hari untuk pasien tersebut = 1650 + 165 = 1815 kalori
Distribusi makanan:
a. Karbohidrat 60 % = 60 % x 1400 kal = 840 kalori dari karbohidrat yang setara
dengan 210 gram karbohidrat
b. Protein 20 % = 20 % x 1400 kal = 280 kalori dari protein yang setara dengan 70
gram protein
c. Lemak 20 % = 20 % x 1400 kal = 280 kalori dari lemak yang setara dengan
31.1 gram protein
-Pantau perkembangan gizi pasien
Rencana Edukasi : a. Memberikan penjelasan mengenai kemungkinan-kemungkinan
penyebab buruknya status gizi pasienpada keluarga\
b. Menyarankan keluarga untuk memperhatikan asupan gizi pasien
4. Leukositosis
Anamnesa :
a. Selain akibat splenektomi, bisa juga leukositosis diakibatkan infeksi akut.
Untuk mencegah sepsis, pasien diberikan antibiotik spektrum luas. Preparat
yang diberikan adalah :
b. Anti-Inflamasi untuk mencegah reaksi peradangan, juga mengurangi jumlah
sel darah putih. Preparat yang diberikan adalah :
Pemeriksaan lab :Leukosit ( 82800/ul)
VIII FOLLOW UP
Tanggal 21 Agustus 2013:
S : Thalassemic Pro Transfusi
O : HB 6,5 ; HT 21
A : Thalassemia Pro Transfusi
P : PRC 1000cc ; IVFP NaCl 0,9 500cc/8 jam ; Cek DL Post Transfusi
Tanggal 22 Agustus 3013:
S : Thalassemic Post Transfusi
O : Kompos mentis, tampak sakit sedang, facies Colley.
TD: 100/70, Nadi: 80x/menit, Pernafasan: 20x/menit, Suhu: 36,50 C
Mata : konjungtivitis tidak pucat, sklera ikterik.
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Paru : Vesikuler, tidak ada ronkhi
Jantung : BJ I-II normal, tidak ada murmur, tidak ada gallop
Abdomen : Datar, lemas, hepar teraba 2 jari bawah arcus costae, padat, permukaan
rata, nyeri tekan tidak ada, lien tidak teraba, bising usus dalam batas normal.
Ekstremitas : akral hangat, edema tidak ada, CRT <2, sianosis
Hasil pemeriksaan Lab (post PRC 2 kantong) :
Hb 10,1; Ht 31; Leukosit 9600; Trombosit 248000
MCV/MCH: 83/27
A : Thalassemia Mayor Post Splenektomi
P : Rencana Diagnosis
Cek DPL, hitung jenis+elektrolit, ureum dan creatinin, SGOT, SGPT,
bilirubin total, direct dan indirect, SITIBC, albumin
Therapi:
Target HB>10 g/dl, stop transfusi kalau sudah mencapai target
IVFD NaCl 0,9% 500cc/24 jam
Diet biasa 1500 kkal/hari
IX PROGNOSIS
Dubia et malam
Tanpa terapi penderita talasemia akan meninggal pada dekade pertama
kehidupan, pada umur, 2-6 tahun, dan selama hidupnya mengalami kondisi kesehatan
buruk. Dengan tranfusi saja penderita dapat mencapai dekade ke dua, sekitar 17
tahun, tetapi akan meninggal karena hemosiderosis, sedangkan dengan tranfusi dan
iron chelating agent penderita dapat mencapai usia dewasa. Tapi kebanyakan hanya
mencapai 3 dekade.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Thalassemia adalah penyakit lain yang mengakibatkan penurunan dari produksi
eritrosit. Thalassemia adalah kelainan bawaan autosomal resesif pada pembentukan
hemoglobin. Meskipun hemolisis juga timbul pada penyakit ini tetapi masalah yang lebih
penting dan mencolok adalah produksi hemoglobin yang tidak mencukupi. Letak masalah
pada thalassemia adalah pada protein globulinnya.
EPIDEMIOLOGI
Frekuensi gen thalassemia di Indonesia berkisar 3-10%. Berdasarkan angka ini,
diperkirakan lebih dari 2500 penderita baru dilahirkan setiap tahunnya di Indonesia.
FISIOLOGI
Hemoglobin normal memiliki 2 rantai yang terdiri atas α dan β globin, sedangkan
pada pasien thalassemia ditemukan defisiensi di antara 2 rantai ini tidak seperti penyakit
sickle cell dimana terdapat mutasi pada β globulin. Thalassemia adalah kelainan herediter
dari sintesis Hb akibat dari gangguan produksi rantai globin. Penurunan produksi dari satu
atau lebih rantai globin tertentu (α,β,γ,δ) akan menghentikan sintesis Hb dan menghasilkan
ketidakseimbangan dengan terjadinya produksi rantai globin lain yang normal.
Karena dua tipe rantai globin (α dan non-α) berpasangan antara satu sama lain dengan
rasio hampir 1:1 untuk membentuk Hb normal, maka akan terjadi produksi berlebihan dari
rantai globin yang normal dan terjadi akumulasi rantai tersebut di dalam sel menyebabkan sel
menjadi tidak stabil dan memudahkan terjadinya destruksi sel. Ketidakseimbangan ini
merupakan suatu tanda khas pada semua bentuk thalassemia. Karena alasan ini, pada
sebagian besar thalassemia kurang sesuai disebut sebagai hemoglobinopati karena pada tipe-
tipe thalassemia tersebut didapatkan rantai globin normal secara struktural dan juga karena
defeknya terbatas pada menurunnya produksi dari rantai globin tertentu.
Tipe thalassemia biasanya membawa nama dari rantai yang tereduksi. Reduksi
bervariasi dari mulai sedikit penurunan hingga tidak diproduksi sama sekali (complete
absence). Sebagai contoh, apabila rantai β hanya sedikit diproduksi, tipe thalassemianya
dinamakan sebagai thalassemia-β+, sedangkan tipe thalassemia-β° menandakan bahwa pada
tipe tersebut rantai β tidak diproduksi sama sekali. Konsekuensi dari gangguan produksi
rantai globin mengakibatkan berkurangnya deposisi Hb pada sel darah merah (hipokromatik).
Defisiensi Hb menyebabkan sel darah merah menjadi lebih kecil, yang mengarah ke
gambaran klasik thalassemia yaitu anemia hipokromik mikrositik. Hal ini berlaku hampir
pada semua bentuk anemia yang disebabkan oleh adanya gangguan produksi dari salah satu
atau kedua komponen Hb : heme atau globin. Namun hal ini tidak terjadi pada silent carrier,
karena pada penderita ini jumlah Hb dan indeks sel darah merah berada dalam batas normal.
Pada tipe trait thalassemia-β yang paling umum, level Hb A2 (δ2/α2) biasanya
meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan rantai δ oleh rantai α bebas
yang eksesif, yang mengakibatkan terjadinya kekurangan rantai β adekuat untuk dijadikan
pasangan. Gen δ, tidak seperti gen β dan α, diketahui memiliki keterbatasan fisiologis dalam
kemampuannya untuk memproduksi rantai δ yang stabil; dengan berpasangan dengan rantai
α, rantai δ memproduksi Hb A2 (kira-kira 2,5-3% dari total Hb). Sebagian dari rantai α yang
berlebihan digunakan untuk membentuk Hb A2, dimana sisanya (rantai α) akan terpresipitasi
di dalam sel, bereaksi dengan membran sel, mengintervensi divisi sel normal, dan bertindak
sebagai benda asing sehingga terjadinya destruksi dari sel darah merah. Tingkat toksisitas
yang disebabkan oleh rantai yang berlebihan bervariasi berdasarkan tipe dari rantai itu sendiri
(misalnya toksisitas dari rantai α pada thalassemia-β lebih nyata dibandingkan toksisitas
rantai β pada thalassemia-α).
Dalam bentuk yang berat, seperti thalassemia-β mayor atau anemia Cooley, berlaku
patofisiologi yang sama dimana terdapat adanya substansial yang berlebihan. Kelebihan
rantai α bebas yang signifikan akibat kurangnya rantai β akan menyebabkan terjadinya
pemecahan prekursor sel darah merah di sumsum tulang (eritropoesis inefektif)
KLASIFIKASI
1. Thalassemia α
- Silent carrier thalassemia α
o Salah satu gen α pada kromosom 16 menghilang
o Jumlah sel darah merah yang menurun
- Trait thalassemia α
o Hilangnya 2 gen α pada satu kromosom 16 atau satu gen α pada
masing-masing kromosom
o Terdapat jumlah sel darah merah yang menurun serta anemia
ringan
- Penyakit Hb H
o Kelainan terdapat pada hilangnya 3 gen globulin α
o Anemia sedang sampai berat, splenomegali, ikterus dan RBC yang
abnormal
o Ditemukan Heinz bodies pada
hapusan darah tepi dengan
pewarnaan supravital (seperti pada
gambar di samping)
Thalassemia menurut hukum Mendel
- Thalassemia α mayor
o Ditemukan delesi pada semua rantai α globulin
o Tidak ditemukan Hb F, Hb A, dan Hb A2
o Sangat parah dan menyebabkan kematian kecuali ditolong dengan
transfusi
Thalassemia β
- Silent carrier thalassemia β
o Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai
eritrosit yang rendah. Mutasi yang terjadi sangat ringan, dan
merepresentasikan suatu thalassemia-β+
- Trait thalassemia β
o Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan
elektroforesis Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah
Hb A2, Hb F, atau keduanya
- Thalassemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)
o Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6
bulan kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan
pada penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat sangat
dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi,
80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan.
o Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang
menerima transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi
jaringan eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum
tulang. Tulang-tulang menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin
terjadi.
o Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β°
homozigot yang tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping
hipokromia dan mikrositosis berat, banyak ditemukan poikilosit
yang terfragmentasi, aneh (sel bizarre) dan sel target. Sejumlah
besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah
splenektomi. Inklusi intraeritrositik, yang merupakan presipitasi
kelebihan rantai α, juga terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb turun
secara cepat menjadi < 5 gr/dl kecuali mendapat transfusi. Kadar
serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron
binding capacity). Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya
kadar HbF yang sangat tinggi dalam eritrosit.
STADIUM THALASSEMIA
Terdapat stadium thalassemia yang dibuat berdasarkan jumlah kumulatif darah yang
diberikan untuk menentukan tingkat gejala yang melibatkan kardiovaskular dan untuk
menentukan kapan untuk memulai terapi khelasi pada pasien dengan thalassemia β mayor
atau intermedia.
Stadium 1
o Merupakan mereka yang mendapatkan transfusi kurang dari 100 unit Packed
Red Cell. Penderita biasanya asimptomatik dan pada EKG hanya ditemukan
sedikit penebalan pada dinding ventrikel kiri
Stadium 2
o Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit PRC dan
memiliki keluhan lemah dan lesu. Pada EKG ditemukan penebalan dan
dilatasi pada dinding ventrikel kiri serta pulsasi atrial dan ventrikel abnormal
pada EKG.
Stadium 3
o Gejala berkisar pada palpitasi hingga gagal jantung kongestif serta ditemukan
menurunnya ejection fraction pada EKG.
MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala Thalasemia sangat bervariasi, bergantung pada derajat kerusakan gen yang
terjadi, antara lain:
Anemia yang ditandai dengan adanya kulit pucat, sukar tidur, lemas, tidak nafsu
makan, serta cenderung infeksi berulang
Jantung mudah berdebar-debar karena bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan
hemoglobin dan lama kelamaan jantung menjadi lemah
Tulang menjadi tipis dan rapuh karena sumsum tulang berusaha keras mengatasi
kekurangan hemoglobin. Hal ini sering menyebabkan batang hidung penderita
melesak ke dalam atau disebut facies cooley yang menjadi tanda khas Thalassemia
mayor
Thalassemic face /
Facies Cooley8
Hepatosplenomegali
Hepatosplenomegali disebabkan oleh penghancuran eritrosit secara masif sehingga
lien sebagai tempat penghancurannya menjadi membesar. Selanjutnya karena lien
membesar, lama kelamaan aliran Vena Lienalis menjadi terhambat dan pada akhirnya
menyebabkan hepar membesar.
DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan darah tepi :
Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat
dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda
Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
Retikulosit meningkat.
2. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
3. Pemeriksaan khusus :
Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait
(carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
4. Pemeriksaan lain :
Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar
dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga
trabekula tampak jelas.
PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin
serum sudah mencapai 1000 g/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20
kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan
melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut
setiap selesai transfusi darah.
Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek
kelasi besi.
Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel
darah merah.
2. Bedah
Splenektomi dilakukan dengan indikasi:
limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan
peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur
hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau
kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun
3. Suportif
Transfusi darah :
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan
memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi,
dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian
darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1
g/dl.
3. Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya, dan lain-lain)
Tumbuh kembang, Kardiologi, Gizi, Endokrinologi, Radiologi, Gigi.
PEMANTAUAN
Berdasarkan riset, 64.1 % penderita talasemia termasuk gizi kurang, 22.7 %
gizi baik, dan 13.2 % gizi buruk. Gangguan pertumbuhan pada penderita talasemia
disebabkan banyak faktor, antara lain :
- hormonal, akibat hemokromatiosis kelenjar endokrin
- hipoksia jaringan akibat anemia
- defisiensi mikronutrien, terutama Zn
- Genetik
- Lingkungan
- Nutrisi
1. Terapi
Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi
sebagai akibat absorbsi besi meningkat dan transfusi darah berulang.
Efek samping kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala, gatal, sukar
bernapas. Bila hal ini terjadi kelasi besi dihentikan.
2. Tumbuh Kembang
Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang, karenanya diperlukan
perhatian dan pemantauan tumbuh kembang penderita.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Wahidiyat PA. Deteksi dini thaassemia: minor, intermedia, mayor, atau lainnya?
Dalam Common problems in daily pediatrics practice. 2010, May 23. Jakarta: IDAI
cabang DKI Jakarta.
2. Orkin SH, Nathan DG, Ginsburg D, Look AT, Fisher DE, Lux SE. Hematology of
infancy and childhood book II. 7th ed. Philadelphia: 2009.
3. Permono HB, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M. Buku ajar
hematologi-onkologi anak. 3rd ed. Badan Penerbit IDAI: 2010.
4. Napchan GD. Hemosiderosis. 2009, Sept 28. [internet]. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1002002-overview
5. Rossi L, Castriota-Scanderbeg A, Ferrozzi F, Butturini A, Rossi A. Hemosiderosis in
thalassemia major. Quantitative study with magnetic resonance (MR). Radiol Med. 1992
Mar;83(3):237-42.
6. Centers for Disease Control and Prevention. Hemochromatosis (iron storage disease).
Sept 2, 2010. [internet]. Available at:
http://www.cdc.gov/ncbddd/hemochromatosis/facts.html
7. Kardon EM. Transfusion reaction in emergency medicine. 2009, Dec 10. [internet].
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/780074-overview
8. Rossi A. Care of the Child with Thalessemias. 2007, Jan 23. [internet]. Available at:
http://www.unc.edu/courses/2007spring/nurs/842/001/Week%205/Thalessemia.html