Pr Ortho

download Pr Ortho

of 99

description

ortho

Transcript of Pr Ortho

OSTEOMYELITIS

1. Apakah yang dimaksud dengan osteomyelitis?

Osteomyelitis adalah proses inflamasi akut atau kronik pada tulang dan struktur sekundernya karena infeksi oleh bakteri piogenik.

PATHOPHYSIOLOGY.

Infeksi pada osteomyelitis dapat terjadi lokal atau dapat menyebar melalui periosteum, korteks, sumsum tulang, dan jaringan retikular. Jenis bakteri bevariasi berdasarkan pada umur pasien dan mekanisme dari infeksi itu sendiri.

Terdapat dua kategori dari osteomyelitis akut:

1. Hematogenous osteomyelitis, infeksi disebabkan bakteri melalui darah. Acute hematogenous osteomyelitis, infeksi akut pada tulang disebabkan bekteri yang berasal dari sumber infeksi lain. Kondisi ini biasanya terjadi pada anak-anak. Bagian yang sering terkena infeksi adalah bagian yang sedang bertumbuh pesat dan bagian yang kaya akan vaskularisasi dari metaphysis. Pembuluh darah yang membelok dengan sudut yang tajam pada distal metaphysis membuat aliran darah melambat dan menimbulkan endapan dan trombus, tulang itu sendiri akan mengalami nekrosis lokal dan akan menjadi tempat berkembang biaknya bakteri. Mula-mula terdapat fokus infeksi didaerah metafisis, lalu terjadi hiperemia dan udem. Karena tulang bukan jaringan yang bisa berekspansi maka tekanan dalam tulang ini menyebabkan nyeri lokal yang sangat hebat.

Infeksi dapat pecah ke subperiost, kemudian menembus subkutis dan menyebar menjadi selulitis atau menjalar melalui rongga subperiost ke diafisis. Infeksi juga dapat pecah kebagian tulang diafisis melalui kanalis medularis.

Penjalaran subperiostal kearah diafisis akan merusak pembuluh darah yang kearah diafisis, sehingga menyebabkan nekrosis tulang yang disebut sekuester. Periost akan membentuk tulang baru yang menyelubungi tulang baru yang disebut involukrum (pembungkus). Tulang yang sering terkena adalah tulang panjang yaitu tulang femur, diikuti oleh tibia, humerus ,radius , ulna, dan fibula. 2. Direct or contigous inoculation osteomyelitis disebabkan kontak langsung antara jaringan tulang dengan bakteri, biasa terjadi karena trauma terbuka dan tindakan pembedahan. Manisfestasinya terlokalisasi dari pada hematogenous osteomyelitis.Kategori tambahan lainnya adalah chronic osteomyelitis dan osteomyelitis sekunder yang disebabkan oleh penyakit vaskular perifer.

Osteomyelitis sering menyertai penyakit lain seperti diabetes melitus, sickel cell disease, AIDS, IV drug abuse, alkoholism, penggunaan steroid yang berkepanjangan, immunosuppresan dan penyakit sendi yang kronik. Pemakaian prosthetic adalah salah satu faktor resiko, begitu juga dengan pembedahan ortopedi dan fraktur terbuka.

Gejala hematogenous osteomyelitis biasanya berajalan lambat namun progresif. Direct ostoemyelitis umumnya lebih terlokalisasi dan jelas.

Gejala pada hematogenous osteomyelitis pada tulang panjang umumnya adalah:

Demam tinggi mendadak.

Kelelahan.

Iritabilitas.

Malaise.

Terbatasnya gerakan.

Edem lokal yang disertai dengan erytem dan nyeri pada penekanan.Pada Hematogenous osteomyelitis pada tulang belakang: Onsetnya bertahap. Riwayat episode bekteriemi akut.

Kemungkinan berhubungan dengan insufisiensi vaskular.

Edem lokal, eritem, dan nyeri pada penekanan.Pada Kronik osteomyelitis :

Ulkus yang tidak kunjung sembuh. Drainase saluran sinus.

Kelelahan yang berkepanjangan.

Malaise.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan :

Demam ( timbul hanya pada 50 % neonatus ).

Edem.

Terasa hangat.

Berfluktuasi.

Nyeri pada palpasi.

Terbatanya gerakan ekstremitas.

Drainase saluran sinus.

2. Apakah indikasi operasi pada osteomyelitis kronis?

Indikasi dilakukannya pembedahan ialah :

1. Adanaya sequester.

2. Adanya abses.

3. Rasa sakit yang hebat.

4. Bila mencurigakan adanya perubahan kearah keganasan (karsinoma Epidermoid).

SUMBER:1. Sjamsuhidajat.R; De Jong.W, Editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi, Cetakan Pertama, Penerbit EGC; Jakarta.1997. 1058-1064.

2. Sabiston. DC; alih bahasa: Andrianto.P; Editor Ronardy DH. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Penerbit EGC; Jakarta.

3. Schwartz.SI; Shires.GT; Spencer.FC; alih bahasa: Laniyati; Kartini.A; Wijaya.C; Komala.S; Ronardy.DH; Editor Chandranata.L; Kumala.P. Intisari Prinsip Prinsip Ilmu Bedah. Penerbit EGC; Jakarta.2000.

4. Reksoprojo.S: Editor; Pusponegoro.AD; Kartono.D; Hutagalung.EU; Sumardi.R; Luthfia.C; Ramli.M; Rachmat. KB; Dachlan.M. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Penerbit Bagian Ilmu Bedah FKUI/RSCM; Jakarta.1995.3. Anatomi Proksimal Humerus

Gambar 1. Proksimal Os Humerus dilihat dari ventral

Gambar 2. Proksimal Os Humerus dilihat dari dorsal

Gambar 3. Proksimal Os Humerus dilihat dari proksimal4 . Klasifikasi Fraktur Proksimal Humerus Menurut Neer

Gambar 4. Klasifikasi fraktur proksimal humerus menurut Neer (Neer CS. Displaced proximal humeral fracture: I. Classification and evaluation. J Bone Joint Surg Am 1970;52:1077-1089)Terdapat empat bagian: tuberositas mayor, tuberositas minor, humeral shaft, dan humeral head. Setiap bagian disebut displaced apabila > 1 cm dari displasment fraktur atau terdapat angulasi >45 derajat.

Tipe fraktur antara lain:

Fraktur satu bagian: tidak ada fragmen displacement sesuai garis fraktur Fraktur dua bagian: Anatomical neck Surgical neck Tuberositas mayor Tuberositas minor Fraktur tiga bagian: Surgical neck dengan tuberositas mayor Surgical neck dengan tuberositas minor Fraktur empat bagian Fraktur dislokasi Fraktur permukaan sendi (Kenneth, 2006)5. Klasifikasi Open Fraktur Menurut Gustillo Anderson :

Menurut Gustilo dan Anderson, fraktur terbuka dibagi menjadi 3 kelompok :

1. Grade I: Luka kecil kurang dari 1cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan dari fragmen tulang yang menembus kulit. Terdapat sedikit kerusakan jaringan dan tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat simple, transversal, oblik pendek atau sedikit komunitif.

2. Grade II: Laserasi kulit melebihi 1 cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan dengan sedikit kontaminasi fraktur.

3. Grade III: Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot, kulit dan struktur neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Tipe ini biasanya di sebabkan oleh karena trauma dengan kecepatan tinggi. Tipe 3 di bagi dalam 3 subtipe: Tipe IIIA : Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun terdapat laserasi yang hebat ataupun adanya flap. Fraktur bersifat segmental atau komunitif yang hebat Tipe IIIB: fraktur disertai dengan trauma yang hebat dengan kerusakan dan kehilangan jaringan, terdapat pendorongan periost, tulang terbuka, kontaminasi yang hebatserta fraktur komunitif yang hebat. Tipe IIIC: fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang memerlukan perbaikan tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.SUMBER:R. Putz, R. Pabst. 2007. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia. Jilid 2. Jakarta. EGC

Neer CS. Displaced proximal humeral fracture: I. Classification and evaluation. J Bone Joint Surg Am 1970;52:1077-1089)Kenneth J K. 2006. Handbook of Fracture. Third Edition. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins6. ANATOMI VERTEBRA

7. KLASIFIKASI DENIS

Gambar 7.1. pembagian colum vertebrae menurut Denis

Francis Denis membagi colum vertebra menjadi 3 bagian: anterior, medial, dan posterior.

Colum anterior terdiri dari: ligamentum longitudinal anterior, bagian anterior corpus vertebrae, dan anulus fibrosis anterior.

Colum medial terdiri dari: ligamentum longitudinal posterior, bagian posterior corpus vertebrae, dan anulus fibrosus posterior.

Colum posterior terdiri dari: tulang dan elemen-elemen ligamentum posterior.Tipe FrakturColum

AteriorMedialPosterior

KompresiKompresiTidak adaTidak ada atau distraksi

BurstKompresiKompresiTidak ada atau distraksi

Seat BeltTidak ada atau kompresiDistraksiDistraksi

Fraktur-dislokasiKompresi dan/atau rotasi anterior, shearDistraksi dan/atau rotasi, shearDistraksi dan/atau rotasi, shear

A. Fraktur Kompresi

Denis membagi fraktur kompresi menjadi 4 tipe:

Tipe A: fraktur mengenai kedua endplate (superior dan inferior)

Tipe B: fraktur hanya mengenai superior endplate

Tipe C: fraktur hanya mengenai inferior endplate

Tipe D: kedua endplate utuh, fraktur pada medial corpus vetrebrae

Gambar 7.2. Pembagian fraktur kompresi menurut Denis

B. Fraktur Burst

Denis membagi fraktur burst menjadi 5 tipe:

Tipe A: fraktur mengenai kedua endplate (superior dan inferior)

Tipe B: fraktur hanya mengenai superior endplateTipe C: fraktur hanya mengenai inferior endplate

Tipe D: fraktur tipe A disertai dengan adanya rotasi

Tipe E: tampak adanya flexi lateral vertebrae

Gambar 7.3. Pembagian fraktur burst menurut Denis

C. Seat Belt Type Injury

Denis membagi fraktur seat belt type injury menjadi 4 tipe:

Tipe A: fraktur hanya mengenai 1 bagian pada komponen tulang saja (bony injury)

Tipe B: fraktur hanya mengenai 1 bagian pada komponen ligament (ligamentous injury)

Tipe C: fraktur mengenai 2 bagian pada komponen tulang mencapai medial colum vertebralis

Tipe D: fraktur mengenai 2 bagian pada komponen ligament mencapai ligamentum pada medial colum vertebralis

Gambar 7.4. Pembagian fraktur seat belt type injury menurut Denis

D. Fraktur Dislokasi

Denis membagi fraktur dislokasi menjadi 3 tipe:

Tipe A: flexi-rotasi: colum posterior dan medial mengalami penekanan dan rotasi

Gambar 7.5. Tipe A (flexi-rotasi) fraktur dislokasi menurut Denis

Gambar 7.6. fraktur dislokasi-shear-posteroanterior (A), fraktur dislokasi-shear-anteroposterior (B)

Tipe C: flexi-distraksi: penekanan terjadi pada colum posterior dan medial, disertai robekan pada anuus fibrosus anterior dan lepasnya (terpisah) ligamen longitudinal anterior

Gambar 7.7. Tipe C (flexi-distraksi) fraktur dislokasi menurut Denis

Sumber : Koval,J K and Zuckerman,J D. 2006. Hand Book Of Fracture, 3rd Edition. Lippincott Williams&Wilkins: New York, pp: 109-1178. Apakah yang dimaksud dengan Fr. Kompresi dan klasifikasi Burst fracture pada vertebrae?

Berdasarkan mekanisme cederanya, dapat dibagi menjadi:

1. Fraktur kompresi (Wedge fractures)Adanya kompresi pada bagian depan corpus vertebralis yang tertekan dan membentuk patahan irisan. Fraktur kompresi adalah fraktur tersering yang mempengaruhi kolumna vertebra. Fraktur ini dapat disebabkan oleh kecelakaan jatuh dari ketinggian dengan posisi terduduk ataupun mendapat pukulan di kepala, osteoporosis dan adanya metastase kanker dari tempat lain ke vertebra kemudian membuat bagian vertebra tersebut menjadi lemah dan akhirnya mudah mengalami fraktur kompresi. Vertebra dengan fraktur kompresi akan menjadi lebih pendek ukurannya daripada ukuran vertebra sebenarnya. 8

2. Fraktur remuk (Burst fractures) Fraktur yang terjadi ketika ada penekanan corpus vertebralis secara langsung, dan tulang menjadi hancur. Fragmen tulang berpotensi masuk ke kanalis spinalis. Terminologi fraktur ini adalah menyebarnya tepi korpus vertebralis kearah luar yang disebabkan adanya kecelakaan yang lebih berat dibanding fraktur kompresi. Tepi tulang yang menyebar atau melebar itu akan memudahkan medulla spinalis untuk cedera dan ada fragmen tulang yang mengarah ke medulla spinalis dan dapat menekan medulla spinalis dan menyebabkan paralisis atau gangguan syaraf parsial. Tipe burst fracture sering terjadi pada thoraco lumbar junction dan terjadi paralysis pada kaki dan gangguan defekasi ataupun miksi. Diagnosis burst fracture ditegakkan dengan x-rays dan CT scan untuk mengetahui letak fraktur dan menentukan apakah fraktur tersebut merupakan fraktur kompresi, burst fracture atau fraktur dislokasi. Biasanya dengan scan MRI, fraktur ini akan lebih jelas mengevaluasi trauma jaringan lunak, kerusakan ligamen dan adanya perdarahan.9

3. Fraktur dislokasi Terjadi ketika ada segmen vertebra berpindah dari tempatnya karena kompresi, rotasi atau tekanan. Ketiga kolumna mengalami kerusakan sehingga sangat tidak stabil, cedera ini sangat berbahaya. Terapi tergantung apakah ada atau tidaknya korda atau akar syaraf yang rusak. Kerusakan akan terjadi pada ketiga bagian kolumna vertebralis dengan kombinasi mekanisme kecelakaan yang terjadi yaitu adanya kompresi, penekanan, rotasi dan proses pengelupasan. Pengelupasan komponen akan terjadi dari posterior ke anterior dengan kerusakan parah pada ligamentum posterior, fraktur lamina, penekanan sendi facet dan akhirnya kompresi korpus vertebra anterior. Namun dapat juga terjadi dari bagian anterior ke posterior. kolumna vertebralis. Pada mekanisme rotasi akan terjadi fraktur pada prosesus transversus dan bagian bawah costa. Fraktur akan melewati lamina dan seringnya akan menyebabkan dural tears dan keluarnya serabut syaraf.2

4. Cedera pisau lipat (Seat belt fractures)Sering terjadi pada kecelakaan mobil dengan kekuatan tinggi dan tiba-tiba mengerem sehingga membuat vertebra dalam keadaan fleksi, dislokasi fraktur sering terjadi pada thoracolumbar junction.10Kombinasi fleksi dan distraksi dapat menyebabkan tulang belakang pertengahan membentuk pisau lipat dengan poros yang bertumpu pada bagian kolumna anterior vertebralis. Pada cedera sabuk pengaman, tubuh penderita terlempar kedepan melawan tahanan tali pengikat. Korpus vertebra kemungkinan dapat hancur selanjutnya kolumna posterior dan media akan rusak sehingga fraktur ini termasuk jenis fraktur tidak stabil.7Tipe frakturBagian yang terkenaStable vs Unstable

Wedge fracturesHanya AnteriorStable

Burst fracturesAnterior dan middleUnstable

Fracture/dislocation injuriesAnterior, middle, posteriorUnstable

Seat belt fracturesAnterior, middle, posteriorUnstable

Tabel 1. Klasifikasi Fraktur Stabil dan Tidak Stabil

Gambar 6. Klasifikasi MagerlTerdapat 3 jenis fraktur berdasarkan mekanismenya (mechanism of failure):

1. Type A

Compressive loads

2. Type B

Distraction forces

3. Type C

Multidirectional forces and translation11Sumber:1. Moore K. Essential Clinical Anatomy. Second Edition. Baltimore: Williams and Wilkins. 20022. Rasjad C. Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Lamumpatue. 20033. Roper S. Spine Fracture. In: Dept. Neurosurgery Unversity of Florida. Available from : http://www.neurosurgery.ufl.edu/Patients/fracture.shtml4. Harna. Trauma Medulla Spinalis. Available from : http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/17/trauma-medula-spinalis/.

5. Schreiber, D. Spinal Cord Injury. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/793582-overview. 6. Jong, W.D, Samsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 2005; 870-874.

7. Apley,A.Graham. Apleys System O Orthopaedic And Fracture.Seventh Edition. London: Butterworth Scientific. 2000; 658-665.8. Young W. Spinal Cord Injury Level And Classification. Available from : http://www.neurosurgery.ufl.edu/Patients/fracture.shtml9. Deblick T. Burst Fracture. Available from : http://www.emedicine.medscape.com/specialties 10. Claire M. The Three Column Concept. Available from: http://www.spineuniverse/columnconcept.html11. Rimel R.W. An Educational Training Program for the Care at the Site of Injury of Trauma to Central Nervous System. 2001; 9:23-28.

12. Thomas, V.M. Thoracolumbal Vertebral Fracture. Journal of Orthopaedics. Available from : http://www.jortho.org/index.html 9. Fungsi Clavikula :

1. Sebagai sebuah penyangga pada waktu lengan atas bergerak menjauhi tubuh

2. Berperan menyalurkan gaya dari lengan atas ke kerangka sumbu

3. Merupakan tempat lekat otot-otot

Sumber:

Snell S Richard, alih bahasa, Liliana Sugiharto; editor edisi bahasa Indonesia, Ardy Suwahjo, Yohanes Antoni Liestyawan. Anatomi klinis berdasarkan sistem. Jakarta: ECG, 2011.

10. INDIKASI OPERASI PADA FRAKTUR CLAVIKULAIndikasi Absolute:1. Fraktur complit displacement : Banyak litratur rivew menyebutkan 15% displaced pada midshaft clavicular menjadi nounion ketika diterapi dengan kon servatif

2. Displacement yang berat menyebabkan tenting pada kulit yang brisiko menusuk : ini sering terjadi pada fraktur clavikula 1/3 distal

3. Fraktur dengan 2 cm shorthening

4. Fraktur communitif dengan displaced transverse zed fragment (Z shaped)

5. Neurovascular compromise

6. Fraktur 1/3 mdial clavicula displaces dengan risiko pada struktur mediastinum.

7. Poli trauma (dengan multiple fracture) : untuk xpedite rehabilitation

8. Open Fracture

9. Tidak bias dilakukan closed treatment

10. Fraktur dengan otot yang interposed

11. Didapatkan dan diyakini trjadi gejala nonunion

12. Adanya floating shoulder

Indikasi Relatif:

Terdapat indikasi relatif dilakukan operasi/ Opern Rduction and Internal Fixation (ORIF) adalah pada atlet yang sangat memerlukan bahu untuk melakukan olahraganya, seperti pemain sepakbola atau hockey. Pada kasus ini, operasi bertujuan untuk memberikan union yang baik.

Sumber:

Kleinhenz B.P., Young C. Claurent C, dkk. 2010. Clavicle fractures. On Medscape. American Surgery Ortopaedy Surgeon.

11. Anatomi Tulang Femur

Secara umum, tulang dibagi menjadi 4 bagian yaitu epifisis, lempeng pertumbuhan, metafisis, dan diafisis. Masing-masing bagian tersebut memiliki karakteristik yang menentukan kelainan apa yang sering pada daerah tersebut. Epifisis adalah bagian tulang yang terletak di dalam artikulasi. Lempeng pertumbuhan berfungsi sebagai pusat pertumbuhan tulang yang hilang pada usia + 15 tahun, cidera pada bagian ini pada masa kanak-kanak dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tulang. Metafisis adalah daerah yang kaya akan pembuluh darah (end artery) sehingga rawan terjadi infeksi. Diafisis adalah bagian tengah dari sebuah tulang panjang yang tersusun dari tulang kortikal yang biasanya berisi sumsum tulang dan jaringan adiposa3.Beberapa otot-otot besar melekat pada femur. Di bagian proksimal, m. gluteus medius dan minimus melekat pada trochanter mayor, mengakibatkan abduksi pada fraktur femur. M. iliopsoas melekat pada trochanter minor, mengakibatkan adanya rotasi internal dan eksternal pada fraktur femur. Linea aspera (garis kasar pada bagian posterior dari corpus femoris) memperkuat kekuatan dan tempat menempelnya m. gluteus maksimus, adductor magnus, adductor brevis, vastus lateralis, vastus medialis, dan caput brevis m. biceps femoris. Di bagian distal, m. adductor magnus melekat pada sisi medial, menyebabkan deformitas apeks lateral pada fraktur femur. Caput medial dan lateral m. gastrocnemius melekat di femoral condylus femoral posterior, menyebabkan deformitas fleksi pada fraktur sepertiga distal femur5.

12. Klasifikasi Fraktur femurFraktur femur dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori berdasarkan letak frakturnya7:

a. Fraktur femur proksimalYang meliputi fraktur femur proksimal antara lain adalah sebagai berikut:

1. Intracapsular fraktur termasuk caput femoris dan collum femoris

2. Entracapsular fraktur termasuk trochanters

Gambar 1. Fraktur capital, (b) fraktur subcapital, (c) fraktur transervical, (d) fraktur intertrochanteric, (e) fraktur subtrochanteric

Fraktur Collum Femoris

Fraktur collum femoris dibagi atas intra- (rusaknya suplai darah ke head femur) dan extra- (suplai darah intak) capsular. Diklasifikasikan berdasarkan anatominya. Intracapsular dibagi kedalam subcapital, transcervical dan basicervical. Extracapsular tergantung dari fraktur pertrochanteric.

Fraktur collum femoris disebabkan oleh trauma yang biasanya terjadi karena kecelakaan, jatuh dari ketinggian atau jatuh dari sepeda dan biasanya disertai trauma pada tempat lain. Jatuh pada daerah trochanter baik karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari tempat yang tidak terlalu tinggi seperti terpeleset di kamar mandi di mana panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi dapat menyebabkan fraktur collum femoris5.Berikut ini adalah klasifikasi fraktur collum femur berdasarkan Garden8, yaitu: (a) stadium I adalah fraktur yang tak sepenuhnya terimpaksi; (b) stadium II adalah fraktur lengkap tetapi tidak bergeser; (c) stadium III adalah fraktur lengkap dengan pergeseran sedang; (d) stadium IV adalah fraktur yang bergeser secara hebat. Gambar 2. Klasifikasi fraktur collum femoris menurut Garden

Fraktur collum femoris harus ditangani dengan cepat dan tepat sekalipun merupakan fraktur collum femoris stadium I. Jika tidak, maka akan berkembang dengan cepat menjadi fraktur collum femur stadium IV8. Selain Garden, Pauwel5 juga membuat klasifikasi berdasarkan atas sudut inklinasi collum femoris sebagai berikut: (a) tipe I, yaitu fraktur dengan garis fraktur 30(; (b) tipe II, yaitu fraktur dengan garis fraktur 50(; dan (c) tipe III, yaitu fraktur dengan garis fraktur 70(.

Gambar 3. Klasifikasi fraktur collum femoris menurut Pauwel

Anamnesis biasanya menunjukkan adanya riwayat jatuh dari ketinggian disertai nyeri panggul terutama daerah inguinal depan. Tungkai pasien dalam posisi rotasi lateral dan anggota gerak bawah tampak pendek. Pada foto polos penting dinilai pergeseran melalui bentuk bayangan yang tulang yang abnormal dan tingkat ketidakcocokan garis trabekular pada caput femoris dan ujung collum femoris. Penilaian ini penting karena fraktur yang terimpaksi atau tak bergeser (stadium I dan stadium II berdasarkan Garden) dapat membaik setelah fiksasi internal, sementara fraktur yang bergeser sering mengalami non-union dan nekrosis avaskular8.

Pengobatan fraktur collum femoralis dapat berupa terpai konservatif dengan indikasi yang sangat terbatas dan terapi operatif. Pengobatan operatif hampir selalu dilakukan baik pada orang dewasa muda ataupun pada orang tua karena perlu reduksi yang akurat dan stabil dan diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah komplikasi. Jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu pemasangan pin, pemasangan plate dan screw, dan artroplasti yang dilakukan pada penderita umur di atas 55 tahun, berupa: eksisi artroplasti, herniartroplasti, dan artroplasti total9.

Komplikasi tergantung dari beberapa faktor, yaitu5: (a) komplikasi yang bersifat umum: trombosis vena, emboli paru, pneumonia, dekubitus; (b) nekrosis avaskuler caput femoris. Komplikasi ini biasanya terjadi pada 30% pasien fraktur collum femoris dengan pergeseran dan 10% pada fraktur tanpa pergeseran. Apabila lokasilisasi fraktur lebih ke proksimal maka kemungkinan untuk terjadi nekrosis avaskuler menjadi lebih besar; (c) nonunionlebih dari 1/3 pasien fraktur collum femoris tidak dapat mengalami union terutama pada fraktur yang bergeser. Komplikasi lebih sering pada fraktur dengan lokasi yang lebih ke proksimal. Ini disebabkan karena vaskularisasi yang jelek, reduksi yang tidak akurat, fiksasi yang tidak adekuat, dan lokasi fraktur adalah intraartikuler. Metode pengobatan tergantung pada penyebab terjadinya nonunion dan umur penderita; (d) Osteoartritis sekunder dapat terjadi karena kolaps caput femoris atau nekrosis avaskuler; (e) anggota gerak memendek; (f) malunion; (g) malrotasi berupa rotasi eksterna.b. Fraktur corpus femoris Pada patah tulang diafisis femur biasanya mengalami pendarahan dalam yang cukup luas dan besar sehingga dapat menimbulkan resiko syok. Secara klinis penderita tidak dapat bangun, bukan saja karena nyeri, tetapi juga karena ketidakstabilan fraktur. Biasanya seluruh tungkai bawah terotasi ke luar, terlihat lebih pendek, dan bengkak pada bagian proksimal sebagai akibat pendarahan ke dalam jaringan lunak dan adanya tarikan m. gluteus dan m. illiopsoas. Pertautan biasanya diperoleh dengan penanganan secara tertutup, dan normalnya memerlukan waktu 20 minggu atau lebih10.

Gambar 4. Fraktur 1/3 tengah corpus femoris; (b) Fraktur corpus femoris paska fiksasi internal

Berdasarkan klasifikasi Winguist-Hansen yang didasarkan pada pola dasar fraktur dan derajat kestabilannyameskipun sekarang lebih digunakan untuk menentukan derajat kominutif dari fraktur, fraktur corpus femoris dapat diklasifikasikan sebagai berikut11: (1) tipe 0non kominutiftermasuk didalamnya fraktur transfersal, oblik, dan spiral, (2) tipe Ikominutif non signifikan atau fragmen kecil, (3) tipe IIfragmen besar dengan aposisi kortikal sampai dengan 50%, (4) tipe IIIfragmen besar dengan aposisi kortikal kurang dari 50%, (5) tipe IVfraktur segmental, tidak ada kontak antara fragmen distal dan fragmen proksimal. Gambar 5. dari kiri ke kanan.(a) tipe 0, (b) tipe I, (c) tipe II, (d) tipe III, (e) tipe IV

c. Fraktur femur distal

Yang meliputi fraktur femur distal adalah fraktur pada daerah supracondylar, condylar, dan intercondylar10.

Gambar 5. Fraktur femur distalFraktur suprakondiler femur

Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal kondilus femur dan batas metafisis dengan diafisis femur. Fraktur terjadi karena tekanan varus atau valgus disertai kekuatan aksial dan putaran. Klasifikasi fraktur suprakondiler femur terbagi atas: tidak bergeser, impaksi, bergeser, dan komunitif5.

Gambar 6. Klasifikasi fraktur suprakondiler

Gambaran klinis pada pasien ditemukan riwayat trauma yang disertai pembengkakan dan deformitas pada daerah suprakondiler. Krepitasi mungkin ditemukan.

Pengobatan dapat dilakukan secara konservatif, berupa: traksi berimbang dengan mempergunakan bidai Thomas dan penahan lutut Pearson, Cast-bracing, dan spika panggul. Terapi operatif dapat dilakuan pada fraktur terbuka atau adanya pergeseran fraktur yang tidak dapat direduksi secara konservatif. Terapi dilakukan dengan mempergunakan nail-plate dan screw dengan macam-macam tipe yang tersedia8.

Komplikasi dini yang dapat terjadi berupa: penetrasi fragmen fraktur ke kulit yang menyebabkan fraktur menjadi terbuka, trauma pembuluh darah besar, dan trauma saraf. Komplikasi lanjut dapat berupa malunion dan kekakuan sendi

Sumber : 1. Aukerman, Douglas F. Femur Injuries and Fractures. Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: ECG

2. Apley GA, Solomon L. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem Apley. Edisi ke-7. Jakarta, 1995. Widya Medika; 3. Behrman S W, Fabian T C, Kudsk K A, Taylor J C, J Trauma. 1990; 30: 792-798. Improved outcome with femur fractures: Early vs delayed fixation

4. James E Keany, MD. Femur Fracture. In site 13.Anatomi Tibia dan Fibula

Anatomi tibia dan fibula, anterior dan posterior, dari Thompson JC. 2002. Netters Concise Atlas of Orthopaedic Anatomi. USA: MediMedia

Klasifikasi Fraktur Tibial Plateau menurut Schatzker

Klasifikasi fraktur tibial plateau, dari Bucholz RW, Heckman JD, Court-Brown C, et al., 2006. eds. Rockwood and Greens Fractures in Adults, 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & WilkinsType I:Lateral plateau, split fracture

Type II:Lateral plateau, split depression fracture

Type III:Lateral plateau, depression fracture

Type IV:Medial plateau fracture

Type V:Bicondylar plateau fracture

Type VI:Plateau fracture dengan separasi metaphysis dari diaphysis

(Koval, 2006)

Sumber:

Koval KJ, Zuckerman, Joseph D.2006. Handbook of Fractures, 3rd Edition. Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins

Thompson JC. 2002. Netters Concise Atlas of Orthopaedic Anatomi. USA: MediMedia

Bucholz RW, Heckman JD, Court-Brown C, et al., 2006. eds. Rockwood and Greens Fractures in Adults, 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins14. ANATOMI OS HUMERI DAN PLEXUS BRACHIALIS

(R. Putz, R. Pabst. Atlas Anatomi ManusiaSobottaEdisi 21 Jilid 2. Jakarta: EGC. 2006)

James et al. 2010. A brachial plexus variation characterized by the absence of the superior trunk. Neuroanatomy 8: 46

15.FOOT AND ANKLE

A. Osteology of the foot and ankle

16. Anatomi Wrist

Sumber: R. Putz, R. Pabst. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Edisi 21 Jilid 2. Jakarta : EGC.2006

17. indikasi operasi fraktur fibula

a. fraktur fibula terbuka

b. fraktur fibula dengan ganggua vascular

sumber: Koval Kenneth J., Zuckerman JP. Handbook Of Fractures, 3 edition. USA. Lippincott Williams and Wilkins.18. Sebutkan fr distal radius!

A. Fraktur colles

Deskripsi asli untuk fraktur ekstra artikular. Penggunaan sekarang eponym meliputi ekstra artikular dan intra artikular fraktur radius distal menunjukkan berbagai kombinasi dorsal angulasi (volar apex), perpindahan dorsal, pergeseran radial dan pemendekan radial.

Secara klinis, telah digambarkan sebagai "dinner fork" deformitas.

Lebih dari 90% dari fraktur radius distal adalah dari pola.

Mekanisme cedera adalah jatuh ke hyperextended, radial menyimpang pergelangan tangan dengan lengan inpronasi.

Fraktur intraartikular umumnya terlihat pada kelompok usia yang lebih muda sekunder untuk pasukan energi yang lebih tinggi; cedera bersamaan (saraf, tulang pergelangan tangan dan distal ulna) lebih sering, seperti keterlibatan kedua sendi radiocarpal dan DRUJ tersebut.

B. Fraktur smith (reverse colles fracture)

Ini menjelaskan patah tulang dengan angulasi volar (apex dorsal) dari radius distal dengan garden spade deformitas atau perpindahan volar tangan dan jari-jari distal.

Mekanisme cedera adalah jatuh denga pergelangan tangan menekuk dengan lengan bawah tetap dalam posisi supinasi.

Ini adalah pola fraktur terkenal tidak stabil; sering memerlukan reduksi terbuka dan fiksasi internal karena kesulitan dalam mempertahankan reduksi tertutup yang memadai.

C. Fractur barton

Ini adalah fraktur dislokasi atau subluksasi dari pergelangan tangan dimana dorsal atau pinggiran volar radius distal dipindahkan dengan tangan dan corpus. Keterlibatan volar lebih umum.

Mekanisme cedera adalah jatuh posisi pergelangan tangan dorsofleksi dengan lengan tetap dalam pronasi. Fractur terjadi sekunder untuk geser.

Sebagian besar patah tulang tidak stabil dan memerlukan reduksi terbuka dan fiksasi internal dengan plat dinding penopang untuk mencapai stabil, pengurangan anatomi.

D. Fraktur styloid radial (fraktur chauffeurs , fraktur backfire, fraktur Hutchinson) Ini adalah fraktur avulsion dengan ligamen ekstrinsik sisa melekat pada fragmen styloid.

Mekanisme cedera adalah kompresi dari skafoid terhadap styloid dengan pergelangan tangan dalam dorsoflexion dan penyimpangan ulnaris.

Ini mungkin melibatkan seluruh styloid atau hanya punggung atau bagian volar.

Hal ini sering dikaitkan dengan cedera ligamen interkarpal (scapholunate disosiasi, dislokasi perilunate).

Buka reduksi dan fiksasi internal sering diperlukan (Kenneth dan Joseph, 2006).19. Apa komplikasi fr tibia?

A. Malunion:

Termasuk kelainan di luar batas yang dapat diterima

B. Nonunion:

Terkait dengan cedera kecepatan tinggi, patah tulang terbuka (terutama Gustilo grade III), infeksi, fibula utuh, fiksasi memadai dan fraktur perpindahan awal

C. Infeksi dapat terjadi

D. Kehilangan jaringan lunak:

Cakupan luka menunda untuk lebih dari 7 sampai 10 hari di fraktur terbuka telah dikaitkan dengan tingkat yang lebih tinggi dari infeksi. Flaps rotasi lokal atau flaps gratis mungkin diperlukan untuk cakupan yang memadai.

E. Kekakuan pada lutut dan pergelangan kaki atau dapat terjadi.

F. Nyeri lutut:

Ini adalah yang paling kompikasi umum terkait dengan IM tibia.

G. Kerusakan hardware:

Nail and locking screw breakage rates mengunci tingkat kerusakan sekrup tergantung pada ukuran kuku yang digunakan dan jenis logam yang dibuat. Kuku reamed lebih besar memiliki lebih besar lintas sekrup; kejadian kuku dan sekrup kerusakan lebih besar dengan kuku unreamed yang memanfaatkan diameter mengunci sekrup kecil.

H. Nekrosis termal

Nekrosis termal dari tibialis reaming diaphysis berikut adalah biasa, tapi serius, komplikasi. Risiko meningkat dengan penggunaan reamers kusam dan reaming bawah kontrol tourniquet.

I. Distrofi refleks simpatis:

Ini adalah paling umum pada pasien tidak mampu menanggung berat badan awal dan dengan imobilisasi. Hal ini ditandai dengan nyeri dan bengkak awal diikuti oleh atrofi ekstremitas. Tanda-tanda radiografi adalah demineralisasi toilet kaki dan tibia distal dan pergelangan kaki equinovarus. Hal ini diobati dengan stoking elastis kompresi, bantalan berat, blok simpatis, dan orthoses kaki, disertai dengan terapi fisik agresif.

J. Sindrom kompartemen:

Keterlibatan kompartemen anterior adalah yang paling umum. Tekanan tertinggi terjadi pada saat pengurangan terbuka atau tertutup. Ini mungkin memerlukan fasiotomi. Kematian otot terjadi setelah 6 sampai 8 jam. Dalam posterior sindrom kompartemen mungkin terlewatkan karena tidak terlibat atasnya kompartemen dangkal dan mengakibatkan jari kaki cakar.

K. Cedera neurovaskular:

L. Kompromi Vascular jarang kecuali dengan kecepatan tinggi, nyata pengungsi, sering membuka patah tulang. Ini paling sering terjadi sebagai arteri tibialis anterior melintasi membran interoseus dari kaki proksimal. Ini mungkin memerlukan vena saphena penempatan graft. Saraf peroneal umum adalah rentan terhadap cedera langsung ke fibula proksimal serta patah tulang dengan angulasi varus signifikan. Traksi yang terlalu bersemangat dapat menyebabkan traksi ini cedera pada saraf dan memadai cetakan cor / bantalan dapat menyebabkan neurapraksia.

M. Dapat terjadi mboli lemak N. Claw toe deformity:

Ini terkait dengan jaringan parut dari tendon ekstensor atau iskemia otot kompartemen posterior (Kenneth dan Joseph, 2006).Sumber:

Kenneth J. Koval dan Joseph D. Zuckerman (2006). Handbook of Fractures Third Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins a Wolters Kluwer Business

20. ELBOW

Sendi siku merupakan anggota tubuh yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari manusia karena fungsinya sangat kompleks. Manusia banyak menggantungkan produktifitasnya pada kemampuan lengan/tangan. Sendi siku terdiri dari tiga tulang pembentuk, yaitu tulang humerus, tulang ulna, dan tulang radius . A. Tulang pembentuk sendi siku :

1. Humerus adalah tulang tunggal pada tulang. humerus terdiri dari bagian kepala membulat yang masuk dengan pas ke dalam rongga glenoid, bagian leher anatomis, dan bagian batang yang memanjang ke arah distal.

2. Ulna

3. Radius

B. Bagian bagian tulang pembentuk sendi siku Humerus : medial epicondyle dan lateral epicondyle.

Ulna :

Bagian proksimal : olecranon, olecranon process, coronoid process, trochlear notch, radial notch, ulnar tuberosity.

Bagian distal : ulnar styloid process.

Radius :

Bagian proksimal : radial head, radial tuberosity, dan radial neck.

Bagian distal : ulnar notch, dan radial styloid process.

C. Sendi pendukung yang terdapat pada siku :

Radiohumeral joint

Ulnar-humeral joint

Radioulnar joint

D. Ligamen pendukung pada sendi siku :

Ulnar collateral ligament

Pada ulnar collateral ligament 3 lapisan, yaitu anterior, transverse, dan posterior. Berikut penjelasannya :

Anterior bundle : terbentang dari epicondylus medial ke processus coronoid.

Posterior bundle : terbentang dari epicondylus medial ke olecranon.

Transverse bundle : terbentang dari processus coronoid ke olecranon.

Radial collateral ligament

Annular ligament

Interosseous membrane

E. Otot yang berperan pada sendi siku, terbagi dalam 2 bagian otot, yaitu bagian anterior atau grup flexor dan bagian posterior atau grup extensor. Berikut adalah penjelasan dari otot yang berperan pada sendi siku beserta dengan origo, insersio, fungsi, dan persarafannya :

Bagian anterior atau grup flexor :

Bagian superfisial :

Pronator teres :

Origo : epikondilus medial tulang humerus, sisi medial prosesus koronoid tulang ulna.

Insersio : bagian tengah radius pada permukaan lateral melalui tendon besar.

Persarafan :saraf median.

Fungsi : pronasi lengan bawah dan tangan, fleksi siku.

Flexor carpi radialis :Origo : epikondilus medial humerus.

Insersio : tulang metakarpal kedua dan ketiga tangan.

Persarafan : saraf median.

Fungsi : fleksi pergelangan tangan, mambantu abduksi lengan.

Palmaris longus Origo : epikondilus medial humerus.

Insersio : ligamen karpal (pergelangan tangan) (disebut flexor ratinaculum), aponeurosis palmar.

Persarafan : saraf median.

Fungsi : fleksi pergelangan tangan, menegangkan aponeurosis palmar selama pergerakan tangan.

Flexor carpi ulnarisOrigo : epikondilus medial humerus, tepi medial prosesus olekranon dan dua pertiga bagian atas sisi dorsal tulang ulna.

Insersio : tulang pisiform dan hamatum pergelangan tangan, metakarpal kelima.

Persarafan : saraf ulnar.

Fungsi : fleksi dan adduksi tangan.

Flexor digitorum superfisialisOrigo : epicondylus medial humerus, sisi medial prosesus coronoid tulang ulna, permukaan anterior radius dari tuberositas radialis sampai insersio pronator teres.

Insersio : falang kedua (tengah) pada keempat jari.

Persarafan : saraf median

Fungsi : fleksi keempat jari dan pergelangan tangan.

Bagian profunda

Flexor digitorum profundudOrigo : dua pertiga bagian atas ulna yang menyatu dengan membran interosseus.

Insersio : barisan distal tulang falang pada jari kedua sampai kelima.

Persarafan : saraf ulnar dan saraf median.

Fungsi : fleksi jari tangan dan membantu dalam fleksi pergelangan tangan, berperan dalam fleksi jari tangan yang tidak begitu kuat dan tanpa tahanan.

Flexor pollicic longusOrigo : permukaan anterior bagian atas radius, bagian yang bersebelahan dengan membran interosseus.

Insersio : falang bagian distal pada ibu jari.

Persarafan : saraf median.

Fungsi : fleksi persendian pada ibu jari.

Pronator quadratusOrigo : bagian distal dari permukaan anterior ulna.

Insersio : ujung distal permukaan anterior radius.

Persarafan : saraf median.

Fungsi : pronasi lengan bawah dan tangan, juga menyatukan radius distal dan ulna .

Bagian posterior atau grup extensor

Bagian superfisial

BrachioradialisOrigo : tonjolan suprakondilar lateral pada humerus distal.

Insersio : radius distal, tepat diatas prosesus stiloid.

Persarafan : saraf radial.

Fungsi : flexor lengan bawah yang efektif jika lengan bawah berada pada posisi sebagian terfleksi.

Extensor carpi radialis longusOrigo : tonjolan suprakondilar lateral pada humerus distal.

Insersio : bagian posterior pada dasar metakarpal kedua, sisi radial.

Persarafan : saraf radial.

Fungsi : ekstensi dan abduksi.

Extensor carpi radialis brevis Origo : epikondilus lateral humerus distal.

Insersio : sisi posterior bagian dasar metakarpal ketiga, sisi radial.

Persarafan : saraf radial.

Fungsi : ekstensi dan abduksi tangan.

Extensor digitorum comumnisOrigo : epikondilus lateral pada humerus.

Insersio : melalui empat tendon di falang posterior jari tangan kedua sampai kelima.

Persarafan : saraf radial.

Fungsi : ekstensi dan abduksi tangan

Extensor carpi ulnarisOrigo : epikondilus lateral humerus distal.

Insersio : aponeurosis extensor pada posterior jari kelingking.

Persarafan : saraf radial.

Fungsi : ekstensi jari kelingking; memberi kebebasan gerak pada jari kelingking; ekstensi tangan pada persambungan extensor jari tangan.

Bagian profunda

Supinator Origo : epiondilus lateral pada humerus distal, ligamen di persendian siku; ulna proksimal.

Insersio : permukaan lateral pada sepertiga sisi proksimal radius.

Persarafan : saraf radial.

Fungsi : supinasi lengan bawah; biceps lengan membantu otot ini melakukan supinasi yang kuat.

Abduktor pollocis longusOrigo : permukaan posterior pada sepertiga bagian tengah tulang ulna dan radius; membran interoseus.

Insersio : bagian dasar dari sisi lateral tulang metakarpal pertama.

Persarafan : saraf radial.

Fungsi : abduksi dan ekstensi ibu jari tangan.

Extensor pollicis longusOrigo : permukaan posterior pada sisi lateral ulna.

Insersio : bagian dasar falang terakhir ibu jari tangan.

Persarafan : saraf radial.

Fungsi : ekstensi falang terakhir ibu jari tangan.

Extensor pollicis brevisOrigo : permukaaan posterior pada bagian tengah radius; membran interoseus.

Insersio : permukaan posterior di bagian dasar falang pertama di bagian ibu jari tangan.

Persarafan : saraf radial.

Fungsi : ekstensi falang pertama ibu jari tangan.

F. Persarafan pada sendi siku

Saraf median

Saraf ulnar

Saraf radial

G. Pembuluh darah pada sendi siku

Brachial artery

Ulnar artery

Radial artery

Sumber :Sloane, Ethel (2003). Anatomy and Physiology An Easy Learner. Jakarta : EGCPearce, Evelyn (2008). Anatomy and physiology for nurse. Jakarta : Gramedia21. Jelaskan fat pad sign!

Fat pad sign: terdapat 3 fat pad yang melingkupi struktur mayor dari sendi siku.

Fat pad anterior (coronoid). Lusensi triangular ini terlihat anterior dari distal humerus, dan dapat menggambarkan displace fat pad akibat efusi sendi. Fossa coronoid berukuran kecil, sehingga displace anterior dari fat pad sangat sensitif terhadap efusi. Namun demikian, fat pad yang melebar dapat terlihat tanpa trauma, sehingga spesifisitas dari fat pad anterior berkurang.

Fat pad posterior (olecranon). Fossa olecranon profunda normalnya melingkupi seluruh fat pad posterior. Akibatnya efusi sedang hingga berat dapat menimbulkan displace posterior. Spesifisitas fat pad posterior menjadi tinggi untuk kelainan intra articular (fracture terjadi pada 70% kasus dengan gambaran fat pad posterior).

Fat pad supinator. Fat pad ini merupakan lapisan lemak pada aspek anterior dari m.supinator, yang melingkupi radius proximal. Displace anterior dari fat pad ini merupakan tanda fracture collum radius. Namun tanda ini hanya ditemukan positif pada 50% kasus.

Fat pad anterior dan posterior mungkin tidak terlihat pada dislokasi siku akibat disrupsi kapsul sendi, sehingga terjadi dekompresi efusi sendi.

Gambar 52. Elevasi fat pad anterior dan posterior.

(sumber: Koval KJ, Zuckerman JD. Handbook of Fractures 3rd ed. 2006.)

Gambar 53. Fracture supracondylair humerus dengan fat pad sign dan displaced anterior humeral line.

(sumber: http://uwmsk.org/residentprojects/pediatricelbow.html)

Pada foto AP osifikasi irregular dari trochlea dapat terlihat seperti fracture

Klasifikasi 20,21,27,38Beberapa tipe fracture siku yang umum antara lain adalah:

Fracture supracondylair humerus: fracture supracondylair merupakan jenis fracture yang paling sering terjadi. Pada jenis ini, fracture terjadi melewati growth plate dari humerus (di atas sendi siku). Penyebab paling sering dari fracture ini adalah jatuh menimpa lengan dalam posisi extensi. Cedera ini paling sering terjadi pada anak berusia antara 5 hingga 7 tahun.

Fracture condylair: fracture condylair terjadi tepat di atas sendi siku. Saat fracture condylair terjadi, satu sisi dari sendi siku terlepas.

Gambar 29. Fracture condylus humerus lateral. A: fracture Milch tipe I, Salter-Harris tipe IV.

B: fracture Milch tipe II, Salter-Harris tipe II.

(sumber: Canale & Beaty: Campbells Operative Orthopaedics 11th ed. 2008.)

Gambar 30. Berbagai tingkatan displace dari fracture condylus lateral: undisplace, displace sedang, dan displace komplit disertai rotasi.

(sumber: Canale & Beaty: Campbells Operative Orthopaedics 11th ed. 2008.)

Gambar 31. Tipe fracture condylus medial oleh Kilfoyle. Tipe I impaksi. Tipe II epiphyseal dan intra articulair. Tipe III displace seluruh condylus medial.

(sumber: Canale & Beaty: Campbells Operative Orthopaedics 11th ed. 2008.)

Fracture collum radial: fracture collum radial jarang terjadi pada orang dewasa, namun sering terjadi pada anak. Terapi untuk fracture radial neck bergantung pada angulasi fracture. Terapi dapat terdiri dari casting, manipulasi, atau dengan menggunakan pin pada fracture.

Subluksasio caput radial: subluksasio caput radial merupakan cedera yang sering terjadi pada anak, selain fracture. Saat subluksasio caput radial terjadi, sendi siku bergeser keluar dari posisinya semula. Cedera ini biasanya dapat dikembalikan ke posisi semula dengan mudah.

Gambar 32. Klasifikasi Wilkins untuk fracture collum radial. A: fracture Salter-Harris tipe II.

B: fracture Salter-Harris tipe IV. C: fracture Salter-Harris tipe I.

(sumber: Canale & Beaty: Campbells Operative Orthopaedics 11th ed. 2008.)

Gambar 33. Contoh angulasi, translokasi, dan displacement total pada fracture collum radial.

(sumber: Canale & Beaty: Campbells Operative Orthopaedics 11th ed. 2008.)

Fracture olecranon: fracture olecranon adalah cedera pada tulang di bagian belakang sendi siku. Cedera pada tulang ini sulit dibedakan dengan keadaan normal growth plate, sehingga biasanya dibutuhkan pemeriksaan rontgen pada kedua lengan.

Gambar 34. Klasifikasi Schatzker untuk fracture olecranon.

(sumber: Canale & Beaty: Campbells Operative Orthopaedics 11th ed. 2008.)

Mayoritas fracture supracondylair merupakan tipe extensi, yaitu mencapai 98% dari seluruh kasus yang ada. Kebanyakan anak menghindari jatuh dengan cara mengextensi ekstremitas atas mereka. Peningkatan flexibilitas dari ligament anak dibandingkan dewawa menimbulkan hiperextensi pada sendi siku. Hal ini menyebabkan tekanan axial terjadi dan menimbulkan tekanan anterior yang besar terhadap kapsul sendi. Olecranon terdorong sangat dalam ke dalam fossa olecranon. Peningkatan tekanan menekuk pada siku menimbulkan kerusakan cortex anterior distal humerus. Tekanan yang terjadi terus menerus menimbulkan fracture komplit pada bagian metaphysis supracondylair yang lebih tipis. Fragmen distal kemudian berpindah posisi ke posterior.

Fracture supracondylair tipe flexi sangat jarang dibandingkan tipe extensi, yaitu kurang dari 5% dari seluruh fracture supracondylair. Fracture jenis ini terjadi akibat jatuh pada siku dengan posisi flexi.

Gambar 35. Fracture supracondylair tipe flexi.

(sumber: http://www.radiologyassistant.nl/images/4216f90973215flexiontype.jpg)

Gambar 36. Fracture supracondylair tipe extensi.

(sumber: http://www.wheelessonline.com/image7/supr1.jpg)

Klasifikasi fracture supracondylair humerus:

Klasifikasi tipe extensi klasifikasi Gartland (berdasarkan derajat pergeseran):

- Tipe I: non displaced

- Tipe II: displaced dengan cortex posterior intact, dapat sedikit terangulasi atau terotasi

- Tipe III: displace komplit, posteromedial atau posterolateral

Modifikasi Wilkins untuk klasifikasi Gartland:

- Tipe 1: undisplaced

- Tipe 2A: cortex posterior intact dan terdapat angulasi saja

- Tipe 2B: cortex posterior intact, terdapat angulasi dan rotasi

- Tipe 3A: displace komplit, tidak ada kontak cortical, posteromedial

- Tipe 3B: displace komplit, tidak ada kontak cortical, posterolateral

Gambar 37. Tipe Fracture Supracondylair Humeri

(Sumber: www.netterimages.com)

Gambar 38. Klasifikasi fracture supracondylair humeri pada anak menurut Gartland

(Sumber: http://www.orthopaedia.net/download/attachments/33687548/fig%201.jpg)

Fracture Gartland grade III terbagi menjadi dislokasi posteromedial dan posterolateral. Dislokasi posteromedial lebih sering terjadi, yaitu sekitar 75%. Hal ini disebabkan oleh efek triseps yang terletak lebih medial pada proximal ulna.

Peningkatan tekanan fleksi siku pada humerus, selain menimbulkan korteks anterior humerus rusak, juga menimbulkan kerusakan periosteal dalam berbagai derajat. Kerusakan ini bergantung pada derajat tarikan pada periosteum (stretching), yang dapat berupa robekan kecil periosteum pada aspek anterior humerus, hingga lepasnya seluruh periosteum bagian anterior. Lepasnya bagian perifer periosteum menyebabkan lokasi fracture menjadi terbuka sehingga closed reduction tidak dapat dilakukan. Kerusakan periosteal yang extensif juga dapat menghalangi pembentukan tulang baru di anterior.

Kerusakan jaringan lunak yang berat dapat terjadi pada fracture supracondylair. Pada fracture dengan dislokasi yang berat, fragmen medial atau lateral dari humerus proximal dapat menembus m.brachialis sehingga terjadi penetrasi pada lapisan bawah dermis dan menimbulkan kerutan pada kulit.2,22 Iritasi pada nervus medianus atau arteri brachialis dapat terjadi. Fragmen lateral dapat mengiritasi nervus radialis.

Sumber:Koval K, Zuckerman JD. Lower extremity fractures and dislocations. In: Koval K, Zuckerman JD, editor. Handbook of fractures. 3rd ed. Lippincot Williams & Wlkins; 2006.Canale, S Terry, James H Beaty. Campbell;s Operative Orthopaedics Volume One 11th Edition. Philadelphia: Mosby Elsevier. 2008.

23. Gambar plexus brachialis beserta cabang cabangnya :

Gambar 1. Plexus brachialis, terdiri dari radix, truncus, divisi, corda dan cabang terminal. 1

Gambar 2. Skema plexus brachialis dan cabang-cabangnya 1Tabel 1. Ringkasan Pleksus Brachialis beserta cabang cabangnya

24. Mekanisme pleksus brachialis injury : 2,3

Perlukaan pada saraf dapat terjadi akibat berbagai mekanisme seperti iskemik, kompresi, laserasi, traksi dan terbakar. Kerusakan yang terjadi bervariasi dari yang hanya bersifat sementara, terjadi kerusakan fungsi namun cepat mengalami pemulihan, hingga yang terjadi pemutusan saraf secara total dan terjadi degenerasi. Pada satu truncus dapat terjadi kerusakan fasciculus yang bervariasi derajat kerusakannya.

Kerusakan yang terjadi dapat berupa transient ischaemia, neuropraxia, axonometsis, dan neurometsis. Transient ischaemia terjadi apabila terdapat kompresi akut dari saraf yang menimbulkan rasa kebas dan kesemutan selama kurang lebih 15 menit, kehilangan kemampuan merasa nyeri 30 menit kemudian, dan kelemahan otot selama 45 menit kemudian. Rasa tersebut bersifat sementara dan dapat menghilang apabila kompresi dihilangkan. Ini dapat terjadi karena adanya anoksia sementara dari endoneurial dan biasanya tidak menyebabkan kerusakan saraf. Neuropraksia adalah kerusakan saraf dimana terdapat blok jalur konduksi saraf pada tempat dimana terjadi lesi, namun tidak ada kerusakan saraf secara makroskopik dan biasanya terdapat demyelinisaasi. Segera setelah blok dihilangkan, fungsi saraf pada organ target akan kembali normal. Pemulihan membutuhkan waktu dari hitungan jam hingga bulanan. Axonometsis adalah keadaan dimana terdapat ruptur dari serabut saraf, namun bagian perineum dan epineuriumnya masih intak. Masih dapat terjadi proses regenerasi dari saraf dengan kecepatan 1-4mm per hari. Pada neurometsis, terdapat ruptur dari keseluruhan truncus saraf sehingga kontinuitas dari serabut saraf tidak dapat kembali kecuali tanpa intervensi pembedahan.

Radix, truncus, dan divisi plexus brachialis menempati bagian bawah trigonum colli posterior, sedangkan fasciculus dan kebanyakan cabang-cabang plexus brachialis terdapat di dalam axilla. Lesi total yang mengenai seluruh radix plexus jarang terjadi. Cidera sebagian plexus brachialis sering terjadi dan biasanya disebabkan oleh traksi atau tekanan, masing-masing saraf dapat cidera karena luka tusukan.

Lesi plexus brachialis dapat dibagi menjadi dua berdasarkan letak lesi dari plexusnya, yaitu lesi plexus brachialis bagian atas/ paralisis Erb-Duchenne (C5, C6, kadang C7) dan lesi plexus brachialis bagian bawah/ paralisis Klumpke (C8, T1). Berdasarkan level dari letak lesi maka lesi plexus brachialis dibedakan menjadi lesi preganglionik dan lesi postganglionik. Lesi preganglionik adalah apabila terjadi avulsi radix saraf dari medula spinalis. Lesi ini biasanya tidak dapat pulih dan sulit diperbaiki dengan metode pembedahan. Lesi postganglionik terjadi apabila terdapat ruptur radix saraf pada bagian distal dari ganglion, atau pada suatu truncus saraf ataupun saraf perifer. Lesi ini dapat disembuhkan dengan cara operasi dan memiliki potensi lebih tinggi untuk sembuh.

Lesi plexus brachialis bagian atas diakibatkan oleh gerakan yang berlebihan dari kepala ke sisi yang berlawanan dan penekanan bahu pada sisi yang sama (gambar 10). Ini menyebabkan traksi yang hebat atau bahkan robekan radix C5, C6 bahkan hingga C7 plexus brachialis. Ini biasanya terjadi pada bayi dengan proses persalinan yang sulit atau pada orang dewasa setelah pukulan atau jatuh pada bahu. Nervus-nervus yang berasal dari C5 dan C6 seperti n. suprascapularis, n. Musculocutaneus, n. Axillaris biasanya mengalami kerusakan sehingga tidak berfungsi dengan baik.

Gambar 3. Mekanisme injuri lesi plexus brachialis bagian atas

Selain itu biasanya terjadi paralisis dari beberapa otot, antara lain :

M. Supraspinatus: abductor articulatio humeri

M. Infraspinatus

: rotator lateral articulatio humeri

M. Subclavius

: menurunkan clavicula

M. Biceps brachii: supinator lengan bawah, flexor articulatio cubiti,

flexor lemah articulatio humeri

M. Brachialis

: flexor articulatio humeri

M. Deltoideus

: abductor articulatio humeri

M. Teres minor

: rotator lateralis articulatio humeri

Hal ini menyebabkan lengan atas tergantung lemas di sisi badan, rotatio medialis oleh bagian sternocostalis m. Pectoralis major yang tidak mendapatkan perlawanan. Lengan bawah akan pronasi karena hilangnya fungsi m. Biceps brachii. Posisi ektremitas superior pada keadaan ini sering disebut waiters tip (gambar 11). Selain itu terdapat kehilangan sensasi di lateral lengan.

Gambar 4. Kiri : Erbs palsy. Kanan :Klumpkes palsyLesi plexus brachialis bagian bawah biasanya disebabkan oleh tarikan abductio berlebihan pada lengan, misalnya yang terjadi jika seseorang jatuh dari tempat yang tinggi, dan berusaha memegang suatu objek untuk menyelamatkan dirinya (gambar 12). Nervus thoracica I biasanya robek.

Gambar 5. Mekanisme injuri lesi plexus brachialis bagian bawah

Serabut-serabut saraf dari segmen ini berjalan di dalam n. Ulnaris dan n. Medianus untuk mempersarafi seluruh otot kecil tangan. Apabila terdapat lesi, biasanya tangan akan berbentuk seperti cakar karena hiperekstensi articulatio metacarpophalangea dan fleksi articulatio interphalangea. M. Extensor digitorum tidak mendapatkan perlawanan oleh gaya mm. Lumbricales serta mm. Interossei dan mengekstensikan articulatio metacarpophalangea. Selain itu m. Flexor digitorum superficialis dan profundus tidak mendapatkan perlawanan oleh gaya mm. Lumbricales serta mm. Interossein dan masing-masing memfleksikan phalanges media dan phalanges distal. Selain itu akan tedapat kehilangan sensasi di sepanjang sisi medial lengan atas. Bila nervus cervicalis VIII juga rusak, maka anestesi yang terjadi akan lebih luas dan akan meliputi sisi medial lengan bawah, tangan, serta dua jari medial (gambar 4).

Nervus Thoracalis Longus

Cidera pada n. Thoracalis longus biasanya terjadi karena pukulan atau tekanan pada trigonum colli posterior atau selama operasi radikal mastektomi. Paralisis m. Serratus anterior mengakibtkan ketidakmampuan scapula melakukan rotatio selama gerakan abduksi lengan atas lebih dari 90 derajat. Margo vertebralis dan angulus inferior scapulae tidak lagi menempel dengan erat pada dinding thorak dan akan menonjol ke posterior, disebut scapula bersayap/ scapula alata (winged scapula) (gambar 6)

Gambar 6. Scapula alata

Nervus Axillaris

Cidera pada n. Axilaris dapat terjadi karena tekanan tongkat/ kruk yang menekan ke fossa axillaris. N. Axillaris dari fossa axilaris berjalan ke dorsal melalui spatium quadrilateral, hal ini menyebabkan n. Axillaris di tempat ini mudah cidera pada pergeseran letak caput humeri pada dislokasi bahu atau fraktur collum humeri. Kelainan yang terjadi biasanya berupa paralisis m. Deltoideus dan m. Teres minor, gangguan fungsi ramus cutaneus nervi axilaris dan n. Cutaneus lateralis superior untuk lengan atas sehingga dapat terjadi kehilangan sensasi kulit setengah bagian bawah m. Deltoideus. M. Deltoideus cepat mengalami atrofi apabila mengalami paralisis sehingga tuberculum majus yang terletak di bawahnya dapat dipalpasi. Pasien mengeluhkan sulit sekali untuk mengabduksikan lengan karena m. Supraspinatus menjadi satu-satunya abductor articulatio humeri yang bekerja.

Nervus Radialis

Nervus radialis memberikan percabangan di beberapa tempat yaitu, di axilla, sulcus spiralis humeri, ruang anterior lengan atas, dan fossa cubiti. Cidera pada n. Radialis sering terjadi pada bagian axilla dan sulcus spiralis.

Gejala klinik yang terjadi pada cidera n. Radialis di axila adalah sebagai berikut :

Motorik : paralisis m. Triceps, m. Anconeus, dan otot-otot extensor panjang regio carpalis. Pasien tidak dapat mengekstensikan articulatio cubiti, articulatio radiocarpalis, dan jari. Kelainan yang terjadi disebut sebaga wrist drop atau flexio regio carpalis (gambar 7). Selain itu juga dapat terjadi paralisis m. Brachioradilis dan m. Supinator namun pasien tetap bisa melakukan supinasi dengan bantuan m. Biceps brachii.

Gambar 7. Wristdrop Sensorik : hilangnya sedikit sensasi kulit pada permukaan posterior bagian bawah lengan atas dan sepanjang bidang sempit pada permukaan posterior lengan bawah. Relatif jarang terjadi anestesi total pada satu daerah tertentu karena terdapat tumpang tindih dari persarafan sensorik oleh saraf yang berdekatan.

Gejala klinik yang terjadi pada cidera n. Radialis di sulcus spiralis adalah sebagai berikut :

Motorik: pasien tidak dapat mengekstensikan regio carpalis dan jari-jari dan terjadi wristdrop Sensorik : terdapat sedikit daerah anestesi pada dorsum manus dan permukaan dorsal pangkal tiga setengah jari lateral.

Selain itu cidera juga dapat terjadi pada ramus profundus n. Radialis yang berfungsi untuk mempersarafi otot-otot ekstensor yang terdapat di ruang posterior lengan bawah. Saraf ini dapat cidera pada fraktur ujung proksimal radius atau selama dislokasi capitulum radii. Pada lesi ini biasanya tidak terjadi wristdrop karena jarang terjadi lesi pada m. Extensor carpi radialis longus. Sedangkan pada cidera ramus superficialis nervus radialis mengakibatkan timbulnya area anestesi kecil yang bervariasi di sekitar dorsum manus dan permukaan dorsal pangkal tiga setengah jari lateral jari

Nervus Musculocutaneus

N. musculocutaneus jarang mengalami cidera karena letaknya terlindung di bawah m. Biceps brachii. Bila saraf ini cidera pada bagian atas lengan atas maka m. Biceps brachii serta m. Coracobrachialis akan paralisis dan m. Brachialis akan paresis (karena m. Brachialis juga diinervasi oleh n. Radialis). Fleksi sendi siku dilakukan oleh sisa m. Brachialis dan otot-otot fleksor lengan bawah. Terdapat kehilangan sensasi di sepanjang sisi lateral lengan bawah.

Nervus Medianus

Cidera pada n. Medianus biasanya terjadi di daerah siku pada fraktur supracondylaris humeri, atau karena luka bacokan pada bagian proksimal retinaculum musculorum flexorum.

Gejala klinis pada cidera n. Medianus di siku adalah sebagai berikut :

Motorik : paralisis m. Pronator, otot flexor panjang regio carpalis dan jari, kecuali m. Flexor carpi ulnaris dan setengah bagian medial m. Flexor digitorum profundus. Akibatnya lengan bawah berada dalam posisi supinasi, flexio regio carpalis lemah dan disertai dengan adduksi. Jika pasien mencoba mengepalkan jari, index dan sebagian jari tengah cenderung tetap lurus, sedangkan digitus annularis dan digitus minimus dalam keadaan fleksi (gambar 15). Selain itu juga terjadi paralisis m. Flexor pollicis longus sehingga flexio phalanges terminal pollex hilang. Otot-otot eminentia thenar mengalami paralisis dan atrofi sehingga eminentia menjadi rata. Ibu jari berotasi ke lateral dan adductio. Tangan tampak rata seperti tangan monyet

Gambar 8. Palsi n. medianus

Sensorik : sensasi kulit hilang atau berkurang pada setengah bagian lateral telapak tangan dan permukaan palmar tiga setengah jari lateral.

Vasomotor: daerah kulit yang mengalami anestesi lebih hangat dan lebih kering daripada normal karena dilatasi arteriola dan hilangnya keringat karena kehilangan kontrol simpatis.

Gejala klinis pada cidera n. Medianus di pergelangan tangan adalah sebagai berikut :

Motorik : Otot-otot eminentia thenar mengalami paralisis dan atrofi sehingga eminentia menjadi rata. Ibu jari berotasi ke lateral dan adductio. Tangan tampak rata seperti tangan monyet. Pasien tidak bisa melakukan gerakan oposisi polex. M. Lumbricalis 1 dan 2 paralisis yang dapat dilihat langsung dengan meminta pasien untuk mengepalkan tangan perlahan-lahan maka polex serta index cenderung tertinggal.

Sensorik dan vasomotor : perubahan yang terjadi sama dengan lesi pada daerah siku

Nervus Ulnaris

Nervus ulnaris paling sering cidera pada daerah siku, karena n. Ulnaris terletak di belakang epicondylus medialis, dan di regio carpalis, saraf ini bersama dengan a. ulnaris terletak di depan retinaculum musculorum flexorum.

Gejala klini pada cidera n. Ulnaris adalah sebagai berikut :

Motorik : paralisis m. Flexor carpi ulnaris dan setengah bagian medial m. Flexor digitorum profundus. Selain itu otot-otot kecil tangan akan paralisis kecuali otot eminentia thenar dan dua m. Lumbricales pertama. Penderita tidak dapat melakukan aduksi dan abduksi jari sehingga penderita tidak dapat menjepit kertas di antara jari. M. Adductor pollicis lumpuh sehingga tidak mungkin pasien melakukan aduksi polex. Pada kasus yang sudah lama tangan akan membentuk seperti cakar (gambar 16). Pada cidera n. Medianus di daerah pergelangan tangan maka akan tampak gambaran clawhand yang nyata karena m. Flexor difitorum profundus tidak lumpuh dan terjadi fleksi lebih nyata dari phalang distal.

Sensorik : hilangnya sensasi kulit pada permukaan anterior dan posterior sepertiga medial tangan dan satu setengah jari medial.

1. Sumber :

2. Kishner, Stephen. 2013. Brachial Plexus Anatomy.

http://emedicine.medscape.com/article/1877731-overview diunduh pada tanggal 18 Maret 2015.

3. Moran, Steven L. Steinmann, Scott P. Shin , Alexander Y. 2005. Adult Brachial Plexus Injuries: Mechanism, Patterns of Injury, and Physical Diagnosis. Hand Clinic 21 pp: 13-24. Elsevier Inc.

4. Snell, Richards S. 2000. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC.

PAGE 35