praktikum farmako 14

21
Tujuan: 1. Mampu melakukan praktikum tersamar ganda atau double blind clinical trial 2. Mampu melakukan observasi efek analgesic dari beberapa jenis analgesic 3. Mampu melakukan observasi pada efek samping yang mungkin timbul pada masing-masing analgesic 4. Mampu mencatat hasil praktikum dan membuat laporan yang baik Alat dan bahan: 1. Tensimeter, stetoskop, thermometer kulit, thermometer kimia, penggaris 2. Baskom plastic berisi bongkahan es + air dengan suhu 3 derajat Celsius. 3. Obat-obat analgesic; Paracetamol 600mg Kodein 30 mg Ibuprofen 600mg Tramadol 50 mg Placebo Yang dikemas dalam kapsul yang sama bentuk, besar dan warnanya. Cara kerja 1. Persiapan a. Tiap kelompok mahasiswa menyediakan 2 orang percobaan (o.p) yang siap dalam keadaan puasa 4 jam sebelum percobaan. Hal

description

praktikum

Transcript of praktikum farmako 14

Page 1: praktikum farmako 14

Tujuan:

1. Mampu melakukan praktikum tersamar ganda atau double blind clinical trial

2. Mampu melakukan observasi efek analgesic dari beberapa jenis analgesic

3. Mampu melakukan observasi pada efek samping yang mungkin timbul pada masing-

masing analgesic

4. Mampu mencatat hasil praktikum dan membuat laporan yang baik

Alat dan bahan:

1. Tensimeter, stetoskop, thermometer kulit, thermometer kimia, penggaris

2. Baskom plastic berisi bongkahan es + air dengan suhu 3 derajat Celsius.

3. Obat-obat analgesic; Paracetamol 600 mg

Kodein 30 mg

Ibuprofen 600 mg

Tramadol 50 mg

Placebo

Yang dikemas dalam kapsul yang sama bentuk, besar dan warnanya.

Cara kerja

1. Persiapan

a. Tiap kelompok mahasiswa menyediakan 2 orang percobaan (o.p) yang siap dalam

keadaan puasa 4 jam sebelum percobaan. Hal ini perlu dipahami oleh mahasiswa, agar

absorbsi obat cepat dan sempurna, maka sebaiknya lambung dalam keadaan kosong.

Untuk praktikum analgesic tidak ada kontra indikasi khusus, dimana mahasiswa tidak

boleh menjadi orang percobaan, hanya hati-hati pada mahasiswa yang pernah punya

riwayat ulkus peptikum atau gastritis kronis.

b. Instruktur telah mempersiapkan obat-obat diatas dengan kemasan (kapsul) yang sama

bentuk, besar dan warnanya dan telah diberi kode tertentu, dicatat dan disimpan oleh

salah satu instruktur. Karena percobaan ini tersamar ganda, dimana para instruktur dan

para orang percobaan tidak dapat memilih sendiri obat yang akan diberi/diminum, dengan

tujuan untuk menghindari factor subyektivitas yang akan mempengaruhi keabsahan hasil

pengamatan.

Page 2: praktikum farmako 14

c. Tiap kelompok telah menyiapkan alat-alat yang diperlukan.

2. Tatalaksana

a. Mintalah orang percobaan yang telah dipilih oleh masing-masing kelompok untuk

berbaring di meja praktikum.

b. Lakukan pengukuran tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi pernapasan, suhu

kulit, dan diameter pupil mata, serta gejala subyektif; seperti pusing, demam, mual, dll)

Pengukuran suhu tubuh dilakukan dengan thermometer kulit yang diletakkan pada leher

depan dibawah dagu (daerah flushing).

Pengukuran pupil mata dilakukan dengan penggaris dalam keadaan mata orang

percobaan menatap lurus keatas, pada saat berbaring.

Lakukan pengukuran di atas 2 kali, diambil rata-ratanya, dan catat sebagai parameter

dasar.

c. Untuk membangkitkan rasa sakit maka dilakukan:

- Untuk orang percobaan pertama, dalam keadaan duduk, celupkan tangan kanan sampai

pergelangan tangan dan dalam keadaan jari-jari terkepal ke dalam baskom plastic berisi air es

dengan suhu 2-3 derajat Celsius. Catatlah waktu tangan dimasukan sampai terasa sakit yang

tidak dapat ditahan lagi.

Lakukan dengan tangan kiri, dan ambillah rata-rata waktu antara tangan kanan dan kiri

sebagai parameter dasar.

- Untuk orang percobaan lain, dalam keadaan berbaring pasanglah manset tensi meter pada

lengan kanan atas, pompalah sampai 180 mmHg, lalu tutuplah kunci air raksanya. Mintalah

orang percobaan melakukan gerakan membuka dan menutup jari-jari (mengepal) tiap detik

sampai rasa nyeri yang tak tertahankan. Lakukan pada lengan yang satu dan ambil rata-rata

waktu ke dua lengan sampai parameter dasar.

d. Mintalah obat pada instruktur, dan tiap orang percobaan minum obatnya setelah

kawannya mencatat kode obat yang diminumnya.

e. Orang percobaan berbaring tenang selama 60 menit, sedang kawan-kawannya tetap

berada disisinya dan mendiskusikan tentang obat analgesic.

f. Setelah 60 menit, lakukanlah kembali pengukuran parameter: tanda vital, suhu kulit,

diameter pupil mata, dan waktu timbulnya rasa nyeri.

Page 3: praktikum farmako 14

g. Berdasarkan hasil observasi anda, diskusikan dan tentukan obat apa yang diminum teman

anda tadi, dan cocokkan dengan instruktur yang memegang kode obat tadi. Bila anda

melakukan semua tatalaksana dengan baik maka ‘tebakan’ obat yang diminum kawan

anda sama dengan yang tertera di kodenya.

h. Tanyakan dan catatlah gejala-gejala lain yang dirasakan orang percobaan misalnya:

ngantuk, demam, gatal-gatal, sakit kepala, perih ulu hati, berkeringat, mual, muntah, dll.

Mintalah orang percobaan juga melaporkan gejala-gejala yang timbul selama 24 jam

setelahnya: misalnya konstipasi, dll.

Hasil Percobaan

1. Rasa nyeri dengan merendam tangan dalam es (O.P. = Ricard)

Pengukuran parameter 1 Gejala setelah minum obat Pengukuran parameter 2

Tekanan darah: 100/60 mmHg

Nadi : 61/menit

Napas : 23/menit

Suhu kulit : 36,70C

Pupil : 0,5 cm

Warna kulit : normal

WR :

- Kanan : 18,5 detik

- Kiri ; 25,26 detik

Rata-rata : 21,88 detik

-Perih lambung yang

hilang timbul

-Mual

-Pusing

Tekanan darah: 100/60mmHg

Nadi : 61/menit

Napas : 23/menit

Suhu kulit : 36,70C

Pupil : 0,5 cm

Warna kulit : normal

WR :

- Kanan : 18,5 detik

- Kiri ; 25,26 detik

Rata-rata : 21,88 detik

Kode obat 143 : Plasebo

Page 4: praktikum farmako 14

2. Rasa nyeri dengan menggunakan tensimeter (O.P. = Yoseph)

Pengukuran parameter 1 Gejala setelah minum obat Pengukuran parameter 2

Tekanan darah: 130/70 mmHg

Nadi : 74/menit

Napas : 15/menit

Suhu kulit : 32,730C

Pupil : 0,5 cm

Warna kulit : normal

WR :

- Kanan : 2,24 menit

- Kiri ; 1,32 menit

Rata-rata : 1,48 menit

-Perih lambung

-Rasa mual

-Mulut kering

- lelah

Tekanan darah: 130/70mmHg

Nadi : 62/menit

Napas : 14/menit

Suhu kulit : 36,020C

Pupil : 0,5 cm

Warna kulit : normal

WR :

- Kanan : 1,11 menit

- Kiri ; 1,6 menit

Rata-rata : 50,4 detik

Kode obat 14: Paracetamol

Landasan Teori

Pada praktikum tersamar ganda digunakan beberapa jenis obat sebagai penghilang rasa nyeeeri

atau disebut juga obat analgesic, obat non steroid anti inflamasi dan juga obat golongan opioid,

pembahasan mengenai obat-obat tersebut:

1. Paracetamol

Asetaminofen (paracetamol; N-asetil-p-aminofenol; TYLENOL, dan lain-lain) merupakan

metabolit aktif fenasetin, yang disebut analgesik coal ta. Paracetamol merupakan obat lain

pengganti aspirin yang berfungsi sebagai obat analgesik-antipiretik. Namun tidak seperti aspirin,

aktifitas antiradangnya lemah sehingga bukan digunakan sebagai obat dalam kondisi radang.

Karena paracetamol ditoleransi dengan baik, banyak efek samping aspirin tidak dimiliki obat ini.

Sampai saat ini obat ini adalah obat yang paling populer dirumah tangga dengan fungsinyta

sebagai obat penghilang serta penurun panas yang baik, selain itu obat ini dapat diperoleh

dengan mudah tanpa resep dokter.

Page 5: praktikum farmako 14

Seperti yang telah disampaikan diatas, paracetamol tidak digunakan sebagai antiradang. Hal itu

terjadi karena hubungannya dengan fakta bahwa paracetamol hanya merupakan inhibitor

siklooksigenasi yang lemah dengan adanya peroksida konsentrasi tinggi yang ditemukan pada

lesi radang. Sebaliknya, efek antipiretiknya dapat dijelaskan dengan kemampuan menghambat

sikooksigenase di otak dan kadar peroksida yang rendah. Selain itu, acetaminofen tidak

menghambat aktivasi neutrofil, sedangkan AINS jenis lain menghambat aktivasi tersebut.

Paracetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tinggi dalam

plasma dicapai dalam waktu ½ jam, dan masa penuh plasma 1-3 jam. Obat ini tersebar ke

seluruh cairan tubuh. Dalam plasma, 25% paracetamol terikat protein plasma. Obat ini

dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian besar paracetamol (80%) dikonjugasi

dengan asam glukoronat dan sebagian kecil dengan asam sulfat. Selain itu obat ini juga dapat

mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan methemoglobinemia

dan hemolisis eritrosit. Obat ini diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagai paracetamol

(3%) dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.

Sebagai analgsik lainnya, paracetamol sebaiknya jangan diberikan lama karena kemungkinan

menimbulkan nefropati analgesik. Jika dosis terapi tidak memberikan efek, biasanya penggunaan

dosis yang lebih besar tidak m enolong. Karena hampir tidak mengiritasi lambung, paracetamol

seringdikombinasi dengan AINS untuk efek analgesik.

Paracetamol tersedia sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 500mg atau sirup yang mengandung

120 mg/5ml. Selain itu paracetamol terdapat sebagai sediaan kombinasi tetap, dalam bentuk

tablet maupun cairan. Dosis paracetamol untuk dewasa 300mg-1g per kali, dengan maksimum 4

gram per hari. Untuk anak 6-12 tahun dapat diberikan dosis 150-300 mg/kali dengan maksimum

1,2 g/hari. Sedangkan untuk anak 1-6 tahun, dapat diberi dosis 60-120 mg/kali dan bayi dibawah

1 tahun dengan dosis 60 mg/kali. Pada keduanya diberikan maksimum 6 kali sehari.

Efek iritasi, erosi dan pnedarahan lambung tidak terlihat pada pemakaina obat ini, demikian juga

gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa. Efek alergi pada obat ini jarang sekali

terjadi. Manifestasinya berupa eritema dan urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam

dan lesi pada mukosa. Eksperimen pada hewan percobaan menunjukkan bahwa gangguan ginjal

lebih mudah terjadi akibat obat ini dibanding fenasetin. Akibat dosis toksik yang paling serius

Page 6: praktikum farmako 14

adalah nekrosis hati. Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal 10-15 gram.

Gejala pada hari pertama keracunan akut paracetamol belum mencerminkan bahaya yang

mengancam. Noreksia, mual dan muntah serta sakit perut terjadi selama 24 jam pertama dan

dapat berlangsung selama seminggu atau bahkan lebih. Gangguan hepar dapat terjadi pada hari

kedua, dengan gejala penigkatan aktivitas serum transaminase, laktat dehidrogenase, kadar

bilirubin serum dan pemanjangan masa protombin. Aktifitas alkali fosfatase dan kadar albumin

serum tetap normal. Kerusakan hati dapat mengakibatkan ensefalopati, koma dan kemat.

Kerusakan hati yang tidak berat sembuh dalam beberapa minggu sampai beberpa bulan.

Masa paruh paracetamol pada hari pertama keracunan merupakan petunjuk beratnya keracunan.

Masa paruh lebih dari 4 jam merupakan petunujuk akan terjadinya nekrosis hati, dan masa paruh

12 jam meramalkan akan terjadinya koma hepatik. Kerusakan ini tidak hanya disebabkan oleh

paracetamol, tetapi juga oleh radikal bebas, metabolit yang sangat reaktif berikatan secara

kovalen dengan makromolekul vital sel hati. Karena itu hepatotoksisitas paracetamol meningkat

pada pasien yang juga mendapat barbiturat, antikonvulsi lain atau pada alkoholik yang kronis.

Kerusakan hati timbul berupa nekrosis sentritobularis. Keracunan akut ini biasanya diobati

secara sistomatik dan suportif, tetapi pemberian senyawa sulfhidril tampaknya dapat

bermanfaat., yaitu dengan memperbaiki cadangan glutation hati. N-asetilsistein cukup efektif

bila diberikan peroral 24 jam setelah minum dosis toksik paracetamol.2 Adanya temuan terbaru

juga menunjukkan bahwa paracetamol dapat menghambat enzim ketiga yakni COX-3 di sistem

saraf pusat. COX-3 tampaknya merupakan produk varian splice gen COX-1.

2. Kodein

Kodein adalah metilmorfin, substitusi metil pada gugus hidroksil fenol. Tebain berbeda dengan

morfin hanya dalam hal kedua gugus hidroksilnya termetilasi dan pada cincinnya terdapat dua

ikatan rangkap. Diantara sifat penting opioid yang dapat diubah dengan modifikasi struktur

adalah afinitasnya untuk berbagai jenis reseptor opioid, aktivitasnya sebagai agonis versus

antagonis, kelarutannya dalam lemak, dan ketahanannya terhadap penguraian metabolik. Sebagai

contoh, blokade hidroksilfenol pada posisi 3, seperti pada kodein dan heroin, sangat mengurangi

pengikatan pada reseptor µ. Secara in vivo, senyawa-senyawa ini dikonversi menjadi analgesik

kuat, kodein menjadi morfin dan heroin menjadi 6-asetil morfin.

Page 7: praktikum farmako 14

Kodein berbeda dengan morfin, keefektifan kodein oral sekitar 60% pemberian parenteralnya,

baik sebagai analgesik maupun sebagai depresan pernapasan. Kodein, sama seperti levorfanol,

oksikodon, dan metadon, yang memiliki perbandingan potensi oral terhadap parenteral yang

tinggi. Efikasi oral obat-obat ini yang lebih tinggi disebabkan oleh metabolisme lintas pertama di

hati yang lebih kecil. Begitu diabsorpsi, kodein dimetabolisme oleh hati, dan metabolitnya

diekskresi terutama di urin, sebagian besar dalam bentuk tidak aktif. Sebagian kecil (sekitar

10%) kodein yang diberikan mengalami O-demetilasi membentuk morfin, baik morfin bebas

maupun yang terkonjugasi dapat ditemukan di urin setelah pemberian kodein dosis terapeutik.

Kodein memiliki afinitas yang luar biasa rendah untuk reseptor opioid, dan efek analgesik kodein

disebabkan oleh konversinya menjadi morfin. Akan tetapi, kerja antitusifnya mungkin

melibatkan reseptor khusus yang mengikat kodein sendiri. Waktu paruh kodein dalam plasma

adalah 2 sampai 4 jam.

Konversi kodein menjadi morfin dipengaruhi oleh enzim sitokrom P450CYP2D6. Polimorfisme

genetik pada CYP2D6 yang telah terkarakterisasi dengan baik menyebabkan ketidakmampuan

untuk mengkonversi kodein menjadi morfin, sehingga menjadikan kodein tidak efektif sebagai

analgesik pada sekitar 10% dari populasi Kaukasia. Polimorfisme lain dapat menyebabkan

peningkatan sensitivitas terhadap efek kodein. Menariknya, tampaknya ada keragaman dalam

efisiensi metabolik diantara kelompok etnis yang berbeda. Sebagai contoh, orang Cina

memproduksi lebih sedikit morfin dari kodein dibanding dengan orang Kaukasia yang mana juga

kurang sensitifnya terhadap efek morfin daripada orang Kaukasia. Penurunan sensitivitas

terhadap morfin mungkin disebabkan oleh penurunan produksi morfin-6-glukuronid. Jadi

penting untuk memperhatikan dalam pemberian kodein, perlu dipertimbangkan kemungkinan

polimorfisme enzim metabolik pada setiap pasien yang tidak memperoleh analgesia yang

memadai dari kodein atau tidak memberikan suatu respons yang memadai terhadap prodrug lain

yang diberikan.

Selain pada itu, morfin dan opioid terkait menyebabkan efek yang tidak diinginkan dengan

spektrum luas, meliputi depresi pernapasan, mual, muntah, pusing, gngguan mental (cemas,

marah, dan kesedihan), disforia, pruritus, konstipasi, peningkatan tekanan dalam saluran empedu,

retensi urin, dan hipotensi. Hal-hal diatas merupakan dasar-dasar efek dari morfin dan opioid

Page 8: praktikum farmako 14

lainnya, namun adakalanya, pasien mengalami delirium. Peningkatan sensitivitas terhadap nyeri

setelah analgesia berkurang dapat pula terjadi.

3. Tramadol

Indikasi:

TRAMADOL diindikasikan untuk mengobati dan mencegah nyeri yang sedang hingga berat,

seperti tersebut di bawah ini:

- Nyeri akut dan kronik yang berat.

- Nyeri pasca bedah.

Kontra Indikasi:

- Keracunan akut oleh alkohol, hipnotik, analgesik atau obat-obat yang mempengaruhi SSP

lainnya.

- Penderita yang mendapat pengobatan penghambat monoamin oksidase (MAO).

- Penderita yang hipersensitif terhadap TRAMADOL.

Komposisi:

Tiap kapsul mengandung:

Tramadol Hidroklorida.....................................50 mg

Cara Kerja Obat:

Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat.

Tramadol mengikat secara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga mengeblok

sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri.

Page 9: praktikum farmako 14

Di samping itu tramadol menghambat pelepasan neurotransmitter dari saraf aferen yang sensitif

terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri terhambat.

Efek Samping:

- Sama seperti umumnya analgesik yang bekerja secara sentral, efek samping yang dapat terjadi:

mual, muntah, dispepsia, obstipasi, lelah, sedasi, pusing, pruritus, berkeringat, kulit kemerahan,

mulut kering dan sakit kepala.

- Meskipun TRAMADOL berinteraksi dengan reseptor apiat sampai sekarang terbukti insidens

ketergantungan setelah penggunaan TRAMADOL, ringan.

Perhatian:

- Hati-hati bila digunakan pada penderita dengan trauma kepala, peningkatan tekanan

intrakranial, gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat atau hipersekresi bronkus; karena dapat

meningkatkan resiko kejang atau syok.

- Dapat terjadi penurunan fungsi paru apabila penggunaan TRAMADOL dikombinasi dengan

obat-obat depresi SSP lainnya atau bila melebihi dosis yang dianjurkan.

- TRAMADOL tidak boleh digunakan pada penderita ketergantungan obat. Meskipun termasuk

agonis opiat, TRAMADOL tidak dapat menekan gejala putus obat, akibat pemberian morfin.

- TRAMADOL sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil, kecuali benar-benar diperlukan.

0,1% TRAMADOL diekskresikan melalui ASI (Air Susu Ibu).

- TRAMADOL dapat mengurangi kecepatan reaksi penderita, seperti kemampuan

mengemudikan kendaraan ataupun mengoperasikan mesin.

Lama pengobatan

Pada pengobatan jangka panjang, kemungkinan terjadi ketergantungan, oleh karena itu dokter

harus menetapkan lamanya pengobatan. Tidak boleh diberikan lebih lama daripada yang

diperlukan.

Page 10: praktikum farmako 14

Interaksi Obat:

- Penggunaan TRAMADOL bersama dengan obat-obat yang bekerja pada SSP (seperti:

tranquillizer, hipnotik), dapat meningkatkan efek sedasinya.

- Penggunaan TRAMADOL bersama dengan tranquillizer juga dapat meningkatkan efek

analgesiknya.

Dosis:

Seperti halnya obat-obat analgesik, dosis harus diatur sesuai dengan beratnya rasa sakit dan

respon klinis dari penderita.

Dosis untuk dewasa dan anak berumur di atas 14 tahun:

Dosis tunggal: 1 kapsul.

Dosis perhari: hingga 8 kapsul.

Apabila sakit masih terasa, dapat ditambahkan dosis tunggal kedua 1 kapsul TRAMADOL lagi,

setalah selang waktu 30 - 60 menit. Pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal dan hati,

perlu dilakukan penyesuaian dosis.

Kemasan:

Dus isi 5 strip @ 10 kapsul.

Penyimpanan:

Simpan di tempat sejuk dan kering, terlindung dari cahaya.

HARUS DENGAN RESEP DOKTER

4. Ibuprofen

Ibuprofen marupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan pertama kali di banyak negara.

Obat ini bersifat analgesik dengan daya anti-inflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesik

seperti aspirin. Efek anti-inflamasinya terlihat dengan dosis 1200-4000mg/hari. Absorbs

ibuprofen cepat melalui lambung dan kadar maksimum plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu

paruh dalam plasma sekitar 2 jam. 90% ibuprofen terikat dalam protein plasma. Ekskresinya

Page 11: praktikum farmako 14

berlangsung cepat dan lengkap. Kira-kira 90% dari dosis yang diabsorpsi akan diekskresi melalui

urin sebagai metabolit / konjugatnya. Metabolit uta marupakan hasil hidroksilasi dan

karboksilasi.

Obat OAINS derivat asam propionat hampier seluruhnya terikat pada protein plasma. Derivat

asam propionat dapat mengurangi efek diuresis dan natriuresis furosemid dan tiazid, juga

mengurangi efek antihipertensi obat β-bloker, prazosin dan kaptopril. Efek ini mungkin akibat

hambatan biosintesis PG ginjal. Efek samping pada saluran cerna lebih ringan dibandingkan

dengan aspirin, indometasin, atau naproksen. Efek samping lainnya yang jarang ialah eritema

kulit, sakit kepala, trombositopenia, ambliopia toksik yang reversible. Dosis sebagai analgesik

4x400mg/hari tetapi sebaiknya dosis optimal pada tiap orang ditentukan secara individual.

Ibuprofen tidak dianjurkan oleh wanita hamil dan menyusui. Dengan alasan bahwa ibuprofen

relatif lebih lama dikenal dan tidak menimbulkan efek samping serius pada dosis analgesik ,

maka ibuprofen dijual sebagai obat generik bebas dibeberapa negara antara lain Amerika Serikat

dan Inggris.

Perubahan struktur minor pada nukleusibuprofen menghasilkan fenoprofen, ketoprofen,

dan flurbiprofen.

Gambar no 1. Ikatan kimia ibuprofen

Page 12: praktikum farmako 14

Farmakokinetik 

Secara umum ibuprofen beserta turunannya sangat cepat dan sangat efektif diserap setelah

pemberian peroral, dengan bioavailabilitas lebih besar dari 85%. Puncak konsentrasi

plasma terjadi antara 0,5 dan 3 jam tergantung jenis obat yangd ip i l i h . Se lu ruh j en i s oba t

t e r s ebu t menga l i r ke da l am ca i r an s i nov i a l s eca r a  perlahan dan masih

terdapat dalam konsentrasi yang cukup tinggi di sinovial walaupun konsentrasinya

dalam plasma telah menurun. Distribusi flurbiprofenre l a t i f c epa t ke da l am

ca i r an s i nov i a l dan konsen t r a s inya s eband ing dengan konsentrasi plasma setelah

6 jam pemberian peroral. Ibuprofen dieliminasi terutama melalui metabolisme secara

luas di hatimenjadi hidroksil atau konjugasi karboksil dengan kurang dari 1% obat

ditemukanda l am u r in da l am keadaan t i dak d ime tabo l i sme . I bup ro fen

memi l i k i vo lume distribusi yang relatif rendah (0,1 sampai 0,12 L/kg). Waktu

paruh eliminasinya berkisar antara 2 hingga 4 jam.

Farmakodinamik 

Mekanisme kerja ibuprofen melalui inhibisi sintesis prostaglandin denganmenghamba t

Cyc looxygenase I (COX I ) dan Cyc looxygenase I I (COX I I ) .   N a m u n t i d a k

s e p e r t i a s p i r i n , h a m b a t a n y a n g d i a k i b a t k a n o l e h n y a

b e r s i f a t reversibel. Dalam pengobatan dengan ibuprofen, terjadi penurunan

pelepasanmed ia to r da r i g r anu los i t , b a so f i l , d an s e l mas t , t e r j ad i penu runan

kepekaan terhadap bradikinin dan histamin, mempengaruhi produksi limfokin dari limfositT,

melawan vasodilatasi, dan menghambat agregasi platelet.

Penggunaan Klinis

Ibuprofen dapat digunakan untuk mengurangi nyeri yang ringan hingga sedang,

khususnya nyeri oleh karena inflamasi seperti yang terdapat pada arthritisdan gout.

Page 13: praktikum farmako 14

Beberapa pasien dengan rheumatoid arthritis dapat ditangani dengan  baik

menggunakan ibuprofen, namun secara umum ibuprofen lebih berguna untuk  pasien dengan

peradangan yang ringan dan arthritis degeneratif. Flurbiprofen l eb ih po t ens i a l

s ebaga i an t i - i n f l amas i d iband ingkan dengan i bup ro fen dan  b i a sanya dapa t

d i t o l e r ans i dengan ba ik . Ke top ro fen dan f enop ro fen s e r i ng digunakan sebagai

terapi pengganti naproxen.

Dosis

Untuk mengurangi nyeri ringan hingga sedang dosis dewasa penggunaanibuprofen peroral

adalah 400 mg untuk nyeri haid 400 mg peroral kalau perlu. Untuk arthritis rheumatoid

400-800 mg. Untuk demam pada anak-anak 5mg/kgbb,u n t u k n y e r i p a d a a n a k -

a n a k 1 0 m g / k g b b , u n t u k a r t h r i t i s j u v e n i l 3 0 - 40mg/kgbb/hari.

Efek Samping

S e c a r a u m u m s e m u a t u r u n a n a s a m p r o p i o n a t m e m i l i k i e f e k

i r i t a s i gastrointestinal dan ulserasi yang lebih kecil dibandingkan dengan

pemberiansalisilat. Fungsi platelet mungkin dipengaruhi dan bervariasi dari masing-

masingturunannya. Inhibisi dari sintesis prostaglandin dapat memperburuk

disfungsiginjal pada pasien dengan kelainan ginjal yang mana prostaglandin

diperlukanuntuk mempertahankan aliran darah ginjal. Dapat juga menimbulkan suatu

reaksialergi pada pasien yang hipersensitif. Efek terhadap ginjal dapat berupa

gagalginjal akut, nefritis interstisialis, dan sindrom nefrotik 

Efek samping dari ibuprofen dapat berupa kemerahan, pruritus, tinitus,  pusing,

nyeri kepala, cemas, meningitis aseptik, dan retensi cairan di samping e f e k

g a s t r o i n t e s t i n a l ( d a p a t d i u b a h d e n g a n p e n e l a n a n b e r s a m a

m a k a n a n ) . Pembe r i an i bup ro fen da l am j angka wak tu yang l ama

be rhubungan dengan agranulositosis dan aplasia sumsum tulang granulositik 

Page 14: praktikum farmako 14

Interaksi Obat

Pemberian dengan aspirin meningkatkan pembersihan obat bebas ( freedrug clearance) .

Dapa t j uga t e r j ad i i n t e r aks i dengan koagu l an namun j a r ang terjadi.

Perbandingan Dengan NSAID Lainnya

Efek anti-inflamasi dari ibuprofen lebih besar daripada aspirin. Pada dosissekitar 2400mg per

hari, efek anti inflamasi ibuprofen setara dengan 4g aspirin.

Analisis Hasil Percobaan

1. Gejala-gejala yang dirasakan oleh O.P yang test rasa nyeri dengan manset, setelah meminum

obat kode 14 yaitu rasa mual, berkeringat, lelah. Oleh karena gejala-gejala yang dirasakan

oleh O.P. kelompok kami menyimpulkan obat yang diberikan adalah Tramadol, tetapi setelah

dikonfirmasi hasilnya adalah Obat Paracetamol. Melalui analisis kelompok kami, dari teori

yang ada ternyata efek yang diberikan obat paracetamol memang dirasakan oleh O.P tetapi

kelalaian kelompok kami tidak cermat untuk melihat gejala-gejala yang ada.

2. Gejala-gejala yang dirasakan oleh O.P pada test rasa nyeri dengan menggunakan es, setelah

minum obat kode 143 didapatkan gejala mual, pusing, dan nyeri lambung. Gejala-gejala ini

hanya muncul pada beberapa saat setelah O.P meminum obat, setelah 60 menit gejala-gejala

tersebut sudah tidak dirasakan oleh O.P. (kemungkinan gejala tersebut hanya gejala sugesti

atau subjektifyang dirasakan O.P) Oleh karena itu, kelompok kami menyimpulkan bahwa

obat yang diminum tersebut adalah placebo, dan setelah dikonfirmasi ternyata sesuai dengan

obat yang diberikan oleh instruktur