Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi
-
Upload
ayeshariandra -
Category
Documents
-
view
24 -
download
5
description
Transcript of Preskas BP Ayesha Riandra Fix Udah Revisi
BAB I
PENDAHULUAN
Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru. Bronkopneumonia
disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur dan benda-benda asing. Bronkopneumonia didefinisikan sebagai peradangan
akut dari parenkim paru pada bagian distal bronkiolus terminalis dan meliputi bronkiolus
respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveoli.1
Menurut Rikesdas 2007, pneumonia merupakan penyakit penyebab kematian
kedua setelah diare pada balita sehingga menjadi permasalahan utama pada kesehatan
anak. Pneumonia menjadi penyumbang angka morbiditas dan mortalitas yang cukup
tinggi. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia. Prevalensi Pneumonia Balita di
Indonesia meningkat dari 7,6% pada tahun 2002 menjadi 11,2% pada tahun 2007.1
Di Indonesia sendiri selain penuemonia, anemia merupakan salah satu masalah
kesehatan terbesar yang menjadi perhatian di Indonesia. Prevelensi anemia di negara
berkembang masih tinggi. Anemia defisiensi besi memiliki dampak negatif terhadap
tumbuh kembang anak. Selain itu anemia defisiensi besi juga dapat menimbulkan
komplikasi seperti menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi. Anemia adalah
keadaan kadar hemoglobin (Hb) kurang dari batas normal sesuai usia (bayi dan anak).
Sebagai patokan, menurut WHO adalah apabila Hb <11 g/dL pada anak umur 6 bulan -6
tahun, dan Hb < 12 gr/dL pada anak > 6 tahun. Pada anak sering kali terjadi anemia
hipokrom mikrositer. Secara teori, anemia hipokrom mikrositer dapat disebabkan oleh
defisiensi besi ataupun penyakit thallasemia.2
BAB II
1
LAPORAN KASUS
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH
STATUS PASIEN KASUS I
Nama Mahasiswa : Ayesha Riandra Pembimbing : dr. Kirana Kamima, Sp.A
NIM : 030.10.044 Tanda tangan:
IDENTITAS PASIEN
Nama : By. MA Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 11 bulan 6 hari Suku Bangsa : Sunda
Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 23 Oktober 2014 Agama : Islam
Alamat : KP. Waru Doyong, Cakung Pendidikan : -
Jakarta Timur
Orang tua / Wali
Ayah: Ibu :
Nama : Tn. A
Umur : 37 tahun
Alamat : KP. Waru Doyong, Cakung
Jakarta Timur
Pekerjaan : Karyawan bagian instalasi
Penghasilan: Rp. 2.000.000,00
Pendidikan : SMK
Suku Bangsa : Sunda
Agama : Islam
Nama : Ny. R
Umur : 29 tahun
Alamat : KP. Waru Doyong, Cakung
Jakarta Timur
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Penghasilan: -
Pendidikan : SMK
Suku Bangsa : Jawa-Batak
Agama : Islam
Hubungan dengan orang tua : Pasien merupakan anak kandung
I. RIWAYAT PENYAKIT
2
A. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan Ny. R (ibu kandung pasien) dan Tn. A (ayah
kandung pasien.
Lokasi : Bangsal lantai VI Timur, kamar 611
Tanggal / waktu : 30 September 2015 pukul 05.40 WIB
Tanggal masuk : 30 September 2015 pukul 02.00 WIB
Keluhan utama : Sesak nafas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit
Keluhan tambahan : Batuk, demam, pilek
A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Bayi MA datang ke IGD RSUD Budhi Asih diantar oleh ibunya dengan keluhan
sesak nafas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Ibu pasien merasa nafas anaknya
menjadi lebih cepat dan lebih dangkal dari biasanya. Menurut ibunya saat sedang sesak
cuping hidung pasien tidak tampak kembang kempis, bibir tidak tampak kebiruan, tidak
membaik dengan perubahan posisi.
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien juga mengalami batuk dan pilek sejak 4 hari
sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak dan sulit untuk dikeluarkan sehingga ibu
pasien tidak mengetahui sifat dari dahak tersebut. Batuk dirasakan semakin berat sejak
awal muncul. Cairan dari hidung berwarna putih, banyak, dan tidak memberat pada pagi
hari. Riwayat bersin-bersin lebih dari 10 kali saat pagi hari disangkal. Ibu pasien
menyangkal adanya riwayat tersedak sebelum pasien batuk.
Ibu pasien mengatakan 1 hari sebelum masuk rumah sakit anaknya mengalami
demam. Demam muncul mendadak, tinggi, menetap dan saat dirumah tidak dilakukan
pengukuran dengan termometer.
Pasien tidak mengalami kejang ataupun gangguan pada pencernaan. Selama sakit
pasien menjadi rewel dan agak sulit menyusui. Selama ini dari hasil KMS nya pasien
tidak pernah mengalami penurunan berat badan selama 3 bulan berturut-turut. Sore hari
sebelum ke IGD RSUD Budhi Asih pasien sudah berobat ke klinik untuk di uap dan
diberi obat berupa puyer dan sirup namun ibu pasien tidak mengetahui nama obat
tersebut. Dan menurut ibu pasien, pasien masih sesak pada malam harinya sehingga
3
pasien dibawa ke IGD RSUD Budhi Asih. Pada saat di IGD didapatkan suhu 38,9C dan
laju nafas 60x/menit.
B. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN
KEHAMILAN
Morbiditas kehamilan Tidak ada
Perawatan antenatal Rutin kontrol ke Bidan 1 bulan sekali,
imunisasi TT (+)
KELAHIRAN
Tempat persalinan Rumah bersalin
Penolong persalinan Dokter
Cara persalinanSC a/i riwayat SC sebelumnya
Penyulit : -
Masa gestasi Cukup Bulan
Keadaan bayi
Berat lahir : 3500 gram
Panjang lahir : 51 cm
Lingkar kepala : (tidak tahu)
Langsung menangis (+)
Kemerahan (+)
Nilai APGAR : (tidak tahu)
Kelainan bawaan : tidak ada
Kesimpulan riwayat kehamilan/kelahiran : Neonatus Cukup Bulan – Sesuai Masa
Kehamilan
D. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I : Umur 9 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
Psikomotor
Tengkurap : Umur 4 bulan (Normal: 3-4 bulan)
Duduk : Umur 8 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : Umur 11 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : Belum bisa (Normal: 13 bulan)
Bicara : Umur 10 bulan (Normal: 9-12 bulan)
4
Perkembangan pubertas
Rambut pubis : -
Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : baik (sesuai usia)
E. RIWAYAT MAKANAN
Umur
(bulan)ASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
0 – 2 + - - -
2 – 4 + - - -
4 – 6 + - - -
6 – 8 + + + -
8 – 10 + + + +
10 -12 + + + +
Kesulitan makan : menurut pengakuan ibunya pasien sebelumnya tidak sulit makan.
Kesimpulan riwayat makanan : pasien tidak mengalami kesulitan makan
F. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )
BCG 2 bulan X X X
DTP 2 bulan 4 bulan 6 bulan X
Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan X
Campak 9 bulan X X X
Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan X
Kesimpulan riwayat imunisasi : imunisasi dasar sesuai dengan usia seharusnya
diberikan.
G. RIWAYAT KELUARGA
a. Corak Reproduksi
No Tanggal lahir
(umur)
Jenis
kelaminHidup Lahir
matiAbortus Mati
(sebab)
Keterangan
kesehatan
5
1. 22-Mei-2008 Laki-laki + - - - Sehat
2. 23-Oktober-2014 Laki-laki + - - - Pasien
b. Riwayat Pernikahan
Ayah / Wali Ibu / Wali
Nama Tn. A Ny. AS
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 27 tahun 21 tahun
Pendidikan terakhirmm SMK SMK
Agama Islam Islam
Suku bangsa Sunda Jawa-Batak
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
Penyakit, bila ada - -
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Anggota keluarga di rumah tidak ada yang menderita penyakit seperti pasien.
Riwayat keluarga yang memiliki penyakit TBC paru disangkal. Dari pengakuan
ibunya di dalam anggota keluarga yaitu ayah pasien merupakan perokok aktif. Pasien
kemungkinan terpapar asap rokok dari lingkungan sekitarnya.
Kesimpulan Riwayat Keluarga : Pasien memiliki faktor resiko untuk terkena
penyakit paru.
H. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi (-) Difteria (-) Penyakit jantung (-)
Cacingan (-) Diare (-) Penyakit ginjal (-)
DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)
Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)
Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain (-)
6
Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : Pasien belum pernah
mengalami penyakit paru-paru sebelumnya.
I. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN
Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan kakaknya dirumah sendiri. Total berjumlah
4 orang didalam 1 rumah. Rumah memiliki cukup ventilasi. Setiap pagi jendela selalu
dibuka dan cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah. Untuk minum keluarga pasien
menggunakan air galon isi ulang, dan untuk kebutuhan sehari-hari menggunakan air dari
PAM. Dirumah memiliki sanitasi sendiri. Tempat sampah terletak didepan rumah dan
setiap pagi sampah tersebut diangkut oleh petugas sampah. Lingkungan sekitar tempat
tinggal pasien adalah perkampungan padat penduduk.
Kesimpulan riwayat lingkungan perumahan : keadaan rumah pasien baik dan
lingkungan sekitar pasien padat penduduk.
J. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Ayah pasien bekerja sebagai karyawan bagian instalasi dengan penghasilan
perbulan Rp. 2.000.000,-/bulan. Menurut ibu pasien jumlah tersebut tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Untuk masalah kesehatan, pasien memiliki BPJS
kesehatan.
Kesimpulan riwayat sosial ekonomi : kurang baik
PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 30 September 2015 jam 06.00 WIB)
A. Status Generalis
Keadaan Umum
7
Kesan Sakit : Tampak sakit sedang, OS tampak gelisah
Kesadaran : Compos Mentis
Kesan Gizi : Baik
Keadaan lain : Anemis (+/+), ikterik (-), sianosis (-)
Data Antropometri
Berat Badan sekarang : 9,5 kg
Panjang Badan : 70 cm
Lingkar Kepala : 46 cm
Status Gizi
- BB / U =9,5/10 x 100 % = 95 % (Gizi baik)
- TB / U = 70/75 x 100 % = 93 % (Gizi baik)
- BB / TB = 9,5/8,9x 100 % = 106 % (Gizi baik)
Berdasarkan kurva CDC gizi anak termasuk dalam gizi baik.
Tanda Vital
Tekanan Darah : Tidak dilakukan pemeriksaan.
Nadi : 120 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular
Nafas : 39 x /menit, tipe abdominothorakal
Suhu : 38,2 °C, axilla
KEPALA: Lingkar kepala: 46 cm (Menurut kurva Naeilhaus: >-2SD - <+2/
Normocephali), ubun-ubun besar belum menutup
RAMBUT: Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut.
WAJAH : Wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau jaringan parut
MATA :
Visus : Tidak dilakukan Ptosis : -/-
Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-
Konjungtiva anemis : +/+ Cekung : -/-
Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+
Strabismus/ : -/- Lensa jernih : +/+
Nistagmus : -/- Pupil : bulat, isokor
8
Refleks cahaya : RCL+/+, RCTL +/+
TELINGA :
Bentuk : normotia Tuli : -/-
Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-
Liang telinga : lapang Membran timpani : sulit dinilai
Serumen : +/+ Refleks cahaya : sulit dinilai
Cairan : -/-
HIDUNG :
Bentuk : simetris Napas cuping hidung: -/-
Sekret : +/+, Jernih Deviasi septum : -
Mukosa hiperemis : -/- Konka eutrofi : -
BIBIR : mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-)
MULUT : trismus (-), oral hygiene baik, sudah tumbuh gigi
LIDAH : Normoglotia, lidah kotor (-)
TENGGOROKAN : Faring hiperemis, hipertrofi tonsil sulit dinilai (-)
LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid
maupun KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba
pembesaran tiroid maupun KGB, trakea teraba di tengah
THORAKS :
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada
pernafasan yang tertinggal, pernafasan abdominothorakal, terdapat retraksi
epigastrium, retraksi subcostae, retraksi suprasternal. Iktus kordis tidak
terlihat.
Palpasi : Gerak napas simetris kanan dan kiri, vocal fremitus sama kuat, teraba
ictus cordis pada ICS V linea midclavicularis kiri, denyut kuat
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, jantung dalam batas normal
Auskultasi : Suara napas vesikuler, reguler, ronki basah kasar(+/+), wheezing
(-/-), bunyi jantung I-II reguler, punctum maksimum pada ICS V 1 cm linea
midclavicularis kiri, murmur (-), gallop (-).
ABDOMEN :
9
Inspeksi : perut buncit, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut maupun
benjolan, roseola spot (-), kulit keriput (-), gerakan peristaltik (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-) hampir menyeluruh di regio abdomen, turgor kulit
baik. Hepar tidak teraba membesar. Lien tidak teraba membesar
Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut
Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 3x / menit
GENITALIA : Tidak ditemukan adanya kelainan
KGB :
Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraklavikula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar
ANGGOTA GERAK :
Ekstremitas : akral dingin pada keempat ekstremitas, CRT<2”
STATUS NEUROLOGIS
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Biseps + +
Triceps + +
Patella + +
Achiles + +
Refleks Patologis Kanan Kiri
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Gordon Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Schaeffer Tidak dilakukan Tidak dilakukan
10
Rangsang meningeal
Kaku kuduk -
Kanan Kiri
Kerniq - -
Laseq - -
Bruzinski I - -
Bruzinski II - -
KULIT : Warna sawo matang merata, pucat (-), ikterik (-), sianosis (-), turgor kulit
baik, lembab, pengisian kapiler < 2 detik, petekie (-)
TULANG BELAKANG : Bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Laboratorium dari IGD pada tanggal 29 Oktober 2015:
Hematologi Hasil Nilai Normal
Leukosit 12.8 ribu/μL 6-17.5
Eritrosit 4.2 juta/μL 3.6-5.2
Hemoglobin 7.2 g/dL 10.7– 13.1
Hematokrit 23 % 35-43
Trombosit 445 ribu/μL 217-497
MCV 56.0 fL 74-102
MCH 17.4 pg 23 – 31
MCHC 30.9 g/dL 28-31
RDW 17.5% <14
Gula Darah Sewaktu 167 mg/dL 50-80
Natrium 140 mmol/L 135-155
Kalium 3.5 mmol/L 3.6-5.5
Klorida 104 mmol/L 98-109
11
b. Foto Thoraks
Foto thorax tanggal 29-Oktober-2015:
Deskripsi : Terdapat bercak infitrat pada kedua hemithorax paru, cor baik, tulang
tulang intak
Kesan : Bronkopneumomia
IV. RESUME
Bayi MA, usia 11 bulan datang ke IGD RSUD Budhi Asih diantar ibunya dengan
keluhan sesak nafas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nafas menjadi lebih cepat
dan dangkal. Sesak tidak membaik dengan perubahan posisi. Selain sesak, pasien juga
mengalami batuk dan pilek 4 hari SMRS. Batuk berdahak dengan dahak sulit
12
dikeluarkan. Cairan dari hidung berwarna putih, banyak, dan tidak memberat pada pagi
hari. Demam muncul mendadak 1 hari SMRS 38,90C diukur dengan menggunakan
thermometer dan dirasakan menetap.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang,
gelisah pada tanda vital didapatkan frekuensi napas 39 x/menit, suhu 38,2 °C dari axilla,
nadi 120 x/menit. Pada pemeriksaan hidung didapatkan sekret +/+ jernih, pemeriksaan
thoraks ditemukan pernapasan abdominothorakal, tampak retraksi epigastrium dan pada
auskultasi didapatkan suara ronki basah kasar pada kedua lapang paru. Pada pemeriksaan
penunjang didapatkan anemia hipokrom mikrositer dan dari foto thoraks didapatkan
gambaran infiltrat pada kedua lapang paru, kesan bronkopneumonia.
V. DIAGNOSIS BANDING
- Bronkopnuemonia
- Bronkiolitis
- Bronkhitis Akut
- TB paru
- Anemia defisiensi besi
- Thallasemia
VI. DIAGNOSIS KERJA
- Bronkopneumonia
- Anemia mikrositik hipokrom
VII. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Pemeriksaan darah : GDT, CRP, SI, TIBC
- Tes Mantoux
VIII. PENATALAKSANAAN
A. Non medika Mentosa
- Edukasi ibu pasien untuk memberikan minum atau makanan dengan posisi anak
sambil di pangku atau dalam posisi duduk.
13
- Menghimbau agar anak dijauhkan apabila di sekitar rumahnya terdapat orang-orang
yang merokok.
- Menghimbau agar anak diimunisasi lengkap.
- Memberikan memberikan nutrisi dengan gizi yang seimbang sesuai usia. Anjurkan
agar ibu membuatkan makanan yang tinggi akan kadar zat besi seperti, hati, daging
merah dan bayam.
- Anjuran imunisasi Hib atau influenza setelah pasien sembuh.
B. Medika Mentosa
Puasa
Inhalasi Nacl 5 cc + Ventolin ½ amp 2x1
O2 3-5L/menit dengan masker oksigen
IVFD KaEN 1B 3cc/kgBB/jam
Inj. Ampicilin 4x250 mg
Salbutamol 0,6 mg 4x1
Ambroxol 5 mg 4x1
IV. PROGNOSIS
Ad Vitam : Ad Bonam
Ad Functionam : Ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam
Tanggal S O A P
Tanggal S O A P
30/09/2015
HP-1
Demam (+)
Batuk (+)
KU : Tampak sakit
sedang/Compos mentis
Bronkopneu
monia
IVFD Asering
3cc/kgBB/jam
14
BB: 9,5 kg Sesak nafas
berkurang
Muntah (-)
Mencret (-)
BAB (+)
BAK (+)
TTV :
Nadi : 126x/mnt
Suhu : 39,80 C
RR : 38 x/ mnt
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis -/-
Sklera ikterik
-/-
Hidung :
Nafas cuping hidung -/-, sekret
+/+
Mulut : Sianosis (-), Bibir
kering (+)
Thoraks: Simetris, retraksi sela
iga (+)
Pulmo: suara nafas vesikuler,
rhonki basah kasar +/+,
wheezing -/-
Cor: BJ I-II reguler, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen : supel, bising usus
(+)
Ekstremitas : Akral hangat,
CRT <2 detik
Anemia
mikrositik
hipokrom
Inj Ampicilin
4x250 mg
Salbutamol 0,6
mg 4x1
Ambroxol 5
mg 4x1
Inhalasi Nacl
5cc + Ventolin
½ ampul 2x1
Paracetamol
100 mg 3x1
CTM 0,8 mg
3x1
Serum FE Syr
3x1
O2 Nasal stop
Tanggal S O A P
1/10/2015
HP-2
BB: 9,6 kg
Gelisah (+)
Demam (+)
Batuk (+)
KU : Tampak sakit
sedang/Compos mentis
TTV :
Bronkopneu
monia
Anemia
Makan bubur
IVFD Asering
3cc/kgBB/jam
15
Sesak nafas
berkurang
Muntah (-)
Mencret (-)
BAB (+)
BAK (+)
Nadi : 160x/mnt
Suhu : 39,10 C
RR : 30x/ mnt
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis -/-
Sklera ikterik -/-
Hidung :
Nafas cuping hidung -/-, sekret
+/+
Mulut : Sianosis (-), Bibir
kering (+)
Thoraks: Simetris, retraksi sela
iga (+)
Pulmo: suara nafas vesikuler,
rhonki basah kasar +/+,
wheezing -/-
Cor: BJ I-II reguler, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen : supel, bising usus
(+)
Ekstremitas : Akral hangat,
CRT <2 detik
Lab 01/10
Hb: 6.3 g/dL SI: 19/dL
Ht: 20% TIBC: 435 /dL
MCV: 54 fL
MCH: 16.6 fL
RDW: 19.6%
mikrositik
hipokrom
Inj Ampicilin
4x250 mg
Salbutamol 0,6
mg 4x1
Ambroxol 5
mg 4x1
Inhalasi Nacl
5cc + Ventolin
½ ampul 2x1
Paracetamol
100 mg 3x1
CTM 0,8 mg
3x1
Serum FE Syr
3x1 stop
Periksa H2TL
Bila Hb <8
Transfusi PRC
I 2x100cc
Tanggal S O A P
2/10/2015 Gelisah (+) KU : Tampak sakit Bronkopneu IVFD Asering
16
HP-3
BB: 10 kg
Demam (+)
Batuk jarang
Sesak (-)
Muntah (-)
Mencret (+) 2x
Air (+)
Ampas (+)
Lendir (+)
Darah (-)
BAK (+)
sedang/Compos mentis
TTV :
Nadi : 120x/mnt
Suhu : 37,80 C
RR : 28x/ mnt
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis -/-
Sklera ikterik
-/-
Hidung :
Nafas cuping hidung -/-,
sekret +/+
Mulut : Sianosis (-), Bibir
kering (-)
Thoraks: Simetris, retraksi
sela iga (+)
Pulmo: suara nafas vesikuler,
rhonki basah kasar +/+,
wheezing -/-
Cor: BJ I-II reguler, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen : supel, bising usus
(+)
Ekstremitas : Akral hangat,
CRT <2 detik
monia
Anemia
defisiensi
besi
3cc/kgBB/jam
Inj Ampicilin
4x250 mg
Salbutamol 0,6
mg 4x1
Ambroxol 5
mg 4x1
Paracetamol
100 mg 3x1
CTM 0,8 mg
3x1
Inhalasi Nacl
5cc + Ventolin
½ ampul 2x1
stop
PRC II
Tanggal S O A P
3/10/2015
HP-4
Demam (+)
Batuk jarang
KU : Tampak sakit
sedang/Compos mentis
Bronkopneu
monia
IVFD Asering
3cc/kgBB/jam
17
BB: 9,3 kg Sesak (-)
Muntah (-)
Mencret (-)
BAB (+) 1x
sudah tidak
mencret
BAK (+)
TTV :
Nadi : 140x/mnt
Suhu : 37,90 C
RR : 30x / mnt
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis
-/- Sklera ikterik -/-
Hidung :
Nafas cuping hidung -/-,
sekret +/+
Mulut : Sianosis (-), Bibir
kering (-)
Thoraks: Simetris, retraksi
sela iga (-)
Pulmo: suara nafas vesikuler,
rhonki basah kasar +/+,
wheezing -/-
Cor: BJ I-II reguler, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen : supel, bising usus
(+)
Ekstremitas : Akral hangat,
CRT <2 detik
Anemia
defisiensi
besi
Inj Ampicilin
4x250 mg
Salbutamol 0,6
mg 4x1
Ambroxol 5
mg 4x1
Paracetamol
100 mg 3x1
CTM 0,8 mg
3x1
H2TL ulang
Tanggal S O A P
18
4/10/2015
HP: 5
Demam (-)
Batuk jarang,
keluar dahak
berwarna putih
Sesak (-)
Muntah (-)
Mencret (-)
BAB (+)
BAK (+)
KU : Tampak sakit
sedang/Compos mentis
TTV :
Nadi : 134x/mnt
Suhu : 37,10 C
RR : 30x / mnt
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis
-/- Sklera ikterik -/-
Hidung :
Nafas cuping hidung -/-,
sekret +/+
Mulut : Sianosis (-), Bibir
kering (-)
Thoraks: Simetris, retraksi
sela iga (-)
Pulmo: suara nafas vesikuler,
rhonki basah kasar +/+,
wheezing -/-
Cor: BJ I-II reguler, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen : supel, bising usus
(+)
Ekstremitas : Akral hangat,
CRT <2 detik
Lab 4/10:
Eritrosit: 7,0 juta/L
Hb: 14,4 g/dL
Ht: 49 %
MCV: 69,6 fL
MCH: 20,7 pg
Bronkopneu
monia
Anemia
defisiensi
besi
Pasien boleh
pulang
Salbutamol 0,6
mg 4x1
Ambroxol 5
mg 4x1
19
BAB III
ANALISIS KASUS
A. ANALISIS ANAMNESIS
Kasus yang akan dibahas pada makalah ini adalah mengenai pasien bernama
An. MA berusia 11 bulan, berjenis kelamin laki-laki yang dirawat dengan diagnosis
bronkopneumonia.
Pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih diantar oleh ibunya dengan keluhan
sesak napas 2 hari SMRS. Sesak yang dialami oleh pasien terjadi bersama dengan
batuk, pilek dan juga demam. Batuk yang dialami pasien merupakan batuk berdahak,
sulit dikeluarkan, dan semakin terasa berat. Hidung pasien pun mengeluarkan sekret
berwarna putih. Selain itu pasien mengalami demam yang bila diukur dengan
thermometer didapatkan suhu 38,90C. Demam dirasakan oleh pasien muncul
mendadak dan menetap.
Dari keluhan tersebut dapat disimpulkan terdapat beberapa masalah pada
pasien seperti sesak napas, batuk, pilek dan demam.
a. Sesak napas atau dyspnea
Dispnoe atau sesak napas disebabkan karena peningkatan kerja dari
otot-otot pernapasan yang terjadi akibat stimulasi neuroreseptor yang terdapat
sepanjang traktus respiratorius atau stimulasi kemoreseptor baik sentral
maupun perifer. Untuk anak umur 2 bulan sampai 5 tahun yang datang dengan
kesulitan bernapas dan atau batuk ada beberapa hipotesis yang menjadi
kemungkinan penyebabnya, yaitu pneumonia, bronkiolitis, asma, gagal
jantung, penyakit jantung bawaan, efusi pleura. Dari anamnesis didapatkan
bahwa sesak tidak berubah dengan perubahan posisi sehingga kemungkinan
sakit yang dialami pasien lebih mengarah ke traktus respiratorius.3
Sesak nafas yang disebabkan oleh gangguan pada traktus respiratorus
dapat. Pada kasus ini ditemukan adanya gejala kesulitan bernapas yang terjadi
selama 2 hari dan baru pertama kali timbul, hal ini menunjukkan adanya
gangguan akut dari saluran pernapasan.
20
b. Batuk dan pilek
Batuk dan pilek yang terjadi bersamaan dengan demam
mengindikasikan bahwa kemungkinan terjadi ISPA pada pasien. ISPA ini
apabila dibiarkan maka dapat menimbulkan atau mencetuskan penyakit lain
seperti bronkiolitis, bronkopneumonia ataupun asma. Batuk sendiri
merupakan suatu usaha mekanisme pertahanan tubuh untuk mengeluarkan
benda asing atau mikroorganisme yang masuk ke saluran napas.3
c. Demam
Demam merupakan keadaan suhu tubuh di atas normal akibat
peningkatan pengaturan suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh IL-1.
Demam kasus ini kemungkinan disebabkan oleh adanya proses infeksi oleh
mikroorganisme di saluran napas. Proses terjadinya demam adalah karena
adanya suatu zat yang dapat menyebabkan demam atau dikenal dengan
pirogen. Pirogen terbagi atas 2 yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen.
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit,
limfosit dan neutrophil) oleh suatu pirogen eksogen baik berupa toksin
ataupun mediator inflamasi. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan
zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL6, TNF α dan IFN).
Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endothelium
hypothalamus untuk membentuk prostaglandin. Prostaglandin inilah yang
akan meningkatkan thermostat di hipotalamus dan terjadilah demam.3
B. ANALISIS PEMERIKSAAN FISIK
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan bahwa status gizi pasien baik dari
BB/U, TB/U dan BB/TB baik. Hal ini menunjukkan bahwa status gizi masa
lampau dan status gizi masa sekarang baik. Dari hasil pemeriksaan didapatkan
bahwa pernapasan pasien meningkat, kemudan juga terdapat retraksi otot-otot
pernapasan. Hal ini mengkonfirmasi sesak yang didapatkan dari hasil anamnesis.
Dari pemeriksaan juga terdapat ronki basah kasar. Ronki basah merupakan suara
21
napas tambahan berupa vibrasi terputus-putus akibat getaran yang terjadi karena
cairan dalam jalan napas dilalui oleh udara. Ronki basah kasar mengindikasikan
adanya cairan di saluran napas, misalnya pada bronkopneumonia.
C. ANALISIS PEMERIKSAAN PENUNJANG
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kesan anemia
hipokrom mikrositer. Anemia ini dapat disebabkan oleh karena defisiensi besi dan
thallasemia. Di Indonesia angka kejadian anemia defisiensi besi cukup sering. Pada
anak yang berusia 1-2 tahun, anemia jenis ini terjadi karena kurangnya asupan
makanan yang mengandung zat besi, malabsorbsi dan kebutuhan meningkat karena
infeksi menahun atau berulang.2
Dari hasil pemeriksaan rontgen thorax didapatkan gambaran bercak infiltrat di
kedua hemithorax paru. Hal ini menunjang diagnosis bronkopneumonia.
Diagnosis bronkopneumonia ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik serta pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan
tanda sesak napas seperti peningkatan frekuensi napas pada saat pertama datang dan
juga retraksi epigastrium. Pada hasil rontgen yang mengarah kearah
bronkopneumonia.
D. ANALISIS TATA LAKSANA
Pada kasus pasien diberikan terapi yaitu:
1. Tirah baring
2. Pemberian cairan KaEN 1B
3 cc/KgBB/jam untuk membantu pemberian kalori, elektrolit, untuk
menjaga daya tahan tubuh pasien, dimana pada kasus ini pasien menjadi sulit
menyusui.
3. Pemberian Inhalasi
Pada pasien diberikan inhalasi berupa Nacl 5cc + Ventolin ½ ampul yang
bersifat bronkodilator (beta-2 agonis) sebanyak 2x1 untuk melegakan pernafasan
22
pasien, karena pada pasien mengalami sesak yang menyebabkan pasien datang ke
rumah sakit.
4. Pemberian antibiotik
Pada pasien diberikan antibioti berupa ampicilin inj 4x250 mg, dapat
digunakan untuk mengobati infeksi pada saluran pernfasan, karena pada pasien
diduga mengalami infeksi saluran pernafasan, yang mana dicurigai terjadinya
bronkopneumonia
5. Pemberian obat batuk
Diberikan salbutamol 0,6 mg yang diracik dengan ambroxol 5 mg
dijadikan puyer, diberikan sebanyak 4 kali 1 pulv. Untuk meredakan gejala batuk
pada pasien dan menjadi bronkodilator agar pasien tidak sesak, mendapatkan
asupan oksigen yang cukup.
6. Pemberian antipiretik
Pada pasien diberikan Paracetamol 100 mg 3x1 tab. Paracetamol termasuk
golongan antipiretik-analgetik yang memiliki efek sebagai penurun panas dan
penghilang nyeri. Hal ini sesuai diberikan pada pasien ini karena terdapat
peningkatan suhu tubuh.
7. Pemberian serum FE
Pada pasien diberikan SF sirup untuk mengatasi kurangnya Hb didalam
darah. Karena pada pasien ini terdapat anemia mikrositik hipokrom, dari
pemeriksaan serum iron hasil menurun. Diduga anemia terjadi karena kurangnya
kadar serum iron didalam tubuh.
23
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
PNEUMONIA
A. Definisi
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah peradangan pada
parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk
bercak-bercak (patchy distribution). Konsolidasi bercak berpusat disekitar bronkus
yang mengalami peradangan multifokal dan biasanya bilateral. Konsolidasi
pneumonia yang tersebar (patchy) ini biasanya mengikuti suatu bronkitis atau
bronkiolitis. Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme dan sebagian kecil
disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll).1,3
B. Epidemiologi
Menurut Rikesdas 2007, pneumonia merupakan penyakit penyebab kematian
kedua setelah diare pada balita sehingga menjadi permasalahan utama pada kesehatan
anak. prevalens pneumonia (berdasarkan pengakuan pernah didiagnosis pneumonia
oleh tenaga
kesehatan dalam sebulan terakhir sebelum survei) pada bayi di Indonesia adalah
0,76% dengan rentang antar provinsi sebesar 0-13,2%. Prevalensi tertinggi adalah
provinsi Gorontalo (13,2%) dan Bali (12,9%), sedangkan provinsi lainnya di bawah
10%. Sedangkan prevalensi pada anak balita (1-4 tahun) adalah 1,00% dengan
rentang antar provinsi sebesar 0,1% - 14,8%. Seperti pada bayi, prevalensi tertinggi
adalah provinsi Gorontalo (19,9%) dan Bali (13,2%) sedangkan provinsi lainnya di
bawah 10%. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia. Prevalensi Pneumonia
Balita di Indonesia meningkat dari 7,6% pada tahun 2002 menjadi 11,2% pada tahun
2007.4
C. Etiologi
Walaupun sebagian besar kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme,
namun ada beberapa penyebab lain yang berasal dari non infeksius seperti aspirasi
24
makanan atau asam lambung, benda asing, reaksi hipersensitivitas, radiasi dan obat-
obatan. Penyebab pneumonia seseorang sering susah ditentukan karena kultur
langsung dari jaringan paru sangat invasif dan sangat jarang dilakukan. Kultur yang
dilakukan pada specimen dari saluran nafas atas atau sputum seringkali tidak akurat
dalam menentukan penyebab pneumonia.5
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam
spectrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi pengobatan. Mikroorganisme penyebab pada neonates dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B
dan bakteri Gram negative seperti E. colli, Pseudomonas sp atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, sering disebabkan oleh
Streptococcus pneumoniae (pneumococcus), Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylococcus aureus.3 Di Negara maju, pneumonia lebih sering
disebabkan oleh virus di samping disebabkan oleh bakteri, atau campuran. Virus terbanyak adalah Respiration Syncytial Virus, Rhinovirus, dan
parainfluenza.3 Secara klinis, pneumonia bakteri sulit dibedakan dengan pneumonia virus. Demikian juga dengan pemeriksaan radiologis dan
laboratorium, biasanya tidak dapat menunjukkan etiologi.3
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang Lahir - 20 hari
Bakteri BakteriE.colli Bakteri anaerobStreptococcus grup B Streptococcus grup DListeria monocytogenes Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonieVirusCMVHMV
3 miggu – 3 bulan
Bakteri BakteriClamydia trachomatis Bordetella pertusisStreptococcus pneumoniae
Haemophillus influenza tipe B
Virus Moraxella catharalisAdenovirus Staphylococcus aureusInfluenza VirusParainfluenza 1,2,3 CMV
4 bulan – 5 tahun
Bakteri BakteriClamydia pneumonia Haemophillus influenza tipe
BMycoplasma pneumoniae Moraxella catharalisStreptococcus pneumoniae
Staphylococcus aureus
Virus Neisseria meningitidesAdenovirus VirusRinovirus Varisela ZosterInfluenza
25
Parainfluenza 5 tahun – remaja Bakteri Bakteri
Clamydia pneumonia Haemophillus influenzaMycoplasma pneumoniae Legionella spStreptococcus pneumoniae
Staphylococcus aureus
VirusAdenovirus Epstein-BarrRinovirus Varisela zosterInfluenza Parainfluenza
D. Faktor resiko
Anak yang sehat dapat melawan infeksi dengan pertahanan natural yang ada,
pada anak dengan sistem imun yang terganggu memiliki resiko tinggi untuk terjangkit
pneumonia. Sistem imun yang buruk dapat diakibatkan karena gizi buruk, terutama
pada bayi yang tidak diberi ASI eksklusif. Penyakit dasar seperti infeksi HIV
simptomatik dan campak, juga meningkatkan resiko. Beberapa faktor lingkungan
yang dapat membuat anak menjadi rentan terjangkit pneumonia, yaitu polusi udara di
ruangan tertutup, tinggal di rumah yang padat, dan orang tua yang merokok.5
E. Patofisiologi
Saluran napas bawah normalnya adalah steril yang dijaga oleh mekanisme
pertahanan fisiologis termasuk bersihan mukosiliar, dan sekresi immunoglobulin A
(IgA), dan pembersihan jalan napas dengan batuk. Mekanisme pertahanan imunologis
paru yang membatasi invasi organism pathogen adalah makrofag yang ada pada
alveoli dan brokiolus, IgA, dan imunoglobin yang lain. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi infeksi paru diantaranya trauma, anestesi, dan aspirasi.6
Pneumonia virus biasanya berasal dari persebaran infeksi sepanjang jalan
napas, berhubungan dengan kerusakan langsung epitel pernapasan, yang berakibatkan
pada obstruksi jalan napas akibat edema, sekresi abnormal, dan debris seluler. Kaliber
kecil pada jalan napas bayi muda membuat sangat rentan terjadinya infeksi berat.
Atelektasis, edema interstisial, dan gangguan ventilasi-perfusi menyebabkan
26
hipoksemia yang sering berhubungan dengan obstruksi jalan napas. Infeksi virus juga
dapat menyebabkan infeksi sekunder akibat bakteri karena mengganggu mekanisme
pertahanan normal pasien, mengubah sekresi, dan mengubah flora bakteri.6
Pneumonia bakteri lebih sering terjadi bila organism saluran napas berkoloni
pada trakea dan mencapai paru, tetapi pneumonia juga dapat berakibat dari
penyebaran langsung ke jaringan paru setelah bakteremia. Ketika infeksi bakteri telah
mencapai parenkim paru, proses patologis dapat bervariasi tergantung dari
organismnya.6
M. pneumoniae menempel pada epitel pernapasan, menghambat kerja siliar, dan
menyebabkan destruksi sel dan respon inflamasi terhadap submukosa. Ketika
infeksi berlangsung, debris sel yang terlepas, sel inflamasi, dan mucus
menyebabkan obstruksi jalan napas, dan infeksi tersebar sepanjang cabang
bronkus, seperti pada pneumonia virus.6
S. pneumoniae menyebabkan edema local yang menunjang proliferasi organism
dan penyebarannya ke bagian paru yang berdekatan.6
Infeksi Streptococcus grup A pada saluran napas bawah mengakibatkan infeksi
yang lebih difus dengan pneumonia interstisial. Patologinya termasuk nekrosis
mukosa trakeobronkial, pembentukan eksudat dalam jumlah besar, edema,
perdarahan local, dengan penjalaran ke septum interalveolar dan melibatkan
pembuluh limfatik dan meningkatkan keterlibatan pleura.6
S. aureus bermanifestasi pada bronkopneumonia, dimana lebih sering unilateral
dan dicirikan dengan adanya area nekrosis perdarahan yang luas dan kavitas
irregular dari parenkim paru, menyebabkan pneumotokel, empiema, atau fistula
bronkopulmonar.6
Ada 4 stadium yang terjadi saat mikroorganisme masuk ke dalam alveoli, yaitu:
Stadium I/Hiperemia (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Pada stadium I, disebut hyperemia karena mengacu pada respon
peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini
ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari
27
sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator
tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan
permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke
dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler
dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan
gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan
saturasi oksigen hemoglobin.1
Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)
Pada stadium II, disebut hepatisasi merah karena terjadi sewaktu alveolus
terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu
(host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat
oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara
alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak,
stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.1
Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)
Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti.1
Stadium IV/Resolusi (7 – 11 hari)
Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.1
28
29
30
F. Manifestasi klinis
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak
adalah imaturitas anatomi dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas,
gejala klinis yang umumnya tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan
prosedur diagnostic invasif, etiologi non infeksi yang relative sering, dan factor
patogenesis.
Gambran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-
ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:3
31
Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malasise, penurunan
nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare; kadang-
kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulomoner.3
Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea,
napas cuping hidung, air hunger, merintih dan sianosis.3
Pneumonia virus dan bakteri sering didahului oleh beberapa hari gejala infeksi
saluran pernapasan atas, seperti rhinitis dan batuk. Pada pneumonia virus, biasanya
ada demam, temperaturnya lebih rendah daripada pneumonia bacterial. Takipnu
merupakan manifestasi klinis yang paling tetap pada pneumonia. Peningkatan kerja
pernapasan dihubungkan oleh retraksi interkostal, subkostal, dan suprasternal, napas
cuping hidungm dan penggunaan otot tambahan. Infeksi yang berat dapat
menimbulkan sianosis dan lelah bernapas, terutama pada bayi. Pada auskultasi
mungkin dapat ditemukan mengi dan ronki, tetapi sangat sulit untuk melokalisasi
sumber suara pada anak yang sangat muda dengan dada yang bergema. Sering susah
membedakan secara klinis antara pneumonia virus dengan Mycoplasma and bakteri
pathogen lainnya.6
Pneumonia bacterial pada orang dewasa dan anak yang lebih besar biasanya
diawali dengan tiba-tiba menggigil dan diikuti dengan demam tinggi, batuk, dan nyeri
dada. Gejala lain yang dapat terlihat seperti mengantuk dengan periode gelisah yang
intermiten, napas cepat, ansietas, dan kadang-kadang delirium. Sianosis mungkin ada.
Banyak anak-anak, memposisikan diri pada bagian yang sakit untuk mengurangi
nyeri pleuritik dan memperbaiki pernapasan, dengan berbaring ke satu sisi dengan
lutut ditarik ke arah dada.6
Pada pemeriksaan fisik tergantung pada stadium pneumonia. Pada permulaan
sakit, suara napas hilang, ronki biasanya terdengar dan tersebar pada lapang paru
yang sakit. Dengan perkembangan peningkatan konsolidasi atau komplikasi
pneumonia seperti efusi, empiema, dan piopneumothoraks, redup pada perkusi.
Didapatkan dada yang sakit tertinggal saat bernapas. Distensi abdominal mungkin
terlihat karena dilatasi gaster dari udara yang tertelan atau ileus. Nyeri abdomen biasa
32
didapatkan pada pneumonia lobus inferoior. Hepar mungkin terlihat membesar akibat
penurunan diafragma karena hiperventilasi paru.6
Pada bayi, mungkin didapatkan gejala prodormal infeksi saluran napas atas
dan kehilangan napsu makan, yang menyebabkan timbulnya demam mendadak,
gelisah, dan distress pernapasan. Bayi akan tampak sakit, dengan manifestasi distress
pernapasan berupa ngorok, napas cuping hidung, retraksi supraklavikula, interkostal,
dan subkosta, takipnu, takikardi, air hunger, dan sering sianosis. Hasil pemeriksaan
fisik dapat menyesatkan, terutama pada bayi dengan temuan sedikit tidak cocok
dengan derajat takipnu. Beberapa bayi dengan pneumonia bacterial dapat mengalami
gangguan pencernaan seberti muntah, anoreksia, diare, dan distensi abdominal karena
ileus. Progress gejala yang cepat merupakan cirri dari pneumonia bacterial.6
G. Pemeriksaan penunjang
FOTO THORAKS
Foto thoraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat dan dirawat. Kadang bercak sudah
ditemukan sebelum adanya gejala klinis dan resolusi infiltrate membutuhkan waktu
yang lebih lama.
Pada pemeriksaan foto thoraks memperlihatkan adanya infiltrate yang
mendukung diagnosis pneumonia, dapat juga memperlihatkan komplikasi seperti
efusi pleura atau empiema. Pneumonia virus biasanya dicirikan oleh hiperinflasi
dengan infiltrate interstisial bilateral dan penebalan peribronkial. Pada infeksi
bacterial dapat terlihat infiltrate alveolar berupa konsolidasi segmen/lobus, air
bronchogram, bronkopneumonia. Hanya gambaran foto thoraks saja tidak diagnostic,
dan harus memikirkan kelainan klinis lainnya. Foto thoraks ulangan dapat dilakukan
jika gejala klinis menetap, penyakit memburuk, atau untuk tindak lanjut, dan tidak
diperlukan untuk membuktikan kesembuhan.3,6
Secara umum gambaran foto thoraks terdiri atas:3
Infiltrat intersisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,
peribronchial cuffing dan hiperaerasi.3
33
Infiltrat alveolar, merupakan konsilidai paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut pneumonia lobaris atau terlihat
sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas tidak
terlalu tefas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia.3
Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru,
berupa bercak – bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru,
disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.3
DARAH PERIFER LENGKAP
Hitung leukosit dapat berguna dalam membedakan pneumonia virus atau
bacterial. Pada pneumonia virus, leukosit dapat normal atau meningkat tetapi
biasanya tidak lebih dari 20,000/mm3, dengan dominan limfosit. Pneumonia bacterial
seing berhubungan dengan peningkatan leukosit, dengan kisaran 15,000 –
40,000/mm3, dan dominan granulosit. Efusi pleura besar, konsolidasi lobus, dan
demam tinggi pada permulaan penyakit dapat dicurigai etiologinya bakteri.6
Pneumonia atipikal yang disebabkan oleh C. pneumoniae atau M. pneumoniae
sulit dibedakan dari pneumonia pneumococcus berdasarkan radiologi dan
laboratorium, dan walaupun pneumonia pneumococcus dikaitkan dengan peningkatan
leukosit, LED, dan CRP, terdapat tumpang tindih.6
Efusi pleura merupakan cairan eksudat dengan PMN berkisar antara 300-
100.000/mm3, protein > 2,5 g/dL, dan glukosa relative lebih rendah daripada glukosa
darah.3
PEMERIKSAAN SEROLOGIS
Diagnosis definitive infeksi virus adalah isolasi virus atau deteksi dengan genom
virus atau antigen pada secret saluran napas. Pertumbuhan virus saluran napas dengan
kultur konvensional biasanya membutuhkan 5-10 hari, walaupun dengan kultur shell
vial dapat mengurangi waktu penyelesaian menjadi 2-3 hari. Tes DNA atau RNA
terpercaya untuk mendeteksi cepat RSV, parainfluenza, influenza, dan adenovirus
sangat akurat. teknik serologi dapat juga digunakan untuk diagnosis infeksi virus
34
terapi biasanya membutuhkan pemeriksaan contoh serum saat akut dan konvalesen
untuk melihat peningkatan antibody spesifik virus. Teknik diagnostic ini melelahkan,
lama, dan secara klinis tidak berguna karena biasanya infeksi sembuh saat hasilnya
jadi. Titer ASO dapat digunakan untuk diagnosis pneumonia streptococcus grup A.6
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara
faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri
superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan
infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan
untuk evaluasi respons terhadap terapi antibiotik.3
PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGIS
Diagnosis definitif infeksi bacterial memerulukan isolasi organism dari darah,
cairan pleura, atau paru. Kultur sputum sangat sedikit bernilai pada diagnosis
pneumonia pada anak. Kultur darah positif hanya 10% pada anak dengan pneumonia
pneumococcus.6 Spesimen yang memenuhi syarat adalah sputum yang mengandung
25 leukosit dan kurang dari 40 sel epitel/lapangan pada pemeriksaan mikroskopis
dengan pembesaran kecil.3
H. Diagnosis
WHO mengembangkan pedoman diagnosis secara sederhana. Gejala klinis
sederhana tersebut meliputi nafas cepat, sesak nafas dan berbagai tanda bahaya agar
anak segera dirujuk ke pelayanan kesehatan. Nafas cepat ini dihitung dalam 1 menit
dan keadaan pasien dalam kondisi tenang. Sesak nafas dinilai dengan melihat adanya
tarikan dinding dada bagian bawah kedalaman ketika menarik nafas (retraksi
epigastrium). Tanda bahaya anak berusia 2 bulan – 5 tahun adalah tidak dapat minum,
kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk; tanda bahaya bayi dibawah 2 bulan adalah
malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam/ badan terasa
dingin. Berikut ini adalah kalsifikasi pneumonia berdasarkan perdoman tersebut:3
BAYI DAN ANAK BERUSIA 2 BULAN – 5 TAHUN
Pneumonia berat
o Bila ada sesak nafas
35
o Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Pnenumonia
o Bila tidak ada sesak nafas
o Ada nafas cepat dengan laju napas
> 50 x/ menit untuk usia 2 bulan – 1tahun
> 40 x/ menit untuk anak >1 tahun – 5 tahun
o Tidak perlu rawat inap, diberikan antibiotik oral
Bukan pneumonia
o Bila tidak ada nafas cepat sesak nafas
o Tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotik, hanya diberikan
pengobatan simtomatis.
BAYI BERUSIA DI BAWAH 2 BULAN
Pada bayi berusia di bawah usia 2 bulan, perjalanan penyakitmya lebih bervariasi,
mudah terjadi komplikasi dan sering menyebabkan kematian. Klasifikasi pneumonia
pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut:
Pneumonia
o Bila ada nafas cepat ( > 60x/ menit) atau sesak nafas
o Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bukan pneumonia
o Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas
o Tidak perlu rawat, cukup diberika pengobatan simtomatis
I. Penatalaksanaan
Sebagian besar pneumonia anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi terutama
berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis, distress pernapasan, tidak
mau makan dan minum, atau ada penyakit mendasari, komplikasi, dan umur.3
36
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan kausal dan suportif (cairan
intravena, oksigen, koreksi asam basa, elektrolit, dan gula darah, antipiretik/analgetik,
antitusif, fidioterapi dada). Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat
dilakukan sehingga pemilihannya berdasarkan pengalaman empiris.3,7
Biasanya pasien dengan pneumonia bacterial memperlihatkan respon terhadap
terapi dengan perbaikan gejala (demam, batuk, takipnu, nyeri dada) dengan 48-96 jam
dari inisiasi antibiotik. Bukti radiologis memperlihatkan keterlambatan perbaikan
dibanding dengan klinisnya. Factor yang harus dipertimbangkan ketika pasien tidak
ada perbaikan dengan antibiotik yang tepat: 1) komplikasi, seperti empiema, 2)
bakteri resisten, 3) etiologi non bacterial seperti virus dan aspirasi, 4) obstruksi
bronkus dari lesi endobronkus, benda asing, dan mucus, 5) penyakit yang mendasari,
seperti imunodefisiensi, diskinesia siliar, fibrosis kistik, sekuestrasi pulmonal, 6)
penyebab non infeksius.6
Pneumonia rawat jalan
Dapat diberikan obat lini pertama secara oral, misalnya amoksisilin 25
mg/kgBB atau kotrimoksazol 4 amg/kgBB – 20 mg/kgBB suflametoksazol.
Makrolid (eritromisin atau makrolid baru) dapat digunakan sebagai alternated
beta laktam.3
Pneumonia rawat inap
Anak dirawat apabila mengalami pneumonia sedang sampai berat dengan
gejala berupa distress pernapasan dan hipoksemia, bayi umur kurang dari 3-6
bulan, anak yang dicurigai terinfeksi dengan pathogen dengan virulensi tinggu
(misalnya community associated methicillin-resistent Staphylococcus aureus
(CA-MRSA)), anak yang butuh perhatian khusus, gagal dengan terapi antibiotik
sebelumnya, pneumonia rekuren, ada kelainan yang mendasar (imundefisiensi,
penyakit paru krinik).7,8
Obat lini pertama digunakan beta laktam dan kloramfenikol. Bagi yang
tidak responsive dapat diberikan gentamisin, amikasin, sefalosporin. Terapi
diberikan selama 7-10 hari. Pada neonates dan bayi kecil, antibiotik intravena
harus dimulai segera dengan antibiotik spectrum luas, sepertibeta
laktam/klavulanat dengan aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ketiga. Pada
37
balita dan anak yang besar, direkomendasikan dengan beta laktam dengan/atau
tanpa klavulanat. Jika berat dapat dikombinasi dengan makrolid intravena atau
sefalosporin generasi tiga. Jika sudah stabil dapat diganti ke obat oral.3
J. Komplikasi
Komplikasi pneumonia biasanya berakibat pada penyebaran langsung infeksi
bateri ke rongga toraks (efusi pleura, empiema, perikarditis) atau bakteriemi dan
penyebaran hematogen. Meningitis, arthritis supuratif, dan osteomielitis jarang. S.
aureus, S. pneumonia, dan S. pyogenes merupakan penyebab tersering efusi
parapneumonik dan empiema. Pengobatannya tergantung dengan stadiumnya. USG
dan CT scan sangat membantu menentukan stadium empiema. Terapinya dengan
antibiotik, drainase dengan thorakostomi.5
K. Pencegahan
Pencegahan pneumonia pada anak merupakan hal penting dalam mengurangi
angka kematian. Imunisasi melawan Hib, pneumokokus, campak dan pertusis
merupakan cara yang paling efektif. Nutrisi yang adekuat memperbaiki pertahanan
natural anak, dimulai dengan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama
kehidupan. Hal tersebut juga dapat mengurangi masa sakit. Mengatasi factor
lingkungan seperti polusi di ruangan tertutup dan mendukung kebersihan pada rumah
yang padat. Pada anak yang terinfeksi HIV, antibiotik kotrimoksazol diberikan setiap
hari untuk menurunkan resiko terjangkit pneumonia.6,8,9
L. Prognosis
Secara keseluruhan prognosisnya adalah baik. Hampir semua kasus yang
disebabkan oleh virus dapat sembuh tanpa pengobatan, bakteri patogen dan
organisme atipikal memberikan respon terhadap terapi antimikroba. The United
Nations Children's Fund (UNICEF) 3 juta anak meninggal di seluruh dunia karena
pneumonia, kematian ini terjadi pada anak yang memiliki kondisi khusus yang
menyertai saat terkena pneumonia seperti chronic lung disease of prematurity,
penyakit jantung bawaan, dan imunosupresi.9
ANEMIA DEFISIENSI BESI
38
A. Definisi
Anemia adalah keadaan kadar hemoglobin (Hb) kurang dari batas normal
sesuai usia (bayi dan anak). Sebagai patokan, menurut WHO adalah apabila Hb
<11 g/dL pada anak umur 6 bulan -6 tahun, dan Hb < 12 gr/dL pada anak > 6
tahun.
B. Epidemiologi
Di Negara berkembang prevalensi anemia defisensi besi masih tinggi.
Pada anak sekolah dasar umur 7-13 tahun di Jakarta (1999) didapatkan 50% dari
seluruh anak penderita anemi adalah ADB. ADB memiliki dampak negative
terhadap tumbuh kembang anak. ADB dapat mengakibatkan komplikasi ringan
seperti kelainan kuku (koilonikia), atrofi papil lidah dan stomatitis sedangkan
komplikasi yang lebih berat dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh
terhadap infeksi, gangguan prestasi belajar yang dapat berlangsung lama dan
menetap.2
C. Manifestasi klinis
Anamnesis
- Pucat yang berlangsung lama (kronik)
- Gejala komplikasi, antara lain lemas, sariawan, gangguan prestasi belajar,
menurunnya daya tahan tubuh terhadap infeksi, dan gangguan prilaku.
- Faktor predisposisi dan faktor penyebab.2
Pemeriksaan Fisik
- Pucat tanpa tanda-tanda perdarahan, seperti petekie, ekimosis atau hematoma dan
tidak disertai hepatomegali.
- Limpa kadang sedikit membesar, tetapi pada umumnya tidak teraba.
39
- Dapat ditemukan adanya koilinikia, stomatitis angularis.
Pemeriksaan Penunjang
- Darah tepi lengkap, mCV, MCH, MCHC. Kadar Hb rendah dengan penurunan nilai
MCV dan MCHC. Jumlah eritrosit umumnya normal tetapi terkadang menurun.
Jumlah leukosiit dan hitung jenis biasanya normal kecuali disertai infeksi.
- Sediaan Apus Darah Tepi: Gambaran eritrosit mikrositik hipokrom
- Kadar besi/ ferritin rendah dan peningkatan TIBC (total iron binding capacity) serum
menunjukkan adanya anemia defisiensi besi.
- Pewarnaan besi pada jaringan sum-sum tulang.
- Pemeriksaan lain untuk mengetahui factor predisposisi dan factor penyebab dilakukan
sesuai dengan prioritas, antara lain: pemeriksaan darah samar feses untuk melihat
perdaraan gastrointestinal dan pemeriksaan parasitology untuk infestasi parasite.2
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang. Diagnosis pasti ditegakkan melalui pemeriksaan kadar besi/ ferritin serum
yang rendah dan pewarnaan besi jaringan sumsum tulang. Tetapi apabila sarana dan
biaya terbatas, maka diagnosis kemungkinan ADB ditegakkan hanya berdasarkan
40
faktor adanya riwayat faktor predisposisi dan faktor penyebab, pada pemeriksaan
fisik terdapat pucat tanpa perdarahan dan responsive terhadap pemberian zat besi.2
Tatalaksana
- Pengobatan sudah harus dimulai pada stadium dini ( pada stadium deplesi besi) .
- Tata laksana etiologis.
- Tatalaksana dengan menggunakan preparat besi, dan pada kondisi tertentu terkadang
memerlukan transfusi darah.
Pemberian zat besi
- Besi dapat diberikan secara oral atau parenteral berupa besi elemental dengan dosis 3-
5 mg/kg, dibagi dalam 2 dosis, segera dan sesudah makan. Pemberian oral ferosulfas
merupakan cara yang paling mudah.
- Evaluasi hasil pengobatan dengan pemeriksaan Hb dan retikulosit.
Transfusi Darah
- Transfusi darah dilakukan bila kadar Hb ≤6 gr/dL atau kadar Hb ≥ 6 gr/dL disertai
lemah, gagal jantung, infeksi berat. Diberikan dalam bentuk PRC.
Pencegahan
i. Pendidikan gizi
- Menjelaskan mengenai makanan yang kaya akan kandungan zat besi seperti ikan, hati
dan daging.
- Menjelaskan bahwa ASI dan susu sapi mengandung sedikit kandungan zat besi
sehingga anak-anak rentan terkena anemia defisiensi besi. Sehingga perlu diberikan
makanan tambahan sesuai dengan usia.2
ii. Pemberian suplemen
- Pencegahan primer: Pemberian ASI saja setelah usia 6 bulan dapat menyebabkan
defisiensi besi sehingga dibutuhkan suplementasi.
41
- Pencegahan sekunder: Bayi yang memiliki1 atau lebih faktor resiko seperti yang
tercantum pada table harus menjalani skrinin ADB. Skrining meliputi pemeriksaan
darah tepi lengkap, feritin dalam serum dan saturasi transferrin.2
DAFTAR PUSTAKA
1. Pneumonia. Available at: :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20330/4/Chapter%20II.pdf.
Accessed: Nov 03, 2014.
2. Anemia Defisiensi Besi. Dalam: Sastroasmoro S (editor). Panduan Pelayanan Medis
Departemen Ilmu Penyakit Anak RSCM. Jakarta; RSCM: 2007.p. 127-30
42
3. Said M. Pneumonia. In: Buku Ajar Respirologi Anak. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI; 2008.
4. Kementerian Kesehatan Indoneisa. Pneumonia Balita. Buletin Jendela Epidemiologi
2010; 3: 1-3.
5. Sandora TJ, Sectish TC. Community Acquired Pneumonia. In: Nelson Textbook of
Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2011.
6. WHO. Pneumonia. Available at:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/. Accessed: Nov 03, 2014
7. Clinical Practice Guideline committee Malaysia. Clinical Practice Guidelines on
Pneumonia and Respiratory Tract Infections in Children.: Available at:
www.acadmed.org.my/view_file.cfm?fileid=204. Accessed: Nov 4, 2014
8. Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C., Kaplan
S.L., Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D., Stockwell J.A., and
Swanson J.T. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants
and Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by the
Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America.
Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630.
9. Bennett NJ. Pediatric Pneumonia. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview#aw2aab6b2b5aa. Accessed:
Nov 04, 2014
43
44