Presus Muntil
description
Transcript of Presus Muntil
PRESENTASI KASUS
DEMAM TIFOID
DISUSUN OLEH :
PAULINA MAYSARAH
2009031029
DOSEN PEMBIMBING : dr. PRIMAHATI, Sp. PD
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD MUNTILAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2014
i
BAB I
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Tn. ST
b. Usia : 58 tahun
c. Alamat : Kabupaten Magelang
d. Pekerjaan : Swasta
e. Status Perkawinan : Menikah
2. PERJALANAN PENYAKIT
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Anamnesis saat di UGD
Pasien datang keluhan demam sejak +/- 7 hari, demam terutama menjelang malam
hari, disertai dengan mual (+), muntah (+), BAB terakhir 5 hari yang lalu, BAB
agak keras.
Anamnesis pada saat di ruang perawatan
demam sudah 8 hari, mendadak (-), naik turun (+), demam tinggi saat malam hari
(+), disertai menggigil (-), kejang (-), keringat dingin (+), sesak napas (-), nyeri
telan (+), batuk pilek (-), mimisan (-), mata merah (-), bintik merah di kulit (-),
pusing (+), nyeri perut (+), BAB (+) sulit dan agak keras, BAK lancar (+) warna
kuning, nyeri saat BAK (-), mual (+), muntah (+), nafsu makan turun.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak ada riwayat sakit yang sama.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.
3. PEMERIKSAAN FISIK
- Kesan Umum : Lemas, kompos mentis.
1
Cor : S1 S2 reguler, gallop (-), bising (-)
Vesikuler (+/+)
Gambar 1. Pemeriksaan fisik Abdomen
Abd.Supel (+)NT(+) reg umbilicus. BU (+), normal
- Vital Sign :
- TD : 100/70 mmHg
- HR : 76 kpm
- RR : 22 kpm
- S : 38 C
- Rongga Mulut : nyeri telan, stomatitis (-), faring tidak hiperemis, epistaksis
posterior (-), tonsil dbn, lidah kotor (+)
- Mata : Conjungtiva anemis (-/-) , sclera ikhterik (-/-)
- Leher : JPV meningkat (-), limfonodi leher tak teraba, struma (-)
- Thorax : Simetris, ketertinggalan gerak (-), retraksi dada (-)
- Pulmo / cor :
- Abdomen :
- Ekstremitas : edem ekstremitas superior (-/-), inferior (-/-)
2
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah rutin 03/06/14
Hasil Hasil
- AL 13,65 - AT 220
- AE 5,86 - MCV 82,3
- HB 17,1 - MCH 29,2
- HMT 48,2 - MCHC 35,5
Tes widal :
Hasil
Salmonella typhi O Negatif
Salmonella thypi H Negatif
Salmonella parathypi A – O Negatif
Salmonella parathypi B – O 1/160
Salmonella parathypi C – O 1/80
Salmonella parathypi A – H Negatif
Salmonella parathypi B – H 1/80
Salmonella parathypi C – H Negatif
Tanggal 04/06/14
Hasil
SGOT 124 U/L
SGPT 202 U/L
5. DIAGNOSIS
Demam Tifoid
3
6. PENATALAKSANAAN
Infus RL 20 tpm
Inj. Ranitidin 1A/12 jam
Inj. Sotatic 1A/8 jam (K/P)
Paracetamol 3x1 tab sistenol 3x1 (K/P)
Inj. Ceftriaxon 1g/12 jam Cloramex 500mg/6 jam
Inj. MP ½ vial / 8 jam
Inpepsa syr 3xC1
Hepamax 3x1
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. PENGERTIAN
Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri, yang disebabkan oleh Salmonella typhi.
Penyakit ini ditularkan melalui konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi
oleh tinja atau urin orang yang terinfeksi. Gejala biasanya muncul 1-3 minggu setelah
terkena, dan mungkin ringan atau berat. Gejala meliputi demam tinggi, malaise, sakit
kepala, mual, kehilangan nafsu makan ,sembelit atau diare, bintik-bintik merah muda di
dada (Rose spots), dan pembesaran limpa dan hati. Demam tifoid (termasuk para-tifoid)
disebabkan oleh kuman Salmonella typhi, S paratyphi A, S paratyphi B dan S paratyphi
C. Jika penyebabnya adalah S paratyphi, gejalanya lebih ringan dibanding dengan yang
disebabkan oleh S typhi.
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik yang bersifat akut, penyakit ini
ditandai oleh panas yang berkepanjangan, ditopang dengan bakterimia tanpa keterlibatan
struktrur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam
sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan Peyer’s patch.
2. ETIOLOGI
Salmonella typhi sama dengan salmonella yang lain yakni bakteri gram negatif,
mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, dan fakultatif anaerob.
Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H)
yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida.
Mempunyai makromolekular lipoposakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari
dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga memperoleh plasmid
faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotik.
5
Infectious Agent
Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es,
sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 60 C) selama 15 – 20
menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi.
Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu :
1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman.
Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga
endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan
terhadap formaldehid.
2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari
kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap
formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat
melindungi kuman terhadap fagositosis.
Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan
pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.
3. PATOFISIOLOGI
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia melalui
makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung
dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak. Bila respon imunitas
humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel
terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang
biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan
berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum
distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus
torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah
(mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ
retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman
meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang
sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan
6
Ulkus di Plak Pyeri
Muntah
Peristaltik usus Peristaltik usus
Kel. Limfoid Usus HalusSeluruh Tubuh Masuk retikuloendotelialSSP
Hipertermia
Bedrest Total
Konstipasi
Mual
Diare
Defisit Perawatan Diri (Oral hygine)
Kekurangan cairan dan elektrolit
Anoreksia
Gg. Pemenuhan NutrisiDefisit volume cairan
dan elektrolit
Kelemahan Dehidrasi
Bibir kering dan pecah-pecah
Gg. Rasa nyaman
nyeri kepala
Gg. Rasa nyaman
nyeri perut
Lidah tertutup selaput putih kotor
(coated tongue)
Napas berbau tidak sedap
Motilitas usus terganggu Nyeri perabaan
kuadran atasNyeri kepala
Pelepasan mediator inflamasi
Nekrosis usus halusMengeluarkan endotoksin Masuk limfa dan hati
Aliran darah
Usus halus
Jaringan limfoid
Saluran pencernaan
Salmonella Thyposa
Lolos dari asam lambung Dimusnahkan oleh lambung
Otak
Merangsang pusat muntah di medulla oblongata
bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi
sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala dan sakit perut.
7
4. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding dengan
penderita dewasa. Setelah masa inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu
perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemudian
menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
a. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris
remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur
angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi
pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam
keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh beraangsur-angsur turun dan
normal kembali pada akhir minggu ketiga.
b. Ganguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden) . Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut
kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan.
Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi
diare.
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu
apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.
Masa Inkubasi
Masa inkubasi dapat berlangsung 7 - 21 hari, walaupun pada umumnya
adalah 10 - 12 hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah
khas, berupa :
anoreksia
rasa malas
sakit kepala bagian depan
8
nyeri otot
lidah kotor
gangguan perut (perut kembung dan sakit)
Gambaran klasik demam tifoid (Gejala Khas)
Biasanya jika gejala khas itu yang tampak, diagnosis kerja pun bisa langsung
ditegakkan. Yang termasuk gejala khas Demam tifoid adalah sebagai berikut.
Minggu Pertama (awal terinfeksi)
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama
dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitu
setinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah,
batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat
dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak,sedangkan diare
dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama,diare lebih sering terjadi. Khas
lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau
tremor. Epistaksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan
beradang. Jika penderita ke dokter pada periode tersebut, akan menemukan demam
dengan gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga.
Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen disalah
satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian
hilang dengan sempurna. Roseola terjadi terutama pada penderita golongan kulit putih
yaitu berupa makula merah tua ukuran 2-4 mm, berkelompok, timbul paling sering pada
kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan. Pada
infeksi yang berat, purpura kulit yang difus dapat dijumpai. Limpa menjadi teraba dan
abdomen mengalami distensi.
Minggu Kedua
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang
biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari.
Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi
(demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung.
Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama
dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan
suhu tubuh. Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita yang
9
mengalami delirium. Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak
kering,merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun,
sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi
perdarahan. Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi. Gangguan
kesadaran. Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain.
Minggu Ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu
jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala gejala
akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini
komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari
ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan
terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor, otot-otot bergerak terus,
inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga
tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudian
mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal
maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan
keringat dingin,gelisah,sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya
memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan
penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.
Minggu keempat
Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai
adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.
5. KOMPLIKASI
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian, yaitu :
Komplikasi Intestinal
a. Perdarahan Usus
Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak
membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami
syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan
sebanyak 5 ml/kgBB/jam.
b. Perforasi Usus
10
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu
ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Penderita demam tifoid dengan
perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang
kemudian meyebar ke seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan
darah turun dan bahkan sampai syok.
Komplikasi Ekstraintestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis), miokarditis,
trombosis dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi intravaskuler
diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis
d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis
e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis
f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer,
psikosis, dan sindrom katatonia.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah tepi perifer :
- Anemia, pada umunya terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe atau
perdarahan usus
- Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000/ul
- Limfositosis relative
- Trombositopenia
Pemeriksaan serologi
- Serologi widal : Kenaikan titer S. Typhi titer O 1:200 atau kenaikan 4 kali titer
fase akut ke fase konvalesens. Titer O ≥ 1/40 di Indonesia menunjukan nilai
ramal positif 96% karena Indonesia merupakan daerah endemic tifoid.
Uji Widal memiliki nilai standar tersendiri tergantung tiap daerahnya, di
Surabaya titer O≥ 1/160, di Yogyakarta ≥1/160, di Jakarta dan Menado ≥ 1/80
nilai ramal positif tifoid.
- Kadar IgM dan IgG (Typhi-dot)
11
Pemeriksaan biakan Salmonela
Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit. Biakan
sumsum tulang masih positif sampai minggu ke empat. Kultur Salmonella dengan
biakan sumsum tulang, merupakan Gold Standar diagnostic tifoid.
Pemeriksaan radiologik
Foto toraks, apabila diduga terjadi komplikasi pneumonia. Foto abdomen,
apabila diduga terjadi komplikasi intraintestinal seperti perforasi usus atau
perdarahan saluran cerna. Pada perforasi usus tampak : distribusi udara tidak
merata, air fluid level, bayangan radiolusen di daerah hepar, udara bebas pada
abdomen.
7. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dengan :
Biakan tinja dilakukan pada minggu kedua dan ketiga serta biakan urin pada
minggu ketiga dan keempat dapat mendukung diagnosis dengan ditemukannya
Salmonella. Gambaran darah juga dapat membantu menentukan diagnosis. Jika
terdapat lekopeni polimorfonuklear dengan limfositosis yang relatif pada hari
kesepuluh dari demam, maka arah demam tifoid menjadi jelas. Sebaliknya jika terjadi
lekositosis polimorfonuklear, maka berarti terdapat infeksi sekunder bakteri di dalam
lesi usus. Peningkatan yang cepat dari lekositosis polimorfonuklear ini mengharuskan
kita waspada akan terjadinya perforasi dari usus penderita. Tidak selalu mudah
mendiagnosis karena gejala yang ditimbulkan oleh penyakit itu tidak selalu khas
seperti di atas. Bisa ditemukan gejala- gejala yang tidak khas. Ada orang yang setelah
terpapar dengan kuman S typhi, hanya mengalami demam sedikit kemudian sembuh
tanpa diberi obat. Hal itu bisa terjadi karena tidak semua penderita yang secara tidak
sengaja menelan kuman ini langsung menjadi sakit. Tergantung banyaknya jumlah
kuman dan tingkat kekebalan seseorang dan daya tahannya, termasuk apakah sudah
imun atau kebal. Bila jumlah kuman hanya sedikit yang masuk ke saluran cerna, bisa
saja langsung dimatikan oleh sistem pelindung tubuh manusia.
Kultur Gal
12
Diagnosis definitive penyakit tifus dengan isolasi bakteri Salmonella typhi dari
specimen yang berasal dari darah penderita. Pengambilan specimen darah sebaiknya
dilakukan pada minggu pertama timbulnya penyakit, karena kemungkinan untuk
positif mencapai 80-90%, khususnya pada pasien yang belum mendapat terapi
antibiotic. Pada mingguke-3 kemungkinan untuk positif menjadi 20-25% and minggu
ke-4 hanya 10-15%.
Tes Widal
Penentuan kadar aglutinasi antibodi terhadap antigen O dan H dalam darah (antigen
O muncul pada hari ke 6-8, dan antibodi H muncul pada hari ke 10-12. Pemeriksaan
Widal memberikan hasil negatif sampai 30% dari sampel biakan positif penyakit
tifus, sehingga hasil tes Widal negatif bukan berarti dapat dipastikan tidak terjadi
infeksi. Pemeriksaan tunggal penyakit tifus dengan tes Widal kurang baik karena
akan memberikan hasil positif bila terjadi :
Infeksi berulang karena bakteri Salmonella lainnya
Imunisasi penyakit tifus sebelumnya
Infeksi lainnya seperti malaria dan lain lain
Pemeriksaan Kultur Gal sensitivitasnya rendah, dan hasilnya memerlukan waktu
berhari-hari, sedangkan pemeriksaan Widal tunggal memberikan hasil yang kurang
bermakna untuk mendeteksi penyakit tifus.
Pemeriksaan Anti Salmonella typhi IgM
dengan reagen TubexRTF sebagai solusi pemeriksaan yang sensitif, spesifik, praktis
untuk mendeteksi penyebab demam akibat infeksi bakteri Salmonella typhi.
Pemeriksaan Anti Salmonella typhi IgM dengan reagen TubexRTF dilakukan untuk
mendeteksi antibody terhadap antigen lipopolisakarida O9 yang sangat spesifik
terhadap bakteri Salmonella typhi. Tes Ig M Anti Salmonella memiliki beberapa
kelebihan:
Deteksi infeksi akut lebih dini dan sensitive, karena antibodi IgM muncul
paling awal yaitu setelah 3-4 hari terjadinya demam (sensitivitas > 95%).
Lebih spesifik mendeteksi bakteri Salmonella typhi dibandingkan dengan
pemeriksaan Widal, sehingga mampu membedakan secara tepat berbagai
infeksi dengan gejala klinis demam (spesifisitas > 93%).
Memberikan gambaran diagnosis yang lebih pasti karena tidak hanya
sekedar hasil positif dan negatif saja, tetapi juga dapat menentukan
tingkat fase akut infeksi.
13
Diagnosis lebih cepat, sehingga keputusan pengobatan dapat segera
diberikan.
Hanya memerlukan pemeriksaan tunggal dengan akurasi yang lebih
tinggi dibandingkan Widal serta sudah diuji di beberapa daerah endemic
penyakit tifus.
8. TERAPI
Perawatan umum
Pasien demam tifoid perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi, observasi dan
pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau
kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya
komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi pesien harus dilakukan
secarabertahap,sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Pasien dengan kesadaran
menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktuwaktu tertentu untuk
menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air
kecil harus dperhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.
Pengobatan simtomik diberikan untuk menekan gejala-gejala simtomatik yang
dijumpai seperti demam, diare, sembelit, mual, muntah, dan meteorismus. Sembelit bila
lebih dari 3 hari perlu dibantu dengan paraffin atau lavase dengan glistering. Obat bentuk
laksan ataupun enema tidak dianjurkan karena dapat memberikan akibat perdarahan
maupun perforasi intestinal. Pengobatan suportif dimaksudkan untuk memperbaiki
keadaan penderita, misalnya pemberian cairan, elektrolit, bila terjadi gangguan
keseimbangan cairan, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dan
kortikosteroid untuk mempercepat penurunan demam.
Diet
Di masa lampau, pasien demam tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan
akhirnya diberi nasi. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat
dini,yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar)
dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.
Obat
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan adalah :
Kloramfenikol :
14
Kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama pada pasien demam tifoid. Dosis
untuk orang dewasa adalah 4 kali 500 mg perhari oral atau intravena,sampai 7 hari bebas
demam. Penyuntikan kloramfenikol siuksinat intramuskuler tidak dianjurkan karena
hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Dengan
kloramfenikol, demam pada demam tifoid dapat turun rata 5 hari.
Tiamfenikol :
Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid sama dengan kloramfenikol.
Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang daripada
klloramfenikol. Dengan penggunaan tiamfenikol demam pada demam tiofoid dapat turun
rata-rata 5-6 hari
Kotrimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulfametoksazol) :
Efektivitas kotrimoksazol kurang lebih sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk
orang dewasa 2 kali 2 tablet sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam (1 tablet
mengandung 80 mg trimetoprim dan 400 mg sulfametoksazol). Dengan kotrimoksazol
demam rata-rata turun setelah 5-6 hari.
Ampislin dan Amoksisilin :
Dalam hal kemampuan menurunkan demam, efektivitas ampisilin dan amoksisilin
lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunannnya adalah
pasien demam tifoid dengan leukopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-150
mg/kgBB sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam. Dengan Amoksisilin dan
Ampisilin, demam rata-rata turun 7-9 hari.
Sefalosporin generasi ketiga :
Beberapa uji klinis menunjukkan bahwa sefalosporin generasi ketiga antara lain
Sefoperazon, seftriakson, dan sefotaksim efektif untuk demam tifoid.
Fluorokinolon :
Fluorokinolon efektif untuk demam tifoid.
Furazolidon.
Kloramfenicol (drug of choice) 50-100 mg/kgBB/hari, oral atau IV, dibagi dalam 4
dosis selama 10-14 hari. Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari, oral atau intravena, selama 10
hari. Kotrimoksasol 6 mg/kgBB/hari, oral selama 10 hari. Ceftriakson 80 mg/kgBB/hari,
intravena atau intramuscular, sekali sehari selama 5 hari. Cefiksim 10 mg/kgBB/hari, oral
dibagi dalam 2 dosis selama 10 hari. Kloramfenikol kini jarang dipakai pada daerah
endemis tifoid karena beberapa Negara tertentu mengalami Multi drug resisten terhadap
15
kloramfenikol, ampisilin, trimetropim-sulfametoksazol. Hal ini disebabkan karena
perubahan genotip Salmonella typhi H58 haplotipe, terjadi substitusi serin menjadi
fenilalainin pada kodon 83 di DNA girase. Untuk daerah endemis, drug of choice nya
yakni sefalosporin generasi ketiga yakni Cefotaxim, ceftriakson, dan cefixime.
16
BAB III
KESIMPULAN
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang bersifat akut
yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam naik secara bertahap, mencapai
suhu tertinggi pada akhir minggu pertama, minggu kedua demam terus menerus
tinggi. Demam lebih tinggi disaat sore dan malam hari dibandingkan pagi hari.
Diagnosis pasti ditegakkan melalui isolasi S.Typhi dari darah. Uji serologi
widal suatu metode serologik yang memeriksa antibodi aglutinasi terhadap antigen
somatik (O) dan flagel (H) banyak dipakai untuk menegakkan diagnosis demam
tifoid.
Sebagian besar pasien demam tifoid diobati dengan tirah baring, isolasi,
pemenuhan kebutuhan cairan nutrisi serta pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik merupakan pengobatan utama karena pada dasarnya patogenesis infeksi
S.Typhy berhubungan dengan keadaan bakterimia.
17
DAFTAR PUSTAKA
Inawati. Demam Tifoid. Diakses pada tanggal 8 Juni 2014 melalui
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol%20Edisi%20Khusus%20Desember
%202009/DEMAM%20TIFOID.pdf
KMK No. 364 ttg Pedoman Pengendalian Demam Tifoid.pdf, diakses dari
www.hukor.depkes.go.id
Widodo, Djoko. 2009. Demam Tifoid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
World health organization. 2003. Backgound document : the diagnosis, treatment and
prevention of typhoid fever. Geneva : WHO
www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/23122884/?i=3&from=cefotaxim%20for%20fortyphoid
www.who.int/topics/typhoid_fever/en
18