Presentasi Korupsi Final
-
Upload
m-fahrul-alam -
Category
Education
-
view
180 -
download
3
Transcript of Presentasi Korupsi Final
Afrizal Rivaldi Andika HarlanDian Werdiningsih Dwi Rahmawati Ilman Naafian Firmansyah Mohammad Fadhil M. Fahrul Alam Yuniarsa
DISUSUN OLEH
DALAM BAHASA ARAB
Korupsi disebut dengan istilah “ikhtilas”, yaitu suatu jenis perampasan terhadap harta kekayaan
rakyat dan negara dengan cara memanfaatkan jabatan demi memperkaya diri atau orang lain
DALAM KAMUS HUKUM
Korupsi didefinisikan sebagai penggelapan atau penyelewengan uang negara atau perusahaan tempat seseorang bekerja untuk menumpuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Faktor Penyebab Korupsi #1 Pertama : gaji yang rendah, kurang sempurna peraturan perundang-undangan, administrasi yang lamban, dan sebagainya.
Kedua : budaya warisan pemerintahan kolonial.
Ketiga : sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara tak halal, tak ada kesadaran bernegara, serta tak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh pejabat pemerintah.
(Erika Evida,Korupsi di Indonesia : Masalah dan Solusinya, USU Digital Library, 2003, hlm. 3).
Faktor Penyebab Korupsi #2 Faktor penyebab korupsi disimpulkan ada 4 (empat), yaitu :
Pertama : faktor ideologis, yaitu tumbuhnya nilai-nilai kebebasan dan hedonisme di masyarakat, yang mendorong korupsi,
Kedua : faktor kelemahan karakter individu,
Ketiga : faktor lingkungan/masyarakat, seperti budaya suap,
Keempat : faktor penegakan hukum yang lemah.
Pusat-pusat korupsi di Indonesia terdapat di 4 (empat) sektor lembaga pemerintah, yaitu: pajak, bea cukai, pertamina, dan pertanahan.
“
”Mahfud MD. – Mantan Ketua MK
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya,
dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
secara adil”. (QS. An Nisa: 58)
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan
janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu sesudah
meneguhkannya” (QS. An-Nahl : 91)
LANGKAH PERTAMA
Rekrutmen SDM aparat negara wajib berasaskan profesionalitas dan integritas, bukan berasaskan koneksitas atau nepotisme.
Nabi SAW pernah bersabda,“Jika urusan diserahkan kepada
yang bukan ahlinya, maka tunggulah Hari Kiamat.”
(HR Bukhari).
Umar bin Khaththab pernah berkata,“Barangsiapa mempekerjakan seseorang
hanya karena faktor suka atau karena hubungan kerabat, berarti dia telah
berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya, dan kaum mukminin.”
LANGKAH KEDUA
Negara wajib melakukan pembinaan kepada seluruh aparat dan pegawainya.
Umar pernah menulis surat kepada Abu Musa Al-Asy’ari,
“Kekuatan dalam bekerja adalah jika kamu tidak menunda pekerjaan hari
ini sampai besok. Kalau kamu menundanya, pekerjaanmu akan
menumpuk….”
Sabda Nabi SAW,“Siapa saja yang bekerja untuk kami, tapi tak
punya rumah, hendaklah dia mengambil rumah. Kalau tak punya isteri, hendaklah dia
menikah. Kalau tak punya pembantu atau kendaraan, hendaklah ia mengambil pembantu
atau kendaraan.” (HR Ahmad)
Abu Ubaidah pernah berkata kepada Umar,“Cukupilah para pegawaimu, agar mereka tidak
berkhianat.”
Nabi SAW bersabda,“Barangsiapa yang menjadi pegawai kami dan sudah kami beri gaji, maka apa saja ia ambil di
luar itu adalah harta yang curang.” (HR Abu Dawud).
Tentang hadiah kepada aparat pemerintah, Nabi SAW berkata,
“Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima
hakim adalah kekufuran.” (HR. Ahmad).
LANGKAH KELIMA
Islam memerintahkan melakukan perhitungan kekayaan bagi aparat negara.
Khalifah Umar bin Khaththab pernah menghitung kekayaan para pejabat di awal dan di akhir jabatannya.
LANGKAH KEENAM
Adanya teladan dari pimpinan.
Manusia cenderung mengikuti orang terpandang dalam masyarakat, termasuk pimpinannya.
Sanksi Koruptor Menurut Syariah
Sanski untuk koruptor disebut ta’zir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim. Bentuk sansinya bisa mulai dari yang paling ringan, seperti sekedar nasehat atau teguran dari hakim,
bisa berupa penjara, pengenaan denda (gharamah), pengumuman pelaku di hadapan publik atau media massa (tasyhir), hukuman cambuk, hingga sanksi yang paling tegas, yaitu hukuman mati. Teknisnya bisa digantung atau dipancung. Berat ringannya hukuman ta’zir ini disesuaikan dengan
berat ringannya kejahatan yang dilakukan. (Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 78-89).
PENUTUP
Walaupun tidak mudah, tapi cara inilah yang patut diyakini akan memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya. Tanpa cara ini, pemberantasan korupsi hanya akan ada di permukaan atau kulitnya saja.
Maka, hal ini menjadi tugas bersama seluruh komponen umat Islam, termasuk mahasiswa dan masyarakat pada umumnya. Wallahu a’lam.