FARMAKOLOGI Blok Sensoris

45
FARMAKOLOGI SISTEM SENSORIS Kelainan pada organ sensoris, yaitu mata berdasarkan struktur anatominya, dapat dikelompokkan atas kelainan bagian anterior, tengah dan posterior bola mata dan struktur mata, sedangkan untuk telinga, dikelompokkan atas kelainan telinga luar, tengah dan dalam. Apapun etiologi dari kelainan/penyakit tersebut, obat harus dapat mencapai daerah yang mengalami kelainan (farmakokinetika), baru dapat berkerja mengatasi kelainan tersebut (farmakodinamika). Terdapat beberapa rute yang dapat dipilih untuk memberikan obat dengan bentuk sediaan tertentu. Setipa rute memiliki kelebihan dan kekurangan. Rute-rute tersebut adalah: 1. Topikal : bentuk sediaan obat : tetes (solution dan suspensi), salep 2. Oral : tablet, kapsul, sirup, eliksir 3. Parenteral : a. Intravena, intra muskuler, subkutan, intrakutan

description

war baru

Transcript of FARMAKOLOGI Blok Sensoris

Page 1: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

FARMAKOLOGI

SISTEM SENSORIS

Kelainan pada organ sensoris, yaitu mata berdasarkan

struktur anatominya, dapat dikelompokkan atas kelainan

bagian anterior, tengah dan posterior bola mata dan struktur

mata, sedangkan untuk telinga, dikelompokkan atas kelainan

telinga luar, tengah dan dalam.

Apapun etiologi dari kelainan/penyakit tersebut, obat harus

dapat mencapai daerah yang mengalami kelainan

(farmakokinetika), baru dapat berkerja mengatasi kelainan

tersebut (farmakodinamika). Terdapat beberapa rute yang

dapat dipilih untuk memberikan obat dengan bentuk sediaan

tertentu. Setipa rute memiliki kelebihan dan kekurangan.

Rute-rute tersebut adalah:

1. Topikal : bentuk sediaan obat : tetes (solution dan

suspensi), salep

2. Oral : tablet, kapsul, sirup, eliksir

3. Parenteral :

a. Intravena, intra muskuler, subkutan, intrakutan

Page 2: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

b. Injeksi subkunjungtiva, sub-Tenon's, dan

retrobulbar, intaokuler, Intravitreal, intatimpanic,

intakoklear.

Pemberian secara topikal, umumnya ditujukan untuk efek

lokal pada daerah yang diaplikasikan, misalnya mata atau

telinga bagian luar saja. Namun, beberapa obat topikal,

terutama pada penggunaan dosis besar atau penggunaaan

jangka panjang, dapat menimbulkan efek samping sistemik

(obat tersebut berhasil mencapai aliran darah sistemik dan

mempengaruhi berbagai sistem organ).

Pemberian obat per oral, secara pasti akan menimbulkan

efek sistemik, karena obat tersebut harus berhasil masuk ke

dalam aliran darah sistemik, baru dapat mencapai daerah

yang mengalami kelainan, baik di mata, telinga atau maupun

organ. Oleh karena itu, harus dipertimbangan

farmakokinetika (absorbsi, distribusi, metabolisme/

biotransformasi, dan ekskresi) obat tersebut serta

kemungkinan efek samping pada saluran cerna dan efek

samping sistemiknya.

Page 3: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

Pemberian obat secara parenteral (injeksi),

farmakokinetikanya tergantung pada tempat injkesinya.

Secara umum, rute pemberian ini tidak dipengaruhi oleh

faktor absorbsi, karena obat langsung mencapai aliran darah

sistemik atau daerah yang mengalami kelainan. Rute

pemberian ini, membutuhkan suatu keahlian untuk

mengaplikasikannya. Efek samping sistemik juga harus

dipertimbangkan.

FARMAKOKINETIKA :

Absorbsi:

Absorbsi obat melalui suatu membran sel, dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu :

1. Ukuran obat; semakin kecil ukuran suatu obat, semakin

besar kemungkinan obat tersebut melintasi membran

sel

2. Bentuk molekul obat; sebagian besar obat, mempunyai

kanal atau protein tertentu yang menfasilitasinya

melintasi membran, bentuk molekul yang sesuai dengan

kanan atau protein tersebut dapat melintasi membran.

Page 4: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

3. Kelarutan terhadap lemak; struktur membran plasma

adalah lipid bilayer, sehingga obat yang mempunyai

kelarutan dalam lemak yang baik, lebih mudah melintasi

membran dibandingkan dengan yang larut air.

4. Derajat ionisasi ; membran sel/plasma dan obat, adalah

molekul yang bermuatan (positif atau negatif). Adanya

muatan ini, menghalangi perlintasan obat tersebut pada

membran sel. Obat yang tidak bermuatan (tak

terionisasi) yang dapat melintasi membran. Persentase

obat yang tak terionisasi dapat kita tingkatkan dengan

merubah pH pada kompartemen obat tersebut berada.

Obat asam (pKa rendah), dalam suasana lingkungan

(kompartemen) yang asam, akan lebih banyak

dalam keadaan tak terionisasi, sehingga proses

absorbsi dapat terjadi.

Obat basa (pKa tinggi), dalam suasana lingkungan

(kompartemen) yang basa, akan lebih banyak

dalam keadaan tak terionisasi, sehingga proses

absorbsi dapat terjadi.

Perubahan pH kompartemen dengan pKa obat,

(asam-basa atau basa-asam) akan memperbesar

Page 5: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

fraksi obat yang terionisasi, sehingga proses

absorbsi dihambat.

5. Konsentrasi obat; hal ini terutama untuk obat ynag

absorbsninya secara pasif yang tergantung pada

perbedaan konsentrasi obat antar kompartemen.

6. Aliran darah pada daerah absorbsi; obat yang berhasil

melintasi membran sel, harus segera dibawa keluar dari

daerah absorbsi, karena penumpukan obat tersebut

dapt menghalangi absorbsi obat berikutnya.

7. Faktor lain : kondisi kulit atau mukosa, luas area

absorbsi, lama waktu obat berkontak dengan area

absorbsi, gerakan peristaltik, flora normal pada daerah

absorbsi,

Distribusi :

Distribusi obat dalam darah ke jaringan, tergantung pada

beberapa aspek:

1. Aliran darah sistemik; semakin baik dan lancar

peredaran darah, maka transportasi obat akan

semakin baik

Page 6: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

2. Konesntrasi protein pengangkut; di dalam darah,

sebagain besar obat akan berikatan dengan protein

pengangkut, yaitu albumin untuk obat yang bersifat

asam, dan alfa glikoprotein untuk obat yang bersifat

basa. Ikatan obat dengan protein pengankut ini

mempunyai dampak minimal pada 2 aspek, yaitu

mempercepat proses transportasi obat dan

mengurangi konsentrasi obat bebas dalam darah

(cairan tubuh lainyya), sehingga mengurangi

kemungkinan terjadinya efek toksik (obat yang bekerja

adalah obat yang tidak berikatan dengan protein

pengangkut).

3. Ikatan obat dengan jaringan; beberapa obat dapat

diikat oleh jaringan dalam jumlah yang signifikan.

Ikatan oleh jaringan ini dapat mengakibatkan

beberapa hal seperti efek obat akan lebih lama terjadi

jika dosis obat “biasa”, efek obat akan lebih lama

karena pelepasan obat tersebut dari jaringan, dan

terjadinya efek toksik pada jaringan penyimpan.

Metabolisme (biotrasformasi)

Page 7: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

Metabolisme obat yang utama terjadi di hepar, sehingga

struktur dan fungsi hepar, sangat berpengaruh. Tujuan

dari proses biotrasformasi obat adalah:

1. Mengubah obat yang aktif menjadi obat yang kurang

aktif atau menjadi tidak aktif. Pada proses ini, obat

juga dibuat menjadi lebih larut air sehingga lebih

mudah diekresi melalui ginjal. Hal ini dapat

mengurangi konsentrasi obat aktif dalam darah

sehingga dapat mencegah terjadinya toksistas obat.

Sebagian besar obat, dimetabolisme dengan tujuan

ini.

2. Mengubah obat yang aktif menjadi obat yang aktif.

3. Mengubah obat yang tidak aktif (pro drug) menjadi

obat yang aktif

Kerusakan fungsi hepar, akan menghambat proses

metabolisme obat, sehingga efek obat cenderung lebih

lama, dan kemungkinan terjadinya efek toksik meningkat.

Pada kerusakan hati yang berat dan luas, dosis obat harus

dikurangi atau interval pemberiannya diperjauh.

Ekskresi

Page 8: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

Jalur ekskresi obat antara lain melalui ginjal (sebagian

besar obat); pernapasan (obat inhalasi), empedu (obat

yang larut lemak), ASI (obat yang larut lemak), keringat.

Kerusakan ginjal yang berat dapat menghambat proses

ekskresi sehingga obat lebih lama bertahan dalam darah,

efek obat memanjang, dan kemungkinan efek toksik

meningkat.

Proses ekskresi melalui ginjal, dapat dioptimalkan dengan

mencegah proses reabsorbsi dalam tubulus. Prinsip

reabsorbsi sama dengan prinsip absorbsi. Dengan

merubah pH kompartemen berlawanan dengan pKa obat,

(asam-basa atau basa-asam) akan memperbesar fraksi

obat yang terionisasi, sehingga proses reabsorbsi

dihambat dan proses ekskresi dioptimalkan.

ASPEK FARMAKOKINETIKA OBAT TOPIKAL MATA

Absorbsi

Setelah pemberian topikal, kecepatan dan banyaknya obat

yang terabsorbsi, ditentukan oleh waktu/lama obat tertahan

dalam “cul-de-sac” dan lapisan air mata prekornea, eliminasi

Page 9: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

melalui drainase nasolakrimal, ikatan dengan protein dalam

air mata, metabolisme obat oleh air mata, dan difusi obat

melintasi kornea dan konjungtiva.

Terdapat 3 barier yang membatasi konsentrasi obat yang

dalam mata, yaitu, kehilangan obat melalui permukaan bola

mata, barier nasolakrimalis dan barier darah mata (blood

ocular barier)

Lama obat tertahan dalam segmen anterior bola mata

anterior dapat diperpanjang dengan mengubah formulasi

obat, atau memblok (menghalangi) pembuangan air mata

dengan menutup drainase air mata, misalnya dengan kauter.

Drainase nasolakrimal memberikan kontribusi terhadap

jumlah obat topikal ke bola mata yang diabsorbsi secara

sistemik. Obat yang diabsorbsi melalui mukosa hidung, tidak

dibawa ke hati sehingga kadar yang terabsorbsi berefek

secara sistemik langsung, efek ini akan signifikan terutama

jika obat tersebut digunakan secara terus-menerus

(berkepanjangan).

Absorbsi trans kornea dan trans konjungtiva, merupakan

jalur absorbsi obat yang diharapkan berefek lokal ke jaringan

Page 10: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

mata. Waktu yang dibutuhkan sejak obat tersebut diberikan

sampai terdeteksi di dalam humor aquous (cairan bola mata)

disebut “lag time”.

Perbedaan (Gradient) konsentrasi obat antara lapisan air

mata dan epitel kornea dan konjungtiva, menyebabkan

terjadinya difusi pasif obat melintasi jaringan tersebut. Faktor

lain yang mempengaruhi kapasita difusi adalah besar

molekul, struktur kima dan konfigurasi obat (steric

configuration) (bentuk obat). Penetrasi obat transkornea,

secara konseptual berbeda dengan proses kelarutan; karena

struktur yang dilewati bukan “lipid bilayer”, tetapi trilamellar

"fat-water-fat" (struktur yang terlibat adalah lapisan epitel,

stroma, dan endotel). Epitelium dan endotelium menjadi

barier/penghalang perlintasan senyawa yang hidrofilik (larut

air), sedangkan stroma membatasi perlintasan senyawa yang

hidrophobik (kurang larut air = lebih lipofilik/larut lemak).

Oleh karena itu, obat yang hidrofilik atau hidrofobik (lipofilik)

dapat diabsorbsi melalui kornea (transkornea).

Jumlah obat yang terpenetrasi ke dalam bola mata,

berbdaning lurus dengan konsentrasi obat dalam air mata

Page 11: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

(tear film). Beberapa keadaan/penyakit, seperti ulkus kornea

mempengaruhi jumlah obat yang terpenetrasi. Jumlah obat

yang terabsorbsi biasanya akan meningkat jika barier

(penghalang) anatomi dikurangi, seperti pada ulkus kornea.

Distribusi

Pemberian obat secara topikal berefek secara sistemik

terutama akibat absorbsi melalui mukosa hidung, dan

kemungkinan lainnnya melalui absorbsi

traskornea/transkonjungtiva. (Lihat Gambar).

Ikatan obat dengan struktur pada mata seperti ikatan dengan

melanin (pigmen yang memberikan warna pada iris dan

retina) juga mempengaruhi distribusi dan efek obat topikal

mata.

Misalnya, pemberian obat yang berefek midriatikum dengan

mengaktifkan reseptor adrenergik (saraf simpatis), efek

obatnya lebih lambat mucul (onset of action) pada individu

dengan iris berwarna lebih gelap dibdaningkan dengan yang

lebih terang, karena obat yang berhasil melintasi segmen

anterior bola mata, berikatan dengan melanin. Obat yang

Page 12: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

tidak berikatan dengan melanin yang memberikan efek

midriatikum.

Page 13: FARMAKOLOGI Blok Sensoris
Page 14: FARMAKOLOGI Blok Sensoris
Page 15: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

BEBERAPA CIRI RUTE PEMBERIAN OBAT KE MATA *

Rute / jalur Pola Absorpsi Kegunaan

khusus Keterbatasan dan

pencegahan

Topikal Cepat, tergantung pada formula obat

Mudah diaplikasikan, ekonomis, relatif aman

Kepatuhan pasien, toksisitas pada kornea dan konjungtiva, toksisitas pada mukosa hidung, efek samping sistemik akibat absorbsi pada nasolakrimal

Injeksi subkunjungtiva, sub-Tenon's, dan retrobulbar

Cepat atau bertahap, tergantung pada formulasi obat

Infeksi pada segmen anterior mata, uveitis posterior, edema makula sistoid (cystoid macular edema)

Toksisitas ke jaringan lokal, kerusakan jaringan, perforasi bola mata, trauma nervus optikus, oklusi (sumbatan) arteri/vena retina, toksisitas langsung obat ke retina (karena perforasi), trauma otot mata, efek obat berkepanjangan

Injeksi intaokuler (intracameral)

Cepat Operasi atau infeksi segmen anterior bola mata

Toksisitas ke kornea atau ke intraokuler, lama kerja obat relatif singkat action

Injeksi Intravitreal

Absorbsi obat “circumvented”, efek lokal segera (sangat cepat), berpotensi efek obat bertahan lebih lama

Endophthalmitis, retinitis

Toksisitas ke retina

Page 16: FARMAKOLOGI Blok Sensoris
Page 17: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

ASPEK FARMAKOKITETIKA OBAT UNTUK TELINGA (khususnya

TELINGA DALAM)

Aspek farmakokinetika pada obat yang diberikan topikal, atau

langsung ke dalam telinga atau melalui rute sistemik, pada

dasarnya sama dengan obat untuk sistem organ yang lain.

Beberapa hal yang khas, antara lain: Absorbsi

Beberapa aspek yang berhubungan dengan absorbsi obat

sehingga dapat mencapai telinga dalam:

1. Kompartemen cairan

Sebagian besar struktur koklea, dilindungi barier darah

koklea atau labirin (blood-cochlear barrier / blood-

labyrinthine barrier) dari aliran darah sistemik.

Cairan dalam telinga terdiri atas 4 macam yaitu : (1)

aliran darah sistemik; (2) perilymph, cairan yang

komposisinya mirip dengan cairan sebrospinal, (3)

endolymph, cairan yang tinggi kandungan K, dan (4)

cairan ekstraseluler pada tulang koklea.

2. Mekanisme Barrier : keberdaan barier ini mebatasi obat yang

mencapai koklea. Sel-sel endotel yang menyusun kapiler pada

koklea, sangat rapat, sehingga lebih sulit obat melintasinya.

Endotel ini juga muatannya lebih positif, sehingga hanya jika

jumlah obat yang tak terionisasi tinggi, dapat melintasinya.

Page 18: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

Rute pemberian obat pada telinga :

1. Topikal : tetes telinga ; untuk kelainan pada telinga luar

atau telinga tengah jika membran timpati tidak intak lagi

(saat ekskresi otorea telinga minimal)

2. Oral : tablet, kapsul, sirup, eliksir; efek sistemik

3. Parenteral :

Intratympanic ; misalnya gentamicin dan steroid untuk

mengobati penyakit menier (telinga dalam)

Metodenya :

Transtympanic injection atau myringotomy

Silverstein MicroWick ®

Microcatheter implantation

Hydrogel application

Nanoparticles

Langsung ke dalam telinga dalam (intakoklear)

o Metodenya :

Melalui Cochlear Implantation

Page 19: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

Melalui osmotic pump

Melalui reciprocating perfusion system

Page 20: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

FARMAKOLOGI OBAT MATA

PENGATURAN FUNGSI STRUKTUR PADA MATA OLEH SISTEM SARAF OTONOM

Jaringan

Reseptor Adrenergik (Simpatis)

Reseptor Kolinergik (Parasimpatis)

SUBTIPE RESPON SUBTIPE RESPON

Epitel kornea β2 Belum diketahui Ma Belum diketahui

Endotel kornea β2 Belum diketahui Belum teridentifikasi

Belum diketahui

Otot radial iris α1 Midriasis

Otot spinkter iris

M3 Miosis

Trabecular meshwork

β2 Belum diketahui

Epitel siliaris b α2/β2 Produksi humor Aqueous

Otot siliaris β2 Relaksasi c M3 Akommodasi

Kelenjar Lakrimal

α1 Sekresi M2, M3 Sekresi

Epitel pigmen retina

α1/β2 H2O transport/belum diketahui

a walaupun asetilkolin dan choline acetyltransferase banyak ditemukan di epitel kornea, tetapi fungsi dari neurotrasmitter ini belum diketahui dengan jelas.

b epitel siliaris juga merupakan terget kerja carbonic anhydrase inhibitors. Isoenzim II Carbonic anhydrase, ditemukan pada epitel pigmen dan tidak berpigmen pada epitel siliaris.

cwalupun reseptor β2 adrenergik mengatur relaksasi otot polos badan/corpus siliaris, belum ada data tentang pengaruhnya yang signifikan terhadap proses akomodasi.

Page 21: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

ANTIMIKROBA

Aminoglycosida* Obat Dosage Form Comment

Neomycin Solution and salep and corticosteroid

Only in combination form; greatest potential for sensitivity RX of all in group

Gentamicin Solution and salep and corticosteroid Relatively high corneal toxicity

Tobramycin Solution and salep and corticosteroid Good antipseudomonal activity

Amikacin

No ophthalmic

Excellent for treatment of resistant P. aeruginosa strains; must be extemporaneously prepared in a 6.7-mg/cc solution

*Action: Inhibition of protein synthesis; bactericidal.

Page 22: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

Macrolida*

Obat Dosage Form Comment Erytjamomycin

Ophthalmic salep; oral tablets and pediatric suspension

Classic alternative for penicillin-sensitive patients; marked GI upset; med. spectrum

Claritjamomycin Only systemic dosage forms; tablets and pediatric suspension

Long half-life allows twice daily dosing; excellent for Hemophilus

Azitjamomycin Only systemic dosage forms; tablets and pediatric suspension

Long half-life allows daily dosing; Obat of choice for chlamydia in all age groups

*Action: Inhibition of protein synthesis; bacteriostatic and bactericidal activity.

Tetracyclin*† Obat Dosage Form Comments

Tetracycline Ophthalmic suspension and salep; oral capsules and syrup

Effective oral treatment for marginal Staphylococcal blepharitis; alternative treatment for chlamydia

Doxycycline Oral dosage form only

Long half-life allows once or twice daily dosing; OK to take with food; tetracycline of choice

Menitocycline Oral dosage form only

Once to twice daily

Gram (+) and Gram (-) coverage *Action: Inhibition of protein synthesis; bacteriostatic. †WARNING: All tetracyclines are contraindicated in children and pregnant women. Avoid dairy products and antacids with tetracycline. Tetracyclines can produce photosensitivity.

Sulfonamid* Obat Dosage Form Comment

Page 23: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

Sulfacetamide Ophthalmic solution and salep and corticosteroid

Marked S. aureus resistance

Sulfasoxazole Opthalmic solution

Same as above; less sting upon instillation than sulfacetamide

Sulfamethoxazole and trimethoprim TMP-SMZ

Oral tablets and suspension

Synergistic combination effectively inhibits folic acid; very effective in treating toxoplasmosis; alternative treatment for chlamydia; avoid in pregnant women and sulfonamide-sensitive patients

*Action: Inhibition of bacterial folic acid synthesis by inhibiting the enzymatic conversion of para-amenitobenzoic acid (PABA) to dihydrofolic acid; bacteriostatic.

Fluoroquinolon* Obat Dosage Form Comment

Ciprofloxacin Ophthalmic solution; oral tablets

Approved for monotherapy of bacterial keratitis; increasing bacterial resistance; incidence of corneal precipitates

Ofloxacin Ophthalmic solution; oral tablets

No corneal precipitates; approved for monotherapy of bacterial keratitis

Norfloxacin Ophthalmic solution; oral tablets

Not approved for bacterial keratitis; useful for bacterial conjuctivitis

Moxifloxacin Ophthalmic solution; oral tablets

Improved Gram (-) and Gram (+) coverage

Gatifloxacin Ophthalmic solution; oral tablets

Improved Gram (-) and Gram (+) coverage

Leuofloxacin Ophthalmic Purified Leuoisomen of Ofloxacin-

Page 24: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

solution lower mic-90 than Ofloxacin *Action: Inhibit bacterial reproduction by inhibiting DNA gyrase; bactericidal.

Penicillin*† Obat Dosage Form Comments

Ampicillin Oral tablets, suspension, and injection

First broad-spectrum, semisynthetic penicillin; not effective against β-lactamase-producing bacteria

Amoxicillin Oral tablets and suspension

Pro-Obat of ampicillin, therefore, less GI upset, better absorption and tid vs qid dosing

Dicloxacillin Oral capsules and suspension

Excellent resistance to β-lactamase

Amoxicillin/potassium clavulanate

Oral tablets and suspension

Excellent resistance to β-lactamase, but much more expensive than dicloxacillin

*Action: Inhibit cell-wall synthesis; bactericidal. †WARNING: Approximately 3% of the population (1-10%) reports penicillin sensitivity. A careful history to evaluate for penicillin sensitivity is absolutely necessary prior to their use. Non-penicillinase Staphylococcus and Hemophilus sp. are now the exception. When prescribing penicillins for eye infections commonly caused by these microbes, one should assume that they are β-lactamase-producing strains and select the Obat accordingly.

Sefalosforin*

Obat Dosage Form Comments FIRST GENERATION

Cephalexin Oral capsules and suspension

Inexpensive alternative in penicillin-sensitive patients

Cefazolin Powder for injection

Used to formulate fortified topical antibitotic to treat bacterial keratitis

Page 25: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

SECOND GENERATION

Cefaclor Oral tablets and suspension

Excellent action against Hemophilus influenzae;

Cefuroxime Oral and IV Same as above Note: Approximately 3-15% of the population that reports penicillin sensitivity will also exhibit sensitivity to the cephalosporins. First-generation cephalosporins show excellent activity against β-lactamase-producing Gram (+) microbes, but limited Gram (-) activity.

Second-generation cephalosporins are quite useful in managing Hemophilus influenzae, which is particularly common in children. They also have the advantage of twice-daily dosing. A simple way to remember the spectrum of activity of the second-generation cephalosporin agents is by the pneumonic HENPEK: H: Hemophilus E: Enterococci N: Neisseria P: Proteus E: E. Coli K: Klebsiella

*Action: Inhibit cell-wall synthesis; greater resistance to β-lactamase than some of the penicillins.

Chloramphenicol*† Obat Dosage Form Comment

Chloramphenicol Ophthalmic solution and salep; oral capsule and suspension

High lipid solubility; excellent corneal penetration; low corneal toxicity; crosses blood-brain barrier—useful in meningitis

*Action: Inhibition of protein synthesis; bacteriostatic. †WARNING: Chloramphenicol can produce dose-related CNS toxicity in children or adults with reduced hepatic microsomal activity. Both topical and systemic chloramphenicol can produce aplastic anemia. This is a potentially fatal, nondose-related reaction.

Page 26: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

Bacitracin*

Obat Dosage Form Comments Bacitracin Ophthalmic salep Useful for Gram (+) species Powder for

injection Can be prepared as fortified solution for treatment of bacterial keratitis

*Action: Inhibition of cell-wall synthesis; bactericidal. Bacitracin is used in combination with a variety of other topical ophthalmic agents. It is primarily used in these products to enhance their ability to kill Gram (+) (staphylococcal and streptococcal sp.). Products that contain bacitracin include: Polysporin ophthalmic salep; Polytrim ophthalmic solution; Neosporin ophthalmic salep.

Polymyxin B* Obat Dosage Form Comments

Polymyxin B

Combined with other agents in a variety of ophthalmic products

Very effective against Gram (-) bacteria, particularly P. aeruginosa

*Action: Cell-wall inhibitor; bactericidal.

Polymyxin B is used in combination with other antibacterial agents to enhance their spectrum of activity.

It is particularly useful against Gram (-) organisms, in particular P. aeruginosa. Polymyxin B combination products include: Polysporin ophthalmic salep; Terramycin with polymyxin B ophthalmic salep; Neosporin ophthalmic solution; Neosporin ophthalmic salep.

Vancomycin* Obat Dosage Form Comments

Vancomycin No ophthalmic dosage form; oral capsules and powder for injection

Major ophthalmic use is as topical prepared from powder to manage resistant Staphylococcus sp.; oral Obat of choice to manage C. dificile infection

*Action: Inhibits cell-wall synthesis, increases cell-wall permeability,

Page 27: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

and alters RNA synthesis.

Obat antimikroba yang diberikan secara topikal *

Nama Generik Formulariuma Toksisitasa Indikasi

penggunaan

Bacitracin zinc 500 units/g salep mata

H Konjungtivitis, blepharitis

Chloramphenicol

0.5% tetes mata

H, BD Konjungtivitis, keratitis 1% salep

mata

Ciprofloxacin hydrochloride

0.3% tetes mata

H Konjungtivitis, keratitis 0.3% salep

mata

Gatifloxacin 0.3% tetes mata

H Konjungtivitis

Levofloxacin 0.5% tetes mata

H Konjungtivitis

Levofloxacin 1.5% tetes mata

H Konjungtivitis, keratitis

Moxifloxacin 0.5% tetes mata

H Konjungtivitis

Ofloxacin 0.3% tetes mata

H Konjungtivitis, keratitis

Erythromycin 0.5% salep mata

H Blepharitis, konjungtivitis

Gentamicin sulfate

0.3% tetes mata

H Konjungtivitis, blefaritis, keratitis

0.3% salep mata

Sulfacetamide sodium

10, 15, 30% tetes mata

H, BD Konjungtivitis, keratitis 10% salep

Page 28: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

mata

Polymyxin B combinationsb

Various tetes matas

Konjungtivitis, blepharitis, keratitis

Various salep matas

Tobramycin sulfate

0.3% tetes mata

H Konjungtivitis, blepharitis, keratitis

0.3% salep mata

a H: hipersensitivitas (alergi); BD: blood dyscrasia (kelainan darah).

Obat Antivirus pada mata *

Nama Generik

Rute pemberian INDICATION FOR USE

Trifluridine

Topical (1% tetes mata)

Herpes simplex keratitis

Herpes simplex konjungtivitis

Vidarabine

Topical (3% salep mata)

Herpes simplex keratitis

Herpes simplex konjungtivitis

Acyclovir

Oral (tablet 200, 400- dan 800-mg )

Herpes zoster ophthalmicus

Herpes simplex iridocyclitis

Valacyclovir

Oral (tablet 500- dan 1000 mg)

Herpes simplex keratitis

Herpes zoster ophthalmicus

Famciclovir

Oral (tablet 125-mg, 250-mg, dan 500-mg)

Herpes simplex keratitis

Herpes zoster ophthalmicus

Foscarnet

Intravena Cytomegalovirus retinitis Intravitreal

Ganciclovir

Intravena, oral Cytomegalovirus retinitis Intravitreal implant

Page 29: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

Formivirsen Injeksi Intravitreal Cytomegalovirus retinitis

Cidofovir Intravena Cytomegalovirus retinitis

Antijamur untuk infeksi jamur pada mata*

Klas Obat Rute pemberian Indikasi

Polyenes

Amphotericin B

0.1-0.5% (umumnya 0.15%) tetes mata

fungal keratitis dan endophthalmitis

0.8-1 mg subconjunctival

fungal endophthalmitis

5-uginjkesi intravitreal

fungal endophthalmitis

Intravena fungal endophthalmitis

Natamycin 5% suspension topikal fungal blepharitis, konjungtivitis, keratitis

Imidazoles

Fluconazole oral, intravena keratitis dan endophthalmitis

Itraconazole Oral fungal keratitis dan endophthalmitis

Ketoconazole Oral keratitis dan endophthalmitis

Miconazole 1% tetes mata fungal keratitis

5-10 mg subconjunctival

fungal endophthalmitis

10 ug injeksi intravitreal

fungal endophthalmitis

OBAT OTONOM

Kegunaan umum dari obat atonom pada kelainan mata adalah:

Persiapan pemeriksaan mata seperti funduskopi

Persiapan operasi mata

Page 30: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

Penatalaksanaan glaukoma; uveitis, dan strabismus.

OBAT OTONOM UNTUK MATA*

Golongan obat Formulasi Indikasi

penggunaan (sering)

Efek samping pada mata

Cholinergic agonists (parasimpatomimetik / perangsang saraf parasimpatis)

Acetylcholine 1% tetes mata

Untuk menimbulkan miosis pada operasi mata

Edema kornea

Carbachol 0.01 to 3% tetes mata

Untuk menimbulkan miosis pada operasi mata

Glaucoma

Edema kornea, miosis,miopia, penurunan visus, retinal detachment (ablasio retina)

Pilocarpine 0.25-10% tetes mata, 4% gel

Glaucoma Sama seperti carbachol

Anticholinesterase agents (parasimpatomimetik / perangsang saraf parasimpatis dengan menghambat enzim kolinesterase)

Physostigmine 0.25% salep mata

Glaucoma, esotropia akomodatif

Retinal detachment (ablasio retina), miosis, katarak, glaukoma sekunder akibat blok pada pupil, stenosis pada punctum dan sistem nasolakrimal

Echothiophate 0.125% Glaucoma, Sama seperti

Page 31: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

tetes mata esotropia akomodatif

physostigmine

Muscarinic antagonists (parasimpatolitik/penghambat saraf parasimpatis)

Atropine 0.5-2% tetes mata, 1% salep mata

Midriatikum untuk pemeriksaan fuduskopi, Sikloplegik

Photosensitivity, penglihatan kabur

Scopolamine 0.25% tetes mata

Sama seperti atropine

Sama seperti atropine

Homatropine 2 & 5% tetes mata

Sama seperti atropine

Sama seperti atropine

Cyclopentolate 0.5, 1, & 2% tetes mata

Sama seperti atropine

Sama seperti atropine

Tropicamide 0.5 & 1% tetes mata

Sama seperti atropine

Sama seperti atropine

Sympathomimetic agents (perangsang saraf simpatis)

Dipivefrin 0.1% tetes mata

Glaucoma Photosensitivity, hipermemia konjugtiva, hipersensitivitas

Epinephrine 0.1, 0.5, 1, & 2% tetes mata

Glaucoma Sama seperti dipivefrin

Phenylephrine 0.12, 2.5, & 10% tetes mata

Mydriasis Sama seperti dipivefrin

Apraclonidine 0.5 & 1% tetes mata

Glaucoma, mencegah peningkatan tekanan intraokuler (TIO) pre- & postlaser

Sama seperti dipivefrin

Page 32: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

Brimonidine 0.15 dan 0.2% tetes mata

Glaucoma Sama seperti dipivefrin

Cocaine 1-4% tetes mata

Anestesi topikal, menilai anisocoria

Hydroxyamphetamine 1% tetes mata

menilai anisocoria

Naphazoline 0.012 to 0.1% tetes mata

Decongestan Sama seperti dipivefrin

Tetrahydrozoline 0.05% tetes mata

Decongestan Sama seperti dipivefrin

α & β Adrenergic antagonists (simpatolitik/ penghambat saraf simpatis dengan menghambat reseptor simpatis)

Dapiprazole (α) 0.5% tetes mata

Menghilangkan mydriasis

hiperemia konjungtiva

Betaxolol (β1-selective)

0.25 & 0.5% suspension

Glaucoma

Carteolol (β) 1% tetes mata

Glaucoma

Levobunolol (β) 0.25 & 0.5% tetes mata

Glaucoma

Metipranolol (β) 0.3% tetes mata

Glaucoma

Timolol (β) 0.25 & 0.5% tetes mata & gel

Glaucoma

aMydriasis dan cycloplegia, atau paralisis akomodasi pada mata manusia, terjadi [ada pemberian satu tetets atropine 1%, scopolamine 0.5%, homatropine 1%, cyclopentolate 0.5% or 1%, dan tropicamide 0.5% or 1%.

Midriasis rekoveri yaitu ukuran pupil kembali ke normal, yaitu sekitar 1 mm.

Page 33: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

Waktu yang dibutuhkan obat untuk menimbulkan midriasi maksimal dan rekoveri (kembali ke keadaan normal) secara berturut-turut; atropine, 30 - 40 menit dan 7 - 10 hari; scopolamine, 20 - 130 menit dan 3 - 7 hari; cyclopentolate, 30 - 60 menit dan 1 hari; tropicamide, 20 - 40 menit dan 6 jam.

Waktu yang butuhkan untuk menimbulkan siklopegi dan untuk rekoveri: atropine, 60 - 180 menit dan 6 to 12 hari; scopolamine, 30 - 60 menit dan 3 7 hari; homatropine, 30 - 60 menit dan 1 to 3 hari; cyclopentolate, 25 - 75 menit dan 6 jam - 1 hari; tropicamide, 30 menit dan 6 jam.

CYCLOPLEGIC (SIKLOPLEGIK)

Indikasi penggunaan Cycloplegic (sikloplegik), a/l:

1. Strabismus (khususnya esotropia) 2. Amblyopia 3. Anisometropia 4. Pseudomyopia 5. Hyperopia yang berhubungan dengan esophoria atau

gangguan akomodasi

Perbandingan antara obat Cycloplegic

Obat Dosis Onset (mula

kerja) Cyclopelgia

Durasi (lama kerja)

Cycloplegia

Tropicamide 1% 1 tetes, diulangi setelah 5 menit 20-30 menit 4-8 jam

Cyclopentolate 0.5% and 1.0%

1 tetes, diulangi setelah 5 menit 20-45 menit 8-24 jam

Homatropine 5% 1 tetes, diulangi setelah 5 menit 30-60 menit 24-48 jam

Scopolamenite 0.25%

1 tetes, diulangi setelah 20 menit 30-60 menit 5-7 hari

Atropine 0.5% salep 1/4″ salep 30-60 menit 10-14 hari

Page 34: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

menjelang tidur selam 3 hari sebelum pemeriksaan

1.0% solution

1 tetes tid × 1 hari sebelum pemeriksaan

Effikasi sikloplegik

Obat % Effikasi 1% Atropine. 100 1% Cyclopentolate 92 1% Tropicamide 80 5% Homatropine 54

Efek samping Cycloplegic

Dermatitis kontak alergik Glaukoma sudut tertutup Peningkatan tekanan intra okuler pada

glaukoma sudut terbuka

Efek samping sistemik “tergantung” dosis dari atropin

Dosis Effek

0.5-2 mg (1-4 tetes 1% solution)

Takikardia

Mulut kering

Midriasis/cycloplegia

5 mg (10 tetes 1% solution)

Efek di atas, ditambah dengan : Gangguan berbicara Gelisah Bingung Kulit panas dan kering Penurunan motilitas (peristaltik)

saluran pencernaan Retensi Urin

>10 mg (> 20 tetes Efek di atas, ditambah dengan :

Page 35: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

1% solution) Ataxia Hiperexitabilitas Hallusinasi Coma Kejang Kematian

Efek samping kolinesterase inhibitor topikal

MATA o korpus siliaris

spasme akomodatif * difragma lensa-iris menonjol ke anterior robekan pada barier darah-aquous penurunan kedalamam bilik mata adepan (camera

oculi anterior) o Conjunctiva

Obat-induced cicatrizing conjunctivitis Hiperemia

o Toksisistas pada kornea o Peningkatan tekanan intraokuler (TIO) (paradoxical) o Lensa

Katarak † (terutama kataram subkapsular anterior) o Palpebra

Blepharoconjunctivitis alergik Depigmentasi kulit (reversible) Kedutan orbicularis oculi

o Pupil Kista Iris* Miosis

o Retina Meningkatkan traksi vitreoretinal perifer

SISTEMIK o Jantung

Arrhthmia Bradycardia

o Gastrointestinal* Kram abdominal

Page 36: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

Diare Nausea

o Sakit kepala o Saluran napas

Spasme bronkus-brobkhiolus Kongesti saluran pernapasan bagian atas Rhinorrhea (hidung beringus)

o Lakrimasi o Penurunan kadar kolinesterase plasma

Menurunan katabolimse obat succinylcholine, procaine,dan tetracaine efek obat memanjang

o Inkontinensia urine

Page 37: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

LUBRIKAN DAN AIR MATA BUATAN

Air mata buatan dan Lubrikan untuk mata, digunakan sebagai terapi

awal pada kelainan permukaan mata anterior formularium baru

dari sediaan ini, efek toksik dari senyawa tambahannya minimal,

dan efek utamanya dapat meningkatkan regenerasi epitel pada

permukaan anterior bola mata.

Air mata buatan

Nama Dagang Komponen Utama Senyawa tambahan

(pengawet)

Adsorbotear Hydroxyethylcellulose, povidone Thimerosal, EDTA

Akwa Tears Polyvinyl alcohol Benzalkonium chloride, EDTA

Artificial Tears Solution

Polyvinyl alcohol Chlorobutanol, EDTA

Bion Tears Dextran 70 0.1% Tidak ada Celluvisc Carboxymethylcellulose Tidak ada

Hypotears Polyvinyl alcohol, PEG-8000, dextrose

Benzalkonium chloride, EDTA

I-Liqui Tears Hydroxyethylcellulose, polyvinyl alcohol

Benzalkonium chloride, EDTA

Isopto Alkaline Hydroxypropyl methylcellulose 1%

Benzalkonium chloride

Isopto Plain Hydroxypropyl methylcellulose 0.5%

Benzalkonium chloride

Isopto Tears Hydroxypropyl methylcellulose 0.5%

Benzalkonium chloride

Just Tears Hydroxypropyl methylcellulose Benzalkonium chloride

Lacril Hydroxypropyl methylcellulose, gelatin A, polysorbate 80 Chlorobutanol

Liquifilm Forte Polyvinyl alcohol 3% Thimerosal, EDTA Liquifilm Tears Polyvinyl alcohol 1.4% Chlorobutanol

Page 38: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

Moisture Tetes Hydroxypropyl methylcellulose, dextran 40

Benzalkonium chloride, EDTA

Murine Polyvinyl alcohol, povidone, dextrose

Benzalkonium chloride, EDTA

Murocel Methylcellulose Methylparaben, propylparaben

Muro Tears Hydroxypropyl methylcellulose, dextran 40

Benzalkonium chloride, EDTA

Neo-Tears Polyvinyl alcohol, hydroxyethylcellulose

Benzalkonium chloride, EDTA

Refresh Carboxymethylcellulose 0.5% Purite Refresh Plus Carboxymethylcellulose 0.5% Tidak ada Refresh Liquigel Carboxymethylcellulose 1.0% Purite Refresh Endura Glycerin 1%, Polysorbate 80 1% Tidak ada Systane Polyethylene glycol 400 0.4% Polyquaternium-1

Propylene glycol 0.3%

TearGard Hydroxyethylcellulose EDTA

Tearisol Hydroxypropyl methylcellulose Benzalkonium chloride, EDTA

Tears Naturale Hydroxypropyl methylcellulose, dextran

Benzalkonium chloride, EDTA

Tears Naturale II

Hydroxypropyl methylcellulose, dextran

Benzalkonium chloride, EDTA

Tears Plus Polyvinyl alcohol, povidone Chlorobutanol Tears Renewed

Hydroxypropyl methylcellulose, dextran 70

Benzalkonium chloride, EDTA

TheraTears PF Carboxymethylcellulose 0.25% Tidak ada Theratears liquid gel

Carboxymethylcellulose 1% Tidak ada

Ultra Tears Hydroxypropyl methylcellulose Benzalkonium chloride

Salep pelumas (Lubricating Saleps)

Nama Dagang Komonen Utama

Senyawa tambahan (pengawet)

Page 39: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

Akwa Tears White petrolatum, meniteral oil, lanolin

Tidak ada

Dey-Lube White petrolatum Tidak ada

Duolube White petrolatum, meniteral oil

Tidak ada

Duratears Naturale

White petrolatum, meniteral oil, lanolin

Methylparaben, propylparaben

Hypotears Salep

White petrolatum, meniteral oil

Tidak ada

Lacri-Lube NP White petrolatum, meniteral oil, lanolin

Tidak ada

Lacri-Lube S.O.P.

White petrolatum, meniteral oil, lanolin Chlorobutanol

Refresh PM White petrolatum, meniteral oil, lanolin Tidak ada

DEKONGESTAN

Mekanisme kerja dari dekongestan adalah mengaktifkan reseptor

alfa 1 saraf simpatis

pada pembuluh darah, sehingga terjadi vasokonstriksi yang

akhirnya mengurangi gejala

hiperemia dan edema.

Decongestan*

Obat Dosis dan

bentuk sediaan

Catatan

TOPIKAL

Phenyephrine

0.12% OTC solution

2.5% RX solution

Semua dekongestan dikontraindikasikan pada kasus glaukoma sudut tertutup, ,hipertensi sitemik unstable, dan penggunan obat golongan MAO inhibitors. Penggunaan yang berlebihan dapat memicu

Page 40: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

hiperemia (rebound hyperemia)

Naphazoline

0.0125-0.03% OTC solution 0.1% RX solution

Derivat Imidazole

Oxymetazolone 0.025% OTC solution

Dekongestan yang paling lama masa kerjanya

Tetrahydrozoline 0.05% OTC solution

ORAL

Pseudoephedrine

Tablet oral, sirup (pediatrik) : 30- dan 60-mg

Kontraindikasi pada penderita hipertensi dan kelainan jantung heart disease and hypertension

Page 41: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

OBAT GLAUKOMA

Patofisiologi secara umum glaukoma adalah terjadinya peningkatan

tekanan intraokuler akibat ketidakseimbangan antara produksi

humor aquous dengan penyaliran humour aquous, baik penyaliran

antara kamera okuli posterior ke anterior, maupun dari mata ke

aliran darah sistemik.

OBAT TOPIKAL UNTUK PENATALAKSANAAN

GLAUCOMA

Obat Bentuk

sediaan

Kekuatan

(%)

Dosis

lazimea

Mekanisme

kerja

ᵝ 2-Adrenergic blocking agents (simpatolitik / penghambat

reseptor beta 2 saraf simpatis Betaxolol Solution

(larutan /

tetes)

0.5 1 tetes

2xsehar

i

(1 tetes

b.i.d.)

Menurunkan

produksi

humor aquous

oleh badan

siliar

Suspensio

n

0.25 1 tetes

2xsehar

i

(1 tetes

b.i.d.)

Carteolol Solution 1 1 tetes

2xsehar

i

(1 tetes

b.i.d.)

Levobunolol Solution 0.25, 0.5 1 tetes

2xsehar

i

(1 tetes

b.i.d.)

Metipranolol Solution 0.3 1 tetes

2xsehar

i

Page 42: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

(1 tetes

b.i.d.)

Timolol Solution 0.25, 0.5 1 tetes

q.d.

atau

b.i.d.

Gelling

solution

0.25, 0.5 1 tetes

q.d.

Nonspecific adrenergic agonists (simpatomimetik /

perangsang saraf simpatis) Dipivefrin Solution 0.1 1 tetes

2xsehar

i

(1 tetes

b.i.d.)

Meningkatka

n pengaliran

humor aquous

Beta 2-Adrenergic agonists Apraclonidine Solution 0.5, 1 1tetes 2

kali

atau 3

kali

sehari

(b.i.d.

atau

t.i.d.)

Mengurangi

produksi

humor

aquaous;

brimonidine

meningkatkan

penyaliran

melalui

uveoscleral Brimonidine Solution 0.15 1tetes 2

kali

atau 3

kali

sehari

(b.i.d.

atau

t.i.d.)

Cholinergic agonists Direct-acting Carbachol Soution 0.75, 1.5,

2.25, 3

1tetes 2

kali

atau 3

kali

sehari

(b.i.d.

atau

Meningkatka

n penyaliran

humor

aqueous

melalui

trabecular

meshwork

Page 43: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

t.i.d.)

Pilocarpine Solution

Gel

0.25, 0.5, 1, 2,

4, 6, 8, 10

4

1tetes 2

kali

atau 3

kali

sehari

(b.i.d.

atau

t.i.d.)

Cholinesterase inhibitators Echothiophate Solution 0.125 q.d.

atau

b.i.d.

Carbonic anhydrase inhibitators Brinzolamide Suspensio

n

1 b.i.d

atau

t.i.d.

Menurunkan

produksi

humor aquous

oleh badan

siliar

Datauzolamid

e

Solution 2 b.i.d.

atau

t.i.d.

Prostaglandin analogues Latanoprost Solution 0.005 1 tetes

q.h.s.

Meningkatka

n penyaliran

melalui

uveoscleral

(utama) dan

trabecular

outflow

(sedikit)

Bimatoprost Solution 0.03 1 tetes

q.h.s.

Travoprost Solution 0.004 1 tetes

q.h.s.

Combinations Timolol-

datauzolamide

Solution Timolol 0.5%

Datauzolamid

e 2%

1 tetes

b.i.d.

Page 44: FARMAKOLOGI Blok Sensoris

Penggunaan penghambat Carbonic Anhydrase sistemik

pada

penatalaksanaan Glaucoma

Obat Bentuk

Sediaan

Dosis

sediaan Dosis lazim

Acetazolamide Tablet 125 mg,

250 mg

125-250 mg,

2-4 x sehari

Injeksi 500

mg/vial

250-500 mg

Kapsul 500 mg 500 mg, 2 x

sehari

Dichlatauphenamide Tablet 50 mg 25-50 mg, 1-3

x sehari

Methazolamide Tablet 25 mg, 50

mg

25-50 mg, 2-3

x sehari

Obat hiperosmotik topikal

Nama Dagang Formulasi

Senyawa

tambahan

(pengawet) Adsorbonac Opthalmic

(Alcon)

2% atau 5% NaCl

solution Thimerosal

Muro-128 Opthalmic

(Bausch & Lomb)

2% ataur 5% NaCl

solution dengan

methylcellulose

Methylparaben

Propylparaben

AK-NaCl (Akorn)

Muro-128 Opthalmic

(Bausch & Lomb)

5% NaCl salep

Glucose-40 Opthalmic

(Cooper Vision)

40% salep dalam

petrolatum dan

lanolin

Obat Hiperosmotik sistemik

Obat Formulasi Dosis

Glycerin 50% solution 1-2 g/kg p.o.

Isosorbide 45% solution 1-3 g/kg p.o.

Mannitol

5, 10, 15, 20 25%

injeksi

1.5-2 g/kg dalam

bentuk 20% solution

Page 45: FARMAKOLOGI Blok Sensoris