Presentasi Kasus Final Obgyn
-
Upload
anggi-apriansyah-p -
Category
Documents
-
view
110 -
download
4
description
Transcript of Presentasi Kasus Final Obgyn
PRESENTASI KASUS
MOLA HIDATIDOSA PARSIAL
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti
Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan
Rumah Sakit Umum Daerah Saras Husada Purworejo
Disusun oleh :
Anggi Apriansyah Purwanto 20070310183
Diajukan kepada :
dr. Tri Turnianti H Sp.OG
SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO
FKIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2012
HALAMAN PENGESAHAN
MOLA HIDATIDOSA PARSIAL
Disusun oleh:
Anggi Apriansyah Purwanto 20070310183
Disetujui dan disyahkan pada tanggal : 21 Januari 2012
Dosen Pembimbing
dr. Tri Turnianti H Sp.OG
I. KASUS
Ny N (29 thn) G3P1A1, umur kehamilan 20+2 datang ke IGD RSUD Saras Husada
Purworejo dengan membawa surat pengantar dari dokter. Os mengeluh keluar flek-flek
sejak 1 bulan yang lalu tidak disertai dengan rasa nyeri perut. Os juga mengeluhkan kadang-
kadang mual dan muntah. HPHT : 17/8/2011, Riwayat penyakit Ashtma, Diabetes Mellitus,
Hipertensi, dan penyakit Jantung disangkal.
Riwayat obstetri :
1. 2002/ lahir spontan/ bidan/ BBL 2700 gr ♀
2. 2009/ abortus/ UK 4 bulan/ kuret
3. 2012/ Hamil ini
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum ibu baik, kesadaran Compos Mentis, tidak anemis.
Vital sign :
Tekanan Darah terukur 100/70 mmHg,
Nadi 78x/menit,
Respirasi 20x/menit,
Suhu tubuh 36.4o C.
Palpasi Abdomen : Supel, NT (-), TFU 3 Jari dibawah pusat
Pemeriksaan dalam : Didapati vulva dan uretra tenang, dinding vagina licin, serviks
utuh mencucu, tidak ada pembukaan, PPV (+) , parametrium ka/ki
lemas
Diagnosis sementara : Missed abortion
Planning : Kuretase 7/1/12
Diagnosis akhir : Post Kuretase a/i mola hidatidosa parsial
II. PEMBAHASAN
PENDAHULUAN
Mola Hidatidosa merupakan salah satu penyakit trofoblas gestasional (PTG) yang
meliputi berbagai penyakit yang berasal dari placenta, yaitu mola hidatidosa parsial dan
komplit, koriokarsinoma, mola invasif, dan placental site trophoblastic tumors. Mola
hidatidosa adalah neoplasma jinak dari sel trofoblast. Pada mola hidatidosa kehamilan tidak
berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi kondisi
patologis. Kehamilan mola secara histologis ditandai dengan kelainan vili khorionik yang
terdiri dari proliferasi trofoblas dengan derajat bervariasi dan edema stroma vilus. Mola
biasanya terletak di rongga uterus, tetapi kadang terletak di tuba fallopi dan bahkan ovarium.
Mola hidatidosa merupakan penyakit yang terjadi pada wanita dalam masa
reproduksi, yakni antara umur 15 tahun sampai 45 tahun, insidensinya lebih banyak
ditemukan dinegara-negara asia, afrika, amerika latin. Di asia insidensi mola 15 kali lebih
tinggi dari pada di amerika serikat, dengan jepang yang melaporkan bahwa terjadi 2 kejadian
kehamilan mola dari 1000 kehamilan. Di negara timur beberapa sumber menyebutkan angka
kejadianya lebih tinggi lagi yakni 1:120 kehamilan.
DEFINISI
Ada beberapa pengertian yang menjelaskan tentang mola hidatidosa. Mola hidatidosa
adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin hampir
seluruh villi korealis mengalami perubahan hidrofili.
Mola hidatidosa adalah kehamilan dengan ciri-ciri stroma villi korealis langka
vaskularisasi dan edematus.
Mola hidatidosa adalah suatu keadaan patologi dari korion yang ditandai dengan :
a. Degenerasi kistis dari villi disertai pembengkakan hidropik.
b. Avaskularitas atau tidak adanya perubahan darah janin.
c. Proliferasi jaringan trofoblastic.
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak
berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari villi korealis disertai dengan
degenerasi hidrofik.
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, Amerika latin dibandingkan
dengan negara–negara barat. Dinegara–negara barat dilaporkan 1:200 atau 2000 kehamilan,
di negara– negara berkembang 1:100 atau 600 kehamilan. Soejoenoes dkk (1967)
melaporkan 1:85 kehamilan, Rs Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta 1:31 Persalinan dan 1:49
kehamilan; Luat Asiregar (Medan) tahun 1982 : 11–16 per 1000 kehamilan; Soetomo
(Surabaya) : 1:80 Persalinan; Djamhoer Martaadisoebrata (Bandung) : 9-21 per 1000
kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering pada umur reproduksi (15-45 tahun) dan pada
multipara. Jadi dengan meningkatkan paritas kemungkinan menderita mola lebih besar.
Pada pasien dengan mola hidatidosa, 20 % kasus berkembang menjadi keganasan
trofobkastik. Setelah mola sempurna berkembang, invasi uterus terjadi pada 15% pasien dan
metastasis terjadi pada 4% kasus. Tidak ada kasus koriokarsinoma yang dilaporkan berasal
dari mola parsial, walaupun pada 4% pasien, mola parsial dapat berkembang menjadi
penyakit trofoblastik gestasional persisten nonmetastatik yang membutuhkan kemoterapi.
ETIOLOGI
Penyebab mola hidatidosa belum diketahui secara pasti. Faktor-faktor yang mungkin
menjadi penyebab adalah :
a. Faktor ovum
Spermatozoa memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua serum
memasuki ovum tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan dalam
pembuahan.
b. Keadaan sosial ekonomi yang rendah
Dalam masa kehamilan keperluan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan
sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan tubuh
kurang sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan
janinnya.
c. Parietas tinggi
Ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola hidatidosa karena trauma
kelahiran atau penyimpangan transmisi secara genetic yang dapat diidentifikasikan dan
penggunaan stimulan drulasi seperti klomifen atau menotropiris (pergonal).
d. Kekurangan protein
Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh
sehubungan dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim, dan buah
dada ibu, keperluan akan zat protein pada waktu hamil sangat meningkat.
e. Infeksi virus
Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau
adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu akan menimbulkan penyakit
(desease). Hal ini sangat tergantung dari jumlah mikroba (kuman atau virus) yang
masuk virulensinya serta daya tahan tubuh.
PATOFISIOLOGI
Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebutir ovum,
sesudah keluar dari ovarium diantarkan melalui tuba uterina ke uterus (pembuahan normal
terjadi dalam tuba uterina) sewaktu hamil secara normal berlangsung selama 40 minggu,
uterus bertambah besar, tetapi dindingnya menjadi lebih tipis tapi lebih kuat dan membesar
sampai keluar pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada masa fetus. Pada umumnya
setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tetapi pada kenyataanya
tidak selalu berjalan demikian, sering kali perkembangan kehamilan mendapat gangguan.
Demikian pula dengan penyakit trofoblast, yang merupakan kegagalan reproduksi. Di sini
kehamilan tidak berkembang menjadi janin sempurna, melainkan berkembang menjadi
keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan, berupa degeneratif
hidrofik dari jonjot korion, sehngga menyerupai gelembung yang disebut”mola hidatidosa”.
Sebagian vili berubah menjadi gelembung-gelembung yang berisi cairan jernih merupakan
kista-kista kecil seperti anggur dan dapat mengisi seluruh cavum uteri. Secara histopatologik
kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada placenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi
kehamilan ganda mola, yaitu satu jenis tumbuh dan satu lagi menjadi mola hidatidosa.
Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai yang berdiameter lebih
dari 1cm. Pada umumnya penderita mola akan menjadi baik kembali, tetapi ada diantaranya
yang kemudian mengalami degenerasi keganasan yang berupa karsinoma. Teori terjadinya
penyakit trofoblas ada 2, yaitu teori missed abortion dan teori neoplasma. Teori missed
abortion menyatakan bahwa mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu, karena itu terjadi
gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari
villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. Teori neoplasma menyatakan bahwa
yang abnormal adalah sel-sel trofoblas dan juga fungsinya dimana terjadi resorbsi cairan yang
berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan
peredaran darah dan kematian mudigah.
KLASIFIKASI
a. Mola Hidatidosa Sempurna
Villi khorionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih. Ukuran vesikel-
vesikel jernih. Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit diihat, berdiameter sampai beberapa
cm dan sering berkelompok-kelompok menggantung pada tungkai kecil. Temuan histologik
ditandai oleh adanya, antara lain :
Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan stroma vilus
Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak
Proliferasi epitel trofoblas dengan derajat bervariasi
Tidak adanya janin dan amnion
Mola sempurna tidak memiliki jaringan fetus. 90 % merupakan genotip 46 XX dan
sisanya 46 XY. Vili khorionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih. Mola
sempurna dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu :
I. Mola sempurna androgenetic
Homozygous
Merupakan 80% dari kejadian mola sempurna. Dua komplemen kromosom paternal
identik. Didapatkan dari duplikasi kromosom haploid seluruhnya dari ayah. Selalu
perempuan; 46, YY tidak pernah ditemukan.
Merupakan 20% dari kejadian mola sempurna. Dapat laki-laki atau perempuan.
Semua kromosom berasal dari kedua orang tua, kemungkinan besar terjadi karena
pembuahan dua sperma.
II. Mola Sempurna Biparental
Genotip ibu dan ayah terlihat, tetapi gen maternal gagal mempengaruhi janin
sehingga hanya gen paternal yang terekspresi. Mola sempurna biparental jarang
ditemukan. Bentuk rekuren mola biparental (yang merupakan familial dan sepertinya
diturunkan sebagai autosomal resesif) pernah ditemukan. Telah ditemukan daerah
kromosom yang menjadi calon yaitu kromosom 19q13. Presentasi klinis yang tipikal pada
kehamilan mola sempurna dapat terdiagnosis pada trimester pertama sebelum onset gejala
dan tanda muncul. Gejala yang paling sering terjadi pada mola sempurna yaitu
perdarahan pervaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua dan menyebabkan perdarahan.
Uterus dapat menjadi membesar akibat darah yang jumlahnya besar dan cairan merah
gelap dapat keluar dari vagina. Gejala ini terjadi pada 97% kasus mola hidatidosa. Pasien
juga dilaporkan mual dan muntah yang hebat. Ini diakibatkan peningkatan kadar human
chorionic gonadotropin (HCG). Sekitar 7% pasien juga datang dengan takikardia, tremor,
dan akral hangat.
b. Mola hidatidosa parsial
Apabila perubahan mola hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang, dan mungkin
tampak sebagai jaringan janin. Terjadi perkembangan hidatidosa yang berlangsung lambat
pada sebagian villi yang biasanya avaskuler, sementara villi-villi berpembuluh lainnya
dengan sirkulasi janin placenta yang masih berfungsi tidak terkena. Pasien ini biasanya
datang dengan tanda dan gejala yang mirip dengan abortus inkomplit atau missed abortion
yaitu perdarahan pervaginal dan hilangnya denyut jantung janin. Pada mola parsial, jaringan
fetus biasanya didapatkan, eritrosit dan pembuluh darah fetus pada villi merupakan penemuan
yang seringkali ada. Komplemen kromosomnya yaitu 69, XXX atau 69 XXY. Ini diakibatkan
dari fertilitas ovum haploid dan duplikasi kromosom haploid paternal atau akibat pembuahan
dua sperma. Tetraploidi juga biasa didapatkan. Seperti pada mola sempurna ditemukan
jaringan trofoblastik hyperplasia dan pembengkakan villi chorionic.
MANIFESTASI KLINIS
Mola Hidatidosa komplit
1. Pendarahan. Gejala yang sering timbul pada (97% kasus).
Aktivitas jaringan mola yang berlebihan merusak desidua dan pembuluh darah pada
uterus. Pendarahan yang panjang dapat mengakibatkan anemia (Hb <10 gram/100 ml)
2. Ukuran uterus yang berlebih. Karena pertumbuhan tropoblas yang terus membesar.
3. Preeklampsi.
Terjadi pada trimester ke2. Pertumbuhan tropoblas yang berlebihan mengakibatkan
penurunan perfusi utero plasental sehingga terjadi aktivasi endothelial. Aktivasi
endothelial mengakibatkan peningkatan vasospasm yang akhirnya mengakibatkan
hipertensi pada kehamilan.
4. Hiperemesis gravidarum. Mola hidatidosa mengakibatkan peningkatan hCG dan
esterogen.
5. Hipertiroidisme.
Kenaikan kadar tiroksin plasma merupakan efek primer esterogen dan meningkatnya
hCG yang diakibatkan oleh pertumbuhan tropoblas yang berlebihan.
6. Embolisasi tropoblas. Tropoblasdengan jumlah yang bervariasi dengan / tanpa stroma
vili dapat keluar dari dalam uteru dan masuk ke dalam aliran darah vena sehingga
menimbulkan salah satunya pulmonary disterss.
7. Kista techa lutein. Peningkatan kadar hCG yang berlebihan mengakibatkan
hiperstimulus pada theca luthein ovarium
Mola hidatidosa parsial
Pasien biasanya datang dengan tanda dan gejala yang mirip dengan abortus inkomplit
atau missed abortion yaitu perdarahan pervaginal dan hilangnya denyut jantung janin.
Pada mola parsial, jaringan fetus biasanya didapatkan, eritrosit dan pembuluh darah fetus
pada villi merupakan penemuan yang seringkali ada.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dari anemnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
seperti laboratorium, USG dan histologis. Pada mola hidatidosa yang komplit terdapat tanda
dan gejala klasik yakni :
a. Perdarahan pervaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplit adalah
perdarahan pervaginam. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan
perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang banyak dan
cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat 97% kasus.
b. Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual-muntah yang berat. Hal ini
merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon β-HCG.
c. Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor, dan
kulit hangat.
Kebanyakan mola sudah dapat dideteksi lebih awal pada trimester pertama sebelum
terjadi onset gejala klasik tersebut, akibat terdapatnya USG yang beresolusi tinggi. Gejala
mola parsial tidak sama dengan mola sempurna/komplit. Penderita biasanya hanya
mengeluhkan gejala seperti terjadinya abortus inkomplit atau missed abortion, seperti adanya
perdarahan pervaginal dan tidak adanya denyut jantung janin. Dari pemeriksaan fisik pada
kehamilan mola komplit didapatkan umur kehamilan yang tidak sesuai dengan besarnya
uterus (TFU). Pembesaran uterus yang tidak konsisten ini disebabkan oleh pertumbuhan
trofoblastik yang eksesif dan tertahanya darah dalam uterus. Didapatkan pula adanya gejala
preeklamsi yang terjadi pada 27% kasus dengan karakteristik hipertensi (TD > 140/90
mmHg), proteinuria (>300mg/dl), dan edema dengan hiperefleksia. Kejadian kejang jarang
didapatkan. Kista theca lutein, yakni kista ovarii yang diameternya berukuran > 6cm yang
diikuti oleh pembesaran ovarium. Kista ini tidak selalu dapat teraba pada pemeriksaan
bimanual melainkan hanya dapat diidentifikasi dengan USG. Kista ini berkembang sebagai
respon terhadap tingginya kadar beta HCG dan akan langsung regresi bila mola telah
dievakuasi.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan antara lain kadar beta HCG yang normal.
Bila didapatkan > 100.000 mIU/mL merupakan indikasi dari pertumbuhan trofoblastik yang
banyak sekali dan kecurigaan terhadap kehamilan mola harus disingkirkan. Anemia
merupakan komplikasi yang sering terjadi disertai dengan kecenderungan terjadinya
koagulopati, sehingga pemeriksaan darah lengkap dan tes koagulasi dilakukan. Dilakukan
juga pemeriksaan tes fungsi hati, BUN dan kreatinin serta tyroxyn dan serum inhibin A dan
activin.
Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan standar untuk mengidentifikasi kehamilan
mola. Dari gambaran USG tampak gambaran badai salju (snow strom) yang mengindikasikan
vili khoriales yang hidropik, dengan resolusi yang tinggi didapatkan massa intra uterin yang
kompleks dengan banyak kista yang kecil-kecil.
PENATALAKSANAAN
Manajemen mola hidatidosa secara umum.
Secara medis pasien distabilkan dahulu, dilakukan transfusi bila terjadi anemia,
koreksi koagulopati dan hipertensi diobati. Evakuasi uterus dilakukan dengan dilatasi dan
kuretase penting dilakukan. Induksi dengan oksitosin dan prostaglandin tidak disarankan
karena resiko peningkatan perdarahan dan sekuele malignansi. Pada saat dilatasi infus
oksitosin harus segera dipasang dan dilanjutkan pasca evakuasi untuk mengurangi
kecenderungan perdarahan. Pemberian uterotonika seperti metergin atau hemabate juga dapat
diberikan.
Respiratori distres harus selalu diwaspadai pada saat evakuasi. Hal ini terjadi karena
embolisasi dari trofoblastik, anemia yang menyebabkan CHF, dan iatrogenik overload.
Distres harus segera ditangani dengan ventilator.
Setelah dilakukan evakuasi, dianjurkan uterus beristirahat 4 – 6 minggu dan penderita
disarankan untuk tidak hamil selama 12 bulan. Diperlukan kontrasepsi yang adekuat selama
periode ini. Pasien dianjurkan untuk memakai kontrasepsi oral, sistemik atau barier selama
waktu monitoring. Pemberian pil kontrasepsi berguna dalam 2 hal yaitu mencegah kehamilan
dan menekan pembentukan LH oleh hipofisis yang dapat mempengaruhi pemeriksaan kadar
HCG. Pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim(AKDR) tidak dianjurkan sampai dengan
kadar HCG tidak terdeteksi karena terdapat resiko perforasi rahim jika masih terdapat mola
invasif. Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi dan terapi sulih hormon dianjurkan setelah
kadar hCG kembali normal.
Tindak lanjut setelah evakuasi mola adalah pemeriksaan HCG yang dilakukan secara
berkala sampai didapatkan kadar HCG normal selama 6 bulan. Kadar HCG diperiksa pasca
48 jam evakuasi mola, kemudian di monitor setiap minggu sampai dengan terdeteksi dalam 3
minggu berturut-turut. Kemudian diikuti dengan monitoring tiap bulan sampai dengan tidak
terdeteksi dalam 6 bulan berturut – turut. Waktu rata-rata yang dibutuhkan sampai dengan
kadar HCG tidak terdeteksi setelah evakuasi kehamilan komplit maupun parsial adalah 9 – 11
minggu. Tinjauan kepustakaan lain menyebutkan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
kadar normal sekitar 6-9 bulan. Setelah monitoring selesai maka pasien dapat periksa HCG
tanpa terikat oleh waktu. Apabila kadar HCG masih tinggi perlu dicurigai adanya jaringan
mola yang tertinggal. Jaringan ini disebut gestational trophoblastic dan mungkin akan tumbuh
dan berkembang didalam uterus. Pada kasus yang jarang gestational trophoblastic tersebut
dapat berkembang menjadi kanker atau yang disebut choriocarcinoma.
PROGNOSIS
Prognosis untuk pasien yang diterapi dengan baik pada umumny baik. Kematian dari
mola hidatidosa yang belum menyebar/invasive hampir nol seiring dengan adanya diagnosis
dini dan pengobatan yang tepat. 84% dari mola sempurna dan 99,5% dari mola hidatidosa
parsial sembuh. Mola sempurna bisa berkembang menjadi keganasan bahkan setelah
dilakukan evakuasi di 15% sampai 20% kasus, dan setelah histerektomi, 3% sampai 5%
menjadi ganas . Mola parsial berkembang menjadi keganasan di 2% hingga 3% dari kasus.
Angka kesembuhan adalah 60% sampai 80% pada wanita dengan koriokarsinoma yang telah
menyebar luas. Ini biasanya mungkin terjadi bagi perempuan untuk memiliki kehamilan yang
normal dan sehat setelah pengobatan untuk mola hidatidosa, tapi ultrasonografi sejak dini
sebaiknya dilakukan selama kehamilan berikutnya. Setelah penderita mengderita mola
hidatidosa, risiko kekambuhan adalah 1,2% menjadi 1,4%, setelah mola kedua, risiko
meningkat menjadi 20%.
Hampir kira-kira 20% wanita dengan kehamilan mola komplet berkembang menjadi
penyakit trofoblastik ganas. Penyakit trofoblas ganas saat ini 100% dapat diobati. Faktor
klinis yang berhubungan dengan resiko keganasan seperti umur penderita yang tua, kadar
hCG yang tinggi (>100.000mIU/mL), eklamsia, hipertiroidisme, dan kista teka lutein
bilateral. Kebanyakan faktor-faktor ini muncul sebagai akibat dari jumlah proliferasi
trofoblas. Untuk memprediksikan perkembangan mola hidatidosa menjadi PTG masih cukup
sulit dan keputusan terapi sebaiknya tidak hanya berdasarkan ada atau tidaknya faktor-faktor
risiko ini.
III. KESIMPULAN
Mola hidatidosa merupakan salah satu penyakit trofoblas gestasional (PTG), yang
meliputi berbagai penyakit yang berasal dari placenta, yaitu mola hidatidosa parsial, komplit,
koriokarsinoma, mola invasif, dan placenta site trophoblastic tumors. Mola hidatidosa adalah
neoplasma jinak dari sel trofoblast. Mola hidatidosa tidak bisa berkembang menjadi janin
sempurna melainkan berkembang menjadi keadaan patologis. Penanganan mola hidatidosa
tidak terbatas pada evakuasi kehamilan mola saja, tetapi juga membutuhkan penanganan
lebih lanjut berupa monitoring untuk memastikan prognosis penyakit tersebut.
IV. DAFTAR PUSTAKA
1. Abdullah. M,N. Dkk. Mola Hidatidosa, pedoman diagnosis dan therapy. Kebidanan dan
penyakit kandungan. Surabaya. 1994.
2. Cuninngham,F.G.dkk. “Mola Hidatidosa” penyakit trofoblastik gestational obstetri. Ed
21. Vol 2. ECG jakarta. 2006.
3. Martaadisubrata. D, & Sumapraja, S. Penyakit serta kelinan placenta & selaput janin.
Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka. Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2002.
4. Moore,Lisa,MD, 2005, Hydatidiform Mole, available at www.e-medicine.com
5. Wiknjosastro H, dkk. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga. Cetakan kedelapan. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2006.
6. The royal colegge of obstetrician and gynaecologists, 1999, a Guidline manajemen
trophoblastic neoplasia, available at www.RCOG.com