Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

63
BAB I PENDAHULUAN Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru. Bronkopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing. Bronkopneumonia didefinisikan sebagai peradangan akut dari parenkim paru pada bagian distal bronkiolus terminalis dan meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveoli. 1 Menurut Rikesdas 2007, pneumonia merupakan penyakit penyebab kematian kedua setelah diare pada balita sehingga menjadi permasalahan utama pada kesehatan anak. Pneumonia menjadi penyumbang angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia. Prevalensi Pneumonia Balita di Indonesia meningkat dari 7,6% pada tahun 2002 menjadi 11,2% pada tahun 2007. 1 Di Indonesia sendiri selain penuemonia, anemia merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar yang menjadi perhatian di Indonesia. Prevelensi anemia di negara berkembang masih tinggi. Anemia defisiensi besi memiliki dampak negatif terhadap tumbuh kembang anak. Selain itu anemia defisiensi besi juga dapat menimbulkan komplikasi seperti menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi. Anemia adalah keadaan kadar hemoglobin (Hb) kurang dari batas 1

description

fix

Transcript of Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

Page 1: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru. Bronkopneumonia

disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri,

virus, jamur dan benda-benda asing. Bronkopneumonia didefinisikan sebagai peradangan

akut dari parenkim paru pada bagian distal bronkiolus terminalis dan meliputi bronkiolus

respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveoli.1

Menurut Rikesdas 2007, pneumonia merupakan penyakit penyebab kematian

kedua setelah diare pada balita sehingga menjadi permasalahan utama pada kesehatan

anak. Pneumonia menjadi penyumbang angka morbiditas dan mortalitas yang cukup

tinggi. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia. Prevalensi Pneumonia Balita di

Indonesia meningkat dari 7,6% pada tahun 2002 menjadi 11,2% pada tahun 2007.1

Di Indonesia sendiri selain penuemonia, anemia merupakan salah satu masalah

kesehatan terbesar yang menjadi perhatian di Indonesia. Prevelensi anemia di negara

berkembang masih tinggi. Anemia defisiensi besi memiliki dampak negatif terhadap

tumbuh kembang anak. Selain itu anemia defisiensi besi juga dapat menimbulkan

komplikasi seperti menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi. Anemia adalah

keadaan kadar hemoglobin (Hb) kurang dari batas normal sesuai usia (bayi dan anak).

Sebagai patokan, menurut WHO adalah apabila Hb <11 g/dL pada anak umur 6 bulan -6

tahun, dan Hb < 12 gr/dL pada anak > 6 tahun. Pada anak sering kali terjadi anemia

hipokrom mikrositer. Secara teori, anemia hipokrom mikrositer dapat disebabkan oleh

defisiensi besi ataupun penyakit thallasemia.2

BAB II

1

Page 2: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

LAPORAN KASUS

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH

STATUS PASIEN KASUS I

Nama Mahasiswa : Ayesha Riandra Pembimbing : dr. Kirana Kamima, Sp.A

NIM : 030.10.044 Tanda tangan:

IDENTITAS PASIEN

Nama : By. MA Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 11 bulan 6 hari Suku Bangsa : Sunda

Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 23 Oktober 2014 Agama : Islam

Alamat : KP. Waru Doyong, Cakung Pendidikan : -

Jakarta Timur

Orang tua / Wali

Ayah: Ibu :

Nama : Tn. A

Umur : 37 tahun

Alamat : KP. Waru Doyong, Cakung

Jakarta Timur

Pekerjaan : Karyawan bagian instalasi

Penghasilan: Rp. 2.000.000,00

Pendidikan : SMK

Suku Bangsa : Sunda

Agama : Islam

Nama : Ny. R

Umur : 29 tahun

Alamat : KP. Waru Doyong, Cakung

Jakarta Timur

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Penghasilan: -

Pendidikan : SMK

Suku Bangsa : Jawa-Batak

Agama : Islam

Hubungan dengan orang tua : Pasien merupakan anak kandung

I. RIWAYAT PENYAKIT

2

Page 3: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

A. ANAMNESIS

Dilakukan secara alloanamnesis dengan Ny. R (ibu kandung pasien) dan Tn. A (ayah

kandung pasien.

Lokasi : Bangsal lantai VI Timur, kamar 611

Tanggal / waktu : 30 September 2015 pukul 05.40 WIB

Tanggal masuk : 30 September 2015 pukul 02.00 WIB

Keluhan utama : Sesak nafas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit

Keluhan tambahan : Batuk, demam, pilek

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

Bayi MA datang ke IGD RSUD Budhi Asih diantar oleh ibunya dengan keluhan

sesak nafas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Ibu pasien merasa nafas anaknya

menjadi lebih cepat dan lebih dangkal dari biasanya. Menurut ibunya saat sedang sesak

cuping hidung pasien tidak tampak kembang kempis, bibir tidak tampak kebiruan, tidak

membaik dengan perubahan posisi.

Ibu pasien mengatakan bahwa pasien juga mengalami batuk dan pilek sejak 4 hari

sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak dan sulit untuk dikeluarkan sehingga ibu

pasien tidak mengetahui sifat dari dahak tersebut. Batuk dirasakan semakin berat sejak

awal muncul. Cairan dari hidung berwarna putih, banyak, dan tidak memberat pada pagi

hari. Riwayat bersin-bersin lebih dari 10 kali saat pagi hari disangkal. Ibu pasien

menyangkal adanya riwayat tersedak sebelum pasien batuk.

Ibu pasien mengatakan 1 hari sebelum masuk rumah sakit anaknya mengalami

demam. Demam muncul mendadak, tinggi, menetap dan saat dirumah tidak dilakukan

pengukuran dengan termometer.

Pasien tidak mengalami kejang ataupun gangguan pada pencernaan. Selama sakit

pasien menjadi rewel dan agak sulit menyusui. Selama ini dari hasil KMS nya pasien

tidak pernah mengalami penurunan berat badan selama 3 bulan berturut-turut. Sore hari

sebelum ke IGD RSUD Budhi Asih pasien sudah berobat ke klinik untuk di uap dan

diberi obat berupa puyer dan sirup namun ibu pasien tidak mengetahui nama obat

tersebut. Dan menurut ibu pasien, pasien masih sesak pada malam harinya sehingga

3

Page 4: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

pasien dibawa ke IGD RSUD Budhi Asih. Pada saat di IGD didapatkan suhu 38,9C dan

laju nafas 60x/menit.

B. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN

KEHAMILAN

Morbiditas kehamilan Tidak ada

Perawatan antenatal Rutin kontrol ke Bidan 1 bulan sekali,

imunisasi TT (+)

KELAHIRAN

Tempat persalinan Rumah bersalin

Penolong persalinan Dokter

Cara persalinanSC a/i riwayat SC sebelumnya

Penyulit : -

Masa gestasi Cukup Bulan

Keadaan bayi

Berat lahir : 3500 gram

Panjang lahir : 51 cm

Lingkar kepala : (tidak tahu)

Langsung menangis (+)

Kemerahan (+)

Nilai APGAR : (tidak tahu)

Kelainan bawaan : tidak ada

Kesimpulan riwayat kehamilan/kelahiran : Neonatus Cukup Bulan – Sesuai Masa

Kehamilan

D. RIWAYAT PERKEMBANGAN

Pertumbuhan gigi I : Umur 9 bulan (Normal: 5-9 bulan)

Gangguan perkembangan mental : Tidak ada

Psikomotor

Tengkurap : Umur 4 bulan (Normal: 3-4 bulan)

Duduk : Umur 8 bulan (Normal: 6-9 bulan)

Berdiri : Umur 11 bulan (Normal: 9-12 bulan)

Berjalan : Belum bisa (Normal: 13 bulan)

Bicara : Umur 10 bulan (Normal: 9-12 bulan)

4

Page 5: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

Perkembangan pubertas

Rambut pubis : -

Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : baik (sesuai usia)

E. RIWAYAT MAKANAN

Umur

(bulan)ASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim

0 – 2 + - - -

2 – 4 + - - -

4 – 6 + - - -

6 – 8 + + + -

8 – 10 + + + +

10 -12 + + + +

Kesulitan makan : menurut pengakuan ibunya pasien sebelumnya tidak sulit makan.

Kesimpulan riwayat makanan : pasien tidak mengalami kesulitan makan

F. RIWAYAT IMUNISASI

Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )

BCG 2 bulan X X X

DTP 2 bulan 4 bulan 6 bulan X

Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan X

Campak 9 bulan X X X

Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan X

Kesimpulan riwayat imunisasi : imunisasi dasar sesuai dengan usia seharusnya

diberikan.

G. RIWAYAT KELUARGA

a. Corak Reproduksi

No Tanggal lahir

(umur)

Jenis

kelaminHidup Lahir

matiAbortus Mati

(sebab)

Keterangan

kesehatan

5

Page 6: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

1. 22-Mei-2008 Laki-laki + - - - Sehat

2. 23-Oktober-2014 Laki-laki + - - - Pasien

b. Riwayat Pernikahan

Ayah / Wali Ibu / Wali

Nama Tn. A Ny. AS

Perkawinan ke- 1 1

Umur saat menikah 27 tahun 21 tahun

Pendidikan terakhirmm SMK SMK

Agama Islam Islam

Suku bangsa Sunda Jawa-Batak

Keadaan kesehatan Sehat Sehat

Kosanguinitas - -

Penyakit, bila ada - -

c. Riwayat Penyakit Keluarga

Anggota keluarga di rumah tidak ada yang menderita penyakit seperti pasien.

Riwayat keluarga yang memiliki penyakit TBC paru disangkal. Dari pengakuan

ibunya di dalam anggota keluarga yaitu ayah pasien merupakan perokok aktif. Pasien

kemungkinan terpapar asap rokok dari lingkungan sekitarnya.

Kesimpulan Riwayat Keluarga : Pasien memiliki faktor resiko untuk terkena

penyakit paru.

H. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi (-) Difteria (-) Penyakit jantung (-)

Cacingan (-) Diare (-) Penyakit ginjal (-)

DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)

Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)

Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain (-)

6

Page 7: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : Pasien belum pernah

mengalami penyakit paru-paru sebelumnya.

I. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN

Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan kakaknya dirumah sendiri. Total berjumlah

4 orang didalam 1 rumah. Rumah memiliki cukup ventilasi. Setiap pagi jendela selalu

dibuka dan cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah. Untuk minum keluarga pasien

menggunakan air galon isi ulang, dan untuk kebutuhan sehari-hari menggunakan air dari

PAM. Dirumah memiliki sanitasi sendiri. Tempat sampah terletak didepan rumah dan

setiap pagi sampah tersebut diangkut oleh petugas sampah. Lingkungan sekitar tempat

tinggal pasien adalah perkampungan padat penduduk.

Kesimpulan riwayat lingkungan perumahan : keadaan rumah pasien baik dan

lingkungan sekitar pasien padat penduduk.

J. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI

Ayah pasien bekerja sebagai karyawan bagian instalasi dengan penghasilan

perbulan Rp. 2.000.000,-/bulan. Menurut ibu pasien jumlah tersebut tidak cukup untuk

memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Untuk masalah kesehatan, pasien memiliki BPJS

kesehatan.

Kesimpulan riwayat sosial ekonomi : kurang baik

PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 30 September 2015 jam 06.00 WIB)

A. Status Generalis

Keadaan Umum

7

Page 8: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

Kesan Sakit : Tampak sakit sedang, OS tampak gelisah

Kesadaran : Compos Mentis

Kesan Gizi : Baik

Keadaan lain : Anemis (+/+), ikterik (-), sianosis (-)

Data Antropometri

Berat Badan sekarang : 9,5 kg

Panjang Badan : 70 cm

Lingkar Kepala : 46 cm

Status Gizi

- BB / U =9,5/10 x 100 % = 95 % (Gizi baik)

- TB / U = 70/75 x 100 % = 93 % (Gizi baik)

- BB / TB = 9,5/8,9x 100 % = 106 % (Gizi baik)

Berdasarkan kurva CDC gizi anak termasuk dalam gizi baik.

Tanda Vital

Tekanan Darah : Tidak dilakukan pemeriksaan.

Nadi : 120 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular

Nafas : 39 x /menit, tipe abdominothorakal

Suhu : 38,2 °C, axilla

KEPALA: Lingkar kepala: 46 cm (Menurut kurva Naeilhaus: >-2SD - <+2/

Normocephali), ubun-ubun besar belum menutup

RAMBUT: Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut.

WAJAH : Wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau jaringan parut

MATA :

Visus : Tidak dilakukan Ptosis : -/-

Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-

Konjungtiva anemis : +/+ Cekung : -/-

Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+

Strabismus/ : -/- Lensa jernih : +/+

Nistagmus : -/- Pupil : bulat, isokor

8

Page 9: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

Refleks cahaya : RCL+/+, RCTL +/+

TELINGA :

Bentuk : normotia Tuli : -/-

Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-

Liang telinga : lapang Membran timpani : sulit dinilai

Serumen : +/+ Refleks cahaya : sulit dinilai

Cairan : -/-

HIDUNG :

Bentuk : simetris Napas cuping hidung: -/-

Sekret : +/+, Jernih Deviasi septum : -

Mukosa hiperemis : -/- Konka eutrofi : -

BIBIR : mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-)

MULUT : trismus (-), oral hygiene baik, sudah tumbuh gigi

LIDAH : Normoglotia, lidah kotor (-)

TENGGOROKAN : Faring hiperemis, hipertrofi tonsil sulit dinilai (-)

LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid

maupun KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba

pembesaran tiroid maupun KGB, trakea teraba di tengah

THORAKS :

Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada

pernafasan yang tertinggal, pernafasan abdominothorakal, terdapat retraksi

epigastrium, retraksi subcostae, retraksi suprasternal. Iktus kordis tidak

terlihat.

Palpasi : Gerak napas simetris kanan dan kiri, vocal fremitus sama kuat, teraba

ictus cordis pada ICS V linea midclavicularis kiri, denyut kuat

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, jantung dalam batas normal

Auskultasi : Suara napas vesikuler, reguler, ronki basah kasar(+/+), wheezing

(-/-), bunyi jantung I-II reguler, punctum maksimum pada ICS V 1 cm linea

midclavicularis kiri, murmur (-), gallop (-).

ABDOMEN :

9

Page 10: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

Inspeksi : perut buncit, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut maupun

benjolan, roseola spot (-), kulit keriput (-), gerakan peristaltik (-)

Palpasi : supel, nyeri tekan (-) hampir menyeluruh di regio abdomen, turgor kulit

baik. Hepar tidak teraba membesar. Lien tidak teraba membesar

Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut

Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 3x / menit

GENITALIA : Tidak ditemukan adanya kelainan

KGB :

Preaurikuler : tidak teraba membesar

Postaurikuler : tidak teraba membesar

Submandibula : tidak teraba membesar

Supraklavikula : tidak teraba membesar

Axilla : tidak teraba membesar

Inguinal : tidak teraba membesar

ANGGOTA GERAK :

Ekstremitas : akral dingin pada keempat ekstremitas, CRT<2”

STATUS NEUROLOGIS

Refleks Fisiologis Kanan Kiri

Biseps + +

Triceps + +

Patella + +

Achiles + +

Refleks Patologis Kanan Kiri

Babinski - -

Chaddock - -

Oppenheim Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Gordon Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Schaeffer Tidak dilakukan Tidak dilakukan

10

Page 11: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

Rangsang meningeal

Kaku kuduk -

Kanan Kiri

Kerniq - -

Laseq - -

Bruzinski I - -

Bruzinski II - -

KULIT : Warna sawo matang merata, pucat (-), ikterik (-), sianosis (-), turgor kulit

baik, lembab, pengisian kapiler < 2 detik, petekie (-)

TULANG BELAKANG : Bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium

Laboratorium dari IGD pada tanggal 29 Oktober 2015:

Hematologi Hasil Nilai Normal

Leukosit 12.8 ribu/μL 6-17.5

Eritrosit 4.2 juta/μL 3.6-5.2

Hemoglobin 7.2 g/dL 10.7– 13.1

Hematokrit 23 % 35-43

Trombosit 445 ribu/μL 217-497

MCV 56.0 fL 74-102

MCH 17.4 pg 23 – 31

MCHC 30.9 g/dL 28-31

RDW 17.5% <14

Gula Darah Sewaktu 167 mg/dL 50-80

Natrium 140 mmol/L 135-155

Kalium 3.5 mmol/L 3.6-5.5

Klorida 104 mmol/L 98-109

11

Page 12: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

b. Foto Thoraks

Foto thorax tanggal 29-Oktober-2015:

Deskripsi : Terdapat bercak infitrat pada kedua hemithorax paru, cor baik, tulang

tulang intak

Kesan : Bronkopneumomia

IV. RESUME

Bayi MA, usia 11 bulan datang ke IGD RSUD Budhi Asih diantar ibunya dengan

keluhan sesak nafas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nafas menjadi lebih cepat

dan dangkal. Sesak tidak membaik dengan perubahan posisi. Selain sesak, pasien juga

mengalami batuk dan pilek 4 hari SMRS. Batuk berdahak dengan dahak sulit

12

Page 13: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

dikeluarkan. Cairan dari hidung berwarna putih, banyak, dan tidak memberat pada pagi

hari. Demam muncul mendadak 1 hari SMRS 38,90C diukur dengan menggunakan

thermometer dan dirasakan menetap.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang,

gelisah pada tanda vital didapatkan frekuensi napas 39 x/menit, suhu 38,2 °C dari axilla,

nadi 120 x/menit. Pada pemeriksaan hidung didapatkan sekret +/+ jernih, pemeriksaan

thoraks ditemukan pernapasan abdominothorakal, tampak retraksi epigastrium dan pada

auskultasi didapatkan suara ronki basah kasar pada kedua lapang paru. Pada pemeriksaan

penunjang didapatkan anemia hipokrom mikrositer dan dari foto thoraks didapatkan

gambaran infiltrat pada kedua lapang paru, kesan bronkopneumonia.

V. DIAGNOSIS BANDING

- Bronkopnuemonia

- Bronkiolitis

- Bronkhitis Akut

- TB paru

- Anemia defisiensi besi

- Thallasemia

VI. DIAGNOSIS KERJA

- Bronkopneumonia

- Anemia mikrositik hipokrom

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN

- Pemeriksaan darah : GDT, CRP, SI, TIBC

- Tes Mantoux

VIII. PENATALAKSANAAN

A. Non medika Mentosa

- Edukasi ibu pasien untuk memberikan minum atau makanan dengan posisi anak

sambil di pangku atau dalam posisi duduk.

13

Page 14: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

- Menghimbau agar anak dijauhkan apabila di sekitar rumahnya terdapat orang-orang

yang merokok.

- Menghimbau agar anak diimunisasi lengkap.

- Memberikan memberikan nutrisi dengan gizi yang seimbang sesuai usia. Anjurkan

agar ibu membuatkan makanan yang tinggi akan kadar zat besi seperti, hati, daging

merah dan bayam.

- Anjuran imunisasi Hib atau influenza setelah pasien sembuh.

B. Medika Mentosa

Puasa

Inhalasi Nacl 5 cc + Ventolin ½ amp 2x1

O2 3-5L/menit dengan masker oksigen

IVFD KaEN 1B 3cc/kgBB/jam

Inj. Ampicilin 4x250 mg

Salbutamol 0,6 mg 4x1

Ambroxol 5 mg 4x1

IV. PROGNOSIS

Ad Vitam : Ad Bonam

Ad Functionam : Ad Bonam

Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam

Tanggal S O A P

Tanggal S O A P

30/09/2015

HP-1

Demam (+)

Batuk (+)

KU : Tampak sakit

sedang/Compos mentis

Bronkopneu

monia

IVFD Asering

3cc/kgBB/jam

14

Page 15: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

BB: 9,5 kg Sesak nafas

berkurang

Muntah (-)

Mencret (-)

BAB (+)

BAK (+)

TTV :

Nadi : 126x/mnt

Suhu : 39,80 C

RR : 38 x/ mnt

Kepala : Normocephali

Mata : Konjungtiva anemis -/-

Sklera ikterik

-/-

Hidung :

Nafas cuping hidung -/-, sekret

+/+

Mulut : Sianosis (-), Bibir

kering (+)

Thoraks: Simetris, retraksi sela

iga (+)

Pulmo: suara nafas vesikuler,

rhonki basah kasar +/+,

wheezing -/-

Cor: BJ I-II reguler, murmur

(-), gallop (-)

Abdomen : supel, bising usus

(+)

Ekstremitas : Akral hangat,

CRT <2 detik

Anemia

mikrositik

hipokrom

Inj Ampicilin

4x250 mg

Salbutamol 0,6

mg 4x1

Ambroxol 5

mg 4x1

Inhalasi Nacl

5cc + Ventolin

½ ampul 2x1

Paracetamol

100 mg 3x1

CTM 0,8 mg

3x1

Serum FE Syr

3x1

O2 Nasal stop

Tanggal S O A P

1/10/2015

HP-2

BB: 9,6 kg

Gelisah (+)

Demam (+)

Batuk (+)

KU : Tampak sakit

sedang/Compos mentis

TTV :

Bronkopneu

monia

Anemia

Makan bubur

IVFD Asering

3cc/kgBB/jam

15

Page 16: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

Sesak nafas

berkurang

Muntah (-)

Mencret (-)

BAB (+)

BAK (+)

Nadi : 160x/mnt

Suhu : 39,10 C

RR : 30x/ mnt

Kepala : Normocephali

Mata : Konjungtiva anemis -/-

Sklera ikterik -/-

Hidung :

Nafas cuping hidung -/-, sekret

+/+

Mulut : Sianosis (-), Bibir

kering (+)

Thoraks: Simetris, retraksi sela

iga (+)

Pulmo: suara nafas vesikuler,

rhonki basah kasar +/+,

wheezing -/-

Cor: BJ I-II reguler, murmur

(-), gallop (-)

Abdomen : supel, bising usus

(+)

Ekstremitas : Akral hangat,

CRT <2 detik

Lab 01/10

Hb: 6.3 g/dL SI: 19/dL

Ht: 20% TIBC: 435 /dL

MCV: 54 fL

MCH: 16.6 fL

RDW: 19.6%

mikrositik

hipokrom

Inj Ampicilin

4x250 mg

Salbutamol 0,6

mg 4x1

Ambroxol 5

mg 4x1

Inhalasi Nacl

5cc + Ventolin

½ ampul 2x1

Paracetamol

100 mg 3x1

CTM 0,8 mg

3x1

Serum FE Syr

3x1 stop

Periksa H2TL

Bila Hb <8

Transfusi PRC

I 2x100cc

Tanggal S O A P

2/10/2015 Gelisah (+) KU : Tampak sakit Bronkopneu IVFD Asering

16

Page 17: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

HP-3

BB: 10 kg

Demam (+)

Batuk jarang

Sesak (-)

Muntah (-)

Mencret (+) 2x

Air (+)

Ampas (+)

Lendir (+)

Darah (-)

BAK (+)

sedang/Compos mentis

TTV :

Nadi : 120x/mnt

Suhu : 37,80 C

RR : 28x/ mnt

Kepala : Normocephali

Mata : Konjungtiva anemis -/-

Sklera ikterik

-/-

Hidung :

Nafas cuping hidung -/-,

sekret +/+

Mulut : Sianosis (-), Bibir

kering (-)

Thoraks: Simetris, retraksi

sela iga (+)

Pulmo: suara nafas vesikuler,

rhonki basah kasar +/+,

wheezing -/-

Cor: BJ I-II reguler, murmur

(-), gallop (-)

Abdomen : supel, bising usus

(+)

Ekstremitas : Akral hangat,

CRT <2 detik

monia

Anemia

defisiensi

besi

3cc/kgBB/jam

Inj Ampicilin

4x250 mg

Salbutamol 0,6

mg 4x1

Ambroxol 5

mg 4x1

Paracetamol

100 mg 3x1

CTM 0,8 mg

3x1

Inhalasi Nacl

5cc + Ventolin

½ ampul 2x1

stop

PRC II

Tanggal S O A P

3/10/2015

HP-4

Demam (+)

Batuk jarang

KU : Tampak sakit

sedang/Compos mentis

Bronkopneu

monia

IVFD Asering

3cc/kgBB/jam

17

Page 18: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

BB: 9,3 kg Sesak (-)

Muntah (-)

Mencret (-)

BAB (+) 1x

sudah tidak

mencret

BAK (+)

TTV :

Nadi : 140x/mnt

Suhu : 37,90 C

RR : 30x / mnt

Kepala : Normocephali

Mata : Konjungtiva anemis

-/- Sklera ikterik -/-

Hidung :

Nafas cuping hidung -/-,

sekret +/+

Mulut : Sianosis (-), Bibir

kering (-)

Thoraks: Simetris, retraksi

sela iga (-)

Pulmo: suara nafas vesikuler,

rhonki basah kasar +/+,

wheezing -/-

Cor: BJ I-II reguler, murmur

(-), gallop (-)

Abdomen : supel, bising usus

(+)

Ekstremitas : Akral hangat,

CRT <2 detik

Anemia

defisiensi

besi

Inj Ampicilin

4x250 mg

Salbutamol 0,6

mg 4x1

Ambroxol 5

mg 4x1

Paracetamol

100 mg 3x1

CTM 0,8 mg

3x1

H2TL ulang

Tanggal S O A P

18

Page 19: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

4/10/2015

HP: 5

Demam (-)

Batuk jarang,

keluar dahak

berwarna putih

Sesak (-)

Muntah (-)

Mencret (-)

BAB (+)

BAK (+)

KU : Tampak sakit

sedang/Compos mentis

TTV :

Nadi : 134x/mnt

Suhu : 37,10 C

RR : 30x / mnt

Kepala : Normocephali

Mata : Konjungtiva anemis

-/- Sklera ikterik -/-

Hidung :

Nafas cuping hidung -/-,

sekret +/+

Mulut : Sianosis (-), Bibir

kering (-)

Thoraks: Simetris, retraksi

sela iga (-)

Pulmo: suara nafas vesikuler,

rhonki basah kasar +/+,

wheezing -/-

Cor: BJ I-II reguler, murmur

(-), gallop (-)

Abdomen : supel, bising usus

(+)

Ekstremitas : Akral hangat,

CRT <2 detik

Lab 4/10:

Eritrosit: 7,0 juta/L

Hb: 14,4 g/dL

Ht: 49 %

MCV: 69,6 fL

MCH: 20,7 pg

Bronkopneu

monia

Anemia

defisiensi

besi

Pasien boleh

pulang

Salbutamol 0,6

mg 4x1

Ambroxol 5

mg 4x1

19

Page 20: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

BAB III

ANALISIS KASUS

A. ANALISIS ANAMNESIS

Kasus yang akan dibahas pada makalah ini adalah mengenai pasien bernama

An. MA berusia 11 bulan, berjenis kelamin laki-laki yang dirawat dengan diagnosis

bronkopneumonia.

Pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih diantar oleh ibunya dengan keluhan

sesak napas 2 hari SMRS. Sesak yang dialami oleh pasien terjadi bersama dengan

batuk, pilek dan juga demam. Batuk yang dialami pasien merupakan batuk berdahak,

sulit dikeluarkan, dan semakin terasa berat. Hidung pasien pun mengeluarkan sekret

berwarna putih. Selain itu pasien mengalami demam yang bila diukur dengan

thermometer didapatkan suhu 38,90C. Demam dirasakan oleh pasien muncul

mendadak dan menetap.

Dari keluhan tersebut dapat disimpulkan terdapat beberapa masalah pada

pasien seperti sesak napas, batuk, pilek dan demam.

a. Sesak napas atau dyspnea

Dispnoe atau sesak napas disebabkan karena peningkatan kerja dari

otot-otot pernapasan yang terjadi akibat stimulasi neuroreseptor yang terdapat

sepanjang traktus respiratorius atau stimulasi kemoreseptor baik sentral

maupun perifer. Untuk anak umur 2 bulan sampai 5 tahun yang datang dengan

kesulitan bernapas dan atau batuk ada beberapa hipotesis yang menjadi

kemungkinan penyebabnya, yaitu pneumonia, bronkiolitis, asma, gagal

jantung, penyakit jantung bawaan, efusi pleura. Dari anamnesis didapatkan

bahwa sesak tidak berubah dengan perubahan posisi sehingga kemungkinan

sakit yang dialami pasien lebih mengarah ke traktus respiratorius.3

Sesak nafas yang disebabkan oleh gangguan pada traktus respiratorus

dapat. Pada kasus ini ditemukan adanya gejala kesulitan bernapas yang terjadi

selama 2 hari dan baru pertama kali timbul, hal ini menunjukkan adanya

gangguan akut dari saluran pernapasan.

20

Page 21: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

b. Batuk dan pilek

Batuk dan pilek yang terjadi bersamaan dengan demam

mengindikasikan bahwa kemungkinan terjadi ISPA pada pasien. ISPA ini

apabila dibiarkan maka dapat menimbulkan atau mencetuskan penyakit lain

seperti bronkiolitis, bronkopneumonia ataupun asma. Batuk sendiri

merupakan suatu usaha mekanisme pertahanan tubuh untuk mengeluarkan

benda asing atau mikroorganisme yang masuk ke saluran napas.3

c. Demam

Demam merupakan keadaan suhu tubuh di atas normal akibat

peningkatan pengaturan suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh IL-1.

Demam kasus ini kemungkinan disebabkan oleh adanya proses infeksi oleh

mikroorganisme di saluran napas. Proses terjadinya demam adalah karena

adanya suatu zat yang dapat menyebabkan demam atau dikenal dengan

pirogen. Pirogen terbagi atas 2 yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen.

Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit,

limfosit dan neutrophil) oleh suatu pirogen eksogen baik berupa toksin

ataupun mediator inflamasi. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan

zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL6, TNF α dan IFN).

Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endothelium

hypothalamus untuk membentuk prostaglandin. Prostaglandin inilah yang

akan meningkatkan thermostat di hipotalamus dan terjadilah demam.3

B. ANALISIS PEMERIKSAAN FISIK

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan bahwa status gizi pasien baik dari

BB/U, TB/U dan BB/TB baik. Hal ini menunjukkan bahwa status gizi masa

lampau dan status gizi masa sekarang baik. Dari hasil pemeriksaan didapatkan

bahwa pernapasan pasien meningkat, kemudan juga terdapat retraksi otot-otot

pernapasan. Hal ini mengkonfirmasi sesak yang didapatkan dari hasil anamnesis.

Dari pemeriksaan juga terdapat ronki basah kasar. Ronki basah merupakan suara

21

Page 22: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

napas tambahan berupa vibrasi terputus-putus akibat getaran yang terjadi karena

cairan dalam jalan napas dilalui oleh udara. Ronki basah kasar mengindikasikan

adanya cairan di saluran napas, misalnya pada bronkopneumonia.

C. ANALISIS PEMERIKSAAN PENUNJANG

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kesan anemia

hipokrom mikrositer. Anemia ini dapat disebabkan oleh karena defisiensi besi dan

thallasemia. Di Indonesia angka kejadian anemia defisiensi besi cukup sering. Pada

anak yang berusia 1-2 tahun, anemia jenis ini terjadi karena kurangnya asupan

makanan yang mengandung zat besi, malabsorbsi dan kebutuhan meningkat karena

infeksi menahun atau berulang.2

Dari hasil pemeriksaan rontgen thorax didapatkan gambaran bercak infiltrat di

kedua hemithorax paru. Hal ini menunjang diagnosis bronkopneumonia.

Diagnosis bronkopneumonia ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik serta pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan

tanda sesak napas seperti peningkatan frekuensi napas pada saat pertama datang dan

juga retraksi epigastrium. Pada hasil rontgen yang mengarah kearah

bronkopneumonia.

D. ANALISIS TATA LAKSANA

Pada kasus pasien diberikan terapi yaitu:

1. Tirah baring

2. Pemberian cairan KaEN 1B

3 cc/KgBB/jam untuk membantu pemberian kalori, elektrolit, untuk

menjaga daya tahan tubuh pasien, dimana pada kasus ini pasien menjadi sulit

menyusui.

3. Pemberian Inhalasi

Pada pasien diberikan inhalasi berupa Nacl 5cc + Ventolin ½ ampul yang

bersifat bronkodilator (beta-2 agonis) sebanyak 2x1 untuk melegakan pernafasan

22

Page 23: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

pasien, karena pada pasien mengalami sesak yang menyebabkan pasien datang ke

rumah sakit.

4. Pemberian antibiotik

Pada pasien diberikan antibioti berupa ampicilin inj 4x250 mg, dapat

digunakan untuk mengobati infeksi pada saluran pernfasan, karena pada pasien

diduga mengalami infeksi saluran pernafasan, yang mana dicurigai terjadinya

bronkopneumonia

5. Pemberian obat batuk

Diberikan salbutamol 0,6 mg yang diracik dengan ambroxol 5 mg

dijadikan puyer, diberikan sebanyak 4 kali 1 pulv. Untuk meredakan gejala batuk

pada pasien dan menjadi bronkodilator agar pasien tidak sesak, mendapatkan

asupan oksigen yang cukup.

6. Pemberian antipiretik

Pada pasien diberikan Paracetamol 100 mg 3x1 tab. Paracetamol termasuk

golongan antipiretik-analgetik yang memiliki efek sebagai penurun panas dan

penghilang nyeri. Hal ini sesuai diberikan pada pasien ini karena terdapat

peningkatan suhu tubuh.

7. Pemberian serum FE

Pada pasien diberikan SF sirup untuk mengatasi kurangnya Hb didalam

darah. Karena pada pasien ini terdapat anemia mikrositik hipokrom, dari

pemeriksaan serum iron hasil menurun. Diduga anemia terjadi karena kurangnya

kadar serum iron didalam tubuh.

23

Page 24: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

PNEUMONIA

A. Definisi

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah peradangan pada

parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk

bercak-bercak (patchy distribution). Konsolidasi bercak berpusat disekitar bronkus

yang mengalami peradangan multifokal dan biasanya bilateral. Konsolidasi

pneumonia yang tersebar (patchy) ini biasanya mengikuti suatu bronkitis atau

bronkiolitis. Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme dan sebagian kecil

disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll).1,3

B. Epidemiologi

Menurut Rikesdas 2007, pneumonia merupakan penyakit penyebab kematian

kedua setelah diare pada balita sehingga menjadi permasalahan utama pada kesehatan

anak. prevalens pneumonia (berdasarkan pengakuan pernah didiagnosis pneumonia

oleh tenaga

kesehatan dalam sebulan terakhir sebelum survei) pada bayi di Indonesia adalah

0,76% dengan rentang antar provinsi sebesar 0-13,2%. Prevalensi tertinggi adalah

provinsi Gorontalo (13,2%) dan Bali (12,9%), sedangkan provinsi lainnya di bawah

10%. Sedangkan prevalensi pada anak balita (1-4 tahun) adalah 1,00% dengan

rentang antar provinsi sebesar 0,1% - 14,8%. Seperti pada bayi, prevalensi tertinggi

adalah provinsi Gorontalo (19,9%) dan Bali (13,2%) sedangkan provinsi lainnya di

bawah 10%. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia. Prevalensi Pneumonia

Balita di Indonesia meningkat dari 7,6% pada tahun 2002 menjadi 11,2% pada tahun

2007.4

C. Etiologi

Walaupun sebagian besar kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme,

namun ada beberapa penyebab lain yang berasal dari non infeksius seperti aspirasi

24

Page 25: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

makanan atau asam lambung, benda asing, reaksi hipersensitivitas, radiasi dan obat-

obatan. Penyebab pneumonia seseorang sering susah ditentukan karena kultur

langsung dari jaringan paru sangat invasif dan sangat jarang dilakukan. Kultur yang

dilakukan pada specimen dari saluran nafas atas atau sputum seringkali tidak akurat

dalam menentukan penyebab pneumonia.5

Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam

spectrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi pengobatan. Mikroorganisme penyebab pada neonates dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B

dan bakteri Gram negative seperti E. colli, Pseudomonas sp atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, sering disebabkan oleh

Streptococcus pneumoniae (pneumococcus), Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylococcus aureus.3 Di Negara maju, pneumonia lebih sering

disebabkan oleh virus di samping disebabkan oleh bakteri, atau campuran. Virus terbanyak adalah Respiration Syncytial Virus, Rhinovirus, dan

parainfluenza.3 Secara klinis, pneumonia bakteri sulit dibedakan dengan pneumonia virus. Demikian juga dengan pemeriksaan radiologis dan

laboratorium, biasanya tidak dapat menunjukkan etiologi.3

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang Lahir - 20 hari

Bakteri BakteriE.colli Bakteri anaerobStreptococcus grup B Streptococcus grup DListeria monocytogenes Haemophillus influenza

Streptococcus pneumonieVirusCMVHMV

3 miggu – 3 bulan

Bakteri BakteriClamydia trachomatis Bordetella pertusisStreptococcus pneumoniae

Haemophillus influenza tipe B

Virus Moraxella catharalisAdenovirus Staphylococcus aureusInfluenza VirusParainfluenza 1,2,3 CMV

4 bulan – 5 tahun

Bakteri BakteriClamydia pneumonia Haemophillus influenza tipe

BMycoplasma pneumoniae Moraxella catharalisStreptococcus pneumoniae

Staphylococcus aureus

Virus Neisseria meningitidesAdenovirus VirusRinovirus Varisela ZosterInfluenza

25

Page 26: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

Parainfluenza 5 tahun – remaja Bakteri Bakteri

Clamydia pneumonia Haemophillus influenzaMycoplasma pneumoniae Legionella spStreptococcus pneumoniae

Staphylococcus aureus

VirusAdenovirus Epstein-BarrRinovirus Varisela zosterInfluenza Parainfluenza

D. Faktor resiko

Anak yang sehat dapat melawan infeksi dengan pertahanan natural yang ada,

pada anak dengan sistem imun yang terganggu memiliki resiko tinggi untuk terjangkit

pneumonia. Sistem imun yang buruk dapat diakibatkan karena gizi buruk, terutama

pada bayi yang tidak diberi ASI eksklusif. Penyakit dasar seperti infeksi HIV

simptomatik dan campak, juga meningkatkan resiko. Beberapa faktor lingkungan

yang dapat membuat anak menjadi rentan terjangkit pneumonia, yaitu polusi udara di

ruangan tertutup, tinggal di rumah yang padat, dan orang tua yang merokok.5

E. Patofisiologi

Saluran napas bawah normalnya adalah steril yang dijaga oleh mekanisme

pertahanan fisiologis termasuk bersihan mukosiliar, dan sekresi immunoglobulin A

(IgA), dan pembersihan jalan napas dengan batuk. Mekanisme pertahanan imunologis

paru yang membatasi invasi organism pathogen adalah makrofag yang ada pada

alveoli dan brokiolus, IgA, dan imunoglobin yang lain. Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi infeksi paru diantaranya trauma, anestesi, dan aspirasi.6

Pneumonia virus biasanya berasal dari persebaran infeksi sepanjang jalan

napas, berhubungan dengan kerusakan langsung epitel pernapasan, yang berakibatkan

pada obstruksi jalan napas akibat edema, sekresi abnormal, dan debris seluler. Kaliber

kecil pada jalan napas bayi muda membuat sangat rentan terjadinya infeksi berat.

Atelektasis, edema interstisial, dan gangguan ventilasi-perfusi menyebabkan

26

Page 27: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

hipoksemia yang sering berhubungan dengan obstruksi jalan napas. Infeksi virus juga

dapat menyebabkan infeksi sekunder akibat bakteri karena mengganggu mekanisme

pertahanan normal pasien, mengubah sekresi, dan mengubah flora bakteri.6

Pneumonia bakteri lebih sering terjadi bila organism saluran napas berkoloni

pada trakea dan mencapai paru, tetapi pneumonia juga dapat berakibat dari

penyebaran langsung ke jaringan paru setelah bakteremia. Ketika infeksi bakteri telah

mencapai parenkim paru, proses patologis dapat bervariasi tergantung dari

organismnya.6

M. pneumoniae menempel pada epitel pernapasan, menghambat kerja siliar, dan

menyebabkan destruksi sel dan respon inflamasi terhadap submukosa. Ketika

infeksi berlangsung, debris sel yang terlepas, sel inflamasi, dan mucus

menyebabkan obstruksi jalan napas, dan infeksi tersebar sepanjang cabang

bronkus, seperti pada pneumonia virus.6

S. pneumoniae menyebabkan edema local yang menunjang proliferasi organism

dan penyebarannya ke bagian paru yang berdekatan.6

Infeksi Streptococcus grup A pada saluran napas bawah mengakibatkan infeksi

yang lebih difus dengan pneumonia interstisial. Patologinya termasuk nekrosis

mukosa trakeobronkial, pembentukan eksudat dalam jumlah besar, edema,

perdarahan local, dengan penjalaran ke septum interalveolar dan melibatkan

pembuluh limfatik dan meningkatkan keterlibatan pleura.6

S. aureus bermanifestasi pada bronkopneumonia, dimana lebih sering unilateral

dan dicirikan dengan adanya area nekrosis perdarahan yang luas dan kavitas

irregular dari parenkim paru, menyebabkan pneumotokel, empiema, atau fistula

bronkopulmonar.6

Ada 4 stadium yang terjadi saat mikroorganisme masuk ke dalam alveoli, yaitu:

Stadium I/Hiperemia (4 – 12 jam pertama/kongesti)

Pada stadium I, disebut hyperemia karena mengacu pada respon

peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini

ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat

infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari

27

Page 28: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator

tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga

mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan

prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan

permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke

dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler

dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan

jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan

gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan

saturasi oksigen hemoglobin.1

Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)

Pada stadium II, disebut hepatisasi merah karena terjadi sewaktu alveolus

terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu

(host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat

oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna

paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara

alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak,

stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.1

Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)

Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin

terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.

Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat

karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler

darah tidak lagi mengalami kongesti.1

Stadium IV/Resolusi (7 – 11 hari)

Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan

peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh

makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.1

28

Page 29: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

29

Page 30: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

30

Page 31: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

F. Manifestasi klinis

Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak

adalah imaturitas anatomi dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas,

gejala klinis yang umumnya tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan

prosedur diagnostic invasif, etiologi non infeksi yang relative sering, dan factor

patogenesis.

Gambran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-

ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:3

31

Page 32: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malasise, penurunan

nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare; kadang-

kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulomoner.3

Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea,

napas cuping hidung, air hunger, merintih dan sianosis.3

Pneumonia virus dan bakteri sering didahului oleh beberapa hari gejala infeksi

saluran pernapasan atas, seperti rhinitis dan batuk. Pada pneumonia virus, biasanya

ada demam, temperaturnya lebih rendah daripada pneumonia bacterial. Takipnu

merupakan manifestasi klinis yang paling tetap pada pneumonia. Peningkatan kerja

pernapasan dihubungkan oleh retraksi interkostal, subkostal, dan suprasternal, napas

cuping hidungm dan penggunaan otot tambahan. Infeksi yang berat dapat

menimbulkan sianosis dan lelah bernapas, terutama pada bayi. Pada auskultasi

mungkin dapat ditemukan mengi dan ronki, tetapi sangat sulit untuk melokalisasi

sumber suara pada anak yang sangat muda dengan dada yang bergema. Sering susah

membedakan secara klinis antara pneumonia virus dengan Mycoplasma and bakteri

pathogen lainnya.6

Pneumonia bacterial pada orang dewasa dan anak yang lebih besar biasanya

diawali dengan tiba-tiba menggigil dan diikuti dengan demam tinggi, batuk, dan nyeri

dada. Gejala lain yang dapat terlihat seperti mengantuk dengan periode gelisah yang

intermiten, napas cepat, ansietas, dan kadang-kadang delirium. Sianosis mungkin ada.

Banyak anak-anak, memposisikan diri pada bagian yang sakit untuk mengurangi

nyeri pleuritik dan memperbaiki pernapasan, dengan berbaring ke satu sisi dengan

lutut ditarik ke arah dada.6

Pada pemeriksaan fisik tergantung pada stadium pneumonia. Pada permulaan

sakit, suara napas hilang, ronki biasanya terdengar dan tersebar pada lapang paru

yang sakit. Dengan perkembangan peningkatan konsolidasi atau komplikasi

pneumonia seperti efusi, empiema, dan piopneumothoraks, redup pada perkusi.

Didapatkan dada yang sakit tertinggal saat bernapas. Distensi abdominal mungkin

terlihat karena dilatasi gaster dari udara yang tertelan atau ileus. Nyeri abdomen biasa

32

Page 33: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

didapatkan pada pneumonia lobus inferoior. Hepar mungkin terlihat membesar akibat

penurunan diafragma karena hiperventilasi paru.6

Pada bayi, mungkin didapatkan gejala prodormal infeksi saluran napas atas

dan kehilangan napsu makan, yang menyebabkan timbulnya demam mendadak,

gelisah, dan distress pernapasan. Bayi akan tampak sakit, dengan manifestasi distress

pernapasan berupa ngorok, napas cuping hidung, retraksi supraklavikula, interkostal,

dan subkosta, takipnu, takikardi, air hunger, dan sering sianosis. Hasil pemeriksaan

fisik dapat menyesatkan, terutama pada bayi dengan temuan sedikit tidak cocok

dengan derajat takipnu. Beberapa bayi dengan pneumonia bacterial dapat mengalami

gangguan pencernaan seberti muntah, anoreksia, diare, dan distensi abdominal karena

ileus. Progress gejala yang cepat merupakan cirri dari pneumonia bacterial.6

G. Pemeriksaan penunjang

FOTO THORAKS

Foto thoraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya

direkomendasikan pada pneumonia berat dan dirawat. Kadang bercak sudah

ditemukan sebelum adanya gejala klinis dan resolusi infiltrate membutuhkan waktu

yang lebih lama.

Pada pemeriksaan foto thoraks memperlihatkan adanya infiltrate yang

mendukung diagnosis pneumonia, dapat juga memperlihatkan komplikasi seperti

efusi pleura atau empiema. Pneumonia virus biasanya dicirikan oleh hiperinflasi

dengan infiltrate interstisial bilateral dan penebalan peribronkial. Pada infeksi

bacterial dapat terlihat infiltrate alveolar berupa konsolidasi segmen/lobus, air

bronchogram, bronkopneumonia. Hanya gambaran foto thoraks saja tidak diagnostic,

dan harus memikirkan kelainan klinis lainnya. Foto thoraks ulangan dapat dilakukan

jika gejala klinis menetap, penyakit memburuk, atau untuk tindak lanjut, dan tidak

diperlukan untuk membuktikan kesembuhan.3,6

Secara umum gambaran foto thoraks terdiri atas:3

Infiltrat intersisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,

peribronchial cuffing dan hiperaerasi.3

33

Page 34: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

Infiltrat alveolar, merupakan konsilidai paru dengan air bronchogram.

Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut pneumonia lobaris atau terlihat

sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas tidak

terlalu tefas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia.3

Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru,

berupa bercak – bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru,

disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.3

DARAH PERIFER LENGKAP

Hitung leukosit dapat berguna dalam membedakan pneumonia virus atau

bacterial. Pada pneumonia virus, leukosit dapat normal atau meningkat tetapi

biasanya tidak lebih dari 20,000/mm3, dengan dominan limfosit. Pneumonia bacterial

seing berhubungan dengan peningkatan leukosit, dengan kisaran 15,000 –

40,000/mm3, dan dominan granulosit. Efusi pleura besar, konsolidasi lobus, dan

demam tinggi pada permulaan penyakit dapat dicurigai etiologinya bakteri.6

Pneumonia atipikal yang disebabkan oleh C. pneumoniae atau M. pneumoniae

sulit dibedakan dari pneumonia pneumococcus berdasarkan radiologi dan

laboratorium, dan walaupun pneumonia pneumococcus dikaitkan dengan peningkatan

leukosit, LED, dan CRP, terdapat tumpang tindih.6

Efusi pleura merupakan cairan eksudat dengan PMN berkisar antara 300-

100.000/mm3, protein > 2,5 g/dL, dan glukosa relative lebih rendah daripada glukosa

darah.3

PEMERIKSAAN SEROLOGIS

Diagnosis definitive infeksi virus adalah isolasi virus atau deteksi dengan genom

virus atau antigen pada secret saluran napas. Pertumbuhan virus saluran napas dengan

kultur konvensional biasanya membutuhkan 5-10 hari, walaupun dengan kultur shell

vial dapat mengurangi waktu penyelesaian menjadi 2-3 hari. Tes DNA atau RNA

terpercaya untuk mendeteksi cepat RSV, parainfluenza, influenza, dan adenovirus

sangat akurat. teknik serologi dapat juga digunakan untuk diagnosis infeksi virus

34

Page 35: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

terapi biasanya membutuhkan pemeriksaan contoh serum saat akut dan konvalesen

untuk melihat peningkatan antibody spesifik virus. Teknik diagnostic ini melelahkan,

lama, dan secara klinis tidak berguna karena biasanya infeksi sembuh saat hasilnya

jadi. Titer ASO dapat digunakan untuk diagnosis pneumonia streptococcus grup A.6

Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara

faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri

superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan

infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan

untuk evaluasi respons terhadap terapi antibiotik.3

PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGIS

Diagnosis definitif infeksi bacterial memerulukan isolasi organism dari darah,

cairan pleura, atau paru. Kultur sputum sangat sedikit bernilai pada diagnosis

pneumonia pada anak. Kultur darah positif hanya 10% pada anak dengan pneumonia

pneumococcus.6 Spesimen yang memenuhi syarat adalah sputum yang mengandung

25 leukosit dan kurang dari 40 sel epitel/lapangan pada pemeriksaan mikroskopis

dengan pembesaran kecil.3

H. Diagnosis

WHO mengembangkan pedoman diagnosis secara sederhana. Gejala klinis

sederhana tersebut meliputi nafas cepat, sesak nafas dan berbagai tanda bahaya agar

anak segera dirujuk ke pelayanan kesehatan. Nafas cepat ini dihitung dalam 1 menit

dan keadaan pasien dalam kondisi tenang. Sesak nafas dinilai dengan melihat adanya

tarikan dinding dada bagian bawah kedalaman ketika menarik nafas (retraksi

epigastrium). Tanda bahaya anak berusia 2 bulan – 5 tahun adalah tidak dapat minum,

kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk; tanda bahaya bayi dibawah 2 bulan adalah

malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam/ badan terasa

dingin. Berikut ini adalah kalsifikasi pneumonia berdasarkan perdoman tersebut:3

BAYI DAN ANAK BERUSIA 2 BULAN – 5 TAHUN

Pneumonia berat

o Bila ada sesak nafas

35

Page 36: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

o Harus dirawat dan diberikan antibiotik

Pnenumonia

o Bila tidak ada sesak nafas

o Ada nafas cepat dengan laju napas

> 50 x/ menit untuk usia 2 bulan – 1tahun

> 40 x/ menit untuk anak >1 tahun – 5 tahun

o Tidak perlu rawat inap, diberikan antibiotik oral

Bukan pneumonia

o Bila tidak ada nafas cepat sesak nafas

o Tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotik, hanya diberikan

pengobatan simtomatis.

BAYI BERUSIA DI BAWAH 2 BULAN

Pada bayi berusia di bawah usia 2 bulan, perjalanan penyakitmya lebih bervariasi,

mudah terjadi komplikasi dan sering menyebabkan kematian. Klasifikasi pneumonia

pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut:

Pneumonia

o Bila ada nafas cepat ( > 60x/ menit) atau sesak nafas

o Harus dirawat dan diberikan antibiotik

Bukan pneumonia

o Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas

o Tidak perlu rawat, cukup diberika pengobatan simtomatis

I. Penatalaksanaan

Sebagian besar pneumonia anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi terutama

berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis, distress pernapasan, tidak

mau makan dan minum, atau ada penyakit mendasari, komplikasi, dan umur.3

36

Page 37: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan kausal dan suportif (cairan

intravena, oksigen, koreksi asam basa, elektrolit, dan gula darah, antipiretik/analgetik,

antitusif, fidioterapi dada). Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat

dilakukan sehingga pemilihannya berdasarkan pengalaman empiris.3,7

Biasanya pasien dengan pneumonia bacterial memperlihatkan respon terhadap

terapi dengan perbaikan gejala (demam, batuk, takipnu, nyeri dada) dengan 48-96 jam

dari inisiasi antibiotik. Bukti radiologis memperlihatkan keterlambatan perbaikan

dibanding dengan klinisnya. Factor yang harus dipertimbangkan ketika pasien tidak

ada perbaikan dengan antibiotik yang tepat: 1) komplikasi, seperti empiema, 2)

bakteri resisten, 3) etiologi non bacterial seperti virus dan aspirasi, 4) obstruksi

bronkus dari lesi endobronkus, benda asing, dan mucus, 5) penyakit yang mendasari,

seperti imunodefisiensi, diskinesia siliar, fibrosis kistik, sekuestrasi pulmonal, 6)

penyebab non infeksius.6

Pneumonia rawat jalan

Dapat diberikan obat lini pertama secara oral, misalnya amoksisilin 25

mg/kgBB atau kotrimoksazol 4 amg/kgBB – 20 mg/kgBB suflametoksazol.

Makrolid (eritromisin atau makrolid baru) dapat digunakan sebagai alternated

beta laktam.3

Pneumonia rawat inap

Anak dirawat apabila mengalami pneumonia sedang sampai berat dengan

gejala berupa distress pernapasan dan hipoksemia, bayi umur kurang dari 3-6

bulan, anak yang dicurigai terinfeksi dengan pathogen dengan virulensi tinggu

(misalnya community associated methicillin-resistent Staphylococcus aureus

(CA-MRSA)), anak yang butuh perhatian khusus, gagal dengan terapi antibiotik

sebelumnya, pneumonia rekuren, ada kelainan yang mendasar (imundefisiensi,

penyakit paru krinik).7,8

Obat lini pertama digunakan beta laktam dan kloramfenikol. Bagi yang

tidak responsive dapat diberikan gentamisin, amikasin, sefalosporin. Terapi

diberikan selama 7-10 hari. Pada neonates dan bayi kecil, antibiotik intravena

harus dimulai segera dengan antibiotik spectrum luas, sepertibeta

laktam/klavulanat dengan aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ketiga. Pada

37

Page 38: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

balita dan anak yang besar, direkomendasikan dengan beta laktam dengan/atau

tanpa klavulanat. Jika berat dapat dikombinasi dengan makrolid intravena atau

sefalosporin generasi tiga. Jika sudah stabil dapat diganti ke obat oral.3

J. Komplikasi

Komplikasi pneumonia biasanya berakibat pada penyebaran langsung infeksi

bateri ke rongga toraks (efusi pleura, empiema, perikarditis) atau bakteriemi dan

penyebaran hematogen. Meningitis, arthritis supuratif, dan osteomielitis jarang. S.

aureus, S. pneumonia, dan S. pyogenes merupakan penyebab tersering efusi

parapneumonik dan empiema. Pengobatannya tergantung dengan stadiumnya. USG

dan CT scan sangat membantu menentukan stadium empiema. Terapinya dengan

antibiotik, drainase dengan thorakostomi.5

K. Pencegahan

Pencegahan pneumonia pada anak merupakan hal penting dalam mengurangi

angka kematian. Imunisasi melawan Hib, pneumokokus, campak dan pertusis

merupakan cara yang paling efektif. Nutrisi yang adekuat memperbaiki pertahanan

natural anak, dimulai dengan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama

kehidupan. Hal tersebut juga dapat mengurangi masa sakit. Mengatasi factor

lingkungan seperti polusi di ruangan tertutup dan mendukung kebersihan pada rumah

yang padat. Pada anak yang terinfeksi HIV, antibiotik kotrimoksazol diberikan setiap

hari untuk menurunkan resiko terjangkit pneumonia.6,8,9

L. Prognosis

Secara keseluruhan prognosisnya adalah baik. Hampir semua kasus yang

disebabkan oleh virus dapat sembuh tanpa pengobatan, bakteri patogen dan

organisme atipikal memberikan respon terhadap terapi antimikroba. The United

Nations Children's Fund (UNICEF) 3 juta anak meninggal di seluruh dunia karena

pneumonia, kematian ini terjadi pada anak yang memiliki kondisi khusus yang

menyertai saat terkena pneumonia seperti chronic lung disease of prematurity,

penyakit jantung bawaan, dan imunosupresi.9

ANEMIA DEFISIENSI BESI

38

Page 39: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

A. Definisi

Anemia adalah keadaan kadar hemoglobin (Hb) kurang dari batas normal

sesuai usia (bayi dan anak). Sebagai patokan, menurut WHO adalah apabila Hb

<11 g/dL pada anak umur 6 bulan -6 tahun, dan Hb < 12 gr/dL pada anak > 6

tahun.

B. Epidemiologi

Di Negara berkembang prevalensi anemia defisensi besi masih tinggi.

Pada anak sekolah dasar umur 7-13 tahun di Jakarta (1999) didapatkan 50% dari

seluruh anak penderita anemi adalah ADB. ADB memiliki dampak negative

terhadap tumbuh kembang anak. ADB dapat mengakibatkan komplikasi ringan

seperti kelainan kuku (koilonikia), atrofi papil lidah dan stomatitis sedangkan

komplikasi yang lebih berat dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh

terhadap infeksi, gangguan prestasi belajar yang dapat berlangsung lama dan

menetap.2

C. Manifestasi klinis

Anamnesis

- Pucat yang berlangsung lama (kronik)

- Gejala komplikasi, antara lain lemas, sariawan, gangguan prestasi belajar,

menurunnya daya tahan tubuh terhadap infeksi, dan gangguan prilaku.

- Faktor predisposisi dan faktor penyebab.2

Pemeriksaan Fisik

- Pucat tanpa tanda-tanda perdarahan, seperti petekie, ekimosis atau hematoma dan

tidak disertai hepatomegali.

- Limpa kadang sedikit membesar, tetapi pada umumnya tidak teraba.

39

Page 40: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

- Dapat ditemukan adanya koilinikia, stomatitis angularis.

Pemeriksaan Penunjang

- Darah tepi lengkap, mCV, MCH, MCHC. Kadar Hb rendah dengan penurunan nilai

MCV dan MCHC. Jumlah eritrosit umumnya normal tetapi terkadang menurun.

Jumlah leukosiit dan hitung jenis biasanya normal kecuali disertai infeksi.

- Sediaan Apus Darah Tepi: Gambaran eritrosit mikrositik hipokrom

- Kadar besi/ ferritin rendah dan peningkatan TIBC (total iron binding capacity) serum

menunjukkan adanya anemia defisiensi besi.

- Pewarnaan besi pada jaringan sum-sum tulang.

- Pemeriksaan lain untuk mengetahui factor predisposisi dan factor penyebab dilakukan

sesuai dengan prioritas, antara lain: pemeriksaan darah samar feses untuk melihat

perdaraan gastrointestinal dan pemeriksaan parasitology untuk infestasi parasite.2

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

penunjang. Diagnosis pasti ditegakkan melalui pemeriksaan kadar besi/ ferritin serum

yang rendah dan pewarnaan besi jaringan sumsum tulang. Tetapi apabila sarana dan

biaya terbatas, maka diagnosis kemungkinan ADB ditegakkan hanya berdasarkan

40

Page 41: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

faktor adanya riwayat faktor predisposisi dan faktor penyebab, pada pemeriksaan

fisik terdapat pucat tanpa perdarahan dan responsive terhadap pemberian zat besi.2

Tatalaksana

- Pengobatan sudah harus dimulai pada stadium dini ( pada stadium deplesi besi) .

- Tata laksana etiologis.

- Tatalaksana dengan menggunakan preparat besi, dan pada kondisi tertentu terkadang

memerlukan transfusi darah.

Pemberian zat besi

- Besi dapat diberikan secara oral atau parenteral berupa besi elemental dengan dosis 3-

5 mg/kg, dibagi dalam 2 dosis, segera dan sesudah makan. Pemberian oral ferosulfas

merupakan cara yang paling mudah.

- Evaluasi hasil pengobatan dengan pemeriksaan Hb dan retikulosit.

Transfusi Darah

- Transfusi darah dilakukan bila kadar Hb ≤6 gr/dL atau kadar Hb ≥ 6 gr/dL disertai

lemah, gagal jantung, infeksi berat. Diberikan dalam bentuk PRC.

Pencegahan

i. Pendidikan gizi

- Menjelaskan mengenai makanan yang kaya akan kandungan zat besi seperti ikan, hati

dan daging.

- Menjelaskan bahwa ASI dan susu sapi mengandung sedikit kandungan zat besi

sehingga anak-anak rentan terkena anemia defisiensi besi. Sehingga perlu diberikan

makanan tambahan sesuai dengan usia.2

ii. Pemberian suplemen

- Pencegahan primer: Pemberian ASI saja setelah usia 6 bulan dapat menyebabkan

defisiensi besi sehingga dibutuhkan suplementasi.

41

Page 42: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

- Pencegahan sekunder: Bayi yang memiliki1 atau lebih faktor resiko seperti yang

tercantum pada table harus menjalani skrinin ADB. Skrining meliputi pemeriksaan

darah tepi lengkap, feritin dalam serum dan saturasi transferrin.2

DAFTAR PUSTAKA

1. Pneumonia. Available at: :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20330/4/Chapter%20II.pdf.

Accessed: Nov 03, 2014.

2. Anemia Defisiensi Besi. Dalam: Sastroasmoro S (editor). Panduan Pelayanan Medis

Departemen Ilmu Penyakit Anak RSCM. Jakarta; RSCM: 2007.p. 127-30

42

Page 43: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

3. Said M. Pneumonia. In: Buku Ajar Respirologi Anak. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit

IDAI; 2008.

4. Kementerian Kesehatan Indoneisa. Pneumonia Balita. Buletin Jendela Epidemiologi

2010; 3: 1-3.

5. Sandora TJ, Sectish TC. Community Acquired Pneumonia. In: Nelson Textbook of

Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2011.

6. WHO. Pneumonia. Available at:

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/. Accessed: Nov 03, 2014

7. Clinical Practice Guideline committee Malaysia. Clinical Practice Guidelines on

Pneumonia and Respiratory Tract Infections in Children.: Available at:

www.acadmed.org.my/view_file.cfm?fileid=204. Accessed: Nov 4, 2014

8. Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C., Kaplan

S.L., Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D., Stockwell J.A., and

Swanson J.T. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants

and Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by the

Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America.

Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630.

9. Bennett NJ. Pediatric Pneumonia. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview#aw2aab6b2b5aa. Accessed:

Nov 04, 2014

43

Page 44: Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi

44