PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

31

Transcript of PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

Page 1: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id
Page 2: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

[ i ]

PRABHAJÑĀNA:

Page 3: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

[ i ]

PRABHAJÑĀNA: MOZAIK KAJIAN PUSTAKA LONTAR

UNIVERSITAS UDAYANA

Page 4: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

[ ii ]

PRABHAJÑĀNA: MOZAIK KAJIAN PUSTAKA LONTAR

UNIVERSITAS UDAYANA

PENULIS I Wayan Suardiana

Sri Jumadiah

Komang Puteri Yadnya Diari

Putu Eka Guna Yasa

Made Reland Udayana Tangkas

Putu Reland Dafincy Tangkas

I Made Wijana

Ida Bagus Rai Putra

Luh Putu Puspawati

I Ketut Ngurah Sulibra

Ni Ketut Ratna Erawati

I Wayan Juliana

I Nyoman Suwana

I Nyoman Sukartha

I Nengah Juliawan

PENYUNTING

Ni Ketut Ratna Erawati

I Ketut Ngurah Sulibra

Putu Eka Guna Yasa

DESAIN SAMPUL

I Made Agus Atseriawan Hadi Sutresna

Diterbitkan oleh:

SWASTA NULUS

Jl. Tukad Batanghari VI.B No. 9 Denpasar-Bali

Telp. (0361) 241340

Email: [email protected]

Cetakan Keempat:

2019, xx + 254 hlm, 14.8 x 21 cm, Times New Roman 11

ISBN 978-602-5742-96-5

----------------------------------------------------------------------------------- Isi diluar tanggung jawab percetakan

Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau

memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini, Tanpa ijin tertulis dari Penerbit

[ iii ]

Page 5: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

[ ii ]

PRABHAJÑĀNA

ISBN 978-602-5742-96-5

[ iii ]

DAFTAR ISI

Sambutan Rektor Universitas Udayana ~ v

Sambutan Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana ~ vii

Sambutan Ketua Pusat Kajian Lontar Universitas Udayana ~ ix

Teks-Teks Lontar sebagai Acuan dalam Budaya Bercocok Tanam

Padi Secara Holistik ~ 1

I Wayan Suardiana

Penggunaan Kata Magis dalam Mantra Lontar Pangujanan ~14

Sri Jumadiah

Visi Kebudayaan Hindu:Tokoh Mpu Kuturan dalam Naskah

Lontar Bali ~ 38

Komang Puteri Yadnya Diari

Kisah Pemuja dan Penjelajah Sarira dalam Lontar Bali ~ 52

Putu Eka Guna Yasa

Lontar Usada Patengeran Wong Agering: Ilmu Diagnosis Klasik

Khas Bali Berbasis Ekologi ~ 74

Made Reland Udayana Tangkas dan Putu Reland Dafincy Tangkas

Fungsi Pohon Dadap dalam Beberapa Teks Lontar Usadha ~ 93

I Made Wijana

Peran Sirarya Kubon Tubuh Memunculkan Trah Adipati

Majapahit dan Zaman Gelgel ~ 114

Ida Bagus Rai Putra

Page 6: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

[ iv ]

Menelusuri Jejak-Jejak Dalang Tangsub dari Bongkasa ~ 124

Luh Putu Puspawati

Teks Lontar Istri Sasana: Analisis Struktur Makro ~ 139

I Ketut Ngurah Sulibra dan Ni Ketut Ratna Erawati

Sikap Beryadnya dalam Geguritan Yadnya ring Kuruksetra ~ 158

I Wayan Juliana

Proses Pembalian Kakawin Siwaratrikalpa Menjadi Geguritan

Siwaratrikalpa ~ 175

I Made Suastika

Wacana Puja Bhakti: dalam Kakawin Rāja Patni Mokta ~ 199

I Nyoman Suwana

Nilai Pendidikan Moral dalam Cerita Lisan di Bali ~ 219

I Nyoman Sukartha

Wong Angendok dalam Lontar Awig-Awig Tenganan

Pegringsingan ~ 239

I Nengah Juliawan

[ v ]

ñāna

ñāna

ñāna

Page 7: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

[ iv ]

Wacana Puja Bhakti: dalam Kakawin Rāja Patni Mokta

[ v ]

SAMBUTAN

REKTOR UNIVERSITAS UDAYANA

Buku Prabhajñāna: Mozaik Kajian Pustaka Lontar

Universitas Udayana Hal ini terwujud sebagai bentuk kesungguhan

hati dan kerja keras para pengelola Pusat Kajian Lontar dalam

melakukan penulisan dan kajian-kajian naskah lontar yang penting

untuk masyarakat. Sebagai salah satu pusat unggulan Universitas,

Pusat Kajian Lontar Universitas Udayana mempunyai peran penting

dalam memasyarakatkan kekayaan pengetahuan yang ada dalam

naskah-naskah lontar. Naskah lontar di samping sebagai dokumentasi

budaya juga merupakan warisan budaya yang sangat berharga karena

memuat nilai-nilai yang masih relevan dengan kehidupan sekarang

sehingga menjadi sebuah tanggung jawab kita untuk mengungkap

'mutiara' yang terkandung di dalamnya.

Terbitan buku Prabhajñāna: Mozaik Kajian Pustaka Lontar

Universitas Udayana ini memuat 14 tulisan mengenai kajian naskah

lontar Bali yang dikemas sedemikian rupa agar mudah dipahami oleh

para pembaca. Secara akademis, kajian naskah lontar dapat dijadikan

sebagai objek pengajaran untuk mengambil nilai-nilai dan

kandungan di dalamnya. Tulisan-tulisan terbitan buku Prabhajñāna:

Mozaik Kajian Pustaka Lontar Universitas Udayana membicarakan

tentang budaya Bali yang terekam dalam naskah lontar. Kandungan

pengetahuan di dalamnya dapat dijadikan pedoman kehidupan, guna

meningkatkan pemahaman dan persepsi tentang kebudayaan semakin

dalam dan meningkat. Nilai-nilai adi luhung lontar sangat

dibutuhkan dalam penelitian-penelitian invensi sebagai wujud

Page 8: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

[ vi ]

hilirisasi lontar untuk produk inovatif produktif di Universitas

Udayana.

Sebagai salah satu warisan budaya, naskah lontar mampu

memberi informasi mengenai berbagai aspek kehidupan masyarakat,

antara lain pengobatan, hukum, politik, peternakan, pertanian,

astronomi, arsitektur, pariwisata, ekonomi dan sosial budaya. Terbitan ilmiah tekstologi lontar Pusat Kajian Lontar Universitas

Udayana perlu dan penting dilakukan. Alasan ini tidak akan menjadi

stereotif semata akan tetapi menjadi semakin perlu dan penting

terbitan pengkajian dilakukan. Betapa tidak, karena ke depan

aktivitas ilmiah Tim Lontar Unud semakin mengedepan menjadi

pendukung utama program unggulan dan pengembangan batang-

batang keilmuan yang dikelola pada setiap fakultas di Universitas

Udayana. Terbitan buku Prabhajñāna: Mozaik Kajian Pustaka

Lontar Universitas Udayana ini semakin bermakna karena para

penulisnya adalah para ahli dan juga Stakeholders tekstologi lontar

Bali sendiri, yaitu para pewaris budaya Bali berlatar belakang

akademik yang baik.

Kepada para penulis dan Tim Lontar Universitas Udayana

yang telah berusaha dengan sebaik-baiknya dalam mempersiapkan

buku kajian ini sehingga menjadi seperti sekarang ini, saya ucapkan

terima kasih.

Rektor Unud

Anak Agung Raka Sudewi

[ vii ]

ñāna

Page 9: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

[ vi ]

ñāna

[ vii ]

SAMBUTAN

DEKAN FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS UDAYANA

Pusat Kajian Lontar Universitas Udayana (sebelumnya UPT

Perpustakaan Lontar) yang berada di lingkungan Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Udayana merupakan tempat penyimpanan

naskah lontar terbesar ketiga di Bali (setelah Gedong Kirtya dan

Dinas Kebudayaan Provinsi Bali). Keberadaan Pusat Kajian Lontar

Universitas Udayana merupakan aset penting yang diwariskan oleh

para pendiri bangsa dan pantas dijadikan unggulan Universitas

Udayana sehingga patut dikembangkan secara berkesinambungan.

Dalam upaya untuk meneruskan amanat pendirian Fakultas

Ilmu Budaya sebagai kunci wasiat sesuai harapan pendiri, pengkajian

naskah-naskah lontar yang dilakukan oleh Pusat Kajian Lontar

merupakan terobosan ilmiah yang penting dan harus selalu

dikembangkan. Pada era sebelumnya, naskah-naskah lontar hanya

dimanfaatkan oleh para mahasiswa, dosen, dan peneliti-peneliti yang

menaruh perhatian pada khazanah pernaskahan Bali. Dengan

demikian, pengkajian dan penelitian naskah lontar harus tetap

dilakukan berkesinambungan agar pelestarian, pemaknaan,

pendalaman, dan pengembangan nilai-nilai budaya dapat dilakukan

agar dapat diketahui dan digunakan oleh masyarakat. Oleh karena

itu, buku Prabhajñāna: Mozaik Kajian Pustaka Lontar Universitas

Udayana ini diharapkan mampu membuka wawasan masyarakat

mengenai kekayaan ilmu pengetahuan lokal Bali yang terkandung

dalam naskah-naskah lontar memiliki nilai-nilai universal.

Page 10: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id
Page 11: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

āna

[ 92 ]

Prabhajñāna: Mozaik Kajian Pustaka Lontar Universitas Udayana

[ 93 ]

FUNGSI POHON DADAP

DALAM BEBERAPA TEKS LONTAR USADHA

I Made Wijana

Prodi Sastra Jawa Kuno

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana

Abstrak

Pohon dedap (erythrina) bagi masyarakat Bali memiliki kedudukan yang

khusus dan sangat fungsional. Selain dimanfaatkan sebagai alat-alat

upacara, juga dimanfaatkan sebagai pagar pekarangan rumah atau tegalan.

Pohon ini dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan tradisional Bali (dengan

berbagai bahan campuran lainnya), mulai dari daun, bunga, pucuk, guguran

daun, kulit, akar, bahkan sampai kambiumnya. Oleh sebab itu, pohon dedap

ini sering kali dituliskan dalam teks-teks usadha Bali, misalnya dalam

Usadha Durga Kala, Usadha Pamupug Guna-Guna, Usadha Rare, Usadha

Tumbal, Usadha Pamupug Guna-Guna, Usadha Wong Agering, Usadha

Edan,Usadha dale, Usadha Tiwas Punggung, Usadha Sari, dan beberapan

naskah lontar lainnya. Beberapa bentuk olahanyya mulai dari yang

berbentuk loloh (jamu), simbuh (sembar), boreh (parem), uap (balur), oles,

tutuh (tetes). Selain itu difungsikan sebagai sarana penolak bala dan

menghidupkan cakra.

Kata kunci: dedap, obat tradisional, usadha.

Pendahuluan

Dadap atau dedap adalah sejenis pohon berduri dan

bunganya berwarna merah (erythrina), yang biasanya ditanam disela-

sela pohon kopi sebagai pelindung, kayu ringan hanya baik untuk

kayu bakar (Badudu-Zain, 1994: 297 dan 320- 321). Tanaman tropis

ini memiliki nama latin Erythriana variegate. Kata dadap yang

berarti pohon dedap dapat ditelusuri dalam Kakawin

Ramayana,tersurat seperti berikut ini. “Dadap matob dadali padha

Page 12: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

Prabhajñāna: Mozaik Kajian Pustaka Lontar Universitas Udayana

[ 94 ]

nedeng kabeh” ‘pohon dedap dan pohon delima sama-sama tumbuh

dengan suburnya’ (Sargah 16, bait 24, baris 1). Merujuk arti kata

yang tersurat dalam baris kakawin itu, menunjukkan bahwa pohon

dedap ini keberadaannya telah lama ada di bumi Nusantara. Pohon

ini memperkaya khazanah flora kita. Bali sebagai daerah tropis

merupakan istana bagi pohon dedap ini.

Pohon dedap tumbuh dengan suburnya, terutama di daerah

pegunungan. Ciri yang paling mudah mengenal pohon ini adalah dari

tangkainya yang memiliki jumlah lembaran daun sebanyak tiga

lembar. Pohon ini diperbanyak dengan menggunakan stek batang,

biasanya ditanam sebagai pagar pembatas. Selain itu, difungsikan

sebagai tanaman penyangga dan sebagai tanaman peneduh bagi

pohon yang dililitkan pada batangnya. Pohon dedap ini akan cepat

tumbuhnya di daerah yang agak sedikit lembab, tidak memerlukan

perawatan secara maksimal. Jika kuncup daun telah tumbuh,

menandakan pohon ini telah tumbuh. Pohon ini cepat besar, dengan

jumlah tangkai yang cukup banyak disertai dengan daunnya yang

rimbun. Jika telah besar, biasanya daunnya akan dimanfaatkan

sebagai hijauan atau kompos. Batangnya yang muda beserta

pucuknya, dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pohon ini banyak

jenisnya, ada yang daunnya berwarna hijau agak pekat serta berduri

pada batangnya. Biasanya pohon yang memiliki duri seperti ini

disebut dengan pohon delundung. Delundung ini apakah sama

dengan dadap wong?. Hanya ahli botani yang mengetahuinya.

Pohon dedap yang biasanya ditanam di rumah-rumah

penduduk, adalah dadap serep. Pohon ini biasanya ditanam di areal

tempat suci dan dipekarangan. Dadap serep ini tidak memiliki duri

keras. Tanaman ini memiliki kegunaan yang cukup banyak. Mulai

dari daunnya sampai ke akarnya. Pohon ini seolah-olah tidak bisa

dipisahkan dari kehidupan masyarakat Bali, tidak ubahnya dengan

pohon jepun. Ia ditanam ditempat suci, juga bunganya akan selalu

hadir bersamaan dengan bunga yang lainnya dalam ritual

āna

[ 95 ]

Page 13: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

āna

[ 94 ]

nedeng kabeh”

Prabhajñāna: Mozaik Kajian Pustaka Lontar Universitas Udayana

[ 95 ]

keagamaan. Mengapa ditanam di areal tempat seperti itu? Bunganya

yang berwarna putih merupakan simbol kesucian. Selain itu yang

terpenting ketika diperlukan, tidak usah pergi jauh untuk mencarinya.

Dalam hitungan beberapa menit saja, bagian-bagian dari pohon itu

sudah berada dalam genggamannya.

Daun dari pohon dedap ini, selain dimanfaatkan untuk

hijauan dan pakan ternak seperti telah disebutkan, masyarakat kita

sering juga memanfaatkan untuk keperluan pengobatan yang bersifat

ringan. Seluruh bagian dari pohon dedap ini bisa dimanfaatkan untuk

keperluan itu karena memiliki sifat kandungan yang menyejukkan

(tis). Daun dan kulit batangnya (kerikan), biasanya digunakan untuk

keperluan melancarkan asi, menurunkan panas, pencegahan disentri,

cacingan, reumatik, menjaga kesehatan fase persalinan. (Qi Manteb

Sari, 2015: 180-181). Dalam tradisi masyarakat yang masih hidup

sampai sekarang, biasanya yang dilakukan oleh orang-orang tua kita

yang berada di pedesaan. Jika dalam keluarganya ada yang demam,

mereka akan memetik beberapa lembar daun pohon dedap ini. Daun

ini digunakan secara langsung, tanpa dikombinasikan dengan bahan

yang lainnya. Lembaran daun tersebut ditaruh pada perut yang

mengalami demam itu. Tujuannya adalah untuk menurunkan panas

badan. Selain daunnya, lumlum/lublubnya (cambium) dan kerikan

batangnya, dapat dimanfaatkan juga untuk keperluan pengobatan.

Model pengobatan dengan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan

itu hingga kini masih bisa bertahan di masyarakat. Hal ini

menandakan bahwa masyarakat kita begitu dekatnya dengan alam.

Menurut mereka alam itu adalah segala-galanya. Alam adalah tempat

tumbuhnya beraneka jenis tanaman. Tumbuh-tumbuhan itu

memberikan kehidupan baginya. Dengan bersandarkan pada alam

tersebut, terutama dalam masalah pengobatan mereka akan

memanfaatkan isi alam tersebut. Bahan-bahan untuk keperluan

masalah itu telah tersedia. Model pengobatan seperti itu, dewasa ini

mendapat gempuran yang cukup dahsyat. Obat-obatan modern dari

Page 14: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

Prabhajñāna: Mozaik Kajian Pustaka Lontar Universitas Udayana

[ 96 ]

farmasi-farmasi beredar cukup banyak, puskesmas terus dibangun di

sana-sini, mengepung seluruh pelosok kota-kota kecamatan.

Gempuran ini sama sekali tidak menyurutkan nyali masyarakat kita

yang memiliki pengetahuan akan hal ini. Mereka memiliki suatu

prinsip, sama-sama meringankan penderitaan umat manusia. Untuk

itu, sampai saat ini masih ada saja yang memanfaatkan aneka

tanaman itu untuk keperluan pengobatan. Beraneka jenis tanaman

itu dimanfaatkan sedemikian rupa untuk keperluan suatu ramuan.

Dalam meracik ramuan itu, biasanya akan dicari bagian-bagian

tertentu disesuaikan dengan kebutuhan. Dadap yang tergolong

sebagai tanaman obat akan ikut ambil bagian dalam racikan itu.

Pohon ini selain dimanfaatkan untuk masalah pengobatan,

dimanfaatkan juga untuk keperluan yang lainnya. Leluhur kita zaman

dahulu melihat akan kegunaannya memberi julukan terhadap pohon

yang satu ini dengan sebutan “Taru Sakti”. Pohon ini memang pantas

menerima julukan seperti itu karena ia selalu hadir dalam berbagai

keperluan. Ia seolah-olah tidak bisa dipisahkan dari kehidupan

masyarakat Bali. Selain untuk keperluan seperti yang telah

disebutkan, bagian-bagiannya akan hadir kembali sebagai sarana

ritual keagamaan yang ada di Bali. Sebut saja bagian-bagian dari

pohon itu, sebagai contoh kecil saja. Tangkainya yang sudah agak

tua, biasanya akan dimanfaatkan sebagai sarana penyangga untuk

tempat suci. Penggunaan untuk keperluan ini, utamanya bagi mereka

yang belum mampu mendirikan suatu tempat untuk memuja

kebesaran Tuhan dalam wujud permanen. Tempat suci yang

bersaranakan batang dedap ini disebut dengan “turus lumbung”.

Tangkai dari pohon ini, akan kembali hadir berkaitan dengan tempat

suci itu juga, terutama yang bercabang tiga. Ia akan berubah fungsi,

jika “turus lumbung” itu telah berubah menjadi bangunan yang

bersifat permanen. Tangkai pohon itu akan difungsikan, dalam hal

ini dijadikan sarana sebagai penuntun. Dalam fungsinya sebagai

sarana penuntun, tentunya akan dilengkapi dengan perangkat yang

āna

[ 97 ]

Page 15: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

āna

[ 96 ]

Prabhajñāna: Mozaik Kajian Pustaka Lontar Universitas Udayana

[ 97 ]

lainnya, yaitu benang “tridatu”(benang yang berwarna merah, hitam

dan putih) disertai dengan sejumlah uang kepeng dan lain-lainnya.

Pohon dadap, sebagai pohon yang ikut mewarnai ritual

keagamaan yang ada di Bali. Daunnya, akan dimanfaatkan sebagai

pernak-pernik, untuk melengkapi suatu rangkaian dari suatu

persembahan. Lembaran-lembaran daunnya ditumbuk halus

kemudian dicampur dengan beras yang telah direndam, yang disebut

dengan “tepung tawar”. Ada juga yang diolah dalam bentuk rajangan

atau diiris kecil-kecil. Irisan itu dicampur dengan bunga jepun yang

telah diiris juga, ditambah beras secukupnya. Campuran seperti itu

disebut dengan “sesarik” sebagai salah satu rangkaian dari

persembahan juga. Ada juga daunnya yang utuh dipadukan rangkain

jamur, yang disebut dengan “sasap”. “Sasap” ini biasanya

ditempatkan pada benda sebelum benda itu diupacarai. Masalah-

masalah seperti ini, hingga kini masih dipahami betul oleh orang-

orang tua kita. Hal ini mengalir dalam dirinya, catatan itu akan

terbuka dengan sendirinya, dilakukannya secara tulus ikhlas. Sambil

bersenda gurau ketika melakukan pekerjaan secara gotong royong,

sesembahan itu mampu diwujudkannya. Mereka yang menggeluti

bidang ini disebut dengan “sarati”.

Leluhur kita pada zaman dahulu telah memanfaatkan pohon

yang satu ini untuk kepentingan sarana pengobatan. Hal ini masih

dapat kita telusuri dari sejumlah kearifan lokal yang berbentuk

lontar. Lontar-lontar ini tersimpan pada sejumlah tempat. Warisan itu

disebut dengan naskah usadha. Naskah-naskah usadha, jumlahnya

cukup banyak dengan beraneka judulnya. Bila kita cermati isinya,

menunjukkan bahwa leluhur kita telah mampu memanfaatkan isi

alam ini dengan baik. Dalam memanfaatkan isi alam tersebut,

tercermin juga bahwa mereka telah mampu juga merawat alam ini

dengan baik juga. Hal ini dapat diketahui, diteruskan dari satu

generasi ke generasi berikutnya dengan baik dalam bentuk kearifan

lokal. Kearifan itu dikenal dengan “tumpek bubuh” (Wijana, 2018;

Page 16: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

Prabhajñāna: Mozaik Kajian Pustaka Lontar Universitas Udayana

[ 98 ]

126). Ini menunjukkan betapa tingginya penghargaan mereka

terhadap alam ini. Alam itu menurut mereka adalah segala-galanya.

Alam sebagai penyedia berbagai kebutuhan manusia. Kebutuhan

akan pengobatan, alam telah menyediakan dalam jumlah yang cukup

banyak. Ketersediaan akan masalah ini tersebar dimana-mana.

Ketersediaan bahan yang melimpah itu diiringi dengan pengetahuan

yang memadai. Mereka mampu memanfaatkannya sebagai suatu

ramuan untuk meringankan penderitaan umat manusia. Tanaman

untuk keperluan itu, ada yang dimanfaatkannya secara keseluruhan

(sakawit) dan ada yang diambil bagian-bagiannya saja. Dalam

pemanfaatannya itu, ada yang berdiri sendiri, ada juga yang

dipadukan dengan sarana yang lainnya dengan takarannya tersendiri.

Pemanfaatan akan bahan-bahan itu melahirkan suatu ramuan.

Ramuan-ramuan ini diolah dalam berbagai bentuk, ada yang berupa

cairan dan ada yang berbentuk padat.

Teks usadha itu bila diumpamakan sebagai sebuah taman,

maka ia adalah taman yang indah. Taman itu akan ditumbuhi atau

ditanami dengan sejumlah tanaman dengan penataan yang

sedemikian rupa. Tanaman-tanaman yang ada di taman itu, ada yang

tergolong tanaman berbatang keras (kayu), tergolong tanaman perdu,

dan lain sebagainya. Pohon dadap hadir juga dalam taman itu, ia ikut

menghiasi taman itu. Sebagai pohon yang hadir dalam taman itu, ia

akan memiliki peran yang tidak jauh berbeda dengan tanaman yang

lainnya yang ada di taman itu. Kehadirannya di taman itu, memiliki

peranan yang cukup penting juga. Peran itulah akan ditelusuri,

terutama dalam masalah pengobatan berdasarkan kearifan lokal yang

dimiliki. Mengingat seperti yang telah disebutkan, utamanya untuk

pengobatan yang bersifat ringan. Bagian-bagian dari tanaman dadap

ini, akan ditelusuri berdasarkan sejumlah naskah usadha. Bagian-

bagian itu dijadikan ramuan untuk mengobati atau mencegah suatu

penyakit. Itulah yang akan dibahas dalam tulisan ini.

āna

[ 99 ]

Page 17: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

āna

[ 98 ]

Prabhajñāna: Mozaik Kajian Pustaka Lontar Universitas Udayana

[ 99 ]

Teks Usadha sebagai Taman yang Indah

Tumpek Wariga atau yang dikenal dengan tumpek bubuh.

Tumpek Bubuh secara perhitungan kalender Bali diperingati setiap

enam bulan sekali. Tumpek Bubuh, sebagai suatu kearifan lokal yang

masih hidup dalam masyarakat Bali. Pada hari itu (Tumpek Bubuh),

umat Hindu menghaturkan sesembahan sebagai wujud rasa syukur

kehadapan Tuhan. Lewat sesembahan itu diharapkan tumbuh-

tumbuhan itu dapat tumbuh dengan suburnya dan memberikan hasil

yang berlimpah. Pada saat itu, masyarakat pantang melakukan

aktivitas baik berupa penebangan atau yang lainnya terhadap

pepohonan. Hal ini sebagai suatu bentuk penghormatan terhadap

lingkungan. Kearifan seperti itu menunjukkan bahwa leluhur kita

betul-betul menghargai yang namanya lingkungan.

Umumnya mereka menanam berbagai jenis tanaman, mulai

dari tanaman untuk keperluan sehari-hari, upacara, bahan bangunan

dan lain-lainnya. Tanaman-tanaman itu biasanya akan ditanam sesuai

dengan tempatnya. Seiring dengan perjalanan waktu dan

pemeliharaan yang baik, maka tanaman-tanaman itu akan tumbuh

dengan suburnya. Tanaman-tanaman yang tumbuh disekitar

lingkungannya itu, menjadikan lingkungan akan lebih asri.

Lingkungan yang asri ditandai dengan beraneka jenis tanaman

dengan penataan dan perawatan yang baik. Jika telah cukup berumur,

ia bagaikan payung-payung alam yang memberikan keteduhan.

Keteduhan sebagai akibat dari payung-payung alam itu, akan

berdampak kelestarian terhadap mata air. Air akan terus membasahi

alam ini karena drainase alam ini terpelihara dengan baik. Agar

lingkungan itu tetap terjaga dengan baik, penanaman pohon harus

dilakukan secara terus menerus. Selain itu agar tidak terjadi

penebangan yang membabi buta, haruslah diimbangi dengan suatu

aturan. Aturan tersebut bersifat mengingatkan warganya sekaligus

akan mengerem pembabatan alam. Warga dilarang melakukan

penebangan pohon pada hari-hari tertentu. Apabila aturan itu tidak

Page 18: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

Prabhajñāna: Mozaik Kajian Pustaka Lontar Universitas Udayana

[ 100 ]

ditaatinya, yang akan terjadi adalah pembabatan atau penebangan

setiap hari. Pembabatan itu akan terjadi dari satu sudut ke sudut

yang lainnya, tanpa henti-hentinya. Tunas-tunas muda tidak akan

tersisa lagi. Beberapa jenis pohon akan musnah, yang tersisa

hanyalah tonggak-tonggak saja. Jika hal seperti itu yang terjadi, akan

diiringi juga dengan lenyapnya sejumlah mata air. Kearifan itu

hingga kini masih terpelihara dengan baiknya dan ditaati oleh

warganya.

Hamparan karpet hijau yang membentang dikejauhan itu,

adalah kumpulan dari pohon-pohon besar. Pohon-pohon itu

menjulang dengan tingginya bak pencakar langit. Dari kejahuan,

bagaikan sebuah lukisan alam yang mempesona. Di balik lukisan

yang mempesona itu, hiduplah beberapa jenis fauna. Lukisan alam

dalam wujud hamparan hijau yang membentang itu, merupakan

istananya bagi fauna tersebut. Istana itu sebagai tempat berlindung

sekaligus sebagai tempat berkembang biak. Hamparan hijau yang

membentang cukup luas itu, ditumbuhi oleh beraneka jenis

tumbuhan-tumbuhan. Dewasa ini, adakah yang masih mengetahui

akan nama-nama tumbuh-tumbuhan tersebut?. Demikian juga akan

kegunaannya bagi kehidupan manusia itu sendiri?. Hal ini tidak

ubahnya saat kita menelusuri tanaman-tanaman obat yang tersurat

dalam teks-teks usadha. Dari teks-teks usadha tersebut, tersurat

beraneka jenis tanaman. Aneka tanaman tersebut bila disatukan

dalam sebuah wadah tidak ubahnya bagaikan sebuah taman yang

indah dan mempesona yang ditata sedemikian rupa sehingga

menyejukkan mereka yang berada di dalamnya. Hal ini merujuk arti

dari taman itu: 1) kebun yang ditanami dengan bunga-bungaan dan

ditata dengan baik; 2) tempat yang indah tempat orang-orang

beristirahat yang ditanami pohon perindang (Badudu-Zain, 1994:

59). Teks-teks usadha bila kita umpamakan sebuah taman, maka

dalam taman itu akan terdapat sejumlah tanaman. Tanaman-tanaman

āna

[ 101 ]

Page 19: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

āna

[ 100 ]

Prabhajñāna: Mozaik Kajian Pustaka Lontar Universitas Udayana

[ 101 ]

yang ada di sana itu berfungsi memberikan keteduhan fisik dan

nonfisik.

Pencinta usadha akan disejukkan pikirannya apabila telah

mampu mendeskripsikan akan tanaman-tanaman tersebut. Mereka

betah bertahan di tempat duduknya, membuka lembaran-lembaran

yang menyuratkan akan pengetahuan mengenai seputaran masalah

pengobatan. Mereka dengan sabar terus menelusuri satu per satu dan

berusaha untuk memahaminya. Dalam penelusuran itu, selain

mendapatkan pengetahuan mereka akan mendapatkan kepuasan

batin. Lihatlah ketika Dewi Sita berada di pengasingan, ia dikurung

di sebuah taman. Taman itu bernama Taman Angsoka. Angsoka

adalah sejenis tanaman yang berasal dari India, bunganya harum dan

indah sekali, tempat burung-burung biasanya hinggap dan bernyanyi

(Badudu-Zain, 1994: 59), (Dinas Kebudayaan Kota Denpasar dengan

Badan Bahasa Aksara dan Sastra Bali, 2008: 674). Mengapa Dewi

Sita dikurung ditaman Angsoka oleh Rahwana?. Rahwana

mengurung Dewi Sita ditaman Angsoka itu, memiliki suatu tujuan.

Beliau telah memikirkan akan hal itu secara matang karena beliau

adalah sosok pemimpin yang mempunyai wawasan yang luas.

Apabila ingin mengetahuinya, kita harus telusuri arti dari kata

Angsoka tersebut. Soka itu berarti sedih, mendapat prefik {-a} yang

berasal dari Bahasa Sanskerta. Jadi angsoka berarti agar tidak

bersedih. Dewi Sita ditempatkan pada taman angsoka itu, diharapkan

agar ia tidak teringat lagi dengan suaminya, tidak memikirkan

nasibnya dan memikirkan negerinya (Narendra Dev Pendit, 1953: 83,

Heroesoekarto, 1963: 58). Intinya adalah agar Dewi Sita tidak

bersedih hati. Lebih lanjut dalam teks Subhadrawiwaha, bunga

angsoka ini dilukiskan mampu memikat hati si kumbang. Si

Kumbang menangis terisak-isak pada sebuah lubang seolah-olah

tercekik, dilihat oleh sang Arjuna ketika bermalam disebuah

pertapaan. Beliau melihat sosok kumbang yang tidak bisa menikmati

Page 20: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

Prabhajñāna: Mozaik Kajian Pustaka Lontar Universitas Udayana

[ 102 ]

indahnya bunga itu, karena hari telah malam. Hal ini terlihat pada

kutipan berikut ini:

“Angaras-aras pangasting saradhanta kesir, kumbang

mahangisek-isek ri kuwungnya masret, ngel kungnya ring wengi

hanadhin asoka tanjung, yeka mangun resep i citta mere

langonnya”

‘Sungguh menyentuh hati keindahan bunga srigading yang kering

tertiup angin sepoi-sepoi, kumbang menangis terisak-isak dalam

lubangnya seperti dicekik, dengan payahnya menahan rasa rindu

pada waktu malam masih mengharap bunga asoka dan bunga

tanjung, hal itu yang membuat terharu pikiran pendatang untuk

melihatnya’ (XI, 29).

Selanjutnya lukisan mengenai bunga angsoka yang

merindukan sosok kedatangan yang dicintanya, dan dengan penuh

harapan agar didekati. Sang Arjuna ketika melanjutkan

perjalanannya lagi, beliau melihat taman desa yang indah, seperti

kutipan berikut ini.

“Nyaskasana puspa bana panedengnya pada hana ri pinggiring

nanu, kambangnya kasisir tan neneh inalimbanganakena ri dating

nrepatmaja, lwir harsantamuya ndatan winuni bangkit ika pala-

palar kasempala, kadyanger alabeh manis athawa rajasa karana

nikin turung tiba”

‘Demikian dengan bunga asoka, angsana dan banah yang sedang

mekar di pinggir jalan, tertiup angin tidak merasa takut didekati

saat Arjuna datang, sepertinya sangat senang menyapa tamu

memperlihatkan keindahan agar dipetik, seperti menunggu akan

menjatuhkan keindahannya menyebabkan ia belum gugur’ ( XII,

11).

Teks-teks usadha yang diumpamakan sebagai sebuah taman

yang indah, mampu menyejukkan pikiran orang berada di dalam

taman itu. Mereka duduk sambil menikmati keindahan yang ada di

dalamnya. Untuk dapat menikmati keindahan itu penekun usadha

āna

[ 103 ]

Page 21: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

āna

[ 102 ]

langonnya”

nikin turung tiba”

Prabhajñāna: Mozaik Kajian Pustaka Lontar Universitas Udayana

[ 103 ]

akan memiliki cerita tersendiri atau mengalami proses yang cukup

panjang. Demikian juga dengan leluhur kita, ketika akan

mewujudkan kearifan lokal yang diwarisi sekarang ini, mengalami

suatu proses yang cukup panjang. Proses panjang yang dialaminya,

didasari ketekunan dan kesabaran dalam melakukan olah batin.

Dengan kemampuan olah batin ini, akhirnya mampu melakukan

dialog dengan pohon-pohon yang ada di pegunungan. Adapun pohon

yang pertama diajak dialog adalah pohon beringin, dan seterusnya.

Dari dialog itu diketahui sifat kandungannya, bagian serta kegunaan

masing-masing dari pohon-pohon itu (tersurat dalam Taru Pramana).

Hal ini tentunya tidak terlepas dari kemampuan intelektual dan

kedalam spiritual yang dimilikinya.

Pohon dedap ikut hadir dalam dialog ini, ia menyampaikan

akan kegunaannya dalam pengobatan serta kandungan yang bersifat

menyejukkan (tis). Selain tanaman-tanaman seperti yang disebutkan

dalam teks Taru Pramana, ada juga tanaman bunga yang ikut

memperkaya tanaman usadha ini adalah; mawar (ermawa), anggrek

bulan (sekar anggrek bulan), nagasari (sekar naga puspa), kembang

sepatu (pucuk bang), teleng (sekar cemeng), teratai (kumuda) (dalam

Usadha Yeh, Usadha Durga Kala, dan Usadha Edan). Bunga-bunga

dari tanaman ini, dimanfaatkan sebagai sarana dalam penetralisir

aura.

Fungsi Dedap dalam Usadha

Tanaman-tanaman obat yang dijadikan sarana dalam

pengobatan tradisional (usadha), ada yang secara utuh digunakan

(akar, batang, dan daun). Penggunaan secara utuh terhadap satu jenis

tanaman dalam pengobatan tradisional, dikenal dengan istilah

“sakawit”. Selain secara utuh, ada juga diambil dari bagian-bagian

tertentu, seperti; Carman atau babakan (kulit), Bungan (bunga), Don

(daun), Muncuk (daun yang masih muda), ulungan don (daun yang

Page 22: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

Prabhajñāna: Mozaik Kajian Pustaka Lontar Universitas Udayana

[ 104 ]

sudah gugur), Akah (akar), Lumlum/lublub/atin (cambium). Pohon

dedap seperti telah disebutkan memiliki sifat kandungan tis.

(Tinggen, 1999; 11). Sifat tis yang dimilikinya itu, karena tanaman

ini bunganya berwarna merah (Nala, 1993: 212). Secara

keseluruhan bagian-bagian dari pohon ini dapat dimanfaatkan

sebagai sarana pengobatan. Umumnya yang paling banyak

dimanfaatkan untuk pengobatan adalah daun dan akarnya. Selain itu,

cambium dan kulit batang. Penggunaan akan bagian-bagian dari

pohon dedap ini tergantung dari ramuan yang akan diracik. Dalam

peracikan itu, masing-masing bahan akan memilki takaran tersendiri.

Misalnya, penggunaan akan daun sirih, yang tersurat dalam “usadha

tumbal” ditentukan secara jelas yaitu; sebanyak 3 bidang kapkap ( 3

lembar daun sirih ), kunyit, 3, iis (kunir sebanyak 3 iris). Bagaimana

mengenai daun dadap? Apakah ada dijelaskan seperti itu? Mengenai

daun dadap ini, kebanyakan tidak ditentukan secara jelas mengenai

jumlahnya. Beberapa teks usadha ada yang menyatakan dengan

jelas akan jumlah lembaran dalam suatu ramuan. Misalnya dalam

Usadha Durga Kala, tersurat dengan jelas seperti berikut ini; Ta,

wangundur tiwang, salwiring tiwang, sa, bwah jbug, 3, bsik, kapkap

tmu ros, 3, bidang, kunyit, 3, iis, sembar. (Obat untuk “wangundur

tiwang”, untuk seluruh penyakit “tiwang”, sarananya, buah pinang

yang sudah tua, daun sirih ketemu urat, sebanyak 3 lembar, kunir

sebanyak 3 iris, dijadikan obat sembur) (Made Sudira, 1999; 101).

Umumnya daun dari pohon dedap ini, kebanyakan diolah menjadi

jamu (loloh) dan obat sembur (simbuh). Hal ini dapat ditelusuri dari

“Usadha Pamupug Guna-Guna”, yaitu ramuan untuk keperluan

pengobatan selanjutnya setelah sembuh dari penyakit “mokan”.

Adapun ramuannya seperti berikut ini; daun dedap yang telah gugur,

daun cempedak yang telah gugur, bawang merah dan adas. Bahan-

bahan ini dikunyah dijadikan obat sembur. Bila diperhatikan akan

ramuan tersebut, tidak ada suatu kejelasan seberapa banyak

dibutuhkan dari masing-masing bahan itu. Yang mengetahui jawaban

secara pasti adalah orang yang akan melakukan hal itu. Mereka

āna

[ 105 ]

Page 23: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

āna

[ 104 ]

Prabhajñāna: Mozaik Kajian Pustaka Lontar Universitas Udayana

[ 105 ]

mengunyah,mengolah, dan merasakannya sebelum disemburkan.

Dari salah satu model peracikkan itu, akan diperoleh beberapa jenis

obat dalam bentuk;

1. Tutuh atau Pepeh, tutuh ini berbentuk cairan yang berupa sari

pati.

2. Boreh atau Parem, berbentuk serbuk yang dalam

penggunaannya dicampur dengan cairan (air, arak, cuka atau

yang telah ditentukan)

3. Loloh, berbentuk cairan lebih pekat dari tutuh

4. Usug, disamakan dengan kompres. Usug ini berupa air, hasil

dari perebusan ramuan.

5. Ses atau cairan pembersih luka, berbentuk cairan mengandung

unsur obat.

6. Uap atau urap, bentuknya hampir sama dengan boreh (parem).

7. Oles, bentuknya sama dengan uap baik pembuatannya maupun

penggunaannya.

8. Apun atau limpun, berbentuk cairan. Caranya pembuatannya

dengan cara menggoreng, hasilnya berupa minyak oles.

9. Kakecel atau pijitan, bentuk dan pengolahannya sama dengan

apun.

10. Sembur, bahan-bahan obat dikunyah setelah dirasa lumat lalu

disembur pada bagian yang sakit.

11. Tampel atau tempel, bentuknya sama dengan boreh hanya saja

lebih kental. Jika ditempelkan pada bagian kepala disebut

dengan pupuk (Tim Peneliti Pengembangan dan Pengawasan

Obat dan Makanan, 1983/1984; 29-32), ( Ngurah Nala, 1993;

216), (Usadha Aserep dan Usadha Netra).

Page 24: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

Prabhajñāna: Mozaik Kajian Pustaka Lontar Universitas Udayana

[ 106 ]

Dari jenis-jenis bentuk obat diatas, pohon dedap sebagai

salah satu tanaman obat seperti telah disebutkan di atas, berperan

dalam melahirkan jenis-jenis pengobatan seperti di atas. Untuk itu,

biasanya daun dedap akan difungsikan atau dipadukan dengan

bahan-bahan yang lainnya. Ramuan yang akan dibuat harus

disesuaikan dengan ketentuan yang ada untuk menanggulangi suatu

penyakit. Ramuan-ramuan seperti itu, terutama yang memakai

sarana dari pohon dedap ini, diolah dalam bentuk loloh (jamu), boreh

dan uap (parem), simbuh (sembar), tutuh tetes, usug (kompres), uap

(balur), tirta (air suci sebagai penetralisir). Dari jenis-jenis bentuk

ramuan itu, digunakan untuk mengobati suatu penyakit sebagai

berikut ini:

1. Mengobati penyakit “belaan” pada bayi, sarananya sebagai

berikut; akar pohon dedap, isi kemiri, bawang merah dan adas,

dijadikan uap (sejenis parem tapi agak encer). Untuk mengobati

tiwang brahma, sarananya; daun dedap yang masih muda, tunas

muda (empol) andong merah, deringo, dijadikan obat balur.

Mengobati bayi muntah, sarananya; kulit dari pohon pulai,

kunyit 3 iris, 3 butir merica, disembar pada bagian bahunya.

Selain itu ada juga obat yang lainnya, sarananya sebagai berikut:

kerikan dari pohon dedap, maswi, sembar pada “tuwed”

(bokong? ) (Usadha Rare).

2. Obat “tiwang blabur”, bahan-bahan obatnya adalah; pisang

“saba”, kulit dari pohon dedap, bawang merah yang dibakar

dengan menimbun pada abu yang panas, dijadikan loloh. Selain

itu ada juga ramuan yang lainnya seperti berikut ini; daun

dedap, beras, “pulasari” bawang merah, dihaluskan dijadikan

uap (obat balur). Obat bayi yang sering kesakitan dan sering

menangis, ramuan obatnya adalah sebagai berikut, daun dedap,

bawang merah, “adas”, dijadikan loloh (Usadha Tumbal).

āna

[ 107 ]

Page 25: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

āna

[ 106 ]

Prabhajñāna: Mozaik Kajian Pustaka Lontar Universitas Udayana

[ 107 ]

3. Obat untuk orang yang sering-sering kencing, ramuan obatnya

sebagai berikut; cambium dari pohon dedap, buah asem yang

masih muda, digiling halus dan disaring, diminumkan pada si

penderita (Usadha Pamupug Guna-Guna).

4. Obat sebeha jampi (terasa panas dalam perut) ramuan obatnya;

akar dedap, buah delima putih, tumbung?(tombong), bawang

merah, dana das, digiling, airnya kemudian diminum (Usadha

Wong Agering).

5. Obat kaki membengkak dan terasa sakit disertai dengan panas

membara, adapun obat semburnya bahan-bahannya berupa;

daun dedap yang gugur, buah kemiri yang jatuh dari pohonnya

(dagingnya), bawang dan adas, dikunyah lalu disemburkan.

Obat gatal karena terkena “upas paying” kulit badan tampak

tebal disertai bintik-bintik, salah satu ramuannya adalah; pucuk

dari pohon dedap berduri (dadap wong?), kunir yang sudah tua,

dan kapur bubuk, dibuat dalam bentuk parem lalu dibakar

dengan cara menanam pada abu yang panas. Mengobati

penyakit “kerambit” (gatal-gatal) disertai dengan “tuju”

(bengkak yang berpindah-pindah) (Nala, 1993:199), sarana

obatnya adalah; daun dedap, tembakau yang keras, direbus

menggunakan tempurung kelapa, diberi “rajah”, ditaburi kapur

bubuk, dioleskan pada bagian yang gatal. Mengobati mencret,

dalam bentuk obat sembur, bahan-bahannya adalah; kulit batang

dedap (kerikan) dan kencur, dikunyah kemudian disemburkan

pada bagian perut. Bila sekujur badan terasa sakit dan nyeri,

dapat diobati dengan ramuan sebagai berikut; kerikan dari

pohon sandat, majagau, dedap, dan beras merah, digiling halus,

dibungkus dengan daun, ditanam dalam abu dapur yang panas,

setelah matang ditambah gosokan air cendana, dijadikan parem

(Usadha Edan).

Page 26: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

Prabhajñāna: Mozaik Kajian Pustaka Lontar Universitas Udayana

[ 108 ]

6. Obat badan terasa panas, ramuannya adalah sebagai berikut;

daun dedap yang sudah lapuk, lempuyang, air dari gosokan

cendana, dijadikan boreh (parem). Badan terasa kedinginan,

adapun sarana obatnya adalah; akar serabut pohon dedap,

bagian pangkal dari bawang putih, diolah menjadi loloh. Panas

disertai dengan gelisah, suhu badan tidak pernah turun, bahan-

bahan obatnya adalah; kerikan batang dedap, “sindrong wayah”,

lengkuas, lempuyang, “bangle’, ‘temu tis”, beras kuning,,

kerikan cendana, “masui”, pala, ketumbar, dijadikan parem.

Obat sakit “tiwang” (badan terasa meluang, sakit dan ngilu,

mata agak bengkak, otot kejang sampai pingsan) (Nala, 1993;

195), obatnya berupa obat tempel, yang ditempelkan pada ubun-

ubun kepala. Sarana obatnya adalah sebagai berikut; daun dadap

yang kuning dan kencur, kedua dipanggang (Usadha Netra).

7. Bila badan terasa panas diobati dengan mempergunakan

ramuan sebagai berikut: akar serabut dari pohon “selegui jantan

dan betina”, dicampur dengan “pulasahi” jinten hitam, bawang,

adas, “sepet-sepet” “lungid”, cambium pohon dedap, cambium

pohon Kendal, “beligo” 1 iris, dan beras. Diolah dengan cara

digiling halus, dicampur dengan air perasan dari lengkuas yang

telah dikukus, air dari tebu hitam yang dibakar, dicampur

dengan olahan tadi. Mengobati penyakit “buh” (perut

membesar) (Nala, 1993: 203) “mokan” “moro”(sejenis penyakit

yang disebabkan oleh desti dengan gejala bengkak setempat

atau pada beberapa tempat disertai dengan rasa sakit menusuk-

nusuk (Nala, 1993; 199), adapun bahan obatnya terdiri dari;

daun pohon beringin, daun dedap, daun pohon kendal, dan

cempedak (kesemua daun tersebut harus jatuh dengan

sendirinya), dicampur dengan kunir yang sudah tua (kunir

warangan), “pulasai” bawang, dan adas, dijadikan bahan

sembur. Jika seseorang muntah mencret dan gelisah,

penyakitnya dinamai “tiwang”, kerongkongannya dapat

āna

[ 109 ]

Page 27: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

āna

[ 108 ]

Prabhajñāna: Mozaik Kajian Pustaka Lontar Universitas Udayana

[ 109 ]

disembur mempergunakan bahan-bahan sebagai berikut; 3

pucuk daun dedap, bagian tengah dari bawang (hatin bawang).

(Usadha Dalem).

8. Mengobati penyakit ambeien, adapun sarana obatnya adalah

sebagai berikut; cambium dari pohon dedap, akar kembang

sepatu putih, air dari ‘ketan gajih”, bawang yang dibakar pada

abu yang panas, diolah dalam bentuk jamu (Usadha Tiwang).

9. Bila perut dibawah pusar terasa panas, diobati dengan

mempergunakan ramuan sebagai berikut; pucuk daun dedap,

digiling dicampur dengan endapan air beras, lalu disemburkan.

Bila tidak enak makan, ramuan untuk mengatasinya adalah;

pucuk daun dedap, “nyuh mulung”, bawang yang dibakar

dengan cara ditanam pada abu yang panas, dijadikan obat

minum (loloh) (Usadha Aserep).

10. Perut terasa kembung (begah), tidak bisa berak, bagian bawah

pusar terasa keras dan sakit. Penyakit dengan gejala seperti ini

dinamai “Barah Jampi Kelingsih”. Adapun ramuannya untuk itu

adalah; akar pohon dedap, dalundung (sejenis pohon dadap

durinya agak keras), pulai, “ketan gajih”, bawang yang dibakar

pada abu yang panas. Diolah dijadikan loloh. Perut kembung

dan tidak bisa kentut (bengka), ramuan obatnya adalah; pucuk

daun dedap sebanyak 7 lembar, daun sirih ketemu urat sebanyak

7 lembar, ‘temutis’ (sejenis temu-temuan), ketumbar,

lempuyang, daging kelapa yang dibakar, kerikan dari kayu

cendana, dijadikan obat sembur. “Banta barah Kelingsih”, pada

bagian bawah pusar (siksikan) nampak bengkak menyembul,

perih dan menusuk-nusuk, adapun ramuan untuk penyakit ini

berupa loloh dengan bahan-bahannya; kulit kayu kecemcem

putih, cambium pohon “bihu’, cambium kemiri, cambium

dedap, bunga ”paspasan”, daging kelapa yang dibakar, air jeruk

nipis, dan ‘sari kuning”. Panas badan tidak turun-turun, tidak

Page 28: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

Prabhajñāna: Mozaik Kajian Pustaka Lontar Universitas Udayana

[ 110 ]

ada nafsu makan, kepala seperti ditusuk-tusuk, tidak mampu

bangun. Penyakit disebut ‘Upas Sema”. Salah satu ramuan

obatnya yang berupa parem adalah; daun dedap yang sudah

lapuk, lempuyang, kencur, “pulasari”, gosokan air cendana.

Kesemuanya itu dihangatkan terlebih dahulu sebelum diminum.

Penyakit diseputaran kepala dengan gejala yang berbeda-beda,

salah satu obat semburnya adalah; kulit batang “kepohpoh”

(sejenis pohon mangga yang tidak berbuah), kulit batang pohon

dedap, lempuyang dan ketumbar. Dijadikan obat sembur,

disemburkan pada pangkal leher (Usadha Pangraksa Jiwa).

11. Daun dedap dijadikan sebagai sarana penetralisir. Dalam

penetralisir penyakit yang diperlukan adalah; air bersih yang

ditempatkan pada “sibuh” berisi 3 pucuk dari kuncup daun

dedap. Selanjutnya air tersebut sebelum digunakan diberi doa-

doa. Untuk penyakit menusuk di hulu hati, pengobatannya dapat

dilakukan dengan obat sembur. Bahan-bahan dari obat tersebut

adalah; 7 lembar daun jeruk nipis yang terbalik, 7 lembar daun

dedap, dan ketumbar (Usadha Tiwas Punggung).

12. Obat untuk penyakit “langu macek”, bahan obatnya berupa;

deringo, kecemcem, daun dedap yang telah kuning, ketumbar,

lengkuas yang dibakar pada abu yang panas. Diolah dalam

bentuk obat sembur (Usadha Sari).

13. Obat untuk segala penyakit yang berada dalam perut,

ramuannya seperti berikut ini; akar pohon pulai, akar pohon

dedap, kelapa yang dibakar, ragi, “sarilungid”, dalam bentuk

loloh, disertai dengan mantra Om Brahma ngisep dening bwana,

Om moksha hilang larane syanu, 3. (Usadha Smaratura).

14. Obat untuk “Gering bhuh warang gumigil”, obatnya dalam

bentuk loloh, dengan sarananya sebagai berikut; akar pohon

dedap, pucuk daun sembung, pucuk daun pule, kelapa bakar,

disertai “bobolong”, “pulasar”, “sari lungid”. Obat panas dalam

āna

[ 111 ]

Page 29: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

āna

[ 110 ]

Prabhajñāna: Mozaik Kajian Pustaka Lontar Universitas Udayana

[ 111 ]

disertai otot mengencang, tidak ada nafsu makan, obatnya dalam

bentuk loloh, sarananya sebagai berikut; akar pohon dedap,

buah sirih, bunga blimbing putih, ginten hitam, air bayam

merah, “getih warak”, jeruk nipis, digerus. Obat untuk “kbus

klampet” (panas membara?), sarananya; akar pohon dedap, akar

pohon sembung, akar “pancarsona”, akar daun kentut, asem

yang dipanggang, “sari lungid”, kesemuanya dihancurkan,

dimasukkan ke bambu lalu dibakar, setelah matang diminum.

Obat panas lebih dari 5 hari, obatnya dalam bentuk parem. Salah

satunya, sarananya berupa; kerikan batang pohon sandat,

kencur, lempuyang, dibakar dalam bara api, setelah matang

ditambahi air gosokan cendana. Mengobati penyakit ”buh ring

jero mwang barah” (perut membesar akibat berisi air, warna

kemerah-merahan, dan terasa sakit), sarana obatnya berupa;

daun “pancarsona”, daun dedap, cambium isin?, kencur, tmutis

(sejenis temu-temuan), gula, santan, “daging rong kidik”,

dijadikan obat minum, bisa juga dijadikan obat oles (Usada

Durga Kala).

15. Daun dalam usadha ini dipergunakan sebagai sarana “pamayon”

(menghidupkan cakra?). Adapun sarana untuk keperluan itu

adalah; garama satu genggam, daun dedap 3 lembar.

Difungsikan sebagai “tatulak babai”, sarananya sebagai berikut;

garam satu genggam, daun dedap sebagai tempatnya sebanyak 3

lembar, ditebar dengan menahan nafas?, disertai dengan mantra

(Usadha Prahu).

Demikianlah kegunaan atau fungsi dari pohon dedap dalam

pengobatan tradisional, yang tersurat dalam teks-teks usadha.

Page 30: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

Prabhajñāna: Mozaik Kajian Pustaka Lontar Universitas Udayana

[ 112 ]

Simpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, pohon dedap ini

termasuk golongan tanaman obat. Seluruh bagian dari pohon ini

dapat dimanfaatkan untuk sarana atau bahan obat-obatan tradisional.

Pohon ini memiliki sifat kandungan yang menyejukkan atau tis.

Daun dan akarnya paling banyak dimanfaatkan untuk keperluan

pengobatan, diolah dalam berbagai bentuk. Mulai dari yang

berbentuk loloh (jamu), simbuh (sembar), boreh (parem), uap (balur),

oles, tutuh (tetes). Selain itu difungsikan sebagai sarana penolak bala

dan menghidupkan cakra.

Daftar Pustaka

Badan Pembina Bahasa Aksara dan sastra Bali Prov. Bali, 2016.

Kamus Bali- Indonesia Beraksara Latin dan Bali.

Badudu, J S dan Sutan Moh Zain, 1994. Kamus Umum Bahasa

Indonesia. Pustaka Sinar Harapan.

Dev Pendit, Narendra, 1953. Ramayana.

Dinas Kebudayaan Kota Denpasar dengan Badan Pembina Bahasa,

Aksara,dan Sastra Bali Provinsi Bali, 2008. Kamus Bali-

Indonesia Beraksara Latin dan Bali.

Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Tingkat I Bali. “Usada Tiwang”.

Proyek Penyalinan/Pencetakan Lontar Usada.

Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Tingkat I Bali, Usada Aserep.

Proyek Penyalinan/Pencetakan Lontar Usada.

Disas Kesehatan Provinsi Daerah Tingkat I Bali. “Usada Edan”.

Proyek Penyalinan/pencetakan Lontar Usada.

Dinas Kesehatan Provinsi Tingkat I Bali. “Usada Netra”

Dinas Kesehatan Provinsi Tingkat I Bali. “Usada Wong Agering”.

Dinas Kesehatan Provinsi Tingkat I Bali. “Usada Pamupug Guna

Guna”.

Dinas Kesehatan Provinsi Tingkat I Bali. “Usada Tumbal”.

Dinas Kesehatan Provinsi Tingkat I Bali. “Usada Dalem”.

Dinas Kesehatan Provinsi Tingkat I Bali. “Usada Pangaraksa Jiwa”.

Dinas Kesehatan Provinsi Tingkat I Bali. “Usada Tiwas Punggung”.

āna

[ 113 ]

Page 31: PRABHAJÑĀNA - erepo.unud.ac.id

āna

[ 112 ]

Prabhajñāna: Mozaik Kajian Pustaka Lontar Universitas Udayana

[ 113 ]

Dinas Kesehatan Provinsi Tingkat I Bali, Usada Tiwang.

Dinas Pendidikan Dasar Prov. Daerah Tingkat I Bali. 2000. Kakawin

Ramayana.

Gambar, l Made, tt. Usada Rare. Cempaka Dua Denpasar.

Gambar, l Made, tt. Usada Sari. Cempaka 2 Denpasar.

Heroesoekarto, 1963. Perang Alengka I.

Pusat Kajian Lontar Universitas Udayana, 2018. Prabhajnana.

Satya, Bayu DS, 2013. Koleksi Tumbuhan Berkhasiat. Rapha

Publishing Jogyakarta.

Sudira, Made, 1999. Tutur Usada. Paramitha Surabaya.

Sujana, I Nyoman. 2008. Rasa Dan Yoga Dalam Kakawin

Subhadrawiwaha. Program Magister Ilmu Agama dan

Kebudayaan Univ. Hindu Indonesia.

Tinggen, I Nengah, tt. Taru Pramana Pusaka leluhur. Toko Buku

Indra Jaya Singaraja.

Nala, Ngurah,, 1993. Usada Bali. PT. Upada Sastra, Denpasar.

Zoetmulder dan S O Robson, 1995. Kamus Jawa Kuna-Indonesia.

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta.