Presus Muntil

27
PRESENTASI KASUS DEMAM TIFOID DISUSUN OLEH : PAULINA MAYSARAH 2009031029 DOSEN PEMBIMBING : dr. PRIMAHATI, Sp. PD i

description

ipd

Transcript of Presus Muntil

Page 1: Presus Muntil

PRESENTASI KASUS

DEMAM TIFOID

DISUSUN OLEH :

PAULINA MAYSARAH

2009031029

DOSEN PEMBIMBING : dr. PRIMAHATI, Sp. PD

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD MUNTILAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2014

i

Page 2: Presus Muntil

BAB I

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

a. Nama : Tn. ST

b. Usia : 58 tahun

c. Alamat : Kabupaten Magelang

d. Pekerjaan : Swasta

e. Status Perkawinan : Menikah

2. PERJALANAN PENYAKIT

a. Riwayat Penyakit Sekarang

Anamnesis saat di UGD

Pasien datang keluhan demam sejak +/- 7 hari, demam terutama menjelang malam

hari, disertai dengan mual (+), muntah (+), BAB terakhir 5 hari yang lalu, BAB

agak keras.

Anamnesis pada saat di ruang perawatan

demam sudah 8 hari, mendadak (-), naik turun (+), demam tinggi saat malam hari

(+), disertai menggigil (-), kejang (-), keringat dingin (+), sesak napas (-), nyeri

telan (+), batuk pilek (-), mimisan (-), mata merah (-), bintik merah di kulit (-),

pusing (+), nyeri perut (+), BAB (+) sulit dan agak keras, BAK lancar (+) warna

kuning, nyeri saat BAK (-), mual (+), muntah (+), nafsu makan turun.

b. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak ada riwayat sakit yang sama.

c. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.

3. PEMERIKSAAN FISIK

- Kesan Umum : Lemas, kompos mentis.

1

Page 3: Presus Muntil

Cor : S1 S2 reguler, gallop (-), bising (-)

Vesikuler (+/+)

Gambar 1. Pemeriksaan fisik Abdomen

Abd.Supel (+)NT(+) reg umbilicus. BU (+), normal

- Vital Sign :

- TD : 100/70 mmHg

- HR : 76 kpm

- RR : 22 kpm

- S : 38 C

- Rongga Mulut : nyeri telan, stomatitis (-), faring tidak hiperemis, epistaksis

posterior (-), tonsil dbn, lidah kotor (+)

- Mata : Conjungtiva anemis (-/-) , sclera ikhterik (-/-)

- Leher : JPV meningkat (-), limfonodi leher tak teraba, struma (-)

- Thorax : Simetris, ketertinggalan gerak (-), retraksi dada (-)

- Pulmo / cor :

- Abdomen :

- Ekstremitas : edem ekstremitas superior (-/-), inferior (-/-)

2

Page 4: Presus Muntil

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan darah rutin 03/06/14

Hasil Hasil

- AL 13,65 - AT 220

- AE 5,86 - MCV 82,3

- HB 17,1 - MCH 29,2

- HMT 48,2 - MCHC 35,5

Tes widal :

Hasil

Salmonella typhi O Negatif

Salmonella thypi H Negatif

Salmonella parathypi A – O Negatif

Salmonella parathypi B – O 1/160

Salmonella parathypi C – O 1/80

Salmonella parathypi A – H Negatif

Salmonella parathypi B – H 1/80

Salmonella parathypi C – H Negatif

Tanggal 04/06/14

Hasil

SGOT 124 U/L

SGPT 202 U/L

5. DIAGNOSIS

Demam Tifoid

3

Page 5: Presus Muntil

6. PENATALAKSANAAN

Infus RL 20 tpm

Inj. Ranitidin 1A/12 jam

Inj. Sotatic 1A/8 jam (K/P)

Paracetamol 3x1 tab sistenol 3x1 (K/P)

Inj. Ceftriaxon 1g/12 jam Cloramex 500mg/6 jam

Inj. MP ½ vial / 8 jam

Inpepsa syr 3xC1

Hepamax 3x1

4

Page 6: Presus Muntil

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. PENGERTIAN

Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri, yang disebabkan oleh Salmonella typhi.

Penyakit ini ditularkan melalui konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi

oleh tinja atau urin orang yang terinfeksi. Gejala biasanya muncul 1-3 minggu setelah

terkena, dan mungkin ringan atau berat. Gejala meliputi demam tinggi, malaise, sakit

kepala, mual, kehilangan nafsu makan ,sembelit atau diare, bintik-bintik merah muda di

dada (Rose spots), dan pembesaran limpa dan hati. Demam tifoid (termasuk para-tifoid)

disebabkan oleh kuman Salmonella typhi, S paratyphi A, S paratyphi B dan S paratyphi

C. Jika penyebabnya adalah S paratyphi, gejalanya lebih ringan dibanding dengan yang

disebabkan oleh S typhi.

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik yang bersifat akut, penyakit ini

ditandai oleh panas yang berkepanjangan, ditopang dengan bakterimia tanpa keterlibatan

struktrur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam

sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan Peyer’s patch.

2. ETIOLOGI

Salmonella typhi sama dengan salmonella yang lain yakni bakteri gram negatif,

mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, dan fakultatif anaerob.

Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H)

yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida.

Mempunyai makromolekular lipoposakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari

dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga memperoleh plasmid

faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotik.

5

Page 7: Presus Muntil

Infectious Agent

Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es,

sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 60 C) selama 15 – 20

menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi.

Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu :

1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman.

Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga

endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan

terhadap formaldehid.

2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari

kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap

formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.

3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat

melindungi kuman terhadap fagositosis.

Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan

pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.

3. PATOFISIOLOGI

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia melalui

makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung

dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak. Bila respon imunitas

humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel

terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang

biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan

berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum

distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus

torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah

(mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ

retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman

meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang

sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan

6

Page 8: Presus Muntil

Ulkus di Plak Pyeri

Muntah

Peristaltik usus Peristaltik usus

Kel. Limfoid Usus HalusSeluruh Tubuh Masuk retikuloendotelialSSP

Hipertermia

Bedrest Total

Konstipasi

Mual

Diare

Defisit Perawatan Diri (Oral hygine)

Kekurangan cairan dan elektrolit

Anoreksia

Gg. Pemenuhan NutrisiDefisit volume cairan

dan elektrolit

Kelemahan Dehidrasi

Bibir kering dan pecah-pecah

Gg. Rasa nyaman

nyeri kepala

Gg. Rasa nyaman

nyeri perut

Lidah tertutup selaput putih kotor

(coated tongue)

Napas berbau tidak sedap

Motilitas usus terganggu Nyeri perabaan

kuadran atasNyeri kepala

Pelepasan mediator inflamasi

Nekrosis usus halusMengeluarkan endotoksin Masuk limfa dan hati

Aliran darah

Usus halus

Jaringan limfoid

Saluran pencernaan

Salmonella Thyposa

Lolos dari asam lambung Dimusnahkan oleh lambung

Otak

Merangsang pusat muntah di medulla oblongata

bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi

sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala dan sakit perut.

7

Page 9: Presus Muntil

4. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding dengan

penderita dewasa. Setelah masa inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu

perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemudian

menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :

a. Demam

Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris

remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur

angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi

pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam

keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh beraangsur-angsur turun dan

normal kembali pada akhir minggu ketiga.

b. Ganguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah

(ragaden) . Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya

kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut

kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan.

Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi

diare.

c. Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu

apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.

Masa Inkubasi

Masa inkubasi dapat berlangsung 7 - 21 hari, walaupun pada umumnya

adalah 10 - 12 hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah

khas, berupa :

anoreksia

rasa malas

sakit kepala bagian depan

8

Page 10: Presus Muntil

nyeri otot

lidah kotor

gangguan perut (perut kembung dan sakit)

Gambaran klasik demam tifoid (Gejala Khas)

Biasanya jika gejala khas itu yang tampak, diagnosis kerja pun bisa langsung

ditegakkan. Yang termasuk gejala khas Demam tifoid adalah sebagai berikut.

Minggu Pertama (awal terinfeksi)

Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama

dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitu

setinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah,

batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat

dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak,sedangkan diare

dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama,diare lebih sering terjadi. Khas

lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau

tremor. Epistaksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan

beradang. Jika penderita ke dokter pada periode tersebut, akan menemukan demam

dengan gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga.

Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen disalah

satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian

hilang dengan sempurna. Roseola terjadi terutama pada penderita golongan kulit putih

yaitu berupa makula merah tua ukuran 2-4 mm, berkelompok, timbul paling sering pada

kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan. Pada

infeksi yang berat, purpura kulit yang difus dapat dijumpai. Limpa menjadi teraba dan

abdomen mengalami distensi.

Minggu Kedua

Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang

biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari.

Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi

(demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung.

Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama

dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan

suhu tubuh. Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita yang

9

Page 11: Presus Muntil

mengalami delirium. Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak

kering,merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun,

sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi

perdarahan. Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi. Gangguan

kesadaran. Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain.

Minggu Ketiga

Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu

jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala gejala

akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini

komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari

ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan

terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor, otot-otot bergerak terus,

inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga

tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudian

mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal

maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan

keringat dingin,gelisah,sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya

memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan

penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.

Minggu keempat

Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai

adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.

5. KOMPLIKASI

Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian, yaitu :

Komplikasi Intestinal

a. Perdarahan Usus

Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak

membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami

syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan

sebanyak 5 ml/kgBB/jam.

b. Perforasi Usus

10

Page 12: Presus Muntil

Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu

ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Penderita demam tifoid dengan

perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang

kemudian meyebar ke seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan

darah turun dan bahkan sampai syok.

Komplikasi Ekstraintestinal

a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis), miokarditis,

trombosis dan tromboflebitis.

b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi intravaskuler

diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.

c. Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis

d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis

e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis

f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis

g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer,

psikosis, dan sindrom katatonia.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah tepi perifer :

- Anemia, pada umunya terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe atau

perdarahan usus

- Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000/ul

- Limfositosis relative

- Trombositopenia

Pemeriksaan serologi

- Serologi widal : Kenaikan titer S. Typhi titer O 1:200 atau kenaikan 4 kali titer

fase akut ke fase konvalesens. Titer O ≥ 1/40 di Indonesia menunjukan nilai

ramal positif 96% karena Indonesia merupakan daerah endemic tifoid.

Uji Widal memiliki nilai standar tersendiri tergantung tiap daerahnya, di

Surabaya titer O≥ 1/160, di Yogyakarta ≥1/160, di Jakarta dan Menado ≥ 1/80

nilai ramal positif tifoid.

- Kadar IgM dan IgG (Typhi-dot)

11

Page 13: Presus Muntil

Pemeriksaan biakan Salmonela

Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit. Biakan

sumsum tulang masih positif sampai minggu ke empat. Kultur Salmonella dengan

biakan sumsum tulang, merupakan Gold Standar diagnostic tifoid.

Pemeriksaan radiologik

Foto toraks, apabila diduga terjadi komplikasi pneumonia. Foto abdomen,

apabila diduga terjadi komplikasi intraintestinal seperti perforasi usus atau

perdarahan saluran cerna. Pada perforasi usus tampak : distribusi udara tidak

merata, air fluid level, bayangan radiolusen di daerah hepar, udara bebas pada

abdomen.

7. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan dengan :

Biakan tinja dilakukan pada minggu kedua dan ketiga serta biakan urin pada

minggu ketiga dan keempat dapat mendukung diagnosis dengan ditemukannya

Salmonella. Gambaran darah juga dapat membantu menentukan diagnosis. Jika

terdapat lekopeni polimorfonuklear dengan limfositosis yang relatif pada hari

kesepuluh dari demam, maka arah demam tifoid menjadi jelas. Sebaliknya jika terjadi

lekositosis polimorfonuklear, maka berarti terdapat infeksi sekunder bakteri di dalam

lesi usus. Peningkatan yang cepat dari lekositosis polimorfonuklear ini mengharuskan

kita waspada akan terjadinya perforasi dari usus penderita. Tidak selalu mudah

mendiagnosis karena gejala yang ditimbulkan oleh penyakit itu tidak selalu khas

seperti di atas. Bisa ditemukan gejala- gejala yang tidak khas. Ada orang yang setelah

terpapar dengan kuman S typhi, hanya mengalami demam sedikit kemudian sembuh

tanpa diberi obat. Hal itu bisa terjadi karena tidak semua penderita yang secara tidak

sengaja menelan kuman ini langsung menjadi sakit. Tergantung banyaknya jumlah

kuman dan tingkat kekebalan seseorang dan daya tahannya, termasuk apakah sudah

imun atau kebal. Bila jumlah kuman hanya sedikit yang masuk ke saluran cerna, bisa

saja langsung dimatikan oleh sistem pelindung tubuh manusia.

Kultur Gal

12

Page 14: Presus Muntil

Diagnosis definitive penyakit tifus dengan isolasi bakteri Salmonella typhi dari

specimen yang berasal dari darah penderita. Pengambilan specimen darah sebaiknya

dilakukan pada minggu pertama timbulnya penyakit, karena kemungkinan untuk

positif mencapai 80-90%, khususnya pada pasien yang belum mendapat terapi

antibiotic. Pada mingguke-3 kemungkinan untuk positif menjadi 20-25% and minggu

ke-4 hanya 10-15%.

Tes Widal

Penentuan kadar aglutinasi antibodi terhadap antigen O dan H dalam darah (antigen

O muncul pada hari ke 6-8, dan antibodi H muncul pada hari ke 10-12. Pemeriksaan

Widal memberikan hasil negatif sampai 30% dari sampel biakan positif penyakit

tifus, sehingga hasil tes Widal negatif bukan berarti dapat dipastikan tidak terjadi

infeksi. Pemeriksaan tunggal penyakit tifus dengan tes Widal kurang baik karena

akan memberikan hasil positif bila terjadi :

Infeksi berulang karena bakteri Salmonella lainnya

Imunisasi penyakit tifus sebelumnya

Infeksi lainnya seperti malaria dan lain lain

Pemeriksaan Kultur Gal sensitivitasnya rendah, dan hasilnya memerlukan waktu

berhari-hari, sedangkan pemeriksaan Widal tunggal memberikan hasil yang kurang

bermakna untuk mendeteksi penyakit tifus.

Pemeriksaan Anti Salmonella typhi IgM

dengan reagen TubexRTF sebagai solusi pemeriksaan yang sensitif, spesifik, praktis

untuk mendeteksi penyebab demam akibat infeksi bakteri Salmonella typhi.

Pemeriksaan Anti Salmonella typhi IgM dengan reagen TubexRTF dilakukan untuk

mendeteksi antibody terhadap antigen lipopolisakarida O9 yang sangat spesifik

terhadap bakteri Salmonella typhi. Tes Ig M Anti Salmonella memiliki beberapa

kelebihan:

Deteksi infeksi akut lebih dini dan sensitive, karena antibodi IgM muncul

paling awal yaitu setelah 3-4 hari terjadinya demam (sensitivitas > 95%).

Lebih spesifik mendeteksi bakteri Salmonella typhi dibandingkan dengan

pemeriksaan Widal, sehingga mampu membedakan secara tepat berbagai

infeksi dengan gejala klinis demam (spesifisitas > 93%).

Memberikan gambaran diagnosis yang lebih pasti karena tidak hanya

sekedar hasil positif dan negatif saja, tetapi juga dapat menentukan

tingkat fase akut infeksi.

13

Page 15: Presus Muntil

Diagnosis lebih cepat, sehingga keputusan pengobatan dapat segera

diberikan.

Hanya memerlukan pemeriksaan tunggal dengan akurasi yang lebih

tinggi dibandingkan Widal serta sudah diuji di beberapa daerah endemic

penyakit tifus.

8. TERAPI

Perawatan umum

Pasien demam tifoid perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi, observasi dan

pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau

kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya

komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi pesien harus dilakukan

secarabertahap,sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Pasien dengan kesadaran

menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktuwaktu tertentu untuk

menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air

kecil harus dperhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.

Pengobatan simtomik diberikan untuk menekan gejala-gejala simtomatik yang

dijumpai seperti demam, diare, sembelit, mual, muntah, dan meteorismus. Sembelit bila

lebih dari 3 hari perlu dibantu dengan paraffin atau lavase dengan glistering. Obat bentuk

laksan ataupun enema tidak dianjurkan karena dapat memberikan akibat perdarahan

maupun perforasi intestinal. Pengobatan suportif dimaksudkan untuk memperbaiki

keadaan penderita, misalnya pemberian cairan, elektrolit, bila terjadi gangguan

keseimbangan cairan, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dan

kortikosteroid untuk mempercepat penurunan demam.

Diet

Di masa lampau, pasien demam tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan

akhirnya diberi nasi. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat

dini,yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar)

dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.

Obat

Obat-obat antimikroba yang sering digunakan adalah :

Kloramfenikol :

14

Page 16: Presus Muntil

Kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama pada pasien demam tifoid. Dosis

untuk orang dewasa adalah 4 kali 500 mg perhari oral atau intravena,sampai 7 hari bebas

demam. Penyuntikan kloramfenikol siuksinat intramuskuler tidak dianjurkan karena

hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Dengan

kloramfenikol, demam pada demam tifoid dapat turun rata 5 hari.

Tiamfenikol :

Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid sama dengan kloramfenikol.

Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang daripada

klloramfenikol. Dengan penggunaan tiamfenikol demam pada demam tiofoid dapat turun

rata-rata 5-6 hari

Kotrimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulfametoksazol) :

Efektivitas kotrimoksazol kurang lebih sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk

orang dewasa 2 kali 2 tablet sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam (1 tablet

mengandung 80 mg trimetoprim dan 400 mg sulfametoksazol). Dengan kotrimoksazol

demam rata-rata turun setelah 5-6 hari.

Ampislin dan Amoksisilin :

Dalam hal kemampuan menurunkan demam, efektivitas ampisilin dan amoksisilin

lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunannnya adalah

pasien demam tifoid dengan leukopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-150

mg/kgBB sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam. Dengan Amoksisilin dan

Ampisilin, demam rata-rata turun 7-9 hari.

Sefalosporin generasi ketiga :

Beberapa uji klinis menunjukkan bahwa sefalosporin generasi ketiga antara lain

Sefoperazon, seftriakson, dan sefotaksim efektif untuk demam tifoid.

Fluorokinolon :

Fluorokinolon efektif untuk demam tifoid.

Furazolidon.

Kloramfenicol (drug of choice) 50-100 mg/kgBB/hari, oral atau IV, dibagi dalam 4

dosis selama 10-14 hari. Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari, oral atau intravena, selama 10

hari. Kotrimoksasol 6 mg/kgBB/hari, oral selama 10 hari. Ceftriakson 80 mg/kgBB/hari,

intravena atau intramuscular, sekali sehari selama 5 hari. Cefiksim 10 mg/kgBB/hari, oral

dibagi dalam 2 dosis selama 10 hari. Kloramfenikol kini jarang dipakai pada daerah

endemis tifoid karena beberapa Negara tertentu mengalami Multi drug resisten terhadap

15

Page 17: Presus Muntil

kloramfenikol, ampisilin, trimetropim-sulfametoksazol. Hal ini disebabkan karena

perubahan genotip Salmonella typhi H58 haplotipe, terjadi substitusi serin menjadi

fenilalainin pada kodon 83 di DNA girase. Untuk daerah endemis, drug of choice nya

yakni sefalosporin generasi ketiga yakni Cefotaxim, ceftriakson, dan cefixime.

16

Page 18: Presus Muntil

BAB III

KESIMPULAN

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang bersifat akut

yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam naik secara bertahap, mencapai

suhu tertinggi pada akhir minggu pertama, minggu kedua demam terus menerus

tinggi. Demam lebih tinggi disaat sore dan malam hari dibandingkan pagi hari.

Diagnosis pasti ditegakkan melalui isolasi S.Typhi dari darah. Uji serologi

widal suatu metode serologik yang memeriksa antibodi aglutinasi terhadap antigen

somatik (O) dan flagel (H) banyak dipakai untuk menegakkan diagnosis demam

tifoid.

Sebagian besar pasien demam tifoid diobati dengan tirah baring, isolasi,

pemenuhan kebutuhan cairan nutrisi serta pemberian antibiotik. Pemberian

antibiotik merupakan pengobatan utama karena pada dasarnya patogenesis infeksi

S.Typhy berhubungan dengan keadaan bakterimia.

17

Page 19: Presus Muntil

DAFTAR PUSTAKA

Inawati. Demam Tifoid. Diakses pada tanggal 8 Juni 2014 melalui

http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol%20Edisi%20Khusus%20Desember

%202009/DEMAM%20TIFOID.pdf

KMK No. 364 ttg Pedoman Pengendalian Demam Tifoid.pdf, diakses dari

www.hukor.depkes.go.id

Widodo, Djoko. 2009. Demam Tifoid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.

Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

World health organization. 2003. Backgound document : the diagnosis, treatment and

prevention of typhoid fever. Geneva : WHO

www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/23122884/?i=3&from=cefotaxim%20for%20fortyphoid

www.who.int/topics/typhoid_fever/en

18