alaman Judul - erepo.unud.ac.id

21
i

Transcript of alaman Judul - erepo.unud.ac.id

Page 1: alaman Judul - erepo.unud.ac.id

i

Page 2: alaman Judul - erepo.unud.ac.id

ii

alaman Judul

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL BAHASA DAN BUDAYA II

PEMERTAHANAN KEBERAGAMAN BAHASA DAN BUDAYA

SEBAGAI IDENTITAS NASIONAL

Penyunting Ahli

Dr. I Ketut Sudewa, M. Hum

Penyunting Pelaksana

Drs. I Wayan Teguh, M. Hum

DENPASAR, 13 – 14 OKTOBER 2017

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2017

Page 3: alaman Judul - erepo.unud.ac.id

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan

Yang Maha Esa karena atas asung kerta wara nugraha-Nya maka buku kumpulan

makalah-makalah yang dikompilasi dalam bentuk proceeding untuk Seminar

Nasional Bahasa dan Budaya (SNBB) II dengan mengusung tema „Pemertahanan

Keberagaman Bahasa dan Budaya sebagai Identitas Nasional‟ menjadi sangat

penting. Indonesia sedang dilanda isu suku, ras, dan agama dalam bentuk

radikalisme, intoleransi, dll sehingga perlu dilakukan upaya-upaya untuk

mengatasinya. Melalui SNBB II diharapkan pemahaman tentang keberagaman

bahasa dan budaya menjadi semakin baik sehingga kita semakin bijaksana, egaliter/

saling hormat-menghormati, toleransi, dan harmonis dalam keberagaman. Bahasa

adalah bagian dari kebudayaan, keduanya memiliki fungsi saling mendukung,

mempengaruhi, dan melengkapi.

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana mengembangkan ilmu bahasa

dan budaya, dengan mengungkap peran bahasa dalam kaitannya dengan

kebudayaan diharapkan dapat membangun karakter masyarakat dan bangsa

Indonesia dalam menghadapi era tanpa batas ini dengan penuh tantangan.

Melalui kesempatan ini, kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Para Koordinator Program Studi di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Udayana atas kerjasama yang baik sehingga seminar

bersama bisa dilaksanakan.

2. Prof. Dr. Koeswinarno, M.Hum dari Departemen Agama/Litbang

Agama Pusat sebagai pembicara kunci; pemakalah utama: Prof. Dr. Ni

Nyoman Padmadewi, M.A. (Undiksha), Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A.

(FIB Unud), dan Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A. (FIB Unud), serta

para pemakalah pendamping lainnya.

3. Peserta SNBB II, 2017 yang terdiri atas, peneliti dan/atau dosen bahasa,

sastra, dan budaya, mahasiswa, pekerja dan pengamat media, sastra dan

budaya, dll yang terlalu panjang bila disebutkan semuanya.

4. Panitia SNBB II yang telah bekerja keras mempersiapkan segala sesuatu

yang terkait dengan penyelenggaraan seminar ini dengan sebaik-baiknya.

Page 4: alaman Judul - erepo.unud.ac.id

iv

SNBB II yang diselenggarakan atas kerjasama semua Program Studi di

lingkungan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana dapat memberikan

pencerahan, dan diharapkan bermuara pada penyatuan Visi Fakultas Ilmu Budaya,

Unud yaitu memiliki keunggulan dan kemandirian dalam bidang pendidikan,

penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat dengan aplikasi keilmuan yang

berlandaskan kebudayaan.

Melalui kesempatan ini sekali lagi kami mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran

pelaksanaan Seminar Nasional Bahasa dan Budaya, dengan harapan semoga Tuhan

YME memberikan imbalan yang setimpal dengan pengorbanan Bapak/Ibu sekalian.

Kami juga tidak lupa mohon maaf apabila ada hal-hal yang kurang berkenan dalam

penyelengaraan acara ini. Kami ucapkan Selamat Berseminar, dan semoga

bermanfaat.

Denpasar, 9 Oktober 2017

Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Udayana

Dekan,

Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A.

NIP. 195909171984032002

Page 5: alaman Judul - erepo.unud.ac.id

v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................................... iii

DAFTAR ISI ................................................................................................................... vi

MENANGKAL HOAX DENGAN BAHASA LOKAL:

SEBUAH REFLEKSI ..................................................................................................... 1

Koeswinarno

PEMERTAHANAN BAHASA BALI DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN

BAHASA: MASALAH DAN SOLUSI .......................................................................... 8

Ni Nyoman Padmadewi

MASABATAN BIU DAN PENGUATAN IDEOLOGI PATRIARKI

DI DESA TENGANAN DAUH TUKAD ...................................................................... 16

I Wayan Ardika

DOA MENYAMBUT IKAN PAUS DI PANTAI LAMALERA:

KAJIAN METABAHASA.............................................................................................. 45

I Nengah Sudipa

KEBERADAAN BAHASA BALI SEBAGAI IDENTITAS LOKAL

PADA TANDA LUAR RUANG DI DESA KUTA…………………… .. …………… 54

I Wayan Mulyawan

PELESTARIAN CAGAR BUDAYA UPAYA MEWUJUDKAN DENPASAR

SEBAGAI KOTA PUSAKA……………………………………………… .. ……....... 63

I Wayan Srijaya

BAGAIMANAKAH BERCERMIN DALAM BAHASA

INDONESIA?........................................................................................................... ...... 54

I Wayan Teguh

RITUAL MAPPANRETASIQ MASYARAKAT BUGIS PAGATAN DI

KALIMANTAN SELATAN: STUDI MEDIATISASI .................................................. 81

Andi Muhammad Akhmar dan A. Abd. Khaliq Syukur

PEMAHAMAN DAN PENGUASAAN SISWA SMA SURYA WISATA KEDIRI

TERHADAP KARYA SASTRA INDONESIA………………………………… ......... 90

I Ketut Nama, I Made Suarsa, I Ketut Sudewa, I Wayan Teguh, dan

I G. A.A. Mas Triadnyani

Page 6: alaman Judul - erepo.unud.ac.id

vi

PEMANFAATAN MAJAS DALAM PENAJAMAN INSIDEN-INSIDEN

DALAM KARYA SASTRA (KASUS CERPEN MÉONG-MÉONG KARYA

MADE SANGGRA)……………………………………………………………... ........ 97

I Made Suarsa

MENGGAGAS KEMBALI KONSEPSI KECANTIKAN PEREMPUAN BALI…... .. 104

Ni Made Wiasti

“BERBAGI BAHASA”: STRATEGI KEBUDAYAAN MASYARAKAT BADAU,

KALIMANTAN BARAT DALAM MEMBANGUN SOLIDARITAS DAN

MENUMBUHKAN NASIONALISME…………………………………………… ..... 112

I Nyoman Yoga Segara……..

PURA TUGU: KORELASI PURA DENGAN PURI AGUNG

GIANYAR ...................................................................................................................... 120

A.A. Inten Asmariati dan Fransisca Dewi Setiowati Sunaryo

INDUSTRIALISASI SENI KRIYA………………………………………………… ... 127

Ni Wayan Sukarini, Ni Luh Sutjiati Beratha, dan I Made Rajeg

BAHASA-BAHASA DAERAH DI SUMATERA: ANALISIS KLASIFIKASI

BAHASA… .................................................................................................................... 134

Ni Putu N. Widarsini

GAYA BAHASA DAN MAJAS HIKAYAT SULTAN IBRAHIM IBN ADHAM ............ 141

I Ketut Nama

ANALISIS MAKNA DALAM IKLAN KOSMETIK: KAJIAN PRAGMATIK…… .. 149

Putu Evi Wahyu Citrawati, Coleta Palupi Titasari

PUISI "WIJAYA KUSUMA DARI KAMAR NOMOR TIGA"

KARYA MARIA MATILDIS BANDA: PENDEKATAN EKSPRESIF ...................... 156

Sri Jumadiah

GAMBARAN NYATA KARAKTER NEGATIF MANUSIA MASA KINI

DALAM CERITA CUPAK GRANTANG…………………………………………. .... 163

I Gusti Ayu Gde Sosiowati

KONTEKTUALISASI BUDAYA BALI DALAM PENATAAN KEHIDUPAN

MASYARAKAT MAJEMUK DI DENPASAR TAHUN 2002-2017 ........................... 170

I Nyoman Wijaya, Anak Agung Bagus Wirawan, I Wayan Tagel Eddy,

Anak Agung Inten Asmariati

FUNGSI PATIK DALAM KUMPULAN PUISI

PUKENG MOE LAMALERA........................................................................................ .. 183

Maria Matildis Banda

Page 7: alaman Judul - erepo.unud.ac.id

vii

DINAMIKA TANDA LUAR RUANG DI DESA BATUBULAN

KECAMATAN SUKAWATI………………………………………………………. .... 190

I Gede Budiasa dan Sang Ayu Isnu Maharani

UPACARA DUKUTAN MASYARAKAT NGLURAH SEBAGAI BENTUK

PARTISIPASI PELESTARIAN SITUS MENGGUNG…………………………… ..... 199

Heri Purwanto dan Coleta Palupi Titasari

PEMANFAATAN PURA ULUWATU SEBAGAI OBJEK PARIWISATA:

MEDIA PENGENALAN DAN PELESTARIAN BUDAYA……………………….. .. 205

Zuraidah dan Rochtri Agung Bawono

BAHASA MELAYU RIAU: DESKRIPSI RINGKAS……………………………… .. 212

Ketut Riana

RELEVANSI NILAI BUDAYA LOKAL DALAM MEWUJUDKAN DENPASAR

SEBAGAI KOTA SMART CITY .................................................................................. 216

Ida Bagus Gde Pujaastawa

PERSEPSI BUDAYA JAWA DALAM KISAH CALON ARANG : FUNGSI

DEDAKTIS DAN SOSIOLOGIS ................................................................................... 228

Sulandjari

PEMAKAIAN KATA PINJAMAN DALAM BIDANG EKONOMI

PADA MEDIA HARIAN BALI POST .......................................................................... 240

Ni Luh Putu Krisnawati dan I Komang Sumaryana Putra

BIMBINGAN TEKNIS DAN PENERAPAN METODE SEJARAH DALAM

MENINGKATKAN KUALITAS PENULISAN SEJARAH DESA DI DESA

BESAN, KECAMATAN DAWAN, KABUPATEN KLUNGKUNG..................... ...... 247

Anak Agung Ayu Rai Wahyuni, Ida Ayu Putu Mahyuni, Ida Bagus Gde Putra,

Anak Agung Ayu Girindra Wardani.

ANALISIS MAKNA ASALI SPACE DALAM BAHASA BALI:

SUATU KAJIAN MSA .................................................................................................. 254

I Komang Sumaryana Putra

ANALISIS KESALAHAN PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA

DALAM SURAT-MENYURAT DALAM SITUASI RESMI ....................................... 265

Ni Wayan Arnati dan I Nengah Sukartha

ARCA BUDDHIST BHAIRAWA KOLEKSI MUSEUM NASIONAL

INDONESIA JAKARTA (IKON TOLERANSI ALIRAN PRAWERTI DAN

NIWERTI TANTRAYANA)………………………………………………………... ... 279

I Wayan Redig

Page 8: alaman Judul - erepo.unud.ac.id

viii

BEST PRACTICES PEMBERDAYAAN KELOMPOK USAHA PRODUKTIF

UNTUK PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI DESA TEMBOK

KECAMATAN TEJAKULA KABUPATEN BULELENG .......................................... 286

Ni Luh Arjani

KOMIK PRASI BALI SEBAGAI PENGEMBANGAN INDUSTRI

KREATIFINOVATIF MASYARAKAT PERAJIN SENI PRASI: STUDI KASUS

PERAJIN PRASI DESA SIDEMEN, KARANGASEM, BALI………... ...................... 293

Ketut Darmana, I Wayan Suwena,

METAFORA „BUAH DELIMA‟ DAN FUNGSINYA SEBAGAI SARANA

UPAKARA BAGI UMAT HINDU DI BALI: SUATU PENDEKATAN

EKOLINGUISTIK………………………………………………………………….. .... 301

Ni Made Ayu Widiastuti

INVENTARISASI TINGGALAN ARKEOLOGI ISLAM

DI KOTA DENPASAR .................................................................................................. 309

Zuraidah, Coleta Palupi Titasari, Rochtri Agung Bawono

KERUKUNAN DAN SIKAP TOLERANSI DALAM RITUAL SONGKA BALA

PADA MASYARAKAT SELAYAR………………………………………………. .... 316

Dafirah

KONSEP PENEMPATAN ARCA GAJAH SEBAGAI DWARAPALA

PADA BANGUNAN SUCI DI BALI……………………………………………… .... 321

Coleta Palupi Titasari dan Zuraidah

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM PENGUATAN EKONOMI

KREATIF DI KAWASAN WISATA DESA TARO KECAMATAN

TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR……………………………………. ..... 328

Ida Ayu Putu Mahyuni, Fransiska Dewi Setiowati Sunaryo, Anak Agung Inten

Asmariati, Anak Agung Ayu Rai Wahyuni

DESKRIPSI AIR DALAM KATA PENIRU BUNYI BAHASA BALI…………… .... 335

NPL Wedayanti

PENINGKATAN KEMAMPUAN PRESENTASI BERBAHASA JEPANG

MELALUI MATA KULIAH PUBLIC SPEAKING………………………………… ... 341

Ni Made Andry Anita Dewi, Ni Luh Putu Ari Sulatri,

Page 9: alaman Judul - erepo.unud.ac.id
Page 10: alaman Judul - erepo.unud.ac.id

16

PELESTARIAN CAGAR BUDAYA UPAYA MEWUJUDKAN DENPASAR

SEBAGAI KOTA PUSAKA

I Wayan Srijaya

Universitas Udayana

[email protected]

Abstrak

Denpasar dikenal sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan,

ibu kota provinsi Bali dan kota budaya. Sebagai kota yang menyandang berbagai

predikat menjadikan kota ini sarat dengan berbagai macam aktivitas yang terkait

dengan predikat tersebut. Konsekuensi dari predikat yang disandang itu adalah

padatnya jumlah penduduk yang menempati wilayah ini, belum lagi masyarakat

dari luar kota denpasar yang mengadu nasib di sini. Pada kesempatan ini, akan

dibahas predikat Denpasar sebagai kota budaya. Sebagai kota budaya, sangatlah

bersesuaian dengan realita budaya yang pernah tumbuh dan berkembang di kota

Denpasar. Bukti-bukti arkeologi yang sudah berhasil diinventarisasi diketahui

berasal dari berbagai masa pembuatan, baik yang berasal dari periode prasejarah,

periode Hindu-Budha, periode Islam, dan kolonial serta budaya kontemporer.

Namun, beragamnya warisan budaya yang ditemukan tidaklah salah apabila kota

Denpasar juga disebut sebagai kota Budaya. Untuk mewujudkan Denpasar

sebagai kota Pusaka, perlu upaya nyata berupa pelestarian terhadap berbagai

warisan budaya yang ada di kota ini. Dengan kegiatan pelestarian ini, diharapkan

warisan budaya khususnya yang berupa cagar budaya senantiasa dapat

memberikan informasi tentang jati diri masyarakat Denpasar.

Kata kunci: Denpasar, cagar budaya, pelestarian, kota pusaka

1. Pendahuluan

Denpasar sebagaimana diketahui menjadi pusat pertemuan berbagai etnis

dengan kepentingan yang berbeda. Sebagai pusat pertemun dari berbagai etnis

berpengaruh pula terhadap kehadiran budaya yang dibawa. Selain etnis Bali,

berbagai etnis yang hidup secara rukun di kota Denpasar antara lain etnis, Jawa,

Minang, Madura, Sunda, Batak, Flores, dan sebagainya yang ditandai dengan

munculnya perkumpulan keluarga besar dari masing-masing etnis tersebut.

Munculnya perkumpulan berbagai etnis ini, disertai pula dengan budaya yang

mereka miliki. Budaya dan tradisi daerah yang mereka miliki tidak serta merta

ditinggalkan melainkan selalu melekat dan mewarnai kehidupan mereka

dimanapun mereka berada termasuk di kota Denpasar. Karena itu, di kota ini

Page 11: alaman Judul - erepo.unud.ac.id

Prosiding

Seminar Nasional Sastra dan Budaya II

Denpasar, 26-27 Mei 2017

17

mudah ditemukan berbagai unsur budaya luar mewarnai budaya lokal. Namun

demikian bukan berarti masuknya budaya luar ini akan menghilangkan budaya

lokal yang sudah tumbuh dan berkembang sejak ribuan tahun silam melainkan

dapat hidup berdampingan tanpa kehilangan jati diri masing-masing. Selain

budaya yang mencerminkan budaya etnis yang ada di Indonesia, Denpasar

sebagai destinasi wisata terkenal di dunia tentu tidak dapat dipungkiri bahwa

budaya global pun tidak bisa dihindarkan masuk ke daerah ini. Namun, semua

budaya asing yang hadir ditengah masyarakat lokal dapat bersanding tanpa harus

kehilangan identitasnya sebagai bangsa yang menjujung tinggi nilai-nilai, tradisi,

adat-istiadat yang telah diwarisi secara turun temurun. Oleh sebab itu, sebagai

daerah yang terbuka terhadap siapapun yang ingin mengais keberuntungan di kota

ini akan diterima kehadirannya dengan tetap mengikuti aturan-aturan yang

ditetapkan.

Kota Denpasar dengan segala kelebihan yang dimiliki, ternyata memiliki

sejarah yang cukup panjang. Perjalanan sejarah panjang ini, diketahui dari

berbagai warisan budaya yang masih dapat dirunut perkembangannya. Bukti-bukti

arkeologis menunjukkan bahwa kota Denpasar, sudah dihuni sejak zaman

prasejarah kemudian berlanjut pada masuknya budaya India, Islam, dan Kolonial.

Bukti arkeologi ini memperkuat identitas Denpasar sebagai kota budaya. Warisan

budaya yang menjadi petunjuk kehidupan masa lalu kota Denpasar tersebar di

keempat kecamatan yang ada di kota ini. Namun, intensitas warisan budaya tidak

merata disemua wilayah kecamatan. Berdasarkan hasil inventarisasi yang

dilakukan oleh instansi terkait bahwa di wilayah kecamatan denpasar utara

intensitas temuan cagar budayanya yang cukup banyak, kemudian wilayah

denpasar timur, selatan dan barat (Mardika dkk,2013). Memperhatuikan jenis-

jenisnya, sebagaian besar mencerminkan budaya Hindu-Buda, kemudian tradisi

prasejarah, kolonial, dan islam. Cagar budaya Hindu-Buda yang ditemukan di

kota Denpasar antara lain berbentuk arca (dewa maupun perwujudan), bangunan

prasadha, lingga yoni. Selanjutnya cagar budaya yang berasal dari tradisi

prasejarah antara lain berbentuk arca-arca sederhana, bangunan teras berundak.

Kemudian cagar budaya yang bercirikan pengaruh Islam dan Kolonial antara lain

Page 12: alaman Judul - erepo.unud.ac.id

18

sebuah masjid Kuno dan makam-makam Islam di kampong Bugis Serangan,

sedangkan yang berkarakter Kolonial yaitu beberapa bangunan puri, serta Hotel

Inna Bali di Jl. Veteran.

Semua cagar budaya yang diketemukan diwilayah kota Denpasar masih

difungsikan sebagaimana fungsi semula (living monument). Cagar budaya baik

yang berasal dari tradisi prasejarah maupun yang bersifat Hindu-Buda, yang

umumnya berada di lingkungan tempat suci/pura tentu akan member keuntungan

dalam hal pelestariannya. Sebagai cagar budaya yang masih difungsikan, maka

partisipasi masyarakat dalam hal menjaga kelestarian cagar budaya yang ada di

lingkungan tempat suci mereka menjadi tanggung jawab bersama krama

pengempon pura. Sementara itu, cagar budaya yang berlatar belakang agama

Islam pun tidak jauh berbeda karena cagar budaya itu masih difungsikan. Berbeda

halnya dengan cagar budaya yang berkarakter religious di atas, cagar budaya yang

berkarakter colonial sebagaimana ditunjukkan oleh puri dengan segala

kelengkapannya dan bangunan Hotel Inna Bali, masih konsisten dengan fungsi-

fungsi yang dimilikinya. Puri sebagai kediaman raja beserta keluarganya, masih

eksis dengan fungsi awalnya dan tidak banyak mengalami perubahan fisik

bangunannya. Demikian pula halnya dengan Hotel Inna Bali sampai saat ini masih

menjalankan fungsinya sebagai tempat menginap bagi masyarakat lokal maupun

asing.

Dari paparan di atas, pilihan Denpasar sebagai kota Budaya maupun kota Pusaka

sangat beralasan karena didukung oleh adanya cagar budaya benda (tangiable)

dan tak benda (intangiable) yang sampai sekarang masih terpelihara dengan baik

ditengah-tengah masyarakat.

2. Tujuan Penulisan

Tulisan ini dibuat sebagai upaya untuk mengetahui keberlangsungan cagar

budaya yang ada di kota Denpasar. Cagar budaya benda (tangiable) dan tak benda

(intangiable) merupakan living monument yang terpelihara dengan baik. Dengan

terpeliharanya cagar budaya di kota Denpasar ini, menjadi petunjuk jati diri

masyarakat kota Denpasar.

Page 13: alaman Judul - erepo.unud.ac.id

Prosiding

Seminar Nasional Sastra dan Budaya II

Denpasar, 26-27 Mei 2017

19

3. Metodelogi

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam menyusun naskah ini,

maka digunakan beberapa cara yaitu dengan observasi, dan studi pustaka. Setelah

data yang diperlukan terkumpul kemudian dilakukan analisis. Dalam kesempatan

ini analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif, dan komparatif.

4. Beberpa Konsep yang digunakan

Sebelum masuk kepada inti permasalahan tentang pelestarian cagar

budaya, maka diperlukan beberapa penjelasan konsep operasional tentang istilah

yang digunakan. Ada beberapa istilah yang perlu diberikan penjelasan yaitu cagar

gudaya, pelestarian, dan kota pusaka.

Cagar budaya sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Republik

Indonesia (UURI) No.11 tahun 2010 tentanga Cagar Budaya dijelaskan pada Bab

Ketentuan Umum Bab I Pasal 1 sebagai berikut.

Cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa

benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar

Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat

dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki

nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, agama dan/atau

kebudayaan melalui proses penetapan.

Pelestarian berasal dari kata lestari (bertahan, tetap, ajeg). Istilah ini dapat

bermakna ganda yaitu bersifat dinamis dan statis. Dalam arti statis, pelestarian

dimaksudkan untuk mempertahankan keadaan aslinya dengan tidak merubah yang

ada dan tetap mempertahankan kondisinya yang sekarang (exiting condition).

Dalam pengertian dinamis dapat dipahami sebagai upaya pemeliharaan,

perlindungan, dan pemanfaatan pusaka budaya secara kreatif dengan tidak

merubah esensinya. Pelestarian dalam arti dinamis ini tampaknya bersesuaian

dengan konsep Burra Charter yang melihat pelestarian sebagai seluruh proses

yang memperlihatkan suatu tempat yang tetap mempertahankan arti significance

dari kebudayaannya dan didalamnya termasuk pemeliharaannya menurut

Page 14: alaman Judul - erepo.unud.ac.id

20

kemungkinan keberadaannya saat itu (Rumawan dalam Mardika,dkk,2010:9-10).

Sementara dalam UU RI No.11 Tahun 2010 Bab I pasal 1 ayat 22 dijelaskan

pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar

budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan dan

memanfaatknannya.

Kota pusaka adalah kota/kabupaten yang dinilai memiliki beragam situs

maupun peninggalan yang penting bagi kehidupan komunitas dan masyarakat luas

pada umumnya. Terdapat peninggalan yang diklasifikasikan sebagai pusaka yang

formal, namun terdapat pula pusaka yang belum terklasifikasi secara formal

karena belum mendapat penetapan dari pemerintah (Dalam buku laporan

Penyusunan Masterplan dan Perencanaan Teknis Penataan Fisik, Kota Pusaka

Denpasar). Dalam kontek ini, yang dimaksud adalah kota pusaka Denpasar.

5. Pusaka Kota Denpasar dan Upaya Pelestariannya

a. Pusaka Kota Denpasar

Sebagaimana telah disebutkan dalam bagian awal tulisan ini, kota

Denpasar mempunyai cagar budaya yang cukup banyak dan jika diklasifikasikan

berdasarkan kronologinya diketahui ada yang berasal dari zaman prasejarah,

Hindu-Buda, Islam dan Kolonial. Cagar budaya yang berasal dari zaman

prasejarah tersebar dibeberapa tempat seperti wilayah Sanur dan Peguyangan.

Cagar budaya masa Hindu-Budha ditemukan di wilayah Desa Denpasar,

Peguyangan, Kesiman, Tonja, Serangan dll. Sementara cagar budaya yang bersifat

Islam ditemukan di desa Serangan dan Kepaon. Cagar budaya dari masa

penjajahan Kolonial adalah Hotel Inna Bali di Jl.Veteran Denpasar.

Apabila dicermati cagar budaya yang ada dapat dijelaskan berdasarkan

jenisnya yaitu ada yang berbentuk tektonologi peralatan yang terbuat dari batu

dan perunggu, arca-arca tradisi megalitik, bangunan teras berundak, arca yang

melambangkan dewa, arca pratistha, lingga-yoni,arsitektur bangunan candi,

arsitetur bangunan masjid, dan makam-makam islam. Teknologi peralatan yang

berasal dari masa prasejarah antara lain berbentuk kapak persegi yang ditemukan

di desa Peguyangan Denpasar Utara (Suastika, 1981; Sutaba, 1980). Kapak-kapak

Page 15: alaman Judul - erepo.unud.ac.id

Prosiding

Seminar Nasional Sastra dan Budaya II

Denpasar, 26-27 Mei 2017

21

tersebut ditemukan rumah-rumah penduduk yang ditempatkan pada suatu

pelinggih. Kapak persegi ini dibuat dengan menggunakan bahan batu yang telah

mengalami pengupaman dengan bagus. Oleh masyarakat kapak-kapak persegi ini

disebut dengan gigi kilat dan diyakini dapat menghindarkan binatang peliharaan

dari penyakit setelah diberikan air rendaman kapak tersebut. Kepercayaan seperti

ini masih tetap berlangsung ditengah-tengah modernisasi yang menerpa budaya

Bali. Kemudian bangunan punden berundak merupakan media pemujaan terhadap

roh leluhur. Sesuai namanya bangunan ini dibuat dengan cara menyusun batu

dengan bentuk bertingkat-tingkat dan makin ke atas makin mengecil. Pada bagian

puncak bangunan biasanya diserta arca leluhur atau sebuah menhir atau batu tegak.

Bangunan punden berundak ini ditemukan di desa Sanur seperti di pura Jumeneng,

dan pura Segara (Kempers, 1960;Mardika dkk,2010; Srijaya, 2015). Selain itu,

ada pula dalam wujud arca-arca bercorak megalitik yang bentuknya sederhana

dengan penampakan yang naturalis. Arca bercorak megalitik ini ditemukan di

pura Ayun Peguyangan. Arca ini ditempatkan pada sebuah bangunan (gedong)

pesimpangan pura Dalem Sukun dan ditempatkan sebagai dwarapala di depan

pintu masuk pelinggih tersebut. Sementara sebuah arca bercorak megalitik lainnya

ditemukan dalam palinggih Ratu Ngurah Agung Pura Dalem Sukun di Kelurahan

Peguyangan (Taro, 1982; Mardika dkk.2010). Kemudian sebuah nekara perunggu

juga pernah di temukan di kelurahan Peguyangan (Kompyang Gede, 1997/98).

Keselurahan informasi tentang cagar budaya masa prasejarah ini merupakan

warisan yang bersifat living monument.

Cagar budaya yang bercorak Hindu-Budha sebagaimana disebutkan di atas,

antara berbentuk arca dewa, arca perwujudan, kemuncak bangunan, bangunan

candi, miniature candi, lingga-yoni, paduraksa, dan candi bentar. Cagar budaya

jenis ini ditemukan tersebar dibeberapa situs pura di kota Denpasar. Arca yang

melambangkan dewa Ganesa ditemukan di pura Manik Aji Banjar Abiannangka

Kaja Desa Kesiman Petilan dan di pura Desa/Puseh Denpasar. Selain itu, di pura

Manik Aji juga ditemukan lingga, kemuncak bangunan, arca perwujudan leluhur,

fragmen Ganesa, batu alam serta perwujudan tokoh Panji (Mardika dkk, 2010).

Sementara di pura Petapan di Banjar Kedaton Desa Kesiman Petilan ditemukan

Page 16: alaman Judul - erepo.unud.ac.id

22

arca Kala Sungsang dan Arca Dwarapala. Bangunan candi atau prasada maupun

miniature candi ditemukan di situs pura Maospahit Tonja, di pura Rambut Siwi

Tonja, di pura Sakenan Serangan. Bangunan prasada yang ada di pura Maospahit

Tonja dan Rambut Siwi, menggunakan bahan batu bata dengan atap bertingkat ,

sedangkan prasada yang ada di pura Sakenan, pura Susunan Wadon dan pura

Dalem Cemara Serangan menggunakan bahan batukapur. Penggunaan bahan yang

berbeda ini disesuaikan dengan lingkungan dimana bangunan tersebut berada.

Oleh karena itu, pembuatan prasada dengan bahan batu kapur ini merupakan

bentuk adaptasi manusia dengan lingkungannya. Demikian pula dengan bangunan

teras berundak di Sanur. Kemudian bangunan miniatur candi ditemukan di pura

Desa Peguyangan Denpasar Utara. Sesuai dengan namanya, miniatur candi ini

dibuat dari sebuah batu berukuran besar kemudian dibentuk sedemikian rupa

makin ke atas semakin mengecil. Dikatakan miniature karena ukurannya yang

tidak besar seperti halnya bangunan prasada, namun memperlihatkan bagian-

bagian dari sebuah candi yaitu ada kaki, badan dan atap (Redig,1977). Kemuncak

bangunan terdapat di beberapa situs pura yaitu pura Desa Peguyangan, dan pura

Manik Aji. Candi bentar dan candi kurung ditemukan di pura Maospahit

Gerenceng, situs pura Sakenan, dan pura Dalem Cemara. Dilihat dari bahan yang

digunakan ternyata tidaklah sama. Candi kurung yang terdapat di pura Rambut

Siwi Tonja dan Maospahit Gerenceng menggunakan bahan batu bata sedangkan

candi kurung yang ada di pura Sakenan dan pura Dalem Cemara menggunakan

bahan batu kapur. Selain cagar budaya yang telah disebutkan di atas, di pura

Rambut Siwi juga ditemukan fragmen patung teracota, dan di pura Maospahit

Gerenceng terdapat beberapa arca teracota yang difungsikan sebagai dwarapala.

Disamping artefak dan fitur, di kota Denpasar ditemukan sejumlah prasasti seperti

prasasti Blanjong Sanur, prasasti Betngandang Renon, dan lain sebagainya.

Prasasti Blanjong merupakan prasasti yang dikeluarkan oleh dinasti Warmadewa

yaitu raja Kesari Warmadewa pada tahun 835 Caka (913 M). Prasasti ini

merupakan sumber tertulis tertua yang menyebutkan nama raja yang berkuasa di

Bali saat itu.

Kemudian cagar budaya yang dikatagorikan bersifat Islam adalah berupa

bangunan masjid dan makam-makam yang ditemukan di desa Serangan dan

Page 17: alaman Judul - erepo.unud.ac.id

Prosiding

Seminar Nasional Sastra dan Budaya II

Denpasar, 26-27 Mei 2017

23

Kepaon. Bangunan masjid dan makam Islam ini menjadi bukti bagaimana

pengaruh Islam di Bali. Walaupun tidak banyak, tetapi kehadiran budaya Islam

telah ikut mewarnai budaya lokal yang kental dengan nafas hindunya.

Sementara satu-satunya bangunan yang bercorak Kolonial di Kota

Denpasar adalah Hotel Inna Bali yang terletak di pusat kota. Bangunan ini

berperanan penting dalam masa pemerintahan Kolonial Belanda yang menguasai

Bali. Setelah Bali berhasil dibebaskan dari cengkeraman pemerintah Belanda,

bangunan ini kemudian digunakan sebagai Hotel. Namun dari dua unit gedung

yang ada di timur dan barat jalan, gedung yang terdapat di barat jalan sudah

mengalami renovasi beberapa tahun silam. Walaupun dari segi bentuknya masih

dipertahankan, tetapi strukturnya sudah menggunakan bahan baru. Beruntung

bangunan yang ada di timur jalan sampai saat ini masih berdiri tegak dan sampai

kapankah bangunan ini dapat dipertahankan sebelum direnovasi oleh

menejemennya seperti bangunan yang ada di barat jalan.

Selain cagar budaya dari periode sebelum penjajahan Belanda, di kota

Denpasar juga terdapat warisan budaya sejarah yang hingga sekarang masih

berfungsi sebagaimana fungsi semula. Warisan budaya ini pada umumnya

berwujud bangunan puri atau tempat penguasa atau raja dan keluarganya

bertempat tinggal di kota Denpasar ditemukan puri Agung Denpasar atau disebut

pula puri Satrya, puri Agung Kesiman, puri Agung Pemecutan. Ketiga puri ini

memegang peranan penting saat Bali masih dikuasai pemerintah Hindia Belanda.

Disamping bangunan puri dengan segala kelengkapannya di kota Denpasar juga

terdapat Museum Bali dan Museum Le Mayeur. Museum Bali yang dibangun

pada tahun 1932 itu merupakan museum yang memiliki koleksi paling lengkap di

Bali yang berasal dari berbagai tempat di Bali. Sementara museum Le Mayeur

yang berlokasi di Sanur merupakan museum yang khusus menyimpan dan

memamerkan koleksi lukisan yang dihasilkan oleh pelukis Le Maeyur.

b.Upaya Pelestarian

Seperti telah disebutkan di atas bahwa cagar budaya yang terdapat di kota

Denpasar sebagian besar merupakan living monument yang sifatnya sakral.

Page 18: alaman Judul - erepo.unud.ac.id

24

Dikatakan bersifat sacral karena hampir semua cagar budaya yang disebutkan di

atas ditemumakan atau disimpan pada sebuah bangunan suci/pura. Keberadaan

cagar budaya yang tersimpan pada sebuah bangunan suci/pura merupakan sebuah

keuntungan dalam upaya pelestarian cagar budaya itu. Mengapa demikian, karena

masyarakat Bali yang beragama Hindu meyakini dan menyucikan pralingga yang

terdapat disetiap pura yang menjadi sungsungannya. Pandangan yang

menganggap pralingga sebagai benda yang disucikan dan dikeramatkan dengan

sendirinya tidak akan ada warga pengempon maupun penyungsung yang berani

melakukan tindakan-tindakan yang tidak diinginkan. Adanya kepercayaan seperti

ini hampir terjadi disetiap situs yang ada di kota Denpasar yang sifatnya living

monument. Tidak saja terhadap pralingga yang distanakan di pura yang mereka

keramatkan, tetapi juga bangunan-bangunan pelinggih yang ada dilingkungan

pura itu. Pandangan seperti ini secara teoritis akan memberi arti positif untuk

kemanan cagar budaya, sekaligus juga berimbas kurang baik dalam upaya

pelestarian cagar budaya tersebut. Kenapa, karena untuk melakukan pelestarian

terhadap cagar budaya yang bersifat living monument sering kali menemui

kesulitan dengan adanya pandangan masyarakat seperti di atas, sehingga

memerlukan pendekatan-pendekatan kepada pengemong pura agar diberikan ijin

untuk melakukan pelestarian cagar budaya. Bahkan di masa lalu karena begitu

kuatnya kepercayaan terhadap pralingga yang dimiliki, maka untuk keperluan

menurunkan pralingga harus mengadakan korban yang tidak kecil. Akan tetapi

perkembangan zaman mewarnai perubahan pandangan dari masyarakat yang

sebelumnya begitu sulitnya untuk mengamati dari dekat cagar budaya yang ada di

pura mulai menyadari betapa pentingnya mengetahui arti dan makna yang ada

dibalik cagar budaya yang diwarisi.

Banyak warga masyarakat yang menjadi pemilik ataupun pengempon pura

yang di dalammya terdapat cagar budaya dengan kesadarannya sendiri untuk

menginformasikan kepada instansi terkait untuk melakukan pendataan, pencatatan,

pendokumentasian dan pembacaan khusus untuk prasasti tanpa banyak prosedur

yang harus dilalui. Kesadaran ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk

memberikan pemahaman kepada pengempon pura agar mereka mengerti arti dan

makna dari cagar budaya yang dimilikinya. Dengan pemahaman yang memadai

Page 19: alaman Judul - erepo.unud.ac.id

Prosiding

Seminar Nasional Sastra dan Budaya II

Denpasar, 26-27 Mei 2017

25

tentang betapa pentingnya cagar budaya untuk memahami sejarah masa lalunya

sehingga tumbuh kepedulian untuk melakukan pelestarian terhadap cagar budaya

itu. Dalam pelestarian cagar budaya yang bersifat living monument seperti yang

terdapat di Bali harus dipahami sebagai upaya untuk menjaga kesinambungan

warisan budaya dari satu generasi kegenerasi berikutnya. Kegiatan pelestarian

tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah semata, melainkan menjadi

tanggung jawab kita semua yang mempunyai kepedulian terhadap cagar budaya.

Bagi masyarakat awam tentu memerlukan petunjuk dari instansi berwenang agar

apa yang dilakukan dapat bermanfaat dan tidak menimbuklkan kerusakan lebih

jauh. Disinilah perlunya sosialisasi terus menerus agar masyarakat dapat mudah

memahaminya.

Pelestarian cagar budaya tidak hanya bertujuan untuk penyelamatan dan

melestarikan artefak maupun fitur dari kemusnahannya, tetapi yang lebih penting

adalah melestarikan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam warisan tersebut.

Upaya pelestarian memiliki tujuan ganda yaitu (1) pelestarian fisik cagar budaya

beserta lingkungan alam dan sosialmnya; (2) pelestarian nilai-nilai budaya

(cultural velue) untuk diwariskan kepada genersi penerus (Mardika dkk, 2010).

6. Penutup

Kota Denpasar yang merupakan pusat pemerintahan baik provinsi maupun

kota, pusat pendidikan, perdagangan, dan pariwisata memiliki sejarah yang sangat

panjang. Sejarah panjang kota ini dibuktikan dengan adanya cagar budaya yang

berasal dari zaman prasejarah sampai masuknya peradaban barat yang tersebar di

berbagai tempat di kota ini. Banyaknya cagar budaya yang terdapat di kota

Denpasar ini tentunya menjadi alasan mengapa pemerintah Kota Denpasar

mengusulkan menjadi kota Pusaka Indonesia serta Jaringan kota Pusaka Dunia.

Dengan predikat sebagai jaringan kota Pusaka Dunia, pemerintah kota Denpasar

mempunyai kewajiban untuk melestarikan cagar budaya yang tumbuh dan

berkembang di kota ini.Cagar budaya itu sebagian besar bersifat living monument

sehingga masyarakat berperan serta dalam upaya pelestariannya. Untuk

meningkatkan pemahaman masyarakat dalam melakukan pelestarian cagar budaya

Page 20: alaman Judul - erepo.unud.ac.id

26

yang diwarisi perlu diberikan penyuluhan secara kontinyu sehingga ketika mereka

dalam berperanserta melestarikan tidak menimbulkan kerusakan yang lebih jauh.

Daftar Pustaka

Anonim, t.t. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar

Budaya. Denpasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Balai

Pelestarian Cagar Buday Provinsi Bali, NTB, DAN NTT

Ardika, I Wayan, I Gde Parimarta, dan A.A.Bagus Wiwarawan, 2012 Dari Prasejarah

Hingga Modern. Denpasar; Udayana Press

Kempers, A.J.Bernet 1960 Bali Purbakala. Jakarta: Balai Buku Ikhtiar

Kompyang Gede, Dewa,1997/1998, Nekara Sebagai Wadah Kubur Situs Manikliyu

Kintamani. Dalam Forum Arkeologi No,II. Denpasar; Balai Arkeologi

Denpasar

Mardika, I Nyoman, I Made Mardika dan A.A.Rai Sita Laksmi, 2010 Pusaka Budaya

Representasi Ragam Pusaka dan Tantangan Konservasi di Kota Denpasar.

Denpasar: Bappeda Kota Denpasar

Srijaya, I Wayan 2015, Potensi Arkeologi di Desa Sanur. Laporan Penelitian.

Suastika, I Made, 1981, Beliung Persegi di Desa Peguyangan. Skripsi. Jurusan Arkeologi

Fakultas Sastra Universitas Udayana Denpasar

Sutaba, I Made, 1980, Prasejarah Bali. Denpasar:BU Yayasan Purbakala

Taro, I Made, 1982, Arca-arca Bercorak Megalitik di Desa Peguyangan. Skripsi. Jurusan

Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana Denpasar

Page 21: alaman Judul - erepo.unud.ac.id

Prosiding

Seminar Nasional Sastra dan Budaya II

Denpasar, 26-27 Mei 2017

27