Presus Bph
-
Upload
zulhida-yuni -
Category
Documents
-
view
16 -
download
4
description
Transcript of Presus Bph
BAB I
A. IDENTITAS PASIEN
- Nama Pasien : Tn. S
- Usia : 62 tahun
- Alamat : Muntilan
- Agama : Islam
- Jenis Kelamin : Laki-laki
- No. RM : Diketahui
- Masuk RS :22 Juni 2014 pkl 13.30 wib
- Dirawat di : Bangsal Flamboyan No. B2 RSUD Muntilan
B. ANAMNESIS
Keluhan utama : BAK tidak lancar, nyeri saat BAK
Riwayat penyakit sekarang :
1 bulan sebelum masuk RS, pasien mengeluh sulit BAK, saat BAK sering
terasa nyeri, aliran tersendat-sendat, ada perasaan tidak puas selesai BAK,
terkadang pasien harus mengejan dahulu untuk mengeluarkan air seni, dan
nyeri perut bawah. 5 HSMRS keluhan yang dirasakan pasien semakin
memberat, pasien sulit kencing, perut bawah semakin nyeri, jika ingin BAK
harus mengejan, warna air seni kemerahan, saat BAK pancaran kencing
lemah, pasien harus terbangun untuk kencing saat tidur kurang lebih 5x
semalam, demam (-), mual (-), muntah (-), 1 hari SMRS pasien datang ke
poliklinik bedah RSUD Muntilan untuk rencana operasi prostat, dari
poliklinik dipasang DC.
RPD: Riwayat mondok dengan keluhan yang sama (-), riwayat operasi (-),
riwayat mondok (-)
Riwayat alergi obat : tidak diketahui
1
RPK: Keluarga tidak ada yang menderita sakit yang sama
C. PEMERIKSAAN FISIK
Kesan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign : T : 150/70 mmHg
RR : 20 x/menit
N : 84 x/menit, reguler, ekual, tegangan dan isi cukup
S : 36,8 0C aksila
Status Gizi : Kurang
BB : 39 kg
TB : 160 cm
1. - Bentuk Kepala : Bentuk mesocepal, tidak ada
deformitas
- Rambut : Warna putih, distribusi merata,
tidak mudah dicabut
- Inflamasi : (-)
2. Pemeriksaan Mata
- Palpebra : Edema (-/-), ptosis (-/-)
2
- Konjunctiva : Anemis (-/-)
- Sklera : Ikterik (-/-)
- Pupil : Reflek cahaya (+/+)
4. Pemeriksaan Telinga : nyeri tekan (-/-), discharge (-)
5. Pemeriksaan Hidung : Nafas cuping hidung (-/-),
epistaksis (-), deviasi septum (-)
6. Pemeriksaan Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, epistaksis
posterior (-), tonsil dbn
7. Pemeriksaan Leher
- Trakea : Deviasi trakea (-)
- Kelenjar Tiroid : Membesar (-)
- Kelenjar lnn : Tidak membesar, nyeri (-)
- JVP : Tidak meningkat
8. Pemeriksaan Dada
:
3
Paru-paru Dx/sn:
inspeksi: simetris (+) ketinggalan gerak (-), retraksi dada (-),
skikatrik (-)
Palpasi: Nyeri tekan (-), fokal fremitus simetris (+), massa (-),
krepitasi (-)
Perkusi: sonor +/+
Auskultasi: vesikuler +/+, wheezing -/-, ronki -/-
Jantung: S1-S2 reguler, bising jantung (-), gallop (-)
9. Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi : Datar, tidak ada distensi
- Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal
- Palpasi : Tidak terdapat defans muskular, distensi maupun
asites, nyeri tekan positif terutama di regio
suprapubic. Tidak teraba masa, hepar, maupun
lien. Ballotement ginjal tidak teraba, nyeri ketok
sudut kostovertebra tidak ada
- Perkusi : Timpani (+)
10.
4
Urogenital : tidak terdapat kelainan bentuk genitalia, terpasang DC,
nyeri tekan supra pubic, meatus uretra externa tidak ditemukan tanda
peradangan maupun discharge
10. Pemeriksaan ekstremitas
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Sianosis - / - - / -
Akral Hangat Hangat
CRT < 2 detik < 2 detik
Turgor baik baik
11 Pemeriksaan Tambahan
Rectal Toucher : Kesan keadaan sfingter ani mencengkram, mukosa
rectum licin dan halus, benjolan di dalam rectum (-), teraba sulcus
lateralis prostat (+), teraba sulcus mediana prostat (+), batas atas prostat
tidak teraba, nodul (-), konsistensi kenyal (+), darah (-)
5
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah rutin
Hasil Hasil
AL 6 (4,5-11 x 103) AT 160 (150-450 x 103)
AE 4,8 (4,5-5,5 x 106) MCV 87 (85-100)
HB 14,2 (14-18) MCH 28,5 (28-31)
HMT 42 (40-54) MCHC 35,5 (33-37)
Gula Darah sewaktu : 98 mg/dl
Ureum : 42 mg/dl
Kreatinin : 1,00 mg/dl
Dari pemeriksaan USG abdomen ditemukan adanya :
Hepar : struktur echo dbn, sudut lancip
VF ; struktur echo dbn, saluran bilier dbn
Ren dextra et sinistra : besar dan struktur echo dbn
Lien : besar dan struktur echo dbn
VU : struktur echo dbn
Prostat : Struktur echo homogen, ukuran 5,4 x 3,8 cm, volume 45 ml
Free fluid : -/neg
Kesan : hipertropi prostat
6
E. DIAGNOSIS KERJA :
Benign Prostat Hiperplasia
F. PENATALAKSANAAN
Infus RL 20 tpm
Pro prostatektomi
Inform Consent
Puasa
Konsul anestesi
Injeksi Ceftriaxon 1 gr (pre op)
Konsul UPD untuk penatalaksanaan hipertensi
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi :
Benign Prostat hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah suatu
pembesaran prostat yang disebabkan bertambahnya struktur kelenjar dan jaringan
ikat, hal ini terjadi karena adanya pengaruh hormon testosteron yang diubah menjadi
dihidrodrotestosteron pada sel prostat.
Anatomi
Prostat mulai terbentuk pada minggu ke 12 dari kehidupan mudigoh dibawah
pengaruh hormon androgen yang berasal dari testis fetus. Sebagian besar kompleks
prostat berasal dari sinus urogenitalis, sebagian dari duktus ejakulatorius, sebagian
veromontanum dan sebagian dari asiner prostat (zona sentral) berasal dari duktus
wolfii. Prostat merupakan kelenjar kelamin laki-laki yang terdiri dari jaringan
fibromuskular stroma dan asiner
Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder neck
dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20
gram dengan ukuran rata-rata : panjang 3,4 cm, lebar 4,4 cm, tebal 2,6 cm. Secara
embriologis terdiri dari 5 lobus yaitu lobus medius 1 buah, lobus anterior 1 buah,
lobus posterior 1 buah, lobus lateral 2 buah. Selama perkembangannya lobus medius,
lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi satu disebut lobus medius. Pada
potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat
terdiri dari:
a. Kapsul anatomis.
8
Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler. Jaringan
kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian :
1) Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya.
2) Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga sebagai
adenomatus zone.
3) Di sekitar uretra disebut periuretral gland. Saluran keluar dari ketiga kelenjar
tersebut bersama dengan saluran dari vesika seminalis bersatu membentuk duktus
ejakulatoris komunis yang bermuara ke dalam uretra. Menurut Mc Neal, prostat
dibagi atas : zona perifer, zona sentral, zona transisional, segmen anterior dan zona
spingter preprostat. Prostat normal terdiri dari 50 lobulus kelenjar. Duktus kelenjar-
kelenjar prostat ini lebih kurang 20 buah, secara terpisah bermuara pada uretra
prostatika, dibagian lateral verumontanum, kelenjar-kelenjar ini dilapisi oleh selaput
epitel torak dan bagian basal terdapat sel-sel kuboid.
Fisiologi
Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada orang
dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba. Sedangkan pada
penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik.
Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi
lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke
abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan, keluar cairan seperti susu. Apabila
jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak
mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretr dari
lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat
menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur
mendesak prostat dan kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan
9
Etiologi
1. Teori DHT (dehidrotestosteron) : testosterone dengan bantuan enzim 5 α
reduktase dikonversi menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan kelenjar
prostat
2. Teori reawakening : Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk
merangsang pertumbuhan epitel. Menurut Mc Neal, seperti pada embrio, lesi
primer BPH adalah penonjolan kelenjar yang kemudian bercabang
menghasilkan kelenjar-kelenjar baru di sekitar prostat. Ia menyimpulkan
bahwa hal ini merupakan reawakening dari induksi stroma yang terjadi pada
usia tua
3. Teori stem cell hypothesis : Pada kelenjar prostat selain ada hubungannya
dengan stroma dan epitel, juga ada hubungan antara jenis-jenis sel epitel yang
ada dalam jaringan prostat. Stem sel akan berkembang menjadi sel
amplifying. Keduanya tidak tergantung pada androgen. Sel amplifying akan
berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara mutlak pada androgen,
sehingga dengan adanya androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini
akan berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal.
4. Teori growth factor : teori ini berdasarkan adanya hubungan interaksi antara
unsure stroma dan unsure epitel prostat yang berakibat BPH. Faktor
pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di bawah pengaruh androgen.
Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor dan atau fibroblast
growth factor dan atau adanya penurunan ekspresi transforming growth
factor-b akan menyebabkan ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan
menghasilkan pembesaran prostat.
Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
10
intravesikal. Untuk mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna
melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan
anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula,
sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada bulu-buli tersebut, oleh
pasien disarankan sebagai keluhkan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower
urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko
ureter. Keadaan keadaan ini jIka berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. Obstruksi yang
diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan oleh adanya
massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus
otot polos yang pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-
buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus
pudendus. Pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada
saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi
pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat,
serta otot detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel.
Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut,
maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak
mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urin yang selanjutnya dapat
menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
Manifestasi Klinis
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah :
a. Obstruksi :
1) Hesistensi (harus menggunakan waktu lama bila mau miksi)
2) Pancaran waktu miksi lemah
11
3) Intermitten (miksi terputus)
4) Miksi tidak puas
5) Distensi abdomen
6) Volume urine menurun dan harus mengejan saat berkemih.
b. Iritasi : frekuensi sering, nokturia, disuria.
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Nyeri pinggang, demam (infeksi), hidronefrosis.
3. Gejala di luar saluran kemih :
Keluhan pada penyakit hernia/hemoroid sering mengikuti penyakit hipertropi prostat.
Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Sjamsuhidayat, 2004). Adapun
gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan
Benigna Prostat Hipertroplasi:
a. Sering buang air kecil dan tidak sanggup menahan buang air kecil, sulit
mengeluarkan atau menghentikan urin. Mungkin juga urin yang keluar hanya
merupakan tetesan belaka.
b. Sering terbangun waktu tidur di malam hari, karena keinginan buang air kecil yang
berulang-ulang.
c. Pancaran atau lajunya urin lemah
d. Kandung kemih terasa penuh dan ingin buang iar kecil lagi
e. Pada beberapa kasus, timbul rasa nyeri berat pada perut akibat tertahannya urin
atau menahan buang air kecil (Alam, 2004).
Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan, anoreksia, mual dan
muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik (Brunner & Suddarth, 2002).
Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu:
Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (digital rectal
examination) atau colok dubur ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine kurang
dari 50 ml.
12
Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih menonjol,
batas atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.
Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin
lebih dari 100 ml.
Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.
Penegakan Diagnosis
Anamnesis : Keluhan yang dirasakan, seberapa lama keluhan itu telah
mengganggu, riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia,
riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual, obat-obat yang
saat ini dikonsumsi yang dapat menimbulkan miksi
Skor symptom menurut IPSS :
1 Miksi tidak tuntas
Dalam satu bulan yang lalu ada sisa urin
setelah kencing
0 1 2 3 4 5
2 Frekuensi
Dalam satu bulan yang lalu sering kencing
(setiap < 2 jam)
0 1 2 3 4 5
3 Intermitensi
Dalam 1 bulan yang lalu seberapa sering
kencing terhenti dan mulai lagi
0 1 2 3 4 5
4 Urgensi
Dalam 1 bulan yang lalu seberapa sering tak
dapat menahan kencing
0 1 2 3 4 5
5 Pancaran lemah
Dalam satu bulan yang lalu seberapa sering
pancaran kencing lemah
0 1 2 3 4 5
13
6 Mengejan
Dalam 1 bulan yang lalu seberapa sering
harus mengejan untuk memulai kencing
0 1 2 3 4 5
7 Nocturia
Dalam 1 bulan yang lalu kali harus terbangun
untuk kencing waktu tidur
0 1 2 3 4 5
Jumlah skor
Pedoman :
0 : Tidak sama sekali
1 : Kadang-kadang ( kurang dari 1x dalam 5x kencing)
2 : Kurang dari separuh dari seluruh frekuensi kencing
3 : Kira-kira separuh dari seluruh frekuensi kencing
4 : Lebih dari separuh dari seluruh frekuensi kencing
5 : Hampir selalu
Khusus untuk pertanyaan nomer 7 :
0 : tidak sama sekali 1: 1x, 2: 2x, 3: 3x, 4: 4x, 5 ; 5x
Skor kualitas hidup menurut IPSS:
Bila anda harus mengalami keluhan kencing seperti sekarang ini sepanjang
hidup anda, bagaimana perasaan anda ?
0 : gembira
1 : menyenangkan
2 : sebagian besar memuaskan
3 : Campuran, kadang memuaskan kadang tidak
4 ; Sebagian besar tidak memuaskan
5 : Tidak bahagia
6 : menakutkan
14
Keadaan pasien BPH dapat digolongkan berdasarkan skor yang diperoleh
adalah sebagai berikut :
1. Skor 0-7 bergejala ringan
2. Skor 8-19 bergejala sedang
3. Skor 20-35 bergejala berat
Pengisian kuesioner IPSS
Ringan < 8 : tidak ada tindakan/watchful waiting
Sedang 8-18 : Medikamentosa
Berat > 18 : Operasi
Pemeriksaan Fisik :
Ginjal : Inspeksi, palpasi bimanual kalau membesar -> ballottement,
nyeri ketok
Vesika Urinaria : Penuh -> inspeksi, palpasi perkusi
Genitalia eksterna : sirkumsisi, Orifisium urethra externa, perabaan
urethra, testis, epididimis, vas deferens, hernia, hidrokel
RT : Tonus sfingter ani, prostat, menonjol, konsistensi, batas tegas,
nodul, asimetris, perkiraan besar
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium :
1. Urinalisis dapat mengungkapkan adanya leukosituria dan hematuria. BPH
yang sudah menimbulkan komplikasi saluran kemih, batu buli-buli atau
penyakit lain yang menimbulkan keluhan miksi, diantaranya : karsinoma buli-
buli in situ atau striktur uretra, pada pemeriksaan urinalisis menunjukan
adanya kelainan. Kecurigaan adanya infeksi saluran kemih perlu dilakukan
pemeriksaan kultur urin, dan ada kecurigaan karsinoma buli-buli dilakukan
sitologi urin. Pada pasien BPH yang sudah mengalami retensi urin dan telah
15
memakai kateter, pemeriksaan urinalisis tidak banyak manfaatnya karena
seringkali telah ada leukosituria maupun eritrosituria.
Flow rate maximal (Qmax) :
15 ml/detik : non abstruktif
10-15 ml/detik : Borderline
< 10 ml/detik : obstruktif
Catatan harian miksi : untuk menilai fungsi traktus urinarius bagian
bawah dengan reliabilitas dan validitas yang cukup baik
Pemeriksaan residual urin : adalah sisa urin yang tertinggal didalam buli-
buli setelah miksi. Jumlah residual urin pada orang normal adalah 0,09-
2,24 ml. Peningkatan residual urin menunjukan adanya obstruksi karena
pembesaran prostat. Residual urin lebih dari 50-100 cc adalah abnormal.
Mengukur residu urin :
Stadium 1 : < 50 cc
Stadium 2 : 50-100 cc
Stadium 3 : > 100 cc
Stadium 4 : Retensi urin kronis
2. Pemeriksaan PSA
Pemeriksaan petanda tumor (Prostat specific antigen = PSA) sudah banyak
digunakan, juga merupakan salah satu sarana untuk menyingkiran dugaan
keganasan. Harap diingat bahwa masa prostat yang besar dapat menaikkan
kadar PSA dalam darah dalam batas-batas tertentu. Hasil PSA yang normal
merupakan syarat yang harus dipenuhi sebelum memulai terapi
medikamentosa BPH.
PSA diinterpretasikan sebagai berikut :
Normal : 0,5-4 ng/ml
4-10 ng/ml : kemungkinan Ca 20% ( perlu TRUS dan biopsi)
10 ng/ml : kemungkinan Ca 50% (perlu TRUS dan biopsy)
16
Pemeriksaan radiologis
1. BNO-IVP : untuk mengungkapkan adanya divertikel atau selule pada buli-
buli, batu buli-buli, perkiraan volume residual urin, dan indentasi prostat.
2. USG : untuk menilai prostat Bila terdapat gambaran hipoechoic
(keganasan) maka dilakukan biopsi pada daerah tersebut dengan TRUS, bila
terdapat gambaran shadawacustic (hiperechoic) menunjukan adanya batu
prostat (prostatitis calculosa), untuk menilai volume prostat
3. Sistografi dan sistogram Apabila fungsi ginjal buruk sehingga ekskresi
ginjal kurang baik atau penderita sudah dipasang kateter menetap dapat
dilakukan sistogram retrograde. Pemeriksaan ini untuk dapat memberi
gambaran kemungkinan tumor di dalam kandung kemih atau sumber
perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter, atau batu radiolusen
dalam vesika
4. URS : Pemeriksaan ini secra visual dapat mengetahui keadaan uretra pars
prostatika dan buli-buli. Terlihat adanya pembesaran prostat, obstruksi uretra,
dan leher buli-buli, batu buli-buli, trabekulasi buli-buli, selule, dan divertikel
buli-buli.
Komplikasi
Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi (meskipun prostatektomi
perineal dapat menyebabkan impotensi akibat kerusakan saraf pudendal yang tidak
dapat dihindari). Pada kebanyakan kasus, aktivitas seksual dapat dilakukan kembali
dalam 6 sampai 8 Minggu, karena saat ini fossa prostatik telah sembuh. Setelah
ejakulasi, maka cairan seminal mengalir ke dalam kandung kemih dan diekskresikan
bersama urin (Brunner & Suddarth, 2002). Apabila buli-buli menjadi dekompensasi,
akan terjadi retensio urin. Karena produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat
buli-buli tidak mampu lagi menampung urin sehinnga tekanan intravesika meningkat,
dapat timbul hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal.
17
Penatalaksanaan
Jika gejala masih ringan, sebaiknya dilakukan pengamatan lebih lanjut. Pada keadaan
tidak dapat buang air kecil (berarti sumbatan sudah total), maka pertolongan pertama
yang dilakukan adalah pemasangan kateter. Jika upaya pemasangan kateter ini gagal,
maka dapat dilakukan tindakan operasi. Selain itu, tindakan operasi dapat dilakukan
jika : terjadi infeksi saluran kemih yang berulang, buang air kecil yang berdarah, ada
batu saluran kemih, divertikulum kandung kemih, atau gagal ginjal.
Pengobatan oral
1. α blockers
Kelenjar prostat memiliki suatu reseptor yang dinamakan α 1 adrenoreseptor, dengan
menghambat reseptor ini, maka kontraksi kelenjar prostat dapat dikurangi sehingga
dapat mengurangi gejala pada pasien BPH. Contoh obatnya adalah fenoxibenzamin
dan prazosin. Keduanya memiliki efektivitas dan hasil nyata yang berkaitan dengan
perbaikan gejala. Namun banyak memiliki efek samping seperti hipotensi yang
dipengaruhi posisi (ortostatik), pusing, rasa lelah, dan sakit kepala.
2. 5 α reduktase inhibitor
5 α reduktase inhibitor adalah obat yang mencegah pengubahan testoteron menjadi
dihidrotestoteron. Contoh obat ini adalah finasteride. Obat ini dapat mengurangi
ukuran kelenjar prostat. Dibutuhkan waktu sekitar 6 bulan untuk melihat efek
maksimum pengobatan pada ukuran prostat maupun pada gejala penyakit. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa 5 α reduktase inhibitor merupakan obat yang efektif
dan aman untuk digunakan namun perbaikan gejala penyakit hanya dijumpai pada
pasien dengan pembesaran prostat yang lebih dari 40 cm3. Efek samping yang
ditimbulkan antara lain turunnya libido, berkurangnya volume ejakulasi, dan
impotensi. Penurunan PSA dijumpai pada sekitar 50% pasien yang dirawat dengan
menggunakan 5 α reduktase inhibitor sehingga mungkin saja hal ini dapat
mengganggu deteksi kanker. Laporan terakhir menyatakan bahwa penggunaan
18
finasteride dapat mengurangi kejadian tidak dapat berkemih (retensi urin) dan
kebutuhan tindakan bedah pada pria dengan pembesaran prostat dengan gejala sedang
sampai berat.
3. Bedah Konvensional
1. Pembedahan terbuka
Indikasi absolut yang memerlukan pembedahan terbuka dibanding pilihan bedah
lainnya adalah terdapatnya keterlibatan kandung kemih yang perlu diperbaiki seperti
adanya divertikel atau batu kandung kemih yang besar. Prostat yang melebihi 80-100
cm3 biasanya dipertimbangkan untuk dilakukan pengangkatan prostat secara terbuka.
Pembedahan terbuka mempunyai nilai komplikasi setelah operasi seperti tidak dapat
menahan buang air kecil dan impotensi. Perbaikan klinis yang terjadi sebesar 85-
100%.
2. Transurethral resection of the prostate (TURP)
TURP merupakan metode paling sering digunakan dimana jaringan prostat yang
menyumbat dibuang melalui sebuah alat yang dimasukkan melalui uretra (saluran
kencing). Secara umum indikasi untuk metode TURP adalah pasien dengan gejala
sumbatan yang menetap, progresif akibat pembesaran prostat, atau tidak dapat diobati
dengan terapi obat lagi. Prosedur ini dilakukan dengan anestesi regional atau umum
dan membutuhkan perawatan inap selama 1-2 hari.
3. Transurethral incision of the prostate (TUIP)
Metode ini digunakan pada pasien dengan pembesaran prostat yang tidak terlalu besar
dan umur relative muda.
4. Laser prostatekomi
Dengan teknik laser ini komplikasi yang ditimbulkan dapat lebih sedikit, waktu
penyembuhan lebih cepat, dan dengan hasil yang kurang lebih sama. Sayangnya
terapi ini membutuhkan terapi ulang setiap tahunnya. Penggunaaan laser ini telah
berkembang pesat tetapi efek lebih lanjut dari pemakaian laser belum diketahui secara
pasti.
19
Terapi Invasi Minimal
1. Transurethral needle ablation of the prostate (TUNA)
TUNA termasuk dalam teknik minimal invasif yang biasa digunakan pada pasien
yang gagal dengan pengobatan medikamentosa, pasien yang tidak tertarik pada
pengobatan medikamentosa, atau tidak bersedia untuk tindakan TURP. Teknik ini
menggunakan kateter uretra yang didesain khusus dengan jarum yang menghantarkan
gelombang radio yang panas sampai mencapai 100 oC di ujungnya sehingga
dapat menyebabkan kematian jaringan prostat. Pasien dengan gejala sumbatan dan
pembesaran prostat kurang dari 60 gram adalah pasien yang ideal untuk tindakan
TUNA ini. Kelebihan teknik TUNA dibanding dengan TURP antara lain pasien
hanya perlu diberi anestesi lokal. Selain itu angka kekambuhan dan kematian TUNA
lebih rendah dari TURP.
2. Transurethral electrovaporization of the prostate
Teknik ini menggunakan rectoskop (seperti teropong yang dimasukkan melalui anus)
standar dan loop konvensional. Arus listrik yang dihantarkan menimbulkan panas
yang dapat menguapkan jaringan sehingga menghasilkan timbulnya rongga di dalam
uretra.
3. Termoterapi
Metode ini menggunakan gelombang mikro yang dipancarkan melalui kateter
transuretral (melalui saluran kemih bagian bawah). Namun terapi ini masih
memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui tingkat keefektivitasannya.
4. Intraurethral stents
Alat ini dapat bertujuan untuk membuat saluran kemih tetap terbuka. Setelah 4-6
bulan alat ini biasanya akan tertutup sel epitel. Biasanya digunakan pada pasien
dengan usia harapan hidup yang minimum dan pasien yang tidak cocok untuk
menjalani operasi pembedahan maupun anestesi. Saat ini metode ini sudah jarang
dipakai.
5. Transurethral balloon dilation of the prostate
20
Pada tehnik ini, dilakukan dilatasi (pelebaran) saluran kemih yang berada di prostat
dengan menggunakan balon yang dimasukkan melalui kateter. Teknik ini efektif pada
pasien dengan prostat kecil, kurang dari 40 cm3. Meskipun dapat menghasilkan
perbaikan gejala sumbatan, namun efek ini hanya sementara sehingga cara ini
sekarang jarang digunakan.
BAB III
Masalah yang dikaji
Bagaimana penegakan diagnosis pada pasien ini?
Analisis masalah
Berdasarkan keluhan utama pasien yaitu BAK tidak puas sejak 1 bulan sebelum
masuk RS, sulit BAK, saat BAK sering terasa nyeri, aliran tersendat-sendat, ada
perasaan tidak puas selesai BAK, terkadang pasien harus mengejan dahulu untuk
mengeluarkan air seni, dan nyeri perut bawah warna air seni kemerahan, pasien harus
terbangun 5x semalam untuk BAK, pasien sering mengeluh pancaran BAK nya
lemah dan rasa ingin BAK tak bisa ditahan.
21
Skor symptom menurut IPSS :
1 Miksi tidak tuntas
Dalam satu bulan yang lalu ada sisa urin
setelah kencing
0 1 2 3 4 5
2 Frekuensi
Dalam satu bulan yang lalu sering kencing
(setiap < 2 jam)
0 1 2 3 4 5
3 Intermitensi
Dalam 1 bulan yang lalu seberapa sering
kencing terhenti dan mulai lagi
0 1 2 3 4 5
4 Urgensi
Dalam 1 bulan yang lalu seberapa sering tak
dapat menahan kencing
0 1 2 3 4 5
5 Pancaran lemah
Dalam satu bulan yang lalu seberapa sering
pancaran kencing lemah
0 1 2 3 4 5
6 Mengejan
Dalam 1 bulan yang lalu seberapa sering
harus mengejan untuk memulai kencing
0 1 2 3 4 5
7 Nocturia
Dalam 1 bulan yang lalu kali harus terbangun
untuk kencing waktu tidur
0 1 2 3 4 5
Jumlah skor 28
Pedoman :
0 : Tidak sama sekali
1 : Kadang-kadang ( kurang dari 1x dalam 5x kencing)
22
2 : Kurang dari separuh dari seluruh frekuensi kencing
3 : Kira-kira separuh dari seluruh frekuensi kencing
4 : Lebih dari separuh dari seluruh frekuensi kencing
5 : Hampir selalu
Khusus untuk pertanyaan nomer 7 :
0 : tidak sama sekali 1: 1x, 2: 2x, 3: 3x, 4: 4x, 5 ; 5x
Dari pemeriksaan Rectal Toucher : Kesan keadaan sfingter ani mencengkram,
mukosa rectum licin dan halus, benjolan di dalam rectum (-), teraba sulcus lateralis
prostat (+), teraba sulcus mediana prostat (+), batas atas prostat tidak teraba, nodul
(-), konsistensi kenyal (+), darah (-)
Dari pemeriksaan USG :
Prostat : Struktur echo homogen, ukuran 5,4 x 3,8 cm, volume 45 ml
Kesan : hipertropi prostat
Berdasarkan hasil anamnesis, skor IPSS yaitu 28, hasil pemeriksaan RT, dan USG
menunjukan adanya hyperplasia prostat, maka perencanaan yang tepat untuk kasus ini
adalah prostatektomi.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, R & Wimde Jong. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi.
EGC : Jakarta
2. Snell, Richard. 2008. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. EGC :
Jakarta
3. Purnomo, Basuki. 2012. Dasar-dasar Urologi. Sagung Seto. Jakarta
4. Ali, Rudi. 2012. Ultimate Surgery Revealed Digesti and Urologi. Yogyakarta
24