BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

33
BIOMEKANIKA LARI Oleh MULIANI 197808062003122001 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2016

Transcript of BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

Page 1: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

BIOMEKANIKA LARI

Oleh MULIANI

197808062003122001

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2016

Page 2: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

i

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan

Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas asung wara

nugraha-Nya/karunia-Nya, tulisan ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan dr. I G. A. Widianti, M. Biomed.,

selaku Ketua Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang

telah memberikan kesempatan untuk membuat tulisan ini. Penulis menyadari

bahwa usulan ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran sangat

diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, Juni 2016

Penulis

Page 3: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

ii

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL LUAR

UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... iv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ............................................... v

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1

1.2 Tujuan ........................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 4

2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi dan Efisiensi Lari .... 4

2.2. Mechanical Analysis .................................................................... 8

2.3. Lari Sprint ..................................................................................... 12

2.4. Energi yang Digunakan dalam Berlari ......................................... 14

2.5. Postur Tubuh dan Pusat Gravitasi Ketika Berlari......................... 21

BAB III SIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 26

3.1 Simpulan ....................................................................................... 26

3.2 Saran ............................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 27

Page 4: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

iii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Gaya vertikal dan horisontal dalam berlari .......................................... 6

2.2 Beban saat berlari ................................................................................. 8

2.3 Start pada lari sprint ............................................................................. 13

2.4 Sumber energi untuk terjadinya kontraksi otot .................................... 14

2.5 Sumber-sumber energi untuk olah raga ............................................... 17

2.6 Volume rata-rata oxygen depth pada sistem glikogen laktat

dan alaktat ............................................................................................ 18

2.7 Waktu yang diperlukan untuk pemulihan setelah berolah raga ........... 19

2.8 Letak garis gravitasi normal saat berdiri tegak dilihat dari lateral ....... 22

2.9 Pusat gravitasi seorang pelari ............................................................... 24

Page 5: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

iv

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Perbandingan jumlah ATP yang dihasilkan pada setiap sumber

energi .................................................................................................... 16

2.2 Perbandingan daya tahan otot pada setiap sumber energi.................... 16

2.3 Penggunaan sumber energi untuk berbagai jenis olah raga ................ 17

2.4 Perhitungan koordinat pusat gravitasi seorang pelari .......................... 23

Page 6: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

v

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

ATP : Adenosine Tri Phosphate

cm : centimeter

d : jarak

EMG : Electromyography

F = m * v : gaya = massa * kecepatan

F : gaya

kg : kilogram

kg-m : kilogram meter

kkal : kilo kalori

l : liter

m : meter

m. : musculus

mm. : musculi

n. : nervus

nn. : nervi

t : durasi

v = d * t : kecepatan = jarak * durasi

v : kecepatan

Page 7: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap manusia menginginkan hidup dengan sehat. Arti hidup dengan sehat,

yaitu tidak hanya dapat bernafas tapi juga dapat bergerak, berbicara dan berpikir

dengan normal serta dapat melakukan aktivitas sehari-hari sendiri.

Manusia dapat hidup dan bergerak serta berkembang biak karena adanya

kerja sama berbagai sistem dalam tubuh manusia. Sistem-sistem tersebut antara

lain: sistem muskuloskeletal, sistem kardiovaskular, sistem respirasi, sistem

digestivus, sistem saraf, sistem urinari, sistem endokrin, sistem reproduksi (Moore

and Agur, 2006).

Sistem saraf sangat penting karena sistem ini mengatur sistem-sistem yang

lain sehingga dapat berfungsi dengan baik, termasuk pergerakan (lokomosi).

Untuk terjadinya lokomosi diperlukan kerja sama otot sebagai penggerak utama,

tulang sebagai penyangga dan sendi untuk membantu terjadinya gerakan.

Lokomosi berarti gerakan berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain dan

merupakan hasil kerja pengungkit mendorong tubuh. Umumnya dorongan

dilakukan oleh extremitas inferior, namun kadang-kadang seluruh extremitas turut

bekerja. Keadaan ini melibatkan penggunaan alat-alat yang melekat pada kaki

ataupun kendaraan. Lokomosi bisa terjadi di atas tanah atau dalam air. Setiap

bentuk lokomosi di atas tanah, melibatkan ketrampilan otot-otot yang memerlukan

Page 8: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

2

kekuatan dan energi. Berlari merupakan salah satu jenis lokomosi di atas tanah

(Hamilton et al, 2008).

Lari adalah pertandingan olah raga yang sangat popular dan juga sebagai olah

raga fitness. Namun lari memerlukan tubuh mengabsorpsi beban berulang yang

terus menerus, dan cidera lari umum terjadi. Beberapa pelari memerlukan

pengobatan fisioterapi setiap minggu selama bertahun-tahun untuk menjaga

kesehatan tubuh (anonym, 2010b).

Terdapat faktor-faktor ekstrinsik dan intrinsik yang berperan dalam cidera

akibat lari. Faktor ekstrinsik yang sangat berpengaruh terhadap terjadinya cidera

adalah: total volume lari dan perubahan volume atau intensitas lari secara tiba-tiba

sedangkan biomekanika lari merupakan faktor intrinsik yang penting. (anonym,

2010b).

Biomekanik berfokus pada mekanika normal tiap bagian tubuh dan deviasi

nilai normal yang akan meningkatkan beban pada tubuh sehingga terjadi cidera.

Ini diakibatkan karena saat berlari terjadi perubahan postur tubuh dan pusat

gravitasi. Walaupun tiap pelari memiliki nilai ambang sendiri terhadap beban saat

berlari namun pronasi kaki berlebihan pada pelari akan mengakibatkan cidera

(anonym, 2010b).

Pengertian mengenai biomekanika berlari yang baik akan mengurangi

pemakaian energi dan memperoleh hasil yang lebih baik. Pelari yang efisien

(dengan tehnik berlari yang baik) akan mampu berlari lebih cepat dengan

penggunaan VO2 max yang lebih sedikit. Pengetahuan ini penting bagi pelatih dan

pelari untuk mengerti konsep dasar biomekanika berlari dan cara-cara untuk

Page 9: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

3

meningkatkan efisiensi sehingga dapat memenangkan perlombaan dan mencegah

terjadinya cidera (Hughes, 2008). Oleh karena itu dalam tulisan ini, penulis akan

membahas mengenai faktor intrinsik dan ekstrinsik dalam berlari.

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai biomekanika dalam berlari

sehingga meningkatkan efisiensi lari dan mengurangi cidera.

2. Untuk mempelajari lebih lanjut mengenai faktor-faktor intrinsik yang

berpengaruh dalam berlari.

3. Untuk mengetahui pusat gravitasi saat berlari.

Page 10: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi dan Efisiensi Lari

Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi atlit dalam berolah raga antara

lain: jenis kelamin, kekuatan, tenaga dan daya tahan suatu otot. Kekuatan otot

ditentukan oleh ukurannya dengan kekuatan kontraksi maksimum antara 3 – 4

kg/cm2. Sementara kekuatan holding suatu otot 40% lebih besar daripada

kekuatan kontraksinya (Guyton and Hall, 2000b).

Tenaga berbeda dengan kekuatan, karena tenaga adalah jumlah kerja total

yang dapat dilakukan oleh suatu otot dalam periode waktu tertentu. Selain

ditentukan oleh kekuatan kontraksi otot, juga ditentukan oleh jarak kontraksi, dan

frekuensi kontraksi per menit. Tenaga otot ini dihitung dalam kgm/menit. Tenaga

maksimum otot yang dapat dicapai pada atlit terlatih bila seluruh otot berkerja

bersama-sama adalah sebagai berikut: pada 8 – 10 detik pertama memiliki tenaga

sebesar 7000 kg-m/menit, tenaga pada 1 menit berikutnya sebesar 4000 kg-

m/menit dan tenaga untuk 30 menit berikutnya adalah: 1700 kg/menit. Oleh

karena itu, pada lari 100 meter dapat ditempuh dalam waktu 10 detik. Kecepatan

lari pada jarak ini hanya 1,75 kali lebih besar daripada lari selama 30 menit

(Guyton and Hall, 2000b).

Daya tahan otot sangat tergantung dari nutrisi otot. Seseorang dengan diet

tinggi karbohidrat akan mempunyai simpanan glikogen lebih banyak daripada

Page 11: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

5

seseorang dengan diet tinggi lemak. Oleh karena itu, daya tahan tubuh lebih tinggi

pada seseorang dengan diet tinggi karbohidrat (Guyton and Hall, 2000b).

Sementara efisiensi lari dipengaruhi antara lain oleh: stride length, kecepatan,

durasi, gaya dan beban saat berlari. Berlari mendaki bukit akan memiliki panjang

stride yang lebih pendek dan peningkatan rata-rata stride. Sedangkan stride length

ketika berlari menuruni bukit akan lebih panjang dan terjadi penurunan rata-rata

stride (Bird, 2010).

Kecepatan berlari pada tiap individu, memiliki kombinasi stride length dan

rata-rata untuk meminimalkan energi yang diperlukan. Peningkatan kecepatan

akan mengakibatkan peningkatan fleksi panggul dan lutut sehingga tubuh lebih

maju, durasi swing phase serta penurunan support phase (Bird, 2010).

Kecepatan lari merupakan hasil dari perkalian waktu dengan stride length (v

= d * t). Variasi dalam durasi atau stride length akan merubah percepatan lari.

Walaupun stride length yang meningkat adalah cara yang efektif untuk

meningkatkan kecepatan berlari, namun sangat penting untuk mendiskusikan

mengenai tahanan atau penghentian atau kekuatan lari. Seiring dengan

peningkatan stride length, kekuatan tahanan akan meningkat pula. Ini merupakan

suatu pertukaran yang inefisien. Dalam memodifikasi kecepatan berlari, penting

untuk mempertahankan efisiensi lari (Hamilton et al, 2008).

Bila kecepatan lari kurang lebih 6 menit/mil, sebuah siklus lari tercapai

dalam waktu kira-kira 0,7 detik. Waktu tersebut belum memasukkan waktu

kontak tungkai dengan tanah selama 0,22 detik (anonym, 2010 b).

Page 12: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

6

Transisi ketika berlari umumnya timbul sekitar 2 m/detik dengan berbagai

variasi. Sebelum terjadinya transisi, kekuatan mendorong sepertinya menghilang.

Tidak ada pemicu yang jelas pada transisi antara berjalan dengan berlari atau

sebaliknya. Namun, telah disepakati bahwa gaya jalan seseorang dapat berubah

ketika upaya yang diperlukan untuk mempertahankan kecepatan terlalu besar

(Hamilton et al, 2008).

Seperti pada berjalan, dalam berlari, gaya yang digunakan untuk

menghasilkan gerakan, memiliki 2 komponen, yaitu: horisontal dan vertikal.

Bagaimana pun, dalam berlari, akibat besarnya peningkatan gaya horisontal, maka

komponen vertikal dapat diabaikan (Wells, 1971).

Gambar 2.1 Gaya vertikal dan horisontal dalam berlari (Bird, 2010)

Page 13: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

7

Seiring dengan peningkatan kecepatan saat berlari, jarak menurun sampai

kaki menyentuh tanah hampir di bawah pusat gravitasi. Posisi tersebut

mengurangi bagian tahanan dari fase support dan memberikan perhatian besar

kepada bagian pendorong. Pada kecepatan maksimum, bagian tahanan

menghilang seluruhnya. Penggunaan istilah driving phase pada fase support lari

mengindikasikan dorongan alami (Wells, 1971; Hamilton et al, 2008).

Durasi setiap fase tergantung dari kecepatan berlari, misalnya pada jogging:

stance phase lebih cepat daripada swing phase. Pada lari jarak jauh, stance phase

sama dengan swing phase. Sementara pada lari sprint, durasi stance phase lebih

pendek bila dibandingkan dengan swing phase (Bird, 2010). Waktu yang

ditempuh pada support phase menurun sesuai dengan peningkatan kecepatan lari

(Hamilton et al, 2008).

Berlari mempunyai beban yang lebih besar daripada berjalan. Ini dapat

dijabarkan dengan rumus: F = m * v (Bird, 2010). Tubuh dan kepala memiliki

beban sebesar 60 % berat badan (Hughes, 2008). Beban pada posisi heel strike

adalah 2 kali berat badan. Sedangkan pada midstance adalah 3 kali berat badan.

Kompresi beban pada sendi-sendi kaki mencapai sampai 10 kali berat badan

sehingga sering mengakibatkan terjadinya fraktur (Bird, 2010).

Page 14: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

8

Gambar 2.2 Beban saat berlari (Bird, 2010)

2.2 Mechanical Analysis

Kecepatan berlari dikontrol oleh length dan frekuensi stride. Peningkatan

kedua faktor tersebut mengakibatkan peningkatan kecepatan berlari. Stride Length

maksimum tercapai pada kecepatan lari tertinggi. Sedangkan frekuensi stride

cenderung lebih meningkat pada kecepatan yang lebih tinggi (Hughes, 2008).

Pelari yang baik memiliki stride length yang lebih besar pada setiap stride

daripada pelari yang buruk. Stride length ditentukan dari panjang kaki, range of

motion panggul dan kekuatan otot-otot ekstensor tungkai bawah yang membawa

tubuh ke depan, frekuensi nafas serta kelelahan (Hamilton et al, 2008; Hughes,

2008). Stride length yang optimal tercapai melalui latihan-latihan. Perubahan

stride, baik memanjang maupun memendek dapat meningkatkan kebutuhan energi

(Hughes, 2008). Tubuh segera berpindah ketika melayang di udara, tergantung

Page 15: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

9

dari sudut saat takeoff (jarak pusat gravitasi berada di depan takeoff foot), tinggi

pusat gravitasi saat takeoff dan mendarat. Rata-rata stride pada berlari dipengaruhi

oleh kecepatan kontraksi otot dan ketrampilan pelari (Hamilton et al, 2008).

Pada berlari, seperti berjalan, tenaga yang digunakan untuk menghasilkan dan

mengendalikan gerakan adalah kekuatan otot-otot internal dan gaya gravitasi

eksternal, reaksi normal, friksi dan tahanan udara. Tidak ada kecepatan yang

optimal dalam berlari, karena energi yang diperlukan proporsional dengan kuadrat

percepatan. Oleh sebab itu, baik jogging maupun lari sprint, upaya ekonomi

merupakan tujuan yang diinginkan. Untuk mencapai hal ini, pelari perlu

mengobservasi prinsip-prinsip yang digunakan agar dapat berlari dengan efisien

(Hamilton et al, 2008).

Prinsip-prinsip mekanis berlari, antara lain:

1. Berdasarkan hukum kelembaman, tubuh tetap dalam keadaan istirahat

kecuali ada gaya (Hamilton et al, 2008). Gaya yang diperlukan untuk

menghasilkan kelembaman, terbesar saat takeoff dan percepatan namun

terkecil setelah berhenti. Kelembaman menurun sesuai dengan

peningkatan kecepatan (Wells, 1971; Piscopo, 1981; Hamilton et al,

2008).

2. Tubuh akan bergerak dalam garis lurus, kecuali bila dikendalikan oleh

tenaga yang akan merubah arahnya. Ketika berlari dalam lintasan

berkelok-kelok, diperlukan tambahan tenaga agar tubuh tetap berada

dalam garis lurus. Ini dicapai dengan kecenderungan tubuh ke dalam

Page 16: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

10

karena kemiringan tubuh akan membawa komponen lateral kepada

tekanan kaki melawan tanah.

3. Sesuai dengan hukum percepatan, percepatan dalam berlari secara

langsung proporsional dengan kekuatan yang menghasilkannya. Semakin

besar kekuatan tungkai bawah maka semakin besar pula percepatan pelari

(Wells, 1971; Hamilton et al, 2008).

4. Berdasarkan hukum reaksi, setiap aksi memiliki reaksi yang seimbang dan

berlawanan (Wells, 1971; Hamilton et al, 2008). Kekuatan berlari

disediakan melalui reaksi gaya ke atas dan depan sebagai respons gerakan

kaki ke belakang dan bawah. Semakin kecil gaya vertikal, maka semakin

besar gaya horisontal atau gerakan. Pada lari yang efisien, gerakan vertikal

pusat gravitasi diturunkan sampai minimum (Wells, 1971; Hamilton et al,

2008). Seharusnya tidak terdapat lambungan dalam berlari, karena gaya

vertikal hanya cukup untuk melawan gravitasi (Hamilton et al, 2008).

Pada berlari secara efisien, kaki harus menginjak tanah sedekat mungkin

dengan garis gravitasi, kekuatan reaksi untuk gaya dorong maju dan ke

bawah akan menjadi gaya ke belakang dan atas, bekerja memperlambat

gerakan ke depan (Wells, 1971; Hamilton et al, 2008).

5. Bila hampir seluruh gaya horisontal diarahkan lurus ke belakang, maka

semakin besar kontribusinya menuju gerakan ke depan. Gerakan ke lateral

tidak efisien dan mengurangi tenaga pendorong. Agar dapat bergerak

maju, maka: lutut diangkat ke atas depan, dengan gerakan dari seluruh

extremitas inferior tetap pada bidang sagital. Lengan atas mengayun

Page 17: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

11

berlawanan dengan ayunan pelvis dan seharusnya tidak menimbulkan

tambahan gerakan ke lateral (Wells, 1971; Hamilton et al, 2008). Pada

perempuan bukan atlet, lutut hanya diangkat minimal dengan rotasi

internal paha, kaki dan tungkai bawah dilempar keluar (Wells, 1971).

6. Karena pengungkit panjang menghasilkan kecepatan yang lebih besar pada

ujung distal daripada pengungkit pendek, maka panjang tungkai bawah

pada fase driving seharusnya sebesar mungkin ketika kecepatan

dipertimbangkan. Arah tungkai harus dimaksimalkan sedini mungkin pada

stance phase sehingga terjadi ekstensi maksimal sendi lutut pada akhir

fase driving (Wells, 1971; Hamilton et al, 2008).

7. Gaya tahanan yang diakibatkan oleh momen kelembaman dari tungkai

bawah yang bebas selama swing phase dapat diminimalkan. Dengan

menekuk lutut dan mengangkat tumit sampai di bawah panggul, tungkai

bawah digerakan lebih cepat agar lebih ekonomis. Lutut yang terangkat

tinggi ini meningkat sesuai dengan peningkatan kecepatan (Hamilton et al,

2008).

8. Gaya tahanan udara dapat diganti dengan pergeseran pusat gravitasi.

Berdiri condong ke depan akan menetralkan pemutaran kepala. Angin

buritan seringkali mempertinggi prestasi (Hamilton et al, 2008).

9. Agar dapat berlari efisien, diperlukan untuk mengeliminasi tenaga yang

tidak diperlukan. Semakin pendek pengungkit, semakin sedikit tenaga

yang diperlukan dan reaksi yang terjadi. Dengan memfleksikan lutut dan

menaikkan tumit di bawah panggul pada fase recovery, kaki digerakan

Page 18: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

12

lebih cepat sehingga lebih ekonomis. Tahanan internal yang disebabkan

oleh viskositas sarcolemma dapat diturunkan dengan melakukan

pemanasan. Sementara bila diakibatkan oleh otot-otot pada paha, fascia

dan ligamen, maka dapat dikurangi dengan melakukan peregangan.

Tenaga yang tidak diperlukan pada kontraksi otot yang cepat dihilangkan

dengan memanjangkan stride sepanjang mungkin (Wells, 1971).

2.3 Lari Sprint

Pada lari sprint, objeknya adalah horizontal velocity maksimum. Oleh karena

itu, pelari sprint umumnya menggunakan crouching start (Hamilton et al, 2008).

Pada posisi ini, daya tolak lebih mendekati arah horisontal. Demikian pula ketika

panggul difleksikan, m. gluteus maximus melakukan ekstensi. Otot tersebut tidak

melakukan ekstensi panggul ketika panggul berada dalam keadaan ekstensi penuh

seperti pada berlari (Piscopo, 1981). Permulaan ini memungkinkan pelari untuk

menggunakan gaya horisontal maksimum ketika takeoff, menyediakan percepatan

maksimum melawan kelembaman. Untuk meningkatkan gaya horisontal sewaktu

start sprint, digunakan sepatu spiked dan rintangan awal. Pada awal lari sprint,

pelari menekan melawan tahanan awal yang difiksir pada jalan. Tahanan ini

mengakibatkan kaki dapat mendorong horisontal ketika sedang melakukan

ekstensi maksimum pada panggul, lutut dan pergelangan kaki. Mengerakkan

bagian belakang kaki lebih jauh ke belakang rintangan, dapat meningkatkan

kekuatan mendorong tapi menurunkan waktu yang diperlukan untuk

mengaplikasikan gaya, yang akan menghasilkan impulse yang lebih kecil (Ft).

Selama fase percepatan, segera setelah start, gaya horisontal kaki secara perlahan-

Page 19: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

13

lahan menghilang sampai pada level kecepatan yang konstan dapat dipertahankan,

selama periode horizontal velocity tetap seragam. Periode percepatan ditandai

dengan penurunan perlahan sudut inklinasi tubuh dan daya tolak lutut yang

dihasilkan dari ekstensi lutut perlahan, pada momen kontak kaki dengan tanah

serta pemanjangan stride (dimungkinkan dengan peningkatan pusat gravitasi

seiring dengan ekstensi tubuh) (Wells, 1971; Hamilton et al, 2008).

Gambar 2.3 Start pada lari sprint (Hamilton et al, 2008).

Stride pertama, relatif pendek dan sekuat mungkin. Seiring dengan

peningkatan percepatan, terjadi ekstensi panggul sampai kecepatan maksimum

sehingga sudut antara tubuh dengan panggul ialah antara 20 – 25o. Terjadi fleksi

lengan atas untuk memendekan jarak rotasi dan sebagai konsekuensinya, waktu

yang diperlukan untuk memompa mereka kembali dan seterusnya dapat dikurangi.

Untuk alasan yang sama, lutut difleksikan selama fase swinging ketika tungkai

bawah bergerak maju. Fase restraining pada berjalan dihilangkan karena kaki

menginjak tanah hampir di bawah pusat gravitasi tubuh. Gaya diaplikasikan

secepatnya dan berlanjut sampai kaki meninggalkan tanah. Peningkatan stride

length sampai optimal dan kecepatan gerakan tungkai bawah dihitung untuk

peningkatan kecepatan. Percepatan proporsional dengan tenaga yang

menghasilkannya. Akibatnya, semakin besar kekuatan otot, maka semakin besar

pula percepatan yang potensial (Piscopo, 1981).

Page 20: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

14

Tungkai bawah harus diekstensikan sepanjang mungkin selama fase

propulsive. Semakin panjang pengungkit, maka semakin besar kecepatan linear

pada akhir pengungkit ketika percepatan angular sama. Seluruh pergerakan maju

dan mundur harus sedekat mungkin karena gerakan lateral lengan atas, tungkai

bawah dan tubuh mengurangi propulsi selanjutnya (Piscopo, 1981).

2.4 Energi yang Digunakan dalam Berlari

Seorang pelari harus memperhitungkan efisiensi dan kemudahan dalam

melakukan gerakan. Telah diketahui bahwa penurunan penggunaan energi sebesar

1% akan memperpendek waktu lari kurang lebih sebanyak 2 menit. Keperluan

energi ini mengakibatkan keperluan oksigen meningkat (Hughes, 2008). Pada

setiap stride dalam berlari, gravitasi dan energi kinetik tubuh diabsorpsi dan

disimpan di otot (Cavagna, 1988).

Energi untuk terjadinya kontraksi otot dapat melalui 3 sistem, yaitu: sistem

phosphocreatine (creatine phosphate atau sistem phosphagen), sistem glikogen-

asam laktat (anaerobik) dan sistem aerobik (Guyton and Hall, 2000b).

Gambar 2.4 Sumber energi untuk terjadinya kontraksi otot (Guyton and Hall,

2000b).

Page 21: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

15

Energi menstimulasi produksi glukosa dan oksidasi makanan. Energi yang

diperlukan untuk berolah raga tergantung dari intensitas dan durasi olah raga.

Untuk olah raga dengan durasi yang pendek (10-15 detik), misalnya lari 100

meter, energi cukup berasal dari simpanan creatine phosphate dan ATP, yaitu

sekitar 50 kkal/menit (Berne and Levy, 2000; Guyton and Hall, 2000b).

Kombinasi ATP dan creatine phosphate disebut phosphagen energy system.

Kontraksi otot tidak terjadi bila tidak terdapat ATP untuk membentuk energi

(Guyton and Hall, 2000b).

Ketika simpanan habis dan olah raga intensif masih berlanjut sampai 2 menit,

maka energi lebih banyak diperoleh secara anaerobik dari pemecahan glikogen

dalam otot menjadi glukosa 6 phosphate (Berne and Levy, 2000). Proses ini

disebut glikolisis (Guyton and Hall, 2000b). Tiap molekul glukosa pecah menjadi

2 molekul asam piruvat dan energi. Energi yang dihasilkan dari proses ini adalah

sekitar 30 kkal/menit. Energi yang dilepas membentuk 4 molekul ATP.

Normalnya, asam piruvat akan memasuki mitokondria sel otot dan bereaksi

dengan oksigen untuk membentuk lebih banyak ATP. Namun karena kurangnya

oksigen pada tahap ini, maka banyak asam piruvat yang diubah menjadi asam

laktat. Asam ini kemudian berdifusi keluar sel dan kemudian berada dalam cairan

interstitial dan darah. Oleh karena itu, banyak glikogen otot yang menjadi asam

laktat. Dalam keadaan optimal, aktivitas otot maksimal dari sistem glikogen-asam

laktat ini adalah 1,3 – 1,6 menit. Energi yang berasal dari sistem glikogen laktat

dapat diubah kembali phosphocreatine dan ATP (Guyton and Hall, 2000b).

Page 22: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

16

Pada sistem aerobik terjadi oksidasi zat-zat makanan dalam mitkondria untuk

menghasilkan energi. Energi tersebut merubah AMP dan ADP menjadi ATP.

Tabel 2.1 Perbandingan jumlah ATP yang dihasilkan pada setiap sumber energi

(Guyton and Hall, 2000b).

Tabel 2.2 Perbandingan daya tahan otot pada setiap sumber energi (Guyton and

Hall, 2000b).

Sistem phosphagen digunakan untuk menghasilkan energi dengan cepat,

sedangkan sitem aerobik diperlukan pada olah raga dengan durasi yang lama.

Sementara, sistem glikogen laktat penting dalam memberikan tenaga tambahan

pada lari jarak menengah (200 - 800 m) (Guyton and Hall, 2000b).

Page 23: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

17

Tabel 2.3 Penggunaan sumber energi untuk berbagai jenis olah raga (Guyton

and Hall, 2000b).

Gambar 2.5 Sumber-sumber energi untuk olah raga (Berne and Levy, 2000).

Page 24: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

18

Setelah beberapa menit melakukan olah raga anaerobik, maka dihasilkan

pinjaman volume oksigen (oxygen depth) sebesar 10 – 12 l. Creatine phosphate

dan ATP harus terdapat lagi di dalam otot dan jumlah oksigen dalam paru-paru,

cairan tubuh, myoglobin dan hemoglobin harus dilengkapi kembali hingga normal

(Berne and Levy, 2000). Pinjaman tersebut harus dikembalikan sebelum olah raga

dapat dilanjutkan. Cara untuk mengembalikan pinjaman tersebut adalah dengan

memindahkan asam laktat yang terakumulasi. Karena asam laktat yang

terakumulasi akan mengakibatkan kelelahan. Pemindahan ini dilakukan dengan

merubah kembali asam laktat menjadi asam piruvat dan kemudian dioksidasi oleh

jaringan tubuh. Cara kedua adalah dengan merubah kembali asam laktat yang

tersisa menjadi glukosa terutama di hati (Berne and Levy, 2000; Guyton and Hall,

2000b). Glukosa kemudian digunakan untuk mengembalikan simpanan glikogen

di otot (Guyton and Hall, 2000b).

Gambar 2.6 Volume rata-rata oxygen depth pada sistem glikogen laktat dan

alaktat (Guyton and Hall, 2000b)

Page 25: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

19

Gambar 2.7 Waktu yang diperlukan untuk pemulihan setelah berolah raga

(Guyton and Hall, 2000b).

Bagi olah raga dengan intensitas rendah tapi memiliki periode lebih panjang,

energi diperoleh dari metabolisme aerobik dominan. Proses ini memerlukan

energi kurang lebih 12 kkal/menit (Berne and Levy, 2000). Metabolisme tubuh

pada pelari marathon meningkat sampat 2000% di atas normal (Guyton and Hall,

2000b).

Lari merupakan gerakan terstruktur yang memerlukan ketrampilan.

Ketrampilan dapat didefinisikan sebagai gerakan sederhana. Diperlukan latihan

dan tehnik yang tepat untuk meningkatkan ketrampilan tersebut agar gerakan

menjadi efisien. Terdapat 4 cara untuk mengoptimalkan pemakaian energi agar

dapat berlari dengan efisien, yaitu peningkatan keseimbangan dan koordinasi,

menghilangkan gerakan-gerakan yang tidak diperlukan, menghaluskan gerakan-

Page 26: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

20

gerakan yang penting agar berada dalam posisi yang benar dengan kecepatan

optimum dan energi minimal serta penggunaan otot-otot prime mover secara

efektif (Hughes, 2008).

Pada prinsipnya, gaya harus diaplikasikan untuk merubah kecepatan gerakan

suatu objek, misalnya seorang pelari akan kehilangan kecepatannya saat berada di

udara. Pelari kehilangan kecepatannya selama berada di udara, dan untuk

mempertahankan kelangsungan gerakan, gaya harus diaplikasikan oleh kaki

penopang saat takeoff (Hughes, 2008).

Prinsip selanjutnya adalah bahwa perlu dilakukan integrasi gerakan linier dan

angular agar tercipta pola gerakan yang optimum. Ini dapat terlihat melalui fleksi

dan ekstensi ekstremitas inferior dan kerja sama gerakan-gerakan tersebut dengan

rotasi, abduksi, aduksi panggul dan vertebra (Hughes, 2008).

Semakin panjang pengungkit, maka semakin besar potensi kecepatan linier.

Ini merupakan prinsip ketiga. Keadaan tersebut terbalik pada lari, dimana

ekstremitas memendek agar dapat bergerak maju dengan menggunakan sedikit

energi (Hughes, 2008).

Prinsip keempat menyatakan bahwa untuk setiap aksi, terdapat reaksi yang

seimbang dalam jumlah tapi berlawanan dalam arah. Hal tersebut dapat

diobservasi pada setiap stride, permukaan mendarat memberikan gaya kembali

yang seimbang dengan beban sehingga mengarahkan pelari maju ke depan dan

atas dalam arah yang berlawanan dengan beban (Hughes, 2008).

Page 27: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

21

2.5 Postur Tubuh dan Pusat Gravitasi Ketika Berlari

Gaya berlari dan berjalan serupa dan merupakan suatu ketrampilan dasar

yang kontinu. Satu kaki bergerak di depan kaki yang lain sementara lengan

bergerak dalam arah yang berlawanan secara sinkron. Tubuh harus sedikit maju

ke depan untuk mengurangi tekanan terhadap otot-otot postural (Hughes, 2008).

Postur adalah gabungan posisi sendi-sendi (Thompson, 2005). Postur tubuh

yang bagus akan mendistribusikan gaya gravitasi sehingga tidak ada satu pun

struktur yang tertekan berlebihan (Sinclair, 1978; D`Ambrosio, 2005). Postur

tubuh ideal akan mempertahankan massa tubuh di atas dasar pendukungnya,

minimalkan tegangan dan regangan jaringan statis maupun dinamis serta

meminimalkan penggunaan energi. Keadaan tersebut diperoleh dengan

mendistribusikan gaya gravitasi saat berdiri tegak maupun saat berjalan dan

berlari (Sinclair, 1978; Thompson, 2005).

Pada bidang sagital, letak garis gravitasi saat berdiri tegak, yaitu melalui

(Sinclair, 1978; Thompson, 2005):

1. Anterior sumbu lateral articulus talocruralis anterior. Akibatnya terjadi

dorsifleksi dan aktivitas pada otot-otot plantarfleksi.

2. Anterior dari sumbu lateral articulus genu sehingga terjadi gerakan

extensor articulus genu dan tegangan pasif ligamen posterior genu tanpa

aktivitas otot.

3. Posterior sumbu lateral articulus coxae. Oleh karena itu terjadi

pergerakan otot-otot extensor panggul, tanpa aktivitas otot, hanya

tegangan pasif pada ligamen iliofemoralis.

Page 28: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

22

Gambar 2.8 Letak garis gravitasi normal saat berdiri tegak dilihat dari lateral

(Wells, 1971; Sinclair, 1978).

Faktor-faktor yang mempengaruhi dan mengatur keseimbangan pusat

gravitasi: mata, kulit, reseptor pada otot, sendi dan tendon (organ tendon golgi

pada capsula sendi), reseptor di canalis semicircularis dan organ otholit.

Page 29: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

23

Tabel 2.4 Perhitungan koordinat pusat gravitasi seorang pelari (Hamilton et al,

2008)

Body

segment

Proportion of

body weight

X value X

products

Y value Y products

1. Trunk .486 7.1 3.451 12.5 6.075

2. Head & neck .079 7.5 0.593 17 1.343

3. R. thigh .097 9.2 0.892 8.1 0.786

4. R. lower leg .045 11 0.495 4.5 0.203

5. R. foot .014 12.4 0.174 1.6 0.022

6. L. thigh .097 7 0.679 8.7 0.844

7. L. lower leg .045 4 0.18 8.3 0.374

8. L.foot .014 1.5 0.021 8 0.112

9. R. upper arm .027 9.7 0.262 15.4 0.416

10. R. lower arm .014 10.3 0.144 14.6 0.204

11. R. hand .006 10 0.06 13.7 0.082

12. L. upper arm .027 5.2 0.140 14.2 0.383

13. L lower arm .014 4.3 0.060 13 0,182

14. L. hand .006 4.3 0.026 11.8 0.071

x-y Resultants

(product total)

7.177 11.097

Page 30: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

24

Gambar 2.9 Pusat gravitasi seorang pelari

Dari gambar di atas, didapatkan COG berada pada titik (7,2, 11,1). Pusat

gravitasi seharusnya jatuh sedikit di depan promontorium. Sedangkan koordinat

ini berada sedikit di belakang tubuh. Hal ini dapat diakibatkan karena: pelari

Page 31: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

25

berdiri dalam posisi terlalu tegak sehingga pusat gravitasi jatuh di belakang. Posisi

tersebut mengindikasikan kemungkinan pelari hampir mencapai garis finish.

Page 32: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

26

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan

Aktivitas otot memerlukan energi. Energi tersebut bisa didapatkan melalui

3 sistem, yaitu sistem phosphagen, glycogen lactic acid dan aerobik. Kebutuhan

energi dapat diturunkan dengan mempergunakan tehnik biomekanika yang baik

dan benar.

3.2 Saran

1. Kecepatan berlari pada setiap fase dan jenis-jenis berlari masih belum

banyak ditulis sehingga diperlukan untuk mencari kepustakaan yang lain.

2. Berlari melibatkan hampir seluruh struktur dan otot-otot skeletal sehingga

analisis struktur lain yang menunjang kontraksi otot perlu

dipertimbangkan.

3. Perlu digali lebih dalam mengenai sumber energi pada masing-masing

phase dalam berbagai tipe berlari.

Page 33: BIOMEKANIKA LARI - erepo.unud.ac.id

27

DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2010b. Biomechanics of Running: From faulty movement patterns come

injuries. Available at:

http://www.sportsinjurybulletin.com/archive/biomechanics-running.html.

Access 15 April 2010

Berne, R., Levy, MN. 2000. Principles of Physiology. 3rd

. Ed. USA: Mosby Inc. p.

503.

Bird, A. 2010. Biomechanics of Running. Available from:

http://www.latrobe.edu.au/podiatry/documents/podbiopdfs/BioofRunning.pdf

Access: 15 April 2010.

Cavagna, GA., et al. 1988. The Determinants of The Step Frequency in Running,

Trotting and Hopping in Man and Other Vertebrates. Journal of Physiology,

399:81-92.

D`Ambrosio, FJ. Posture is important. Southern California Orthopedic Institute.

Available from: URL: www.scoi.com/postur.htm. Access: 2 Mei 2005.

Guyton, AC., Hall, JE. 2000b. Textbook of Medical Physiology. 10th

. Ed.

Philadelphia: W. B. Saunders Company. p. 968-73.

Hamilton, N., Weimar, W., Luttgens, K. 2008. Kinesiology Scientific Basis of

Human Motion. 11th

. Ed. Singapore: McGraw-Hill. p. 479-83.

Hughes, D. 2008. The Art of Running: A Biomechanical Look at Efficiency.

http://www.texastrack.com/coaching_article_5.htm. Access 15 April 2010.

Moore, KL., Dalley, AF. 2006. Clinical Oriented Anatomy. 5th

. Ed. Philadelphia.

Lippincott Williams and Wilkins. p.

Piscopo, J., Baley, JA. 1981. Kinesiology, The Science of Movement. New York:

John Wiley and Sons. p. 422-35.

Sinclair, D. 1978. Changes in shape and posture. In: Sinclair, D. Human Growth

After Birth. 3rd

. Ed. London: Oxford University Press. p. 134-6.

Thompson, D. Biomechanic of Standing Posture. Available from: URL:

http://moon.ouhsc.edu/dthompso/NAMICS/posture.htm. Access: 5 Feb 2005.

Wells, KF. 1971. Kinesiology The Scientific Basis of Human Motion. 5th

. Ed.

Philadelphia: W.B. Saunders Company. p. 410-29.