Praktikum Farmakologi Blok 14

download Praktikum Farmakologi Blok 14

of 16

Transcript of Praktikum Farmakologi Blok 14

  • 7/27/2019 Praktikum Farmakologi Blok 14

    1/16

    Praktikum Farmakologi

    Analgesik

    Pendahuluan

    Untuk mata ajar farmako muskuloskeletal, mengajarkan obat-obat yang dipakai untuk

    menghilangkan nyeriatau disebut juga obat analgesik, obat-obat non-steroid anti inflamasi atau

    NSAID, analgesik opioid, obat urikosurik, dan Disease Modfying Rheumatoid Arthritis Durgs

    (DMARDs).

    Sasaran Belajar

    1. Mampu melakukan praktikum tersamar ganda atau double blind clinical trial.

    2. Mampu melakukan observasi efek analgesik dari beberapa jenis analgesik.

    3. Mampu melakakukan observasi pada efek samping yang mungkin timbul pada masing-

    masing analgesik.

    4. Mampu mencatat hasil praktikum dan membuat laporan yang baik.

    Alat yang diperlukan

    1. Tensimeter, stetoskop, termometer kulit, termometer kimia, dan penggaris.

    2. Baskom plastik berisi bongkahan es plus air dengan suhu 3C.

    3. Obat-obat analgesik :

    a. Parasetamol 600 mg

    b. Kodein 30 mg

  • 7/27/2019 Praktikum Farmakologi Blok 14

    2/16

    c. Ibuprofen 600 mg

    d. Tramadol 50 mg

    e. Plasebo

    Yang dikemas dalam kapsul yang sama bentuk, besar, dan warnanya.

    Persiapan

    1. Tiap kelompok harus mempersiapkan 2 orang untuk dijadikan sebagai orang percobaan

    yang diharuskan untuk berpuasa selama 4 jam sebelum percobaan. Untuk praktikum

    analgesik tidak ada kontradiksi khusus, dimana mahasiswa tidak boleh menjadi orang

    percobaan, hanya hati-hati pada mahasiswa yang termasuk atau pernah punya ulcus

    pepticum atau gastritis kronis.

    2. Instruktur telah mempersiapkan obat-obat dengan kemasan yang sama bentuk, nesar, dan

    warnanya yang telah diberi kode tertentu. Karena percobaan ini adalah tersamar ganda,

    dimana para instruktur dan para orang percobaan tidak dapat memilih obat yang akjan

    diminum, dengan tujuan untuk menghindari faktor Subjektivitas yang akan

    mempengaruhi keabsahan hasil pengamatan.

    3. Tiap kelompok menyiapkan alat-alat yang akan digunakan

    Tatalaksana

    1. Mintalah orang percobaan yang telah dipilih oleh masing-masing kelompok untuk

    berbaring di meja praktikum.

    2. Lakukan pengukuran tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi napas, suhu kulit,

    dan diameter pupil mata serta gejala subyektif seperti: pusing, demam, mual, dan lain-

    lain.) pengukuran suhu tubuh dilakukan dengan termometer kulit yang diletakan pada

    leher depan dibawah dagu (daerah flushing)

  • 7/27/2019 Praktikum Farmakologi Blok 14

    3/16

    Pengukuran pupil mata dilakukan dengan penggaris dalam keadaan mata orang percobaan

    menatap lurus keatas, pada saat berbaring. Lakukanv pengukuran di atas 2 kali dan diambil rata-

    ratanya sebagai parameter dasar.

    3. Untuk membangkitkan rasa sakit maka dilakukan:

    a. Untuk orang percobaan pertama, dalam keadaan duduk celupkan tangan kanan

    sampai pergelangan tangan dan dalam keadaan jari-jari terkepal ke dalam baskom

    plastik berisis air es dengan suhu 2-3 derajat celcius. Catatlah waktu tangan

    dimasukkan sampai terasa sakit yang tidak dapat ditahan lagi.

    b. Untuk orang percobaan lain, dalam keadaan berbaring pasanglah manset tensimeter

    pada lengan kanan atas, pompalah sampai 180 mmHg, lalu tutuplah kunci air

    raksanya. Mintalah orang percobaan melakukan gerakan membuka dan menutup jari

    (mengepal) tiap detik sampai rasa nyeri yang tak tertahankan lagi. Catat waktu saat

    mulai gerakan sampai rasa sakit yang tak tertahankan lagi. Lakukan pada lengan yang

    satu dan ambil rata-rata waktu kedua lengan sebagai parameter dasar.

    4. Mintalah obat pada instruktur dan tiap orang percobaan minum obatnya setelah

    kawannya mencatat kode obat yang diminumnya.

    5. Orang percobaan berbaring tenang selama 60 menit, sedang kawan-kawannya barada

    disisinya dan mendiskusikan tentang obat analgetik.

    6. Setelah 60 menit, lakukan kembali pengukuran parameter: tanda vital, suhu kulit,

    diameter pupil mata, dan waktu timbulnya rasa nyeri.

    7. Berdasarkan hasil observasi anda, diskusikan dan tentukan obat apa yang diminum teman

    anda tadi, cocokanlah dengan instruktur.

    8. Tanyakan dan catatlah gejala-gejala lain yang dirasakan orang percobaan misalnya:

    ngantuk, demam, gatal-gatal, sakit kepala, perih uluh hati, berkeringat, mual, muntah, dll.

    9. Diskusikanlah di dalam kelompok apakah hasil observasi yang dilakukan sesuai dengan

    sifat-sifat analgetik yang diminum orang percobaan.

  • 7/27/2019 Praktikum Farmakologi Blok 14

    4/16

    10. Buatlah laporan mengenai praktikum ini.

    Pembahasan

    1. Obat yang digunakan dalam praktikum tersamar ganda adalah obat plasebo, tramadol,

    kodein, parasetamol dan ibuprofen

    a. Plasebo. Adalah obat yang tidak mempunyai efek pada manusia. Sediaan

    pengobatan medis rekaan, pada awalnya preparat obat yang tidak mempunyai

    aktivitas farmakologik spesifik terhadap penyakit atau keluhan pasien, yang

    diberikan hanya untuk pasien psikofisiologis pengobatan tersebut, pengobatan

    eksperimental harus menghasilkan hasil yang lebih baik dari pada plasebo agar

    memberikan efek.

    b. Obat kedua adalah tramadol. Tramadol (ULTRAM) adalah suatu analog kodein

    sintetik yang merupakan suatu agonis reseptor opioid yang lemah. Sebagian

    efek analgetiknya dihasilkan oleh penghambatan ambilan norepinerfin dan

    serotonin. Tramadol tampaknya sama efektifnya dengan opioid lemah lainnya.

    Dalam penanganan nyeri ringan sampai sedang, tramadol sama efektifnya dengan

    morfin atau meperidin. Akan tetapi untuk penanganan nyeri parah atau kronis,

    tramadol kurang efektif. Tramadol itu sama efektifnya dengan meperidin dalam

    penanganan nyeri persalinan dan dapat menyebabkan depresi pernafasan neonatal

    yang lebih kecil. Ketersediaan hayati tramadol 68% setelah dosis oral tunggal

    dan 100% bila im. Afinitas terhadap reseptor opioid hanya 1/6000 afinitas

    morfin. Akan tetapi, metabolit utama dari tramadol yang mengalami o-demetilasi

    2-4x lebih kuat dibanding obat induknya dan dapat menjadi penyebab sebagian

    efek analgetik. Tramadol diberikan sebagai campuran rasemat, yang lebih efektifdaripad masing masing enantiomernya. Enantiomer positif berikatan dengan

    reseptor dan menghambat ambilan serotonin. Enantiomer negatif menghambat

    ambilan norepinerfin dan merangsang reseptor 2-adrenergik. Senyawa ini

    mengalami metabolisme hepatik dan ekskresi ginjal, dengan waktu paruh

    eliminasi selama 6 jam untuk tramadol, dan 7,5 jam untuk metabolik aktifnya.

  • 7/27/2019 Praktikum Farmakologi Blok 14

    5/16

    Analgesia bermula dalam 1 jam setelah pemberian dosis oral dan efeknya

    memuncak 2-3 jam. Durasi analgesia sekitar 6 jam. Dosis harian yang dianjurkan

    adalah 400mg.

    Efek samping tramadol yang umum meliputi nausea, vomitus, pusing, mulut

    kering, sedasi dan sakit kepala. Depresi pernafasan tampak lebih kecil dibanding

    morfin dalam dosis analgesik yang sama dan tingkat konstipasi lebih kecil

    daripada yang teramati setelah pemberian kodein dalam dosis yang setara.

    Tramadol dapat menyebabkan seizure dan mungkin memperparah seizure pada

    penderita yang memiliki faktor rentan. Analgesia yang sering diinduksi tramadol

    tidak sepenuhnya dapat dipulihkan dengan nalokson, sedangkan depresi

    pernafasan yang diinduksi oleh tramadol dapat dipulihkan dengan nalokson.

    Namun, nalokson dapat meningkatkan seizure. Ketergantungan fisik dan

    penyalahgunaan tramadol pernah dilaporkan walaupun potensi

    penyalahgunaannya tidak jelas. Tramadol harus dihindari pada pasien yang

    memiliki riwayat adiksi. Karena efek hambatannya pada ambilan serotonin,

    tramadol tidak boleh digunakan pada pasien yang menggunakan inhibitor

    monoamin oksidase atau MAO.

    c. Derivat para aminofenol yaitu fenasetin dan asetaminofen (parasetamol)

    merupakan metabolit fenansetin dengan efek antipiretik yang sama dan telah

    digunakan sejal 1893. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus amonibenzin.

    Fenazetin tidak digunakan lagi dalam pengobatan karena penggunaanya dikaitkan

    dengan terjadinya analgesik nefropati, anamia hemolitik dan mungkin kanker

    kandung kemih. Asetaminofen di Indonesia lebih dikenal dengan nama

    parasetamol, dan tersedia sebagai obat bebas. Walau demikian, laporan kerusakanfatal hepar akibat takar lajak akut perlu diperhatikan. Tetapi perlu diperhatikan

    pemakaian maupun dokter bahwa efek anti-iflamasi parasetamol hampir tidak

    ada.

  • 7/27/2019 Praktikum Farmakologi Blok 14

    6/16

    Farmako dinamik

    Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau

    mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh

    dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat.

    Efek anti inflamasi sangat lemah, oleh karena itu parasetamol tidak digunakan

    sebagai antidiureumatik. Parasetamol merupakan penghabat biosintesis PG lemah.

    Efek iritasi, erosi dan pendarahan lambung tidak terlihat pada kedua obat ini,

    demikian juga gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa.

    Farmako kinetik

    Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi

    tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu jam dan masa paruh plasma antara

    1-3 jam. Obat ini tersebar keseluruh cairan tubuh. Dalam plasma 25% terikat

    protein plasma. Obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian

    asetaminofen 80% Dikonjungasi dengan asam glukoronat dan sebagian kecil

    lainnya dengan asam sulfat. Selain itu obat ini juga dapat mengalami hidroksilasi.

    Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan methemoglobinemia dan

    hemolisis eritrosit. Obat ini dieksresikan melalui ginjal, sebagian kecil sebagai

    parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk terkonjungasi.

    Indikasi

    Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik, telah

    menggatikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik lainnya, parasetamol

    sebaiknya tidak diberikan terlalu lama karena kemungkinan menimbulkan

    nefropati analgesik. Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih

    besar tidak menolong. Karena hapir tidak mengiritasi lambung, parasetamol

    sering dikombinasikan dengan AINS untuk efek analgesik.

  • 7/27/2019 Praktikum Farmakologi Blok 14

    7/16

    Efek samping

    Reaksi alergi terhadap derivat para amino fenol jarang terjadi. Manifestasinya

    berupa eritema atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi

    pada mukosa. Fenansetin dapat menyebabkan anemia hemolitik, terutama pada

    pemakaian kronik. Anemia hemolitik dapat terjadi berdasarkan mekanisme

    autoimun, defisiensi enzim G6PD dan adanya metabolit abnormal.

    Methemoglobin dan sulfhemoglobinemia jarang menimbulkan masalah pada

    dosis terapi, karena hanya kira-kira 1-3% Hb diubah menjadi methemoglobinemia

    baru merupakan masalah pada takar lajak. Eksperimen pada hewan coba

    menunjukan bahwa gangguan gijal lebih mudah terjadi akibat asetosal daripada

    fenansetin. Penggunaan semua jenis analgesik dosis besar secara menahun

    terutama dalam kombinasi berpotensi menyebabka nefropati analgesik.

    Toksisitas akut

    Akibat dosis toksik yang paling serius adalah nekrosis hati. Nekrosis tubuli renalis

    serta koma hipoglikemik dapat juga terjadi. Hepatotoksisitas dapat terjadi pada

    pemberian dosis tunggal 10-15 gram (200-250 mg/kgBB) parasetamol. Gejala

    pada hari pertama keracunan akut parasetamol belum mencerminkan bahaya yang

    mengancam. Anoreksia, mual dan muntah serta sakit perut terjadi dalam 24 jam

    pertama dan dapat berlangsung selama seminggu atau lebih. Gangguan hepar

    dapat terjadi pada hari kedua, dengan gejala peningkatan aktivitas serum

    transaminase, laktat dehidrogenasi, kadar bilirubin serum serta pemanjangan masa

    protombin. Aktivitas alkali fosfatase dan kadar albumin serum tetap normal.Kerusakan hati dapat mengakibatkan enselopati, koma dan kematian. Kerusakan

    hati yang tidak berat pulih dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan. Masa

    paruh parasetamol pada hari pertama keracunan merupakan petunjuk beratnya

    keracunan. Masa paruh leih dari 4 jam merupakan petunjuk akan terjadinya

    nekrosis hatidan masa paruhnya lebih dari 12 jam meramalkan akan terjadinya

  • 7/27/2019 Praktikum Farmakologi Blok 14

    8/16

    koma hepatik. Penentuan kadar parasetamol sesaat kurang peka untuk

    meramalkan terjadinya kerusakan hati. Kerusakan ini tidak hanya disebabkan oleh

    parasetamol, tetapi juga oleh radikal bebas, metabolit yang sangat reaktif yang

    berkaitan secara kovalen dengan makromolekul vital sel hati. Karena itu

    hepatotoksisitas parasetamol meningkat pada pasien yang juga mendapat

    barbiturat, antikonvulsi lain atau pada alkoholic yang kronis. Kerusakan yang

    timbul berupa nekrosis sentrilobularis. Keracunan akut ini biasanya diobati secara

    simtomatik dan suportif, tetapi pemberian senyawa sulfhidril tampaknya dapat

    bermanfaat, yaitu dengan memperbaiki cadangan glutation hati. N-asetilsistein

    cukup efektif bila diberikan per oral 24 jam setalah minum dosis toksisk

    parasetamol.

    d. Ibuprofen

    Ibuprofen merupakan derivate asam propionate yang diperkenalkan pertama kali

    di banyak Negara. Obat ini bersifat analgesic dengan daya anti-inflamasi yang

    tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya seperti aspirin. Efek anti-inflamasinya

    terlihat dengan dosis 1200-2400 mg sehari. Absorbsi ibuprofen cepat melalui

    lambung dan kadar maksimum dalam plasma dapat dicapai setelah 1-2 jam.

    Waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam. Sembilan puluh persen ibuprofen terikat

    dalam protein plasma. Ekskresinya berlangsung cepat dan lengkap. Kira-kira 90%

    dari dosis yang diabsorpsi akan dieksresi melalui urin sebagai metabolit atau

    konjugatnya. Metabolit utama merupakan hasil hidroksilasi dan karboksilasi.

    Obat AINS derivate asam propionate hampir seluruhnya terikat pada protein

    plasma, efek interaksi misalnya pergeseran obat warfarin dan oral hipoglikemik

    hampir tidak ada. Tetapi pada pemberian bersama dengan warfarin, tetap haruswaspada karena adanya gangguan fungsi trombosit yang memperpanjang masa

    pendarahan. Derivate asam propionate dapat mengurangi efek diuresis dan

    natriuresis furosemid dan tiazid, juga mengurangi efek antihipertensi obat -

    blocker prazosin dan kaptopril. Efek ini mungkin akibat hambatan biosintesis PG

    ginjal. Efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan denan

  • 7/27/2019 Praktikum Farmakologi Blok 14

    9/16

    aspirin, indonetasin atau naproksen. Efek samping lainnya yang jarang ialah

    eritema kulit, sakit kepala trombosipenia, ambliopia toksik yang reversible. Dosis

    sebagai analgesic 4 kali 400 mg seharo tetapi sebaiknya dosis optimal tiap orang

    ditentukan secara individual. Ibuprofen tidak danjurkan diminum oleh wanita

    hamil dan menyusui. Dengan alasan bahwa ibuprofen relatif lebih lama dikenal

    dan tidak menimbulkan efek samping serius pada dosis analgesic, maka ibuprofen

    dijual sebagai obat generic bebas di beberapa negara antara lain Amerika Serikat

    dan Inggris.

    e. Kodein

    Codein atau methylmorphine merupakan suatu obat digunakan sebagai analgesik,

    antitusif, dan antidiare. Obat ini dipasarkan sebagai garam codein sulfate dan

    codein phosphate. Codein adalah alkaloid yang ditemukan dalam opium, sekitar

    0,3 3,0 %. Meskipun codein bisa diekstrak dari opium, sebagian besar codein

    yang ada saat ini disintesa dari morfin melalui proses O-methylation. Di pasaran,

    codein juga tersedia dalam preparat kombinasi dengan parasetamol sebagai co-

    codamol, dengan aspirin sebagai co-codaprin, atau dengan ibuprofen. Kombinasi

    ini mengurangi nyeri yang lebih besar ketimbang penggunaan masing-masingnya.

    Kolaborasi codein ini juga memungkinkan penggunaanya untuk nyeri yang hebat,

    semisal nyeri akibat penyakit kanker.

    Codein dipertimbangkan sebagai prodrug, karena dimetabolisme menjadi morfin.

    Meskipun demikian, obat ini kurang potensial dibandingkan morfin itu sendiri.

    Hal ini disebabkan karena hanya 10% codein yang dirubah menjadi morfin. Oleh

    karena itu, obat ini juga menyebabkan ketergantungan yang lebih rendah dari

    morfin. Efek samping yang umum dijumpai pada penggunaan codein di antaranya,

    mual, muntah, mulut kering, gatal-gatal, drowsiness, miosis, orthostatic

    hypotension, retensi urin, dan konstipasi. Toleransi terhadap berbagai efek codein

    bisa terjadi pada penggunaan jangka panjang, termasuk efek terapeutik

  • 7/27/2019 Praktikum Farmakologi Blok 14

    10/16

    Farmakokinetik

    Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat diabsorpsi melalui kulit

    luka. Morfin juga dapat menembus mukosa. Dengan kedua cara pemberian iniabsorpsi morfin kecil sekali. Morfin dapat diabsorpsi usus, tetapi efek analgesic

    setelah pemberian oral jauh lebih rendah daripada efek analgesic yang timbul

    setelah pemberian parenteral dengan dosis yang sama. Mula kerja semua alkaloid

    opioid setelah suntikan IV sama cepat, sedangkan setelah suntikan subkutan,

    absorpsi berbagai alkaloid opioid berbeda-beda. Setelah pemberian dosis tunggal,

    sebagian jenis morfin mengalami konyugasi dengan asam glukuronat di hepar,

    sebagian dikeluarkan dalam bentuk bebas dan 10% tidak diketahui nasibnya.

    Sebagian kecil morfin bebas ditemukan dalam tinja dan keringat. Ekskresi morfin

    terutama melalui ginjal. morfin yang terkonjugasi ditemukan di empedu. Sebagian

    yang kecil dikeluarkan bersama cairan lambung.

    Pada proses resorpsinya dari usus jauh lebih baik dari pada morfin, begitu

    pula FPE-nya lebih ringan hingga lebih kurang 70 % , mencapai sirkulasi besar

    PP-nya hanya 7%, plasma t -nya 3-4 jam. Dalam hati zat diuraikan menjadi

    norkodein dan 10% menjadi morfin yang mungkin memegang peranan atas efek

    analgesiknya. Metabolitnya dieksresikan sebagai glukuronida melalui kemih,

    bersama 5-15% dalam keadaan utuh.

    Farmakodinamik

    Efek analgesik morfin dan opioid lain sangat selektif dan tidak disertai oleh

    hilangnya fungsi sensorik lain seperti rasa raba, rasa getar, (vibrasi), penglihatan,

    dan pendengaran. Pengaruh morfin dan opioid terhadap modalitas nyeri yang tidaktajam (dull pain) dan berkesinambungan lebih nyata dibandingkan dengan

    pengaruh morfin terhadap nyeri tajam dan intermiten. Antara nyeri dan efek

    analgesic morfin dan opioid lain terdapat antagonism artinya nyeri merupakan

    antagonis faalan bagi efek analgesic dan efek depresi napas morfin. Bila nyeri

  • 7/27/2019 Praktikum Farmakologi Blok 14

    11/16

    sudah dialami beberapa waktu sebelum pemberian morfin,maka efek analgesiknya

    tidak begitu besar. Tetapi bila stimulus nyeri ditimbulkan setelah efek analgesic

    morfin mencapai maksimum

    Indikasi

    Morfin dan opioid lain terutama diindikasikan untuk meredakan atau

    menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-

    narkotik. Lebih hebat nyerinya makin besar dosis yang diperlukan.

    Morfin sering diperlukan untuk nyeri yang menyertai : 1) trombosis koroner; 2)

    neoplasma; 3) kolik renai atau kolik empedu; 4) oklusio akut pembuluh darah

    perifer, pulmonal atau koroner; 5) perikarditis akut, pleuritis dan pneumotoraks

    spontan; dan 6) nyeri akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur dan nyeripascabedah. Sebagai medikasi preanestetik, morfin sebaiknya hanya diberikan

    pada penderita yang sedang menderita nyeri.

    Intoksikasi akut

    Intoksikasi akut morfin dan opioid lain biasanya terjadi akibat percobaan bunuh

    diri atau pada takar lajak (overdosis). Penderita tidur, soporous atau koma jika

    intoksikasi cukup berat. Frekuensi napas lambat, sampai 2-4 kali/menit, dan

    pernapasan mungkin bersifat Cheyne Stokes.

    2. Hasil

    Hasil Percobaan pada OP 1 dan 2. Dimana Percobaan I yaitu menggunakan manset dan

    percobaan II menggunakan air es.

    Percobaan I : Menggunakan manset.

    OP : Bonny

    Parameter dasar

    Nadi : 76

  • 7/27/2019 Praktikum Farmakologi Blok 14

    12/16

    Frekuensi Nafas : 14

    Tekanan Darah : 100/60

    Suhu : 36o C

    Pupil : 0,4 cm

    Kulit : Sawo matang.

    Percobaan tangan kanan 40,67 s, tangan kiri 60,89s . Rata-rata = 50,78s.

    Setelah diberikan obat kode 67 :

    Nadi : 70

    Frekuensi Nafas : 21

    Tekanan Darah : 94/60

    Suhu : 35o C

    Pupil : 0,4 cm.

    Kulit : pucat

    Percobaan tangan kanan 39,24s, tangan kiri 38,30s. Rata-rata = 48,77s.

    Seharusnya setelah diberikan obat analgesic opioid, waktu pada percobaan seharusnya lebih

    lama, tapi pada percobaan kali ini memang terbukti menghasilkan waktu yang lebih lama

    dibandingkan parameter dasar.

    OP juga tidak mengalami efek apapun pada hari-hari berikutnya.

    Percobaan II : Menggunakan air es bersuhu 2-3o C

    OP : Eiffel

    Parameter dasar

  • 7/27/2019 Praktikum Farmakologi Blok 14

    13/16

    Kode Obat : 144

    I II

    Tekanan Darah 120/70 mmHg 120/60 mmHg

    Frekuensi Nafas 19 x/menit 17 x/menit

    Denyut Nadi 80 x/menit 76 x/menit

    Suhu Kulit 35,5C 35,4C

    Diameter Pupil Mata 4mm 4mm

    Membangkitkan Rasa Sakit

    (rata-rata)

    2 menit 23 detik 1 menit 8 detik

    Gejala Subyektif - -

    Hasil menunjukkan waktu yang lebih buruk, tapi tanpa gejala efek samping yang kelihatan

    jelas bahkan sampai 24 jam setelah meminum obat.

    3. Analisis kelompok

    Pada Percobaan I dengan kode obat 67 kami menebak dengan benear dimana gejala efek

    samping mirip seperti efek obat dari golongan analgesic opioid .Kami menebak kodein karena

    OP merasakan perih pada lambungnya dan merasa ngantuk.

    Pada percobaan II dengan kode obat 144 kami menebak placebo karena tidak adanya efek

    samping yang terlihat dibandingkan dengan OP percobaan I, ternyata obat yang kami dapat

    adalah tramadol,karena tidak ada efek samping apa-apa setelah meminum obat tersebut.

    Kode Obat : 144

  • 7/27/2019 Praktikum Farmakologi Blok 14

    14/16

    Pada Kelompok I, mereka mendapatkan obat no 53 dan 89 dimana obat kode 53 merupakan

    ibuprofen ,sedangkan 89 adalah plasebo tetapi mereka menebak kedua obat itu adalah plasebo.

    Karena kedua obat itu sama dan gejala yang ditimbulkan sebenarnya tidak berefek apa-

    apa dan ibuprofen yang seharusnya berefek pada lambungnya ato bahkan pusing,

    seharusnya mereka tidak menebak placebo pada kode 53 karena tramadol tidak akan

    membuat nyeri lambung ataupun pusing.

    Pada kelompok II, mereka mendapat obat no 11 dan 122 dimana obat itu adalah plasebo dan

    parasetamol, tetapi mereka menebaknya dengan parasetamol dan tramadol. Mungkin mereka

    salah melihat hasil dari efek obat tersebut dan padahal OP yang diberikan placebo tidak

    menimbulkan efek apa-apa namun mereka menebak parasetamol.Sedangkan yang

    kodein,mereka salah mengira akibat dari kesamaan efek tramadol dengan kodein dari

    golongan analgesic opioid yang sama-sama bisa membuat ngantuk dan mual.

    Pada kelompok IV, mereka diberikan obat no 34 dan 134, dimana obat yang diberikan adalah

    ibuprofen dan plasebo. Tetapi mereka menebaknya dengan kodein dan plasebo . Tidak adanya

    pengecilan diameter pupil menunjukkan kalau obat yang diberikan bukan obat analgesik opioid

    selain itu dari hasil percobaan, mereka mencantumkan perut panas,mual dan pusing sebagai efek

    samping, tetapi keduanya bukan merupakan efek samping dari kodein ataupun plasebo, mungkin

    hanya subjektivitas dari OP.

    Pada kelompok V, mereka diberikan obat no 154 dan 55, obatnya adalah placebo dan kodein.

    Mereka menebaknya dengan parasetamol dan plasebo.Mereka menebak obat tersebut mungkin

    karena hasil dari pengukuran yang kurang lebih sama,dan tidak adannya efek samping yang jelas

    dapat dilihat dari hasil data kelas.

    Pada kelompok VI, diberikan obat no 31 dan 79, obatnya adalah kodein dan parasetamol. Mereka

    menebak dengan kodein dan plasebo. Tetapi hasil menungjukkan hasil waktu yang lebih baik

    pada obat no 31 dan efek mengantuk,akan tetapi pada obat 79 OP merasa mual dimana mereka

    tidak menebak dengan benar.

    Pada kelompok VII, mereka diberikan obat no 123 dan 33 dimana obatnya adalah ibuprofen dan

    parasetamol, keduanya adalah golongan NSAID dan analgesic antipiretik. Mereka menebaknya

    dengan kodein pada obat no 123, karena efek sampingnya pengecilan pupil mata pada OP dan

  • 7/27/2019 Praktikum Farmakologi Blok 14

    15/16

    menebak tramadol pada obat 33 karena adanya rasa pusing pada OP yang mungkin dipengaruhi

    oleh subjektivitas OP.

    Pada kelompok VIII, diberikan obat no 49 dan 124, dimana kedua obatnya adalah plasebo, tetapi

    mereka menebaknya dengan parasetamol dan plasebo ,mereka menebak dengan benar obat no

    124.Efek salah menebak mungkin karena adanya placebo reactor pada OP.

    Pada kelompok IX,diberikan obat no 124 dan 42,dimana kedua obatnya adalah placebo,tetapi

    mereka menebak dengan tramadol dan paresetamol,seharusnya mereka tidak menebak obat

    tersebut karena sebenarnya placebo tidak dapat menyebabkan efek sebesar tramadol,mungkin

    bisa dipengaruhi oleh subjektivitas OP yang mengalami pusing.

    Pada kelompok X, diberikan obat no 6 dan 127,dimana obatnya merupakan placebo dan

    parasetamol,mereka berhasil menebak obat no 6 yaitu plasebo,namun mereka salah menebak

    obat no 127 dimana mereka menebak ibuprofen dimana OP merasa mual serta nyeri ulu hati.

    Pada kelompok XI diberikan obat no 127 dan 45 , dimana obatnya adalah ,mereka menebak

    obatnya adalah parasetamol dan plasebo

    Pada kelompok XII, diberikan obat no 13 dan 131, dimana obatnya adalah,mereka menebaknya

    dengan placebo dan parasetamol

    Kesimpulan

    Obat analgesik memang dapat mengurangi rasa nyeri. Banyak faktor yang dapat membuat

    percobaan ini kurang berhasil, mungkin karena tidak mengerti kerja obat dan efek obat, selain itu

    human error. Tetapi obat-obat analgesik sudah diuji dan memang dapat meredakan nyeri dari rasa

    nyeri yang ringan-sedang (Analgesik-antipiretik dan NSAID) dan nyeri hebat (analgesik opioid).

    Daftar Pustaka

    1. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Edisi 5.

    Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas

    Indonesia. 2007.

  • 7/27/2019 Praktikum Farmakologi Blok 14

    16/16

    2. Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik. Alih bahasa: Aryandhito Widhi Nugroho,

    Leo Rendy. Edisi 10. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran. 2012.